Top Banner
MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017 73 Analisis Dampak Kebijakan Fiskal dan Sasaran Akhir Kebijakan Moneter Terhadap Pertumbuhan Inklusif di Indonesia, Malaysia, Qatar dan Saudi Arabia Ira Eka Pratiwi, Rifki Ismal Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia Email: [email protected], [email protected] Abstract In the last decade, a number of Muslim countries experience an unqualified economic growth due to the rising of inequalities. The Fiscal and monetary policy become an important instrument to promote the inclusive growth that provides equal opportunity for people to enjoy growth. This study empirically investigates the impacts of fiscal policy (spending on health and education) as well as the monetary policy target (inflation and domestic credit by banks) to inclusive growth in 4 selected OIC countries (Indonesia, Malaysia, Qatar, Saudi Arabia). The results of the study with Error Correction Model shows that health expenditures positively and significantly influences the inclusive growth in Malaysia and Qatar in the short and long term, while the education expenditures positively and significantly influences the inclusive growth in Indonesia and Saudi Arabia. Inflation is only significant in the long term, while the domestic credit positively and significantly affect the inclusive growth in Saudi Arabia, Malaysia and Qatar in the long term. Based on these results, it is required to review the portion of expenditure in both sectors and the efficiency of the allocation to support inclusive growth. In addition, the strengthening of monetary policy, political stability and country security, as well as the expansion of the financial sector (financial deepening) to reach all people in getting access to finance to support the achievement of inclusive growth. Keywords: ECM; Domestic Credit; Government Spending; Inclusive Growth; Inflation PENDAHULUAN Pertumbuhan inklusif telah menjadi topik perbincangan yang sangat populer di kalangan praktisi ekonomi pembangunan dalam beberapa tahun terakhir ini. Konsep pertumbuhan inklusif menurut World Bank mengacu pada langkah (pace) dan pola (pattern) pertumbuhan ekonomi suatu negara terutama dalam menurunkan laju kemiskinan dan kesenjangan sehingga dalam jangka panjang dapat mewujudkan pertumbuhan yang berkelanjutan (OECD, 2014). Satu hal yang penting dalam mewujudkan tercapainya pertumbuhan inklusif adalah penggunaan kebijakan makroekonomi. Stabilitas moneter melalui penurunan laju inflasi secara positif dapat mempengaruhi pertumbuhan dan mengatasi kesenjangan (Groepe, 2012). Kebijakan moneter yang efektif dapat menjaga kestabilan harga-harga barang sehingga dapat menjaga daya beli masyarakat
19

File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

Oct 18, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

73

Analisis Dampak Kebijakan Fiskal dan Sasaran Akhir Kebijakan Moneter Terhadap Pertumbuhan Inklusif di Indonesia, Malaysia, Qatar dan Saudi

Arabia

Ira Eka Pratiwi, Rifki Ismal Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, Sekolah Kajian Stratejik dan Global,

Universitas Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

Abstract

In the last decade, a number of Muslim countries experience an unqualified economic growth due to the rising of inequalities. The Fiscal and monetary policy become an important instrument to promote the inclusive growth that provides equal opportunity for people to enjoy growth. This study empirically investigates the impacts of fiscal policy (spending on health and education) as well as the monetary policy target (inflation and domestic credit by banks) to inclusive growth in 4 selected OIC countries (Indonesia, Malaysia, Qatar, Saudi Arabia). The results of the study with Error Correction Model shows that health expenditures positively and significantly influences the inclusive growth in Malaysia and Qatar in the short and long term, while the education expenditures positively and significantly influences the inclusive growth in Indonesia and Saudi Arabia. Inflation is only significant in the long term, while the domestic credit positively and significantly affect the inclusive growth in Saudi Arabia, Malaysia and Qatar in the long term. Based on these results, it is required to review the portion of expenditure in both sectors and the efficiency of the allocation to support inclusive growth. In addition, the strengthening of monetary policy, political stability and country security, as well as the expansion of the financial sector (financial deepening) to reach all people in getting access to finance to support the achievement of inclusive growth. Keywords: ECM; Domestic Credit; Government Spending; Inclusive Growth; Inflation

PENDAHULUAN

Pertumbuhan inklusif telah menjadi

topik perbincangan yang sangat populer di

kalangan praktisi ekonomi pembangunan

dalam beberapa tahun terakhir ini. Konsep

pertumbuhan inklusif menurut World Bank

mengacu pada langkah (pace) dan pola

(pattern) pertumbuhan ekonomi suatu

negara terutama dalam menurunkan laju

kemiskinan dan kesenjangan sehingga

dalam jangka panjang dapat mewujudkan

pertumbuhan yang berkelanjutan (OECD,

2014). Satu hal yang penting dalam

mewujudkan tercapainya pertumbuhan

inklusif adalah penggunaan kebijakan

makroekonomi. Stabilitas moneter melalui

penurunan laju inflasi secara positif dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan mengatasi

kesenjangan (Groepe, 2012). Kebijakan

moneter yang efektif dapat menjaga

kestabilan harga-harga barang sehingga

dapat menjaga daya beli masyarakat

Page 2: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

74

terutama masyarakat miskin dan

memeratakan standar hidup rakyat.

Stabilitas harga dapat menghindari adanya

ketidakpastian ekonomi dan dapat

menyediakan lapangan kerja dalam jangka

waktu yang panjang serta menurunkan

tingkat pengangguran dan pemerataan

distribusi pendapatan.

Sementara itu, pertumbuhan inklusif

dapat tercapai melalui rancangan anggaran

pemerintah untuk menciptakan

pertumbuhan dan lapangan kerja produktif.

Kebijakan fiskal sangat berperan dalam

mempercepat pertumbuhan ekonomi serta

kesetaraan terutama melalui penggunaan

instrumen pengeluaran pemerintah.

Penggunaan dan pendistribusian

pengeluaran pemerintah yang baik dan

benar akan berimplikasi pada pencapaian

pertumbuhan inklusif (Estrada, Lee dan

Park, 2014). Negara-negara maju telah

membuktikan bahwa penggunaan kebijakan

fiskal yang efektif akan mendukung

tercapainya pemerataan dalam masyarakat

terutama dalam menurunkan kesenjangan

pendapatan. Pengalaman yang dialami oleh

Finlandia, Denmark, Norwegia dan Swedia

menunjukkan bahwa rendahnya tingkat

kesenjangan pendapatan di negara-negara

Nordik tersebut disebabkan oleh penarikan

pajak pendapatan yang progresif serta

pengeluaran publik yang efektif meliputi

pengeluaran untuk sektor sosial, kesehatan

dan pendidikan (Estrada, Angresano,

Maattanen, Mcbride, Park Sato dan

Svanborg, 2015).

Sama halnya dengan negara maju,

pemerintah di negara-negara kawasan OKI

(Organisasi Kerjasama Islam) juga

menggunakan kebijakan makroekonominya

melalui kebijakan fiskal dan kebijakan

moneter untuk menciptakan pemerataan

dan menurunkan kemiskinan. Data tahun

2005-2011 yang diolah oleh SESRIC

(Social Research and Training Center for

Islamic Countries) menunjukkan bahwa

sebagian besar pengeluaran pemerintah

negara OKI dialokasikan untuk peningkatan

sumber daya manusia melalui pengeluaran

di sektor kesehatan, pendidikan,

komunikasi dan transportasi dengan total

pengeluaran sebesar 44,6% dan

pengeluaran untuk sektor sosial sebesar

28,8%. Selaras dengan hal tersebut,

beberapa negara OKI kemudian

memperlihatkan pertumbuhan ekonomi dan

kemajuan dalam hal pengurangan laju

pengangguran. Namun demikian, di sisi lain

masalah ketimpangan juga semakin tinggi

di kawasan tersebut.

