Top Banner

of 23

Final Kelompok Kebijakan Publik

Oct 09, 2015

Download

Documents

ninonk
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

ABSTRAK

Implementasi Undang-Undang Pers di Indonesia UU No. 40 Tahun 1999 Pasal 4 dan 8 belum sepenuhnya berjalan. Pers di Indonesia saat ini memiliki kebebasan yang sangat luar biasa. Pers di Indonesia memang sudah bebas tapi belum merasakan kemerdekaan sepenuhnya. Kemerdekaan pers di Indonesia masih kurang karena banyaknya intervensi dari pihak lain. Banyak perusahaan media didanai atau dimiliki oleh politisi, sehingga ada kecenderungan tidak memberitakan hal-hal yang dianggap bisa merugikan pemilik atau pemegang saham, di samping itu masih ditemui banyaknya kekerasan terhadap wartawan maupun reporter dan masih adanya upaya menghalang-halangi kemerdekaan pers di Indonesia. Implementasi Undang-Undang Pers di Indonesia diharapkan (1) Tidak adanya aturan mengenai sentralisasi kepemilikan media, sebagai akibatnya sekarang terjadi sentralisasi kepemilikan media kepada golongan tertentu di Indonesia. (2) Tidak adanya aturan khusus dan menyeluruh mengenai tata cara pendirian sebuah media, sehingga sebagian institusi media atau perusahaan pers didirikan sebagai alat pencucian uang untuk sebagian oknum masyarakat Indonesia. (3) Keanggotaan Dewan Pers ditetapkan oleh Presiden. Sehingga independensi Dewan Pers menjadi dipertanyakan.Pemerintah seharusnya lebih menunjukkan keseriusannya dalam menjalankan UU No. 40 Tahun 1999. Apalagi mengenai permasalahan-permasalahan kekerasan yang dialami wartawan di Indonesia pemerintah harus dapat menyelesaikannya secara tuntas dan diharapkan tidak lagi ada sentralisasi kepemilikan media agar tidak ada lagi monopoli informasi kepada publik.

ABSTRACT

Implications of the Press Regulation in Indonesia No.40 of 1999 paragraph 4 and 8 have not been fully implemented. The press in Indonesia today has tremendous freedom. The press in Indonesia is already free but have not felt the full independence. Freedom of the press in Indonesia is still lacking because of the intervention of other parties. Many media companies funded or owned by politicians, so there is a tendency not preach things that are considered to be detrimental to owners or shareholders, in addition, it was found more violence against journalists and reporters and the persistence of attempts to obstruct press freedom in Indonesia.Implementation of the Press Regulation in Indonesia is expected to (1) absence of the centralization of media ownership rules, as a result of the centralization of media ownership is now happening to certain groups in Indonesia. (2) The absence of specific and comprehensive rules on the procedure for the establishment of a media, so most news media institutions or companies established as a means of laundering money for most elements of Indonesian society. (3) The membership of the Press Council established by the President. So that the independence of the Press Council be questionable.The government should further demonstrate its seriousness in implementing The Press regulation No. 40 of 1999. Especially regarding issues of violence experienced by journalists in Indonesian. Our government should be able to finish it completely and there is no longer expected centralization of media ownership so that there is no longer a monopoly of information to the public.

