8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
1/21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. MASA KANAK-KANAK AKHIR
1. Definisi Kanak-kanak Akhir
Menurut Hurlock (1999), masa kanak-kanak akhir berlangsung dari usia enam
tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual, atau dari 6 –
12 tahun. Masa kanak-kanak akhir ditandai dengan kondisi yang sangat
mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial anak.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi dari masa
kanak-kanak akhir adalah kanak-kanak yang berada pada rentang usia enam
sampai dua belas tahun.
2. Tugas-tugas Perkembangan Kanak-kanak Akhir
Havighurst (dalam Monks, 1999) mengemukakan bahwa perjalanan hidup
seseorang ditandai oleh adanya tugas-tugas tertentu yang harus dipenuhi. Tugas
ini dalam batas tertentu bersifat khas untuk setiap masa hidup seseorang.
Havighurst menyebutnya sebagai tugas perkembangan, yaitu tugas yang harus
dilakukan oleh seseorang dalam masa hidup tertentu sesuai dengan norma
masyarakat dan norma budaya (Monks, 1999).
Tugas-tugas perkembangan masa kanak-kanak akhir menurut Havighurst
(dalam Hurlock, 1999) adalah :
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
2/21
a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan
yang umum.
b.
Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang
sedang tumbuh.
c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.
e. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis
dan berhitung.
f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari.
g.
Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tata dan tingkatan nilai.
h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-
lembaga.
i.
Mencapai kebebasan pribadi.
B. ANAK JALANAN
1. Definisi Anak Jalanan
Anak jalanan diistilahkan sebagai anak-anak bermasalah pada era Orde Baru.
Istilah ini muncul dari cara dan niat pemerintah yang cenderung melihat
keberadaan anak-anak di luar kerangka atau norma yang diberlakukan. Suyono
Yahya dalam presentasinya tentang anak jalanan di Philipina (1989) menyebutkan
anak jalanan sebagai anak yang mengalami ‘penyimpangan sosial’ atau child’s
social dysfunction. Istilah ‘penyimpangan’ menunjuk pada cara pandang atau
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
3/21
sikap pemerintah yang diskriminatif, dimana anak jalanan dibedakan dengan
anak-anak lain berdasarkan norma atau aturan yang ditentukan sendiri oleh rezim
Orde Baru (Karyanto dalam Suranto, 1999).
Soedijar (dalam Irwanto, 1995) mendefinisikan anak jalanan sebagai anak
yang berusia 7-15 tahun yang bekerja di jalanan dan tempat umum lainnya yang
dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan orang lain serta membahayakan
keselamatan dirinya. Soedijar juga menambahkan bahwa istilah anak jalanan
digunakan oleh orang-orang yang melihat atau mengidentifikasi kelompok anak-
anak yang sebagian besar waktunya berada di jalanan. Identifikasi ini kuat
dipengaruhi oleh cara masyarakat yang mendasarkan pandangannya pada
domestikasi. Dalam pandangan ini, anak seharusnya tinggal di dalam keluarga
atau di dalam rumah tinggal (Karyanto dalam Suranto, 1999).
Menurut Suwardi (2007), seseorang dapat dikatakan anak jalanan bila
berumur dibawah 18 tahun, yang menggunakan jalan sebagai tempat mencari
nafkah dan berada di jalan lebih dari enam jam sehari dan enam hari seminggu.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak
jalanan adalah anak yang berusia 7 – 15 tahun yang bekerja dan menggunakan
jalanan ataupun tempat umum lainnya sebagai tempat mencari nafkah serta berada
di jalanan lebih dari enam jam sehari dan enam hari seminggu.
2. Karakteristik dan Kriteria Anak Jalanan
Penelitian Nusa Putra (dalam Mulandar, 1996) menyebutkan secara umum
beberapa karakteristik anak jalanan, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
4/21
a. Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan)
selama 3 sampai 24 jam sehari.
b. Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah dan hanya sedikit sekali
yang tamat SD).
c. Berasal dari keluarga-keluarga tidak mampu (biasanya berpindah-pindah
tempat tinggal, bahkan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya).
d. Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor informal).