Laporan Tahunan Kekayaan Global

yang dilakukan oleh Credit Suisse

menunjukkan bahwa kekayaan yang

dimiliki oleh penduduk Qatar meningkat

sejak tahun 2009 meskipun keuangan dunia

sedang menurun. Namun, seiring dengan

peningkatan kekayaan masing-masing

individunya, ketimpangan di negara

Page 3: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

75

tersebut juga semakin tidak merata karena

kekayaan tidak terdistribusi ke seluruh

lapisan masyarakat. Hal ini menyebabkan

yang kaya menjadi semakin kaya

sedangkan pendapatan penduduk kelas

menengah tidak mengalami peningkatan

(Kovessy, 2015).

Saudi Arabia yang dikenal sebagai

negara dengan cadangan minyak yang besar

serta termasuk ke dalam negara

berpenghasilan tinggi juga masih

menghadapi masalah kesenjangan. Standar

garis kemiskinan yang ditetapkan oleh

pemerintah Saudi adalah $480 per bulan,

namun masih ada sekitar 35 persen

penduduknya berpenghasilan di kurang dari

$533. Selain itu juga, masih banyak

penduduk miskin yang tinggal di daerah

kumuh (Scott, 2016). Hal ini

mengindikasikan bahwa ketimpangan

masih cukup tinggi di Saudi Arabia.

Di sisi lain, meskipun mengalami

pertumbuhan ekonomi yang sangat baik

selama 15 tahun terakhir sehingga mampu

menurunkan angka kemiskinan dan

menumbuhkan kelas menengah, namun

tingkat kesenjangan di Indonesia juga

semakin tinggi. Pertumbuhan ekonomi

yang terjadi selama satu dekade terakhir

hanya bermanfaat untuk 20% orang kaya,

sementara 80% penduduk lainnya atau

sekitar 200 juta penduduk masih mengalami

ketertinggalan. Koefisien gini, indikator

yang sering digunakan untuk mengukur

ketimpangan, menunjukkan bahwa pada

tahun 2014 koefisien gini di Indonesia

adalah 40 meningkat dari tahun 2000 yaitu

30, mengindikasikan bahwa ketimpangan

semakin tinggi di Indonesia.

Hal yang sama juga terjadi pada

Malaysia. Meskipun telah berhasil

mengurangi kemiskinan dan mengalami

pertumbuhan ekonomi yang sangat baik,

namun kesenjangan masih sangat tinggi di

Malaysia Pada tahun 2014 koefisien gini

Malaysia adalah 40 (World Bank, 2016).

Oleh karena itu, penelitian ini disusun untuk

mengetahui pengaruh kebijakan fiskal yang

meliputi pengeluaran pemerintah di sektor

kesehatan dan sektor pendidikan serta

sasaran akhir kebijakan moneter berupa

inflasi dan kredit perbankan yang dilakukan

oleh pemerintah di negara-negara kawasan

OKI yang meliputi Indonesia, Malaysia,

Saudi Arabia, dan Qatar terhadap

pertumbuhan inklusif.

Gambar 1 Kerangka Hubungan

Kebijakan Makroekonomi dengan

Pertumbuhan Inklusif

TINJAUAN TEORITIS

Page 4: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

76

Konsep Pertumbuhan Inklusif

Pertumbuhan inklusif merupakan

suatu konsep pertumbuhan ekonomi yang

saat ini tengah diperbincangkan antara

lembaga-lembaga internasional di negara

maju dan negara-negara berkembang.

Pertumbuhan inklusif menjadi semakin

penting dan diakui serta menjadi sorotan

dalam rencana kerja dan strategi dalam

lembaga-lembaga internasional untuk

mewujudkan agenda pembangunan

ekonomi global. Sejumlah institusi

pembangunan telah mengembangkan

konsep pertumbuhan inklusif yang

didefinisikan sebagai pertumbuhan yang

memungkinkan semua anggota

masyarakat untuk berpartisipasi dan

berkontribusi pada proses pertumbuhan

atas dasar kesetaraan terlepas dari keadaan

masing-masing.

Menurut Commission on Growth

and Development (2008), pertumbuhan

inklusif didefinisikan sebagai

pertumbuhan yang berkelanjutan dan

secara luas menggabungkan sejumlah

sektor ekonomi dan menggerakkan tenaga

kerja dalam jumlah yang besar. Sementara

itu, menurut World Bank, pertumbuhan

inklusif adalah pertumbuhan yang merata

(shared growth) yang menciptakan

kesetaraan kesempatan bagi semua orang

melalui penciptaan lapangan kerja,

perluasan pasar, konsumsi, produksi bagi

masyarakat miskin sehingga kondisi hidup

yang baik dapat tercapai (Ianchovichina

dan Lundstrom, 2009).

Klasen (2010) mendefinisikan

bahwa pertumbuhan ekonomi yang

inklusif adalah pertumbuhan yang meluas

antar sektor atau intensif terhadap tenaga

kerja atau suatu pertumbuhan yang

melibatkan partisipasi semua pihak tanpa

diskriminasi dan mampu melibatkan

seluruh sektor ekonomi. Dengan kata lain,

pertumbuhan inklusif dapat didefinisikan

sebagai pertumbuhan yang tidak

mendiskriminasikan dan mampu

menjamin pemerataan akses pertumbuhan

sekaligus sebagai pertumbuhan yang

mampu menurunkan kelompok yang tidak

memperoleh keuntungan dari

pertumbuhan (mengurangi disparitas antar

kelompok). Menurut IDB (Islamic

Development Bank) (2012), pertumbuhan

inklusif adalah pembangunan yang

memberikan kesempatan kepada

masyarakat dari seluruh lapisan ikut

berpartisipasi di dalamnya tanpa

mempertimbangkan gender, suku, agama,

atau status sosial-ekonominya.

Definisi pertumbuhan inklusif

dalam penelitian ini merupakan gabungan

dari beragam konsep yang telah diuraikan

sebelumnya, yaitu pertumbuhan yang

merata yang menciptakan kesempatan yang

sama untuk semua masyarakat sehingga

pertumbuhan dapat dirasakan seluruh

lapisan masyarakat, menurunkan angka

Page 5: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

77

kemiskinan, menurunkan ketimpangan

distribusi pendapatan, dan menyerap lebih

banyak tenaga kerja.

Konsep pertumbuhan inklusif ini

juga sesuai dengan tujuan ekonomi dalam

Islam yaitu mengurangi kemiskinan,

ketidakadilan serta kesenjangan. Menurut

Chapra (1979), nilai dan tujuan ekonomi

dalam Islam adalah ekonomi kemanusiaan

dalam kerangka norma moral Islam,

persaudaraan universal dan keadilan,

distribusi pendapatan secara merata,

kebebasan individual dalam konteks

kesejahteraan sosial.

“Tujuan utama syariah adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat,

melalui penjagaan terhadap iman, jiwa,

ilmu, keturunan dan kekayaan

mereka.”(Al-Gazali, al Mustafa)

“Dasar syariah adalah kebijaksanaan dan

kesejahteraan manusia di dunia dan di

akhirat. Kesejahteraan terletak pada

keadilan, kemurahan hati, kebahagiaan,

dan kebijaksanaan. Apapun yang

mengubah keadilan menjadi penindasan,

kemurahan hari menjadi kekerasan,

kesejahteraan menjadi kesengsaraan, dan

kebijaksanaan menjadi pembodohan, maka

hal tersebut tidak dibenarkan oleh Syariah.

(Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, I’lam al-

Muwaqqin)

Meskipun demikian, sesungguhnya

Islam tidak menginginkan kemakmuran dan

kemewahan terjadi di tengah-tengah

kemiskinan, kekurangan dan ketimpangan

yang meluas. Oleh karena itulah untuk

mengatasi kemiskinan dan kefakiran, Islam

memerintahkan setiap Muslim – apapun

status ekonominya – untuk bekerja sesuai

dengan kemampuan dan keterampilan yang

dimiliknya. Bekerja adalah suatu kewajiban

dalam Islam dan dinilai sebagai ibadah.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Apabila salat telah selesai dilaksanakan,

maka bertebaranlah kamu di muka bumi;

carilah karunia Allah dan ingatlah Allah

banyak-banyak agar kamu beruntung.”(Al-

Jumu’ah[62]:10).

Indikator Pertumbuhan Inklusif

Sejumlah peneliti telah merumuskan

indikator-indikator yang berguna untuk

mengukur pertumbuhan inklusif suatu

negara. McKinley (2010) menjabarkan 4

kriteria indikator yang dapat digunakan

untuk mengukur pencapaian pertumbuhan

inklusif suatu negara, yaitu: (i)

pertumbuhan, lapangan kerja produktif, dan

infrastruktur ekonomi, (ii) kemiskinan dan

kesenjangan, (iii) pengembangan manusia,

dan (iv) perlindungan sosial. Sementara itu,

Zhuang (2010) juga telah menyusun

sejumlah indikator pertumbuhan inklusif

yang terdiri dari

(i) kemiskinan dan kesenjangan, (ii)

pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja,

(iii) infrastruktur, (4) akses pendidikan dan

kesehatan, (5) akses infrastruktur dan

Page 6: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

78

layanan dasar, (6) kesetaraan dan

kesempatan gender, (7) jaring pengaman

sosial, dan (8) tata kelola pemerintahan dan

institusi yang baik (ADB, 2011)

Sementara itu, Hakimian (2013)

juga menjabarkan 8 indikator yang dapat

digunakan untuk menghitung indeks

pertumbuhan inklusif suatu negara (lihat

Tabel 1).

Pengukuran Pertumbuhan Inklusif

Ada beberapa metode yang

digunakan untuk mengukur pertumbuhan

inklusif suatu negara. Diantaranya adalah

metode yang dirumuskan oleh Ali dan Son

(2007), Kakwani dan Son (2008) serta

McKinley

Tabel 1 Indikator Pertumbuhan Inklusif

Menurut Hakimian (2013)

Sumber: Hakimian (2013)

(2010). Namun dalam penelitian ini,

pengukuran yang digunakan adalah dengan

menggunakan metode Hakimian (2013).

Dalam metode yang diformulasikan oleh

Hakimian, digunakan delapan indikator

utama untuk mengukur indeks

pertumbuhan inklusif suatu negara.

Selanjutnya, pengukuran indeks

pertumbuhan inklusif masing-masing

negara oleh Hakimian dilakukan dengan

formulasi sebagai berikut:

Dimana,IG = Pertumbuhan Inklusif

i = 1………m; negara i yang termasuk

dalam data

j = 1………n; indikator j yang digunakan

dalam data

Sji = Nilai standar indikator j yang

diperoleh dengan rumus berikut:

(2.2)

Dimana,

mj = Total negara sesuai indikator j

rj = Peringkat negara i sesuai indikator j

Kebijakan Makroekonomi dan

Pertumbuhan Inklusif

Kebijakan fiskal merupakan

instrumen yang paling penting dalam

mewujudkan pertumbuhan yang inklusif.

Menurut Estrada, Lee, dan Park (2014),

kebijakan fiskal sangat berperan dalam

mempercepat pertumbuhan ekonomi serta

kesetaraan. Di negara-negara berkembang

kawasan Asia, termasuk Indonesia dan

Malaysia, kebijakan fiskal hanya digunakan

IGi = (S1i.S1i.....Sji)1/n

Page 7: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

79

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Padahal di kawasan lainnya, penggunaan

kebijakan fiskal selain untuk pertumbuhan

ekonomi juga untuk digunakan pemerataan.

Negara-negara di kawasan OECD dan

Amerika Latin memanfaatkan kebijakan

fiskal melalui pengeluaran pemerintah di

sektor kesehatan, pendidikan dan

perlindungan sosial untuk mencapai

pertumbuhan inklusif. Sehingga, negara-

negara di kawasan tersebut menganggarkan

pengeluaran pemerintahnya di ketiga sektor

ini dengan porsi yang sangat tinggi.

Pendidikan dan kesehatan

merupakan modal manusia (human capital)

yang paling penting, sehingga investasi

yang dilakukan terhadap keduanya dapat

meningkatkan kualitas seseorang. Sejumlah

kajian telah membuktikan bahwa investasi

terhadap modal manusia dapat mendukung

pertumbuhan ekonomi. Schultz (1961)

menyatakan bahwa modal manusia

merupakan faktor penting dalam

pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Sementara itu menurut Mushkin (1962),

investasi terhadap pendidikan dan

kesehatan dapat meningkatkan aktivitas

seseorang dalam masyarakat. Investasi

yang ditujukan untuk meningkatkan

pelayanan kesehatan baik preventif maupun

kuratif sangat bermanfaat dan

meningkatkan status kesehatan masyarakat

yang kemudian akan meningkatkan

produktivitas ekonomi. Hal ini disebabkan

karena jika status kesehatan meningkat

maka akan semakin banyak orang yang

dapat bekerja. Di sisi lain, investasi untuk

pendidikan akan meningkatkan kualitas

tenaga kerja dalam bekerja. Hal ini

kemudian berdampak pada kualitas output

yang dihasilkan.

Studi empiris yang dilakukan oleh

Claus, Martinez, dan Vulovic (2012)

membuktikan bahwa pengeluaran

pemerintah yang secara signifikan efektif

dalam menurunkan kesenjangan adalah

pengeluaran pemerintah di sektor

pendidikan dan kesehatan. Sementara itu

menurut Estrada, Lee, dan Park (2014),

penggunaan dan pendistribusian

pengeluaran publik yang baik dan benar

akan berimplikasi terhadap pertumbuhan

inklusif. Secara khusus, pengeluaran

pemerintah sektor kesehatan dan

pendidikan harus diprioritaskan kepada

masyarakat miskin sehingga dapat

mempercepat inklusifitas, sebab asset

utama yang dimiliki oleh masyarakat

miskin adalah pendidikan dan kesehatan.

Jika pemerintah tidak mendukung mereka

di kedua sektor ini, maka hanya orang-

orang yang kaya saja yang dapat bersekolah

dan mendapatkan pelayanan kesehatan.

Selain itu, pengeluaran untuk sektor

infrastruktur serta transfer langsung (seperti

program bantuan langsung tunai kepada

orang miskin) juga mendukung tercapainya

pemerataan.

Page 8: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

80

Pengeluaran pemerintah di sektor

pendidikan dapat mengurangi kesenjangan

karena semua orang berkesempatan untuk

bersekolah dan mendapatkan pendidikan

termasuk orang miskin. Dengan begitu,

mereka juga dapat mengembangkan

kemampuan dan keterampilannya serta

menjadi lebih produktif dan dapat bersaing

dalam pasar tenaga kerja. Sementara itu,

pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan

dapat meningkatkan kesehatan masyarakat

miskin sehingga mereka menjadi lebih

produktif di sekolah dan saat bekerja.

Kajian yang dilakukan oleh Gupta,

Verhoeven dan Tiongson (2001)

menemukan bahwa masyarakat miskin

cenderung lebih membutuhkan pelayanan

kesehatan dari pada masyarakat lainnya.

