LAPORAN DISKUSI KELOMPOKBLOK 13 KELAINAN THORAX MODUL II :
SESAK
Disusun oleh : Kelompok IIIRizkia Mulyasari (0808015004)Febry
Prayugo (0808015030)Dian Rahmat Syafardi(0808015061)Stefanni
Angel(0808015044)Sri Wahyuni (0808015036) Hendry Purwanto
(0808015041)M. Farlyzhar Yusuf(0808015016)Fitriana Mustika
Wardhani(0808015050)Wahyuni Balisa (0808015048) Tutor : dr. Rahmat
Bahtiar, MPPMFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDAKATA
PENGANTARPuji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena
atas rahmat dan hidayah-Nya lah makalah Modul II Kelainan Thorax
dengan judul skenario Sesak ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai
hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami.Kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini, antara lain :1. dr. Rahmat Bahtiar,
MPPM selaku tutor yang telah membimbing kami dalam melaksanakan
diskusi kelompok kecil (DKK).2. Teman-teman kelompok III yang telah
mencurahkan pikiran dan tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil
(DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan
makalah hasil diskusi kelompok kecil (DKK) kelompok III.3.
Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
angkatan 2008 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan
satu pe rsatu.Akhirnya, seperti pepatah mengatakan tiada gading
yang tak retak, tentunya makalah ini sangat jauh dari sempurna.Oleh
karena itu, saran serta kritik yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi makalah hasil
diskusi kelompok kecil (DKK) ini.
Samarinda, 3 September 2010 Penyusun,
Kelompok III
DAFTAR ISI
Halaman judul......1Kata
pengantar.................................................................................................................................2Daftar
isi..........................................................................................................................................3BAB.I
PENDAHULUANLatarBelakang...............................................4Tujuan
......................................................5BAB.IIISIStep
1...6Step 2........6Step 3................................7Step
4..............................10Step 5..........11Step
6.........11Step
7..............................12BAB.IIIPENUTUPKesimpulan.Saran
..Daftar pustaka....
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANGPenyakit obstruksi saluran napas dewasa ini
menjadi perhatian di bidang kedokteran. Karena semakin tingginya
prevelansi penderita obstruksi saluran napas karena meningkatnya
kecenderungan masyarakat Indonesia yang merokok. Penyakit obstruksi
paru perlu konsentrasi khusus agar dengan pemahaman yang tepat
tentang penyakit dan penatalaksanaannya mencegah kita untuk
menyelematkan jiwa pasien. Angka kematian bisa diturunkan dengan
penatalaksanaan yang tepat.Pada modul 2 Blok 13 ini akan dibahas
mengenai Penyakit Paru Obstruksi Kronis dan Asma Bronkial. Asma
bronkial penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible
dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu. Penyakit ini memiliki ciri meningkatnya respon bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara
spontan maupun hasil dari pengobatan.Dan Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (disingkat PPOK, atau singkatan bahasa Inggris COLD, COPD,
CAO, CNSLD, CARA) dimaksudkan pada sekelompok penyakit paru menahun
yang mengakibatkan obstruksi jalan nafas yang bersifat irreversibel
oleh penyebab (etiologi) yang tidak diketahui pasti . Hambatan
udara biasanya progresif dan ada hubungannya dengan respon
inflamasi abnormal paru terhadap noxius dan gas. Termasuk dalam
kelompok ini : Bronkitis kronik, Emfisema, Bronkiektasis. Disini
akan dibahas satu persatu secara detail dan mendalam sesuai dengan
kapasitas yang bisa kami usahakan semaksimal mungkin dengan harapan
dapat membantu pembaca memahami lebih dalam mengenai kedua hal di
atas.
B. TUJUANKami mampu mengetahui, mengidentifikasi dan memahami
definisi, etiologi, mekanisme, diagnosis, diagnosis banding,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari :1. Asma bronkiale
(Reaksi Hipersensitivitas I)2. Penyakit Obtruksi Paru Kronis
(PPOK)a. Emfisemab. Bronkitis kronis
BAB IIISII. Terminologi Asinga. Wheezing:suara pernapasan
abnormal ,bernada tinggi dimana terdengar bunyi ekspirasi yang
semakin memanjang disebabkan oleh bronko spasme, oedema, kurangnya
elastisitas saluran pernapasan, dan biasanya terdengar saat
ekspirasi. Bernada tinggi. Disebut juga sibilant atau mengi.b.