A. LATAR BELAKANGIndonesia merupakan negara yang menganut paham demokrasi. Dimana dengan paham tersebut kekuasaan berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam hal ini, masyarakat mendapatkan kebebasan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan karena setiap warga negara mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat. Di Indonesia sendiri, terdapat sarana yang dapat digunakan untuk mengungkapkan pendapat. Sarana tersebut salah satunya adalah melalui pers. Pers adalah salah satu sarana bagi warga negara untuk mengeluarkan pikiran, ide-ide maupun pendapat serta memiliki peranan penting dalam negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang demokratis pula.Pers juga sebagai subsistem komunikasi mempunyai posisi yang khusus dalam masyarakat. Ia menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat atau antarmasyarakat sendiri. Itu sebabnya pers mempunyai fungsi yang melekat pada dirinya, yakni sebagai pemberi informasi, alat pendidikan, sarana kontrol sosial, sarana hiburan maupun sarana perjuangan bangsa. Sebagai sarana perjuangan bangsa, terlihat sejak masa pra-kemerdekaan, yang antara lain tugasnya ialah mendorong lahirnya kesadaran nasional.Babak baru dalam dunia pers datang ketika keruntuhan kekuasaan rezim presiden Soeharto pada tahun 1998. Hal tersebut dianggap sebagai suatu pencerahan bagi rakyat yang menginginkan suatu reformasi dari segala bidang mulai dari ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang sempat terbelenggu oleh rezim orde baru. Tumbuhnya kemerdekaan pers pada masa reformasi merupakan angin segar bagi masyarakat. Karena kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat. Untuk pertama kalinya dalam sejarah pers Indonesia, kemerdekaan pers baru diakui secara konstitusional setelah 54 tahun Indonesia merdeka secara politik, yaitu dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Meskipun demikian, pengertian kemerdekaan pers belum dimengerti secara merata oleh publik Indonesia. Bahkan para pejabat dan kalangan pers sendiri pun yang mestinya lebih mengerti masih ada yang kurang paham mengenai makna dan pengertian kebebasan pers yang sesungguhnya. Oleh karena mengemban tugas luhur dan mulia itulah, pers yang bebas juga harus memiliki tanggung jawab yang dirumuskan dalam naskah Kode Etik Jurnalistik atau Kode Etik Wartawan Indonesia sebagai bebas dan bertanggung jawab.Pengertian bebas yang sesungguhnya ialah bebas dalam mengakses informasi yang terbuka; sementara yang dimaksud dengan bertanggung jawab ialah bertangung jawab kepada publik, kebenaran, hukum, common sense, akal sehat. Kemerdekaan pers adalah pengungkapan kebebasan berpendapat secara kolektif dari hak berpendapat secara individu yang diterima sebagai hak asasi manusia.Pers di Indonesia saat ini memiliki kebebasan yang sangat luar biasa pascareformasi, bahkan ada pendapat bahwa kebebasan pers Indonesia sudah kebablasan. Namun, kebebasan pers itu tidak otomatis dialami dalam suasana merdeka. Artinya, pers, memang bebas melaporkan apa saja, tapi kebebasan melaporkan itu tidak merdeka karena ada intervensi dari beberapa pihak terhadap media massa.Kemerdekaan pers di Indonesia masih kurang karena banyaknya intervensi dari pihak lain. Banyak perusahaan media didanai atau dimiliki politisi, sehingga ada kecenderungan tidak memberitakan hal-hal yang dianggap bisa merugikan pemilik atau pemegang saham. Dalam Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999 pada Bab II Pasal 4 dan pada Bab III Pasal 8 jelas dituliskan tentang kemerdekaan pers. Pada Pasal 4 Ayat 3 dituliskan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Pada Pasal 8 dituliskan, dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum. Apriady (2013) menjelaskan bahwa pers Indonesia yang bebas tapi belum merdeka dapat dibuktikan dari peringkat World Press Fredom Index 2012 yang dikeluarkan oleh Reporters without Borders, terkait Indeks Kemerdekaan Pers. Dalam pemeringkatan Indeks Kemerdekaan Pers itu, Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia turun dari 117 pada tahun 2011 menjadi 146 tahun 2012. Posisi itu berada dibawah Filipina (140), Gambia (141), Rusia (142), Kolombia (143), Swaziland (144), dan Republik Demokratik Kongo (145). Posisi Indonesia itu sama dengan negara Malawi (146). Tajamnya penurunan posisi itu berkaitan erat dengan banyaknya kekerasan dan upaya menghalang-halangi kemerdekaan pers di Indonesia serta kurangnya penegakan hukum yang berujung pada inpunitas. Selain itu, belum tuntasnya berbagai kasus pembunuhan jurnalis semakin menambah anjloknya posisi Indonesia. Turunnya peringkat Indonesia juga merupakan peringatan bagi pers, terkait masih kuatnya ancaman terhadap kemerdekaan pers. Banyaknya kekerasan terhadap pers yang seiring dengan belum adanya kesungguhan aparat hukum untuk menindaknya. Masyarakat demokratis dibangun atas dasar konsepsi kedaulatan rakyat dan keinginan pada masyarakat demokratis itu ditentukan oleh opini publik yang dinyatakan secara terbuka. Hak publik untuk tau adalah inti dari kemerdekaan pers. Dengan demikian kemerdekaan pers merupakan suatu yang sangat fundamental dan penting dalam demokrasi karena menjadi pilar yang ke 4 setelah lembaga eksekutif, lembaga legislatif dan lembaga yudikatif.Pers mendapatkan kebebasan untuk melakukan kritik sosial terhadap pemerintah. Pers bebas untuk bergerak dalam melakukan pemberitaan. Meskipun bebas, tetapi pers tetap bertanggung jawab dalam pemberitaannya. Pemerintah pun tetap melakukan kontrol terhadap kebebasan pers dalam kehidupan sehari-hari.

B. RUMUSAN MASALAHBagaimanakah implementasi berlakunya UU No 40 Tahun 1999 Pasal 4 dan Pasal 8 tentang Pers Terhadap Kemerdekaan Pers di Indonesia?

C. TUJUANUntuk mengetahui implementasi berlakunya UU No 40 Tahun 1999 Pasal 4 dan Pasal 8 tentang Pers Terhadap Kemerdekaan Pers di Indonesia

D. DEFINISI OPERASIONAL Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Kemerdekaan pers adalah pengungkapan kebebasan berpendapat secara kolektif dari hak berpendapat secara individu yang diterima sebagai hak asasi manusia. Bebas yang sesungguhnya ialah bebas dalam mengakses informasi yang terbuka; sementara yang dimaksud dengan bertanggung jawab ialah bertangung jawab kepada publik, kebenaran, hukum, common sense, akal sehat. Kekerasan terhadap jurnalis. Pembunuhan, pemenjaraan, serangan, penculikan, sensor, pengusiran, pelecehan, ancaman, atau tuntutan hukum.

