Top Banner

of 14

Final Dswu

Jan 06, 2016

Download

Documents

wilayah urban di Medan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Perkembangan Kota Medan

PERKEMBANGAN KOTA MEDANMENURUT THE URBAN REVOLUTIONOLEH GORDON V. CHILDE

MAKARA

Firly Maiyang1306405471

Hakita Belson 1306444112

Lina Hardyanti1306444283

Rimartha Sri Arum1306363954

DEPARTEMEN GEOGRAFIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS INDONESIADEPOK2015

Pendahuluan Hal pertama yang harus kita ketahui tentang kota adalah dimana banyaknya penduduk dengan kepadatan yang tinggi hidup di tempat yang relatif kecil (Archer, 2013). Munculnya sebuah kota ditandai dengan peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan. Daerah pedesaan dimana letak tempat tinggal penduduk berjauhan dengan kepadatan yang kecil, menjadi tempat dimana orang berkumpul dengan tempat tinggal yang berhimpitan. Buktinya penduduk di Indonesia mencapai 237juta jiwa, dan 49,79% diantaranya hidup di area perkotaan (BPS, 2010). Sedangkan luas perkotaan di Indonesia tidak melebihi 2% (BPN, 2011).Perkembangan sebuah kota merupakan proses panjang yang sulit bahkan mungkin tidak dapat berhenti. Mulai dari pertambahan penduduk, perubahan penggunaan lahan, perkembangan infrastuktur dan ekonomi, perubahan kebudayaan, munculnya strata sosial.Pada zaman dahulu di sebuah Kota terdapat pusat kota yang dihuni oleh para elit, fungsi dari pusat kota ini sebagai pusat perdagangan atau pusat sektor ekonomi, yang bertujuan untuk melayani kehidupan masyarakat pada masa itu. Kawasan kota lama adalah kawasan yang dijadikan awal pembentukan sebuah kota. Kawasan ini memiliki sejarah panjang yang berupa kebudayaan.Dengan semakin meluasnya era globalisasi maka suatu kota memiliki orientasi modern. Hal tersebut tidak luput dari peran IPTEK dan komunikasi serta transportasi yang maju. Pembangunan pada kota yang mengalami perubahan baik itu pada infrastukrtur, jalan dan aksesibilitas yang bertujuan untuk mendapatkan nilai efisiensi dan ekonomis. Indonesia memiliki banyak kota dengan ciri khasnya masing-masing. Satu kota tidak akan sama dengan kota lainnya. Kawasan Kota lama Medan merupakan pusat kota yang pada zaman dahulu yang memiliki nilai sejarah namun dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin maju di Kota ini membuat bangunan-bangunan bersejarah tersebut tergantikan dengan bangunan komersial.Dijadikannya medan sebagai ibukota deli juga telah menjadikannya Kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintah. sampai saat ini di samping merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara.Kawasan Kota lama Medan merupakan pusat kota yang pada zaman dahulu yang memiliki nilai sejarah namun dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin maju di Kota ini membuat bangunan-bangunan bersejarah tersebut tergantikan dengan bangunan komersial.Dalam paper ini dijelaskan lima sifat perkembangan kota menurut Childe. Dengan acuan lima sifat tersebut, kota Medan akan dikaji perkembangannya menurut dari teori Childe.Pengertian Kota Menurut Arthur B. Gallion dan Simon Eisner (1992), kota merupakan suatu organisme yang kompleks dan merupakan kumpulan berbagai jenis bangunan untuk menampung segala kegiatan dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual penduduknya.Kota adalah permukiman yang permanen, relatif luas, penduduknya padat serta heterogen, dan memiliki organisasi-organisasi politik, ekonomi, agama, dan budaya (Sirjamaki, 1964). Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kota mencakup unsur keluasan wilayah, kepadatan penduduk yang bersifat heterogen dan bermata pencaharian non pertanian, serta fungsi administratif, ekonomi dan budaya (Jones,1966). Gordon V. ChildeV. Gordon Childe (1892-1957), arkeolog yang paling berpengaruh dari abad kedua puluh, adalah seorang Marxis, dan dalam tulisannya ia menggunakan dua konsep kunci untuk mengatur pembahasannya: Revolusi Neolitik dan Revolusi Perkotaan. Model Childe untuk revolusi ini sebagian besar dibuat pemahaman ilmiah modern dua transformasi paling mendasar dan jauh di masa lalu manusia. Paper Childe ini 'The Urban Revolusi' - pertama kali diterbitkan di Town Planning Review (Childe, 1950) - adalah salah satu yang paling banyak dikutip makalah yang pernah diterbitkan oleh archaeologist. The Urban Revolution : Ten Point Model (Michael, 2009)Paper Childe dimulai dengan:"The concept of 'city' is notoriously hard to define. The aim of the