Ronki:suara nafas yang terdengar saat inspirasi (seperti gesekan)
akibat adanya sumbtan seperti cairan didalam bronkus. Ronki basah
dibagi menjadi halus, sedang, dan kasar. Suara ronki kering dibagi
menjadi suara ronki kering tinggi (wheezing) dan rendah).c. Tear
drops:gambaran Foto rontgen jantung dimana jantung terlihat lebih
ramping dan memanjang akibat terisinya udara dari paru yang
mengakibatkan peningkatan volume paru, penurunan diafragma dan
ditemui pada penyakit emfisema.d. Emfisema:suatu kelainan anatomi
paru yang ditandai dengan melebarnya bagian distal bronkus
terminalis yang disertai destruksi dinding alveolus,bersifat
ireversible.
II. Identifikasi Masalah1. Mengapa Pak Dori mengalami batuk
kering disertai dengan sesak ?2. Bagaimana kaitan antara kebiasaan
merokok dengan keluhan batuk,sesak yang dialami oleh Pak Dori ?3.
Apa yang menyebabkan batuk Pak Dori sering kambuh sejak 3 tahun
terakhir ?4. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit
sebelumnnya (sering timbul sesak dan batuk bila ada debu/udara
dingin) dengan penyakit sekarang ?5. Bagaimana kemungkinan diagnose
penyakit Pak Dori ?6. Apa pertolongan pertama yang diberikan pada
kasus Pak Dori saat tiba di UGD ?7. Bagaimana penatalaksanaan pada
kasus Pak Dori ?
III. Brainstorming1. Batuk yang dialami Pak Dori merupakan salah
satu mekanisme pertahanan bagi tubuh untuk mengeluarkan benda asing
pada saluran pernapasan,. Batuk kering terjadi karena saluran
pernapasan bereaksi terhadap adanya benda asing dalam saluran
pernapasan, berusaha untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Sedangkan sesak napas terjadi karena adanya penyempitan pada
saluran pernapasan, baik oleh karena bronkonstriksi atau karena
adanya benda asing dalam saluran pernapasan.2. Hubungannya merokok
dengan sesak napasAdanya keseimbangan antara enzim protein elastase
dan anti elastase. Dengan merokok, terjadi ketidakseimbangan.
Dimana enzim elastase diproduksi berlebihan oleh eosinofil dan
makrofag. Enzim elastase berfungsi menguraikan elastin dari sel
otot polos paru sehingga elastisitas menurun. Recoil paru
berkurang.Pada merokok, terjadi pemaparan asap di paru. Terjadi
perangsangan dari kelenjar mukus. Sel goblet mengalami iritasi dan
terjadi hipertrofi dan hipersekresi mukus.Hubungannya merokok
dengan batuk Adanya rangsangan benda asing berupa nikotin,
nitrioxide, partikel-partikel berbahaya lainnya Penumpukan mukus
pada saluran napas Tekanan intrapulmoner meningkat akibat sumbatan
saluran napas (perlu diingat kembali mekanisme batuk) Asap rokok
mengganggu kerja dari silia dan menyebabkan hyperplasia dari sel
goblet Keduanya menyebabkan batukHubungannya Sesak napas dengan
pekerjaanPerlu diingat kembali reaksi hipersensitivitas I yang
mengakibatkan asma. Debu masuk ke dalam saluran napas (antigen)
terbentuk IgE spesifik saat terpapar untuk kedua kali antigen
berikatan dengan sel mast IgE teraktivasi IgE spesifik akan
bereaksi memicu mediator-mediator inflamasi dan sel-sel lainnya
bronkospasme meningkatnya permeabilitas kapiler hipersekresi mukus
sumbatan saluran napas sesak. Keadaan ini diperparah dengan
kebiasaan merokok.Hubungan dengan Usia Sistem imun yang berkurang
Penurunan fungsi organ (elastisitas berkurang) Paparan benda asing
lama (rokok dan debu)
Gambaran radiologi: Peningkatan udara di paru Hiperlusen pada
paru Diafragma menurun Sinus costa frenikus datar Corakan paru
lebih jelas
Hubungannya dengan tear drops adalah terjadi hipertensi pulmoner
hipertrofi ventrikel kanan. Selain itu dipicu oleh udara sisa di
paru atau volume residu meningkat. Sehingga terjadi perbesaran paru
yang mendesak jantung.3. Pak Dori kemungkinan menderita Penyakit
Paru Obstruktif Kronik,dimana penyakit ini berjalan progresif
ditambah berat dengan factor usia yang semakin tua sehingga terjadi
penurunan imunitas dan lingkungan bekerja yang memiliki nilai
ambang batas polusi debu tinggi.4. Penyakit dahulu yang dialami
oleh Pak Dori adalah penyakit asma yang melibatkan reaksi
hipersensitivitas type 1 : dimana apabila terdapat allergen yang
masuk kedalam tubuh,kemudian diidentifikasi oleh antigen presenting
cell (APC) yang mengaktifkan sel T kemudian mengaktivasi
pengeluaran sitokin, yang memicu reseptor Ig E mengeluarkan Ig
E,terdapat pula antigen spesifik yang dapat menimbulkan inflamasi
dan hipreaktivits bronkus, melalui mekanisme IgE independen. Reaksi
radang yang diperankan oleh IgE adalah hasil aktivasi sel mast,
basofil, dan platelet. Beberapa mediator yang dilepaskan oleh sel
mast dan makrofag bersifat menarik sel radang lain seperti
eosinofil dan sel-sel radang lain tersebut juga melepaskan mediator
baru.5. Kemungkinan penyakit yang diderita oleh Pak Dori antara
lain:a. Asma (Wheezing), riwayat alergi sebelumnyab. Emfisema
(bentukan tear drop appearance pada photo thorax, ICS melebar)c.
Bronkitis Kronis6. Penanganan pertama di UGD yaitu pemberian
bronkodilator (aminofilin, salbutamol), pemberian Oksigen, serta
bila perlu penggunaan kortikosteroid.7. Penatalaksanaan pada kasus
Pak Dori, antara lain : bronkodilator,oksigen,antiinflamasi serta
perbaikan kondisi tubuh (seperti pemberian nutrisi).
IV. STRUKTURISASI
IREVERSIBELPPOKPENATALAKSANAANREVERSIBELASMAPENATALAKSANAANALERGIPENYEMPITAN
SALURAN NAPASDESTRUKSI SALURAN NAPASREAKSI INFLAMASIPAPARAN