E. DIALOG TEORI Teori KekuasaanDewasa ini telah dikenal berbagai bentuk kekuasaan yang menjadi dasar jalannya pemerintahan. Anne menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kekuasaan tersebut umumnya didasarkan atas ideologi atau paham-paham tertentu.

1. MonarkiJenis kekuasaan ini berpusat pada suatu orang sebagai pemegang kekuasaan. Pemegang kekuasaan tersebut umumnya dikenal sebagai raja. Olah karena itu, jenis pemerintahan ini biasanya berbentuk kerajaan. Dalam praktiknya, raja memegang penuh kendali negara. Namun demikian, biasanya jalannya pemerintahan dikendalikan oleh perdana menteri yang diawasi langsung oleh parlemen. Inggris, Jepang, Spanyol, Belanda, dan Norwegia merupakan segelintir negara yang masih menerapkan sistem monarki dalam jalannya pemerintaha mereka.2. AristokrasiBentuk Aristokrasi terjadi ketika kendali pemerintahan atau kekuasaan tidak hanya dipegang oleh satu orang, seperti raja atau ratu. Bentuk kekuasaan ini menggambarkan bahwa kekuasaan dipegang oleh sekelompok orang yang berpengaruh baik itu dari segi kekayaan (bangsawan) maupun dari segi ilmuan. Namun demikian, suatu teori menggambarkan bahwa sistem aristokrasi terjadi ketika revolusi bentuk pemerintahan monarki menjadi aristokrasi.3. DemokrasiPada jenis kekuasaan ini, rakyat memegang kendali penuh atas jalannya roda pemerintahan. Pemerintahan akan berjalan jika memang rakyat berkehendak. Sebaliknya, rakyat juga bisa menghentikan jalannya pemerintahan jika memang rakyat tidak puas terhadap kinerja pemerintahan.

Indonesia telah beberapa kali mengubah model penerapan demokrasi. Mulai dari awal kemerdekaan hingga saat ini. Bangsa Indonesia masih mencari model kekuasaan yang cocok untuk kebudayaan dan nilai-nilai leluhur bangsa. Demokrasi Terpimpin pernah dirasakan oleh rakyat Indonesia yang hidup pada masa kekuasaan Bapak Soekarno.Pada peralihan kekuasaan dari Bapak Soekarno ke Soeharto, Indonesia berubah model demokrasinya menjadi demokrasi Pancasila. Dengan tujuan mengembalikan model pemerintahan ke bentuk yang diharapkan oleh para penggagas Pancasila pada awal kemerdekaan. Namun sayang, niat tersebut tidak semudah yang digembar-gemborkan oleh pemerintah saat itu. Malah Indonesia dipimpin oleh sebuah presiden yang absolut dan memerintah paling lama di dalam sejarah penerapan demokrasi.Maka para pakar sejarah dan politik menyebut masa pemerintahan Bapak Soeharto sebagai rezim orde baru. Kata rezim tersebut menandakan bahwa kekuasaan dipegang oleh sebuah golongan atau kelompok. Berakhir rezim orde baru tidak berarti Indonesia mengambil bentuk demokrasi yang ideal bagi kesejahteraan rakyatnya, malah bangsa Indonesia keluar dari rezim orde baru menuju sistem demokrasi liberal.Kata liberal tersebut menempel pada demokrasi dengan maksud menjelaskan bahwa Indonesia memiliki sistem demokrasi yang bersifat liberal. Liberal yang dimaksud adalah liberalisme pada sektor-sektor publik. Liberalisme sektor ekonomi, sosial, pendidikan bahkan pada sektor kesehatan tengan terjadi pada masa kini.

Teori Agenda SettingNurudin (2007:195) menjelaskan bahwa teori ini mengatakan media (khususnya media berita) tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita pikir, tetapi media tersebut benar-benar berhasil memberitahu kita berpikir tentang apa. Media massa selalu mengarahkan kita pada apa yang harus kita lakukan. Media memberikan agenda-agenda melalui pemberitaannya, sedangkan masyarakat akan mengikutinya. Menurut asumsi teori ini media mempunyai kemampuan untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu. Media mengatakan pada kita apa yang penting dan apa yang tidak penting. Media pun mengatur apa yang harus kita lihat, tokoh siapa yang harus kita dukung.PEMBAHASAN

Upaya mewujudkan kemerdekaan pers seperti yang dicita-citakan hingga kini masih terus berlangsung di Indonesia. Sejarah pers Indonesia dibagi menjadi dalam beberapa periode yakni ada 5.Yang pertama adalah Pers pada zaman Belanda, Pers zaman Penjajahan Jepang, Pers masa Orde Lama, Pers masa Orde Baru dan yang terakhir adalah pers pada masa Pasca Orde Baru atau Zaman Reformasi.