present essay is to present the city historically -or rather prehistorically- as the resultant and symbol of a 'revolution' that initiated a new economic stage in the evolution of society." Childe, 1950 (hlm.3)Seperti disebutkan di atas, penting untuk diingat bahwa model Childe adalah tidak begitu terfokus tentang kota atau urbanisme tapi tentang serangkaian perubahan sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang saling terkait yang menjadi asal mula states dan kota. Setelah meninjau masyarakat sebelum revolusi urban, Childe menyajikan daftar sepuluh kriteria untuk menyatakan tahap awal:Ten rather abstract criteria, all deducible from archaeological data, serve to distinguish even the earliest cities from any older or contemporary village. Childe, 1950 (hlm.9)Sepuluh sifat yang dikemukakan Childe adalah sebagai berikut:1 Dalam poin ukuran, kota pasti lebih luas dan lebih padat daripada permukiman sebelumnya. (hlm.9)2 Dalam poin komposisi dan fungsi, penduduk perkotaan sudah berbeda dari pedesaan. pekerja tetap, pedangang, pejabat, dan para pemuka agama (hlm.11)3 Setiap produsen utama membayar lebih dari keuntungan kecil yang diambil dari lahan dengan peralatan teknis yang masih terbatas karena pajak harus dibayarkan untuk pemusatan keuntungan pemerintah. " (hlm.11)4 Bangunan monumental publik tidak hanya membedakan kota dengan desa, tapi juga melambangkan konsentrasi kesejahteraan sosial. " (hlm.12)5 Pemuka agama, jenderal, dan pejabat menjadi pemilik dari mayoritas keuntungan yang pada akhirnya terbentuk ruling class. (hlm.12-13)6 Keinginan untuk menciptakan sistem pengetahuan yang jelas untuk mencatat dan berguna. (hlm.14)7 Perluasaan dari ilmu pengetahuan yang pasti dan jelas aritmatika, geometri, dan astronomi. (hlm.14)8 Para seniman mulai membuat karya seni dengan konsep dan gaya yang canggih (hlm.15)9 Barter yang biasanya dilakukan lokal, sudah mulai meluas ke wilayah yang cukup jauh (hlm.15)10 Organisasi negara sudah mulai melihat faktor residensi daripada hubungan darah. (hlm.16)Fundamental Processes (Michael, 2009)Dari ten point model yang dikemukakan di atas terdapat lima sifat yang menggambarkan proses sosial yang masih diakui sebagai perkembangan penting dalam masyarakat modern. Trait 1 mengatakan, pada dasarnya, masyarakat perkotaan memiliki permukiman yang besar dan padat, atau kota (Gambar 1 dan 2). Hubungan erat antara urbanisme dan dinamika awal telah menjadi tema yang konsisten dari penelitian masyarakat modern (Untuk info lebih lanjut baca: Adams, 1966; Blanton, 1982; Algaze, 2008; Marcus dan Sabloff, 2008). Gambar 1Gambar 2Rekonstruksi kota SumeriaRencana Teotihuacan di Central MexicoTrait 2 mencatat pembagian tenaga kerja yang lebih kompleks dan banyak spesialis tinggal dan bekerja di kota. (Untuk info lebih lanjut baca: Brumfiel dan Earle, 1987; Clark dan Parry, 1990; Costin, 2004; Wailes, 1996; Sir Leonard Woolley, 1954) Trait 3, keuntungan dari produksi sosial yang dialokasikan untuk membayar pemerintah dan divisi tenaga kerja, menjadi pusat transformasi ekonomi dan politik yang membawa masyarakat menjadi modern. (Untuk info lebih lanjut baca: Allen, 1997; Morrison, 1994; Thurston dan Fisher, 2007).Trait 5 adalah pembentukan strata sosial, dilihat sebagai perubahan terbesar dalam kehidupan manusia yang dapat dikaitkan dengan Revolusi Perkotaan (Adams, 1966). (Untuk info lebih lanjut baca: Price dan Feinman, 1995)Trait 10 menggambarkan organisasi masyarakat dibidang politik: negara bagian. Dimana kekuasaan politik yang lebih egaliter dalam masyarakat secara luas didistribusikan di antara orang terdekat dan keluarga sehingga kekuasaan menjadi terpusat di kalangan lembaga kunci. (Untuk info lebih lanjut baca: Earle, 1997; Hansen, 2000; Alcock et al., 2001)Sejarah Awal Kota MedanPada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus, lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (MedanDeli). Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang popular.Awal mula kota Medan tidak lepas dari pengaruh Kesultanan Deli, hal tersebut dikarenakan Kesultanan Deli yang merupakan awal mula berdirinya kota Medan. Awal mula nama Deli muncul dalam Daghregis ter VOC di Malaka sejak April 1641, yang dituliskan sebagai Dilley, Dilly, Delli, atau Delhi. Hal tersebut dapat dilihat dari asal Gocah Pahlawan yang berkuasa pada saat itu berasal dari India, sehingga terdapat kemungkinan nama Deli itu berasal dari Delhi, nama kota di India.

