Top Banner
i FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN SUSTER PAMONG DI ASRAMA SANTA ANGELA, BANTUL, YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Oleh: Yashinta Kurnia Brilyanti NIM: 131224009 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
337

FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

Sep 09, 2019

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

i

FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI

DAN SUSTER PAMONG DI ASRAMA SANTA ANGELA,

BANTUL, YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Yashinta Kurnia Brilyanti

NIM: 131224009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2018

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

iv

MOTO

“Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi satu-satunya hal yang benar-benar

dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri.”

(Raden Ajeng Kartini)

“Tahukah engkau semboyanku? Aku mau! Dua patah kata yang ringkas itu sudah

beberapa kali mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan

kesusahan. Kata Aku tiada dapat! melenyapkan rasa berani. Kalimat ‘Aku mau!’

membuat kita mudah mendaki puncak gunung.”

(Raden Ajeng Kartini)

“Jangan pernah menyerah jika kamu masih ingin mencoba. Jangan biarkan

penyesalan datang karena kamu selangkah lagi untuk menang”

(Raden Ajeng Kartini)

“Yang penting Anda sehat, mau berkorban untuk masa depan yang lebih cerah.

Konsisten, kerja keras, disiplin”

(B.J. Habibie)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Allah Bapa di Surga, Ibu Maria, Tuhan Yesus, dan Roh Kudus yang selalu

membimbing, mencintai, menyertai, serta menjamah doa dan hidup saya.

2. Kedua orang tua saya, Agustinus Sukardi dan Yohanna Elisabeth Sri

Mulyani yang tetap setia dan sabar mendidik dan mengantarkan saya

hingga mampu menyelesaikan studi strata satu ini.

3. Ketiga kakak saya, Maria Kurniawati, Irine Kurniastuti, Yulius Ardi

Nugraha. Sahabat-sahabat saya, Wahyu Apriliani, Yunita Dwi Rahmayani,

Paula Ella Kusuma Dewi, dan Dhita Ruari. Teman-teman PBSI terlebih

angkatan 2013 yang selalu mendukung dan memberi motivasi dalam

mengerjakan skripsi ini.

4. Almamater saya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

viii

ABSTRAK

Brilyanti, Yashinta Kurnia. 2018. Fenomena Diglosia pada Interaksi Para Siswi

dan Suster Pamong di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta. Skripsi.

Yogyakarta: Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji fenomena diglosia pada interaksi antara siswi dan

suster pamong di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta. Tujuan penelitian ini

yaitu mendeskripsikan fenomena diglosia yang terjadi di dalam interaksi

keseharian para siswi dengan penghuni asrama lainnya melalui tuturan-tuturan

yang muncul dalam komunikasi sehari-hari. Tujuan berikutnya yaitu

mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi

bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Penelitian ini sebagai penelitian kualitatif sesuai dengan data penelitian

dan tujuannya. Data penelitian ini adalah tuturan lisan para siswi dan suster

pamong di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta, yang diambil pada bulan

Desember 2017. Data yang dimaksud berupa tuturan-tuturan yang

memperlihatkan pemakaian diglosia dalam tuturan subjek penelitian, yaitu para

siswi dan suster pamong. Metode pengumpulan data menggunakan metode simak

(observasi) dan metode cakap (wawancara). Teknik pengumpulan data

menggunakan teknik sadap dan teknik lanjutan (teknik simak bebas libat cakap,

teknik catat, teknik rekam). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian

ini berdasakan kajian analisis deskriptif yang dipaparkan dalam empat tahap, yaitu

tahap identifikasi, tahap klasifikasi, tahap interpretasi, dan tahap deskripsi.

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah ditentukan, peneliti menganalisis data

tuturan yang mengandung fenomena diglosia dengan menggunakan kajian

diglosia mengacu pada konsep Fishman. Analisis data juga dilengkapi dengan

perpaduan teori ragam bahasa menurut ahli Utorodewo dkk., (2004) dengan teori

variasi dari segi keformalan menurut ahli Chaer dan Agustina (2004), dan faktor

yang memengaruhi penggunaan variasi bahasa menurut ahli Padmadewi dkk.,

(2014).

Hasil penelitian ditemukan bahwa memang terdapat fenomena diglosia

dalam tuturan komunikasi sehari-hari para siswi dan suster pamong. Hasil

penelitian lainnya menyatakan bahwa pengaruh penggunaan bahasa yaitu karena

faktor sosial dan faktor situasional. Faktor sosial tersebut seperti status sosial,

tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin, sedangkan faktor

situasional seperti siapa berbicara dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di

mana, dan mengenai masalah apa.

Kata Kunci: sosiolinguistik, diglosia, variasi atau ragam bahasa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

ix

ABSTRACT

Brilyanti, Yashinta Kurnia. 2018. The Phenomenon of Diglossia in the

Interaction of the Students and Pamong Sisters at Santa Angela Dormitory,

Bantul, Yogyakarta. A Thesis. Yogyakarta: Education of Indonesian Literature,

Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.

This study examines the phenomenon of diglossia in the interaction

between female students and pamong sisters at Santa Angela Dormitory, Bantul,

Yogyakarta. The purpose of this study is to describe the phenomenon of diglossia

that occurred in the daily interaction of the students with other dorm residents

through the speeches that appear in everyday communication. The next goal is to

describe the factors influenced the occurrences of language variations in everyday

interactions at Santa Angela Hostel, Bantul, Yogyakarta.

This research as a qualitative research is in accordance with its research

data and objectives. This research data was spoken language used by the students

and the pamong sisters at Santa Angela Dormitory, Bantul, Yogyakarta, taken in

December 2017. The data were in the form of speeches that show the use of

diglossia by the research subjects, namely the students and pamong sisters.

Methods used for data collection were observation and interview. Data collection

techniques of this study were tapping technique and advanced technique (involved

conversation observation technique, writing technique, record technique). The

data analysis methods conducted in this study were based on descriptive analysis

study presented in four stages, namely identification stage, classification stage,

interpretation stage, and description stage. Based on the formulation of

predetermined problems, the researcher analyzed the data containing the

phenomenon of diglossia by using the diglossia study referring to the Fishman's

concept. Data analysis was also accompanied by a combination of linguistic

theory by Utorodewo et al. (2004) with the theory of variation in terms of

formality according to Chaer and Agustina (2004), and factors influencing the use

of language variation according to expert Padmadewi et al. (2014).

The results of the study found that there were indeed diglossia phenomena

in the daily communication of the students and pamong sisters. Other research

results stated that the influence of language usage is due to social factors and

situational factors. Social factors were social status, education level, age,

economic level, gender, while situational factors were the speakers and what

language the speakers use, to whom, when, where, and on what issues.

Keywords: sociolinguistics, diglossia, variation or variety of languages.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Fenomena

Diglosia pada Interaksi Para Siswi dan Suster Pamong di Asrama Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta” dapat penulis selesaikan dengan baik. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan

skripsi ini dapat terselesaikan bukan hanya karena kerja keras penulis, melainkan

juga berkat bimbingan, dukungan, doa, dan saran dari berbagai pihak baik secara

langsung ataupun tidak langsung. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang begitu sabar dalam memantau

perkembangan skripsi penulis, memberikan motivasi dan saran yang

membangun terhadap penyelesaian skripsi penulis.

4. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang dengan sabar

membimbing penulis yang sempat kesulitan dalam mengerjakan skripsi,

memberi tantangan, semangat, motivasi, dan arahan yang tepat kepada

penulis, memberikan saran serta kritik yang membangun terhadap skripsi

penulis. Selain itu penulis merasa beruntung dengan sikap beliau yang

terbuka terhadap segala argumen-argumen yang penulis sampaikan,

sehingga diskusi pembimbingan skripsi dapat terjadi secara dua arah.

Penulis pun terkesan dengan perhatian, sifat kebapakan, dan sikap

bersahabat dari beliau yang secara langsung penulis rasakan selama

pembimbingan skripsi maupun proses keseharian selama kuliah. Banyak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

xi

hal yang penulis serap dari beliau, tidak hanya hal-hal yang berkaitan

dengan Linguistik maupun Sosiolinguistik, tetapi juga hal-hal mengenai

kedisiplinan, etos kerja, dan tentu saja mengenai nasihat hidup dan

kehidupan itu sendiri.

5. Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A., selaku dosen triangulator dari

Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta, yang telah bersedia meluangkan waktu, pemikiran,

dan tenaga guna memeriksa data triangulasi penelitian penulis.

6. Danang Satria Nugraha, S.S., M.A., selaku dosen yang telah

memverifikasi daftar point kegiatan mahasiswa penulis.

7. Para dosen PBSI yang dengan penuh dedikasi mendidik, membimbing,

berbagi ilmu, dan membantu penulis dari awal perkuliahan sampai selesai.

8. Theresia Rusmiyati, selaku karyawan sekretariat Prodi PBSI yang dengan

sabar memberikan pelayanan administratif kepada penulis dalam

menyelesaikan berbagai urusan administrasi.

9. Segenap staf dan karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta yang telah memberikan pelayanan dengan baik kepada penulis

selama penulis sering mengerjakan skripsi di perpustakaan.

10. Petugas Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta atas pelayanan yang baik.

11. Petugas Perpustakaan Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta atas

pelayanan yang ramah dan baik.

12. Sr. Cornelia, HK, selaku suster kepala di Asrama Santa Angela, Bantul,

Yogyakarta, yang telah dengan murah hati membantu penulis dalam

mengambil data di asrama.

13. Siswi-siswi di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta, yang telah

merelakan waktu, pikiran, dan tenaga guna membantu penelitian penulis.

14. Kedua orang tua, Agustinus Sukardi, S.Pd. dan Yohanna Elisabeth Sri

Mulyani, S.Pd. yang tetap setia mencintai, memberi teladan, dan

mengantarkan penulis sampai detik ini tanpa pamrih.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

xii

15. Kepada ketiga kakak, Maria Kurniawati, S.Pd., Irine Kurniastuti, M.Psi.,

dan Yulius Ardi Nugraha, S.Psi. yang telah memberi semangat dan

dukungan penulis dalam menyelesaikan skripsi.

