Click here to load reader
Acara IV
FIKOSIANIN : PEWARNA ALAMI DARI “BLUE
GREEN MICROALGA” SPIRULINA
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama : Andika Putri
NIM : 13.70.0167
Kelompok A4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1. MATERI METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain alat pengering (oven),
pengaduk/stirrer, centrifuge, plate stirrer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa Spirulina basah atau
kering, aquades, dan dekstrin.
1.2. Metode
1
Biomassa Spirulina dimasukkan dalam erlenmeyer
Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10)
2
Diaduk dengan stirrer ± 2 jam
Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan dan supernatant.
Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-2 dan diukur kadar fikosianinnya pada
panjang gelombang 615 nm dan 652 nm
3
Dicampur merata dan dituang ke wadah
Dioven pada suhu 50°C hingga kadar air ± 7%
Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan :
dekstrin = 1 : 1
4
Didapat adonan kering yang gempal
Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder
Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg /ml )=OD 615−0,474(OD 652)
5,34×
110−2
Yield (mg / g)=KF × Vol(total filtrat )
g (berat biomasa)
5
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan mengenai OD, Konsentrasi Fikosianin (KF), Yield, dan warna dapat dilihat pada Tabel 1.
Kel Berat Jumlah Aquades Total Filtrat
OD 615 OD 652
KF Yield Warna
Biomassa Kering(g)
yang ditambahkan(ml
)
yang diperoleh (ml)
(mg/ml) (mg/ml)Sebelum di
OvenSesudah di
Oven
A1 8 80 58 0,0544 0,0225 0,819 5,938 ++ ++A2 8 80 58 0,0569 0,0223 0,868 6,293 ++ ++A3 8 80 58 0,0568 0,0227 0,862 6,250 ++ ++A4 8 80 58 0,0569 0,0226 0,865 6,271 ++ +A5 8 80 58 0,0574 0,0226 0,874 6,337 ++ ++
Tabel 1. Pengukuran OD, KF, Yield, dan Warna Fikosianin.
Keterangan Warna :+ Biru Muda++ Biru+++ Biru Tua
Dari tabel hasil pengamatan diatas, dapat diketahui bahwa semua kelompok menggunakan berat biomasa Spirulina kering sebanyak 8
gram, penambahan aquades sebanyak 80 ml dan menghasilkan total filtrat 58 ml. Pada pengukuran OD (Optical Density) dengan panjang
gelombang 615 nm, nilai tertinggi dihasilkan oleh kelompok A5 yaitu 0,0574, sedangkan nilai terendah dihasilkan oleh kelompok A1 yaitu
0,0544. Pada pengukuran OD dengan panjang gelombang 652 nm, nilai tertinggi dihasilkan oleh kelompok A3 yaitu 0,0227, sedangkan
nilai terendah dihasilkan oleh kelompok A2 yaitu 0,0223. Pada hasil pengukuran KF dan yield, nilai tertinggi dihasilkan kelompok A5
sebesar 0,874 dan 6,337 sedangkan nilai terendah dihasilkan kelompok A1 sebesar 0,819 dan 5,938. Warna fikosianin seluruh kelompok
6
7
sebelum dikeringkan adalah biru. Setelah dikeringkan tetap menjadi biru kecuali pada
kelompok A4 yang berubah warna menjadi biru muda.
3. PEMBAHASAN
Mikroalga adalah jenis tanaman yang tumbuh di air dengan ukuran kecil (mikro).
Mikroalga berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber makanan, sumber pakan
hewan, bahkan untuk industri kimia. Budidaya mikroalga tergolong mudah karena
pertumbuhannya yang cepat dan mampu menyesuaikan diri pada berbagai lingkungan
(Borowitzka, 1997). Mikroalga merupakan produsen alami dari pada ekosistem
perairan, mikroalga merupakan produsen alami yang menghasilkan energi serta
metabolit yang dapat dimanfaatkan sehingga beberapa penelitian sudah mulai mengkaji
manfaat dari mikroalga. Salah satu jenis mikroalga yang potensial untuk dikembangkan
adalah Spirulina sp. Jenis mikroalga ini banyak dimanfaatkan di bidang pangan sebagai
bahan pangan dengan gizi tinggi yang mengandung protein, vitamin, dan mineral.