Dengan demikian, peningkatan pengeluaran

pemerintah di kedua sektor ini dapat

meningkatkan akses masyarakat miskin

untuk mendapatkan pendidikan dan

pelayanan kesehatan sehingga dapat

mewujudkan pemerataan.

Selain itu, kebijakan moneter juga

menjadi salah satu hal yang penting dalam

mewujudkan tercapainya pertumbuhan

inklusif. Ketidakstabilan moneter akibat

laju inflasi yang sangat tinggi dan tidak

terduga akan mengakibatkan kesenjangan

penghasilan. Davtyan (2015) menyebutkan

bahwa laju inflasi yang tinggi berdampak

buruk terutama bagi masyarakat miskin

karena pendapatan mereka tidak mampu

mengimbangi kenaikan harga. Laju inflasi

yang tinggi juga menyebabkan turunnya

suku bunga sehingga hal ini dapat

merugikan nasabah, menyebabkan orang-

orang enggan untuk menyimpan uangnya di

bank dan merugikan kreditur (pihak

pemberi pinjaman seperti perbankan)

karena nilai uang yang dikembalikan lebih

rendah dari pada saat peminjaman awal.

Namun, jika kondisi moneter stabil maka

hal ini mendorong masyarakat untuk

menyimpan uangnya di bank serta memberi

kemudahan bagi pihak bank untuk

menyalurkan dananya pada debitur. Para

pengusaha (terutama pengusaha kecil) juga

diuntungkan dengan terkendalinya situasi

moneter karena biaya produksi tidak

mengalami kenaikan. Jika pengusaha terus

berproduksi, hal ini akan meningkatkan

lapangan kerja, mendorong penyerapan

tenaga kerja sehingga mengurangi jumlah

pengangguran, meningkatkan pemerataan

pendapatan masyarakat, serta mengurangi

angka kemiskinan.

Penelitian Terdahulu

Sejumlah penelitian terkait

pertumbuhan inklusif telah banyak

dilakukan sebelumnya. Di antaranya adalah

penelitian tentang kebijakan fiskal dan

pertumbuhan inklusif yang dilakukan oleh

David dan Petri (2013). Hasil penelitiannya

membuktikan bahwa belanja pemerintah

untuk perlindungan sosial dapat

Page 9: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

81

menurunkan kemiskinan dan kesenjangan,

dimana pengalokasian pengeluaran

pemerintah di sektor sosial secara lebih baik

dan terukur akan berpengaruh signifikan

terhadap pengentasan kemiskinan.

Penelitian tentang pengaruh

kebijakan fiskal terhadap kesetaraan dan

pertumbuhan juga dilakukan oleh Hur

(2014). Hasil penelitiannya adalah bahwa

pengeluaran pemerintah di sektor

pendidikan dan kesehatan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi, namun pengaruh

pengeluaran pemerintah di sektor

pendidikan dan kesehatan terhadap

kesenjangan bersifat temporer. Sementara

itu, Hatlebakk (2008) dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa diperlukan sejumlah

kebijakan untuk pertumbuhan inklusif,

diantaranya adalah kemudahan akses untuk

pelayanan kesehatan, tersedianya

infrastruktur fisik yang mendorong

perekonomian rakyat, serta jaringan

pengaman sosial.

Ncube, Anyanwu dan Hausken

(2013) menemukan bahwa kesenjangan

pendapatan menurunkan pertumbuhan

ekonomi di negara MENA. Habito (2009)

meneliti pertumbuhan inklusif di wilayah

Asia yaitu dengan mengidentifikasi faktor-

faktor yang mempengaruhi pola

pertumbuhan inklusif di Asia yang ditandai

dengan menurunnya angka kemiskinan dan

pengangguran. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa investasi publik

khususnya untuk sektor sosial dan pertanian

serta kualitas pemeritntah berpengaruh

positif secara signifikan terhadap

kemiskinan dan pengangguran.

Chang dan Jaffar (2014) melakukan

penelitian kuantitatif mengenai pengaruh

kebijakan moneter terhadap pertumbuhan

inklusif dengan studi kasus di Korea. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kebijakan

tingkat suku bunga sangat berpengaruh

terhadap lapangan kerja. Kenaikan tingkat

suku bunga berpengaruh pada penurunan

lapangan kerja dan sebaliknya, penurunan

suku bunga memperluas lapangan kerja.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, data-data yang

digunakan adalah data 15 tahun terakhir

yaitu dari tahun 2000 hingga 2014. Data

untuk menghitung indeks pertumbuhan

inklusif adalah GDP perkapita, angka

kematian anak di bawah usia 5 tahun, laju

angka melek huruf (populasi 15-24 tahun),

tingkat populasi dengan sanitasi yang

memadai, efektifitas pemerintah, gini

indeks, persentasi tenaga kerja yang berusia

+15 tahun dan laju angkatan kerja wanita

dari negara-negara OKI, yaitu Indonesia,

Malaysia, Qatar dan Saudi Arabia.

Pengukuran indeks pertumbuhan inklusif

sebagai variabel terikat dilakukan dengan

menggunakan formulasi yang dirumuskan

oleh Hakimian (2013). Sementara itu,

Page 10: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

82

variabel bebas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pengeluaran

pemerintah di sektor pendidikan dan

pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan

yang mewakili kebijakan fiskal, serta laju

inflasi dan penyaluran kredit perbankan

yang mewakili sasaran akhir kebijakan

moneter. Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dari berbagai sumber diantaranya

adalah World Bank, SESRIC, dan United

Nation Development Program (UNDP).

Metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode

kuantitatif yaitu membangun model regresi

dengan metode kuadrat terkecil biasa/OLS

(ordinary least squares). Sebelum

melakukan regresi, terlebih dahulu

dilakukan uji validasi atau kestasioneran

terhadap data deret waktu (time series data)

yang digunakan melalui uji akar unit (unit

root test) atau uji Dickey Fuller/uji

Augmented Dickey Fuller. Setelah itu

dilanjutkan dengan uji kointegrasi

(Contegration Test) untuk mengetahui

kemungkinan terjadinya keseimbangan atau

kestabilan jangka panjang di antara

variabel-variabel yang diamati. Sementara

itu, meskipun keseimbangan telah terjadi di

antara variabel-variabel yang diamati,

namun hasil uji kointegrasi tidak akan

berlaku setiap periode. Oleh karena itu,

untuk mengetahui kemungkinan adanya

perubahan struktural maka dilakukan juga

uji kestabilan dengan pendekatan ECM

(error correction model), dimana error

terms yang terdapat pada persamaan yang

ditaksir harus diperlakukan sebagai suatu

keseimbangan kesalahan penganggu

(equilibrium error) dalam jangka panjang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perhitungan Indeks Pertumbuhan Inklusif

Berdasarkan hasil perhitungan

indeks pertumbuhan inklusif dengan

metode pengukuran Hakimian (2013)

diketahui bahwa negara yang memiliki

indeks pertumbuhan inklusif tertinggi dari

tahun 2000 hingga 2014 adalah Qatar

sedangkan negara dengan pertumbuhan

inklusif paling rendah adalah Saudi Arabia.

Sementara itu, Malaysia memiliki

pertumbuhan inklusif yang lebih baik dari

pada Indonesia dengan menempati urutan

kedua setelah Qatar (lihat Grafik 2).

Grafik 2 Tren Indeks Pertumbuhan

Inklusif Indonesia, Malaysia, Qatar dan

Saudi Arabia

Hasil perhitungan ini juga

menunjukkan bahwa pertumbuhan inklusif

Qatar dari tahun 2000 hingga 2014 terus

mengalami peningkatan dimana indeks

pertumbuhan inklusifnya naik dari 58,661

Page 11: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

83

pada tahun 2000 menjadi 60,625 pada tahun

2014. Pertumbuhan inklusif Qatar mulai

meningkat sejak tahun 2004 namun sempat

mengalami penurunan pada tahun 2007

dimana saat itu bertepatan dengan awal

terjadinya krisis keuangan global, namun

indeks pertumbuhan inklusif Qatar kembali

mengalami peningkatan hingga tahun 2014.