1. Pers Zaman Belanda Atau Kolonial Membicarakan pers di Indonesia memanglah kita tak bisa dipisahkan dengan hadirnya bangsa Barat yang menjajah negara kita. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Eropalah yang dimana khusunya bangsa Belanda yang mempelopori lahirnya pers di Indonesia serta persuratkabaran di Indonesia.Pada awal abad 17 di Batavia sudah terbit secara berkala surat kabar khususnya pada tahun 1676 di Batavia terbit Kort Breicht Eropa (berita singkat dari Eropa) yang diamana memuat tentang berbagai berita dari daerah sekitaran Eropa. Pada Oktober 1744 terbit Bataviase Nouvelles, pada tanggal 23 Mei 1780 terbit Vendu Nieuws sedangkan tahun 1810 terbit Bataviasche Koloniale Courant. Pada tahun 1903 dunia pers semakin menghangat ketika terbitnya Medan Prijaji sebuah surat kabar pertama yang dikelola kaum pribumi. Munculnya surat kabar ini bisa dikatakan sebagai masa awal permulaan bagi bangsa Indonesia untuk terjun dalam dunia pers yang berbau politik. Pemerintah Hindia Belanda sebagai pers Bumiputera. Hadirnya Medan Prijaji telah disambut hangat oleh bangsa kita terutama kaum pergerakan yang revolusioner dan rindu akan kebebasan. Tak lama kemudian dari Sarekat Islam terbit harian Oetoesan Hindia.lalu muncul pula dari golongan kiri yakni Semaun yang menerbitkan harian yang cukup Revolusioner yakni Api, halilintar dan Nyala. Seakan menandingi Semaun Ki Hadjar Dewantara mengeluarkan koran dengan nama yang tak kalah galaknya yakni Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak. Sang Proklamator Bung Karnopun tak ketinggalan pula beliau memimpin Harian Suara Rakyat dan Sinar Merdeka pada tahun 1926.Adapun corak dari pers era kolonial ini lebih banyak membicarakan tentang kepentingan dan propaganda dari pihak Belanda.Corak ini mulai berubah ketika di Indonesia mulai bermunculan organisasi-organisasi pergerakkan yang dimana dalam penulisannya lebih banyak membicarakan tentang pembelaan terhadap rakyat Pribumi yang sengsara akibat sistem kolonial yang ada di Indonesia baik secara moderat ataupun kearah yang radikal revolusioner.

2. Pers Zaman Masa Penjajahan Jepang.Era ini berlangsung antara 1942-1945. Pers Indonesia lebih banyak berjuang dengan tidak menggunakan ketajaman penanya namun dengan jalan lain semisal organisasi politik. Hal ini mulai menunjukkan bahwa pada zaman ini pers Indonesia mengalami tekanan. Surat kabar yang terbit di zaman Belanda dilarang beredar, akan tetapi pada masa ini pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis yakni mulai mengenalnya Pers Indonesia dengan sistematika perizinan penerbitan pers. Akan tetapi pihak belanda dengan culas menyatukan berbagai macam pers yang ada pada era itu, yang dimana memiliki corak sendiri-sendiri dengan tujuan untuk kepentingan pihak jepang untuk memenangkan apa yang disebut dengan Perang asia Timur Raya.Selain itu Jepang juga mendirikan Jawa Shinbun Kai dan cabang kantor Domei yang merupakan gabungan antara dua kantor berita yang ada di Indonesia yakni Aneta dan Antara. Selama masa ini terbit beberapa media harian seperti Asia Raya di Jakarta, Sinar Baru di Semarang, Suara Asia di Surabaya, Tjahaya di Bandung. Hingga akhirnya dalam hal mengenai kenegaraan dan kebangsaan Indonesia, sejak persiapan sampai pencetusan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sejumlah wartawan pejuang dan pejuang wartawan turut aktif terlibat di dalamnya disamping Soekarno dan Hatta tercatat pula Sukardjo wirjopranoto, Iwa Kusumasumantri, Ki Hadjar Dewantara, Otto Iskandar Dinata, G.S.S Ratulangi, Adam Malik, BM Diah, Sajuti Melik, Sutan Jahrir, dan beberapa tokoh lain.

3. Pers Dimasa Orde Lama atau Pers TerpimpinPada masa dimana Indonesia menyatakan kembali ke UUD 1945 atau Demokrasi Terpimpin tindakan tekanan pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor berita PIA dan surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po oleh Penguasa Perang Jakarta. Awal 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda Maladi yang menyatakan bahwa ada tindakan tegas terhadap surat kabar, majalah dan kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional. Masih pada tahun yang sama bahwa penguasa perang mulai mengenakan sanksi-sanksi perizinan terhadap pers.Pada tahun 1964 keadaan pers semakin memburuk. Pihak-pihak pemeritah terutama dari kementerian penerangan dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers.