Selain pada bidang pangan, Spirulina juga dapat menghasilkan komponen bioaktif
untuk bahan farmasi dan kedokteran. Salah satu pengaplikasian Spirulina adalah
sebagai pewarna alami karena mengandung pigmen fikosianin berwarna biru yang
hingga saat ini masih sulit diperoleh, padahal trend warna biru sudah dapat diterima
oleh konsumen baik untuk produk makanan maupun minuman (Metting dan Pyne,
1986).
Menurut Seo, Y.C., et al. (2013), mikroalga yang sering ditemukan di laut dan perairan
air tawar adalah alga hijau dan alga biru-hijau. Spirulina platensis merupakan salah satu
mikroalga jenis alga biru-hijau yang paling banyak ditemukan, bersifat mudah dicerna
dan diserap oleh tubuh manusia karena membran selnya tidak mengandung selulosa.
Spirulina platensis mengandung asam nukleat yang relatif rendah, tersusun atas protein
55%-70%, lemak 6%-9%, karbohidrat 15%-20%, dan kaya akan mineral, vitamin, serat
serta pigmen. Protein yang terkandung dalam Spirulina memiliki kualitas yang tinggi
dan lengkap serta lebih mudah dicerna jika dibandingkan dengan protein hewani,
vitamin, makromineral, trace mineral, serta klorofil (Adams, 2005). Kelebihan
Spirulina lainnya yaitu kandungan kolesterol, kalori, lemak dan sodiumnya yang
rendah. Vitamin penting yang ada pada Spirulina mencapai sembilan vitamin dari empat
belas mineral yang terikat dengan asam amino. Sifat Spirulina yang mudah dicerna
8
9
disebabkan karena membran selnya yang tipis dan lembut sehingga tidak membutuhkan
proses pengolahan khusus (Richmond, 1988).
Mikroalga jenis Spirulina dapat menghasilkan fikosianin dengan cepat dan mudah untuk
dipanen. Kondisi pH yang cocok untuk pertumbuhan Spirulina adalah sekitar pH 8-11
dengan kandungan senyawa karbonat-bikarbonat yang tinggi. Spirulina melakukan
proses fotosintesis sehingga membutuhkan cahaya dan CO2. Hasil fotosintesis tersebut
akan menghasilkan oksigen yang dapat meningkatkan kandungan O2 dalam medium
pertumbuhannya. Selain oksigen, unsur lain yang harus ada adalah nitrogen karena
mikroalga ini tidak dapat mengkonsumsinya dari udara. Apabila Spirulina tumbuh pada
kondisi yang sesuai, biomasa kering Spirulina yang diperoleh bisa mencapai 60-70
ton/hektar kolam (Tri-Panji et. al. 1996).
Sebagian besar protein yang ada di Spirulina adalah fikobiliprotein, yang bersifat
hidrofilik dan merupakan pigmen fluorescent yang stabil. Fikobiliprotein
diklasifikasikan berdasarkan warna dan penyerapan menjadi 3 kelompok utama yaitu
phycocyanin, phycoerythrin, dan allophycicyanin (Antelo, F.S., et al., 2010).
Fikobiliprotein bersifat larut air dan memiliki struktur yang tersusun pada permukaan
luar membran tilakoid. Warna fikobiliprotein dihasilkan oleh kelompok prostetik
kovalen yang terikat pada rantai chromophores tetrapyrrole terbuka. Pada rantai
tersebut terdapat cincin bernama phycobilins yang mampu menangkap radikal oksigen
(Romay, et al., 1998).