Hal yang sama juga terjadi pada Saudi

Arabia dimana indeks pertumbuhan

inklusifnya meningkat sejak tahun 2000

hingga tahun 2014 yaitu dari 37,21 menjadi

42,19 meski sempat mengalami penurunan

pada tahun 2011. Sementara itu di sisi lain,

indeks pertumbuhan inklusif Malaysia

mengalami penurunan sejak tahun 2000

hingga 2014 yaitu dari 54,20 menjadi 50,21.

Begitu pula dengan Indonesia dimana

pertumbuhan inklusifnya mengalami

penurunan dari 47,12 pada tahun 2000

menjadi 44,99 di tahun 2014.

Hasil Uji Stasioneritas

Berdasarkan hasil uji stasioneritas

yang dilakukan untuk setiap variabel

meliputi pengeluaran di kesehatan,

pengeluaran di pendidikan, inflasi dan

kredit domestik perbankan dari masing-

masing negara (Indonesia, Malaysia, Qatar

dan Saudi Arabi) diketahui bahwa data

tidak stasioner pada tingkat level karena

karena nilai absolut statistik ADF

(Augmented Dickey Fuller) yang diperoleh

lebih kecil dibandingkan nilai absolut

kritis pada setiap α-nya. Namun demikian,

setelah dilakukan diferensiasi diperoleh

nilai absolut statistik ADF yang lebih

besar dari nilai absolut kritis pada setiap α-

nya, sehingga dapat disimpulkan bahwa

dari uji akar unit ini data pengeluaran

pemerintah di setor kesehatan,

pengeluaran pemerintah di sektor

pendidikan, inflasi, kredit perbankan dan

pertumbuhan inklusif di Indonesia,

Malaysia, Qatar dab Saudi Arabia tidak

stasioner pada tingkat level tetapi stasioner

pada tingkat diferensi pertama.

Hasil Uji Kointegrasi

Dalam penelitian ini uji yang

digunakan adalah uji Johansen, dimana

apabila terjadi kointegrasi maka

probabilitasnya lebih kecil dari pada 0,05

atau dapat pula dengan melihat

perbandingan antara nilai kritisnya dengan

nilai trace statistic atau max-Eigen

Statisticnya. Berdasarkan hasil

pengolahan data, maka dapat diketahui

bahwa baik pengujian variabel untuk

Indonesia, Malaysia, Qatar dan Saudi

Arabia menunjukkan adanya kointegrasi

pada tingkat signifikasi α = 5% dan nilai

kritisnya lebih kecil dari pada nilai trace

statistiknya sehingga dapat disimpulkan

bahwa diantara variabel-variabel yang

diamati memiliki hubungan jangka

panjang untuk masing-masing negara.

Page 12: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

84

Tabel 2 Hasil Uji Akar Unit Data

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Menggunakan Eviews 8

Hasil Pengujian ECM

Dalam penelitian ini, estimasi model

ECM yang digunakan adalah estimasi

model koreksi kesalahan Domowitz-

Elbadawi. Model ECM ini dikembangkan

oleh Domowitz dan Elbadawi dan

didasarkan pada kenyataan bahwa

perekonomian berada dalam kondisi

ketidakseimbangan. Model ECM ini

mengasumsikan bahwa para agen ekonomi

akan selalu menemukan bahwa apa yang

direncanakan tidak selalu sama dengan

realitanya (Widarjono, 2013).

Hasil pengujian ECM untuk

Indonesia menunjukkan bahwa nilai R2-nya

adalah 0,6945 yang berarti bahwa variabel

independen dapat menjelaskan variansi dari

variabel terikat sebanyak 69,45%

sedangkan sisanya sebesar 31% dijelaskan

oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke

dalam variabel ini. Sementara itu, untuk

pengujian Malaysia diperoleh nilai R2-nya

sebesar 0,68 sehingga dapat disimpulkan

bahwa variabel independen dapat

menjelaskan variansi variabel terikat

sebanyak 68% sedangkan sisanya

dijelaskan oleh variabel lain.

Tabel 3 Hasil Estimasi Model Dinamis

ECM Indonesia dan Malaysia

Keterangan :

* Signifikan pada tingkat kesalahan 1%

** Signifikan pada tingkat kesalahan 5%

*** Signifikan pada tingkat kesalahan 10%

Tabel 3 menunjukkan bahwa secara

statistik koefisien ECT baik untuk

Indonesia dan Malaysia signifikan karena

nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05,

sehingga diasumsikan bahwa kesalahan

keseimbangan mempengaruhi pertumbuhan

inklusif atau dapat diartikan bahwa

pertumbuhan inklusif menyesuaikan

perubahan variabel bebasnya pada satu

periode sebelumnya. Selain itu, output di

1st Difference

Negara Variabel Nilai Nilai Kritis Prob.

ADF 1% 5% 10%

Indonesi Pengeluaran untuk Kesehatan -6,4234 -4,0139 -3,4369 -3,1426 0,0000*

a Pengeluaran untuk Pendidikan -5,7226 -4,0142 -3,4371 -3,1427 0,0000*

Inflasi -4,6260 -4,0142 -3,4371 -3,1427 0,0013*

Kredit Perbankan -4,2574 -4,01074 -3,4354 -3,1417 0,0041*

Pertumbuhan Inklusif -4.2029 -4,0146 -3,4372 -3,1428 0,0055*

Malaysia Pengeluaran untuk Kesehatan -5,6660 -3,4674 -2,8777 -2,5754 0,0000*

Pengeluaran untuk Pendidikan -5,8023 -3,4674 -2,8777 -2,5754 0,0000*

Inflasi -6,6439 -3,4674 -2,8777 -2,5754 0,0000*

Kredit Perbankan -5,9407 -3,4674 -2,8777 -2,5754 0,0000*

Pertumbuhan Inklusif -4,1233 -3,4674 -2,8777 -2,5754 0,0012*

Qatar Pengeluaran untuk Kesehatan -4,1898 -4,01428 -3,4371 -3,1427 0,0058*

Pengeluaran untuk Pendidikan -5,5348 -4,01074 -3,4354 -3,1417 0,0000*

Inflasi -5,3628 -4,02039 -3,4400 -3,1444 0,0001*

Kredit Perbankan -5,5312 -4,0107 -3,4354 -3,1417 0,0000*

Pertumbuhan Inklusif -5,7849 -4,0107 -3,4354 -3,1417 0,0000*

Saudi Pengeluaran untuk Kesehatan -6,0558 -3,4674 -2,8777 -2,5754 0,0000*

Arabia Pengeluaran untuk Pendidikan -6,5348 -3,4674 -2,8777 -2,5754 0,0000*

Inflasi -5,6310 -3,4674 -2,8777 -2,5754 0,0000*

Kredit Perbankan -4,3064 -3,4674 -2,8777 -2,5754 0,0006*

Pertumbuhan Inklusif -6,3409 -3,4674 -2,8777 -2,5754 0,0007*

Variabel Indonesia Malaysia

Std. Std.

Koef. Eror t-Stat. Prob. Koef. Eror t-Stat. Prob.

