Top Banner
24 Volume 2, No. 1, Juli 2018 ISSN : 2598-6848 FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT HINDU DI BALI (Studi Kasus di Desa Sidatapa, Kabupaten Buleleng) I Wayan Gata Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja ABSTRACT Village Sidatapa Banjar District Buleleng district is very thick with tradition and cultural traditions. The village is quite protekted with customs, religious ceremonies from various outside influences. Lately it is in and growing sampradaya Hare Krishna and sampradaya Sai Baba in the village Sidatapa. Three pertenyaan research that emerged from this phenomenon is How the identity of sampos sampa village in sidatapa village? How about Sampadaya ritual in a society that is strong in custom and culture? What is the philosophical meaning of the presence of sampradaya in the village of Sidatapa? This research uses Phenomenological theory, Religiusitas theory and Value theory. Data collection techniques are observation techniques, interviews, document studies, data analysis techniques, qualitative descriptive. Result: (a) The male devotees wear white or yellow-orange robe, the ladies wearing colorful sari, dancing and singing to the accompaniment of traditional music India. (b) Sampradaya Sai Baba is guided by AD & ART. (2) Form of Yajna ceremony sampradaya Hare Krishna and Sai Baba namely: (a) Hajama Krishna Yajna ceremony that is by performing Bhajan ceremony every Thursday and also everyday by offering fruits, flowers and water and cakes. (b) The form of the Sai Baba yajna samrpadaya ceremony is the Bhajan system. (3) There is a philosopher's similarity between the ritual sampradaya and Hindu ritual philosophy in Sidatapa, which are both depart from the five universal pillars of Satya, Santhi, Dharma, Prema and Ahimsa. The five teachings of this philosophy are then manifested into different forms and ways of offering by the adherents of the faith adapted to the conditions of the religious environment. Keywords: Philosopher, Sampradaya, Sidatapa Community I. PENDAHULUAN Gairah generasi muda Hindu di Indonesia khususnya di Bali untuk mempelajari dan meresapkan ajaran-ajaran agama Hindu, sejak beberapa tahun terakhir ini menunjukkan peningkatan yang menggembirakan. Gairah ini diwujudkan antara lain dalam kelompok-kelompok yang mempelajari Weda, ashram-ashram, dharmawacana dan dharmatula, penyebaran buku-buku agama, penyebaran gambar- gambar Dewa-Dewi, pengenalan kidung- kidung dan ritual-ritual baru (atau yang diperbaharui), dan lain-lain. Pemeluk Hindu di Bali yang awam tentang fenomena ini melihat ada bentuk kegiatan yang berbeda dengan apa yang diketahui dan diwariskan oleh leluhurnya sejak berabad-abad lampau. Beberapa orang menuding bahwa kelompok- kelompok ini adalah suatu sekta agama Hindu yang baru berkembang di Bali, namun mereka menangkis dengan istilah Sampradaya. Pro-kontra di masyarakat
13

FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ...

Mar 17, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ...

24

Volume 2, No. 1, Juli 2018 ISSN : 2598-6848

FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIALMASYARAKAT HINDU DI BALI

(Studi Kasus di Desa Sidatapa, Kabupaten Buleleng)

I Wayan GataSekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

ABSTRACTVillage Sidatapa Banjar District Buleleng district is very thick with tradition and cultural

traditions. The village is quite protekted with customs, religious ceremonies from various outsideinfluences. Lately it is in and growing sampradaya Hare Krishna and sampradaya Sai Baba inthe village Sidatapa. Three pertenyaan research that emerged from this phenomenon is How theidentity of sampos sampa village in sidatapa village? How about Sampadaya ritual in a societythat is strong in custom and culture? What is the philosophical meaning of the presence ofsampradaya in the village of Sidatapa? This research uses Phenomenological theory, Religiusitastheory and Value theory. Data collection techniques are observation techniques, interviews,document studies, data analysis techniques, qualitative descriptive. Result: (a) The male devoteeswear white or yellow-orange robe, the ladies wearing colorful sari, dancing and singing to theaccompaniment of traditional music India. (b) Sampradaya Sai Baba is guided by AD & ART.(2) Form of Yajna ceremony sampradaya Hare Krishna and Sai Baba namely: (a) HajamaKrishna Yajna ceremony that is by performing Bhajan ceremony every Thursday and also everydayby offering fruits, flowers and water and cakes. (b) The form of the Sai Baba yajna samrpadayaceremony is the Bhajan system. (3) There is a philosopher's similarity between the ritualsampradaya and Hindu ritual philosophy in Sidatapa, which are both depart from the fiveuniversal pillars of Satya, Santhi, Dharma, Prema and Ahimsa. The five teachings of thisphilosophy are then manifested into different forms and ways of offering by the adherents of thefaith adapted to the conditions of the religious environment.

Keywords: Philosopher, Sampradaya, Sidatapa Community

I. PENDAHULUANGairah generasi muda Hindu di

Indonesia khususnya di Bali untukmempelajari dan meresapkan ajaran-ajaranagama Hindu, sejak beberapa tahun terakhirini menunjukkan peningkatan yangmenggembirakan. Gairah ini diwujudkanantara lain dalam kelompok-kelompok yangmempelajari Weda, ashram-ashram,dharmawacana dan dharmatula, penyebaranbuku-buku agama, penyebaran gambar-gambar Dewa-Dewi, pengenalan kidung-

kidung dan ritual-ritual baru (atau yangdiperbaharui), dan lain-lain. Pemeluk Hindudi Bali yang awam tentang fenomena inimelihat ada bentuk kegiatan yang berbedadengan apa yang diketahui dan diwariskanoleh leluhurnya sejak berabad-abad lampau.Beberapa orang menuding bahwa kelompok-kelompok ini adalah suatu sekta agamaHindu yang baru berkembang di Bali, namunmereka menangkis dengan istilahSampradaya. Pro-kontra di masyarakat

Page 2: FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ...

25

hingga kini belum ditangani oleh PHDI(Parisada Hindu Dharma Indonesia) secaratuntas.