4. Perkembangan Pers pada Masa Orde BaruPada awal kekuasaan Orde Baru dengan janji-janji manisnya akan keterbukaan dan kebebasan pendapat. Para masyarakat bersuka cita menyambutnya masyarakat banyak berharap bahwa pemerintah Soeharto dapat mengubah keterpurukan pemerintahan Orde Lama. Banyak sekali pemulihan dalam sektor ekonomi, politik, sosial dan budaya yang dilakukan oleh pihak Orde Baru. Namun sayang pers tidak merasakan hal yang sama. Pers banyak mendapat tekanan dari pihak pemerintah. Pers dituntut menyiarkan berita-berita tentang kebaikan pihak pemerintah sedangkan banyak sekali keburukan Orde Baru yang terjadi namun apabila hal ini diberitakan maka tidak akan terbit. Kalaupun ada media massa yang menentang peraturan dari pemerintah maka tak segan pemerintah akan bertindak tegas. Pada masa Orde Baru segala penerbitan media massa berada dalam pengawasan pemerintah yakni melalui Departemen Penerangan. Maka dari itu media massa diharuskan memberitakan hal-hal yang baik tentang pemerintah. Pers seakan-akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya sehingga pers tidak menjalankan fungsinya yakni sebagai pendukung dan pembela masyarakat. Pembredelan terhadap Tempo dan Detik pada tanggal 21 Juni 1994 yang dimana pembredelan ini dikarenakan mereka mengeluarkan laporan investigasi tentang berbagai masalah penyelewengan oleh pejabat negara. Pembredelan ini diumumkan secara langsung oleh Harmoko selaku menteri penerangan saat itu. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya era Orde Baru sebagaimana dijanjikan sebagai masa yang era bebas dan terbuka hanyalah bualan belaka. Pers pada masa Orde baru adalah suatu era pers terburuk pada sejarah negara Indonesia.

5. Pers pada Masa Reformasi - SekarangPada tanggal 21 Mei 1998 Orde Baru tumbang dan mulailah era Reformasi. Tuntutan reformasi bergema ke semua sektor kehidupan termasuk sektor pers. Selama 32 tahun pers Indonesia hidup dibawah bayang-bayang rezim otoriter, rezim pembodohan layaknya Fasis di Jerman dan juga hidup dibawah bayang-bayang pencabutan izin terbit. Rezim pembodohan yang tumbang akhirnya pers dapat merasakan kebebasan. Hal ini sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan dan demokrasi yang diperjuangkan rakyat Indonesia. Akibatnya pada awal reformasi banyak bermunculan penerbitan pers atau koran, majalah atau tabloid baru, ditambah lagi pemerintah mengeluarkan UU no 39 tahun1999 tentang HAM dan UU no 40 tahun 1999 tentang pers. Hal ini disambut baik oleh dikalangan pers. Dalam undang-undang ini dengan jelas dijamin adanya kemerdekaan pers bagi sebagai hak asasi warga negara.UU no 40 tahun 1999 inilah yang berlaku hingga saat ini. UU Pers merupakan penegasan bahwa kemerdekaan pers adalah wujud kedaulatan rakyat dan penerapan demokrasi.Di dalam UU Pers terdapat 21 pasal yang tercakup beberapa pasal. Pada pasal 4 dan Pasal 8 berkenaan dengan kebebasan pers dalam memperoleh informasi. Berikut pasal tersebut yang terdapat dalam UU.Pasal 4:1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.Penjelasan:Pasal 4Ayat (1)Yang dimaksud dengan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supermasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode etik jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers. Ayat (2) Penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran tidak berlaku pada media cetak dan media elektronik.Siaran yang bukan merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam ketentuan undang-undang yang berlaku.Ayat (3)Cukup jelasAyat (4)Tujuan utama hak tolak adalah agar wartawan dapat melindungi informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hak tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau dimintai menjadi saksi dipengadilan.Hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan Negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan.Pasal 8Melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.Penjelasan:Yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah jaminan perlindungan pemerintah dan masyarakat terhadap wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

ANALISIS

Siapapun sependapat bahwa pers di Indonesia saat ini memiliki kebebasan yang sangat luar biasa pasca-reformasi, bahkan ada pendapat bahwa kebebasan pers Indonesia sudah kebablasan. Namun, kebebasan pers itu tidak otomatis dialami dalam suasana merdeka. Artinya, pers memang bebas melaporkan apa saja, tapi kebebasan melaporkan itu tidak merdeka karena ada intervensi dalam konteks dalam konteks internal pers.Bebas dan merdeka itu berbeda. Pers Indonesia memang sudah bebas, tapi pers Indonesia belum merdeka, karena pemilik media sudah terlalu jauh intervensi pada konten, terutama pada media televisi. Pemilik modal boleh saja memiliki media sebanyak mungkin tetapi dia tidak boleh melakukan intervensi konten media, karena hal itu akan merugikan khalayak. Dengan adanya intervensi konten akan membuat informasi yang mencerdaskan dan bebas dari kepentingan tidak akan di peroleh masyarakat apabila konten di intervensi sang pemilik modal.Pemerintah melalui KPI perlu membatasi intervensi konten melalui regulasi yang tegas dan memisahkan antara kepemilikan media dengan kepemilikan konten media. Bagaimanapun intervensi konten media dari pemilik modal terutama televisi, telah terbukti menjadi faktor penyebab turunnya indeks kemerdekaan pers karena informasi yang dikeluarkan wartawan, reporter, dan redaktur mengandung kepentingan pemilik modal yang dikemas dengan kebebasan pers.Dominasi kepentingan pemilik modal akan semakin merugikan masyarakat bila pemilik modal itu bergerak ke politik, sehingga kepentingan politik akan mewarnai media itu. Kalangan pers sudah waktunya tidak hanya menggembor-gemborkan kebebasan pers di Indonesia, namun mereka justru menelikung kebebasan dengan memanfaatkan kebebasan pers untuk membelenggu kemerdekaan pers, sehingga indeks kemerdekaan pers dapat terjun bebas meremukkan publik. Pers di Indonesia sangat perlu di perbaiki, kebebasan pers sudah di dapatkan tetapi malah terlalu bebas tanpa kendali. Pers harus mulai dibatasi kebebasannya dengan pemantauan isi pers dan kemerdekaan pers harus ditegakkan. Pers tidak boleh dicampur tangani dan di intervensi oleh pihak manapun. Pers yang sesuai kode etik harus di sampaikan dengan sebenar-benarnya tanpa sedikitpun pembelaan kesatu pihak.