Konstanta -0,040 0,0150 -2,718 0,007* -0,0200 0,0053 -3,772 0,000*

D(LOG(H)) -0,012 0,0090 -1,332 0,184 0,0205 0,0022 9,069 0,000*

D(LOG(E)) 0,1192 0,0067 17,690 0,000* 0,0277 0,0059 4,682 0,000*

D(LOG(I)) -0,003 0,0024 -1,412 0,159 -0,0002 0,0001 -2,865 0,004*

D(LOG(C)) 0,0017 0,0272 0,0641 0,948 -0,1372 0,0272 -5,041 0,000*

LOG(H(-1)) 0,0217 0,0104 2,0802 0,0390* -0,0046 0,0031 -1,495 0,1366

LOG(E(-1)) 0,0178 0,0106 1,6850 0,093*** -0,0089 0,0026 -3,324 0,001*

LOG(I(-1)) 0,0230 0,0105 2,1955 0,0295* -0,0066 0,0028 -2,345 0,020*

LOG(C(-1)) 0,0363 0,0115 3,1462 0,002* 0,0128 0,0039 3,243 0,001*

EC -0,022 0,0104 -2,179 0,030* 0,0067 0,0028 2,369 0,019*

R-squared 0,6945 0,6823

F-statistic 42,704 40,343

Prob(F-

statistic) 0,0000 0,0000

Keterangan: * Signifikan pada tingkat kesalahan

1%

Page 13: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

85

atas juga memberikan informasi bahwa

dalam jangka pendek, variabel yang

memiliki dampak yang signifikan terhadap

pertumbuhan inklusif di Indonesia hanya

pengeluaran di pendidikan sedangkan di

Malaysia, variabel yang berdampak

signifikan terhadap pertumbuhan inklusif

adalah pengeluaran di kesehatan dan kredit

domestik perbankan. Sementara itu,

koefisien jangka panjangnya adalah sebagai

berikut:

Koefisien regresi jangka panjang

Indonesia

lnIG = 1,7919 + 0,0481lnHt +

0,217lnEt – 0,0096lnIt –

0,59185lnCt

Koefisien regresi jangka panjang

Malaysia

= −2,99671 + 0,2187− 0,33 + 0,0099 +

2,9147

Tabel 4 Hasil Estimasi Model Dinamis

ECM Qatar dan Saudi Arabia

Keterangan :

* Signifikan pada tingkat kesalahan 1%

** Signifikan pada tingkat kesalahan 5%

*** Signifikan pada tingkat kesalahan 10%

Hasil uji ECM Qatar menunjukkan

bahwa variabel independen dapat

menjelaskan variansi dari variabel terikat

sebesar 54,11%, sedangkan sisanya

dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak

dimasukkan dalam penelitian ini. Pengujian

ECM Saudi Arabia menunjukkan bahwa

R2-nya adalah 0,72 yang berarti bahwa

variabel terikat dapat dijelaskan oleh

variabel independennya sebesar 72% dan

sisanya oleh variabel lainnya. Sementara

itu, nilai ECT untuk masing-masing model

(Qatar dan Saudi Arabia) menunjukkan

bahwa secara statistik koefisien ECT

signifikan karena nilai probabilitasnya lebih

kecil dari 0,05, sehingga diasumsikan

bahwa kesalahan keseimbangan

mempengaruhi pertumbuhan inklusif atau

dapat diartikan bahwa pertumbuhan inklusif

menyesuaikan perubahan variabel bebasnya

pada satu periode sebelumnya.

Berdasarkan hasil ini juga diperoleh

informasi bahwa variabel yang berpengaruh

signifikan terhadap pertumbuhan inklusif di

Qatar dalam jangka pendek adalah

pengeluaran di kesehatan dan pengeluaran

di pendidikan, sedangkan pertumbuhan

inklusif di Saudi Arabia dipengaruhi secara

signifikan oleh variabel pengeluaran di

kesehatan, pengeluaran di pendidikan dan

kredit domestik perbankan. Sementara itu,

Variabel Qatar Saudi Arabia

Std. Std.

Koef. Eror t-Stat. Prob. Koef. Eror t-Stat. Prob.

Konstanta -0,028 0,0134 -2,0973 0,0379* 0,0530 0,0238 2,2246 0,028*

D(LOG(H)) 0,0215 0,0036 5,9840 0,0000* -0,1777 0,0125 -14,11 0,000*

D(LOG(E)) 0,013634 0,0020 6,6661 0,0000* 0,3950 0,0370 10,665 0,000*

D(LOG(I)) 5,90E-05 0,0001 0,3303 0,7417 -0,0005 0,0007 -0,738 0,462

D(LOG(C)) -0,0002 0,0070 -0,0286 0,9772 0,1786 0,0166 10,724 0,000*

LOG(H(-1)) 0,0201 0,0101 1,9801 0,0498* -0,0635 0,0216 -2,941 0,004*

LOG(E(-1)) 0,0227 0,0099 2,2849 0,0240* -0,0411 0,0198 -2,075 0,040*

LOG(I(-1)) 0,0204 0,0101 2,0149 0,0460* -0,0587 0,0211 -2,779 0,006*

LOG(C(-1)) 0,0184 0,0096 1,9125 0,0580* -0,0519 0,0186 -2,784 0,006*

EC -0,0202 0,0101 -1,9972 0,0479* 0,0581 0,0209 2,774 0,006*

R-squared 0,5411 0,7285

F-statistic 16,771 29,529

Prob(F-

statistic) 0,0000 0,0000

Page 14: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

86

koefisien jangka panjangnya adalah sebagai

berikut:

Koefisien regresi jangka panjang Qatar

= 1,3990 + 0,0029 − 0,1271

− 0,0115

+ 0,090

Koefisien regresi jangka panjang Saudi

Arabia

= 9,11859 − 0,0928 + 0,292

− 0,0091

+ 0,1074

PEMBAHASAN

Apabila dilihat dari porsinya dari

total pengeluarannya, pengeluaran

kesehatan di keempat negara masih

memiliki porsi yang sangat kecil jika

dibandingkan dengan pengeluaran di sektor

lainnya seperti pendidikan dan

infrastruktur. Mushkin (1962) dalam

kajiannya ”Health as an Investment”

menjelaskan bahwa kesehatan merupakan

modal utama yang dimiliki oleh manusia.

Oleh karena itu, investasi terhadap

kesehatan dapat meningkatkan pendapatan

tenaga kerja, merangsang pertumbuhan

ekonomi dan menurunkan kemiskinan dan

kesenjangan. Hal ini disebabkan karena

orang yang sehat memiliki energi fisik dan

mental yang lebih baik sehingga lebih

efesien dalam bekerja dan menghasilkan

tingkat produktivitas yang lebih tinggi.

Selain itu, masalah inefisiensi alokasi

anggaran tersebut dapat menjadi penyebab

masih kurangnya layanan kesehatan yang

dapat diakses oleh masyarakat di Indonesia

dan Saudi Arabia.

Meskipun pengeluaran kesehatan di

Malaysia dan Malaysia masih memiliki

porsi yang rendah dari total

pengeluarannya, namun Malaysia memiliki

anggaran kesehatan per kapita yang cukup

tinggi, sehingga menyebabkan setiap

penduduk di Malaysia dan Qatar dapat

menikmati akses layanan kesehatan dengan

mudah, terjangkau dan berkualitas. Selain

itu, menurut Ministry of Health Malaysia

(2015), Malaysia juga termasuk ke dalam

20 negara terbaik di dunia dengan sistem

pelayanan kesehatan yang efisien.

Sebaliknya, hal berbeda terjadi di Saudi

Arabia dimana anggaran kesehatan per

kapitanya juga cukup tinggi namun

berbanding terbalik dengan status

kesehatan Saudi Arabia seperti angka

kematian anak di bawah 5 tahun (Data

World Bank, 2016) dan kasus beberapa

penyakit epidemik seperti TB

(Tuberculosis) dan HIV/AIDS (Hajoj dan

Varghese, 2015 dan Mazroa,et.al 2012).