16. Sahabat sejak SMA dan sahabat selama kuliah yang telah memberi warna

di kehidupan penulis, Wahyu Apriliani, S.Pd., Yunita Dwi Rahmayani,

S.Pd., Paula Ella Kusuma Dewi, S.Pd., dan Dhita Ruari, S.Pd. terima kasih

atas dukungan dan persahabatan yang hangat.

17. Teman-teman yang telah menjadi sumber konsultasi penulis saat

mengerjakan skripsi, Johanes Baptis Judha Jiwangga, Timotius Tri

Yogatama, S.Pd., Elisabet Riski Titasari, S.Pd., FX. Dwi Pamungkas,

S.Pd., Indah Rahayu, S.Pd., Lukas Budi Husada, S.Pd., Yona Fransiska,

S.Pd., dan Maria Kiki Adhy Setyani, S.Pd.

18. Teman-teman yang telah memberi semangat kepada penulis untuk segera

menyelesaikan skripsi, Lukman Lukita Aji, S.T., Libert Jehadit, S.Pd.,

Ardi Prabowo, S.T., Albertus Rico, S.T., Blasius Panut Nusanjaya, S.E.,

Adhi Brahmantya, S.T.

19. Christella Ayu Lolita Putri, S.Pd., Maria Magdalena Damar Isti, S.Pd.,

Agataha Ratna Puspita Sari, S.Farm., dan Thomas Wahyu Prabowo Mukti,

S.Pd. yang cukup membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

20. Chresensia Aprilia, Stefin Indra Hapsari, Pitrus Puspito, Kristina Ata,

Friska Hesti Ranindika, dan Martinus D.A. sebagai rekan mengerjakan

skripsi di bawah bimbingan Bapak Widharyanto, juga Adrian Nugroho,

Yohanes Prima, Dwi Agustine, yang telah berdinamika dengan baik dalam

penyelesaian skripsi ini.

21. Teman-teman di PBSI terlebih angkatan 2013 atas pertemanan dan

dinamika selama kuliah dan di luar perkuliahan.

22. Semua pihak yang belum disebutkan yang turut membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala bentuk kritik, saran, dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii

HALAMAN MOTO ......................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................. vii

ABSTRAK ........................................................................................................ viii

ABSTRACT ........................................................................................................ ix

KATA PENGANTAR ....................................................................................... x

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL ..... ....................................................................................... xviii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 7

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 7

1.5 Batasan Istilah ........................................................................................ 8

1.6 Sistematika Penyajian ............................................................................. 10

BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................... 12

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ........................................................ 12

2.2 Kajian Teori ............................................................................................ 18

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

xv

2.2.1 Pengertian Sosiolinguistik ................................................................. 19

2.2.2 Variasi Bahasa ................................................................................... 21

2.2.2.1 Variasi dari Segi Penutur ................................................................ 23

2.2.2.2 Variasi dari Segi Pemakai ............................................................... 28

2.2.2.3 Variasi dari Segi Keformalan .......................................................... 29

2.2.2.4 Variasi dari Segi Sarana................................................................... 31

2.2.3 Kedwibahasaan atau Bilingualisme dan Multilingualisme ................ 33

2.2.3.1 Jenis Kedwibahasaan Berdasarkan Umur Seorang Bilingual

saat Dwibahasa Terjadi............................................................................... 35

2.2.3.2 Jenis Kedwibahasaan Berdasarkan Konteks Terjadinya

Dwibahasa .................................................................................................. 36

2.2.3.3 Jenis Kedwibahasaan Berdasarkan Pertimbangan Hubungan

Antara Penanda dan Makna........................................................................ 37

2.2.3.4 Jenis Kedwibahasaan Berdasarkan Urutan dan Akibat

Pemerolehan Bahasa Seorang Bilingual..................................................... 37

2.2.3.5 Jenis Kedwibahasaan Berdasarkan Kompetensi Penutur

atau Dwibahasawan.................................................................................... 38

2.2.3.6 Jenis Kedwibahasaan Berdasarkan Kegunaan dan Fungsinya........ 39

2.2.4 Masyarakat Tutur ............................................................................... 40

2.2.5 Fungsi-Fungsi Bahasa ........................................................................ 42

2.2.6 Diglosia .............................................................................................. 47

2.2.7 Kaitan Kedwibahasaan atau Bilingualisme dan Diglosia .................. 54

2.2.8 Faktor yang Memengaruhi Penggunaan Bahasa ................................ 58

2.2.9 Klasifikasi Ragam Bahasa .................................................................. 63

2.3 Kerangka Berpikir ..................................................................................... 73

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

xvi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 74

3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................... 74

3.2 Sumber Data dan Data ................................................................................ 76

3.3 Subjek Penelitian ........................................................................................ 77

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 87

3.5 Instrumen Penelitian ................................................................... ................ 89

3.6 Metode dan Analisis Data .......................................................................... 90

3.7 Triangulasi .................................................................................................. 91

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 93

4.1 Deskripsi Data Penelitian ........................................................................... 93

4.2 Analisis Data .............................................................................................. 98

4.2.1 Fenomena Diglosia pada Interaksi di Asrama Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta................................................................. ...................... 99

4.2.2 Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Penggunaan Variasi Bahasa

pada Interaksi Sehari-hari di Asrama Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta...................................................................................... 113

4.3 Pembahasan .............................................................................................. 118

BAB V PENUTUP ............................................................................................. 122

5.1 Simpulan ................................................................................................... 122

5.2 Saran ......................................................................................................... 124

5.2.1 Pengembangan Bidang Kajian Sosiolinguistik .............................. .... 124

5.2.2 Penelitian Lanjutan ............................................................................ 124

5.2.3 Bahan Pembelajaran Kajian Sosiolinguistik ...................................... 124

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 126

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 129

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

xvii

Lampiran I Triangulasi Data............................................................................... 130

BIOGRAFI PENULIS ............................................................................... ........ 319

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kaitan antara Kedwibahasaan (Bilingualisme) dengan Diglosia ......... 55

Tabel 2 Klasifikasi Siswi Kelas XII di Asrama Santa Angela, Bantul .............. 77

Tabel 3 Latar Belakang dan Riwayat Pemerolehan Bahasa ............................... 81

Tabel 4 Data Penggunaan Ragam Bahasa .......................................................... 97

Tabel 5 Analisis Data 2 Faktor Penyebab Variasi Bahasa (Faktor Sosial) ........ 114

Tabel 6 Analisis Data 3 Faktor Penyebab variasi bahasa (Faktor Sosial) .......... 115

Tabel 7 Analisis Data 2 Faktor Penyebab Variasi Bahasa (Faktor Situasional). 117

Tabel 8 Analisis Data 3 Faktor Penyebab Variasi Bahasa (Faktor Situasional). 117

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

xix

DAFTAR GAMBAR

Bagan 1 Kerangka Berpikir ................................................................................ 73

Grafik 1 Penggunaan Ragam Bahasa ................................................................. 97

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang

membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain (Nababan, 1991:1). Bahasa

digunakan manusia untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan sesama

manusia dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa sangat erat kaitannya dan susah

dipisahkan dari kehidupan sehari-hari manusia. Melengkapi pemahaman di atas

menurut Sturtevent (dalam Suandi, 2014:4) bahasa adalah sistem lambang

sewenang-wenang, berupa bunyi yang digunakan oleh anggota-anggota suatu

kelompok sosial untuk bekerja sama dan saling berhubungan.

Chaer dan Agustina (2004:1) berpendapat sebagai alat komunikasi dan alat

interaksi yang hanya dimiliki manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun

eksternal. Kajian secara internal, artinya, pengkajian itu hanya dilakukan terhadap

struktur intern bahasa itu saja, seperti struktur fonologisnya, struktur

morfologisnya, atau struktur sintaksisnya. Kajian secara internal ini akan

menghasilkan perian-perian bahasa itu saja tanpa ada kaitannya dengan masalah

lain di luar bahasa. Kajian internal ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori

dan prosedur-prosedur yang ada dalam disiplin linguistik saja. Sebaliknya, kajian

secara eksternal, berarti, kajian itu dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor

yang berada di luar bahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para

penuturnya di dalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan. Dari pandangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

2

ahli di atas dapat disimpulkan secara ringkas bahwa bahasa yaitu ciri khas

manusia yang membedakannya dengan makhluk lain, sehingga manusia dapat

berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya dalam kelompok-kelompok

sosial kemasyarakatan.

Bahasa Indonesia dan bahasa daerah secara faktual digunakan oleh

masyarakat Indonesia dalam berbagai fungsi. Pemakaian bahasa Indonesia dan

bahasa daerah memperlihatkan situasi yang saling mengisi. Menurut Ferguson

(dalam Suandi, 2014:21) menyatakan dalam masyarakat diglosis terdapat dua

variasi dari satu bahasa: variasi pertama disebut dialek tinggi (disingkat dialek T

atau ragam T) dan yang kedua disebut dialek rendah (disingkat dialek R atau

ragam R). Fungsi T digunakan hanya pada situasi resmi, sedangkan fungsi R

hanya pada situasi informal dan santai.