Kasus Penyelewengan terhadap PersDewan Pers prihatin dengan turunnya posisi Indonesia dalam World Press Fredom Index 2012. Dalam pemeringkatan Indeks Kemerdekaan Pers itu, Indeks Indonesia turun dari 117 karena tingginya kasus kekerasan kepada wartawan. Selama 2010, Dewan Pers mendata 25 kasus kekerasan yang dialami pekerja media. Kekerasan itu berupa intimidasi, kekerasan verbal, menghalangi kegiatan liputan, merusak perangkat liputan, penyekapan, hingga pembunuhan.Pelaku berasal dari pejabat publik, politikus, staf instansi, artis, atau preman bayaran, ujarnya (Eko, 2011).

Pembunuhan Prabangsadan The New Deadliest CountryBom molotov di kantor Majalah Tempo adalah sesuatu yang buruk dan membahayakan bagi pers bebas. Cara intimidasi terang-terangan semacam ini, tak diragukan lagi, merupakan selarik pesan ancaman yang sangat jelas.Tapi, apa yang menimpa Anak Agung Prabangsa jauh lebih buruk. Wartawan Harian Radar Bali ini jenazahnya ditemukan mengambang di Perairan Selat Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada 16 Februari 2009.Prabangsa tercatat memulai karirnya sebagai wartawan HarianUmum Nusa pada 1997, sebelum akhirnya pindah ke Harian Radar Bali pada 2003, hingga peristiwa nahas menimpa dia. Dengan pembunuhan Prabangsa, setidaknya ada enam jurnalis yang terbunuh dalam 14 tahun terakhir di Indonesia. Diduga kuat, mereka dibunuh akibat menjalankan profesinya sebagai jurnalis.Keluarga dan manajemen Harian Radar Bali sempat melaporkan Prabangsa ke Kepolisian Kota Besar Denpasar karena dia menghilang dari rumahnya di Denpasar sejak 11 Februari 2009. Anehnya, sepeda motor milik Prabangsa justru ditemukan di kampung kelahirannya di Taman Bali, Kabupaten Bangli.Keluarga Prabangsa di Taman Bali membenarkan kedatangan Prabangsa, meski itu sebentar saja. Setelah itu, dia pergi tanpa diketahui tujuannya. Petugas dari Polres Karangasem yang mengevakuasi jenazah korban yakin bahwa itu Prabangsa setelah melihat kartu pers yang dikeluarkan Harian Radar Bali di saku celana Prabangsa.Saat ditemukan, kondisi korban sudah bengkak, kepala pecah, lidah terjulur, telinga kiri robek, dada dan leher lebam, serta bola mata hilang.Awalnya, polisi hanya memastikan bahwa Prabangsa dibunuh, bukan karena kecelakaan atau sebab tak sengaja lainnya.Tapi, polisi tidak menemukan indikasi bahwa pembunuhan itu berkaitan dengan profesi Prabangsa sebagai wartawan. Hasil pemeriksaan sudah mengerucut. Dilihat dari segi motif, saat tewas korban tidak sedang melakukan investigasi berita. Apalagi korban sebagai editor, bukan sepertiAnda sekalian, kata Kepala Polda Bali Teuku Asikin Husein, kepada wartawan yang mewawancarainya, 18 Februari 20097.Belakangan, polisi mulai menemukan titik terang ketika mendapat kesaksian dari teman-teman sekantor Prabangsa. Almarhum pernah mengeluh sering diancam, meski tak menjelaskan siapa yang mengancam dia.Polisi pun mulai mengendus keterkaitan ajal Prabangsa dengan berita yang pernah dia tulis.Antara lain, soal penunjukan langsung pengawas proyek sejumlah pembangunan di Dinas Pendidikan Bangli, dengan nilai Rp 4 miliar.Temuan ini menuntun polisi ke rumah setengah jadi di Jalan Merdeka Bangli, milik Nyoman Susrama, yang kemudian menjadi tersangka kasus pembunuhan ini.Di rumah tersebut polisi menemukan celana panjang milik salah satu tersangka, dengan noda darah. Di sebuah mobil Kijang, polisi juga menemukan