Filsafat Ilmu Pendidikan Published by admin on May 16, 2011 | 0 Comment Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya, serta hakikat ilmu pendidikan , yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaan pendidikan itu sendiri . Filsafat pendidikan secara garis besarnya bukanlah filsafat umum atau filsafat murni tetapi merupakan filsafat khusus atau filsafat terapan.Apabila dilihat dari sudut karakteristik objeknya,filsafat dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu(1) Filsafat umum atau filsafat murni,dan (2) filsafat khusus atau filsafat terapan. Filsafat umum mempunyai objek : a) Hakikat kenyataan segala sesuatu (metafisika) yang termasuk didalamnya,hakikat kenyataan secara keseluruhan (Ontologi),Kenyataan tentang alam atau kosmos(Kosmologi)kenyataan tentang manusia(Humanologi) dan kenyataan tentang tuhan (Teologi) b ) Hakikat mengetahui kenyataan(Epistemologi) c) Hakikat menyusun kesimpulan pengetahuan tentang kenyataan (Logika ) d) Hakikat menilai kenyataan (Aksiologi),antara lain tentang hakikat nilai yang berhubungan dengan baik dan jahat (Etika)serta nilai yang berhubungan dengan indah dan buruk (Estetika) Berbeda dengan filsafat umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu,filsafat khusus mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang terpenting Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971).Kanzen, meninjau ilmu dari segi morfologis atau bentuk subtansinya,sebagi pengetahuan sistimatis yang dihasilkan dari kegiatan kritis yang tertuju pada penemuan .Ditinjau dari subtansinya atau isinya,ilmu pendidikan merupakan suatu sistim pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset dan disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan.Dalam arti sempit pendidikan adalah pengaruh yang diupayakan dan rekayasa sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanyaagar mereka
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Filsafat Ilmu PendidikanPublished by admin on May 16, 2011 | 0 Comment
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya, serta hakikat ilmu pendidikan, yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaan pendidikan itu sendiri .
Filsafat pendidikan secara garis besarnya bukanlah filsafat umum atau filsafat murni tetapi merupakan filsafat khusus atau filsafat terapan.Apabila dilihat dari sudut karakteristik objeknya,filsafat dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu(1) Filsafat umum atau filsafat murni,dan (2) filsafat khusus atau filsafat terapan. Filsafat umum mempunyai objek :a) Hakikat kenyataan segala sesuatu (metafisika) yang termasuk didalamnya,hakikat kenyataan secara keseluruhan (Ontologi),Kenyataan tentang alam atau kosmos(Kosmologi)kenyataan tentang manusia(Humanologi) dan kenyataan tentang tuhan (Teologi)b) Hakikat mengetahui kenyataan(Epistemologi)c) Hakikat menyusun kesimpulan pengetahuan tentang kenyataan (Logika)d) Hakikat menilai kenyataan (Aksiologi),antara lain tentang hakikat nilai yang berhubungan dengan baik dan jahat (Etika)serta nilai yang berhubungan dengan indah dan buruk (Estetika)
Berbeda dengan filsafat umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu,filsafat khusus mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang terpenting Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971).Kanzen, meninjau ilmu dari segi morfologis atau bentuk subtansinya,sebagi pengetahuan sistimatis yang dihasilkan dari kegiatan kritis yang tertuju pada penemuan .Ditinjau dari subtansinya atau isinya,ilmu pendidikan merupakan suatu sistim pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset dan disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan.Dalam arti sempit pendidikan adalah pengaruh yang diupayakan dan rekayasa sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanyaagar mereka mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas social mereka atau pendidikan memperhatikan keterbatasan dalam waktu,tempat,bentuk kegiaatan dan tujuan dalam proses berlangsungnya pendidikan. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan . Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah,pendidikan.
Filsafat ilmu pendidikan dibedakan dalam 4 macam,yaitu:1. Ontology ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat subtansi dan pola organisasi ilmu pendidikan2. Epistomologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat objek formal dan material ilmu pendidikan3. Metedologi ilmu pendidikan ,yang membahas tentang hakikat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikanAksiologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan
EKSISTENSI MANUSIA DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM A. PEMBAHASAN
Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology, philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa menempatkan dirinya sebagai pengapdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai potensi baik jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind). Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berlajan secara berjenjang dan bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencita seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga dalam pandangan FPI, manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).
Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek pendidikan. manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subyek pendidikan yang berarti bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan. mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka, yang notabene adalah generasi peneruis mereka. manusia
dewasa yang berkebudayaaan terutama yang berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab secara formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki ,masyarakan bengsa itu. Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadarai bahwa perkembangan kepribadian adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya. Proses pendidikan yang berlangsung didalam antar aksi yang pluralistis (antara subjek dengan lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya. Sebab kedudukan manusia sebagai subyek didalam masyarakat, bahkan didalam alam semesta, memberikan konsekuensi tanggung jawab yang besar bagi diri manusia. Manusia mengembang amanat untuk membimbing masyarakat, memelihara alam lingkungan hidup bersama. bahkan manusia terutama bertanggung jawab atas martabat kemanusiaannyu (human dignity). Pendidikan berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pada manusia, maka sangat urgen sekali untuk memperhatikan konsep atau pandangan Islam tentang manusia sebagai makhluk yang diproses kearah kebahagian dunia dan akhirat, maka pandangan Islam tentang manusia antara lain:
Pertama, konsep Islam tentang manusia, khsusunya anak, sebagai subyek didik, yaitu sesuai dengan Hadits Rasulullah, bahwa “anak manusia” dilahirkan dalam fitrah atau dengan "potensi" tertentu [Anwar Jasin, 1985:2]. Dalam al-Qur'an, dikatakan "tegakkan dirimu pada agama dengan tulus dan mantap, agama yang cocok dengan fitrah manusia yang digariskan oleh Allah. Tak ada perubahan pada ketetapan-Nya.....[ar-Rum : 30]. Dengan demikian, manusia pada mulanya dilahirkan dengan "membawa potensi" yang perlu dikembangkan dalam dan oleh lingkungannya. Pandangan ini, "berbeda dengan teori bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu dengan membawa "potensi tabularasa yang menganggap anak menerima "secara pasif" pengaruh lingkungannya, sedangkan konsep fitrah mengandung "potensi bawaan" aktif [innate patentials, innate tendencies] yang telah di berikan kepada setiap manusia oleh Allah [Anwar Jasin, 1985:3]. Di samping itu, hal yang juga penting implikasinya bagi pendidikan adalah tanggung jawab yang ada pada manusia bersifat pribadi, artinya tidaklah seseorang dapat memikul beban orang lain, beban itu dipikul sendiri tanpa melibatkan orang lain [pada Faathir:18]. Sifat lain yang ada pada manusia adalah manusia diberi oleh Allah kemampuan al-bayan [fasih perkataan - kesadaran nurani] yaitu daya untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya melalui kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang baik [pada ar-Rahman:3-4]. Pada hadits Rasulullah, "barang siapa ingin mencapai kebahagian dunia harus ditempuh dengan ilmu dan barang siapa yang mencari kebahagian akhirat juga harus dengan ilmu, dan barang untuk mencari keduanya juga harus dengan ilmu". Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa tugas dan fungsi pendidikan adalah mengarhkan dengan sengaja segala potensi yang ada
pada seseorang seoptimal mungkin sehingga ia berkembang menjadi seorang muslim yang baik.
Kedua, peranan pendidikan atau pengarah perkembanagan. Potensi manusia yang dibawah sejak dari lahir itu bukan hanya bisa dikembangkan dalam lingkungan tetapi juga hanya bisa berkembang secara terarah bila dengan bantuan orang lain atau pendidik. Dengan demikian, tugas pendidik mengarahkan segala potensi subyek didik seoptimal mungkin agar ia dapat memikul amanah dan tanggung jawabnya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, sesuai dengan profil manusia Muslim yang baik.
Ketiga, profil manusia Muslim. Profil dasar seorang Muslim yang baik adalah ketaqwaan kepada Allah. Dengan demikian, perkembangan anak haruslah secara sengaja diarahkan kepada pembentukan ketaqwaan.