Sejalan dengan pendapat yang telah disampaikan di atas, di Indonesia

sendiri terdapat adanya pembedaan antara ragam T dan ragam R bahasa

Indonesia. Ragam T digunakan pada situasi formal seperti di dalam pendidikan

atau aktivitas akademis, sedangkan ragam R digunakan pada situasi nonformal

misalkan pembicaraan dengan teman atau rekan yang sudah akrab. De Saussure

(dalam Nababan, 1984:1-2) menyatakan dari dulu sudah disadari bahwa bahasa

adalah lembaga kemasyarakatan sebagaimana juga perkawinan, pewarisan harta,

dan sebagainya. Akan tetapi, baru dalam dua dasa warsa belakangan ini semakin

disadari ahli-ahli bahasa bahwa perlu diberikan lebih banyak perhatian kepada

dimensi kemasyarakatan dari bahasa. Dimensi kemasyarakatan ini memberikan

makna kepada bahasa, dan sekarang ini semakin disadari oleh ahli-ahli bahasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

3

bahwa dimensi kemasyarakatan ini menimbulkan ragam-ragam bahasa yang

bukan hanya berfungsi sebagai petunjuk perbedaan golongan kemasyarakatan

penuturnya, tetapi juga sebagai indikasi situasi berbahasa serta mencerminkan

tujuan, topik, aturan-aturan, dan modus penggunaan bahasa. Pengkajian bahasa

dengan dimensi kemasyarakatan seperti disebut di atas ini disebut sosiolinguistik.

Sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner

dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan

faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur (Chaer dan Agustina, 2004:4).

Secara ringkas, sosiolinguistik dapat diartikan sebagai ilmu yang menelaah dan

mempelajari hubungan antara bahasa dengan masyarakat penuturnya. Kajian

sosiolinguistik cenderung berfokus pada variasi bahasa yang muncul di dalam

masyarakat. Manusia hidup di bumi dalam lingkar lingkungan masyarakat pasti

tidak lepas dari bahasa. Dalam hidup keseharian tidak dapat dipungkiri bahwa

bahasa sangat penting, karenanya bahasa selalu digunakan dalam kegiatan sehari-

hari, di rumah, di sekolah, di pasar, di kantor, di jalan, dan sebagainya. Pada

kegiatan-kegiatan tertentu seperti belajar menjadi pembawa acara, wawancara,

kegiatan kesenian seperti seni sastra, seni suara, seni pidato pun tak lepas dari

bahasa sebagai sarana utamanya. Bahkan pada ilmu pasti, misalnya matematika

dalam menyatakan perumusannya juga menggunakan bahasa. Sukar dibayangkan

manusia hidup tanpa bahasa.

Melihat dan mengamati interaksi dan penggunaan bahasa para siswi dalam

lingkungan asrama, lebih khususnya pada siswi-siswi kelas XII di unit 3 dengan

suster pamong, tentu saja akan ditemukan banyak ragam atau varian bahasa yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

4

dituturkan oleh masyarakat tutur di lingkungan asrama (disini yang dimaksudkan

masyarakat tutur adalah siswi-siswi dan suster pamong). Menilik pula bahwa

masyarakat penuturnya di Asrama Santa Angela Bantul, Yogyakarta, yang

beragam daerah geografis asalnya, etnis yang melekat pada diri penuturnya, latar

belakang penutur, dan pola asuh dari orang tuanya. Dalam suatu lingkungan

asrama dengan siswi yang beragam daerah geografis asal muasalnya sebelum

bertemu di suatu tempat yang sama, yaitu Asrama Santa Angela, Bantul,

Yogyakarta, hal ini merupakan hal yang biasa, akan tetapi menjadi sebuah

fenomena yang menarik untuk diteliti, yaitu penggunaan bahasa manakah yang

lebih sering digunakan penutur (varian tinggi atau varian rendah) atau bahkan

kedua-duanya dalam interaksi sehari-hari dan pada situasi yang seperti apa

sehingga terindikasi adanya diglosia.

Istilah diglosia pertama kali diperkenalkan dan digunakan oleh Ferguson.

Ferguson (dalam Suandi, 2014:20) memberikan batasan bahwa diglosia adalah

suatu situasi bahasa yang relatif stabil di mana, selain dari dialek-dialek utama

suatu bahasa (yang mungkin mencakup satu bahasa baku atau bahasa-bahasa baku

regional), ada ragam bahasa yang sangat berbeda, sangat terkodifikasikan (sering

kali secara gramatik lebih kompleks) dan lebih tinggi, sebagai wahana dalam

keseluruhan kesusasteraan tertulis yang luas dan dihormati, baik pada kurun

waktu terdahulu maupun pada masyarakat ujaran lain, yang banyak dipelajari

lewat pendidikan formal dan banyak dipergunakan dalam tujuan-tujuan tertulis

dan ujaran resmi, tapi tidak dipakai oleh bagian masyarakat apa pun dalam

pembicaraan-pembicaraan biasa. Dalam hal ini istilah diglosia dipakai oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

5

Ferguson guna menyatakan keadaan suatu masyarakat yang mempunyai dua

variasi dari satu bahasa dengan peranannya masing-masing.

Diglosia diidentikkan dengan situasi kebahasaan yang menunjukkan adanya

pemakaian bahasa tinggi dan rendah dalam suatu masyarakat tutur. Ragam tinggi

dan rendah ini mengacu pada pemakaian bahasa yang dikaitkan dengan situasi

komunikasinya. Fenomena diglosia di Indonesia, bahasa Indonesia lebih banyak

digunakan oleh orang-orang usia muda, sedangkan generasi tua memiliki

kecenderungan yang lebih besar menggunakan bahasa daerah. Keluarga

perkawinan campuran memiliki kecenderungan menggunakan bahasa

Indonesia. Bahasa Indonesia lebih banyak digunakan di kota-kota, sedangkan

bahasa daerah cenderung lebih banyak digunakan di daerah-daerah pinggir kota

atau desa. Komunikasi formal cenderung menggunakan bahasa Indonesia,

sedangkan bahasa daerah digunakan dalam situasi-situasi sebaliknya.

Mengenai deskripsi ragam tinggi dan ragam rendah, pada interaksi sehari-

hari ternyata pada situasi belajar di sekolah digunakan ragam bahasa tinggi

(bahasa Indonesia), dan pada situasi percakapan dengan teman menggunakan

ragam bahasa rendah (bahasa daerah). Maka dugaan sementara peneliti,

penggunaan ragam bahasa yang ditunjukkan atau digunakan oleh masyarakat

penutur di lingkungan asrama menggunakan ragam bahasa campuran yaitu ragam

bahasa tinggi (bahasa Indonesia), ragam bahasa rendah (bahasa daerah), dan

bahasa asing sesuai fungsi dan situasi yang sedang terjadi dan sesuai kadar lebih

sering menggunakan ragam bahasa tinggi (bahasa Indonesia) atau ragam bahasa

rendah (bahasa daerah). Pada pengamatan awal yang sempat peneliti lakukan di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

6

asrama, menunjukkan hasil bahwa memang warga di Asrama Santa Angela

Bantul, Yogyakarta, terbukti menggunakan ragam bahasa yang bervariasi. Para

siswi dan suster pamong ternyata merupakan bilingualisme bahkan ada pula yang

multilingualisme terlepas dari mahir atau tidak dalam menerapkannya di dalam

interaksi sehari-hari. Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan peneliti

sebelum lebih jauh mengambil data penelitian, peneliti mempunyai dugaan

sementara bahwa situasi kebahasaan yang terjadi pada interaksi di Asrama Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta terjadilah diglosia dengan pendekatan diglosia

konsep Fishman, di mana tidak hanya terpaku pada satu bahasa dengan dua

ragam, tetapi lebih dari satu bahasa sesuai fungsi dan situasi pada sebuah

interaksi. Teori-teori yang dipakai peneliti sangat mendukung dan berkaitan

dengan topik yang dibahas serta relevan dengan fakta di lapangan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, disusunlah rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana fenomena diglosia pada interaksi Para Siswi dan Suster Pamong

di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta?

2. Faktor apa sajakah yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi

bahasa kaitannya dengan fenomena diglosia pada interaksi sehari-hari di

Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

7

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai

berikut:

1. Mendeskripsikan fenomena diglosia pada interaksi di Asrama Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta.

2. Mendeskripsikan faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi

bahasa dalam interaksi sehari-hari di Asrama Santa Angela, Bantul,

Yogyakarta.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis

Manfaat secara teoretis dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama,

bermanfaat dalam pengembangan bidang kajian sosiolinguistik, yakni suatu

bidang yang mempelajari aspek-aspek kemasyarakatan bahasa terkhusus pada

topik penelitian mengenai fenomena diglosia yang terjadi di Indonesia. Kedua,

dari penelitian ini diharapkan dapat mendalami esensi kajian sosiolinguistik

khususnya mengenai fenomena diglosia. Selain itu, dari penelitian ini dapat

dikembangkan teori diglosia guna melengkapi atau menyempurnakan teori-teori

yang sudah ada.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, bagi

para peneliti terkhusus peneliti bidang kajian sosiolinguistik, penelitian ini

bermanfaat sebagai referensi yang dapat dibaca dan dikritisi guna penyempurnaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

8

dari penelitian ini atau pembaruan penelitian yang serupa. Kedua, selain daripada

itu, manfaat yang tidak kalah pentingnya dari penelitian ini yaitu diharapkannya

muncul gebrakan baru bagi para calon peneliti muda supaya semakin getol

membuat penelitian kasus diglosia, mengingat masih sedikitnya penelitian

mengenai topik tersebut di Indonesia. Dalam dunia pendidikan terlebih perguruan

tinggi kepada mahasiswa yang mengambil program studi bahasa, penelitian ini

bermanfaat sebagai lahan sumber belajar mengenai fenomena diglosia dalam

sebuah interaksi.

1.5 Batasan Istilah

1. Sosiolinguistik

Sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner

dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan

faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur (Chaer dan Agustina, 2004:4).

2. Variasi atau Ragam Bahasa

Variasi bahasa adalah sejenis ragam bahasa yang pemakaiannya disesuaikan

dengan fungsi dan situasinya, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah pokok yang

berlaku dalam bahasa yang bersangkutan (Padmadewi dkk., 2014:7-8).