Titib dalam bukunya Ketuhanandalam Weda, Pustaka Manik Geni, 1994dihalaman 78 menyatakan bahwasampradaya adalah sekta. Cuplikankalimatnya sebagai berikut: Kitab-kitab senisastra dalam bentuk puisi Sanskerta semakinbanyak lagi setelah berkembangnya gerakanBhakti melalui Sampradaya-sampradaya atausekta-sekta yang berkembang pada masasesudahnya. Sejak 1999 di Bali munculistilah Sarwa Sadaka sebagai cetusankeinginan kelompok-kelompok wargamendudukkan Sulinggih mereka sejajardengan Pedanda (yang lebih populer sebagaiPendeta sejak zaman Dalem Waturenggongdi abad ke-15). Kelompok ini menggunakanistilah Sarwa Sadaka sebagai counterTrisadaka. Istilah Trisadaka sejak berabad-abad telah ditafsirkan keliru, jika mengacupada Lontar Eka Pratama yang menyatakanbahwa tiga kelompok Sadaka adalah: Sadakayang berpaham Siwa, Sadaka yang berpahamBauddha (Boddha), dan Sadaka yangberpaham Mahabrahmana (Bujangga).Kekeliruan tafsir itu terjadi karena Sadakayang berpaham Siwa dan Bauddha terlanjurditerjemahkan sebagai Pedanda Siwa-Boddha. Keterlanjuran itu membuat gerahpara sisia Pandita Mpu, Rsi, Bhagawan,Dukuh. yang juga disyahkan sebagaiSulinggih yang berpaham Siwa. Yangdimaksud dengan berpaham Siwa adalahpenganut Sekta Siwa Sidanta.

Melihat dari fenomena sejarah di atasmenimbulkan suatu pandangan bahwakeberadaan Sampradaya sebenarnya masihberada dalam dua sisi yang sedikitmerumitkan. Kebingungan masyarakatterhadap munculnya kembali Sampradaya diBali seakan-akan ingin mengorek kembalisejarah berkembangnya agama Hindu diIndonesia terutama di Bali, untuk dapat

menjelaskan status keberadaan Sampradayatersebut. Tetapi jika menoleh danmemandang kembali sedikit kearah pulauBali yang memiliki keistimewaan tersendiriki ta seolah-olah ingin ikutmempertentangkan kemunculan Sampradayadi Bali, karena pulau Bali telah memilikisejarah perjuangan dan kerja keras yangbegitu besar terhadap persatuan dankeharmonisan manusia terhadap semuakepercayaan dan aliran sehuingga terbentukdalam suatu yadnya dan upacara.

Memandang kembali realita prilakumasyarakat yang mendalami Sampradayatertentu seperti Hare Krisnha dan Sai Baba,seolah-olah ingin menunjukkan perbedaandan keunggulan ajaran tersebut kepada umatlainnya dengan memperlihatkan gayapemujaan, sarana, dan tempat pemujaan yanglebih sederhana. Bentuk pelaksanan ritualatau yajna mereka yang menganutSampradaya, seakan-akan mempromosikandiri sama halnya promosi perdanganankepada umat lainnya agar mengetahuikelebihan dan keunggulan mengikutisampradaya tersebut dengan membandingkandengan upacara yadnya yang besar yangdilaksanakan di Bali secara umum.

Tidak bisa dipungkiri hal diatasdilakukan oleh oknum Sampradaya yangbelum memahami secara ajaranSampradayanya sehingga menimbulkan danmenciptakan pemikiran yang seolah-olahmengkotak-kotakkan diri atau mengangapdiri lebih mulya serta cerdas dibandingdengan umat di luar Sampradaya, sehinggaselalu ingin menunjukkan perbedaan prilakudan pemikiran bila duduk bersama di dalamforum masyarakat. Hal demikian terlihatdibeberapa desa yang terdapat SampradayaHare Krisna dan Sai Baba yang sedikitmenunjukkan sikap dan prilaku yang berbedadengan yang lainnya baik dari gaya menumakanan, pelaksanan persembahyangan yangdisebut mandir, pakaian persembahyangan

FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN....(I Wayan Gata, 24-36)

Page 3: FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ...

26

Volume 2, No. 1, Juli 2018 ISSN : 2598-6848

yang sama seperti pakaian orang India,penampilan sama seperti penampilan parapertapa di India, cara bicara yang seolah-olahmenjurus pada Tattwa Jnana yang seakan-akan melupakan etika dan upacara keagamanyang ada di tempat mereka berada.

Kemunculan prilaku yang demikiantidak kurang menimbulkan suatu kontrasepsimasyarakat yang memandang Sampradayatersebut menimbulkan perpecahaan dalamtubuh agama Hindu, yang disinyalirkurangnya pemahaman penganutSampradaya tentang desa kala patra, lokadrsta, kebersamaan, keharmonisan dankebersamaan dalam suka dan duka. Apakahyang menyebabkan masyarakat inginberprilaku beda lewat sampradaya tersebutapakah karena pelaksanan ritual dan yajnadi Bali yang terlau besar, rumut danmenyusahkan, aturan yang begitu keras didesa adat atau ingin memunculkan dirisebagai masyarakat yang cerdas, berbeda danberpengetahuan dengan masyarakat yanglainnya ini adalah pertanyaan besar di dalamumat Hindu yang menginginkan suatukejelasan tentang status Sampradaya yangsering mereka anggap sebagai suatu agamabaru, dan merupakan hal yang sangat pentinguntuk meneliti kembali hal tersbut untuksedikit membuka pintu pikiran danpemahaman warga non sampradaya danpenganut sampradaya betapa pentingnyakeharmonisan dan toleransi.

Keberadaan sampradaya khususnyasampradaya Hare Krisna dan Sai Baba tidaksaja di daerah perkotaan di Bali tetapi sudahberkembang di daerah pedesaan bahkansampai pada desa yang tergolong desa tuaatau desa Bali Aga. Desa Bali Aga yangterkenal dengan kebudayaan dan tradisinyayang kuat dianut oleh masyarakatnya yaitudesa Sidatapa. Sangat menarik perhatikanpeneliti jika sampradaya Hare Krisna danSai Baba berkembang dengan pesat di daerahpedesaan yang kuat akan t radisi dan

kebudayaan lokalnya. Karena keberadaansampradaya Hare Krisna dan Sai Baba justruberkembang cukup baik terbukti denganadanya satu Mandir/Center atau tempatpemujaan sampradaya Hare Krisna dan SaiBaba di desa Sidatapa. Hal ini menunjukkanbahwa sampradaya Hare Krisna dan SaiBaba telah eksis dan berkembang di desa tuaDesa Sidatapa.