V. LEARNING OBJECTIVE1. Mengetahui penyakit paru obstruktif
menahun (etiologi, patogenesa, gejala klinis, diagnosis banding,
penatalaksanaan serta komplikasi dari :a. Emfisemab. Bronkitis
Kronis2. Mengetahui penyakit asma (etiologi, patogenesa, gejala
klinis, diagnosis banding, penatalaksanaan) 3. Mengetahui perbedaan
antara penyakit paru obstruktif menahun dan asma
VI. BELAJAR MANDIRI
VII. SINTESISPenyakit Paru Obstruktif Kronik
Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK
merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran
udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel.
Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya
inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang
terjadiDefinisiCOPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan
penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala
ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat
keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik
ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran
napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif,
biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh
pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan
sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab
utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel
gas berbahaya.3PrevalensiDi Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di
instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan
perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000.
Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat
setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti serebro vascular.
Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per
tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi
PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering
peringkatnya akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan
sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke
tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun
1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam.
Merok merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping
faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan
lain-lainnya.2EtiologiSetiap orang dapat terpapar dengan berbagai
macam jenis yang berbeda dari partikel yang terinhalasi selama
hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita mengambil
kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang
berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran
pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan
komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan
hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari partikel yang
terinhalasi oleh individu tersebut.1Asap rokok merupakan
satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor
penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai
adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor
sirkulasi utama dari protease serin.3Faktor resiko COPD bergantung
pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif yang
terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :4Asap rokokPerokok
aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih
tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita
COPD bergantung pada dosis merokoknya, seperti umur orang tersebut
mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama
orang tersebut merokok.Enviromental tobacco smoke (ETS) atau
perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan
COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut
terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru terbakar.Merokok
selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada
janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan
perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat
mengganggu sistem imun dari janin tersebut. Polusi tempat kerja
(bahan kimia, zat iritan, gas beracun) Indoor Air Pollution atau
polusi di dalam ruanganHampir 3 milyar orang di seluruh dunia
menggunakan batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass
lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk
kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP memiliki tanggung
jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti
gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta
wanita dan anak-anak setiap tahunnya. Polusi di luar ruangan,
seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan. Infeksi
saluran nafas berulang Jenis kelamin Dahulu, COPD lebih sering
dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu, lebih
banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini
prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan
oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian
mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD
dibandingkan perokok pria. Status sosio ekonomi dan status nutrisi
Asma Usia
Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan
PatogenesisSeperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor
resiko utama dari COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen asap
rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia
ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan
dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan.
Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat
dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan.4Komponen-komponen asap rokok tersebut
juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru.
Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas
saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.
Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi
normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif
setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil
pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps.4Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada
pasien COPD, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen
saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran
nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan
parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang
terjadi pada penderita asma.5KlasifikasiBerdasarkan Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi
atas 4 derajat :41. Derajat I: COPD ringan Dengan atau tanpa gejala
klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan
(VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini,
orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya
abnormal.2. Derajat II: COPD sedang Semakin memburuknya hambatan
aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%),
disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini
pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas
yang dialaminya.3. Derajat III: COPD berat Ditandai dengan
keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 /
KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang
semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang
berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.4. Derajat IV:
COPD sangat berat Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat
(VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50%
prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal
jantung kanan.DiagnosaPenderita COPD akan datang ke dokter dan
mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif,
faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat tanpa keluhan atau
gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :11. AnamnesisAnamnesis
riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya,
riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS
sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas,
dll.2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya : Pernafasan pursed lips
Takipnea Dada emfisematous atu barrel chest Tampilan fisik pink
puffer atau blue bloater Pelebaran sela iga Hipertropi otot bantu
nafas Bunyi nafas vesikuler melemah Ekspirasi memanjang Ronki
kering atau wheezing Bunyi jantung jauhPemeriksaan Lanjutan1.
Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:
Hiperinflasi Hiperlusen Diafragma mendatar Corakan bronkovaskuler
meningkat Bulla Jantung pendulum
2. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :
VEP1 < KVP < 70% Uji bronkodilator (saat diagnosis
ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator < 80% prediksi
1. Uji Coba kortikosteroid2. Analisis gas darah. Semua pasien
dengan VEP1 < 40% prediksi. Secara klinis diperkirakan gagal
nafas atau payah jantung kananDiagnosa BandingCOPD didiagnosa
banding dengan 1. Asma Bronkial2. Gagal jantung kongestif3.
Bronkiektasis4. TuberkulosisPenatalaksanaanAdapun tujuan dari
penatalaksanaan COPD ini adalah :1 Mencegah progesifitas penyakit
Mengurangi gejala Meningkatkan toleransi latihan Mencegah dan
mengobati komplikasi Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
Mencegah atau meminimalkan efek samping obat Memperbaiki dan
mencegah penurunan faal paru Meningkatkan kualitas hidup penderita
Menurunkan angka kematianProgram berhenti merokok sebaiknya
dimasukkan sebagai salah satu tujuan selama tatalaksana
COPD.5Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program
tatalaksana, yaitu :1
Evaluasi dan monitor penyakit PPOK merupakan penyakit yang
progresif, artinya fungsi paru akan menurun seiring berjalannya
waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat penting
dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus
dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru. Riwayat penyakit
yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang telah
di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit
: Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan Riwayat
timbulnya gejala atau penyakit Riwayat keluarga PPOK atau penyakit
paru lain, misalnya asma, tb paru Riwayat eksaserbasi atau
perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru kronik lainnya
Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau
penyakit-penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas
Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK
Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan
aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan
depresi / cemas Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama
berhenti merokok Dukungan dari keluarga
Menurunkan faktor resikoBerhenti merokok merupakan satu-satunya
intervensi yang paling efektif dalam mengurangi resiko
berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas penyakit.
Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5 A :1. Ask
(Tanyakan)Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok
pada setiap kunjungan2. Advise (Nasehati)Memberikan dorongan kuat
untuk semua perokok untuk berhenti merokok3. Assess
(Nilai)Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok4. Assist
(Bantu)Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan
konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi5.
Arrange (Atur)Jadwal kontak lebih lanjutTatalaksana PPOK
stabilTerapi Farmakologisa. Bronkodilator Secara inhalasi (MDI),
kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau Rutin (bila gejala
menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten) 3 golongan
: Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin,
formoterol, salmeterol Antikolinergik: ipratropium bromid,
oksitroprium bromid Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila
kombinasi -2 dan steroid belum memuaskan Dianjurkan bronkodilator
kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapia.