3. Kedwibahasaan atau Bilingualisme dan Multilingualisme

Bloomfield (dalam Padmadewi dkk., 2014:52) mengatakan kedwibahasaan

adalah keadaan bagi seseorang yang menguasai dua bahasa dengan kadar

penguasaan yang sama untuk kedua bahasa tersebut. Wardhaugh (1986:94)

berpandangan bahwa multilingualisme mungkin saja terjadi dikarenakan oleh

adanya imigrasi atau adanya perkawinan campuran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

9

4. Masyarakat Tutur

Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 2004:36) menyebut masyarakat tutur

adalah suatu masyarakat yang anggota-anggotanya setidak-tidaknya mengenal

satu variasi bahasa beserta norma-norma yang sesuai dengan penggunaannya.

5. Fungsi-Fungsi Bahasa

Halliday (dalam Rahardi, 2009:6) menunjukkan tujuh fungsi bahasa.

Berturut-turut, ketujuh fungsi bahasa itu dapat disebutkan sebagai berikut: (1)

fungsi instrumental, (2) fungsi regulasi, (3) fungsi representasional, (4) fungsi

interaksional, (5) fungsi personal, (6) fungsi heuristik, (7) fungsi imaginatif.

6. Diglosia

Istilah diglosia untuk menyebut suatu situasi di mana sebuah masyarakat

sesuai dengan kesempatan, menggunakan idiom yang lebih akrab dan tidak

berprestise, atau idiom yang lain yang lebih berbau pendidikan dan lebih direka

(Martinet, 1987:150-151).

7. Kaitan Kedwibahasaan atau Bilingualisme dan Diglosia

Dalam Suandi (2014:25) dijelaskan mengenai tabel kaitan antara

kedwibahasaan (bilingualisme) dengan diglosia. Tampak jenis hubungan antara

bilingualisme dan diglosia yaitu: 1) bilingualisme dan diglosia, 2) bilingualisme

tanpa diglosia, 3) diglosia tanpa bilingualisme, dan 4) tidak bilingualisme dan

tidak diglosia.

8. Faktor yang Memengaruhi Penggunaan Bahasa

Faktor yang memengaruhi penggunaan bahasa ada faktor linguistik dan

faktor nonlinguistik. Faktor linguistik yaitu ada delapan komponen di antaranya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

10

setting and scene, participants, ends: purpose and goal, act sequences, key: tone

or spirit of act, instrumentalities, norms of interaction and interpretation, dan

genres. Sedangkan faktor nonlinguistiknya yaitu faktor-faktor sosial seperti

(status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin, dan

sebagainya), dan faktor-faktor situasional seperti siapa berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa.

9. Klasifikasi Ragam Bahasa

Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian bahasa.

Ragam bahasa terbagi atas dua kelompok, yaitu ragam bahasa berdasarkan media

pengantarnya dan ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya (Utorodewo

dkk., 2004). Klasifikasi ragam sesuai penelitian ini yang berkaitan dengan media

pengantarnya atau sarananya adalah ragam lisan. Ragam lisan yaitu bahasa yang

diujarkan oleh pemakai bahasa. Ragam lisan didapati dalam ragam lisan formal

dan nonformal. Sedangkan ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya

dikelompokkan menjadi ragam formal, ragam nonformal, dan ragam semiformal.

1.6 Sistematika Penyajian

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab satu yaitu bab

pendahuluan. Pada bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian.

Bab dua memuat landasan teori. Pada bab ini membahas seputar tinjauan terhadap

penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang saat ini sedang

dilakukan oleh peneliti, lalu kajian teori yang berisi tentang teori-teori yang

mendasari peneliti dalam melakukan penelitian, dan kerangka berpikir. Bab tiga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

11

mengenai metodologi penelitian. Bab ini membahas seputar pendekatan

penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, serta

teknik analisis data. Bab empat yaitu tentang hasil penelitian dan pembahasan.

Bab ini membahas mengenai deskripsi data, hasil analisis data, dan pembahasan

hasil penelitian. Bab lima adalah penutup. Pada bab ini berisi tentang simpulan

dan saran untuk penelitian fenomena diglosia pada interaksi di Asrama Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

12

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian ini menggunakan beberapa acuan penelitian terdahulu yang

relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan dengan maksud agar penelitian

menjadi lebih baik lagi. Penelitian terdahulu yang pertama yaitu tesis berjudul

“Fenomena Diglosia dan Sikap Kebahasaan Penutur Bahasa Simalungun di Kota

Pematangsiantar” ditulis oleh Elisten Parulian Sigiro (2009), Program Studi

Lingustik, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian

ini merupakan penelitian sosiolinguistik. Metode yang digunakan untuk

memperoleh dan menganalisis data yaitu metode kuantitatif. Data penelitian ini

untuk setiap ciri karakteristik yang berkaitan dengan fenomena diglosia dan sikap

bahasa, dihitung berdasarkan frekuensi, persentase, dan angka rata-rata nilai

(mean). Angka nilai rata-rata dihitung dengan menggunakan skala Likert atau

teknik Likert.

Populasi dalam penelitian ini yaitu suku Simalungun yang berdomisili di

wilayah ibu kota kabupaten, yakni Kota Pematangsiantar, tepatnya di Kecamatan

Siantar Barat, yakni sebanyak 60 responden. Perihal yang menjadi kajian untuk

diteliti dalam penelitian ini hanya elemen sampel bukan seluruh elemen populasi.

Hal itu dikarenakan perilaku linguistik para responden dianggap homogen.

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik quota sampel.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

13

Hasil temuan dari penelitian Elisten Parulian Sigiro ini menunjukkan bahwa

para responden pada dasarnya multibahasawan dan menggunakan beberapa

bahasa secara “bebas”. Dikatakan demikian karena dari 60 responden pada

umumnya menguasai lebih dari dua bahasa di luar bahasa Simalungun, yakni

bahasa Toba, bahasa Karo, dan bahasa Indonesia. Hasil temuan berikutnya yaitu

menyangkut penggunaan bahasa pada setiap ranah menunjukan bahwa

penggunaan bahasa pada ranah adat, ranah keluarga (terdiri atas beberapa

interlokutor, yakni a. interlokutor saudara, ayah, dan ibu, b. interlokutor suami

atau istri, dan c. interlokutor anak), ranah agama, ranah tetangga, ranah pergaulan,

ranah terminal, ranah transaksi, ranah pekerjaan, diglosia telah bocor.

Pada ranah pendidikan dan ranah pemerintahan menunjukkan bahwa

diglosia tidak bocor. Sementara itu pemertahanan bahasa terlaksana pada ranah

adat, pada ranah keluarga dengan interlokutor saudara, ayah, dan ibu sedangkan

jika interlokutor suami, istri, maupun anak pemertahanan bahasa Simalungun

tidak terlaksana. Pada ranah selanjutnya, yakni ranah agama, bahasa Simalungun

bertahan, pada ranah tetangga, ranah pergaulan jika interlokutor orang yang

sesuku bahasa Simalungun masih bertahan, tetapi jika interlokutor orang yang

tidak sesuku, pemertahanan bahasa Simalungun tidak terlaksana. Demikian juga

pada ranah terminal, ranah transaksi, ranah pekerjaan, ranah pendidikan, dan

ranah pemerintahan penggunaan bahasa Simalungun tidak bertahan.

Hasil temuan terakhir pada penelitian ini yaitu sehubungan dengan sikap

bahasa responden, jika sikap bahasa responden ditinjau berdasarkan pilihan

bahasa terhadap bahasa yang paling sering digunakan dalam keseharian, bahasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

14

yang dianggap terasa lebih indah, dan bahasa yang dianggap terasa lebih akrab

dapat disimpulkan bahwa sikap bahasa responden terhadap bahasa Simalungun

cenderung negatif. Sikap bahasa responden terhadap bahasa Simalungun,

berdasarkan indikator kesetujuan dan ketidaksetujuannya atas pertanyaan yang

diajukan adalah cenderung positif. Hubungan penelitian yang dilakukan oleh

Elisten Parulian Sigiro dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu kesamaan

mengenai fenomena diglosia dalam kajian sosiolinguistik. Hanya saja fokus dari

penelitian milik Elisten Parulian Sigiro lebih pada fenomena diglosia dan sikap

kebahasaan penutur bahasa Simalungun di Kota Pematangsiantar, sedangkan

penelitian peneliti berfokus pada fenomena diglosia pada interaksi di Asrama

Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Penelitian terdahulu yang kedua yaitu skripsi berjudul Situasi Diglosia

Penutur Bahasa Khek Peranakan di Kuto Panji Belinyu (Tinjauan Sosiolingustik),

ditulis oleh Anastasia Filika (1995), jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. Penelitiannya ini mencakup beberapa rumusan masalah, di antaranya

(1) apa faktor penyebab kedwibahasaan masyarakat Tionghoa Khek Peranakan di

Kuto Panji Belinyu, (2) situasi apa yang mempengaruhi masyarakat Tionghoa

Khek Peranakan memilih bahasa Khek, bahasa Melayu, atau bahasa Indonesia

dalam suatu komunikasi, (3) apa kedudukan dan fungsi bahasa Khek, bahasa

Melayu, dan bahasa Indonesia di kalangan masyarakat Tionghoa Khek Peranakan

di Kuto Panji Belinyu, (4) kendala apa yang dialami masyarakat Tionghoa Khek

Peranakan dalam penggunaan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, (5) kesulitan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

15

apa yang dialami para siswa ketika mempelajari bahasa Indonesia di SMU.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengungkapkan situasi diglosia masyarakat

Tionghoa Khek Peranakan di Kuto Panji Belinyu. Penelitian ini merupakan

penelitian lapangan, dan menggunakan metode deskriptif yang bersifat kualitatif.

Pengumpulan data dari penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan

observasi.