Kriteria yang menonjol dari diri anak jalanan (Suwardi, 2007) antara lain :
a. Terlihat kumuh atau kotor, baik kotor pada badan atau tubuh maupun pakaian
yang mereka pakai.
b. Memandang orang lain (di luar orang yang berada di jalanan) adalah orang
yang bisa atau dapat dimintai uang.
c. Mandiri artinya anak-anak tidak terlalu menggantungkan hidup terutama
dalam hal tempat tidur atau makanan.
d. Muka atau mimik yang selalu memelas terutama ketika berhubungan dengan
orang yang bukan dari jalanan.
e. Anak-anak tidak memiliki rasa takut untuk berinteraksi dan mengobrol dengan
siapapun sesama di jalanan.
f. Malas untuk melakukan pekerjaan anak rumahan misalnya mandi,
membersihkan badan, menyimpan pakaian serta jadwal tidur selalu tidak
teratur.
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
5/21
3. Klasifikasi Anak Jalanan
Menurut Suwardi (2007) anak jalanan terbagi ke dalam empat tipe, yaitu:
a. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua dan tinggal dengan orang tua.
b. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua tapi tidak tinggal dengan orang
tua.
c. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua tapi tinggal dengan
keluarga.
d. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua dan tidak tinggal dengan
keluarga.
Tata Sudrajat (dalam Mulandar, 1996) juga membagi anak jalanan ke dalam
tiga kategori, yaitu :
a. Children of the Street : anak jalanan yang selama 24 jam hidup di jalanan
termasuk makan, tidur, bekerja dan juga tinggal di jalan. Anak jalanan
kategori ini tidak ada lagi kontak dengan keluarga, tidak bersekolah lagi juga
tidak pernah lagi pulang ke rumah meskipun rumah mereka masih ada.
b. Children on the Street : anak masih memiliki keluarga dan pulang ke rumah,
bahkan sebagian ada yang masih bersekolah. Kategori inilah yang meroket
jumlahnya semenjak krisis 1997 melanda Indonesia, berhubung penghasilan
orang tua yang menurun karena gelombang PHK dan krisis ekonomi yang
melanda. Membantu orang tua termasuk membiayai sendiri biaya sekolah
menjadi salah satu alasan mereka bekerja di jalan.
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
6/21
c. Children Vulnerable to Be on the Street : kelompok anak yang berteman atau
bergaul dengan 2 tipe di atas dan terkadang ikut-ikutan turun ke jalan.
Kelompok anak kategori ini melihat “asyiknya” gaya hidup di jalanan yang
bebas, punya uang, dll. Anak tersebut tinggal menunggu the “crash” moment
seperti dipukul orang tua, perceraian, bencana (kebakaran, penggusuran,
banjir, dsb) untuk masuk ke dalam kategori pertama atau kedua.
4. Latar Belakang Anak Jalanan
Tata Sudrajat (dalam Mulandar, 1996) menyebutkan ada tiga tingkat yang
menyebabkan munculnya fenomena anak jalanan, yaitu :
a. Tingkat mikro (immediate causes), yaitu faktor-faktor yang berhubungan
dengan situasi anak dan keluarganya seperti kondisi ekonomi keluarga yang
rendah, ketidakharmonisan keluarga, kekerasan dalam keluarga.
b. Tingkat meso (underlying causes), yaitu faktor-faktor yang ada di masyarakat
tempat anak dan keluarga berada seperti tinggal di tempat kumuh dan juga
lingkungan pergaulan anak.
c. Tingkat makro (basic causes), yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan
struktur makro dari masyarakat (ekonomi, politik dan kebudayaan) seperti
krisis moneter, konflik antar suku, kerusuhan dan bencana alam.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi
penyebab munculnya fenomena anak jalanan adalah karena kondisi keluarga
(termasuk ekonomi, ketidakharmonisan dan kekerasan), lingkungan pergaulan
anak dan ketidakstabilan ekonomi-politik negara.
