KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGARAcara I
laporan resmi praktikum TEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh:Nama : Melany Isabella D.CNIM : 11.70.0078Kelompok
A3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI
PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
201422
1. 21
2. HASIL PENGAMATAN2.1. Tabel Pengamatan Kinetika Fermentasi
Dalam Produksi VinegarHasil pengamatan kinetika fermentasi dalam
produksi minuman vinegar dapat dilihat pada Tabel 1.
KelompokPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap
petakRata-rata/ MO tiap ccOD (nm)pHTotal Asam
1234
A1Sari Apel + S. cerevisiaeN0119151011,254,5 x
1070,52922,9025,344
N244125182226,510,6 x 1070,26832,8823,808
N485357625155,7522,3 x 1070,55542,9723,424
N72608682928032 x 1071,04763,1819,2
N9620817224418020180,4 x 1071,47082,9119,584
A2Sari Apel + S. cerevisiaeN02623222824,759,9 x
1071,04172,9525,436
N242624222519,257,7 x 1070,67792,8821,312
N482940398247,51,9 x 1080,84743,0121,696
N7224118106104105,54,22 x 1080,87233,1622,08
N961401891451181485,92 x 1081,41373,0720,16
A3Sari Apel + S. cerevisiaeN014171514156 x
1070,82412,9025,152
N242250505644,51,78 x 1080,22172,8723,616
N481101221191171174,68 x 1081,00592,9919,2
N72112103112104107,754,31 x 1081,28913,1220,16
N9684626874722,88 x 1080,93423,1120,16
A4Sari Apel + S. cerevisiaeN0810201212,55 x
1070,77782,9624,96
N244350503243,751,75 x 1080,79772,8821,12
N4899829810094,753,79 x 1081,09843,0428,8
N72108101929899,753,99 x 1080,96303,2129,76
N96115117111112113,754,55 x 1081,17213,2419,2
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi
VinegarKelompokPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap
petakRata-rata/ MO tiap ccOD (nm)pHTotal Asam
1234
A5Sari Apel + S. cerevisiaeN02320211920,758,3 x
1070,91692,9323,424
N2442465256491,96 x 1080,71962,8822,08
N487178827476,253,05 x 1080,61733,0430,72
N7282103106115101,54,06 x 1081,45403,2622,08
N96131207125154154,256,17 x 1081,24873,2120,16
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi
Vinegar (Lanjutan)
Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa jumlah kepadatan sel
yeast pada produk vinegar kelompok A1, A4, dan A5 semakin hari
semakin meningkat, sedangkan pada kelompok A2 jumlah kepadatan sel
menurun di hari ke-2 kemudian meningkat hingga hari ke-5. Pada
kelompok A3, jumlah kepadatan sel meningkat dari hari ke-1 hingga
ke-3, relatif stabil di hari ke-4, dan mengalami penurunan di hari
ke-5. Nilai absorbansi larutan kelompok A1 dan A2 menurun di hari
ke-2 dan terus meningkat hingga hari ke-5, sedangkan pada kelompok
A3 nilai absorbansi menurun di hari ke-2 dan meningkat hingga hari
ke-4 dan menurun di hari-5. Nilai Optical Density (OD) kelompok A4
meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 kemudian mengalami penurunan di
hari ke-4 dan meningkat kembali di hari ke-5. Sedangkan nilai
absorbansi kelompok A5 mengalami penurunan hingga hari ke-3 dan
meningkat di hari ke-4 dan setelah itu mengalami penurunan di hari
ke-5. Nilai pH maupun total asam vinegar A1 hingga A5 mengalami
kenaikan dan penurunan yang tidak teratur (berfluktuasi).
2.2. Grafik Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi
Vinegar2.2.1. Grafik Hubungan OD dengan WaktuHasil pengamatan
hubungan OD dengan waktu dapat dilihat di grafik 1.
Grafik 1. Hubungan OD dengan Waktu
Berdasarkan Grafik 1. dapat dilihat bahwa nilai OD kelompok A1
dan A2 mengalami penurunan di hari ke-2 dan terus meningkat hingga
hari ke-5, nilai OD kelompok A3 mengalami penurunan di hari ke-2
lalu meningkat hingga hari ke-4 dan menurun di hari ke-5, nilai OD
kelompok A4 stabil di hari ke-2, meningkat di hari ke-3, menurun di
hari ke-4 dan meningkat lagi di hari ke-5. Nilai OD kelompok A5
menurun hingga hari ke-3 kemudian meningkat drastis di hari ke-4
dan kembali menurun di hari ke-5.
2.2.2. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan WaktuHasil pengamatan
hubungan jumlah sel dengan waktu dapat dilihat di grafik 2.
Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu
Berdasarkan Grafik 2. dapat dilihat bahwa semakin hari jumlah
koloni sel yeast pada kelompok A1, A2, A4, dan A5 relatif mengalami
kenaikan. Namun, pada kelompok A3 jumlah selnya mengalami kenaikan
hingga hari ke-3 kemudian sedikit mengalami penurunan dihari ke-4
dan menurun lagi di hari ke-5.
2.2.3. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan pHHasil pengamatan
hubungan jumlah sel dengan pH dapat dilihat di grafik 3.
Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel dengan pH
Berdasarkan Grafik 3. tidak dapat dilihat hubungan antara jumlah
koloni sel yeast dengan pH. Nilai pH tidak mempengaruhi jumlah sel.
Semakin tinggi nilai pH, jumlah sel tidak tentu semakin tinggi
ataupun semakin rendah.
2.2.4. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan ODHasil pengamatan
hubungan jumlah sel dengan OD dapat dilihat di grafik 4.
Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel dengan OD
Berdasarkan Grafik 4., dapat dilihat bahwa jumlah koloni sel
yeast dengan OD tidak memiliki hubungan spesifik. Semakin tinggi
nilai OD, jumlah sel tidak selalu semakin tinggi atau rendah.
Demikian juga dengan semakin banyak jumlah sel, nilai OD tidak
selalu semakin tinggi atau rendah.
2.2.5. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total AsamHasil
pengamatan hubungan jumlah sel dengan Total Asam dapat dilihat di
grafik 5.
Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam
Berdasarkan Grafik 5. tidak dapat dilihat hubungan yang jelas
antara jumlah koloni sel yeast dengan total asam. Ketika total asam
semakin tinggi, jumlah sel tidak berbanding lurus maupun berbanding
terbalik. Demikian juga dengan semakin tinggi jumlah sel, nilai
total asam tidak mengikuti semakin tinggi maupun semakin
rendah.
3. PEMBAHASAN
Praktikum kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar
bertujuan untuk mengetahui hubungan Optical Density (OD) dengan
jumlah koloni sel yeast, mengetahui metode perhitungan sel dengan
haemocytometer, dan mengatahui cara mengukur asam dalam vinegar.
Produk yang dibuat pada praktikum ini adalah vinegar. Vinegar
berasal dari bahasa Perancis yaitu vinaigre yang berarti anggur
asam. Vinegar merupakan produk fermentasi dari bahan yang
mengandung gula atau pati menjadi alkohol, kemudian difermentasi
lagi pada proses selanjutnya. Vinegar dapat digunakan untuk
memperbaiki flavor bahan makanan (sebagai bahan penyedap) atau
sebagai minuman dengan flavor khas setelah dilakukan proses aging
(penuaan) (Kwartiningsih & Nuning, 2005).
Cider apel merupakan salah satu jenis vinegar. Cider apel
terbuat dari fermentasi sari buah apel hingga diperoleh kadar asam
asetat sebesar 4 gram/100 mL, kadar gula reduksi maksimum 50%, dan
jumlah padatan total sebesar 1,6%. Pada praktikum ini digunakan
bahan berupa sari apel malang. Buah-buahan, termasuk apel banyak
mengandung gula yang akan digunakan oleh yeast sebagai substrat
dalam proses fermentasi (Sevda & Rodrigues, 2011). Cider yang
dibuat dalam praktikum ini termasuk metode natural cider
(tradisional), yaitu cider tanpa penambahan gula maupun
karbondioksida dalam pembuatannya, namun diperoleh dari pengepresan
apel cider yang kemudian ditambahkan Saccharomyces cerevisiae
(Dolge et al., 2012).
Buah apel terdapat dalam berbagai varietas. Aroma dan tekstur
apel dihasilkan dari sekitar 230 komponen kimia (termasuk berbagai
macam asam asetat, asam format, dan 20 jenis asam lain). Kandungan
alkohol pada apel sekitar 30-40 jenis, ester seperti etil asetat
ada sekitar 100 jenis, serta terdapat karbonil dan asetaldehid.
Komponen kimia dalam tanaman apel dipengaruhi oleh perbedaan
varietas, keadaan iklim, tempat tumbuh, cara pemeliharaan tanaman,
cara pemanenan, kematangan ketika dipanen, dan kondisi penyimpaan
setelah panen (Susanto & Bags, 2011).
Fermentasi merupakan suatu reaksi oksidasi yang menghasilkan
energi (senyawa organik merupakan donor dan aseptor) (Kwartiningsih
& Nuning, 2005). Fermentasi dapat berlangsung apabila terdapat
mikroorganisme (yeast atau bakteri), senyawa organik yang akan
difermentasi, media tempat fermentasi berlangsung, kondisi
fermentasi terkontrol, dan peralatan untuk memonitor jalannya
fermentasi (Scott & William, 2008). Senyawa organik yang biasa
digunakan untuk fermentasi adalah zat gula. Zat gula akan diubah
menjadi senyawa lain melalui reaksi reduksi dengan katalis enzim
(Kwartiningsih & Nuning, 2005). Pembuatan vinegar meliputi dua
tahapan, yaitu tahapan konversi gula menjadi etanol oleh yeast
Saccharomyces cerevisiae (anaerob), kemudian dilanjutkan dengan
penambahan bakteri asam asetat yang akan mengoksidasi etanol
menjadi asam asetat (aerob) (Scott & William, 2008).
Inokulum yang digunakan dalam praktikum ini adalah Saccharomyces
cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae merupakan yeast uniseluler
yang bersifat non-patogen dan tidak beracun sehingga sering
digunakan dalam berbagai proses fermentasi seperti pada pembuatan
roti, asam laktat, dan alkohol (termasuk vinegar) (Thontowi et al,
2007). Saccharomyces merupakan khamir sejati (true yeast) berbentuk
bulat, oval, memanjang, dan biasanya membentuk pseudomiselium.
Saccharomyces ini bereproduksi secara pertunasan multipolar atau
pembentukan askospora (Fardiaz, 1992).
3.1. Pengukuran Biomassa Dengan HaemocytometerPengukuran jumlah
koloni sel mikroorganisme menggunakan Haemocytometer merupakan
penghitungan mikroorganisme secara langsung, dilakukan dengan cara
sebanyak 250 ml sari apel (hasil juicer) dipasteurisasi selama 30
menit di dalam waterbath kemudian didinginkan hingga mencapai suhu
ruang. Tujuan pasteurisasi sari apel tersebut yaitu untuk membunuh
mikroorganisme patogen, namun tidak dapat membunuh maupun
menghancurkan mikroorganisme penghasil spora (Chirlaque, 2011).
Perlakuan pendinginan hingga mencapai suhu 27-30oC bertujuan untuk
menciptakan kondisi pertumbuhan optimum media bagi inokulum
Saccharomyces cerevisiae yang selanjutnya diinokulasikan sebanyak
30 ml ke dalam erlenmeyer berisi sari apel (media pertumbuhan)
secara aseptis (Potter & Hotchkiss, 1996). Tujuan teknik
aseptis yaitu untuk mencegah kontaminasi dari mikroorganisme lain
yang tidak diinginkan masuk ke dalam biakan murni Saccharomyces
cerevisiae (Hadioetomo, 1993).
Media pertumbuhan bagi Saccharomyces cerevisiae tersebut harus
mengandung kebutuhan nutrisi dasar. Kebutuhan nutrisi dasar yang
dimaksud adalah energi (sumber karbon), sumber nitrogen, dan unsur
anorganik. Selain itu juga dibuat sama dengan media fermentasi
(sari apel) dengan tujuan untuk mempersingkat fase adaptasi
sehingga pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae langsung memasuki
fase eksponensial pada tahap awal fermentasi (Thontowi et al,
2007).
Tahap selanjutnya yaitu sampel diambil secara aseptis sebanyak
10 ml dengan pipet tetes untuk diukur jumlah kepadatan sel
Saccharomyces cerevisiae menggunakan haemocytometer. Haemocytometer
merupakan alat yang pada umumnya digunakan untuk menghitung sel
dengan ukuran sebesar sel darah merah (>104 sel/mm).
Haemocytometer berupa ruang hitung yang berupa petak-petak
berukuran kecil dan untuk menghitung jumlah koloni sel
mikroorganismenya dilakukan di bawah mikroskop (Hadioetomo, 1993).
Haemocytometer terdiri dari dua ruang hitung dengan kedalaman
tertentu. Masing-masing ruangan terdiri atas petak-petak
mikroskopik dengan goresan pada permukaan kaca. Petak-petak
haemocytometer dibatasi oleh tiga buah garis dengan ukuran 4 x 4
kotak. Di dalam satu buah petak, terdapat 16 petak kecil yang
berfungsi untuk menghitung jumlah sel dalam volume spesifik cairan
(Chen & Chiang, 2011).
3.2. Penentuan Total Asam Selama FermentasiPengukuran total asam
dilakukan dengan cara sampel diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan
ke dalam erlenmeyer, kemudian ditetesi dengan indikator PP sebanyak
3 tetes dan dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N hingga warna
berubah menjadi merah jambu (TAT). Metode yang dilakukan dalam
praktikum ini telah sesuai dengan teori Kwartiningsih & Nuning
(2005) yang mengatakan bahwa uji kuantitatif asam asetat dapat
dilakukan dengan cara melakukan titrasi menggunakan larutan NaOH
0,1 N dengan indikator PP (metode alkalimetri). Indikator PP
(Phenolphtalein) dapat bereaksi dengan basa dan membentuk warna
merah muda (Sudarmadji et al., 1989).
3.3. Pengukuran pH Minuman VinegarSebanyak 10 ml sampel
dimasukkan ke dalam beaker glass menggunakan pipet volume. Setelah
itu, pH sampel diukur menggunakan pH meter (Sugiharto, 1987).
Sebelum dilakukan pengukuran pH, pH meter harus dikalibrasi
terlebih dahulu. Prinsip pengukuran keasaman dengan pH meter adalah
ketika pH meter dihubungkan dengan sumber tenaga, akan terdapat
rantai tertutup sehingga besarnya kadar ion hidrogen dapat
diketahui dari goyangan jarum yang terdapat pada alat penera
(potensiometer). pH meter terdiri dari potensiometer juga tersusun
atas dua buah elektroda (Suhardi, 1991).
3.4. Penentuan Hubungan Absorbansi Dengan Kepadatan
SelPengukuran jumlah koloni sel mikroorganisme dengan
spektrofotometer merupakan cara pengukuran jumlah koloni sel
mikroorganisme secara tidak langsung yaitu dengan cara sampel
dimasukkan ke dalam beaker glass sebanyak 10 ml kemudian dilakukan
penentuan nilai absorbansi menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 660 nm. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur
konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa dalam
menyerap berkas sinar atau cahaya yang akan meneruskan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu. Nilai absorbansi
dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan. Ketika suatu
larutan sangat pekat dan keruh, maka nilai absorbansi akan semakin
tinggi, dan apabila suatu larutan semakin jernih akan memiliki
nilai absorbansi yang semakin rendah (Fox, 1991).
Pengukuran jumlah kepadatan sel, pengujian pH, pengujian
absorbansi (OD), maupun pengukuran total asam dilakukan setiap hari
(N0, N24, N48, N72, N96). Sebelum dilakukan pengukuran jumlah
kepadatan sel, pengujian pH, pengujian absorbansi (OD), maupun
pengukuran total asam, sampel harus diinkubasi selama 24 jam sambil
dikocok menggunakan shaker (pengocokan). Tujuan dilakukan
pengocokan adalah untuk meningkatkan laju alir udara sehingga tidak
menghambat transfer oksigen dan proses metabolisme yeast sehingga
yeast akan tumbuh dengan optimal (Winarno et al., 1980). Said
(1987) mengatakan bahwa pengocokan juga berfungsi untuk menjamin
suspensi sel mikroba dan media dalam keadaan homogen.
3.5. Hubungan Nilai OD dengan Waktu InkubasiBerdasarkan teori
Fardiaz (1992), jumlah sel yeast akan semakin meningkat seiring
dengan lamanya waktu fermentasi hingga waktu tertentu dan akan
mengalami penurunan ketika fase kematian. Pengukuran jumlah yeast
dapat dilakukan dengan alat spektrofotometer dengan prinsip Hukum
Lambert-Beer yang mencakup rasio intensitas yang diteruskan (I)
dengan intensitas cahaya mula-mula (I0) disebut persen transmitansi
(%T) yang berbanding terbalik dengan absorbansi (OD). Semakin
banyak jumlah koloni sel yeast, maka akan semakin keruh suatu
suspensi dan nilai absorbansi akan semakin tinggi. Nilai absorbansi
lebih berhubungan dengan jumlah koloni sel yeast dibandingkan
dengan waktu inkubasi.
Secara umum, yeast akan mengalami fase eksponensial saat 24-48
jam (1-2 hari). Selama fase eksponensial berlangsung, populasi
yeast akan bertambah dan terjadi pertunasan dengan tingkat tinggi
dan akan mengalami fase stasioner setelah melebihi 48 jam (2 hari)
ditandai dengan yeast berhenti bertunas dan laju produksi alkohol
berkurang. Hal ini disebabkan karena nutrisi yang akan digunakan
yeast sebagai substrat hampir habis sehingga lama kelamaan yeast
akan mati (Triwahyuni et al., 2012). Dengan demikian, jumlah koloni
sel yeast akan mengalami peningkatan di fase eksponensial (24-48
jam), mencapai kestabilan jumlah pada fase stasioner (72 jam), dan
mengalami penurunan jumlah akibat kematian (96 jam).
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa nilai OD semua
kelompok mengalami penurunan pada jam ke-48 dan akan meningkat
hingga jam ke-72 dan menurun kembali pada jam ke-96. Seharusnya,
nilai OD akan meningkat hingga jam ke-48 dan relatif stabil pada
jam ke-72 kemudian menurun pada jam ke-96. Hasil yang diperoleh
tidak sesuai dengan teori Fardiaz (1992). Ketidaksesuaian antara
hasil dengan teori dapat disebabkan karena kesalahan praktikan
dalam melakukan pengukuran menggunakan spektrofotometri yaitu kuvet
kurang bersih, penempatan kuvet kurang tepat, dan terdapat
gelembung dalam larutan (Sudarmadji & Suhardi, 2000).
3.6. Hubungan Jumlah Sel Koloni Mikroorganisme dengan Waktu
InkubasiHubungan antara jumlah sel koloni mikroorganisme dengan
waktu inkubasi berdasarkan data kelompok A1, A2, A4, dan A5
rata-rata mengalami peningkatan jumlah koloni yeast dengan semakin
lamanya waktu inkubasi. Sedangkan pada kelompok A3, yeast mengalami
peningkatan jumlah koloni pada hari ke-2 dan ke-3 kemudian tidak
mengalami perubahan signifikan pada hari ke-4 dan menurun pada hari
ke-5. Seharusnya pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae melalui fase
lag, fase log, fase stasioner, dan fase kematian. Fase lag
merupakan fase adaptasi. Fase log merupakan fase dimana sel
mikroorganisme membelah dengan cepat, disebut juga dengan fase
logaritmik. Fase stasioner adalah fase mikroorganisme berada dalam
kondisi statis yaitu jumlah sel yang hidup hampir sama dengan
jumlah sel yang mati. Sedangkan fase kematian adalah fase dimana
mikroorganisme mengalami penurunan drastis (Fardiaz, 1992). Fase
pertumbuhan yeast dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Fase Pertumbuhan Yeast
Menurut Elevri & Surya (2006), Saccharomyces cerevisiae
dapat memiliki fase log yang singkat karena media yang digunakan
pada starter (media pertumbuhan awal) telah dibuat sama dengan
media fermentasi. Pada jam ke-20 waktu inkubasi, Saccharomyces
cerevisiae sudah mencapai pertengahan fase log dan pada jam ke-30
waktu inkubasi, Saccharomyces cerevisiae telah memasuki fase
stasioner. Berdasarkan teori Thontowi et al. (2007), proses
fermentasi dapat dihentikan setelah 84 jam karena Saccharomyces
cerevisiae telah memasuki fase kematian.
Laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme akan menurun ketika
waktu fermentasi berjalan semakin panjang. Penurunan laju
pertumbuhan spesifik ini disebabkan oleh nutrisi penting di dalam
media berkurang akibat dimanfaatkan mikroorganisme untuk proses
metabolismenya (memecah senyawa kompleks menjadi sederhana)
(Thontowi et al, 2007). Selain itu juga disebabkan karena semakin
banyaknya konversi gula menjadi alkohol yang dihasilkan oleh jumlah
yeast yang semakin banyak sehingga alkohol akan menjadi
toksik/racun bagi yeast tersebut. Peningkatan jumlah alkohol dapat
mencapai 6-8% saat terjadi peningkatan jumlah sel yeast (Sevda
& Rodrigues, 2011).
Berdasarkan teori yang ada, maka dapat dikatakan bahwa hasil
yang diperoleh kelompok A3 telah sesuai dengan teori, namun hasil
pengamatan kelompok A1, A2, A4, dan A5 tidak sesuai dengan teori.
Ketidaksesuaian hasil pengamatan dengan teori dapat disebabkan
karena substrat pada proses fermentasi vinegar tersebut
berkelimpahan sehingga yeast masih berada dalam fase log (fase
penggandaan). Hal ini didasarkan pada teori Sevda & Rodrigues
(2011) yang mengatakan bahwa Saccharomyces cerevisiae sering
digunakan dalam fermentasi karena dipercaya mempunyai waktu
penggandaan yang cepat sehingga proses fermentasi dapat berjalan
efisien, selain itu juga dapat mencegah risiko kontaminasi.
Hasil pengamatan jumlah sel yeast dengan haemocytometer pada N0
hingga N96 secara berurutan (dari kiri ke kanan) dapat dilihat pada
Gambar 2. Gambar 2. Hasil Pengamatan Jumlah Koloni Sel Yeast dengan
Haemocytometer pada N0, N24, N48 N72, dan N96.
3.7. Hubungan Jumlah Koloni Sel Mikroorganisme dengan pHNilai pH
akan semakin menurun dengan semakin lamanya waktu fermentasi.
Perubahan pH sari apel disebabkan oleh aktivitas sel yeast yang
juga menghasilkan asam-asam organik (asam malat, asam tartarat,
asam sitrat, asam asetat, asam butirat, dan asam propionat) sebagai
hasil samping selain etanol (Susanto & Bags, 2011).
Fermentasi vinegar meliputi dua tahapan yaitu:a. Fermentasi
pembentukan alkohol (melibatkan Saccharomyces cerevisiae)Reaksi
yang terjadi pada pembentukan alkohol dan gas karbondioksida dari
glukosa secara anaerob adalah : C6H12O6 2 CH3CH2OH + CO2. Hasil
fermentasi pembentukan alkohol mencakup etanol, asam laktat, asam
asetat, asetaldehid, dan gliserol.b. Fermentasi pembentukan asam
asetat dan air (melibatkan Acetobacter aceti)Reaksi pembentukan
asam asetat (aerob) adalah:CH3CH2OH + O2 CH3COOH +
H2O(Kwartiningsih & Nuning, 2005).
Pada fermentasi pembentukan asam asetat, terjadi pembentukan
asam asetat dari etanol melalui pembentukan asetaldehid dengan
reaksi sebagai berikut.CH3CH2OH + O2 CH3CHO + H2O Etanol
AsetaldehidCH3CHO + O2 CH3COOHAsetaldehid Asam Asetat(Kwartiningsih
& Nuning, 2005).
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh oleh kelompok A1
hingga A5 tidak diketahui hubungan antara pH dengan jumlah sel
mikroorganisme (berfluktuasi). Ketidaksesuaian antara hasil
pengamatan dengan teori yang ada dapat disebabkan karena fermentasi
tahap kedua dengan Acetobacter aceti belum dilakukan dalam
praktikum ini, sehingga hanya berlangsung produksi alkohol oleh
Saccharomyces cerevisiae sedangkan produksi asam asetat belum
berlangsung. Hasil titrasi vinegar pada N0 hingga N96 secara
berurutan (dari kiri ke kanan) dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hasil Titrasi Vinegar Pada N0, N24, N48, N72, dan
N96
3.8. Hubungan Jumlah Koloni Sel Mikroorganisme dengan
ODBerdasarkan hasil pengamatan mengenai hubungan jumlah koloni sel
mikroorganisme dengan nilai OD, nilai OD kelompok A1 hingga A5
tidak berbanding lurus maupun berbanding terbalik dengan waktu
inkubasi (N0, N24, N48, N72, dan N96) melainkan berfluktuasi. Hasil
yang praktikan peroleh tidak sesuai dengan teori Pelezar and Chan
(1986) yang menyatakan bahwa nilai OD akan berbanding lurus dengan
jumlah koloni sel mikroorganisme. Hal ini disebabkan karena semakin
banyak jumlah sel dalam suatu suspensi, maka sinar yang dihamburkan
akan semakin banyak akibat kekeruhan yang semakin meningkat.
Ketidaksesuaian data yang diperoleh dengan teori kemungkinan
disebabkan oleh kurang bersihnya kuvet serta penempatan kuvet
kurang tepat, dan terdapat gelembung dalam larutan (Sudarmadji
& Suhardi, 2000).
3.9. Hubungan Jumlah Koloni Sel Mikroorganisme dengan Total
AsamHasil pengamatan yang diperoleh kelompok A1 hingga A5 mengenai
hubungan jumlah koloni sel mikroorganisme dengan total asam tidak
memiliki hasil yang signifikan. Berdasarkan teori Susanto &
Bags (2011), nilai pH akan semakin menurun dengan semakin lamanya
waktu fermentasi. Hal ini disebabkan karena terbentuknya asam
asetat dari konversi etanol oleh bakteri Acetobacter aceti
(Kwartiningsih & Nuning, 2005). Berdasarkan teori tersebut,
dapat diketahui bahwa total asam tidak dipengaruhi oleh jumlah
koloni sel yeast, melainkan lebih dipengaruhi oleh lama waktu
inkubasi dan juga adanya fermentasi tahap II oleh Acetobacter
aceti.
Total asam akan meningkat apabila nilai pH semakin menurun (pH
rendah) (Hardiningsih et al., 2006). Hasil yang diperoleh telah
sesuai dengan teori yaitu tidak ada hubungan antara total asam
dengan jumlah koloni sel yeast yang menghasilkan alkohol. Namun,
apabila dikaitkan dengan teori yang ada, total asam lebih berkaitan
dengan jumlah koloni sel bakteri Acetobacter aceti yang berperan
menghasilkan asam asetat pada produk vinegar (Kwartiningsih &
Nuning, 2005). Pengukuran total asam dapat menyimpang dari yang
seharusnya karena kesalahan praktikan dalam menentukan titik akhir
titrasi (TAT) akibat perbedaan indera penglihatan seseorang.
4. KESIMPULAN
Vinegar merupakan produk fermentasi dari bahan yang mengandung
gula menjadi alkohol dan difermentasi lagi pada proses selanjutnya.
Cider apel adalah salah satu jenis vinegar. Fermentasi dapat
berlangsung apabila terdapat mikroorganisme, senyawa organik, media
tempat fermentasi berlangsung, kondisi fermentasi terkontrol, dan
peralatan untuk memonitor jalannya fermentasi Tujuan pasteurisasi
sari apel yaitu untuk membunuh mikroorganisme patogen. Pendinginan
hingga mencapai suhu 27-30oC bertujuan untuk menciptakan kondisi
pertumbuhan optimum bagi Saccharomyces cerevisiae. Tujuan teknik
aseptis yaitu untuk mencegah kontaminasi dari mikroorganisme lain
yang tidak diinginkan. Media pertumbuhan yeast harus dibuat sama
dengan media fermentasi. Haemocytometer digunakan untuk menghitung
jumlah koloni sel yang berukuran sebesar sel darah merah.
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur konsentrasi suatu senyawa
berdasarkan kemampuannya dalam menyerap berkas sinar atau cahaya
dan meneruskannya dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu.
Tujuan dilakukan pengocokan adalah untuk meningkatkan laju alir
udara dan menjamin suspensi sel mikroba dan media dalam keadaan
homogen. Jumlah sel yeast akan semakin meningkat seiring dengan
lamanya waktu fermentasi hingga waktu tertentu dan akan mengalami
penurunan ketika fase kematian. Fase pertumbuhan yeast meliputi
fase lag, fase log, fase stasioner, dan fase kematian. Nilai pH
akan semakin menurun dengan semakin lamanya waktu fermentasi.
Fermentasi vinegar meliputi dua tahapan yaitu fermentasi
pembentukan alkohol dan fermentasi pembentukan asam asetat dan air.
Inokulum yang berperan dalam pembuatan vinegar adalah Saccharomyces
cerevisiae dan Acetobacter aceti. Nilai OD berbanding lurus dengan
jumlah koloni sel yeast. Nilai OD lebih berkaitan dengan jumlah
koloni sel yeast dibandingkan dengan lama waktu fermentasi Total
asam dan nilai pH lebih berkaitan dengan jumlah koloni Acetobacter
aceti dibandingkan dengan jumlah koloni Saccharomyces cerevisiae.
Semakin rendah pH, maka total asam akan semakin tinggi. Kadar
alkohol yang terlalu tinggi dapat bersifat toksik bagi yeast itu
sendiri.
Semarang, 25 Mei 2014Asisten Dosen, Stella Mariss H Meilisa
Lelyana D Andriani Cintya SMelany Isabella D.C11.70.00785. DAFTAR
PUSTAKA
Chen, Y. W. and Chiang, P. J. (2011). Automatic Cell Counting
for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of
Science, Engineering and Technology 58.
Chirlaque, Raul Alcazar. (2011). Factors Influencing Raw Milk
Quality and Dairy Products. Universidad Politecnica de Valencia,
Escuela Politecnica Superior de Gandia, Licenciado en Ciencias
Ambientales. Gandia.
Dolge, R. R.; Z. Kruma; and D. Karklina. (2012). Aroma
Composition and Polyphenol Content of Ciders Available in Latvian
Market. World Academy of Science, Engineering and Technology
67.
Elevri, P.A dan Surya R.P. (2006). Produksi Etanol Menggunakan
Saccharomyces cerevisiae yang Diamobilisasi dengan Agar Batang.
Akta Kimia Indonesia 1(2) : 105-114.
Fardiaz, S. (1992). Mikroorganisme Pangan 1. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Fox, P. F. ( 1991 ). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied
Sciences. London.
Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT
Gramedia Pustaka. Jakarta.
Hardiningsih, R; Rostiati N.R.N; dan Titin Y. (2006). Isolasi
dan Uji Resistensi Beberapa Isolat Lactobacillus Pada pH Rendah.
Biodiversitas 7(1) : 15-17.
Kwartiningsih, E dan Ln. Nuning S.M. (2005). Fermentasi Sari
Buah Nanas Menjadi Vinegar. Ekuilibrium 4(1) : 8-12.
Pelezar, Michael J. & Chan. E.C.S. (1976). Turbidimetric
Measurement of Plant Cell Culture Growth. Massachussets : MIT.
Potter, N. N. & J. H. Hotchkiss. (1996). Food Scince Fifth
Edition. CBS Publishers & Distributors. New Delhi.
Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi.
PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Scott, R and William C.S. (2008). Ecology of Fermented Foods.
Human Ecology Review 15(1):25-31.Sevda SB and Rodrigues L. (2011).
Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava
(Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava
Wine Production. Journal Food Processing and Technology 2(4) :
1-9.
Sudarmadji S. & B.H. Suhardi. (2000). Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Sudarmadji, S; B. Haryono & Suhardi. (1989). Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty PAU Pangan dan Gizi UGM.
Yogyakarta.
Sugiharto. (1987). Dasar Dasar Pengelolaan Air Limbah.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Suhardi. (1991). Petunjuk Laboratorium Analisa Air dan
Penanganan Limbah. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Susanto, W.H dan Bags R.S. (2011). Pengaruh Varietas Apel (Malus
sylvestris) dan Lama Fermentasi Oleh Khamir Saccharomyces
cerevisiae Sebagai Perlakuan Pra-pengolahan Terhadap Karakteristik
Sirup. Jurnal Teknologi Pertanian 2(3):135-142.
Thontowi, A; Kusmiati; Sukma N. (2007). Produksi Glukan
Saccharomyces cerevisiae dalam Media dengan Sumber Nitrogen Berbeda
pada Air-Lift Fermentor. Biodiversitas 8(4) : 253-256.
Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012).
The Effect Of Dry Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration On
Fermentation Process For Bioethanol Production From Palm Oil Empty
Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31 34.
Winarno, F. G. ; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar
Teknologi Pertanian. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.6. 7.
LAMPIRAN7.1. Perhitungan Perhitungan Kelompok A3Perhitungan
Rata-rata / MO tiap cc
Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm = 0,00025 mm3 =
0,00000025 cc = 2,5 x 10-7 ccN0 N24 N48 N72 N96
Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =N24Total Asam
=N48Total Asam =N72Total Asam =N96Total Asam =
7.2. Abstrak Jurnal7.3. Report Viper