Hasil dari penelitian ini yaitu: (1) Masyarakat Tionghoa Khek Peranakan di

Kuto Panji Belinyu adalah dwibahasawan karena mereka mempunyai bahasa ibu

yang berbeda dengan bahasa daerah di tempat tinggal mereka. Selain itu, mereka

juga mempelajari bahasa lain melalui interakasi sosial dan jalur pendidikan

formal. (2) Faktor yang menyebabkan masyarakat Tionghoa Khek Peranakan

menggunakan bahasa Khek, bahasa Melayu, atau bahasa Indonesia ketika

berkomunikasi adalah faktor etnis partisipan, faktor topik percakapan dan faktor

domain. (3) Bagi masyarakat Tionghoa Khek Peranakan, bahasa Indonesia

berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Bahasa Melayu

berkedudukan sebagai bahasa dagang dan bahasa penghubung antaretnis. Bahasa

Khek berkedudukan sebagai bahasa kelompok, bahasa budaya, bahasa

penghubung antaretnis, bahasa dagang, dan bahasa agama. (4) Faktor-faktor yang

mempersulit masyarakat Tionghoa Khek Peranakan di Kuto Panji Belinyu

mempelajari bahasa Indonesia adalah jarak sosial yang tercipta karena status

sosial ekonomi dan faktor historis. Budaya dan adat istiadat yang masih bertahan,

menimbulkan sikap yang terlalu positif terhadap bahasa kelompok. Akibatnya

mereka enggan berbahasa Melayu dan berbahasa Indonesia. (5) Situasi diglosia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

16

masyarakat Tioghoa Khek Peranakan mempengaruhi kesulitan pengajaran bahasa

Indonesia untuk siswa Tionghoa Khek peranakan di SMU. Para siswa cenderung

bersikap negatif terhadap bahasa Indonesia. Selain itu, juga sering terjadi

interferensi. (6) Relevansinya terhadap pengajaran bahasa Indonesia adalah hasil

penelitian ini dapat memberi pengetahuan kepada guru tentang pola berbahasa

siswa dan kesulitan siswa berbahasa Indonesia. Hal ini dapat membantu guru

memilih bahan dan metode yang tepat agar tujuan pengajaran bahasa Indonesia

dapat tercapai.

Hubungan penelitian milik saudari Anastasia Filika dengan penelitian yang

dilakukan peneliti yaitu kesamaan mengenai diglosia dalam kajian sosiolinguistik.

Akan tetapi ada perbedaan fokus, penelitian saudari Anastasia Filika berfokus

pada situasi diglosia penutur bahasa Khek Peranakan di Kuto Panji Belinyu,

sedang penelitian yang dilakukan peneliti berfokus pada fenomena diglosia pada

interaksi di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta. Penelitian ketiga

berikutnya yaitu artikel jurnal yang ditulis oleh Lili Agustina dan Zulkifli,

Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP

Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjend H. Hasan Basry, Kampus

Kayutangi, Banjarmasin, dengan judul Situasi Diglosia pada Penutur Bahasa

Ngaju di Kecamatan Katingan Tengah Kabupaten Katingan Kalteng.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bahasa yang digunakan dan

untuk mengetahui situasi diglosia pada penutur bahasa Ngaju di Kecamatan

Katingan Tengah Kabupaten Katingan Kalteng. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif, dan menggunakan metode

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

17

deskriptif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu observasi,

wawancara, kepustakaan, teknik rekam atau simak, dan teknik catat. Hasil

penelitian ini mengungkapkan bahwa data tentang diglosia dilihat dari tujuh

ranah, yakni ranah keluarga, ranah pergaulan, ranah transaksi jual beli, ranah

agama, ranah pemerintah, ranah pendidikan, dan ranah profesi atau pekerjaan.

Selain itu, data diperoleh dari pemilihan bahasa, seperti editorial surat kabar,

siaran berita, dan sastra rakyat.

Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penutur bahasa Ngaju

merupakan bilingual dan multilingual. Hal ini terlihat dengan beragamnya bahasa

yang digunakan dan penguasaan dari masing-masing penutur bahasa Ngaju. Hasil

penelitian berdasarkan ranah keluarga dan ranah pergaulan dengan teman sesuku,

menunjukkan bahwa masih dominannya penutur menggunakan bahasa Ngaju,

dalam ranah transaksi jual beli, terlihat bahwa bahasa Banjar lebih dominan.

Fungsi bahasa Banjar sebagai bahasa transaksi jual beli di Kecamatan Katingan

Tengah Kabupaten Katingan. Dalam ranah agama, khususnya kebaktian di gereja

terbentuk situasi triglosik (penggunaan bahasa Ngaju dan bahasa Indonesia

seimbang), sedangkan khotbah di masjid lebih dominan menggunakan bahasa

Indonesia sebagai bahasa tinggi (T). Ranah pemerintah, ranah pendidikan dan

ranah profesi, situasi diglosia yang terjadi adalah lebih dominan menggunakan

bahasa Indonesia sebagai ragam bahasa tinggi (T), walaupun terjadi diglosia yang

kurang mantap pada ranah pendidikan yang dituturkan pelajar penutur Ngaju

akibat penguasaan bahasa Indonesia yang masih kurang mantap. Pemilihan bahasa

yang digunakan dalam editorial surat kabar dan siaran berita menggunakan bahasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

18

Indonesia sebagai ragam bahasa tinggi (T), sedangkan sastra rakyat lebih dominan

menggunakan bahasa Ngaju (R) walaupun terdapat juga menggunakan bahasa

Indonesia.

Hubungan penelitian yang dilakukan oleh Lili Agustina dan Zulkifli dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti memiliki kesamaan mengenai diglosia.

Penelitian keduanya terdapat perbedaan fokus, yaitu pada penelitian Lili Agustina

dan Zulkifli fokus pada situasi diglosia pada penutur bahasa Ngaju di Kecamatan

Katingan Tengah Kabupaten Katingan Kalteng, sedangkan penelitian peneliti

berfokus pada fenomena diglosia pada interaksi di Asrama Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan saat ini dianggap oleh peneliti

relevan dengan penelitian terdahulu. Maka harapannya hasil penelitian yang

dilakukan peneliti ini dapat menambah penelitian mengenai fenomena diglosia

dan bisa bermanfaat.

2.2 Kajian Teori

Peneliti memaparkan beberapa teori yang dianggap relevan dan terkait

dengan permasalahan, sehingga dapat memperkuat penelitian dan mendukung

keakuratan data. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yakni : 1) pengertian

sosiolingustik; 2) variasi bahasa; 3) kedwibahasaan atau bilingualisme dan

multilingualisme; 4) masyarakat tutur; 5) fungsi-fungsi bahasa; 6) diglosia; 7)

kaitan kedwibahasaan atau bilingualisme dan diglosia; 8) faktor yang

mempengaruhi penggunaan bahasa; 9) klasifikasi ragam bahasa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

19

2.2.1 Pengertian Sosiolinguistik

Sosiolinguistik ialah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan

penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat (Nababan, 1991:2). Boleh

dikatakan bahwa sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek-aspek

kemasyarakatan bahasa, lebih khususnya mengenai perbedaan-perbedaan atau

variasi yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor sosial

atau kemasyarakatan. Pride dan Holmes (dalam Sumarsono, 2002:2) merumuskan

sosiolinguistik secara sederhana: the study of language as part of culture and

sociaty, yaitu kajian bahasa sebagai bagian dari kebudayaan dan masyarakat.

Rumusan yang dipaparkan di atas menekankan bahwa bahasa bukan merupakan

suatu yang berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan. Budaya dan bahasa saling

berkesinambungan, karena bahasa adalah bagian dari kebudayaan (language in

culture). J.A. Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 2004:3) menjelaskan

sociolinguistics is the study of the characteristics of language varieties, the

characteristics of their functions, and the characteristics of their speakers as these

three constantly interact, change and change one another within a speech

community (= sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa,

fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu

berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat

tutur). J.A. Fishman mengatakan kajian sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif.

Jadi, sosiolinguistik lebih berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan

bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa atau dialek

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

20

dalam budaya tertentu, pilihan pemakaian bahasa atau dialek tertentu yang

dilakukan penutur, topik, dan latar pembicaraan (Chaer dan Agustina, 2004:5).

Oleh Fishman, istilah sosiolinguistik pernah direvisi menjadi sosiologi

bahasa, dan menyebutkan bahwa sosiolinguistik mengkaji seluruh masalah yang

berkaitan dengan organisasi sosial perilaku bahasa, sehingga dalam implikasinya

tidak hanya mencakup pemakaian bahasa saja, melainkan membahas pula

mengenai sikap-sikap bahasa, perilaku terhadap bahasa dan pemakai bahasa

(Padmadewi dkk., 2014:2). Halliday (dalam Padmadewi dkk., 2014:2)

menyebutkan bahwa sosiolinguistik berkaitan dengan pertautan bahasa dengan

orang-orang yang memakai bahasa itu. Maksud dari pernyataan Halliday tersebut

menyiratkan makna bahwa aspek-aspek seperti jumlah kosakata, sikap, adat

istiadat serta budaya dari pemakai bahasa memengaruhi bahasa yang

digunakannya.

Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik,

dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat. Sosiolinguistik

adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi,

dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di

dalam suatu masyarakat tutur (Chaer dan Agustina, 2004:4). Harimurti

Kridalaksana (dalam Pateda, 1990:2) mengatakan bahwa sosiolinguistik yaitu

cabang linguistik yang berusaha untuk menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan

menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial. Di lain

buku menurut Kridalaksana (dalam Chaer dan Agustina, 2004:3) menyebut

sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

21

pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri

fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa.

Menurut pandangan Padmadewi dkk., (2014:1) sosiolinguistik adalah studi

dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat.

Nababan (dalam Padmadewi dkk., 2014:1) menyatakan bahwa sosiolinguistik

mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya

variasi yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor kemasyarakatan.

Berdasarkan beberapa paparan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

sosiolinguistik merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji bahasa sebagai

bagian dari kebudayaan dan masyarakat, dapat juga dikatakan sebagai studi dari

bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Di

dalam sosiolinguistik dipelajari dan dibahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa,

lebih khususnya variasi yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor

kemasyarakatan. Jadi bahasa bukan merupakan hal yang berdiri sendiri di luar

kebudayaan melainkan bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Secara

singkatnya sosiolinguistik disebut ilmu yang mempelajari tentang bahasa dan

orang-orang yang memakai bahasa itu.

2.2.2 Variasi Bahasa

Variasi bahasa adalah keanekaragaman bahasa yang disebabkan oleh faktor

tertentu (Soeparno, 2013:49). Variasi bahasa adalah sejenis ragam bahasa yang

pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasinya, tanpa mengabaikan

kaidah-kaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan (Padmadewi

dkk., 2014:7-8). Variasi atau ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

22

sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan fungsi

pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara bahasa dengan ciri dan fungsi itu

dalam suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana dalam Chaer dan Agustina,

2004:61). Aslinda (dalam Suandi, 2014:53) menyatakan variasi bahasa adalah

bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang masing-masing memiliki

pola yang menyerupai pola umum bahasa induknya. Chaer dkk (dalam Suandi,

2014:53) berpandangan bahwa variasi bahasa adalah keragaman bahasa yang

disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat

atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang

tidak homogen.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, secara ringkas dapat disimpulkan bahwa

variasi bahasa adalah keanekaragaman bahasa yang diakibatkan oleh faktor

tertentu, yaitu keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Variasi bahasa

tersebut disebabkan adanya kegiatan interaksi sosial yang diperbuat oleh

kelompok masyarakat yang beragam juga disebabkan oleh para penuturnya yang

tidak homogen. Seandainya penutur pada kelompok tersebut homogen, tentu saja

variasi atau keragaman itu tidak ada, artinya bahasa itu jadi seragam.

Sebagai bentuk langue sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem

yang digunakan sama oleh semua penutur bahasa. Akan tetapi, karena penutur

bahasa tersebut, meski berada dalam masyarakat tutur, bukan kumpulan manusia

yang homogen, maka wujud bahasa nyata, yang disebut parole, menjadi tidak

seragam. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi. Munculnya keragaman atau

kevariasian bahasa ini tidak hanya lantaran oleh penuturnya yang tidak homogen,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

23

tetapi juga akibat kegiatan interaksi sosial penuturnya yang sangat beragam, serta

dalam wilayah yang sangat luas.

Mengenai hal variasi atau ragam bahasa terdapat dua pandangan, yaitu

adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial. Artinya,

variasi atau ragam bahasa itu dipandang sebagai efek adanya keragaman sosial

penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Dan variasi atau ragam

bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam

kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.

Hartman dan Stork membedakan variasi berdasarkan kriteria (a) latar

belakang geografi dan sosial penutur, (b) medium yang digunakan, dan (c) pokok

pembicaraan. Preston dan Shuy, membagi variasi bahasa, khususnya untuk bahasa

Inggris Amerika berdasarkan (a) penutur, (b) interaksi, (c) kode, dan (d) realisasi.

Halliday, membedakan variasi bahasa berdasarkan (a) pemakai yang disebut

dialek, dan (b) pemakaian, yang disebut register. Sedangkan Mc David, membagi

variasi bahasa ini berdasarkan (a) dimensi regional, (b) dimensi sosial, dan (c)

dimensi temporal (Chaer dan Agustina, 2004:62). Chaer dan Agustina (2004:62)

membagi menjadi empat variasi bahasa dalam masyarakat, yaitu variasi dari segi

penutur, variasi dari segi pemakaian, variasi dari segi keformalan, dan variasi dari

segi sarana.

2.2.2.1 Variasi dari Segi Penutur

Variasi bahasa dari segi penutur mempunyai beberapa macam keragaman

atau kevariasian di dalamnya, di mana keragaman atau kevariasian ini berkaitan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

24

langsung dengan penuturnya. Ada empat variasi dari segi penutur, yaitu idiolek,

dialek, kronolek, dan sosiolek.

1. Idiolek

Variasi bahasa pertama dilihat berdasarkan penuturnya adalah variasi

bahasa yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Di

dalam konsep idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasanya atau idioleknya

masing-masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata,

gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Akan tetapi yang paling dominan

adalah “warna” suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya

dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat

mengenalinya.

2. Dialek

Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek,

yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada

pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada

wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek lazim disebut dialek areal,

dialek regional atau dialek geografi. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun

mereka mempunyai idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan ciri yang

menandai bahwa mereka berada pada satu dialek, yang berbeda dengan kelompok

penutur lain, yang berada dalam dialeknya sendiri dengan ciri lain yang menandai

dialeknya juga. Misalnya, bahasa Jawa dialek Banyumas memiliki ciri tersendiri

yang berbeda dengan ciri yang dimiliki bahasa Jawa dialek Pekalongan, dialek

Semarang atau juga dialek Surabaya. Para penutur bahasa Jawa dialek Banyumas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

25

dapat berkomunikasi dengan baik dengan para penutur bahasa Jawa dialek

Pekalongan, dialek Semarang, dialek Surabaya, atau juga bahasa Jawa dialek

lainnya karena kesaling-mengertian antara anggota dari satu dialek dengan

anggota dialek lain, di sini dialek-dialek tersebut masih termasuk bahasa yang

sama, yaitu bahasa Jawa. Akan tetapi kesaling-mengertian antara anggota dari satu

dialek dengan anggota dialek lain bersifat relatif, dalam artian dapat besar, dapat

kecil, atau juga dapat sangat kecil. Apabila kesaling-mengertian itu tidak ada sama

sekali, berarti kedua penutur dari kedua dialek yang berbeda itu bukanlah dari

sebuah bahasa yang sama, melainkan dari dua bahasa yang berbeda.

3. Kronolek

Variasi ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek

temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa

tertentu. Misalnya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi

yang digunakan tahun lima puluhan, dan variasi yang digunakan pada masa kini.

Variasi bahasa pada ketiga zaman itu jelas pasti berbeda, baik dari segi lafal,

ejaan, morfologi, maupun sintaksis. Paling tampak biasanya dari segi leksikon,

karena bidang ini mudah sekali berubah akibat perubahan sosial budaya, ilmu

pengetahuan, dan teknologi. Apabila membaca buku-buku yang diterbitkan dari

tiga zaman yang berbeda, maka dapat melihat perbedaannya.

4. Sosiolek

Variasi bahasa keempat berdasarkan penuturnya adalah sosiolek atau dialek

sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas

sosial para penuturnya. Penyebab dari adanya variasi ini karena variasi ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

26

menyangkut masalah pribadi penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks,

pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan lain-lain.

Beberapa contohnya bila diperhatikan berdasarkan usia, kita dapat melihat

perbedaan variasi bahasa yang dipakai oleh anak-anak, remaja, orang dewasa, dan

orang yang sudah lanjut usia. Tentu saja perbedaan variasi bahasa yang dimaksud

bukanlah tentang isinya, isi pembicaraannya, melainkan perbedaan dalam bidang

morfologi, sintaksis, dan kosakata. Pada ranah pendidikan dapat dilihat variasi

bahasa berdasarkan tingkat pendidikan yang dienyam penuturnya, maka

perbedaan variasi tersebut paling jelas ada dalam bidang kosakata, pelafalan,

morfologi, dan sintaksis.

Selain itu berdasarkan perbedaan seks (jenis kelamin) penutur akan dapat

ditandai adanya perbedaan variasi bahasa dengan memperbandingkan percakapan

sekelompok penutur perempuan dengan percakapan sekelompok penutur laki-laki

begitu juga penutur para waria dan kaum gay. Perbedaan pekerjaan, profesi

jabatan, atau tugas para penutur juga dapat menyebabkan adanya variasi sosial.

Dapat diperhatikan dari “bahasa” tukang bangunan, pedagang, guru, pasti dapat

ditangkap adanya perbedaan variasi bahasa pada bagian kosakata yang digunakan

karena lingkungan tugas mereka dan apa yang dikerjakan mereka.

Pada masyarakat tutur yang masih mengenal tingkat-tingkat kebangsawanan

dapat pula dilihat adanya variasi bahasa yang berkenaan dengan tingkat-tingkat

kebangsawanan itu. Bahasa Jawa, bahasa Bali, dan bahasa Sunda mengenal

variasi kebangsawanan ini, tetapi bahasa Indonesia tidak. Keadaan sosial ekonomi

para penutur juga menjadi sebab adanya variasi bahasa. Sehubungan dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

27

variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas sosial

penuturnya, biasanya dikemukakan orang variasi bahasa yang disebut arkolek,

basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken.

Arkolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi

daripada variasi sosial lainnya. Contohnya bahasa bagongan, yaitu variasi bahasa

Jawa yang khusus digunakan oleh para bangsawan keraton Jawa. Basilek adalah

variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi, atau bahkan dianggap dipandang

rendah. Contohnya pada bahasa Inggris yang digunakan oleh para cowboy dan

kuli tambang, begitu juga bahasa Jawa “krama ndesa”. Vulgar adalah variasi

sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang kurang

terpelajar, atau dari kalangan yang tidak berpendidikan. Sebagai contoh yaitu pada

zaman Romawi sampai zaman pertengahan bahasa-bahasa di Eropa dianggap

sebagai bahasa vulgar, sebab pada waktu itu dalam segala kegiatan para golongan

intelek menggunakan bahasa Latin. Slang adalah variasi sosial yang bersifat

khusus dan rahasia. Maksudnya, variasi ini dipakai oleh kalangan tertentu yang

sangat terbatas, dan tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu.

Maka dari itu, kosakata yang dipakai pun selalu berubah-ubah.

Kolokial adalah variasi sosial yang digunakan pada percakapan sehari-hari.