Keempat, metodologi pendidikan. Metodologi diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang, khususnya pada proses belajar-mengajar. Maka, pandangan bahwa seseorang dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang secara aktif dalam lingkungannya, mempunyai implikasi bahwa proses belajar-mengajar harus didasarkan pada prinsip belajar siswa aktif [student active learning] [Anwar Jasin, 1985:4-5] Jadi, dari pandangan di atas, pendidikan menurut Islam didasarkan pada asumsi bawaan" seperti potensi "keimanan", potensi untuk memikul amanah dan tanggung jawab, potensi kecerdasan, potensi fisik. Karena dengan potensi ini, manusia mampu berkembang secara aktif dan interaktif dengan lingkungannya dan dengan bantuan orang lain atau pendidik secara sengaja agar menjadi manusia muslim yang mampu menjadi khalifah dan mengabdi kepada Allah.
Filsafat pendidikan islam memiliki beberapa sumber:
a) Manusia (people) masyarakat kebanykan mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses pendewasaan atau kematangannya yang mana mempunyai dampak yang signifikan terhadap sesuatu yang akan diyakini, terhadap sesuatu yang terjadi.
b) Sekolah (school), pengalaman-pengalaman seseorang kekuatan-kekuatan (forces), jenis sekolah dan guru-guru di dalamnya, merupakan sumber-sumber pokok dari filsafat pendidikan.
c) Lingkungan (environment), lingkungan sosial budaya di mana seorang tinggal dan dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan
B. HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Menurut John Dewey, filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Hasan Langgulung berpendapat bahwa filsafat pendidikan adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang disebutkan pendidikan. Prof. DR. Oemar Muhammad Al-Toumy al-Syaibani secara rinci menjelaskan bahwa filsafat pendidikan merupakan usaha mencari konsep-konsep di antara gejala yang bermacam-macam, yang meliputi:
1. Proses pendidikan sebagai rancangan terpadu dan menyeluruh.
2. Menjelaskan berbagai makna yang mendasar tentang semua istilah pendidikan.
3. Pokok-pokok yang menjdai dasar dari konsep pendidikan dalam kaitannya dengan bidang kehidupan manusia (Jalaludin & Said, 1994 : 11-12).
Kilpatrik dalam Noor Syam (1988 : 43) mengatakan bahwa : Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha, berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu di dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia. Bruner dan Burns dalam bukunya Problems in Education and Philosophy secara tegas mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah merupaka tujuan filsafat, yaitu untuk membimbing ke arah kebijaksanaan. Jadi, filsafat pendidikan merupakan jiwa dan pedoman dasar pendidikan. Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1. Filsafat, dalam arti filosofis merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
2. Filsafat, berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevensi dengan kehidupan yang nyata.
3. Filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan (paedogogik).
C. KESIMPULAN
Allah menciptakan alam semesta ini bukan untukNya, tetapi untuk seluruh makhluk yang diberi hidup dan kehidupan. Sebagai pencipta dan sekaligus pemilik, Allah mempunyai kewenangan dan kekuasaan absolut untuk melestarikan dan menghancurkannya tanpa diminta pertanggungjawaban oleh siapapun. Namun begitu, Allah telah mengamanatkan alam seisinya dengan makhlukNya yang patut diberi amanat itu, yaitu MANUSIA. Dan oleh karenanya manusia adalah makhluk Allah yang dibekali dua potensi yang sangat mendasar, yaitu kekuatan fisi dan kekuatan rasio, disamping emosi dan intuisi. Ini berarti, bahwa alam seisinya ini adalah amanat Allah yang kelak akan minta pertanggungjawaban dari seluruh manusia yang selama hidupnya di dunia ini pasti terlibat dalam amanat itu.
Manusia diberi hidup oleh Allah tidak secara outomatis dan langsung, akan tetapi melalui proses panjang yang melibatkan berbagai faktor dan aspek. Ini tidak berarti Allah tidak mampu atau tidak kuasa menciptakannya sealigus. Akan tetapi justru karena ada proses itulah maka tercipta dan muncul apa yang disebut “kehidupan” baik bagi manusia itu sendiri maupun bagi mahluk lain yang juga diberi hidup oleh Allah, yakni flora dan fauna.
Kehidupan yang demikian adalah proses hubungan interaktif secara harmonis dan seimbang yang saling menunjang antara manusia, alam dan segala isinya utamanaya flora dan fauna, dalam suatu “tata nilai” maupun “tatanan” yang disebut ekosistem. Tata nilai dan tatanan itulah yang disebut pula “moral dan etika kehidupan alam” yang sering dipengaruhi oleh paradigma dinamis
yang berkembang dalam komunitas masyarakat disamping pengaruh ajaran agama yang menjadi sumber inspirasi moral dan etika itu.
D. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kritik serta saran sangat kami harapkan,dan demi kesempurnaan makalah ini, kami siap untuk merevisi kembali makalah kami dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua Amiin.DAFTAR PUSTAKAAchmad Charris Zubair, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia (Kajian Filsafat
Ilmu), Cet. I, Yogyakarta, LESFI, 2002. Prof. H.M. Arifin, M. Ed., Filsafat Pendidikan Islam,Cet. VI, Remaja Rosdakarya, Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2000. Noor Syam, Mohammad, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filasafat Pendidikan Pancasila,
Surabaya: Usaha Nasional, 1986. Ali, Hamdani, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kota Kembang, 1986. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.Dick Hartono, Memanusiakan Manusia Muda: Tinjauan Pendidikan Humaniora, Yogyakarta:
Yayasan Kanisius, 1985.
Filsafat Pendidikan Konsep Ideal Manusia Berspektif Islam dan Relevansinya Dengan Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
Kemunculan dan perkembangan tradisi keilmuan, pemikiran, dan filsafat didunia islam tidak dapat di
pisahkan dari kondisi lingkungan (kebudayaan dam peradaban) yang mengitarinya. Kemunculan dan
perkembangan bukan sesuatu yang orisinal dan baru sama sekali tetapi merupakan formulasi baru yang
merupakan perpaduan antara kebudayaan dan peradaban yang sudah ada dan inherent dalam
masyarakat itu dengan kebudayaan dan peradaban yang baru datang. Karena, jauh sebelm wilayah-
wilayah (yang disebut dunia islam) dihuni masyarakat muslim, telah tumbuh sesuatu masyarakat yang
berkebudayaan dan berperadaban.
Uraian tentang kedudukan manusia dalam alam semesta dalam hubungannya dengan filsafat
pendidikan islam, merupakan bagian yang amat penting, karena dengan uraian ini dapat diketahui
dengan jelas tentang potensi yang dimiliki manusia serta peranan yang harus dilakukannya dalam alam
semesta. Uraian ini selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar bagi perumusan tujua pendidikan,
pendekatan yan harus ditempuh dalam proses belajar mengajar serta aspek-aspek yang perlu
diperhatikan dalam pendidikan. Selain itu uraian ini penting dilakukan karena manusia dalam kegiatan
pendidikan adalah merupakan subjek dan objek yang terlibat didalamnya. Tanpa ada kejelasan konsep
tentang manusia ini, maka akan sulit ditentukan arah yang akan dituju dalam pendidikan.
Dalam makalah kali ini, pemakalah akan mencoba untuk membahas tentang bekal yang perlu dimiliki
manusia dalam melakukan peranan pendidikan dalam rangka membantu mempersiapkan manusia
untuk berperan dialam semesta.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Manusia: Al-Basyar, Al-Insan, An-Nas.
Dalam al-Quran banyak ditemukan gambaran yang membicarakan tentang manusia dan makna filosofis
dari penciptaannya. Manusia merupakan makhluknya paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang
dilengkapi dengan akal fikiran. Dalam hal ini Ibn arabi misalnya melukiskan hakikat manusia dengan
mengatakan bahwa, “tak ada makhluk allah yang lebih bagus dari pada manusia, yang memiliki daya
hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berfikir, dan memutuskan. Manusia
adalah makhluk kosmis yang sangat penting, karna dilengkapi dengan semua pembawaan dan syarat-
syarat yang diperlukan untuk mengemban tugas dan fungsinya sebagai makhluk Allah dimuka bumi.
Ada tiga konsep yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk makna manusia, yaitu Al-Basyar, Al-Insan,
dan Al-Nas. Meskipun ketiga kata tersebut menunjuk pada makna manusia, namun secara khusus
memiliki penekanan pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada uraian berikut:
a. Kata al-Basyar, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat. Secara
etimologi al-Basyar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya
rambut .