Fikosianin merupakan komponen yang paling utama dari fikobiliprotein. Fikosianin
memiliki warna biru yang khas dan banyak diaplikasikan pada indusri pangan sebagai
pewarna alami pada permen karet, produk dairy dan jelly. Namun fikosianin juga
digunakan pada bidang kesehatan sebagai antioksidan, anti kanker, anti tumor dan lain-
lain (Antelo, F.S., et al., 2010). Struktur kimia dari fikosianin dapat dilihat pada gambar
1 berikut
10
Gambar 1. Struktur Kimia Fikosianin (Ó Carra & Ó hEocha, 1976)
Spirulina yang diolah menjadi bentuk tablet memiliki kandungan fikosianin sebesar
333,0 mg per 500 mg tablet (Tietze 2004). Berat bobot molekul fikosianin (C-
fikosianin) adalah sebesar 134 kDa. Bobot molekul tersebut dipengaruhi oleh jenis
spesies yang digunakan untuk mengekstrak fikosianin. Ada yang sebesar 262 kDa dan
penyebabnya diduga karena terdapat fragmen fikobilisom (Ó Carra &Ó hEocha, 1976).
Pada praktikum ini dilakukan isolasi pigmen fikosianin dan pembuatan pewarna bubuk
dari fikosianin. Langkah pertama yaitu sebanyak 8 gram biomasa Spirulina dimasukkan
ke Erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 80 ml (1:10). Setelah itu
diaduk menggunakan stirrer selama kurang lebih 2 jam. Menurut Sharma, G., et al.
(2014), fikosianin memiliki sifat larut air. Maka dari itu dilakukan penambahan aquades
sebagai pelarut polar untuk mengekstraksi pigmen fikosianin pada biomasa Spirulina.
Hal ini didukung dengan teori Syah et al. (2005) yang mengatakan bahwa Spirulina
mampu menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru yang bersifat larut pada pelarut
polar seperti air. Sedangkan pengadukan yang dilakukan bertujuan untuk
mengoptimalkan proses ekstraksi dengan mencampur rata Spirulina dengan aquades.
Setelah itu dilakukan sentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit hingga diperoleh endapan
dan supernatan. Silveira, et al., (2007) mengatakan bahwa fungsi dari sentrifugasi
adalah untuk memisahkan endapan dengan supernatan sehingga debris sel akan
mengendap dan supernatan hasil pencampuran Spirulina dan aquades yang
mengandung pigmen fikosianin dapat diambil. Debris sel (padatan) yang telah
terendapkan tidak diambil karena dapat menyebabkan larutan terlalu pekat sehingga
akan berpengaruh terhadap kesalahan pembacaan dari spektrofotometer (Pomeranz &
Meloan, 1987).
11
Supernatan tersebut kemudian diencerkan sampai pengenceran 10-2 (1 ml supernatan + 9
ml aquades). Fungsi dari pengenceran adalah supaya larutan tidak terlalu pekat. Setelah
itu diukur kadar fikosianinnya menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 615 nm dan 652 nm. Menurut Sivasankari, S., et al. (2014), metode yang
dilakukan untuk mengekstrak fikosianin dari Spirulina adalah dengan sentrifugasi 5000
rpm dan supernatan yang dihasilkan diukur kadar fikosianinnya menggunakan
spektrofotometer. Metode yang dilakukan pada praktikum ini sudah sesuai dengan teori
tersebut. Achmadi et al. (1992) menambahkan, tujuan dari pengukuran abosrbansi
menggunakan spektrofotometer adalah untuk untuk mengetahui kelarutan fikosianin
pada larutan.
Langkah selanjutnya adalah supernatan diambil sebanyak 8 ml dan ditambahkan
dekstrin 8 gram (1:1), kemudian dicampur hingga merata. Tujuan penambahan dekstrin
dalam pembuatan pewarna bubuk fikosianin menurut Murtala (1999) adalah mencegah
rusaknya fikosianin akibat panas, melapisi komponen flavor, memperbesar volume,
meningkatkan total padatan dan mempercepat pengeringan. Dekstrin sendiri adalah
suatu polisakarida hasil dari proses hidrolisis pati dengan adanya peran enzim-enzim
tertentu atau dengan bantuan asam, dan berwarna putih sampai kuning (Reynold, 1982).