Desa Sidatapa Kecamatan BanjarKabupaten Buleleng yang terkenal dengantradis i dan budaya yang kental,masyarakatnya memeiliki kecenderunganmempertahankan kebudayaanya daripengaruh luar yang berhubungan dengan adatistiadat, upacara keagamaan dan sebagainya.Tetapi dengan masuk dan berkembangnyasampradaya Hare Krisna dan Sai Baba didesa Sidatapa menimbulkan berbagaipertanyaan mengapa terjadi demikian.Tentunya hal ini menjadi sangat menarikuntuk dilakukan penelitian mengenai adanyaperkembangan sampradaya Hare Krisna danSai Baba yang bertujuan untuk membantumencari pengaruh apa yang diakibatkandengan keberadaan sampradaya Hare Krisnadan Sai Baba di desa Sidatapa di DesaSidatapa Kecamatan Banjar KabupatenBuleleng baik cara pemujaan, visi dan misi,tujuan serta tanggapan terhadap budaya Baliyang sudah bernafaskan agama Hindu.Memperhatikan pemaparan tentang realitasdi Desa Sidatapa Kecamatan BanjarKabupaten Buleleng peneliti menekankanapakah antara yang sudah ada di DesaSidatapa Kecamatan Banjar KabupatenBuleleng dengan sampradaya-sampradayatersebut terdapat kontroversi mengenaikehidupan sosialnya di desa SidatapaKecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.Maka dengan itu penelitian ini berjudul“Kontroversi Aliran Sampradaya HareKrisna dan Sai Baba Terhadap KehidupanSosial Kemasyarakatan dan PelaksanaanYajna di Bali (Study Kasus di Desa Sidatapa

Page 4: FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ...

27

Kabupaten Buleleng)”. Pemilihan judul inibertujuan untuk menemukan padanganmasyarakat Sidetapa tentang keberadaansampradaya dalam ruang kehidupan sosialreligius di Bali. Berdasarkan latar belakangmasalah di atas, maka dapat dirumuskanbeberapa permasalahan sebagai berikut: (1)Bagaimanakah kehidupan sosialkemasyarakatan umat yang menganutSampradaya Hare Krisna dan Sai Babadalam kehidupan sosial keberagaman di DesaSidatapa, Kabupaten Buleleng? (2)Bagaimanakah pelaksanaan bentuk upacarayadnya yang di laksanakan oleh umatpenganut Sampradaya Hare Krisna dan SaiBaba di Bali terutama di Desa Sidatapa,Kabupaten Buleleng? (3) Bagaimanakahpandangan masyarakat terhadap keberadaanSampradaya Hare Krisna dan Sai Baba jikadikaitkan dengan kebiasaan dan tradisi orangBali yang telah membudaya sejak dulu?

Widiana, (2006) tesis tentang“Fenomana sampradaya dalam dinamikaagama Hindu di Bali”. UGM Yogyakartamenyatakan bahwa kehadiran sampradayatelah menimbulkan beragam persepsi dalammasyarakat Hindu di Bali yang secara umumterbagi tiga. Sebagian masyarakatmenyambut kehadirannya dengan xviharapan dapat menemukan landasankeyakinan religius yang lebih mantap,sebagian masyarakat bersikap acuh tak acuh,dan sebagian yang lain mencurigai kehadiransampradaya akan berpengaruh negatifterhadap tatanan agama Hindu-Bali yangtelah dijalani secara turun-temurun selamaberabad-abad. Titik puncak penolakanmasyarakat terhadap kehadiran sampradayaadalah dilarangnya aktivitas salah satusampradaya oleh pemerintah pada tahun1984. Kecurigaan sebagian kalanganterhadap dampak yang ditimbulkan olehkeberadaan sampradaya di Bali jugamewarnai kinerja lembaga Parisada.Akibatnya, dalam sebuah mahasabha atau

musyawarah umum yang dilakukan secaraperiodik, terjadi perbedaan yang tajam antarpeserta pertemuan menyangkut sikapParisada terhadap sampradaya. Sebagianingin mengakomodasi keberadaansampradaya dan sebagian yang lain menolaksikap tersebut. Dengan demikian maka dapatdisimpulkan bahwa kehadiran sampradaya diBali telah menimbulkan perbedaan pendapatdalam masyarakat dan dalam institusiParisada yang bertugas mengayomi umatHindu di Indonesia.

Kontribusi penelitian di atas adalahuntuk mencari dan mengetahui tanggapanmasyarakat dan tata cara pelalksanan yadnyayang dilakukan oleh umat yang mempercayaisampradaya krisna dan sai baba serta untukmengetahui bagaimana tanggapanmasyarakat terhadap munculnya sampradayatersebut di wilayah mereka.

Wibawa (2002), dalam bukunya yangberjudul “Akar Menurunnya MoralitasMenuju Masyarakat Sattwika” menyatakankrisis multidimensi yang berkepanjanganyang melanda seluruh negeri, berimbas padaindividu-individu sebagai warga negara itusendiri adalah ciri keterpurukan manusiadalam menata kehidupan dalam segala aspek.Penurunan budi pekerti manusia sudahdiramalkan oleh para rsi, para waskita, orangsadhu, Swami, para pertapa, sebagai prosesevolusi manusia dalam mengarungikehidupan di alam semesta ini. Dalamhubungannya dengan penelitian initampaklah ada suatu relevansi bahwapenurunan moral yang diramalkan oleh pararsi dan acarya lainnya di era globalisasi inisudah semakin pesat. penelitian inimerupakan kajian teks Bhagavadgîtâ dalammembentuk budi pekerti bhakta di AsramK[cGa Bâlarâma dimana penelitian iniberfungsi untuk menanggulangi merosotnyabudi pekerti remaja sekarang ini agar tidaksemakin mendarah daging dan berimbaskepada remaja lainnya. Perbedaan pula dalam

FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN....(I Wayan Gata, 24-36)

Page 5: FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ...

28

Volume 2, No. 1, Juli 2018 ISSN : 2598-6848

dalam penelitian ini yaitu penelitian ini lebihmenekankan pada ajaran Bhagavadgîtâ didalam membentuk budi pekerti manusiasedangkan Wibawa fokus pada mencari akarmenurunnya moralitas yang menyebabkankrisis moral pada manusia dengan pernyataanyang telah diungkapkan oleh para rsi danorang sadhu. Kontribusi yang diberikan daripenelitian Wibawa ialah bahwa penelitidiberikan rambu-rambu agar di dalampembentukan budi pekerti harus mencaripermasalahan kenapa budi pekerti manusiamenjadi menurun di zaman ini.

Endraswara (2003), dalam bukunyadisebutkan bahwa budi pekerti itu dibagi duayaitu budi pekerti tercela dan budi pekertiluhur. Pendapat tersebut relevansinyaterhadap penelitian jika dikaji dari etimologikatanya yaitu budi pekerti yang tercelamerupakan penyimpangan dari penerapanbudi pekerti yang salah yang tidak sesuaidengan sopan santun dan moral. Sedangkanbudi pekeri luhur yaitu budi pekerti yangsesuai dengan etika dan sopan santun.Perbedaan dari buku Endraswara terhadappenelitian ini ialah (Endraswara,2006:3)berpendapat bahwa budi pekerti dibedakanmenjadi dua yaitu budi pekerti luhur danbudipekerti tercela tetapi belum ada merujukkepada teks Bhagavadgîtâ sebagai dasardalam mengembangkan ajaran budi pekerti.Kontribusi yang diberikan oleh Endraswaraterhadap penelitian ini ialah memberikanmasukan tentang budi pekerti luhur dantercela dari karakter dalam setiap tokoh –tokoh yang ada dalam pewayanganRamayana dan Mahabharata.

Jenis penelitian yang digunakanadalah jenis penelitian kuali tatif.Menggunakan pendekatan Sosiologibertujuan untuk mencari kehidupan sosialdan interaksi sosial masyarakat yangberagama. Pemikiran keagamaan yang lebihdapat dipertanggung jawabkan secaranormatif, realistik bahwa kontrovensi

Sampradaya adalah penelitian agama dansecara sosiologis mengungkapkan pandanganmasyarakat yang menganut Sampradaya danyang tidak menganut Sampradaya. Dalampenelitian ini digunakan beberapa metodepengumpulan data seperti: (1) Observasi; (2)Wawancara (Interview); dan (3) StudiDokumen. Metode analisis data yangdigunakan oleh peneliti dalam penelitian iniadalah menggunakan metode deskriptifkualitatif. Alasan peneliti menggunakanmetode deskriptif kualitatif karena sangatrelevan digunakan sebab data-data yangdiperoleh banyak berbentuk keterangan-keterangan dari observasi dan wawancaradengan informan dalam bentuk tulisan ataucatatan lapangan yang tidak berbentuk angka-angka. Miles dan Huberman dalam Iskandar(2009:139) menyatakan bahwa, “analisis datakualitatif dapat dilakukan langkah-lanngkahsebagai berikut: (1) reduksi data; (2) display/penyajian data; dan (3) mengambilkesimpulan lalu di verifikasi”.

II. PEMBAHASAN2.1 Kehidupan Sosial KemasyarakatanSampradaya

Kehidupan sosial umat yangmenganut sampradaya Hare Krisna dapatpeneliti amati berdasarkan metoda penelitianyang ada. Tetapi, semenjak melakukanpenelitian dilakukan di ketahui bahwa hanyaterdapat beberapa masyarakat saja yangmengikuti ajaran sampradaya ini.Berdasarkan pengamatan peneliti masyarakatdesa Sidatapa yang mengikuti ajaran initerhitung hanya 6 orang yang terdiri dari 3orang yang sudah berkeluarga dan 3 orangmasyarakat yang masih muda atau belummenikah. Sehingga sampai penelitian iniberakhir belum adanya penambahanpenganut ajaran sampradaya ini dan belumadanya tempat sembahyang khususnya ataumandir tersendiri. Sedangkan untukpemujaanya dilakukan di kota Singaraja.

Page 6: FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ...

29

Dengan demikian penelitian ini hanyamenampilkan aktivitas umat tersebut dalamkaitannya dengan aktivitas yangbersinggungan dengan masyarakat umum didesa Sidatapa.

Setiap kelompok atau sebuahorganisasi tentunya memiliki tata caraberkomunikasi, pedoman dan sikap tersendirisebagai ciri dari kelompok atau masyarakattertentu. Seperti halnya kehidupan sosialmasyarakat penganut ajaran Hare krisna yangmemiliki ciri tersendiri baik dari gayahidupnya, pakaianya, dan sebagainya. Haltersebut bertujuan unutk menunjukkanidentitas dan penguatan dari keberadaanyauntuk dapat diketahui dan dipahami olehmasyarakat umum.

Bentuk prilaku masyarakat padadasarnya dapat diamati secara jelas dan pastisetelah diawali dengan mengetahui sejarahkelompok masyarakat tersebut. Karena,prilaku kelompok atau umat yang menganutsapradaya Sai Baba tidak terlepas dari sejarahmengapa ajaran tersebut dapat diterima olehkelompok atau umat tersebut. Selain daripada itu ada pedoman-pedoman serta strukturorganisasi mempengaruhi gerak prilaku umatyang menganut sampradaya Sai Baba padakehidupan bergama di Desa Sidatapa.

2.2 Bentuk Upacara Yajna PenganutSampradaya

Bentuk ritual atau cara pemujaanumat yang menganut ajaran sampradaya HareKrisna sesuai hasil pengamatan penelitikepada objek dan subjek penelitian yaituumat di Desa Sidatapa memperlihatkan adabeberapa bentuk upacara Yajna yang selaluditunjukkan. Seperti apa yang peneliti amatiselama melakukan peneliti seorang bhaktaHare Krisna setiap harinya melakukan prosesmemuji nama suci Tuhan (berjapa) atausecara berama-ramai dengan penuh keriangan(sankirtana), melayani arca (murti Tuhan)seperti menghias arca, persembahan, puja

arati, mempersembahkan doa-doa pujian,mencari bunga untuk persembahan,membersihkan tempat suci dan makanmakanan yang suci (makanan yang sudahdipersembahkan yang disebut prasadam/lungsuran).

Ada 9 (Sembilan) proses bhakti yaitu:sravanam, kirtanam, smaranam, padasewanam,arcanam, vandanam, dasyam,sakhyam dan atma nivedanam. Seseorangdapat maju dalam kerohanian denganmenekuni salah satu dari ke-9 prosestersebut, tetapi dari segi pentingnya masa eraglabalisasi seiring Kali-yuga sekarang ini,seseorang dianjurkan mengikuti prosessravanam, kirtanam dan smarana. Sebabnyaadalah tanpa melakukan ke tiga proses bhaktiini, prema yaitu cinta kasih kepada TuhanYang Maha Tinggi tidak dapat berkembangdidalam hati seseorang. Secara singkat,masing-masing proses tersebut dan orangyang mencapai kesempurnaan denganmenekuni proses-proses itu di uraikan dibawah ini sebagai berikut:a. Sravanam, Mendengar tentang Tuhan dan

kegiatan rohani (lila) beliau sebagaimanadiuraikan dalam Ramayana Mahabratadankitab-kitab Purana, kesempurnaan di capaioleh Pariksit Maharaja

b. Kirtanam, Mengucapkan nama suci beliu,memuji beliau dan mengumandangkankemuliaan dan kebesarannya serta kegiatan-kegiatnnya yang rohani. Kesempurnaandicapai oleh Rsi Suka.

c. Smaranam, Senantiasa mengingat Tuhandari kegiatan-kegiatannya dimana saja dankapan saja. Kesempurnaan di capai olehputra daitya hiranyakasipu PrahladMaharaja

d. Pada-sevanam, Melayani kaki PadmaTuhan, kesempurnaan di capai oleh dewiLaksmi.

e. Arcanam, Memuja tuhan dalam eujudarca\gamabarnya (arca vigraha)

FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN....(I Wayan Gata, 24-36)

Page 7: FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ...

30

Volume 2, No. 1, Juli 2018 ISSN : 2598-6848

f. Vandanam, Memanjatkan doa-doa pujiankepadanya kesempurnaan dicapai olehAkrura.

g. Dasyam, Bertindak sebagai pelayannya,kesempurnaan dicapai oleh Hanuman.

h. Sakyam, Bertindak sebagai sahabatnya.Kesempurnaan dicapai oleh Arjuna.

i. Atma-nivedanam, Menyerahkan dirikepadanya, kesempurnaan dicapai oleh rajaBali, Rukmini-dewi dan para gopi divrndavan. Kesempurnaan dengan cara inidicapai oleh raja Prthu Maharaja. Diantarakesembilan cara diatas, disebutkan pulacara arcana atau pemujaan arca. DalamBhakti Rasamrta Sindhu (Purva Vibhaga1.2.9.-92) cara pemujaan arca dinyatakansebagai suatu hal yang sangat penting dalampraktek mempelajari Bhagavadgîtâ(Prabhuppada, 2012:93)

Berdasarkan penjelasan dari BhaktiRasamrta Sindhu yang merupakan sistem ritualbagi bhakta Hare Krisna dalam menekuniajaran Tuhan karena melalui jalan bakti kepadaTuhan agar mereka selalu ingat terhadap rohatau jiwa yang tertinggi untuk mendapatkankarunia yang tiada sebabnya melalui Sembilanpelayanan terhadap Tuhan yang diterapkan olehpara bhakta untuk membentuk para bhakta sertaagar tidak terhanyut kedalam tiga sifat alamseperti yang dijelaskan dalam Bhagavadgîtâbab 14 yang dapat membuat orang terjerumuskedalam lautan material sehingga lupa akanhakekat tertinggi untuk mencintai Tuhan.

Memperhatikan seperti apa yangdisampaikan informan dan pedoman sebagaiBhakta peneliti memperhatikan langsungsistem ritual para Bhkata di Desa Sidatapa yaitusecara tersendiri di dalam rumah membuattempat suci khusus proses pemujaan kepadaTuhan Krisna beserta berisikan patung dangambar-gambar Dewa Krisna dan Dewa Wisnuberkalungkan bunga Gemitir. Dalam setiapharinya apapun yang dimasak dan akandimakan selalu dipersembahkan terlebih

dahhulu dalam tempat suci tersebut yangdisebut Altar. Sedangkan setiap malam kamissemua bhakta dalam rumah tersebut berkumpuldengan berpakaian seperti yang sudahditentukan melakukan persembahyangan yangdisebut Bhajan dengan melakukan puji yangterpenting adalah dilakukan dengan carabernyanyi sambil bertepuk tanganmengucapkan pujian kepada Dewa Rama danDewa Krisna secara berulang-ulang.

Adapun rangkain pelaksanan Bhajandiawali dengan doa penerangan ataumenyalahkan Jhotir yaitu dupa dan lilindengan kidung yang sudah ditetapkandipimpin oleh Hotri atau pendeta ataupemimpin bhajan. Selanjutnya pengucapankata OM sebanyak tiga kali, melantunkankidung Gayatri mantra, Sai Gayatri,melantunkan guru Mantra, kemudianselanjutnya dilanjutkan dengan bhajan wajibyang terdiri dari bhajan Ganesa, Guru, Siwa,Dewi dan bebas sebanyak lima lagu yangdinyayikan oleh bhakta lainnya selaindipimpin oleh Hotri. Setelah selesai bhajanpemujaan bebas dilanjutkan melantunkan doasarwa dharma yang mencakup segala jeniskeyakinan, kemudian dilanjutkan denganmeditasi. Setelah meditasi dibuka denganmantra Asatoma mantra.

Setelah selesai meditasi diisi dengandharmawacana oleh anggota bhakta yangdiangap mampu memberikandharmawacana, dimana setiap pelaksananbhajan para pendharmawacana selaluberganti-ganti untuk proses pendidikan.Setelah selesai dharmawacana dilanjutkanpelaksanan Manggala Aarathi doa yaitunatab atau memohon kesempurnaan dankedamaian. Selanjutnya dinyayikan kidungsuci untuk memohon tirta yaitu Turun Tirtadan setelah itu barulah doa memohon WibhutiMantra dimana abu suci atau Wibhuti inidiambil dengan jari tengah ditempelkan didahi, kemudian ditengorokan, diperut, dandiakhiri diubun-ubun kepala. Setelah itu

Page 8: FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ...

31

melantunkan doa keselamatan, doa kesehatandoa prasadam atau doa memohon berkahsandang pangan dan diakhiri dengan doapenutup dan diakhiri dengan Om Santihsebanyak tiga kali. Setelah itu para bhaktakembali berkumpul untuk melakukan diskusiselama 30 menit kemudian barulah selesaiyang diakhiri dengan sujud dan berjabattangan dengan para bhakta lainnya secarabersama-sama secara keseluruhan.

Seperti apa yang sudah dipaparkan diatas mengenai s istem upacara yajnakelompok sampradaya Sai Baba di desaSidatapa yang demikian tersendiri dari sistemupacara agama Hindu yang sudah ada di desaSidatapa tetapi keberadaan Sampradaya SaiBaba ini memiliki pandangan khusus danpendapat berbeda dari aliran SampradayaHare Krisna yang cenderung lebih diterima.Hal ini terbukti dari jumlah penganutnyayang jumlahnya begitu banyak jauh daripenganut Hare Krisna hingga memilikiMandir secara tersendiri yang berada dijalanPendem desa Sidatapa secara permanen danluas. Tentunya hal ini peneliti amati karenaajaran Sai Baba ini dipandang lebih mudahditerima dan menyesuaikan dengan tradisiyang ada.

2.3 Pandangan Masyarakat Sidetapaterhadap Keberadaan Sampradaya

masuknya ajaran Hare Krisna dan SaiBaba dapat diterima sebagai ajaran untukmeningkatkan ajaran agama Hindu di desaSidatapa. Karena telah diterimanya sehinggaajaran-ajaran Sai dapat merubah kebiasaanburuk, dan menunjang sikap salingmenghormati, ramah, toleransi, sopan santundan prilaku baik lainnya. Namun ada jugabeberapa masyarakat sapai saat ini belumsepenuhnya menerima ajaran Sai ini sebagaibagian dari ajaran agama Hindu di desaSidatapa, namun beberapa warga tersebut

tidak menggangu aktivitas keagaman yangberlangsung dan juga tidak adanya prilakupenolakan atau sikap tidak menerima daribeberapa warga.

Demikian juga dengan masuknyaajaran Hare Krisna dan SSG atau sampradayaSai Baba di desa Sidatapa masyarakatsangatlah kritis menanggapinya dan berhati-hati menerimanya. Namun akibat hal tersebutmenjadi sarana untuk memasyarakatnyaajaran Sai Baba dalam masyarakat itu sendiri.Segala bentuk penolakan baik secara lisandan tulisan telah ada sebagai wujud bahwamasyarakat ada dan berpikir, dan bukansemata-mata menolak dan tidakmenerimanya melainkan adalah untukmenguji ajaran tersebut apakah pantasdiyakini dan dipahami dan pantas bersandingdengan kebudayaan dan ajaran yang sudahada.

Kekhawatiran sebagian besarmasyarakat Hindu Bali dari dahulu danmungkin sampai saat ini. Karena memangsangat terlihat adanya perbedaan yang besardari cara pemujaan umat Hindu di Balidengan cara pemujaan sampradaya HareKrisna dan Sai Baba saat ini. Tentu ini secaraperlahan-lahan orang Bali melupakan purasebagai tempat sucinya, banten sebagaisarana beragamanya, lontar sebagai acuanberagamanya, dan kebudayaanya sebagaikekayaanya. Sebab secara fisik atau luarterlihat justru sampradaya Hare Krisna danSai Baba datang membawa budaya India,kebiasaan orang India sementara di Balisudah memiliki budaya dan kebiasaantersendiri. Hal inilah yang menyebabkanadanya pertentangan dan perbedaan persepsidi atara umat Hindu di Bali.

Perbedaan pandagan yangbermunculan tentu bukan tanpa alasan yangtepat sebab Bali sejak dahulu terkenal dengantradisi, dan kebudayaanya yang sangat kentaldan akibat hal ini Bali mengalami kemajuandi bidang pariwisata dan bidang spiritual.

FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN....(I Wayan Gata, 24-36)

Page 9: FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ...

32

Volume 2, No. 1, Juli 2018 ISSN : 2598-6848

Karena telah terlihat tingkat keyakinan dankecintaan terhadap agama dan budaya antaraorang Bali dengan orang keturuana atau sukudi luar Bali, orang Bali memiliki tingkat yangtinggi sehingga terkenal ke seluruhmancanegara.

Perbedaan pandagan yangbermunculan tentu bukan tanpa alasan yangtepat sebab Bali sejak dahulu terkenal dengantradisi, dan kebudayaanya yang sangat kentaldan akibat hal ini Bali mengalami kemajuandi bidang pariwisata dan bidang spiritual.Karena telah terlihat tingkat keyakinan dankecintaan terhadap agama dan budaya antaraorang Bali dengan orang keturuana atau sukudi luar Bali, orang Bali memiliki tingkat yangtinggi sehingga terkenal ke seluruhmancanegara. Perbedaan persepsi ini juga dikemukakan oleh Sundari menjelaskanbahwa:

Selain dari cara pemujaan yangberbeda dengan cara memuja umat Hindu diBali juga karena siapa yang dipuja menjadiperdebatan umat. Jika umat Hindu di Balimemuja Tuhan dalam bentuk Acintya atauyang t idak terpikirkan degan segalamanifestasinya atau dalam fungsinya dalambekerja menjalankan alam semesta dalambentuk dewa-dewa. Sehingga membangunbanyak pura sebagai stana para dewa dalamsegala fungsinya. Tetapi ajaran Sai justrumemuja manusia biasa yang terlahir di Indiayaitu Sai Baba yang dikenal sebagai guruspiritual dan menempatkan dewa Krisnasebagai Tuhan tertinggi dalam ajaran HareKrisna. Walau Baba di kenal sebagai guruyang sakti tetapi tidak seharusnya dipujamelebihi para dewa lainnya yang sudah pastiberada dalam kitab suci weda. Hal ini terlihatdari bentuk mandir di dalam altarpenempatan gambar atau patung Sai Babaukuranya lebih besar dari patung atau gambardewa-dewa lainnya. Serta penempatanyatepat berada di tengah-tengah di atara dewa-dewa lainnya. Sehingga timbul penafsiran

bahwa pemujaan yang utama adalah untukSai Baba dan dewa-dewa lainnya hanyadipuja sebagai sampingan saja. Hal inimenjadi keresahan di Bali karena konsep diBali menempatkan dewa Siwa sebagai dewatertinggi dan berada di tengah dalam konsepKemulan. Sehingga dengan persamaan itudianggap ajaran Baba adalah agama Baru.

Berangkat dari penjelasan informantersebut di atas secara jelas-jelas menyatakanadanya persepsi yang keliru di matamasyarakat Hindu di Bali. Masyarakat Baliyang beragama Hindu meperhatikan dariidealisme pemujaan yang didominasi dengansistem pringkat atau kedudukan para dewadengan manusia biasa. Bahwa hendaknyakedudukan dan etika pemujaan jugadiperhatikan bukan sekedar karena suka ataucinta terhadap salah satu yang ada. UmatHindu tidak melarang memuja manusia biasakarena telah mengenal sistem Aguron-gurontetapi system di Bali tidak sampai sejajardengan pemujaan terhadap para dewa apalagimelebihi kedudukan para dewa.

Umat Hindu di Bali dalam konsep TriMurti menempatkan Dewa Siwa sebagaidewa tertinggi tentu karena dewa tertinggidalam posisinya dan fungsinya di Baliditempatkan di tengah dan ukurannya selalulebih besar dari dewa lainnya. Sehingga ataspemikiran itu, melihat altar SSG atau ajaranBaba dengan menempatkan foto atau patungserta pemujaan berada di tengah diatara fotodewa lainya, ukuran yang lebih besar darifoto dewa lainnya dan pemujaanya selalumengutamakan nama Baba dari dewa lainnyamenyebabkan penafsiran bahwa adanyausaha untuk mengganti kedudukan dewatertinggi dalam agama Hindu di Bali.Sementara dalam konsep Weda nama SaiBaba tidak tercantum sebagai dewamelainkan sebagai manusia biasa, dan yangtepatnya hanya utusan Tuhan. Tentunyapernyataan ini membuktikan bahwa manusia

Page 10: FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ...

33

tetaplah manusia walau utusan Tuhansekalipun hendaknya jangan sampaidisejajarkan apalagi melebihi kedudukanpara dewa yang telah tertulis dalam kitab suciagama Hindu yaitu weda. Walau ajaran yangdisampaikan orang tersebut adalah ajaranagama Hindu tetap saja sebagai utusan Tuhanyang memiliki tempat yang khusus dalamagama Hindu.

Demikian juga masyarakat di dalamdesa Sidatapa mupun di luar desa Sidatapa,karena secara umum hanya alasan itulah yangmasih berat diterima oleh umat Hindu sejakawal datangnya ajaran Sai sampai sekarang.Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa parabhakta dan pengurus organisasi SSGI, SSGdan SDG memperhatikan pendapatmasyarakat ini bahwa hendakya dalam sistempemujaan yang terkait dengan tempatpemujaan agar menyatukan diri dengantempat pemujaan yang ada di Bali yaitu Pura,pakaian pemujaan juga menyesuaikan denganpakaian adat Bali, bahasa yang digunakanjuga menggunakan bahasa Bali, sarana yangdigunakan menggunakan sarana bantenwalau disederhanakan tidak menjadimasalah, sarana musik yang digunakanmenggunakan alat musik yang sudah ada diBali. Tentu maksudnya adalah agar tidakmembawa-bawa tradisi, kebiasaan, dan hasilbudaya Negara atau daerah lain dimana didaerah Bali sudah memiliki hal tersebut.

Hal ini bertujuan agar t idakmusnahnya bahasa, budaya, tradisi danbudaya yang sudah berabad-abad ada danmembantu Bali menjadi meningkat, warisannenek moyang. Dengan penghargaan initentunya dalam Weda juga diwacanakanbahwa masalah ritual atau cara pemujaanmenyesuaikan dengan budaya dimana agamaitu tumbuh. Demikian juga masalah etikapemujaan agar tidak menempatkan pribadiSai Baba sebagai pemujaan terpenting,tertinggi apalagi melebihi ukuran dan volumepemujaan dengan dewa-dewa lainnya yang

sudah pasti dan jelas tertuang dalam Weda.Hendaknya penempatan guru spiritual hanyasebagai penuntun mencapai Tuhan bukanmenempatkan guru sebagai Tuhan yangutama walau pada dasarnya dimana-mana adaTuhan.

Menurut analisis peneliti tentunyabukan saja kelompok Sampradaya HareKrisna dan Sai Baba yang mengerti ataumengalah terhadap budaya Bali melainkanadanya saling mengerti antara kedua belahpihak yaitu pihak umat Hindu Bali juga harusmemahami bahwa ajaran Krisna dan Babaadalah ajaran agama Hindu memperkuat lagikeyakinan umat Hindu dari arus derasnyaperubahan teologi dan ideologi agama yangmasuk. Tetapi umat Hindu Bali juga janganmenolak dan mengusirnya begitu sajamelainkan harus diakulturasikan deganbudaya dan ritual keagamaa yang sudah adasebab agama Hindu di Bali juga terbangunatas perpaduan beberapa sekta yang duluterpisah-pisah. Demikian adanya ajaran Babadatang tentu dapat masuk kedalam fahamSiwasiddhanta yang ada di Bali. Jika dapatkerakulturasikan keduanya tentu akanmemperkuat Sradha umat Hindu danmemperkaya budaya yang ada sehingga tidakmudah umat Hindu perpindah agama,melakukan perbuatan jahat dan panatikismeyang berlebihan. Karena saat ini sikappanatik berlebihan terhadap agama Hindusendiri atau orang Hindu sendiri tetapi sangatterbuka terhadap umat di luar Hindu sehinggamenyebabkan perpindahan agama.

2.4 Ketimpangan Sosial Religius pascaKemunculan Sampradaya

Melihat pada penampilan HareKrishna pakaian para anggota, nama,bhajana, perayaan, pemujaan, kitab suci,ziarah, bentuk bangunan temple dan lain-lain secara semuanya beradat India ataukebiasaan orang-orang di India. Sedangkan

FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN....(I Wayan Gata, 24-36)

Page 11: FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ...

34

Volume 2, No. 1, Juli 2018 ISSN : 2598-6848

apa dan bagaimana budaya dan tradisi, caraberritual dimasing-masing daerah tidakdiperhatikan sehingga dengan masuknyatradisi dan budaya samradaya Hare Krisnapasti orang tersebut meninggalkankebudayaan sebelumnya. Hal ini terlihat daricaranya berpakian sudah tidak berpakaianadat Bali, tidak menggunakan bahasa Balimelainkan sudah berbahasa India danIndonesia. Tempat pemujaannya sudahberbentuk mandir seperti di India dan bahkanada beberapa oknum Bhakta Krisna tidak lagisembahyang di pura atau di Merajandirumahnya dan sibuk atau aktif di dalamkamar sucinya seperti tardisi India.Keberadaan ajaran ini mengubah seseorangyang dahulunya mencintai budaya, tradisi dannilai-nilai lokal menjadi meninggalkansemua itu dan justru memberikan komentarpedas kepada umat Hindu lainnya yangberada di luar ajaran Hare Krisna.Ketimpangan sosial yang muncul itu padaawal masuknya sampradaya Hare Krisna didesa Sidatapa, karena proses informasi yangdiberikan oleh bhakta Hare Krisna terkesandipaksanakan sehingga sistempenerimaannya menjadi tidak sempurna dancenderung melakukan penolakan.

Tentu dalam proses menjalankan visidan misi ajaran Sai ini ada bhakat danmasyarakat yang belum memahami tujuan inidan bahkan bert indak tanpa adanyapendalaman secara jasmani dan rohamisehingga menimbulkan ketimpangan sosialdalam masyarakat. Kontoversi ini tentunhyaada yang setuju dengan kebradaan ajaran Saiada yang t idak setuju yang semuanyamemiliki alasan yang mendasar danpembenaran masing-masing. Sepertidisampaikan tokoh masyarakat di desaSidatapa Putu Gede menjelaskan bahwa:

Masyarakat sebenarnya sudahmemahami bahwa ajaran Sai Babaadalah ajaran agama Hindu tetapimengapa para penganutnya justru tidak

melakukan akulturasi degan budayasetempat dan justru berbudaya sepertiorang India baik dari segi pakaiannya,tempat sucinya, dan segala aktivitasnya.Tetapi sebaliknya juga masyarakat umumjuga menolak jika kelompok sampradayaSai Baba pergi ke pura untuk melakukanBhajan. Tentunya ini adalah kesalahankedua belah pihak yang tidak mehamaipersamaan dan perbedaanya sehinggasempat terjadi perpisahan sistempemujaan kepada Tuhan yangsebenarnya Tuhan yang dipuja bernama,berwajah, bersumber dari kitab suci yangsama. Tetapi i tu ter jadi diawalperkembangan ajaran ini sedangkansekarang sudah mulai diterima parabhkata Sai untuk pergi kepurasembahyang dan bahkan dulu sempat adaAgni Hotra di Pura Desa Desa Sidatapa.

Memperhatikan penjelasan informantersebut bahwa pada awalnya memamgketimpangan sosial sangat terlihat dalamaktivitas masyarakat di desa Sidatapa darikeberadaan ajaran Sai ini. hal tersebutdikarenakan dari kelompok ajaran Saimempertahankan budaya dan tradisi dariIndia sedangkan kelompok masyarakatumum juga mempertahankan tradisi danbudaya yang sudah ada. Kontraversi initentunya berdampak adanya perpecahanditengah-tengah masyarakat yang sebenarnyakeduanya dapat dipersatukan melaluiakulturasi budaya dan tradisi sehingga lebihmemperkuat umat yang ada di Desa Sidatapa.

Sehingga berdasarkan penjelasanpanjang tersebut dapat dipahami kontroversiyang terjadi ditengah-tengah masyarakat didesa Sidatapa dari keberadaan ajaran SaiBaba adalah dari bentuk budaya yangdianutnya, tradisi dan ritual atau upacarayajna yang terlihat berbeda walau padadasarnya memiliki tujuan dan niat yang sama.Keduanya belum mampu memahamibagaimana caranya memadukan keduanya

Page 12: FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ...

35

FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN....(I Wayan Gata, 24-36)

baik budaya ajaran Sai Baba dengan budayadi desa Bali Aga yang melaksanakan tradisiBali Aga dan upacara Yajna yang bersumberdari tradisi Bali kuna. Sampradaya Sai Babasaat ini tidak begitu mendapatkan kontroversikearah yang negatif karena segala aktivitaspara penganutnya sudah mengarah padaakulturasi keduanya yaitu dalam upacaraBhajan selalu menyertakan batan, kidungsuci lokal, dan sebagainya. Selain itu segalaaktivitas ritual keagaman baik adat istiadatpara Bhakta selalu ikut serta.

Aktivitas ini bertujuan adalahmenghilangkan kesan bahwa ajaran Sai Babamembawa ajaran agama baru, ajaran yangakan menghilangkan jati diri desa Bali Aga,menghilangkan tradisi, budaya dan nilai-nilailuhur yang sudah ada. Melainkan aktivitasini adalah untuk menyadarkan masyarakatdengan memberikan edukasi bahwa ajaranSai Baba mencintai budaya dan tradisi sertanilai-nilai yang sudah ada dengan caramelaksanakan, menghayati, memberikankritik untuk kearah yang lebih baik. Sebabgenerasi muda mendatang menjalankantradisi dan budaya serta nilai-nilai yang sudahada tidak diraksana memberatkan danmenyusahkan, yang tentunya akanmenyebabkan adanya konversi agama.

III. PENUTUPKehidupan sosial masyarakat

sampradaya Hare Krisna dan Sai Babateridikasi sebagai berikut: (1) sampradayaHare Krisna sikap dan aktivitasnya dimanapenganut ajaran Krisna hidupnya asketik(hidup sangat sederhana, seperti pertapa)mengutamakan pelayanan dan menjunjungtinggi konsep Ahimsa. Selanjutnya ajaranyang ditekankan adalah ajaran Jnana Yogadan Karma Yoga, pengekangan diri danpengucapan japa Mahamantra HareKrishna Hare Rama, para bhakta akanmenikmati kesadaran Krishna dalam hidupini (Jiwanmukti). Para bhakta laki-laki

memakai jubah putih atau kuning-jinggabhakta wanita mengenakan sari warna-warni, menari dan bernyanyi denganiringan musik tradisional India. (2)Sampradaya Sai Baba sejarahnya berawal dibawah dari SSG di Busungbiu tahun 1995oleh Jero Reken dan resmi diterima padatahun 1998 oleh masyarakat di desa Sidatapadan memiliki Mandir yang permanen. AjaranSai Baba berpedoman pada AD&ART, 9pedoman prilaku dan 10 prinsip hidupbermasyarakat, berdsasarkan ajaran pancapilar (Satya, Santhi, Dharma, Prema danAhimsa). Sampradaya Sai Baba memilikisistem organisasi dari organisasi berpusat diJakarta, Provinsi, Kabupaten sampai padadesa.

Bentuk Upacara Yajna sampradayaHare Krisna dan Sai Baba yaitu : (1) Bentukupacara yajna Hare Krisna yaitu denganmelakukan upacara Bhajan setiap hari kamisdan juga setiap hari denganmempersembahkan buah-buhan, bungga danair serta kue. Bhakta mengalungkan bungapada patung dewa Krisna dan dewa Wisnudengan melakukan pujian kepada dewa Ramadan Krisna berulang kali dalam bentuk japa.Pakaian yang digunakan berbentuk pakaianorang India dimana yang laki-lakiberpenampilan dengan rambut kepaladicukur sangat pendek dan dibagian belakangdisisakan sedikit rambut. Sampradaya inimenekankan 9 (Sembilan) proses bhakti yaitu: sravanam, kirtanam, smaranam, padasewanam,arcanam, vandanam, dasyam,sakhyam dan atma nivedanam. (2) Bentukupacara yajna samrpadaya Sai Baba yaitudengan sistem Bhajan pada setiap malamKamis dan Sabtu di Mandir yang berada diJalan Pendem yang diawali dengan pujiankepada semua dewa kemudian melantunkankidung yajna, pemberian tirta dan wibukti,pemberian dharmawacana. Sarana yangdigunakan menggunakan banten sepertibiasa, canang sari, buah-buahan, bungga.

Page 13: FILOSOFIS SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ...

36

Volume 2, No. 1, Juli 2018 ISSN : 2598-6848

Alat musik yang digunakan seperti alat musikIndia, pakaian yang diguanakan bebas rapidan pakain adat Bali.

Secara filosofis riual SampradayaHare Krisna, Sai Baba dan ritual masyarakatSidatapa memiliki persamaan yakniberangkat dari panca pilar (Satya, Santhi,Dharma, Prema dan Ahimsa.

DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. 2003. Pola PendidikanBudhi pekerti di Indonesia .Yogyakarta: Gajah Mada Universitas.Press

Iskandar, 2009. Metode PendidikanKualitatif. Jakarta: Gaung Persada (GPPress)

Titib. I Made. 2003. Pendidikan Budhi Pekertidalam Keluarga Hindu. SurabayaA:Paramita.

Titib, Made. 1994. Pengertian Pura danBangunan Suci di Bali. SenpasarYayasan Panti Asuhan Dharma Jati.

Titib, I Made. 2007. Theologi dan Simbol-simbol dalam Ajaran Hindu. Surabaya: Paramita.

Widian, Made Arta. 2006. “FenomanaSampradaya dalam Dinamika AgamaHindu di Bali”. UGM Yogyakarta:Teisis tidak Diterbitkan.

Wibawa, Gede. 2002. Akar MenurunnyaMorali tas Menuju MasyarakatSattwika. Surabaya: Paramita.

Wiana, Ketut. 1997. Sembahyang MenurutHindu. Denpasar Yayasan DharmaNaradha.