Dalam al-Qur’an, kata al-Basyar dapat di gunakan yaitu:
Untuk Mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dengan perempuan. Makna etimologis
dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan
dan keterbatasan. Penunjukan kata al-Basyar ditunjukan Allah kepada seluruh manusia tanpa
terkecuali Demikian pula halnya dengan para rasul-rasulnya. Hanya saja mereka diberikan
wahyu, sedangkan kepada manusia umumnya tidak diberikan wahyu.
Firman Allah Swt:
“Qul innamaa anabasyarummitslukum yuuhaa ilayya…”
Artinya:“Katakanlah: Sesungguhnya aku (Muhammad) hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta, Logos, 1987
Nizar, Samsul, Fisafat Pendidikan Islam, Jakarta, Ciputat Pres, 2002
Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1994
Taneji, Filsafat Pendidikan, Jakarta, Daras, 2003
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara,1984
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang a. Pengertian Media Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ’tengah’, ’perantara’, atau ’pengantar’. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan utnuk
menyampaikan pesan atau informasi. Disamping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata mediator menurut Fleming (1987 : 234) adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Dengan istilah mediator, media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar, yaitu siswa dan isi pelajaran. Ringkasnya, media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pengajaran. (Arsyad, 2003 : 3). Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman,2002:6). Arti media pengajaran: Menurut Marshall Mcluhan, Media adalah suatu ekstensi manusia yang memungkinkannya mempengaruhi orang lain yang tidak mengadakan kontak langsung dengan dia. Dalam arti sempit, media pengajaran hanya meliputi media yang dapat digunakan secara efektif dalam proses pengajaran yang terencana. 1 Sedangkan dalam arti luas, media tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang kompleks akan tetapi juga mencakup alat-alat sederhana seperti: tv radio, slide, fotografi, diagram, dan bagan buatan guru, atau objek-objek nyata lainnya. Latuheru(1988:14), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Berdasarkan definisi tersebut, media pembelajaran memiliki manfaat yang besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran. Media pembelajaran yang digunakan harus dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa. Menurut Sadiman (2002:16), media pembelajaran mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut: a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera. c. Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif anak didik. d. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Apalagi bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Dalam hal ini, media pendidikan berguna untuk: 1) Menimbulkan kegairahan belajar. 2) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan. 3) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya 2 Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam: 1) Memberikan perangsang yang sama. 2) Mempersamakan pengalaman. 3) Menimbulkan persepsi yang sama. Berdasarkan manfaat tersebut, nampak jelas bahwa media pembelajaran mempunyai andil yang besar terhadap kesuksesan proses belajar mengajar. Semakin sadarnya orang akan pentingnya media yang membantu pembelajaran sudah mulai dirasakan. Pengelolaan alat bantu pembelajaran sudah sangat dibutuhkan. Bahkan pertumbuhan ini bersifat gradual. Metamorfosis dari perpustakaan yang menekankan pada penyediaan meda cetak, menjadi penyediaan- permintaan dan pemberian layanan secara multi-sensori dari beragamnya kemampuan individu untuk mencerap informasi, menjadikan pelayanan yang diberikan mutlak wajib bervariatif dan secara luas.Selain itu,dengan semakin meluasnya kemajuan di bidang komunikasi dan teknologi, serta diketemukannya dinamika proses belajar, maka pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pengajaran semakin menuntut dan memperoleh media pendidikan yang bervariasi secara luas
pula. Karena memang belajar adalah proses internal dalam diri manusia maka guru bukanlah merupakan satu-satunya sumber belajar, namun merupakan salah satu komponen dari sumber belajar yang disebut orang. AECT (Associationfor Educational Communication and Technology) membedakan enam jenis sumber belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar, yaitu: 1. Pesan; didalamnya mencakup kurikulum (GBPP) dan mata pelajaran. 2. Orang; didalamnya mencakup guru, orang tua, tenaga ahli, dan sebagainya. 3. Bahan;merupakan suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran,seperti buku paket, buku teks, modul, program video, film, OHT (over head transparency), program slide,alat peraga dan sebagainya (biasa disebut software). 4. Alat; yang dimaksud di sini adalah sarana (piranti, hardware) untuk menyajikan bahan pada butir 3 di atas. Di dalamnya mencakup proyektor OHP, slide, film tape recorder, dan sebagainya. 3 5. Teknik; yang dimaksud adalah cara (prosedur) yang digunakan orang dalam membeikan pembelajaran gun