bekas darah. Keyakinan kian kuat setelah Pusat Laboratorium Denpasar memastikan bahwa golongan dua sampel darah itu adalah AB, alias cocok dengan darah Prabangsa. Pada 25 Mei 2009, polisi mengumumkan penetapan Susrama bersama enam orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Komang Gede, Nyoman Rencana, I Komang Gede Wardana alias Mangde. Motifnya sakit hati, kata Kepala Polda Bali Teuku Asikin Husein.Para pelaku, menurut polisi, berbagi peran dalam menghabisi Prabangsa. Komang Gede, staf accounting proyek pembangunan taman kanak-kanak internasional di Bangli, berperan sebagai penjemput korban. Mangde dan Rencana bertindak sebagai eksekutor dan membawa mayat korban keperairan Padangbai. Dewa Sumbawa merupakan sopir Susrama. Sedangkan Endy merupakan sopir dan karyawan perusahaan air minum merek Sita, yang berperan membersihkan darah korban bersama Jampes.Penangkapan terhadap mereka, menurut polisi, dilakukan di rumah masing-masing, setelah memasuki hari ke-100 kematian korban. Barang buktinya berupa ceceran darah di rumah Susrama, mobil Toyota Kijang Rover bernomo rpolisi AB-8888-MK warna hijau dengan bercak darah pada enam titik. Polisi juga menyita Honda Grand Civic bernomor polisi DK-322-YD warna hijau muda metalik, celana panjang jins warna biru, karpet mobil, dan karung warna putih.Dari pengakuan para tersangka, menurut polisi, Prabangsa dibunuh di rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli, pada 11 Februari 2009, sekitar pukul 16.30-22.30 waktu setempat. Prabangsa dibujuk terlebih untuk ke rumah di Banjar Petak itu, lalu dieksekusi dengan cara dipukul balok kayu.Setelah itu, jenazah Prabangsa dibuang ke laut melalui Pantai Padangbai.Hakim menguatkan keyakinan polisi.Dalam sidang 15 Februari 2010, hakim mengganjar Nyoman Susrama dengan penjara seumur hidup.Vonis itu lebih rendah ketimbang tuntutan jaksa, yakni hukuman mati. Majelis hakim, yang diketuai Djumain, SH, menyatakan Susrama terbukti melanggar Pasal 340 KUHP joPasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana secara bersama-sama. Pembunuhan dilakukan sangat kejam, yang bertentangan dengan ajaran ahimsa, kata Djumain.Hakim berkeyakinan, motivasi pembunuhan adalah pemberitaan di harian Radar Bali yang ditulis Prabangsa pada 3, 8, dan 9 Desember 2008 mengenai proyek-proyek di Dinas Pendidikan Bangli, khususnya proyek TK dan SD internasional. Susrama adalah Ketua Komite Pembangunan proyek bernilai miliaran rupiah itu.Kematian Prabangsa menorehkan catatan buruk atas Indonesia di mata dunia. Apalagi, Prabangsa bukan jurnalis pertama yang tewas karena terkait profesinya. Misteri dua kasus pembunuhan jurnalis sebelumnya bahkan tak kunjung terpecahkan. Dalam kasus pembunuhan wartawan Harian Berita Nasional Fuad Muh.Syafrudin, pada 1996, hingga kini pelakunya tak kunjung dibawa kepengadilan. Adapun jasad jurnalis Harian Berita Sore Medan, Ellyudin Telambanua, hingga kini tak ditemukan. Di data base CPJ, Ellyudin sebagai kasus jurnalis yang hilang.Kasus Prabangsa membuat Indonesia masuk dalam daftar negara paling berbahaya bagi jurnalis. Dalam daftar yang dirilis CPJ, Indonesia berada dalam urutan 14 yang dianggap berbahaya bagi jurnalis. Posisi Indonesia sejajar dengan Columbia, Nigeria, Venezuela, Srilanka, Nepal, Turki, Azerbaijan, dan El Salvador. Daftar ini akan menjadi catatan buruk bagi pers Indonesia dalam waktu yang lama.