Steroid PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid PPOK dengan
VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV) Eksaserbasi akutb.
Obat-obat tambahan lain Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) :
ambroksol, karbosistein, gliserol iodida Antioksidan :
N-Asetil-sistein Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator):
tidak rutin Antitusif : tidak rutin Vaksinasi : influenza,
pneumokokusTerapi Non-Farmakologis a. Rehabilitasi : latihan fisik,
latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososialb.
Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK
derajat IV, AGD= PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau
tanpa hiperkapnia PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai
hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal jantung,
polisitemia Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian
oksigen harus dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK
terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi
kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal
berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien
terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah
arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang
relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif
melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan
untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya
memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi
terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas
hidup. Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan
oksigen pada pasien PPOK.c. Nutrisid. Pembedahan: pada PPOK berat,
(bila dapat memperbaiki fungs paru atau gerakan mekanik paru)
Penatalaksanaan menurut derajat
PPOKDERAJATKARAKTERISTIKREKOMENDASI PENGOBATAN
Semua derajat Hindari faktor pencetus Vaksinasi influenza
Derajat I (PPOK Ringan)VEP1 / KVP < 70 %VEP1 80% Prediksia.
Bronkodilator kerja singkat (SABA, antikolinergik kerja pendek)
bila perlub. Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharaan
Derajat II(PPOK sedang)VEP1 / KVP < 70 %50% VEP1 80% Prediksi
dengan atau tanpa gejala1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaanb. LABAc.
Simptomatik2. RehabilitasiKortikosteroid inhalasi bila uji steroid
positif
Derajat III(PPOK Berat)VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 50%
prediksiDengan atau tanpa gejala1. Pengobatan reguler dengan 1 atau
lebih bronkodilator: a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharaanb. LABAc. Simptomatik2. RehabilitasiKortikosteroid
inhalasi bila uji steroid positif atau eksaserbasi berulang
Derajat IV(PPOK sangat berat)VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30%
prediksi atau gagal nafas atau gagal jantung kanan1. Pengobatan
reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator: a. Antikolinergik kerja
lama sebagai terapi pemeliharaanb. LABAc. Pengobatan komplikasid.
Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau
eksaserbasi berulang 1. Rehabilitasi2. Terapi oksigen jangka
panjang bila gagal nafaspertimbangkan terapi bedah
Tatalaksana PPOK eksaserbasi Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi
akut di rujmah : bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6
kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14
ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk
S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis). Terapi eksaserbasi akut
di rumah sakit: Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau
venturi mask Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis &
frekwensi ditingkatkan) + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut
berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam) Steroid: prednisolon 30-40 mg
PO selama 10-14 hari. Steroid intravena: pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.
Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik Indikasi rawat inap
: Eksaserbasi sedang dan berat Terdapat komplikasi Infeksi saluran
napas berat Gagal napas akut pada gagal napas kronik Gagal jantung
kanan Indikasi rawat ICU : Sesak berat setelah penanganan adekuat
di ruang gawat darurat atau ruang rawat. Kesadaran menurun,
letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi Setelah pemberian
oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 > 50 mmHg
memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non
invasif)Prognosatergantung dari stage / derajat, penyakit paru
komorbid, penyakit komorbid lain.6KomplikasiGagal nafas, kor
pulmonal, septikemia
ASMA BRONKIALPengertianAsma bronkial adalah penyakit jalan nafas
obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon
secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.Asma bronkial adalah
suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara
spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic
Society).EtiologiSampai saat ini etiologi dari asma bronkial belum
diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang paling
disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas
saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta
adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Gambar 1 : tipe asma
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu:1. Ekstrinsik (alergik)Ditandai dengan reaksi
alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan
dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh
karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.2.
Intrinsik (non alergik)Ditandai dengan adanya reaksi non alergi
yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini
menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan
dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.3. Asma gabunganBentuk asma
yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik. Ada beberapa hal yang merupakan faktor
predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkial.1.
Faktor predisposisiGenetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat
alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya
yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial
jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. 2.Faktor
presipitasia.Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu : Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi) Ingestan,
yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan) Kontaktan, yang
masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam
tangan)b.Perubahan cuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang
dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk
bunga dan debu.c. StressStress/gangguan emosi dapat menjadi
pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan
asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.d.