Gambar 3. Medan pada Saat tahun 1876 Pada tahun 1918 menjadi awal baru bagi sejarah Kota Medan yaitu dengan Medan menjadi Kota Administratif, namun pada masa itu masih belum memiliki walikota sehingga Kota Medan masih menjadi wilayah yang tetap di bawah penguasa Hindia-Belanda. Sejak ibukota Asisten Residen dipindahkan dari Laboehan Deli ke Medan mulai terjadi perubahan yang pesat. Tidak hanya infrastruktur dan bangunan gedung yang berubah drastis tetapi juga arus penduduk dan barang (ekspor dan impor), sehingga Kota Medan menjadi sebuah kota yang mengalami perkembangan pesat pada saat itu. Medan Masa KiniDalam perkembangannya banyak bangunan bersejarah digantikan dengan bangunan komersial yang diperuntukkan untuk kegiatan seperti perkantoran, sehingga nilai kebudayaan yang ada pada kota ini lambat laun semakin berkurang. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan perubahan pada Kota Medan hal tersebut dikarenakan unsur kerja sama dari pemerintah, investor, kaum elit dan para pengusaha yang memiliki kepentingan masing-masing. Hal tersebut dikarenakan Kota Medan merupakan kota yang strategis, pada zaman dahulu hingga sekarang, penduduknya selalu mengalami pertumbuhan, sehingga para pengusaha tetap memiliki konsumen yang lengkap dan para pengusaha tersebut tidak perlu untuk mencari konsumen lain, namun hanya perlu membeli lahan saja. Dengan demikian terjadinya perubahan penggunaan lahan dan struktur kota akibat munculnya industriindustri baru yang terdapat di Kota Medan sehingga menyebabkan perubahan pada jalan, infrastruktur dan aksesibilitas di Kota Medan.

Gambar 2. Aksesibilitas Kota Medan Dari sudut pandang perencanaan tata ruang, bahwa Kota Medan merupakan kota tanpa perencanaan ruang yang representatif, hal tersebut dikarenakan bangunan-bangunan bersejarah yang telah dirancang oleh Bangsa Belanda dengan tujuan Kota Medan memiliki nilai kultural dan nilai identitas dengan kota lainnya kini hanya menjadi suatu kawasan komersial untuk kepentingan ekonomi dan bisnis sehingga munculnya site plan kawasan industri di Kota Medan.

Gambar 3. Site Plan Kawasan IndustriStruktur Ruang dan Perencanaan Tata Ruang Kota Medan Menurut Hairulsyah (2006) dilihat dari bentuk fisik kotanya, Kota Medan memiliki pola jaringan yang berbentuk grid pada daerah pusat kota sedangkan pada daerah pinggiran kotanya berbentuk radial. Dengan struktur pola ini dipengaruhi oleh faktor topografinya yang datar. Hal tersebut menyebabkan pola jaringan jalannya efektif dalam penempatan kegiatan kota dan dapat digunakan dalam penggunaan lahan yang terbatas. Pola jaringan yang berbentuk grid pada pusat kota akan mempengaruhi pola penggunaan lahan yang menyebabkan penyebaran aktivitas ke segala arah sehingga memungkinkan pusat aktivitas tidak hanya terdapat pada satu pusat saja. Dengan begitu Kota Medan memiliki struktur kota yang hanya memiliki pusat kegiatan di lebih dari satu titik atau yang disebut dengan multiple nuclei atau inti berganda.

Gambar 1. Rencana tata ruang wilayah kota Medan

Dilihat dari data-data pembentuk struktur kota Medan yaitu tata guna lahan yang meliputi permukiman, pendidikan, perdagangan, jasa, industri, jaringan jalan dan dari data kependudukan maka Kota Medan memiliki struktur kota dengan tipe multiple nuclei atau inti berganda. Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman (1945) dalam teorinya dikatakan teori inti berganda merupakan struktur di dalam suatu kota yang terkadang terdapat tempat tertentu yang berfungsi sebagai inti-inti kota dan pusat pertumbuhan baru. Hal tersebut menyebabkan ada beberapa inti dalam suatu wilayah perkotaan.Hal tersebut didukung pada tiga daerah kecamatan yang memiliki pusat perdagangan yaitu Kecamatan Medan Kota, Medan Petisah dan Medan Area. Pada kawasan industri terletak di Medan Johor, Medan Amplas dan Medan Deli. Daerah pemukiman terpusat pada kawasan kecamatan Medan Johor, Medan Helvetia dan Medan Marelan. Daerah pusat pendidikan terdapat di Medan Helvetia, Medan Denai dan Medan Kota. Dilihat dari dari zona keruangannya berdasarkan zona keruangan pada struktur kota multiple nuclei Medan, maka dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Gambar 2. Struktur Ruang Kota MedanKeterangan : Central Bussines District yaitu terdapat pada kawasan kecamatan Medan Kota yang merupakan pusat kota yang menampung sebagian besar kegiatan kota. Zona industri skala besar terdapat pada kawasan kecamatan Medan Denai, dimana pada daerah ini terletak dekat dengan central bussines district dan memiliki tenaga kerja paling banyak. Daerah permukiman kelas rendah yaitu terdapat pada kawasan kecamatan Medan Marelan, wilayah tersebut berdekatan dengan pabrik-pabrik yang ada di Medan. Perumahan kaum menengah terletak pada kawasan Kecamatan Medan Helvetia. Daerah permukiman kaum elit terdapat di kawasan kecamatan Medan Baru, yang memiliki kondisi paling baik untuk permukiman dalam artian fisik maupun penyediaan fasilitas. Kawasan Kecamatan Medan Baru merupakan kawasan yang lokasinya jauh dari industri berat sehingga memiliki nilai jual lahan yang tinggi. Kawasan industri berat yaitu terletak di kawasan Kecamatan Medan Deli yang merupakan daerah pusat perindustrian yang paling banyak. Zona bisnis di luar pusat daerah kegiatan terletak di kawasan Kecamatan Medan Petisah, yang merupakan kawasan dengan pusat perdagangan yang terbesar dan terbanyak selain di Kecamatan Medan Kota. Zona pemukiman daerah pinggiran terdapat pada kawasan Medan Denai yang sebagian besar penduduknya bekerja di pusat kota sehingga daerah ini merupakan daerah yang memiliki angka tenaga kerja terbanyak di Kota Medan, sedangkan zona industri daerah pinggiran terletak di Medan Amplas yang letaknya berada di daerah pinggiran Kota Medan. DemografiPenduduk merupakan modal atau potensi untuk meningkatkan produktivitas nasional jika tersedia lapangan pekerjaan yang cukup tinggi. Meskipun demikian jumlah penduduk yang besar tidaklah otomatis merupakan modal pembangunan, bahkan bisa menjadi beban atau tanggungan bagi suatu perintahan dan bahkan menjadi permasalahan bagi pembangunan itu sendiri.Pada tahun 1918 penduduk Medan tercatat sebanyak 43.826 jiwa yang terdiri dari Eropa 409 orang, Indonesia 35.009 orang, Cina 8.269 orang dan Timur Asing lainnya 139 orang.TahunPendudukTahunPenduduk

20011.926.05220072.083.156

20021.963.08620082.102.105

20031.993.06020092.121.053

20042.006.01420102.109.339

20052.036.018

EtnisMayoritas penduduk kota Medan sekarang ialah Suku Jawa, dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo). Di Medan banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Medan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak.Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India.Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.Perluasan kota Medan telah mendorong perubahan pola permukiman kelompok-kelompok etnis. Etnis Melayu yang merupakan penduduk asli kota, banyak yang tinggal di pinggiran kota. Etnis Tionghoa dan Minangkabau yang sebagian besar hidup di bidang perdagangan, 75% dari mereka tinggal di sekitar pusat-pusat perbelanjaan. Permukiman orang Tionghoa dan Minangkabau sejalan dengan arah pemekaran dan perluasan fasilitas pusat perbelanjaan. Orang Mandailing juga memilih tinggal di pinggiran kota yang lebih nyaman, oleh karena itu terdapat kecenderungan di kalangan masyarakat Mandailing untuk menjual rumah dan tanah mereka di tengah kota, seperti di Kampung Mesjid, Kota Maksum, dan Sungai Mati.Kota KembarBeberapa kota di Asia telah mendorong pembentukan Persatuan Kota Kembar, antara Medan dengan: Georgetown, Ichikawa, Gwangju, Chengdu, Melbourne, Chicago, dan ChennaiForum ini telah menjadi ajang saling tukar-menukar informasi dan perundingan untuk membincangkan berbagai masalah ekonomi dan perkotaan.Berbagai kerangka kerjasama antara kota bersaudara, berlangsung antara Medan dengan kota kembar lainnya, baik Kwangju maupun Pulau Pinang. Di bidang perdagangan, forum ini telah menguruskan Pameran Perdagangan Kota Kembar (Sister City Trade Fair) yang bertaraf internasional, sehingga mampu mendorong pertemuan pengusaha-pengusaha kota masing-masing. Dengan nyata, hal ini mampu mendorong peningkatan perdagangan dan pelaburan di kota masing-masing di samping memberikan kepastian dan perluasan pasaran produk yang dihasilkan.Banyaknya perusahaan pertanian di Kota Medan tahun 2003 yang berjumlah 12 perusahaan mengalami penurunan di tahun 2013 menjadi 8 perusahaan, tetapi pada 2013 terdapat Perusahaan Tidak Berbadan Hukum atau Bukan Usaha Rumah Tangga Usaha Pertanian (lainnya) sebanyak 12 unit karena pada tahun 2003 tidak dilakukan pendataan terhadap non-rumah tangga usaha pertanian.KESIMPULANTerdapat empat faktor yang mempengaruhi proses evolusi kehidupan pedesaan ke arah perkotaan, antara lain populasi, organisasi masyarakat, pertanian, dan teknologi. Berdasarkan penjelasan di atas telah dijabarkan sejarah perkembangan kota Medan dari masa kolonial Belanda sampai saat ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa Medan atau yang dulunya lebih dikenal dengan sebutan Deli, telah mengalami perkembangan yang pesat.Pada dasarnya, suatu kota memiliki tingkat populasi yang besar. Jika dilihat dari jumlah penduduknya, pada tahun 1918 tercatat ada 43.826 jiwa di Medan, dan pada tahun 2010 terdapat 2.109.339 jiwa. Dalam kurun waktu 92 tahun pertumbuhan penduduk mencapai lebih dari 48 kali lipat. Hal ini membuktikan bahwa kepadatan penduduk kota Medan zaman dahulu hingga sekarang semakin lama semakin tinggi.Organisasi masyarakat pun berperan dalam evolusi suatu pedesaan menjadi perkotaan. Jika dilihat kembali, organisasi masyarakat yang terdapat di Medan pada masa penjajahan dan pra penjajahan meliputi Heiho, Gyu Gun dan Talapeta, Panitia Penolong Pengangguran Eks Gyu Gun pada zaman sekarang bukan hanya ormas yang bergerak di bidang politik yang meningkat, tetapi juga bergerak di bidang kesenian dan pencinta alam. Contoh ormasnya antara lain Masyarakat Pancasila, Ranta Mandailing, AMPI, dan KOHPI. Hal ini bahwa spesialis ormas-ormas pada zaman sekarang lebih beragam.

Pertanian merupakan faktor selanjutnya yang mempengaruhi proses evolusi kehidupan pedesaan menuju perkotaan. Hal ini terjadi Sejak tahun 1863 ketika Belanda membuka lahan untuk pertama kalinya untuk pertanian tembakau. Namun, pertanian di Kota Medan zaman sekarang sudah modern. Dapat dibuktikan bahwa pada tahun 2003 terdapat 12 Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum, pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 8 perusahaan, tetapi terdapat Perusahaan Tidak Berbadan Hukum atau Bukan Usaha Rumah Tangga Pertanian (lainnya) sebanyak 12 unit. Dari peristiwa tersebut, dapat dikatakan bahwa pertanian di kota Medan semakin berkembang.Pesatnya perkembangan teknologi di Indonesia juga berperan dalam proses evolusi kehidupan pedesaan menuju perkotaan. Contohnya pertanian yang dulunya masih mengandalkan tenaga manusia sekarang sudah banyak menggunakan mesin untuk mempermudah pekerjaan. Selain itu, infrastruktur kota Medan zaman dahulu dan sekarang semakin meningkat dan menjadi lebih baik. Meningkatnya infrastruktur dan alat-alat pertanian tersebut dapat menjadi indikator kemajuan kehidupan di kota Medan.

References and Further Reading Adams, R. MCC. (1966) The Evolution of Urban Society: Early Mesopotamia and Prehispanic Mexico, Chicago, IL, Aldine.Alcock, S. E., DAltroy, T. N., Morrison, K. D. dan Sinopoli, C. M. (eds) (2001). Empires: Perspectives from Archaeology and History, New York, NY, Cambridge University Press.Algaze, G. (2008). Ancient Mesopotamia at the Dawn of Civilization: The Evolution of an Urban Landscape, Chicago, IL, University of Chicago Press.Allen, R. (1997). Agriculture and the origins of the state in Ancient Egypt, Explorations in Economic History, 34, 13454.Archer, Kevin (2013). The City : the basics, 2Badan Petanahan Nasional. http://www/bpn.go.idBadan Pusat Statistik. http://www.bps.go.idBlanton, R. E. (1982). Urban beginnings: a view from anthropological archaeology, Journal of Urban History, 8, 42746.Brumfiel, E. M. dan Earle, T. K. (eds) (1987). Specialization, Exchange, and Complex Societies, New York, NY, Cambridge University Press.Childe, V. Gordon. (1936). Man Makes Himself, London, Watts and Co.Childe, V. Gordon. (1942). What Happened in History, Harmondsworth, Penguin Books.Childe, V. Gordon. (1952). 'The Urban Revolution', Town Planning Review, 21,3-17Clark, J. E. dan Parry, W. J. (1990), Craft specialization and cultural complexity, in B. L. Isaac (ed.), Research in Economic Anthropology, vol. 12, Greenwich, CT, JAI Press, 289346.Costin, C. L. (2004). Craft economies of ancient Andean states, in G. M. Feinman and L. M. Nicholas (eds), Archaeological Perspectives on Political Economies, Salt Lake City, UT, University of Utah Press, 189222.Earle, T. (1997). How Chiefs Come to Power: The Political Economy in Prehistory, Stanford, CA, Stanford University PressGallion, Arthur B. dan Simon E (1992), The Urban PatternHairulsyah (2006). 'Kajian Tentang Transportasi di Kota Medan dan Permasalahannya, Menuju Sistem Tanspotasi yang Berkelanjutan', Jurnal Perencanan dan Pengembangan Wilayah Wahana Hijau, IHansen, M. H. (ed.) (2000). A Comparative Study of Thirty City-State Cultures, Copenhagen, Denmark, Royal Danish Academy of Sciences and Letters.Harris, Chaucy D. dan Edward L. Ullman (1945). 'The Nature of Cities. The Annals of the American Academy of Political and Social Science', Building the Future City, 242, 7-17Marcus, J. dan Sabloff, J. (eds) (2008). The Ancient City: New Perspectives on Urbanism in the Old and New World, Santa Fe, NM, SAR Press.Morrison, K. D. (1994). The intensification of production: archaeological approaches, Journal of Archaeological Method and Theory, 1, 11159.Pemerintah Kota Medan. http://pemkomedan.go.idPontoh, Nia. K. dan Iwan Kustiawan (2009). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Penerbit ITB. Bandung Price, T. D. dan Feinman, G. M. (eds) (1995). Foundations of Prehistoric Social Inequality, New York, NY, PlenumSirjamaki, J. (1964). 'The Urban Process: Cities In Industrial Societies', Random House: The Sociology of Cities, 328Smith, Michael E. (2009). 'V. Gordon Childe and the Urban Revolution: a historical perspective on a revolution in urban studies', Town Planning Review, 80, 3-13Thurston, T. L. dan Fisher, C. T. (eds) (2007). Seeking a Richer Harvest: The Archaeology of Subsistence Intensification, Innovation, and Change, New York, NY, Springer.USU Institutional Repository : Open Access Repository. http://repository.usu.ac.id/ Wailes, B. (ed.) (1996) Craft Specialization and Social Evolution: In Memory of V. Gordon Childe, Philadelphia, PA, University Museum.Woolley, L. (1954). Excavations at Ur: A Record of Twelve Years Work, New York, NY, Barnes and Noble.Yunus, Hadi S. (2000). Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar. Yogyakarta