Berdasarkan pustaka Fennema (1976), unit penyusun dekstrin terdiri dari glukosa yang
bersifat mengikat air sehingga dapat mengurangi kandungan oksigen terlarut dan proses
oksidasi dapat dicegah. Sifat-sifat yang dimiliki dekstrin adalah larut air, mudah
terdispersi, tidak kental dan memiliki kestabilan lebih baik daripada pati. Adanya
penambahan dekstrin pada produk akan mencegah proses oksidasi sehingga pigmen
tidak mudah rusak (Reynold, 1982). Dekstrin biasa diaplikasikan untuk proses
enkapsulasi dan sebagai pelindung senyawa yang mudah rusak oleh oksidasi seperti
senyawa volatile. Struktur molekul dekstrin berbentuk spiral sehingga molekul-molekul
flavor akan terperangkap di dalam struktur ini. Hal tersebut menyebabkan dekstrin
mampu menjaga stabilitas flavor selama pemanasan dengan menggunakan spray dryer
(Arief, 1987).
Setelah supernatan dan dekstrin tercampur rata, campuran tersebut dituangkan ke dalam
wadah yang dapat digunakan sebagai alas/ tray, dilanjutkan dengan pemanasan dalam
12
oven dengan suhu 50oC hingga kadar airnya mencapai 7% (tidak perlu mengukur kadar
air, cukup diambil menggunakan spatula dan dilihat sudah kering atau masih
menggumpal) sehingga diperoleh adonan kering yang gempal. Kemudian adonan kering
tersebut dihancurkan hingga berbentuk serbuk. Proses pengeringan bertujuan untuk
mengurangi air bebas sehingga mikroorganisme penyebab kerusakan tidak dapat
tumbuh. Pengeringan dilakukan pada suhu 50oC karena jika menggunakan suhu diatas
60oC maka akan terjadi reaksi maillard dan fikosianin akan terdegradasi (Henrikson,
1989).
Nilai Konsentrasi Fikosianin (KF) dan yield dari fikosianin dipengaruhi oleh optical
density (OD). Nilai OD sendiri dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan, di
mana semakin keruh larutan maka ODnya akan semakin tinggi (Fox, 1991). Nilai yield
berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin, dimana nilai yield dapat dihitung
dengan rumus:
Yield (mg / g)=KF × Vol(total filtrat )
g (berat biomasa)
Sehingga semakin tinggi konsentrasi fikosianin, maka yield yang dihasilkan juga
semakin tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai OD pada panjang gelombang 615
nm dan 652 nm dari setiap kelompok berbeda, namun tidak terlalu signifikan. Menurut
Wiyono (2007), perbedaan nilai OD tersebut kemungkinan dapat disebabkan karena
pencampuran dekstrin dan fikosianin yang kurang merata serta pada proses absorbansi
kurang tepat dan teliti sehingga menghasilkan nilai OD berbeda pada sampel yang
sama. Nilai KF terbesar dihasilkan oleh kelompok A5 (0,874) sedangkan yang terendah
dihasilkan oleh kelompok A1 (0,819). Nilai KF tersebut berbanding lurus dengan nilai
yield dimana kelompok A5 menghasilkan yield paling besar (6,337) dan kelompok A1
menghasilkan yield paling kecil (5,938). Hasil tersebut sesuai dengan teori dari Fox
(1991) diatas.