Lingkungan kerjaMempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang beratSebagian besar
penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.PatofisiologiAsma
ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel
mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat
dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen
bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin.
Gambar 2. mekanisme asmaEfek gabungan dari semua faktor-faktor
ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil
maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran
napas menjadi sangat meningkat.
Gambar 3. Penyempitan saluran nafasPada asma, diameter
bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi
paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.KlasifikasiDerajat GejalaGejala malamFaal
paru
IntermitenGejala kurang dari 1x/mingguAsimtomatikKurang dari 2
kali dalam sebulanAPE > 80%
Mild persistan-Gejala lebih dari 1x/minggu tapi kurang dari
1x/hari-Serangan dapat menganggu Aktivitas dan tidurLebih dari 2
kali dalam sebulanAPE >80%
Moderate persistan-Setiap hari, -serangan 2 kali/seminggu, bisa
berahari-hari.-menggunakan obat setiap hari-Aktivitas & tidur
tergangguLebih 1 kali dalam semingguAPE 60-80%
Severe persistan- gejala Kontinyu-Aktivitas terbatas-sering
seranganSeringAPE 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa
batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan
kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan
tanda-tanda kor pumonal.2. Emfisema paruSesak merupakan gejala
utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya.
Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya
tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat
melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti
tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara
vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya
hiperinflasi.3. Gagal jantung kiriGejala gagal jantung yang sering
terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu.
Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi
sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.4. Emboli paruHal-hal
yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan
tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk
disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan
pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal
jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan
hipertensi.Diagnosis asma bronkial1. Anamnesaa.Keluhan sesak nafas,
mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak
kunjung sembuh, atau batuk malam hari.b.Semua keluhan biasanya
bersifat episodik dan reversible.c.Mungkin ada riwayat keluarga
dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang
lain.2.Pemeriksaan Fisika.Keadaan umum : penderita tampak sesak
nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi
duduk.b.Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.c.Paru :
Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke
bawah. Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi
memanjang. Perkusi : hipersonor Palpasi : Vokal Fremitus
kanan=kiri3.Pemeriksaan laboratorium a.Darah rutin didapat
peningkatan eosinofil dan IgEb.Sputum didapat adanya eosinofil,
spiral crushman, kristal charcot Leyden.c.Foto toraks dapat normal
diluar serangan, hiperinflasi saat serangan, adanya penyakit
laind.Faal paru (spirometri /peak flow meter) menilai berat
obstruksi, reversibilitas, variabilitase.Uji provokasi bronkus
untuk membantu diagnosisStatus Asmatikus adalah keadaan darurat
medik paru berupa serangan asma yang berat atau bertambah berat
yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim
diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan
yang sifatnya hanya singkat, dengan waktu pengamatan antara satu
sampai dua jam.Gambaran klinis status asmatikus Penderita tampak
sakit berat dan sianosis. Sesak nafas, bicara terputus-putus.
Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab
penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat. Pada keadaan awal
kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun
dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian
jatuh ke dalam koma.Penatalaksanaan1.Tujuan pengobatan
asmaa.Menghilangkan & mengendalikan gejala asmab.Mencegah
eksaserbasi akutc.Meningkatkan & mempertahankan faal paru
optimald.Mengupayakan aktivitas normal (exercise)e.Menghindari
ESOf.Mencegah airflow limitation irreversibleg.Mencegah
kematian2.Terapi awala.Pasang Oksigen 2-4 liter/menit dan pasang
infuse RL atau D5.b.Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin
10 mg) inhalasi dan pemberian dapat diulang dalam 1
jam.c.Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah
menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya cukup diberikan
setengah dosis. d.Anti inflamasi (kortikosteroid) menghambat
inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi profilaksis
e.Ekspektoran adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di
dalam saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma,
oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan, misalnya dengan
obat batuk hitam (OBH), obat batuk putih (OBP), gliseril guaiakolat
(GG)f.Antibiotik hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau
disertai oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai
dengan suhu yang meninggi.
Antibiotika yang efektif adalah :1.Pengobatan berdasarkan saat
serangan :a.Reliever/Pelega:Gol. Adrenergik: Adrenalin/epinephrine
1 : 1000 ? 0,3 cc/sc Ephedrine: oral
Short Acting beta 2-agonis (SABA) Salbutamol (Ventolin): oral,
injeksi, inhalasi Terbutaline (Bricasma): oral, injeksi, inhalasi
Fenoterol (Berotec): inhalasi Procaterol (Meptin): oral, inhalasi
Orciprenaline (Alupent): oral, inhalasi Gol. Methylxantine:
Aminophylline: oral, injeksi Theophylline: oral Gol.
Antikolinergik: Atropin: injeksi pratropium bromide: inhalasi Gol.
Steroid: Methylprednisolone: oral, injeksi Dexamethasone: oral,
injeksi Beclomethasone (Beclomet): inhalasi Budesonide (Pulmicort):
inhalasi Fluticasone (Flixotide): inhalasib.Controller/Pengontrol:
Gol. Adrenergik Long-acting beta 2-agonis (LABA) Salmeterol &
Formoterol (inhalasi) Gol. Methylxantine: Theophylline Slow Release
Gol. Steroid: inh., oral, inj. Leukotriene Modifiers: Zafirlukast
Cromolyne sodium: inhalasi Kombinasi LABA & Steroid:
inhalasi
2. Terapi serangan asma akutBerat ringannya
seranganTerapilokasi
RinganTerbaik : Agonis beta 2 inhalasi diulang setia 1
jamAlternatif : agonis beta 2 oral 3 X 2 mgDi rumah
SedangTerbaik : oksigen 2-4 liter/menit dan agonis beta 2
inhalasiAlternatif :agonis beta 2 IM/adrenalin subkutan. Aminofilin
5-6mg/kgbb- puskesmas- klinik rawat jalan- IGD-praktek dokter
umum-rawat inap jika tidak ada respons dalam 4 jam.
BeratTerbaik :-Oksigen 2-4 liter/menit-agonis beta 2 nebulasi
diulang s/d 3 kali dalam 1 jam pertama-aminofilin IV dan
infuse-steroid IV diulang tiap 8 jam- IGD- Rawat inap apabila dalam
3 jam belum ada perbaikan-pertimbangkan masuk ICU jika keadaan
memburuk progresif.
Mengancam jiwaTerbaik-lanjutkan terapi sebelumnya-pertimbangkan
intubasi dan ventilasi mekanikICU
3.Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuka.
meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola
penyakit asma sendiri)b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam
penanganan asma sendiri/asma mandiri) c. membantu pasien agar dapat
melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma 4. Pencegahana.
Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasib. Menghindari
kelelahanc. Menghindari stress psikisd. Mencegah/mengobati ISPA
sedini mungkine. Olahraga renang, senam asmaKomplikasi 1.
Pneumotoraks2. Pneumodiastinum dan emfisema subcutis3.
Atelektasis4. Gagal nafas
BAB IIIPENUTUP
A. KESIMPULANAsma bronkial adalah penyakit jalan nafas
obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon
secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronkial adalah
suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara
spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic
Society). Umumnya prognosis baik dengan penatalaksanaan yang
tepat.Penyakit Paru Obstruktif Kronis (disingkat PPOK, atau
singkatan bahasa Inggris COLD, COPD, CAO, CNSLD, CARA) dimaksudkan
pada sekelompok penyakit paru menahun yang mengakibatkan obstruksi
jalan nafas yang bersifat irreversibel oleh penyebab (etiologi)
yang tidak diketahui pasti . Hambatan udara biasanya progresif dan
ada hubungannya dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap
noxius dan gas. Termasuk dalam kelompok ini : Bronkitis kronik,
Emfisema, Bronkiektasis.
B. SARANDemikian yang bisa disampaikan oleh kelompok kami. Kami
yakin kami memiliki kekurangan. Dan dengan senang hati penyusun
mengharapkan saran dari teman-teman dan tutor sekalian. Terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Patologi Robbins, Vinay Kumar, Ramzi S. Cotran.,
Stanley L. Robbins. Ed. 7. Jakarta: EGC. 2007.Global Initiativefor
Asthma by WHO. 2008.Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease by WHO. 2008.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003: ASMA,
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.PDPI. PPOK
Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: 2006. p. 1-18.Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 984-5.GOLD. Pocket
Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA: 2007. p.
6. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989GOLD.
Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of
Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial
online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116Corwin
EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.PB PAPDI.
Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI, 2006. p. 105-8