Dimana hal ini dapat disebabkan karena

inefisiensi alokasi pengeluarannya.

Sementara itu pendidikan adalah

modal manusia (human capital) dimana

dinvestasi yang dilakukan terhadap modal

tersebut dapat meningkatkan kualitas

sumber daya manusia sehingga berguna

Page 15: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

87

bagi pembangunan. Hasil estimasi

menunjukkan bahwa pengeluaran di

pendidikan berpengaruh terhadap

pertumbuhan inklusif di Indonesia dan

Saudi Arabia baik dalam jangka panjang

maupun jangka pendek. Hal ini dapat

disebabkan oleh beberapa hal yaitu selain

karena tingginya porsi pengeluaran

pendidikan, pemerintah Indonesia juga

telah membuat banyak perubahan dalam

dua dekade terakhir di sektor pendidikan.

Selain itu, pengeluaran pemerintah untuk

sektor pendidikan di Indonesia lebih banyak

disalurkan untuk sekolah dasar (primary

school level) dimana pengeluaran ini lebih

bersifat pro-poor (mendukung rakyat

miskin), sehingga dapat membantu

masyarakat miskin untuk mendapatkan

akses di pendidikan tingkat dasar (World

Bank, 2007). Di Qatar dan Malaysia,

meskipun memiliki porsi yang cukup tinggi,

namun pengeluaran di pendidikan belum

dapat meningkatkan jumlah partisipasi

angkatan kerja, terutama angkatan kerja

wanita sehingga hal ini mengindikasikan

bahwa masih ada kesenjangan yang cukup

tinggi di kedua negara tersebut.

Dari sisi kebijakan moneter, hasil

estimasi menunjukkan bahwa inflasi

berpengaruh secara signifikan terhadap

pertumbuhan inklusif di Indonesia,

Malaysia, Qatar dan Saudi Arabia dalam

jangka panjang. Fischer (1993) dalam

kajiannya menemukan bahwa inflasi dapat

mengubah mekanisme harga sehingga

mempengaruhi efisiensi alokasi sumber

daya dan oleh karena itu mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi secara negatif.

Dalam penelitian ini, pengaruh inflasi

terhadap pertumbuhan inklusif di Qatar,

Saudi Arabia dan Indonesia adalah negatif

dimana apabila terjadi peningkatan inflasi

maka akan menurunkan pertumbuhan

inklusif, sebaliknya pengaruh inflasi

terhadap pertumbuhan inklusif di Malaysia

adalah positif. Hasil penelitian ini sama

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mallik and Chowdhury (2001) yang

menemukan adanya hubungan jangka

panjang antara inflasi dan pertumbuhan

ekonomi. Laju inflasi Malaysia selama 15

tahun terakhir sejak tahun 2000 hingga

tahun 2014 cenderung lebih stabil dan tetap

terkontrol dimana sepanjang tahun 2000 –

2014 inflasi tidak pernah menembus level

7%. Studi yang dilakukan oleh Barro (1996)

menemukan bahwa inflasi memberikan

dampak negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi jika inflasi yang terjadi di atas

10%.

Dari hasil penelitian juga ditemukan

bahwa kredit domestik perbankan

berpengaruh positif secara signifikan

terhadap pertumbuhan inklusif di Malaysia,

Qatar dan Saudi Arabia dan jangka panjang,

sedangkan di Indonesia berpengaruh

negatif. Hasil ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Anand, Tulin dan

Page 16: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

88

Kumar (2014) yang menemukan bahwa

penyaluran kredit oleh perbankan secara

statistik tidak berpengaruh signifikan

terhadap pertumbuhan inklusif karena

kredit cenderung lebih efektif untuk rumah

tangga masyarakat perkotaan, sehingga

dalam jangka panjang, penyaluran kredit

domestik oleh sektor perbankan di

Indonesia emakin memperlebar

kesenjangan antara masyarakat miskin dan

yang kaya. Selain itu, rendahnya tingkat

kepemilikan tabungan di lembaga keuangan

formal oleh masyarakat miskin atau

masyarakat di pedasaan nampaknya

menjadi penyebab penyaluran kredit lebih

efektif untuk masyarkat perkotaan. Hal ini

kemudian menyebabkan masyarakat miskin

kesulitan untuk mendapatkan akses

pinjaman dari bank. Di Malaysia,

nampaknya dapat disebabkan karena

keberhasilan pihak perbankan Malaysia

dalam memperluas pasar keuangannya

(financial deepening) sehingga

meningkatkan pasokan kredit melalui

tabungan domestik. Selain itu, tingkat suku

bunga Malaysia yang cederung lebih rendah

menarik perhatian debitur untuk

meningkatkan pinjamannya di sektor

perbankan, begitu halnya dengan di Qatar

dan Saudi Arabia.

SIMPULAN

Hasil estimasi menunjukkan bahwa

pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan

berpengaruh secara positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan inklusif di Malaysia

dan Qatar baik dalam jangka panjang dan

jangka pendek. Hal ini dapat disebabkan

karena pengalokasian pengeluaran yang

dilakukan oleh pemerintah di kedua negara

tersebut dilakukan secara efisien sehingga

masyarakat dapat mendapatkan layanan

akses kesehatan dengan mudah, terjangkau

dan berkualitas, sedangkan di Indonesia dan

Saudi Arabia selain pengalokasian

anggarannya yang masih inefisien,

ketimpangan akses layanan kesehatan juga

masih terjadi antar daerah dan wilayahnya,

sehingga hanya masyarakat tertentu saja

yang dapat menikmati layanan kesehatan.

Di sisi lain, pengeluaran pemerintah di

sektor pendidikan hanya berpengaruh

secara positif dan signifikan terhadap

pertumbuhan inklusif di Indonesia dan

Saudi Arabia. Investasi untuk pendidikan

akan menyebabkan peningkatan jumlah

angkatan kerja dalam bursa tenaga kerja,

meningkatkan kualitas tenaga kerja dan

menentukan upah yang didapatkan.

Sementara itu, inflasi ditemukan hanya

berpengaruh signifikan dalam jangka

panjang baik di Indonesia, Qatar, Malaysia

dan Saudi Arabia, sedangkan kredit

domestik perbankan berpengaruh secara

positif dan signifikan terhadap

pertumbuhan inklusif di Saudi Arabia,

Malaysia dan Qatar dalam jangka panjang.

Page 17: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

89

Secara umum selain masih rendahnya

alokasi pengeluaran di sektor kesehatan

dibandingkan dengan sektor pendidikan,

efisiensi alokasi anggaran juga masih

menjadi permasalahan utama yang perlu

diperhatikan oleh pemerintah di masing-

masing negara. Oleh karena itu, penting

bagi pemerintah masing-masing negara

untuk meninjau ulang porsi alokasi kedua

pengeluaran ini dan meningkatkan

efisiensi alokasi anggarannya, sehingga

lebih bermanfaat. Selain itu, penguatan

kebijakan moneter melalui pengendalian

jumlah uang yang beredar, menjaga

stabilitas politik dan keamanan dalam

negeri serta gangguan eksternal yang dapat

mengganggu stabilitas moneter serta upaya

perluasan sektor keuangan (financial

deepening) untuk mencapai kesetaraan

dalam mendapatkan akses keuangan harus

dilakukan untuk mendukung pertumbuhan

yang lebih inklusif.

DAFTAR PUSTAKA Al-Hajoj, S., & Varghese, Bright. (2015).

Tuberculosis in Saudi Arabia: the journey across time. J Infect Dev Ctries 2015; 9(3):222-231.