Selain pengukuran KF dan yield, dilakukan juga pengamatan warna dari pewarna bubuk
fikosianin secara sensori. Sebelum dikeringkan, warna fikosianin pada semua kelompok
adalah biru. Namun setelah dikeringkan, warna fikosianin kelompok A1, A2, A3, dan
A5 tidak mengalami perubahan (tetap biru), sedangkan fikosianin yang dihasilkann
13
kelompok A4 berubah menjadi biru muda. Hal ini dapat disebabkan karena proses
pengeringan dalam oven akan mendegradasi konsentrasi fikosianin. Menurut Seo, Y.C.,
et al. (2013), fikosianin bersifat sangat sensitif terhadap suhu karena subunit
polipeptidanya. Martelli, G., et al. (2014) menambahkan bahwa suhu tinggi dapat
memudarkan warna biru dari fikosianin hingga 90%. Selain itu, penambahan dekstrin
yang kurang teliti dapat memudarkan warna bubuk fikosianin karena warna dekstrin
sendiri yang putih sehingga apabila ditambahkan dalam konsentrasi tinggi dapat
memudarkan warna bubuk fikosianin yang diperoleh (Wiyono, 2007). Faktor lainnya
adalah kelemahan metode sensori itu sendiri, karena setiap orang memiliki pandangan
yang berbeda-beda dab sulit untuk distandarisasi. Apabila analisa sensori dilakukan oleh
orang yang sudah terlatih, maka analisa akan lebih mudah dan data lebih valid. Tetapi
orang yang belum terlatih akan lebih sulit untuk menganalisa sehingga menyebabkan
data hasil pengamatan yang kurang presisi (Windsor, et al., 1982).
4. KESIMPULAN
Spirulina platensis merupakan salah satu mikroalga jenis alga biru-hijau yang
mengandung asam nukleat yang relatif rendah, protein, lemak, karbohidrat, dan kaya
akan mineral, vitamin, serat serta pigmen.
Sebagian besar protein yang ada di Spirulina adalah fikobiliprotein dengan
komponen utamanya adalah fikosianin.
Fikosianin memiliki warna biru yang khas dan banyak diaplikasikan pada indusri
pangan dan bidang kesehatan.
Fikosianin dari biomassa Spirulina sp. dapat diisolasi dengan metode pengekstrakan
dengan menggunakan pelarut polar salah satunya yaitu aquades.
Sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan endapan dengan supernatan sehingga
diperoleh supernatan yang mengandung pigmen fikosianin.
Tujuan dari pengukuran abosrbansi menggunakan spektrofotometer adalah untuk
untuk mengetahui kelarutan fikosianin pada larutan.
Tujuan penambahan dekstrin dalam pembuatan pewarna bubuk adalah mencegah
rusaknya fikosianin akibat panas, melapisi komponen flavor, memperbesar volume,
meningkatkan total padatan dan mempercepat pengeringan.
Nilai Konsentrasi Fikosianin (KF) dan yield dari fikosianin dipengaruhi oleh optical
density (OD).
Nilai OD dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan, di mana semakin
keruh larutan maka ODnya akan semakin tinggi.
Semakin tinggi konsentrasi fikosianin, maka yield yang dihasilkan juga semakin
tinggi.
Warna biru fikosianin dapat pudar akibat pengeringan karena fikosianin bersifat
sangat sensitif terhadap suhu karena subunit polipeptidanya.
Semarang, 25 September 2015
Praktikan, Asisten Dosen,
Andika Putri -Deanna Suntoro
13.70.0167 -Ferdyanto Juwono
14
5. DAFTAR PUSTAKA
Achmadi SS, Jayadi, Tri-Panji. (2002). Produksi pigmen oleh Spirulina platensis yang ditumbuhkan pada media limbah lateks pekat. Hayati. 9(3):80-84.
Adams M. (2005). Superfood for Optimum Health: Chlorella and Spirulina. Truth Publishing International, Ltd. New York.
Antelo, F.S., Anschau, A., Costa, J.A.V & Kalil, J. (2010). Extraction and Purification of C-Phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and Integrated Aqueous Two-Phase System. Journal Brazil Chem. Soc. Vol. 21, No.5, 921-926. Brazil.
Arief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat Berdasar Teori Dan Praktek. Universitas Gajahmada Press. Yogyakarta.
Borowitzka M.A. (1997). Microalgae for Aquaculture, Opportunities and Constraints. Journal Application Phycology Vol. 9, hal. 393-401.
Fennema, O.R. (1976). Principles of Foods Science. Marcel Dekker. Inc. New York.
Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.
Henrikson, R. (1989). Earth Food Spirulina. Ronore Enterprises, California
Martelli, G., Folli, C., Visai, L., Daglia, M., & Ferrari, D. (2014). Thermal Stability Improvement of Blue Colorant C-Phycocyanin from Spirulina platensis for Food Industry Applications. Elsevier Ltd. Italy.
Metting, B. and Pyne, J.W. (1986). Biologically Active Compounds from Microalgal.
Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis). Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang.
Ó Carra P, Ó hEocha C. (1976). Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW, editor. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. Academic press inc. London.
Pomeranz, Y. & C. E Meloan. (1987). Food Analysis Theoryland Practice. An AVI Book. New York.
15
16
Reynold, James E.F. (1982). Martindale The Extra Pharmacopolia, Edition Twenty Eigth. The Pharmacentical Press. London.
Richmond A. (1988). Spirulina. Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor. Micro-algal biotechnology. Cambridge University Press. Cambridge.
Romay, C., Armesto, J., Remirez, D., Gonzalez, R., Ledon, N., & Garcis, I. (1998). Inflamn Res 47, 36-41.
Seo, Y.C., Choi, W.S., Park, J.H., Park, J.O., Jung, K.H., & Lee, H.Y. (2013). Stable Isolation of Phycocyanin from Spirulina platensis Associated with High-Pressure Extraction Process. International Journal of Molecular Sciences. Korea.
Sharma, G., Kumar, M., Ali, M.I., & Jasuja, N.D. (2014). Effect of Carbon Content, Salinity and pH on Spirulina platensis for Phycocyanin, Allophycocyanin and Phycoerythrin Accumulation. Journal of Microbial & Biochemical Technology 6:4. India.
Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J. (2007). Bioresour. Technol., 98, 1629.
Sivasankari, S., Naganandhini, & Ravindran, D. (2014). Comparison of Different Extraction Methods for Phycocyanin Extraction and Yield from Spirulina platensis. International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences. Vol. 3 No. 8: 904-909. India.
Syah, dkk. (2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Tietze H. W. (2004). Spirulina Micro Food Macro Blessing. 4th Ed. Haralz W Tietze Publishing. Australia.
Tri Panji S, Achmadi, Tjahjadarmawan E. (1996). Produksi asam gammalinolenat dari ganggang mikro Spirulina platensis menggunakan limbah lateks pekat.Menara Perkebunan 64 (1): 34-44.
Windsor, M. L.; A. Aitken; I. M. Mackie & J. H. Merrit. (1982). Fish Handling and Processing 2nd Edition. Ministry of Agriculture, Fisheries, and Food. USA.
Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan Fikosianin
KF(mg/ml) = OD615−0,474 (OD¿¿652)
5,34×
1Fp
¿
Yield (mg/g) = KF ×Vol(total filtrat)
g (berat Biomassa)
Kelompok A1
KF(mg/ml) = 0,0544 – 0,474(0,0225)
5,34×
110−2
= 0,819mg/ml
Yield (mg/g) = 0,819 ×58
8= 5,938 mg/g
Kelompok A2
KF(mg/ml) = 0,0569 – 0,474 (0,0223)
5,34×
110−2
= 0,868mg/ml
Yield (mg/g) = 0,868 ×58
8= 6,293 mg/g
Kelompok A3
KF(mg/ml) = 0,0568 – 0,474 (0,0227)
5,34×
110−2
= 0,862mg/ml
Yield (mg/g) = 0,862× 58
8= 6,250 mg/g
17
18
Kelompok A4
KF(mg/ml) = 0,0569 – 0,474 (0,0226)
5,34×
110−2
= 0,865mg/ml
Yield (mg/g) = 0,865 ×58
8= 6,271 mg/g
Kelompok A5
KF(mg/ml) = 0,0574 – 0,474(0,0226)
5,34×
110−2
= 0,874mg/ml
Yield (mg/g) = 0,874 ×58
8= 6,337 mg/g
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal