Top Banner
Filsafat Ilmu Pendidikan Published by admin on May 16, 2011 | 0 Comment Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya, serta hakikat ilmu pendidikan , yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaan pendidikan itu sendiri . Filsafat pendidikan secara garis besarnya bukanlah filsafat umum atau filsafat murni tetapi merupakan filsafat khusus atau filsafat terapan.Apabila dilihat dari sudut karakteristik objeknya,filsafat dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu(1) Filsafat umum atau filsafat murni,dan (2) filsafat khusus atau filsafat terapan. Filsafat umum mempunyai objek : a) Hakikat kenyataan segala sesuatu (metafisika) yang termasuk didalamnya,hakikat kenyataan secara keseluruhan (Ontologi),Kenyataan tentang alam atau kosmos(Kosmologi)kenyataan tentang manusia(Humanologi) dan kenyataan tentang tuhan (Teologi) b ) Hakikat mengetahui kenyataan(Epistemologi) c) Hakikat menyusun kesimpulan pengetahuan tentang kenyataan (Logika ) d) Hakikat menilai kenyataan (Aksiologi),antara lain tentang hakikat nilai yang berhubungan dengan baik dan jahat (Etika)serta nilai yang berhubungan dengan indah dan buruk (Estetika) Berbeda dengan filsafat umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu,filsafat khusus mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang terpenting Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971).Kanzen, meninjau ilmu dari segi morfologis atau bentuk subtansinya,sebagi pengetahuan sistimatis yang dihasilkan dari kegiatan kritis yang tertuju pada penemuan .Ditinjau dari subtansinya atau isinya,ilmu pendidikan merupakan suatu sistim pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset dan disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan.Dalam arti sempit pendidikan adalah pengaruh yang diupayakan dan rekayasa sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanyaagar mereka
29

Filsafat Ilmu Pendidikan

Feb 08, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Filsafat Ilmu Pendidikan

Filsafat Ilmu PendidikanPublished by admin on May 16, 2011 | 0 Comment

Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya, serta hakikat ilmu pendidikan, yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaan pendidikan itu sendiri .

Filsafat pendidikan secara garis besarnya bukanlah filsafat umum atau filsafat murni tetapi merupakan filsafat khusus atau filsafat terapan.Apabila dilihat dari sudut karakteristik objeknya,filsafat dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu(1) Filsafat umum atau filsafat murni,dan (2) filsafat khusus atau filsafat terapan. Filsafat umum mempunyai objek :a) Hakikat kenyataan segala sesuatu (metafisika) yang termasuk didalamnya,hakikat kenyataan secara keseluruhan (Ontologi),Kenyataan tentang alam atau kosmos(Kosmologi)kenyataan tentang manusia(Humanologi) dan kenyataan tentang tuhan (Teologi)b) Hakikat mengetahui kenyataan(Epistemologi)c) Hakikat menyusun kesimpulan pengetahuan tentang kenyataan (Logika)d) Hakikat menilai kenyataan (Aksiologi),antara lain tentang hakikat nilai yang berhubungan dengan baik dan jahat (Etika)serta nilai yang berhubungan dengan indah dan buruk (Estetika)

Berbeda dengan filsafat umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu,filsafat khusus mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang terpenting Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971).Kanzen, meninjau ilmu dari segi morfologis atau bentuk subtansinya,sebagi pengetahuan sistimatis yang dihasilkan dari kegiatan kritis yang tertuju pada penemuan .Ditinjau dari subtansinya atau isinya,ilmu pendidikan merupakan suatu sistim pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset dan disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan.Dalam arti sempit pendidikan adalah pengaruh yang diupayakan dan rekayasa sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanyaagar mereka mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas social mereka atau pendidikan memperhatikan keterbatasan dalam waktu,tempat,bentuk kegiaatan dan tujuan dalam proses berlangsungnya pendidikan. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan . Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah,pendidikan.

Page 2: Filsafat Ilmu Pendidikan

Filsafat ilmu pendidikan dibedakan dalam 4 macam,yaitu:1. Ontology ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat subtansi dan pola organisasi ilmu pendidikan2. Epistomologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat objek formal dan material ilmu pendidikan3. Metedologi ilmu pendidikan ,yang membahas tentang hakikat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikanAksiologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan

EKSISTENSI MANUSIA DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM A. PEMBAHASAN

Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology, philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa menempatkan dirinya sebagai pengapdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai potensi baik jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind). Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berlajan secara berjenjang dan bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencita seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga dalam pandangan FPI, manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).

Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek pendidikan. manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subyek pendidikan yang berarti bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan. mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka, yang notabene adalah generasi peneruis mereka. manusia

Page 3: Filsafat Ilmu Pendidikan

dewasa yang berkebudayaaan terutama yang berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab secara formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki ,masyarakan bengsa itu. Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadarai bahwa perkembangan kepribadian adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya. Proses pendidikan yang berlangsung didalam antar aksi yang pluralistis (antara subjek dengan lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya. Sebab kedudukan manusia sebagai subyek didalam masyarakat, bahkan didalam alam semesta, memberikan konsekuensi tanggung jawab yang besar bagi diri manusia. Manusia mengembang amanat untuk membimbing masyarakat, memelihara alam lingkungan hidup bersama. bahkan manusia terutama bertanggung jawab atas martabat kemanusiaannyu (human dignity). Pendidikan berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pada manusia, maka sangat urgen sekali untuk memperhatikan konsep atau pandangan Islam tentang manusia sebagai makhluk yang diproses kearah kebahagian dunia dan akhirat, maka pandangan Islam tentang manusia antara lain:

Pertama, konsep Islam tentang manusia, khsusunya anak, sebagai subyek didik, yaitu sesuai dengan Hadits Rasulullah, bahwa “anak manusia” dilahirkan dalam fitrah atau dengan "potensi" tertentu [Anwar Jasin, 1985:2]. Dalam al-Qur'an, dikatakan "tegakkan dirimu pada agama dengan tulus dan mantap, agama yang cocok dengan fitrah manusia yang digariskan oleh Allah. Tak ada perubahan pada ketetapan-Nya.....[ar-Rum : 30]. Dengan demikian, manusia pada mulanya dilahirkan dengan "membawa potensi" yang perlu dikembangkan dalam dan oleh lingkungannya. Pandangan ini, "berbeda dengan teori bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu dengan membawa "potensi tabularasa yang menganggap anak menerima "secara pasif" pengaruh lingkungannya, sedangkan konsep fitrah mengandung "potensi bawaan" aktif [innate patentials, innate tendencies] yang telah di berikan kepada setiap manusia oleh Allah [Anwar Jasin, 1985:3]. Di samping itu, hal yang juga penting implikasinya bagi pendidikan adalah tanggung jawab yang ada pada manusia bersifat pribadi, artinya tidaklah seseorang dapat memikul beban orang lain, beban itu dipikul sendiri tanpa melibatkan orang lain [pada Faathir:18]. Sifat lain yang ada pada manusia adalah manusia diberi oleh Allah kemampuan al-bayan [fasih perkataan - kesadaran nurani] yaitu daya untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya melalui kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang baik [pada ar-Rahman:3-4]. Pada hadits Rasulullah, "barang siapa ingin mencapai kebahagian dunia harus ditempuh dengan ilmu dan barang siapa yang mencari kebahagian akhirat juga harus dengan ilmu, dan barang untuk mencari keduanya juga harus dengan ilmu". Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa tugas dan fungsi pendidikan adalah mengarhkan dengan sengaja segala potensi yang ada

Page 4: Filsafat Ilmu Pendidikan

pada seseorang seoptimal mungkin sehingga ia berkembang menjadi seorang muslim yang baik.

Kedua, peranan pendidikan atau pengarah perkembanagan. Potensi manusia yang dibawah sejak dari lahir itu bukan hanya bisa dikembangkan dalam lingkungan tetapi juga hanya bisa berkembang secara terarah bila dengan bantuan orang lain atau pendidik. Dengan demikian, tugas pendidik mengarahkan segala potensi subyek didik seoptimal mungkin agar ia dapat memikul amanah dan tanggung jawabnya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, sesuai dengan profil manusia Muslim yang baik.

Ketiga, profil manusia Muslim. Profil dasar seorang Muslim yang baik adalah ketaqwaan kepada Allah. Dengan demikian, perkembangan anak haruslah secara sengaja diarahkan kepada pembentukan ketaqwaan.

Keempat, metodologi pendidikan. Metodologi diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang, khususnya pada proses belajar-mengajar. Maka, pandangan bahwa seseorang dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang secara aktif dalam lingkungannya, mempunyai implikasi bahwa proses belajar-mengajar harus didasarkan pada prinsip belajar siswa aktif [student active learning] [Anwar Jasin, 1985:4-5] Jadi, dari pandangan di atas, pendidikan menurut Islam didasarkan pada asumsi bawaan" seperti potensi "keimanan", potensi untuk memikul amanah dan tanggung jawab, potensi kecerdasan, potensi fisik. Karena dengan potensi ini, manusia mampu berkembang secara aktif dan interaktif dengan lingkungannya dan dengan bantuan orang lain atau pendidik secara sengaja agar menjadi manusia muslim yang mampu menjadi khalifah dan mengabdi kepada Allah.

Filsafat pendidikan islam memiliki beberapa sumber:

a) Manusia (people) masyarakat kebanykan mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses pendewasaan atau kematangannya yang mana mempunyai dampak yang signifikan terhadap sesuatu yang akan diyakini, terhadap sesuatu yang terjadi.

b) Sekolah (school), pengalaman-pengalaman seseorang kekuatan-kekuatan (forces), jenis sekolah dan guru-guru di dalamnya, merupakan sumber-sumber pokok dari filsafat pendidikan.

c) Lingkungan (environment), lingkungan sosial budaya di mana seorang tinggal dan dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan

B. HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Menurut John Dewey, filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Hasan Langgulung berpendapat bahwa filsafat pendidikan adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang disebutkan pendidikan. Prof. DR. Oemar Muhammad Al-Toumy al-Syaibani secara rinci menjelaskan bahwa filsafat pendidikan merupakan usaha mencari konsep-konsep di antara gejala yang bermacam-macam, yang meliputi:

1. Proses pendidikan sebagai rancangan terpadu dan menyeluruh.

Page 5: Filsafat Ilmu Pendidikan

2. Menjelaskan berbagai makna yang mendasar tentang semua istilah pendidikan.

3. Pokok-pokok yang menjdai dasar dari konsep pendidikan dalam kaitannya dengan bidang kehidupan manusia (Jalaludin & Said, 1994 : 11-12).

Kilpatrik dalam Noor Syam (1988 : 43) mengatakan bahwa : Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha, berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu di dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia. Bruner dan Burns dalam bukunya Problems in Education and Philosophy secara tegas mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah merupaka tujuan filsafat, yaitu untuk membimbing ke arah kebijaksanaan. Jadi, filsafat pendidikan merupakan jiwa dan pedoman dasar pendidikan. Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan, yaitu sebagai berikut:

1. Filsafat, dalam arti filosofis merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.

2. Filsafat, berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevensi dengan kehidupan yang nyata.

3. Filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan (paedogogik).

C. KESIMPULAN

Allah menciptakan alam semesta ini bukan untukNya, tetapi untuk seluruh makhluk yang diberi hidup dan kehidupan. Sebagai pencipta dan sekaligus pemilik, Allah mempunyai kewenangan dan kekuasaan absolut untuk melestarikan dan menghancurkannya tanpa diminta pertanggungjawaban oleh siapapun. Namun begitu, Allah telah mengamanatkan alam seisinya dengan makhlukNya yang patut diberi amanat itu, yaitu MANUSIA. Dan oleh karenanya manusia adalah makhluk Allah yang dibekali dua potensi yang sangat mendasar, yaitu kekuatan fisi dan kekuatan rasio, disamping emosi dan intuisi. Ini berarti, bahwa alam seisinya ini adalah amanat Allah yang kelak akan minta pertanggungjawaban dari seluruh manusia yang selama hidupnya di dunia ini pasti terlibat dalam amanat itu.

Manusia diberi hidup oleh Allah tidak secara outomatis dan langsung, akan tetapi melalui proses panjang yang melibatkan berbagai faktor dan aspek. Ini tidak berarti Allah tidak mampu atau tidak kuasa menciptakannya sealigus. Akan tetapi justru karena ada proses itulah maka tercipta dan muncul apa yang disebut “kehidupan” baik bagi manusia itu sendiri maupun bagi mahluk lain yang juga diberi hidup oleh Allah, yakni flora dan fauna.

Kehidupan yang demikian adalah proses hubungan interaktif secara harmonis dan seimbang yang saling menunjang antara manusia, alam dan segala isinya utamanaya flora dan fauna, dalam suatu “tata nilai” maupun “tatanan” yang disebut ekosistem. Tata nilai dan tatanan itulah yang disebut pula “moral dan etika kehidupan alam” yang sering dipengaruhi oleh paradigma dinamis

Page 6: Filsafat Ilmu Pendidikan

yang berkembang dalam komunitas masyarakat disamping pengaruh ajaran agama yang menjadi sumber inspirasi moral dan etika itu.

D. PENUTUP

Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kritik serta saran sangat kami harapkan,dan demi kesempurnaan makalah ini, kami siap untuk merevisi kembali makalah kami dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua Amiin.DAFTAR PUSTAKAAchmad Charris Zubair, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia (Kajian Filsafat

Ilmu), Cet. I, Yogyakarta, LESFI, 2002. Prof. H.M. Arifin, M. Ed., Filsafat Pendidikan Islam,Cet. VI, Remaja Rosdakarya, Jakarta: PT

Bumi Aksara, 2000. Noor Syam, Mohammad, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filasafat Pendidikan Pancasila,

Surabaya: Usaha Nasional, 1986. Ali, Hamdani, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kota Kembang, 1986. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.Dick Hartono, Memanusiakan Manusia Muda: Tinjauan Pendidikan Humaniora, Yogyakarta:

Yayasan Kanisius, 1985.

Filsafat Pendidikan Konsep Ideal Manusia Berspektif Islam dan Relevansinya Dengan Pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

Kemunculan dan perkembangan tradisi keilmuan, pemikiran, dan filsafat didunia islam tidak dapat di

pisahkan dari kondisi lingkungan (kebudayaan dam peradaban) yang mengitarinya. Kemunculan dan

perkembangan bukan sesuatu yang orisinal dan baru sama sekali tetapi merupakan formulasi baru yang

merupakan perpaduan antara kebudayaan dan peradaban yang sudah ada dan inherent dalam

masyarakat itu dengan kebudayaan dan peradaban yang baru datang. Karena, jauh sebelm wilayah-

wilayah (yang disebut dunia islam) dihuni masyarakat muslim, telah tumbuh sesuatu masyarakat yang

berkebudayaan dan berperadaban.

Uraian tentang kedudukan manusia dalam alam semesta dalam hubungannya dengan filsafat

pendidikan islam, merupakan bagian yang amat penting, karena dengan uraian ini dapat diketahui

dengan jelas tentang potensi yang dimiliki manusia serta peranan yang harus dilakukannya dalam alam

Page 7: Filsafat Ilmu Pendidikan

semesta. Uraian ini selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar bagi perumusan tujua pendidikan,

pendekatan yan harus ditempuh dalam proses belajar mengajar serta aspek-aspek yang perlu

diperhatikan dalam pendidikan. Selain itu uraian ini penting dilakukan karena manusia dalam kegiatan

pendidikan adalah merupakan subjek dan objek yang terlibat didalamnya. Tanpa ada kejelasan konsep

tentang manusia ini, maka akan sulit ditentukan arah yang akan dituju dalam pendidikan.

Dalam makalah kali ini, pemakalah akan mencoba untuk membahas tentang bekal yang perlu dimiliki

manusia dalam melakukan peranan pendidikan dalam rangka membantu mempersiapkan manusia

untuk berperan dialam semesta.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Manusia: Al-Basyar, Al-Insan, An-Nas.

Dalam al-Quran banyak ditemukan gambaran yang membicarakan tentang manusia dan makna filosofis

dari penciptaannya. Manusia merupakan makhluknya paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang

dilengkapi dengan akal fikiran. Dalam hal ini Ibn arabi misalnya melukiskan hakikat manusia dengan

mengatakan bahwa, “tak ada makhluk allah yang lebih bagus dari pada manusia, yang memiliki daya

hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berfikir, dan memutuskan. Manusia

adalah makhluk kosmis yang sangat penting, karna dilengkapi dengan semua pembawaan dan syarat-

syarat yang diperlukan untuk mengemban tugas dan fungsinya sebagai makhluk Allah dimuka bumi.

Ada tiga konsep yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk makna manusia, yaitu Al-Basyar, Al-Insan,

dan Al-Nas. Meskipun ketiga kata tersebut menunjuk pada makna manusia, namun secara khusus

memiliki penekanan pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada uraian berikut:

Page 8: Filsafat Ilmu Pendidikan

a. Kata al-Basyar, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat. Secara

etimologi al-Basyar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya

rambut .

Dalam al-Qur’an, kata al-Basyar dapat di gunakan yaitu:

Untuk Mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dengan perempuan. Makna etimologis

dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan

dan keterbatasan. Penunjukan kata al-Basyar ditunjukan Allah kepada seluruh manusia tanpa

terkecuali Demikian pula halnya dengan para rasul-rasulnya. Hanya saja mereka diberikan

wahyu, sedangkan kepada manusia umumnya tidak diberikan wahyu.

Firman Allah Swt:

“Qul innamaa anabasyarummitslukum yuuhaa ilayya…”

Artinya:“Katakanlah: Sesungguhnya aku (Muhammad) hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang

diwahyukan kepadaku…” (Q.S. Al-Kahfi 18:110).

“Qoolats robbi annaa yakuunu lii waladuwwalam yamsasnii basyarun…”

Artinya:“Maryam berkata : “Ya Tuhanku, bagaimana mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum

pernah disentuh oleh seorang laki-laki pun (al-Basyar)…” (Q.S.Al-Imran/3:47)

Untuk menjelaskan eksistensi Nabi dan Rasul.eksistensinya, memiliki kesamaan dengan manusia

pada umumnya, akan tetapi juga memiliki titik perbedaan khusus bila dibanding dengan

manusia lainnya.

Untuk menjawab anggapan orang yahudi dan nasrani yang mengklaim diri mereka sebagai anak-

anak dan kekasih pilihan Tuhan. Ini bahkan telah membentuk anggapan bahwa hanya kelompok

Page 9: Filsafat Ilmu Pendidikan

merekalah yang termulia dan berhak untuk diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Sedangkan kaum

yang lainnya tidak demikian. hal ini disampaikan dalam Firmannya:

“Waqoolatil yahuudu wannashooraa nahnu abnaaullahi wa’ahib’baauhuu…”

Artinya:Orang-orang yahudi dan Nasrani mengatakan:”Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-

kekasihnya”…(Q।S.Al-Maidah/5:18).

Untuk menjelaskan proses kejadian Nabi Adam A.S. sebagai manusia pertama, yang memiliki

perbedaan dengan poses kejadian manusia sesudahnya.

b. Kata al-insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 75 kali dan

tersebar daam 43 surat. Secara etimologi, al-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut,

tampak, atau pelupa.

Dalam al-Qur’an, kata al-Insan dapat di gunakan yaitu:

Untuk menunjukan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Harmonisasi kedua

aspek tersebut dengan berbagai potensi yang dimilikinya mengantarkan manusia sebagai

makhluk Allah yang unik dan istimewa, sempurna, dan memiliki diferensiasi individual antara

yang satu dengan yang lain, dan sebagai makhluk dinamis, sehingga mampu menyandang

predikat khalifah Allah dimuka bumi.

Perpaduan antara aspek fisik dan psikis manusia untuk mengekspresikan dimensi al-Insan al-Bayan, yaitu

sebagai makhluk berbudaya yang mampu berbicara, mengetahui baik dan buruk, Mengembangkan ilmu

pengetahuan dan peradaban, dan lain sebagainya.

Untuk menjelaskan sifat umum, serta sisi-sisi kelebihan dan kelemahan manusia sebagai makhluk

pada sisi yang lain Hal ini terliht dari firman-firman Allah dalam al-Qur’an, seperti:

Page 10: Filsafat Ilmu Pendidikan

1. Tidak semua yang di inginkan manusia berhasil dengan usahanya, bila Allah tidak

menginginkannya.

2. Gembira bila dapat nikmat, serta susah bila dapat cobaan. Kesemua ini terjadi karna manusia

sering melupakan nikmat yang diberikan Allah (ingkar nikmat)

3. Manusia sering bertindak bodoh dan zalim, baik terhadap dirinya maupun makhluk Alah lainnya.

4. Manusia sering kali ragu dalam memutuskan persoalan.

5. Manusia bila mendapat suatu kenikmatan materi, sering kali lupa diri dan bersifat kikir.

6. Manusia adalah makhluk yang lemah, gelisah, dan tergesa-gesa.

7. Kewajiban manusia ntuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya.

8. Peringatan Allah agar manusia waspada terhadap bujukan orang-orang munafik,adanya

kebangkitan pada alam kubur, dan memperhatikan makanannya.

Untuk menunjukan proses kejadian manusia sesudah Adam। Kejadiannya mengalami proses yang

bertahap secara dinamis dan sempurna didalam rahim.Penggunaan kata insan ini mengandung

dua makna,yaitu: Pertama, makna proses biologis, yaitu berasal dari saripati tanah melalui

makanan yang dimakan manusia, sampai pada proses pembuahan. Kedua, makna proses

psikologis (pendekatan spiritual), yaitu proses ditiupkan ruhnya pada diri manusia, berikut

berbagai potensi yang dianugrahkan Allah kepada manusia.

Kata al-Insan mengandung kesempurnaan sesuai dengan tujuan penciptaannya dan keunikan manusia

sebagai makhluk Allah yang ditinggikan-Nya beberapa derajat dari makhluk-makhluk lain.

Dari pemaknaan manusia kata insan, terlihat bahwa manusia merupakan makhluk Allah yang memiliki

sifat manusiawi yang bernilai positif dan negatif. agar manusia bisa selamat dan mampu memfungsikan

tugas dan kedudukannya dimuka bumi dengan baik, maka manusia manusia harus senantiasa

mengarahkan seluruh aktifitasnya, baik fisik maupun terutama psikis sesuai dengan nilai-nilai ajaran

islam.

Page 11: Filsafat Ilmu Pendidikan

c. Kata al-Nas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar sebanyak 53 surat. Kata al-

Nas menunjukan pada eksistensi manusia sebagai makhluk social secara keseluruhan, tanpa

melihat status keimanan atau kekafirannya..

Dalam menunjuk kata manusia, kata al-Nas menunjuk manusia sebagai makhluk social dan kebanyakan

digambarkan sebagai kelompok manusia tertentu yang melakukan mafsadah dan merupakan pengisi

neraka, disamping Iblis.

Disamping ketiga kata tersebut, allah Swt juga mendefinisikan manusia dengan menggunakan kata bani

adam. Kata ini dijumpai dalam al-Qur’an sebanyak tujuh kali dan tersebar dalam tiga surat. Secara

etimologi, kata Bani adam menunjukan arti pada keturunan Nabi Adam A.S.

Menurut al-Thabathaba’i, pengguna kata Bani Adam menunjuk pada arti manusia secara umum. Dalam

hal ini, setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu:

anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, diantaranya adalah berpakaian guna

menutup auratnya.

Mengingatkan kepada keturunan adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu syaitan yang

mengajak pada keingkaran.

Memanfaatkan semua yang ada dialam semesta dalam rangka beribadah dan mentauhidkannya.

Kesemua itu merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah, dalam rangka memuliakan keturunn

Adam disbanding makhluk-Nya yang lain.

Page 12: Filsafat Ilmu Pendidikan

Dilihat dari proses penciptaannya, al-Quran menyatakan proses penciptaan manusia dalam dua

tahapan yang berbeda, yaitu:

Tahapan primordial

tahapan biologi

Berdasarkan proses penciptaan itu, manusia merupakan rangkaian utuh antara komponen materi dan

immateri. Komponen materi berasal dari tanah dan komponen immateri ditiupkan oleh Allah . Kesatuan

ini memberikan makna bahwa di suatu sisi manusia sama dengan dunia diluar dirinya (fana), dan sisi lain

menandakan bahwa manusia itu mampu mengatasi dunia sekitarnya, termasuk dirinya sebagai jasmani

(baqa).

Menurut Harun Nasution, unsur materi manusia mempunyai daya fisik, seperti melihat, mendengar,

meraba, mencium dan gaya gerak. Sementara itu unsur immateri mempunyai dua daya, yaitu daya

berfikir yang disebut akal dan daya rasa yang berpusat dikalbu. Konsep ini membawa konsekwensi

bahwa secara filosofis pendidikan islam seyogyanya merupakan kesatuan pendidikan qabliyah dan

Aqliyah agar tercipta manusia-manusia yang memiliki kepribadian yang utuh sesuai dengan filsafat

penciptanya.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dipeoleh pengertian, bahwa manusia adalah makhluk yng

memiliki kelengkapan jasmani dan rohani. Dengan kelengkapan jasmaninya, ia dapat melaksanakan

tugas-tugas yang memerlukan dukungan fisik, dan kelengkapan rohaninya, ia dapat melaksanakan tugas-

tugas yang memerlukan dukungan mental, dan manusia pada dasarnya adalah jinak, dapat

menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan linkungan yang ada. Manusia memiliki kemampuan yang

tinggi untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan social

maupun perubahan alamah. Manusia menghargai tata aturan etik, sopan santun, dan sebagai makhluk

yang berbudaya, manusia tudak liar, baik secara sosial maupun alamiah.

Page 13: Filsafat Ilmu Pendidikan

B. Manusia Sebagai Makhluk Rasional Normatif Islam, Paham Monoisme dan Dualisme

Manusia sebagai makhluk rasional normative Islam menganut dua faham, yaitu:

1. Faham Monoisme

Faham monoisme pada hakikatnya sama dengan faham aliran serba zat। Faham monoisme ini

mengatakan yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau materi

dan manusia adalah unsur dari alam. Maka dari itu hakikat dari manusia itu adalah zat atau materi.

Aliran monoisme juga menganggap bahwa seluruh semesta termasuk manusia hanya terdiri dari, satu

asas, satu zat. Faham yang mendasarkan wujud realita ini bersumber atau terbentuk dari satu zat.

2. Faham Dualisme

Faham Dualisme menganggap bahwa manusia pada hakikatnya terdiri dari dua substansi yaitu jasmani

dan rohani., badan dan ruh. Kedua substansi ini masing-masing merupakan unsur asal yang adanya tidak

tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh juga sebaliknya ruh tidak berasal dari badan.

Hanya dalam perwujudannya, manusia itu serba dua, jasad dan ruh yang keduanya itu berintegrasi

membentuk yang disebut manusia. antara badan dan ruh terjalin hubungan yang bersifat kausal, sebab

akibat. Artinya antara keduanya saling pengaruh mempengaruhi. Apa yang terjadi disatu pihak akan

mempengaruhi dipihak yang lain.

C. Dimensi Kekuatan Psikis Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya (Normatif Islam dan Tinjauan

Psikologi-Antropologi).

Page 14: Filsafat Ilmu Pendidikan

Manusia adalah merupakan makhluk individual sekaligus sebagai makhluk sosial, Sebagai makhluk sosial

dalam upaya pencapaian kebutuhannya manusia harus berhadapan dengan manusia lain yang juga

mempunyai kepentingan untuk memenuhi kebutuhan individualnya, sehingga kerap terjadi suatu konflik

kepentingan antara manusia, sebagai jalan tengah akhirnya dimunculkan suatu nilai bersama yang

disebut dengan etika bersama. Etika bersama inilah yang kemudian secara turun temurun menjadi suatu

norma bersama dan akhirnya berkembang menjadi budaya.

Dalam bahasa latin budaya (colore) diartikan mengelola tanah yaitu segala sesuatu yang dihasilkan oleh

akal budi (pikiran) manusia dengan tujuan untuk mengolah tanah atau tempat tinggalnya atau dapat

pula diartikan sebagai usaha manusia untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya di

dalam lingkungan. Budaya dapat pula diartikan sebagai himpunan pengalaman yang dipelajari, mengacu

pada pola-pola prilaku yang disebarkan secara sosial, dan akhirnya menjadi kekhususan kelompok sosial

tertentu.

Setiap kebudayaan berakar pada sudut pandang serta pola penyikapan kelompok sosial tertentu

terhadap apa yang dibutuhkannya. Itu semua tak terlepas pada kondisi alam lingkungannya, sehingga

terjadilah perbadaan antara sudut pandang timur dan sudut pandang barat. Alam lingkungan yang subur

menghasilkan berbagai kekayaan hayati dan non hayati yang menyediakan pemenuhan atas kebutuhan

fiilnya telah membentuk budaya timur menjadi budaya yang berpola tidak kompetitif, kurang kreatif dan

cenderung kooperatif. Sedangkan alam yang tidak subur akan menghasilkan budaya yang kreatif dalam

mencari pemecahan konflik pemenuhan kepuasan fiil, dan cenderung bersaing secara individualistik.

D. Pandangan Hidup Islam: Kedudukan dan Peran Manusia Sebagai Hamba dan Khalifah, Dihadapan

Allah SWT, Manusia dan Alam Semesta.

Manusia adalah makhluk tuhan yang diciptakan dengan bentuk raga yang sebaik-baiknya dan rupa yang

seindah-indahnya dilengkapi dengan berbagai organ psikofisik yang istimewa seperti panca indra dan

hati agar manusia bersyukur kepada Allah yang telah menganugrahi keistimewaan-keistimewaan itu.

Page 15: Filsafat Ilmu Pendidikan

Secara lebih rinci keistimewaan-keistimewaan yang dianugrahkan kepada manusia antara lain adalah

kemampuan berfikir untuk memahami alam semesta dan dirinya sendiri, akal untuk memahami tanda-

tanda keagungannya, nafsu yang paling rendah sampai yang tertinggi kalbu untuk mendapat cahaya

tertinggi, dan ruh yang kepadanya Allah SWT mengambil kesaksian manusia.

Dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa Allah SWT menciptakan manusia bukan secara main-main,

melainkan dengan suatu tujuan dan fungsi penciptaan manusia itu dapat diklasifikasikan kepada dua,

yaitu:

1. Khalifah

Al-Qur’an menegakan bahwa manusia diciptakan Allah sebagai pengemban amanah. Diantara amanah

yang di bebankan kepada manusia memakmurkan kehidupan dibumi. Karna amat mulianya manusia

sebagai pengemban amanat Allah, maka manusia diberi kedudukan sebagai khalifahnya dimuka bumi.

Menurut Ahmad musthafa Al-Maraghi, kata khalifah itu memiliki dua makna:

Pengganti, yaitu pengganti Allah SWT untuk melaksanakan titahnya dimuka bumi.

Manusia adalah pemimpin yang kepadanya diserahi tugas untuk memimpin diri dan makhluk

lainnya serta memakmurkan dan mendayagunakan alam semesta bagi kepentingan manusia

secara keseluruhan. Dalam konteks ini Muhammad Iqbal, mengemukakan bahwa sebagai

khalifah, allah SWT telah memberikan mandat kepada manusia menjadi penguasa untuk

mengatur bumi dan segala isinya. Kesemua ini merupakan “kekuasaan” dan wewenang yang

bersifat umum yang diberikan Allah kepadanya sebagai khalifah untuk memakmurkan

kehidupan dibumi.

Salah satu implikasi terpenting dari kekhalifahan manusia dimuka bumi ini adalah pentingnya

kemampuan untuk memahami alam semesta tempat ia hidup dan menjalankan tugasnya. Manusia

Page 16: Filsafat Ilmu Pendidikan

mempunyai kemungkinan untuk hal ini dikarenakan kepadanya dianugrahkan Allah berbagai potensi dan

merupakan tangnggung jawab moral manusia untuk mengolah dan memanfaatkan seluruh sumber-

sumber yang tersedia dialam ini guna memenuhi keperluan hidupnya. Oleh karena itu manusia

diharapkan mampu mempertahankan martabatnya sebagai khalifah Allah yang hanya tunduk kepadanya

dan tidak akan tunduk kepada alam semesta. Konsep ini bermakna bahwa orientasi hidup seorang

muslim hanyalah semata-mata ditujukan kepada Allah SWT.

2. ‘Abd (Hamba)

Menurut M. Quraish Shihab dan Al-Ragib al-Asfihani makna dalam konsep hamba Allah adalah

terangkum dlam konsep dasar yaitu:

Kepemilikan

पें�गा�ब्दि��यन

Berangkat dari konsep ini, maka manusia hamba Allah, hrus menyadari bahwa kepemilikan

mutlak atas dirinya berada pada Allah. Atas dasar status kepemilikian dasr tersebut, maka selaku hamba

manusia ditetapkan untuk mengemban tanggung jawab pengbdian pemiliknya.

Konsep ‘Abd mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah. Tugas ini diwujudkan

dalam bentuk pengabdian ritual kepada Allah SWT dengan penuh keikhlasan. Pemenuhan fungsi ini

memerlukan penghayatan agar seorang hamba sampai kepada tingkat religiusitas dimana tercapainya

kedekatan diri dengan Allah SWT. Bila tingkat ini berhasil diraih, maka seorang hamba akan bersikap

tawadhu, tidak arogan dan senantiasa pasrah pada semua titah perintah Allah SWT (tawaqqal).

Dalam al-Qur’an, kedudukan manusia dialam semesta dibagi menjadi dua fungsi pokok, yaitu sebagai

khalifah dan abd. Agar manusia mampu melaksanakan tugas dan fungsi penciptaannya, maka manusia

dibekali Allah SWT dengan berbagai potensi atau kemampuan. Potensi dan kemampuan itu disebut

Page 17: Filsafat Ilmu Pendidikan

sebagai sifat-sifat Tuhan yang tersimpul dalam al-Qur’an denagn nama-nama yang indah (Asma’ul

Husna).

Manusia sebagai hamba Allah, adalah manusia yng memiliki sosok pribadi yang taat asas, dan tahu

menempatkan dirinya pada statusnya sebagai seorang hamba terhadap pemiliknya, yaitu Allah Swt.

Dengan demikian dalam menjalani kehidupannya, sebagai hamba Allah, dalam kondisi yang

bagaimanapun ia senantiasa akan menempatkan dirinya dalam jalur dan arah kehidupan yang diridhoi

Allah.

E. Hakikat manusia dan pendidikan

Secara hakikat manusia dibagi menjadi dua, yaitu hakikat raga dan hakikat jiwa. Raga manusia memiliki

banyak kesamaan dengan makhluk hidup yang lain, yaitu unsur fisik amupun kimiawi. Raga manusia

dituntut untuk tumbuh dan berkembang menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Seorang bayi

mengalami proses penyempurnaan diri, mulai dari ketidakmampuan menggenggam samapai dengan

kemampuan memasukkan makanan kedalam mulutnya. Hal ini menandakan ada proses perkembangan

bagian tangan untuk menunjang gerak motorik si bayi.

Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Tujuan proses perkembangan itu

secara alamiah adalah kedewasaan dan kematangan. Sebab potensi manusia yang paling alamiah adalah

bertumbuh menuju ke tingkat kedewasaan dan kematangan. Potensi ini akan terwujud apabila

prakondisi alamiah dan social manusia memungkinkan, misalnya: iklim, makanan, kesehatan, keamanan,

dll.

Manusia kemudian melihat kenyataan, bahwa tidak semua manusia berkembang sebagaimana

diharapkan. Lahirlah di dalam pemikiran manusia problema-problema tentang kemungkinan-

kemungkinan perkembangan manusia itu. Sesungguhnya adanya aktifitas dan lembaga-lembaga

Page 18: Filsafat Ilmu Pendidikan

pendidikan merupakan jawaban manusia atas problema itu. Karena umat manusia berkesimpulan dan

yakin bahwa pendidikan itu mungkin dan mampu mewujudkan potensi manusia. Maka pendidikan itu

diselenggarakan.

BAB III

KESIMPULAN

Ada tiga konsep yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk makna manusia, yaitu al-Basyar, al-Insan,

dan al-Nas.

Kata al-Basyar, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat. Secara

etimologi al-Basyar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut .

Kata al-insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 75 kali dan tersebar

daam 43 surat. Secara etimologi, al-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa.

Kata al-Nas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar sebanyak 53 surat. Kata al-Nas

menunjukan pada eksistensi manusia sebagai makhluk social secara keseluruhan, tanpa melihat status

keimanan atau kekafirannya.

Manusia sebagai makhluk rasional normative Islam menganut dua faham, yaitu: Faham Monoisme,

Faham monoisme pada hakikatnya sama dengan faham aliran serba zat. Faham monoisme ini

mengatakan yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Faham Dualisme menganggap

bahwa manusia pada hakikatnya terdiri dari dua substansi yaitu jasmani dan rohani., badan dan ruh.

Page 19: Filsafat Ilmu Pendidikan

Dimensi kekuatan psikis manusia sebagai makhluk berbudaya (normatif islam dan tinjauan psikologi-

antropologi). Manusia adalah merupakan makhluk individual sekaligus sebagai makhluk sosial Sebagai

makhluk sosial dalam upaya pencapaian kebutuhannya manusia harus berhadapan dengan manusia lain

yang juga mempunyai kepentingan untuk memenuhi kebutuhan individualnya, sehingga kerap terjadi

suatu konflik kepentingan antara manusia, sebagai jalan tengah akhirnya dimunculkan suatu nilai

bersama yang disebut dengan etika bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Faruqi, Ismail Raji’, Islam dan Kebudayaan, Bandung, Mizan, 1984

Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung, Mizan, 1995

Hasan Langgulung, Manusia dan pendidikan, Jakarta, Pustaka Al-Husna, 1989

http://maspungky.multiply.com/journal/item/47

http://lincholn.blogspot.com/2008/08/eksistensi-manusia-konsep-dasar-manusia.html

Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta, Logos, 1987

Nizar, Samsul, Fisafat Pendidikan Islam, Jakarta, Ciputat Pres, 2002

Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1994

Taneji, Filsafat Pendidikan, Jakarta, Daras, 2003

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara,1984

BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang a. Pengertian Media Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ’tengah’, ’perantara’, atau ’pengantar’. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan utnuk

Page 20: Filsafat Ilmu Pendidikan

menyampaikan pesan atau informasi. Disamping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata mediator menurut Fleming (1987 : 234) adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Dengan istilah mediator, media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar, yaitu siswa dan isi pelajaran. Ringkasnya, media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pengajaran. (Arsyad, 2003 : 3). Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman,2002:6). Arti media pengajaran: Menurut Marshall Mcluhan, Media adalah suatu ekstensi manusia yang memungkinkannya mempengaruhi orang lain yang tidak mengadakan kontak langsung dengan dia. Dalam arti sempit, media pengajaran hanya meliputi media yang dapat digunakan secara efektif dalam proses pengajaran yang terencana. 1 Sedangkan dalam arti luas, media tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang kompleks akan tetapi juga mencakup alat-alat sederhana seperti: tv radio, slide, fotografi, diagram, dan bagan buatan guru, atau objek-objek nyata lainnya. Latuheru(1988:14), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Berdasarkan definisi tersebut, media pembelajaran memiliki manfaat yang besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran. Media pembelajaran yang digunakan harus dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa. Menurut Sadiman (2002:16), media pembelajaran mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut: a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera. c. Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif anak didik. d. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Apalagi bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Dalam hal ini, media pendidikan berguna untuk: 1) Menimbulkan kegairahan belajar. 2) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan. 3) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya 2 Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam: 1) Memberikan perangsang yang sama. 2) Mempersamakan pengalaman. 3) Menimbulkan persepsi yang sama. Berdasarkan manfaat tersebut, nampak jelas bahwa media pembelajaran mempunyai andil yang besar terhadap kesuksesan proses belajar mengajar. Semakin sadarnya orang akan pentingnya media yang membantu pembelajaran sudah mulai dirasakan. Pengelolaan alat bantu pembelajaran sudah sangat dibutuhkan. Bahkan pertumbuhan ini bersifat gradual. Metamorfosis dari perpustakaan yang menekankan pada penyediaan meda cetak, menjadi penyediaan- permintaan dan pemberian layanan secara multi-sensori dari beragamnya kemampuan individu untuk mencerap informasi, menjadikan pelayanan yang diberikan mutlak wajib bervariatif dan secara luas.Selain itu,dengan semakin meluasnya kemajuan di bidang komunikasi dan teknologi, serta diketemukannya dinamika proses belajar, maka pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pengajaran semakin menuntut dan memperoleh media pendidikan yang bervariasi secara luas

Page 21: Filsafat Ilmu Pendidikan

pula. Karena memang belajar adalah proses internal dalam diri manusia maka guru bukanlah merupakan satu-satunya sumber belajar, namun merupakan salah satu komponen dari sumber belajar yang disebut orang. AECT (Associationfor Educational Communication and Technology) membedakan enam jenis sumber belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar, yaitu: 1. Pesan; didalamnya mencakup kurikulum (GBPP) dan mata pelajaran. 2. Orang; didalamnya mencakup guru, orang tua, tenaga ahli, dan sebagainya. 3. Bahan;merupakan suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran,seperti buku paket, buku teks, modul, program video, film, OHT (over head transparency), program slide,alat peraga dan sebagainya (biasa disebut software). 4. Alat; yang dimaksud di sini adalah sarana (piranti, hardware) untuk menyajikan bahan pada butir 3 di atas. Di dalamnya mencakup proyektor OHP, slide, film tape recorder, dan sebagainya. 3 5. Teknik; yang dimaksud adalah cara (prosedur) yang digunakan orang dalam membeikan pembelajaran gun