Ali, I., &, Son, H. H. (2007). Measuring inclusive growth. Asian Development Review, vol.24, No.1. Filipina: Asian Development Bank.

Al-Mazroa, M. A., Kabbash, I. A., Felemban, S. M., Stephens, G. M., Al-Hakeem, R. F., Zumla, A. I., &, Ziad A. M. (2012). HIV case notification rates in the Kingdom of Saudi Arabia over the past becade (2000–2009). PLoS ONE 7(9): e45919.

Anand, R., Tulin, V., & Kumar, N. (2014). India: Defining and explaining inclusive growth and poverty reduction. IMF Working Paper, WP/14/63, International Monetary Fund.

Asian Development Bank. (2011). Framework of inclusive growth indicators: Key indicators for Asia and the Pacific 2011 special supplement. Filipina: Asian Development Bank.

Barro, R., J. (1996). Inflation and growth. Review May/June 1996 https://pdfs.semanticscholar.org/9c2d/b4bdfddc6abc6daac0f5e076cd414c49b811.pdf.

Chang, D., & Jaffar, J. (2014). Monetary policy towards inclusive growth: The case of Korea. Malaysia: The South East Asian Central Banks (SEACEN) Research and Training Center.

Chapra, M. U. (1979). Objectives of the Islamic economic order. London: The Islamic Foundation

Chapra, M. U. (1983). Monetary policy in an Islamic economy in Ziauddin Ahmed, Munawar Iqbal and Fahim Khan (eds), Money and Banking in Islam. Islamabad, Pakistan : Institute of Policy Studies, pp. 27 – 46.

Claus, I., Vazquez, J.M., & Vulovic, V. (2012). Governement fiscal policies and redistributions in Asian countries. ADB Economics Working Paper Series, No.310 October 2012. Filipina: Asian Development Bank.

Commission on Growth and Development. (2008). The growth report strategies for sustained growth and inclusive development. Washington, DC: Author(s).

David, A. C., & Petri, M. (2013). Inclusive growth and the incidence of fiscal policy in Mauritius – much progress, but more could be done. International Monetary Fund Working Paper WP/13/16. Washington, DC: IMF.

Davtyan, K. (2015). Income inequality and monetary policy. November 15, 2015.

Page 18: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

90

University of Barcelona, AQR Research Group-IREA, Department of Econometric.

Estrada, G., Angresano, J., Lind, J. T., Maattanen, N., Mcbride, W., Park D. H., Sato, M., & Svanborg-S. K. (2015). Fiscal policy and equity in advanced economices: Lesson for Asia. ERIA Discussion Paper Series, ERIA-DP-2015-04: 1 – 27.

Estrada, G., Lee, S. H., & Park, D. H. (2014). Fiscal policy for inclusive growth: An overview. ADB Economics Working Paper Series No.424, December 2014. Filipina: Asian Development Bank.

Fischer, S., (1993). The role of macroeconomic factors in growth. Journal of Monetary Economics 32 (3), 485-511. http://www.nber.org/papers/w4565

Groepe, F. (2012). Monetary policy and inclusive growth. 3rd UBS Economics Conference, Cape Town.

Gupta, S., Verhoeven, M., & Tiongson, E. Public spending on health care and the poor. International of Monetary Fund Working paper, WP/01/127, 1-38.

Habito, C. (2009). Patterns of inclusive growth in developing Asia: Insight from an enhanced growth – Poverty Elasticity Analysis. ADBI Working Paper Series 145. Tokyo: ADBI Institute.

Hakimian, H., Said, M., Shenas, M. K., El-Mahdi, Alia, A. R., & Rashed, A. (2013). Inclusive growth in MENA: Employment and poverty dimensions in a comparative context. Femise Research Working Paper ,No. FEM 35 – 16. London: University of London.

Hatlebakk, M. (2008). Inclusive growth in Nepal. Norwegian Embassy Research, Bergen, Norwegia.

Hur, S. K. (2014). Government spending and inclusive growth in developoing Asia. ADB Economics Working Paper Series, No.415, November 2014. Filipina: Asian Development Bank.

Ianchovichina, E., & Lundstrom, S. (2009). What is inclusive growth? Washington, DC: World Bank. http://sitesource.worldbank.org

Islamic Development Bank. (2012). Fostering Inclusive Development in IDB Member Countries. Issues Paper, 37th Annual Meeting of the IDB Board of Governors, Khartoum, Sudan.

Kakwani, N., & Hwa S. H. (2008). Poverty equivalent growth rate. Review of Income and Wealth, vol.54, Issue 4, December 2008. Filipina: Asian Development Bank. http://ssrn.com/abstract=1299953

Klasen, S. (2010). Measuring and monitoring inclusive growth: Multiple definitions, open questions and some constructive proposals. ADB Sustainable Development Working Paper Series, No.12, June 2010. Filipina: Asian Development Bank.

Kovessy, P. (2015). Report: Qatar’s rich getting richer, but wealth of middle class stagnates. 19 November 2016. http://dohanews.co/report-qatars-rich-getting-richer-but-wealth-of-middle-class-stagnates/

Lucas, S. (2016). Saudi Arabian feature: poverty in a wealthy land. 19 Novermber 2016. http://eaworldview.com/2016/03/saudi-arabia-feature-poverty-wealthy-land/

Mallik, G., & Chowdhury, A. (2001). Inflation and economic growth: evidence from four South Asian countries. Asia-Pacific Development Journal, Vol. 8, No. 1, June 2001.

McKinley, T. (2010). Inclusive growth criteria and indicators: An inclusive growth index for diagnosis of country progress. ADB Sustainable Development Working Paper Series, No.14. Filipina: Asian Development Bank.

Ministry Malaysia National Health Accounts Unit Planning Division (2015). Malaysia national health accounts health expenditure report 1997-2013. 31 Oktober 2016.

Page 19: File MEIS 5 - Jurnal Middle East and Islamic Studies

MEIS Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 1 Januari –Juni 2017

91

Mushkin, S. (1962). Health as an investment. Journal of Political Economy, 70 (5), Part 2: Investment in Human Beings (Oct., 1962), pp. 129-157. The University of Chicago Press Journal, http://www.jstor.org/stable/1829109, diakses 11 Desember 2016.

Ncube, M., Anyanwu, J., & Hausken, K. (2013). Inequality, economic growth, and poverty in the Middle East and North Africa (MENA). African Development Bank Group Working Paper Series, No.195, December 2013. Tunis: African Development Bank Group.

OECD. (2014). Report on the OECD framework for inclusive growth. 22 November 2016. www.oecd.org.

Organization of Islamic Cooperation Statistical Economic and Social Research and Training Centre For Islamic Countries (SESRIC). (2015). OIC economic Outlook: promoting investment for development. Ankara, Turki: SESRIC.

Schultz, T.W. (1961). Investment in human capital. American Economic Review, 51, 1 – 17.

UIS Statistic-Unesco. (2016). Adult literacy rate. http://data.uis.unesco.org/. Unesco Institute for Statistic. 28 September 2016.

Widarjono, A. (2013). Ekonometrika: Pengantar & aplikasinya disertai panduan eviews (Edisi Keempat). Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

World Bank Poverty Reduction and Economic Management Unit East Asia and Pacific Region. (2007). Investing in Indonesia’s education, allocation, equity and efficiency of public expenditures. 1 November 2016.

World Bank. (2016). Data. The World Bank. 28 September 2016, http://data.worldbank.org/

World Bank. Indonesia brief. 27 November, 2016, http://www.worldbank.org/en/country/malaysia/overview

World Bank. Malaysia Overview. 27 November, 2016, http://siteresources.worldbank.org.