KRITIK TERHADAP UNDANG-UNDANGKritik dari UU No.40 tahun 1999 di antara lain:1. Tidak adanya aturan mengenai sentralisasi kepemilikan media, sebagai akibatnya sekarang terjadi sentralisasi kepemilikan media kepada golongan tertentu di Indonesia. Padahal sentralisasi kepemilikan media dapat berefek pada termonopolinya informasi, atau pengendalian arus informasi oleh kalangan tertentu sehingga pada akhirnya informasi yang diperoleh oleh masyarakat hanyalah informasi yang telah disusun oleh sekelompok pihak dengan kepentingan mereka masing-masing. Masyarakat hanya mengetahui kenyataan yang sepotong alias tidak utuh dan akhirnya mendorong masyarakat untuk memiliki persepsi yang diinginkan oleh kelompok kepentingan yang memiliki media ini. Padahal di Amerika Serikat, sebagai contoh, aturan mengenai kepemilikan media sangatlah jelas. Tidak diperbolehkan satu orang atau satu pihak untuk menguasai penuh banyak media atau memonopolinya. Sehingga bahkan Robert Murdoch yang dijuluki sebagai Raja Media dan memiliki sahamnya di banyak media pun hanya bisa memperoleh persentase kepemilikan di masing-masing media yang dimilikinya kurang dari 50 persen. 2. Tidak adanya aturan khusus dan menyeluruh mengenai tata cara pendirian sebuah media, sehingga sebagian institusi media atau perusahaan pers didirikan sebagai alat pencucian uang untuk sebagian oknum masyarakat Indonesia.Walaupun mendirikan perusahaan Pers adalah suatu hak dan kebebasan bagi setiap warga negara Indonesia, namun tetap harus ada aturan dan persyaratan yang jelas. 3. Keanggotaan Dewan Pers ditetapkan oleh Presiden. Sehingga independensi Dewan Pers menjadi dipertanyakan. Karena dengan kata lain berarti Presiden berhak menaruh orang-orang pilihannya di sebuah lembaga yang seharusnya melindungi dan mengembangkan kebebasan pers. Jika Presiden yang berwenang adalah orang yang demokratis maka aturan ini tidak akan menimbulkan masalah, namun jika Presiden yang berkuasa adalah seorang yang otoriter, maka aturan ini dapat menjadi bumerang bagi kebebasan Pers

KESIMPULAN

Substansi No. 40 Tahun 1999 Pasal 4 dan Pasal 8 sendiri bertujuan untuk menciptakan Kemerdekaan Pers dimana pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. UU No 40 Tahun 1999 membuka jalan baru bagi kemerdekaan Pers Indonesia. Aturan yang berlaku didalamnya adalah angin segar bagi kalangan pers untuk mampu berlomba-lomba memberikan berita yang paling akurat, benar dan beretika. Selain itu, kalangan pers tetap diwajibkan untuk memiliki kode etiknya sendiri, sehingga walaupun sekarang pemerintah tidak lagi mampu untuk melakukan penyensoran kepada pers nasional, namun terdapat situasi saling mengingatkan diantara kalangan pers tersebut, termasuk di dalamnya Dewan Pers, untuk menghadirkan informasi yang sesuai dan bermutu.

SARANSolusinya pemerintah mestinya harus lebih menunjukkan keseriusannya dalam menjalankan UU No. 40 Tahun 1999 Pasal 4 dan Pasal 8 tentang Pers terhadap Kemerdekaan Pers di Indonesia. Dimana saat ini, pers di Indonesia sudah dapat dikatakan bebas namun belum sepenuhnya merdeka. Diharapkan tidak lagi ada sentralisasi kepemilikan media agar tidak ada lagi monopoli informasi kepada publik. Pemerintah juga diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan kekerasan yang dialami wartawan di Indonesia secara tuntas seperti yang diamanatkan dalam pasal 8 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 sehingga Indonesia tidak lagi menjadi salah satu negara yang berbahaya bagi jurnalis.

DAFTAR PUSTAKABuku:Abrar, Ana Nadhya. 2011. Analisis Pers : Teori dan Praktik. Yogyakarta : Cahaya Atma PustakaHarahap, Krisna. 2000. Kebebasan Pers di Indonesia Dari Mas ke Masa. Bandung: Grafitri.Harahap, Krisna. 2000. Hukum Pers. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Luwarso, Lukman. 2007. Dosa Media. Buletin Etika Dewan Pers.McQuail, Dennis.1996. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : ErlanggaNurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Raja Grafindo PersadaNurudin. 2009. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers.Siswono Toyudho, Eko. 2011. Peringkat Kebebasan Pers Turun karena Kasus Kekerasan.Wahidin, Samsul. 2011. Hukum Pers. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Website:Ahira, Anne. Teori-Teori Kekuasaan:Mengenal Jenis-Jenis Kekuasaan dan Pemerintahan. (http://www.anneahira.com/teori-teori-kekuasaan.htm)Chychy. Tinjauan Yuridis UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers. (http://wwwchychyfebri23.blogspot.com/2011/05/tinjauan-yuridis-uu-no-40-tahun-1999.html)Hartoyo,Budiman S. 2008. Pers Bebas dan Tanggung JawabWartawan.(http://budimanshartoyo.wordpress.com/2008/01/19/pers-bebas-dan-tanggung-jawab-wartawan/)Nugroho, Bimo. 2004. Membunuh Media, Mencederai Warga. (http://ajiindonesia.org/index.php?option=com_content&view=article&id=133:-membunuh-media-mencederai-warga&catid=41:artikel&Itemid=282)

Pratama, Apriady Wahyu. 2013. Pers Indonesia,Bebas dan Merdeka Itu Beda.(apriandysblog.blogspot.com/2013/05/pers-indonesia-bebas-dan-merdeka-itu.html)Siswono Toyudho, Eko. 2011. Peringkat Kebebasan Pers Turun karena Kasus Kekerasan. (http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2011/01/02/brk,20110102-303146,id.html)

5