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
7/21
5. Dinamika Kehidupan Anak Jalanan
Menurut Soedijar (dalam Irwanto, 1995) anak jalanan merupakan anak yang
berusia 7 – 15 tahun dan menurut Hurlock (1999) rentang usia tersebut merupakan
masa kanak-kanak akhir (6 – 12 tahun) dan masa remaja (13 – 18 tahun).
Karakteristik anak jalanan yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak
jalanan yang berada pada masa kanak-kanak akhir dimana pada masa ini tugas
perkembangan dari seorang anak adalah mengembangkan keterampilan-
keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung, anak mulai
membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang
tumbuh dan pada masa ini anak akan menghabiskan sebagian besar waktunya di
sekolah (Hurlock, 1999). Namun pada kenyataannya, anak jalanan yang berada di
rentang usia 6–12 tahun tersebut, selain mereka tetap menjalankan kewajiban
mereka untuk belajar di sekolah formal, mereka juga harus terjun ke jalanan dan
justru lebih banyak menghabiskan waktu di jalanan dengan orang-orang yang
bukan sebaya dengannya daripada di sekolah dengan teman-teman sebayanya.
Mereka juga akan berhadapan langsung dengan kerasnya dunia serta melakukan
kegiatan ataupun tugas-tugas yang seharusnya belum dilakukan pada rentang usia
mereka. Anak-anak jalanan diharuskan dapat menguasai tugas-tugas
perkembangan yang seharusnya baru dapat mereka kuasai dan mereka lakukan
pada tahap dewasa awal yaitu mencari nafkah untuk dapat mempertahankan
kehidupannya sendiri serta kehidupan keluarga mereka.
Anak jalanan melakukan kegiatan-kegiatan atau pekerjaan-pekerjaan seperti
pekerjaan menjadi pengamen jalanan, pembersih mobil, penyapu angkutan umum,
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
8/21
penjual koran, penyemir sepatu dan lain sebagainya, dimana seharusnya
pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak dilakukan oleh anak seusia mereka karena akan
dapat membahayakan diri mereka sendiri dimana anak-anak jalanan tersebut akan
berhadapan dengan rintangan-rintangan kehidupan (antara lain kekerasan seksual
dan fisik yang dilakukan pada anak jalanan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab, bahaya merokok, seks bebas, minum minuman keras akibat
dari pergaulannya dan sebagainya) agar dapat menghasilkan sesuatu. Pekerjaan-
pekerjaan tersebut dilakukan anak-anak jalanan karena mereka harus
mendapatkan penghasilan atau uang tambahan sebab penghasilan dari orang tua
mereka dirasa masih kurang untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka sekeluarga
sehingga anak-anak jalanan dan keluarganya dapat tetap bertahan hidup.
C. SELF-EFFICACY
1.
Definisi Self-Efficacy
Schultz (1994) menyatakan bahwa self-efficacy merupakan perasaan individu
terhadap kecukupan, efisiensi dan kemampuan individu tersebut dalam
menghadapi kehidupan. Bandura (dalam Santrock, 1998) mendefinisikan self-
efficacy sebagai “individual’s belief that they can master a situation and produces
positive outcomes”. Definisi ini menyebutkan bahwa self-efficacy adalah
keyakinan individu bahwa ia dapat menguasai situasi dan memperoleh hasil yang
positif.
Bandura (dalam Feist & Feist, 2002; Akbar & Hawadi, 2004) mengatakan
bahwa self-efficacy merupakan prediktor tingkah laku yang paling kuat. Bandura
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
9/21
juga mengatakan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan seseorang akan
kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu dari peristiwa yang dihadapi dalam
hidupnya dan hal ini akan mendorong suatu keinginan serta akan berpengaruh
dalam pemilihan perilaku, usaha dan ketekunan seseorang. Bandura
menambahkan pendapatnya bahwa persepsi individu terhadap kemampuannya
(mencakup penilaian kemampuan) akan mengatur dan menjalankan tindakan
dalam jenis performansi tertentu.
Baron & Byrne (dalam Akbar & Hawadi, 2004) berpendapat bahwa self-
efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya
untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan atau mengatasi rintangan
untuk menghasilkan sesuatu.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy
merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan atau kompetensi yang ada
dalam dirinya yang akan mempengaruhi dalam pemilihan perilaku dan usaha dari
individu tersebut ketika mengatasi rintangan untuk menghasilkan sesuatu dan
melakukan suatu tugas untuk mencapai suatu tujuan.
2.
Pembentukan Self-Efficacy
Self-efficacy berkembang secara bertahap dan menurut Bandura (dalam
Schultz,1994) perkembangan self-efficacy dimulai dari masa bayi. Bayi mulai
mengembangkan self-efficacy sebagai usaha untuk melatih pengaruh lingkungan
fisik dan sosial. Mereka mulai belajar tentang kemampuan dirinya seperti
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
10/21
kemampuan fisik, keterampilan sosial dan kecakapan berbahasa. Kemampuan ini
hampir secara konstan digunakan dan ditunjukkan di lingkungan.
Awal pertumbuhan self-efficacy berasal dari orang tua, kemudian setelah itu
diperluas lagi dengan pengalaman dunia anak dan penerimaan pengaruh dari
saudara kandung, teman sebaya dan orang dewasa lainnya. Anak yang
berpengalaman dan sukses dalam tugas dan permainan akan menunjukkan self-
efficacy yang tinggi (Schultz, 1994).
Ketika memasuki masa remaja, seseorang dihadapkan dengan tuntutan dan
tekanan baru, dari pengenalan seks hingga pemilihan universitas dan karir. Dalam
setiap situasi yang membutuhkan penyesuaian, remaja harus membentuk
kemampuan baru dan penilaian baru terhadap kemampuan mereka. Bandura
mencatat bahwa keberhasilan pada masa remaja tergantung pada self-efficacy
yang terbentuk pada masa kanak-kanak (Schultz, 1994).
Bandura membagi masa dewasa atas 2 kelompok yaitu dewasa muda dan
dewasa pertengahan. Menurut Bandura, self-efficacy penting pada masa dewasa
muda yakni dalam hal penyesuaian terhadap perkawinan dan peningkatan karir.
Individu yang mempunyai self-efficacy rendah cenderung gagal dalam
menyesuaikan diri dalam situasi sosial (Schultz, 1994).
Bandura (1994) juga menambahkan pendapatnya mengenai proses terbentukya
self-efficacy dimana ia mengatakan bahwa penilaian self-efficacy merupakan suatu
proses pertimbangan pada faktor kemampuan dan non kemampuan, dan proses
penyimpulan terhadap kesuksesan dan kegagalan. Self-efficacy bersama-sama
dengan kemampuan kognitif, sosial dan tingkah laku diatur menjadi tindakan yang
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
11/21
terintegrasi untuk mencapai tujuan tertentu. Akibatnya, dalam situasi yang sama
dan orang yang berbeda dapat menghasilkan prestasi yang berbeda. Demikian
juga orang yang sama dalam situasi yang berbeda dapat menghasilkan prestasi
yang berbeda pula (Akbar & Hawadi, 2004).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulan bahwa proses perkembangan self-
efficacy yang dimiliki oleh seseorang berlangsung dari sejak masa bayi, kanak-
kanak, remaja, dan seterusnya sampai usia dewasa. Dalam perkembangannya,
self-efficacy seseorang akan dipengaruhi oleh pengalaman sosial bersama orang
tua, saudara dan lingkungan di sekitarnya.
3. Sumber-sumber Self-Efficacy
Bandura (1997) mengatakan bahwa terdapat empat sumber informasi yang
dapat diperoleh individu mengenai kemampuan dirinya, yaitu :
a. Enactive Mastery Experiences (Pengalaman Keberhasilan)
Umpan balik terhadap hasil kerja seseorang merupakan sumber informasi
yang paling berpengaruh terhadap self-efficacy. Bila seseorang berhasil
mencapai kesuksesan yang diinginkan, maka akan dapat meningkatkan
keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, bila seseorang
mengalami kegagalan dalam mencapai sesuatu yang diinginkan, maka akan
dapat mengurangi keyakinan terhadap kemampuan dirinya (Bandura, 1997).
b. Vicarious Experience (Pengalaman Orang Lain)
Melihat orang lain yang sama dengan dirinya dalam memperoleh
keberhasilan, maka akan meningkatkan harapan individu untuk melakukan
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
12/21
tugas yang sama pula. Individu akan menilai bahwa dirinya juga mampu
melakukan hal yang sama. Sementara jika individu tersebut melihat orang lain
yang dinilai memiliki kemampuan yang sama dengan dirinya mengalami
kegagalan, maka hal tersebut dapat merendahkan penilaian terhadap
kemampuan dirinya sendiri (Bandura, 1997).
c. Verbal Persuasion (Persuasi Verbal)
Individu dapat memperoleh informasi mengenai kemampuan dirinya melalui
persuasi verbal yang disampaikan oleh orang lain dan biasanya merupakan
orang-orang yang mempunyai pengaruh terhadap dirinya. Pada dasarnya
persuasi digunakan untuk membantu individu percaya akan kemampuan yang
dimilikinya (Bandura, 1997).
d. Physiological State (Keadaan Fisiologis)
Individu dapat mengetahui bahwa kondisi fisiknya dalam suatu situasi yang
menekan, sebagai tanda bahwa ia tidak mampu melakukan suatu tugas. Dalam
menghadapi suatu aktifitas yang menuntut kekuatan fisik dan stamina,
seseorang dapat membaca kelelahannya sebagai indikasi ketidakmampuan,
sehingga keyakinan dirinya akan menurun (Bandura, 1997).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997) ada beberapa faktor yang mempengaruhi self-
efficacy individu antara lain :
a. Jenis kelamin
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
13/21
Orang tua seringkali memiliki pandangan yang berbeda terhadap kemampuan
anak laki-laki dan perempuannya. Zimmerman (dalam Bandura, 1997) dalam
penemuannya melaporkan bahwa terdapat perbedaan pada perkembangan
kemampuan dan kompetensi anak laki-laki dan perempuan. Ketika anak laki-
laki berusaha untuk sangat membanggakan kemampuan dirinya, anak
perempuan malah seringkali meremehkan kemampuan mereka.
b. Sifat dari tugas yang dihadapi
Derajat kompleksitas dan kesulitan tugas yang dihadapi oleh individu akan
mempengaruhi penilaian individu tersebut terhadap kemampuan dirinya
sendiri. Semakin kompleksnya suatu tugas yang dihadapi oleh individu maka
akan semakin rendah individu tersebut dalam menilai kemampuannya.
Sebaliknya, jika individu dihadapkan pada tugas yang mudah dan sederhana
maka akan semakin tinggi individu tersebut akan menilai kemampuannya.
c. Insentif eksternal
Bandura (1997) mengatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan
self-efficacy adalah competent contingent incentive yaitu insentif yang
diberikan oleh orang lain yang merefleksikan keberhasilan seseorang dalam
menguasai atau melaksanakan tugasnya.
d. Status (peran serta individu dalam lingkungan)
Individu yang memiliki peran di dalam lingkungan akan memperoleh derajat
kontrol yang lebih besar sehingga self-efficacy yang dimilikinya juga tinggi.
Sedangkan individu yang tidak terlibat dalam lingkungan akan memiliki
kontrol yang lebih kecil sehingga self-efficacy yang dimilikinya juga rendah
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
14/21
dibandingkan dengan orang yang aktif dalam lingkungan. Peran dalam
lingkungan dapat ditunjukkan dengan mengikuti satu atau lebih organisasi-
organisasi sosial yang ada.
e. Informasi tentang kemampuan diri
Seseorang akan memiliki self-efficacy yang tinggi jika ia memperoleh
informasi yang positif mengenai dirinya dan akan memiliki self-efficacy yang
rendah jika memperoleh informasi yang negatif mengenai dirinya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat lima faktor yang
dapat mempengaruhi self-efficacy yaitu jenis kelamin, sifat dari tugas yang
dihadapi, insentif eksternal, status (peran serta individu dalam lingkungan) dan
informasi tentang kemampuan diri.
5. Aspek-aspek Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997), ada 3 aspek dari self-efficacy antara lain :
a. Magnitude Level (tingkat kesulitan tugas)
Magnitude level berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang dihadapi.
Persepsi setiap individu akan berbeda dalam memandang tingkat kesulitan dari
suatu tugas. Ada yang menganggap suatu tugas itu sulit sedangkan orang lain
mungkin menganggap tidak demikian. Apabila sedikit rintangan yang
dihadapi dalam pelaksanaan tugas, maka tugas tersebut akan semakin mudah
dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
15/21
Magnitude level terbagi atas 3 bagian, yaitu :
1) Analisis pilihan perilaku yang akan dicoba, yaitu seberapa besar individu
merasa mampu atau yakin untuk berhasil menyelesaikan suatu tugas dengan
pilihan perilaku yang akan diambil.
2) Menghindari situasi dan perilaku yang dirasa melampaui batas
kemampuannya, yaitu seberapa besar keyakinan atau kemampuan individu
dalam menghindari situasi dan perilaku yang dirasa berada di luar batas
kemampuannya.
3) Menyesuaikan dan menghadapi langsung tugas-tugas yang sulit, yaitu
seberapa besar keyakinan dan kemantapan individu dalam menjalankan tugas
dan tantangan pekerjaan.
b. Generality (luas bidang perilaku)
Berkaitan dengan luas bidang perilaku dimana seseorang merasa yakin bahwa
dirinya mampu untuk mengerjakan suatu tugas baik pada setiap bidang yang
biasa dijalaninya maupun pada bidang yang belum pernah dilakukannya.
c. Strength (kemantapan keyakinan)
Berkaitan dengan ketahanan dan keuletan individu dalam pemenuhan
tugasnya. Individu yang memiliki keyakinan dan kemantapan yang kuat
terhadap kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas akan terus bertahan
dalam usahanya meskipun banyak mengalami kesulitan dan tantangan.
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
16/21
6. Karakteristik Individu yang Mempunyai Self-Efficacy Tinggi dan Self-
Efficacy Rendah
Bandura (1997) mengatakan bahwa self-efficacy berkaitan dengan penilaian
terhadap seberapa baiknya seseorang dalam melakukan suatu tindakan yang
diperlukan dalam situasi tertentu.
Karakteristik individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi adalah :
a. Merasa yakin bahwa dirinya mampu menangani secara efektif peristiwa dan
situasi yang dihadapi.
b. Tekun dalam menyelesaikan tugas-tugas.
c. Percaya pada kemampuan diri sendiri.
d. Memandang kesulitan sebagai tantangan bukan ancaman dan suka mencari
situasi baru.
e. Menetapkan sendiri tujuan yang menantang dan meningkatkan komitmen
yang kuat terhadapnya.
f. Menanamkan usaha yang kuat dalam apa yang dilakukannya dan
meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan.
g. Berfokus pada tugas dan memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan.
h. Cepat memulihkan rasa mampu setelah mengalami kegagalan dan menghadapi
stressor atau ancaman dan keyakinan bahwa dirinya mampu mengontrolnya
(Bandura, 1997).
Karakteristik individu yang memliki self-efficacy yang rendah adalah :
a.
Merasa tidak berdaya, cepat sedih, apatis dan menjadi cemas.
b. Menjauhkan diri dari tugas-tugas yang sulit.
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
17/21
c. Cepat menyerah saat menghadapi rintangan.
d.
Aspirasi yang rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan yang ingin
dicapai dalam situasi yang sulit cenderung akan memikirkan kekurangan
dirinya.
e. Lambat untuk memulihkan kembali perasaan mampu setelah mengalami
kegagalan (Bandura, 1997).
Bandura (dalam Warsito, 2004) menambahkan individu yang memiliki self-
efficacy yang rendah akan menghindari semua tugas dan menyerah dengan mudah
ketika masalah muncul. Mereka menganggap kegagalan sebagai kurangnya
kemampuan yang ada. Dalam kaitannya dengan keyakinan akan kemampuan ini,
orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi berusaha atau mencoba lebih keras
dalam menghadapi tantangan sebaliknya orang yang memiliki self-efficacy yang
rendah akan mengurangi usaha mereka untuk bekerja dalam situasi yang sulit.
C. Self-Efficacy pada Anak Jalanan
Menurut Tauran (2000), anak jalanan harus memiliki kemampuan untuk
melakukan suatu tugas atau kegiatan dalam menghadapi kehidupannya karena
mereka akan menghabiskan waktunya untuk bekerja antara lima sampai dua belas
jam dalam sehari antara lain sebagai pengamen jalanan, pedagang asongan
ataupun pembersih mobil dan angkot. Dalam realitanya, anak jalanan banyak
berinteraksi dengan orang dewasa dan berhadapan dengan kekerasan hidup,
masalah keuangan dan bagaimana memenuhi kebutuhan konsumtif mereka.
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
18/21
Menurut Hurlock (1999), jika dikaitkan dengan tugas perkembangan seorang
anak jalanan (dimana pada penelitian ini berumur 7 – 12 tahun), maka dapat
dilihat bahwa hal tersebut bukan merupakan tugas perkembangan dari anak
jalanan karena di usia kanak-kanak akhir (6 – 12 tahun) tersebut seharusnya anak
berada dalam lingkungan bermain, belajar serta menghabiskan banyak waktu di
sekolah. Anak akan menghadapi tugas untuk mencari nafkah guna memenuhi
kebutuhan konsumtif mereka pada masa dewasa awal (18 – 40 tahun).
Pada fenomena yang ada, anak jalanan memang masih melakukan tugas
perkembangannya sebagai seorang pelajar di sekolah formal namun dapat
dikatakan mereka lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menjadi anak
jalanan agar mendapatkan uang sebagai penghasilan tambahan bagi orangtua
mereka. Di rentang usia tersebut anak-anak seharusnya lebih banyak bergaul dan
berteman dengan anak seusia mereka namun pada kenyataannya, mereka justru
lebih banyak bergaul dan berhubungan dengan orang-orang yang lebih tua dari
mereka. Anak jalanan melakukan tugas-tugas yang seharusnya belum dilakukan di
usia mereka yaitu mencari nafkah di jalanan karena akan dapat membahayakan
diri mereka sendiri sebab anak-anak jalanan akan berhadapan dengan rintangan-
rintangan kehidupan agar dapat menghasilkan sesuatu. Menurut Suwardi (2007),
pekerjaan-pekerjaan tersebut dilakukan anak-anak jalanan karena mereka harus
mendapatkan penghasilan untuk dapat memenuhi kebutuhan dirinya dan
keluarganya agar dapat tetap bertahan hidup. Baron & Byrne (dalam Akbar &
Hawadi, 2004) mengatakan bahwa hal tersebut sesuai dengan definisi dari self-
efficacy yaitu merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
19/21
kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan dan
mengatasi rintangan untuk menghasilkan sesuatu. Anak jalanan memiliki tugas
untuk mencari nafkah guna mencapai tujuan yaitu mendapatkan penghasilan atau
uang, dan untuk memenuhi tugas dan tujuan tersebut, anak jalanan harus dapat
mengatasi rintangan-rintangan kehidupan yang akan dihadapi mereka (antara lain
kekerasan seksual dan fisik yang dilakukan pada anak jalanan oleh orang-orang
yang tidak bertanggung jawab, bahaya merokok, seks bebas, minuman keras
akibat dari pergaulan dan sebagainya) ketika menjalankan tugas untuk mencapai
tujuannya.
Bandura (dalam Santrock, 1998) mengatakan bahwa self-efficacy berhubungan
dengan keyakinan individu dalam mengatasi suatu situasi kehidupan. Dalam
kaitannya dengan anak jalanan adalah bahwa anak jalanan yang berada di masa
kanak-kanak akhir (6 – 12 tahun), selain mereka harus tetap menyelesaikan
pendidikan sebagai seorang pelajar di sekolah formal, mereka juga harus dapat
berhadapan dengan situasi-situasi kehidupan dan tugas untuk mencari nafkah yang
seharusnya belum dilakukan untuk rentang usia tersebut. Menurut Bandura (dalam
Warsito, 2004) individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi merupakan
individu yang mampu bertahan serta memiliki usaha yang keras dalam
menghadapi situasi dan tantangan hidup yang sulit. Sebaliknya, individu yang
memiliki self-efficacy yang rendah akan gagal menyesuaikan diri dalam situasi
sosial dan mereka juga akan mengurangi usahanya untuk bekerja ketika mereka
berhadapan dengan situasi dan tantangan hidup yang sulit. Anak jalanan yang
memiliki self-efficacy yang tinggi, akan merasa mampu mengatasi situasi dan
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
20/21
rintangan-rintangan kehidupan yang mereka hadapi dan dapat memenuhi tugasnya
untuk bersekolah dan mencari nafkah sedangkan anak jalanan yang memiliki self-
efficacy yang rendah akan merasa kurang mampu mengatasi situasi dan rintangan-
rintangan kehidupan. Self-efficacy yang rendah dapat menyebabkan anak jalanan
tersebut merasa gagal memenuhi tugasnya untuk bersekolah dan mencari nafkah
karena mereka mengurangi usaha ketika berhadapan dengan rintangan dan situasi
kehidupan yang sulit.
Universitas Sumatera Utara
8/19/2019 File - Chapter II Tugas Perkembangan Anak
21/21
D. Paradigma Self-Efficacy pada Anak Jalanan
Anak Jalanan
Latar Belakang :
problematika di dalam
keluarga
Koent oro, 2001
Klasifikasi Anak Jalanan :
1. Children of the Street
2. Children on the Street
3. Children Vulnerable to
be on the Street
(Tata Sudrajat, 1996)
Self-efficacy
Sumber self-efficacy :
1. Enactive mastery experiences 2.Vicarious experiences
3.Verbal persuasion
4.Physiological state
Aspek self-efficacy :
1. Magnitude Level 2.Generality
3.Strength
Self-efficacy Tinggi
dan
Self-efficacy Rendah
Tugas perkembangan :
Bersekolah dan mempersiapkan
karir ekonomi
(Hurlock, 1999)
Anak Jalanan bersekolah
dan mencari uang / nafkah
bagi keluarganya.
Faktor-faktor self-efficacy:
1. Jenis kelamin2. Sifat dari tugas yang
dihadapi
3. Insentif eksternal
4. Status
5. Informasi tentang
kemam uan diri
Kanak-kanak Akhir