Kolokial merupakan bahasa percakapan bukan bahasa tulis. Akan tetapi dalam

perkembangannya kemudian ungakapan-ungkapan kolokial ini sering juga

digunakan dalam bahasa tulis. Contohnya dalam bahasa Indonesia seperti dok

(doktor), prof (profesor), let (letnan), ndak ada (tidak ada), trusah (tidak usah),

dan sebagainya. Jargon adalah varisi sosial yang digunakan secara terbatas oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

28

kelompok-kelompok sosial tertentu. Ungkapan yang digunakan tidak bersifat

rahasia, akan tetapi seringkali tidak dapat dipahami oleh masyarakat umum atau di

luar kelompoknya. Sebagai contohnya, misalkan dalam kelompok perbengkelan

ada ungkapan-ungkapan seperti roda gila, didongkrak, dices, dibalans, dan

dipoles. Argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-

profesi tertentu dan bersifat rahasia. Letak kekhususan argot adalah pada

kosakata. Sebagai contoh, misal dalam dunia kejahatan (pencuri, tukang copet)

pernah digunakan ungkapan seperti barang dalam arti ‘mangsa’, kacamata dalam

arti ‘polisi’, daun dalam arti ‘uang’, gemuk dalam arti ‘mangsa besar’, dan tape

dalam arti ‘mangsa yang empuk’. Ken adalah variasi sosial tertentu yang bernada

“memelas”, dibuat merengek-rengek, penuh dengan kepura-puraan. Biasanya

dipakai oleh para pengemis.

2.2.2.2 Variasi dari Segi Pemakaian

Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau

fungsinya disebut fungsiolek, ragam, atau register. Variasi ini biasanya

dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan

sarana penggunaan. Berdasarkan bidang pemakaiannya variasi bahasa

menyangkut penggunaan bahasa pada keperluan atau bidang tertentu. Misalkan

saja bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian,

perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan.

Ragam bahasa jurnalistik mempunyai ciri tertentu, yaitu bersifat sederhana,

komunikatif, dan ringkas. Ragam bahasa militer dikenal dengan cirinya yang

ringkas dan bersifat tegas, sesuai dengan tugas dan kehidupan kemiliteran yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

29

penuh dengan disiplin dan instruksi. Ragam bahasa ilmiah dikenal dengan cirinya

yang lugas, jelas, bebas dari keambiguan, serta segala macam metafora dan idiom.

Variasi bahasa berdasarkan fungsi ini lazim disebut register. Dalam pembicaraan

tentang register ini biasanya dikaitkan dengan masalah dialek. Kalau dialek

berkenaan dengan bahasa itu digunakan oleh siapa, di mana, dan kapan, maka

register berkenaan dengan masalah bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa.

2.2.2.3 Variasi dari Segi Keformalan

Chaer dan Agustina (2004:70) menyatakan bahwa berdasarkan tingkat

keformalannya, Martin Joos (1967) membagi variasi bahasa menjadi lima macam

gaya, yaitu gaya atau ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya

atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau

ragam akrab (intimate).

1. Gaya atau ragam Beku (Frozen)

Gaya atau ragam beku (frozen) adalah variasi bahasa yang paling formal,

yang digunakan dalam situasi khidmat, upacara resmi seperti upacara kenegaraan,

khotbah di masjid, tata cara pengambilan sumpah, kitab undang-undang, akte

notaris, dan surat-surat keputusan. Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya

sudah ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah. Dalam bentuk tertulis ragam

beku ini bisa didapati pada dokumen-dokumen bersejarah, seperti undang-undang

dasar, akte notaris, naskah-naskah perjanjian jual beli, atau sewa-menyewa.

Contoh penerapan dari ragam beku ada pada kutipan naskah Pembukaann

Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan

itu ialah hak segala bangsa, dan oleh karena itu, maka penjajahan di atas dunia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

30

harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Kalimat-kalimat yang dimulai dengan kata bahwa, maka, sesungguhnya,

menandai ragam beku dari variasi bahasa tersebut. Susunan kalimat dalam ragam

beku biasanya panjang-panjang, bersifat kaku; kata-katanya lengkap. Dengan

demikian para penutur dan pendengar ragam beku dituntut keseriusan dan

perhatian yang penuh.

2. Gaya atau ragam Resmi (Formal)

Gaya atau ragam resmi (formal) adalah variasi bahasa yang digunakan

dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan,

buku-buku pelajaran, dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi sudah

ditetapkan secara mantap sebagai suatu standar. Ragam resmi pada dasarnya sama

dengan ragam bahasa baku atau standar yang hanya digunakan pada situasi resmi,

dan tidak digunakan pada situasi yang tidak resmi. Penggunaan ragam resmi ini

contohnya pada rapat dosen tingkat universitas, acara peminangan, diskusi dalam

ruang kuliah, pembicaraan dengan seorang dekan di kantornya, dan lain

sebagainya.

3. Gaya atau ragam Usaha (Konsultatif)

Gaya atau ragam usaha (konsultatif) adalah variasi bahasa yang lazim

digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan

yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Ragam usaha ini dapat dikatakan

sebagai ragam bahasa yang paling operasional dikarenakan wujud ragam usaha ini

berada di antara ragam formal dan ragam informal atau ragam santai. Contoh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

31

kalimat pada ragam usaha atau ragam konsultatif : “Saudari boleh mengambil tas-

tas ini yang Saudari sukai.”

4. Gaya atau ragam Santai (Casual)

Gaya atau ragam santai (casual) adalah variasi bahasa yang digunakan

dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman

karib pada waktu beristirahat, berolahraga, berekreasi, dan sebagainya. Ragam

santai atau ragam casual ini banyak menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk

kata atau ujaran yang dipendekkan. Pada ragam ini kosakatanya banyak dipenuhi

unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah, begitu juga dengan struktur

morfologi dan sintaksisnya. Seringkali struktur morfologi dan sintaksis yang

normatif tidak digunakan. Contoh kalimat pada ragam santai atau ragam casual :

“Ambilah yang kamu sukai!”.

5. Gaya atau ragam Akrab (Intim/ Intimate)

Gaya atau ragam akrab (intim) adalah variasi bahasa yang biasa digunakan

oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antaranggota keluarga,

atau antarteman yang sudah karib. Pada ragam akrab atau ragam intim ini ditandai

dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan

artikulasi yang seringkali tidak jelas. Hal demikian terjadi disebabkan di antara

partisipan memiliki pengetahuan yang sama dan sudah ada saling pengertian.

Contoh kalimat pada ragam akrab atau ragam intim : “Kalau mau ambil aja!”.

2.2.2.4 Variasi dari Segi Sarana

Variasi berikutnya adalah variasi yang terakhir dimana variasi bahasa dilihat

dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Hal ini disebutkan adanya ragam lisan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

32

dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan alat atau

sarana tertentu, misalnya saja bertelepon dan bertelegraf. Kemunculan ragam

bahasa lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa

lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang tidak sama.

Adanya ketidaksamaan wujud struktur dikarenakan dalam berbahasa lisan

atau dalam menyampaikan informasi secara lisan dibantu oleh unsur-unsur

nonsegmental atau unsur nonlinguistik yang berupa nada suara, gerak-gerik

tangan, gelengan kepala, dan sejumlah gejala-gejala fisik lainnya. Padahal di

dalam ragam bahasa tulis hal-hal yang telah disebutkan itu tidak ada. Maka

sebagai gantinya harus dieksplisitkan secara verbal. Sebagai contoh, umpamanya

kita menyuruh seseorang memindahkan sebuah kursi yang ada di hadapan kita,

maka secara lisan sambil menunjuk atau mengarahkan pandangan pada kursi itu

kita cukup mengatakan, “Tolong pindahkan ini!”.

Akan tetapi dalam bahasa tulis karena tiadanya unsur penunjuk atau

pengarahan pandangan pada kursi itu, maka kita harus mengatakan, “Tolong

pindahkan kursi itu!”. Jadi, dengan secara eksplisit menyebutkan kata kursi itu.

Kesimpulan dari contoh tersebut yaitu bahwa dalam berbahasa tulis harus lebih

menaruh perhatian supaya kalimat-kalimat yang disusun dapat dipahami pembaca

dengan baik. Ragam bahasa bertelepon sebenarnya masuk ke dalam ragam bahasa

lisan, dan ragam bahasa dalam bertelegraf masuk ke dalam ragam bahasa tulis,

akan tetapi kedua macam sarana komunikasi itu mempunyai ciri-ciri dan

keterbatasannya masing-masing, maka menyebabkan kita tidak dapat

menggunakan ragam lisan dan ragam tulis semau kita.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

33

2.2.3 Kedwibahasaan atau Bilingualisme dan Multilingualisme

Berdasarkan konsep Sosiolinguistis, masyarakat Indonesia termasuk

masyarakat yang dwibahasawan (Suandi, 2014:11). Bloomfield (dalam Chaer dan

Agustina, 2004:85) mengatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang

penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Maksud dari

Bloomfield ini yaitu seseorang disebut bilingual apabila dapat menggunakan

bahasa pertama (B1) dan bahasa kedua (B2) dengan derajat yang sama baiknya.

Robert Lado mengatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan menggunakan

bahasa oleh seseorang dengan sama baik atau hampir sama baiknya, yang secara

teknis mengacu pada pengetahuan dua buah bahasa bagaimanapun tingkatnya

(Chaer dan Agustina, 2004:86). Mackey (dalam Chaer dan Agustina, 2004:87)

dengan tegas mengatakan bahwa bilingualisme adalah praktik penggunaan bahasa

secara bergantian, dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain, oleh seorang

penutur. Maksudnya yaitu untuk penggunaan dua bahasa diperlukan penguasaan

kedua bahasa itu dengan tingkat yang sama.

Darmojuwono (dalam Suandi, 2014:11) memaparkan data terakhir dari

Pusat Bahasa menyatakan bahwa jumlah bahasa daerah yang hidup dan

berkembang di Indonesia lebih dari 700 bahasa daerah. Chaer dan Agustina

(2004:84) berpendapat istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa

Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah sudah dapat

dipahami apa yang dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan

penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolinguistik, secara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

34

umum, bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang

penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.

Untuk dapat menggunakan dua bahasa, seseorang tentunya harus dapat

menguasai kedua bahasa itu. Bahasa pertama adalah bahasa ibunya sendiri atau

bahasa pertamanya (disingkat B1), dan bahasa kedua adalah bahasa lain yang

menjadi bahasa keduanya (disingkat B2). Orang yang dapat menggunakan kedua

bahasa tersebut disebut orang yang bilingual (dalam bahasa Indonesia disebut

dwibahasawan). Sedangkan kemampuan menggunakan dua bahasa disebut

bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut kedwibahasawanan).

Menurut Nababan (dalam Suandi, 2014:12) bilingualisme merupakan

kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat dan dalam Kamus Linguistik

bilingualisme diartikan sebagai pemakai dua bahasa atau lebih oleh penutur

bahasa atau oleh suatu masyarakat bahasa (Suandi, 2014:12). Einar Haugen

(dalam Achmad dan Abdullah, 2012:167) mengartikan bilingualisme sebagai

kemampuan seseorang menghasilkan tuturan yang lengkap dan bermakna dalam

bahasa lain.

Weinrich (dalam Suandi, 2014:13) menyebut kedwibahasaan sebagai ‘The

practice of alternately using two language’, yaitu kebiasaan menggunakan dua

bahasa atau lebih secara bergantian. Bila melihat pengertian dari Weinrich, pada

penggunaan dua bahasa atau lebih, penutur tidak diharuskan menguasai kedua

bahasa tersebut sama lancarnya. Artinya B2 atau bahasa kedua tidak dikuasai

secara lancar seperti halnya penguasaan terhadap B1 atau bahasa pertama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

35

Namun, penggunaan B2 atau bahasa kedua tersebut kiranya hanya sebatas

penggunaan sebagai akibat individu mengenal bahasa tersebut. Contoh peristiwa

bilingualisme misalnya saja seorang penduduk asli Jawa yang tentu saja fasih

berbahasa Jawa (B1) dan ia juga bisa berbahasa Inggris walaupun tidak sebaik

atau tidak sefasih ia berbahasa Jawa, maka dapat dikatakan sebagai peristiwa

bilingualisme. Hal tersebut dikarenakan orang Jawa itu telah menguasai B1 dan

B2 (walaupun penggunaan B2 belum baik atau belum lacar atau belum fasih

seperti B1nya).

Berbicara mengenai kedwibahasaan tidak lepas dari jenis-jenis

kedwibahasaan. Untuk menjelaskan jenis-jenis kedwibahasaan, maka ada

beberapa faktor yang perlu dipakai sebagai pertimbangan dalam menjelaskan

konsep kedwibahasaan dan jenis-jenisnya. Faktor tersebut dapat berupa faktor

umur mulainya pemerolehan bahasa dialami oleh dwibahasawan, bisa juga berupa

faktor konteks, hubungan antara penanda dan makna, urutan dan akibat

pemerolehan bahasa dari dwibahasawan, kemahiran atau kompetensi

dwibahasawan dalam menggunakan kedua bahasa, kegunaan dan fungsi

kedwibahasaan, dan sikap terhadap kedwibahasaan (Hoffmann, dalam Padmadewi

dkk., 2014).

2.2.3.1 Jenis Kedwibahasaan berdasarkan Umur Seorang Bilingual saat

Dwibahasa Terjadi

Umur saat sesorang memulai menggunakan dua bahasa dapat menimbulkan

kategori kedwibahasaan. Apabila kedwibahasaan terjadi saat kanak-kanak disebut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

36

kedwibahasaan dini (early bilingualism). Sedang kedwibahasaan yang terjadi saat

seseorang sudah dewasa disebut late bilingualism.

2.2.3.2 Jenis Kedwibahasaan berdasarkan Konteks Terjadinya Dwibahasa

Kedwibahasaan dibedakan sesuai bagaimana lingkungan sekitar terjadinya

kedwibahasaan. Apabila anak memeroleh dua bahasa secara tidak berstruktur dari

penutur di sekitarnya, maka anak tesebut akan mengalami yang disebut

kedwibahasaan alami. Di lain situasi adakalanya anak mengalami kedwibahasaan

dari sejak lahir karena memang hidup di lingkungan multilingual, atau dapat juga

dalam konteks terpisah misalkan saja yang sering terjadi pada keluarga kawin

campur timbul konsep anak menggunakan bahasa yang berbeda ketika berbicara

dengan ayah dan ibunya. Sedangkan apabila orang menjadi dwibahasawan atau

bilingual melalui pembelajaran yang sistematis dan terstruktur, maka disebut

dwibahasawan sekunder. Skutnann-Kangas (dalam Padmadewi dkk., 2014:53)

membedakan antara kedwibahasaan natural dengan kedwibahasaan sekolah atau

kedwibahasaan budaya. Dalam kedwibahasaan sekolah, siswa belajar bahasa lain

melalui proses formal di sekolah di mana siswa tidak mempunyai kesempatan

yang memadai untuk mempraktikkan bahasanya di luar kelas, sedangkan

kedwibahasaan budaya terjadi bersamaan dengan kedwibahasaan sekolah tetapi

proses kedwibahasaan budaya terjadi karena akibat proses pembelajaran bahasa

kedua oleh orang dewasa yang berkeinginan menggunakan bahasa kedua untuk

tujuan-tujuan tertentu seperti tujuan pekerjaan, bepergian, atau untuk pemahaman

lintas budaya lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

37

2.2.3.3 Jenis Kedwibahasaan berdasarkan Pertimbangan Hubungan Antara

Penanda dan Makna

Beberapa jenis kedwibahasaan tergantung pada bagaimana pemakai

menghubungkan antara penanda dan makna yang diwakilinya. Weinrich (dalam

Padmadewi dkk., 2014:54) menyebutkan kedwibahasaan subordinative untuk

kedwibahasaan di mana bahasa kedua lebih banyak dipengaruhi oleh bahasa

pertama. Kedwibahasaan koordinatif terjadi jika kedua bahasa, bahasa pertama

dan bahasa kedua, secara seimbang berperan dengan baik, kedwibahasaan

majemuk terjadi apabila transfer dari bahasa pertama ke bahasa kedua terjadi

dengan metode secara tidak langsung, dengan kata lain representasi makna dari

bahasa pertama tidak terjadi secara langsung ke makna, tetapi melalui

menggunakan bahasa lain yang telah dikenal untuk memahami makna yang ingin

disampaikan (Padmadewi dkk., 2014:54).

2.2.3.4 Jenis Kedwibahasaan berdasarkan Urutan dan Akibat Pemerolehan

Bahasa Seorang Bilingual

Diebold (dalam Padmadewi dkk., 2014:54) memperkenalkan ‘incipient

bilingualism’ sebagai kedwibahasaan awal untuk anak yang baru pada tahap

permulaan menguasai bahasa ibu dan bahasa lain, dan disebut ‘ascendant

bilingualism’ untuk menunjukkan peningkatan kemampuan untuk menggunakan

dua bahasa, dan ‘recessive bilingualism’ apabila terjadi penurunan. Selain itu juga

ada ‘addiditive bilingualism’ yaitu penambahan bahasa lain di samping

penggunaan bahasa pertama yang bisa memperkaya wawasan, dan memperluas

kemampuan kognitif dan linguistik anak. Sedangkan ‘substractive bilingualism’

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

38

apabila dengan adanya bahasa kedua mengorbankan penguasaan bahasa pertama

anak, terjadi pergeseran bahasa dan kemungkinan bahasa pertama yang

sebelumnya dapat digunakan dengan baik menjadi hilang karena penggunaan dan

penguasaan bahasa kedua.

2.2.3.5 Jenis Kedwibahasaan berdasarkan Kompetensi Penutur atau

Dwibahasawan

Apabila dilihat dari kompetensi penuturnya, ada kalanya kemampuan

penutur untuk memakai kedua bahasa sangat baik dan mampu memakai kedua

bahasa dengan sangat lancar, kemampuannya memakai bahasa kedua mendekati

kemampuan penutur asli, sehingga istilah yang digunakan untuk mengungkapkan

kedwibahasaan seperti itu adalah kedwibahasaan sempurna. Lambert et.al (dalam

Padmadewi dkk., 2014:54) memperkenalkan balanced bilingual (kedwibahasaan

seimbang), dominant bilingual (kedwibahasaan dominan), recessive bilinguals,

semilinguals digunakan untuk mengategorikan kedwibahasaan tergantung pada

tingkat kemahiran dwibahasawan dalam menggunakan kedua bahasa. Istilah

kedwibahasaan seimbang digunakan untuk menyatakan individu yang sangat

mahir di dua bahasa. Dengan kata lain, istilah kedwibahasaan seimbang ini

dipakai terhadap individu yang mampu menguasai kedua bahasa di semua situasi.

Tetapi banyak yang meragukan bahwa kedwibahasaan seimbang itu bisa dicapai

oleh seorang individu.

Istilah dwibahasawan dominan digunakan terhadap dwibahasawan yang

dominan terhadap satu bahasa dan bahasa yang kurang dominan disebut dengan

bahasa subordinat. Istilah dwibahasawan pasif atau resesif digunakan terhadap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

39

dwibahasawan yang secara perlahan kehilangan kompetensinya dalam satu bahasa

karena kurang dipakai (Chin dan Wiggleworth, dalam Padmadewi dkk.,

20014:55). Dwibahasawan pasif terjadi dikarenakan secara perlahan

kemampuannya pada bahasa kedua berkurang karena penggunaan bahasa yang

dominan, sehingga pada akhirnya hanya mampu memahami tuturan dalam bahasa

kedua tetapi tidak mampu menggunakannya untuk mengekspresikan idenya baik

secara lisan maupun tertulis, dan jika seseorang secara aktif mampu menggunakan

bahasa kedua maka istilahnya disebut kedwibahasaan aktif.

2.2.3.6 Jenis Kedwibahasaan berdasarkan Kegunaan dan Fungsinya

Dari aspek kegunaan, kedwibahasaan dapat diklasifikasikan menjadi

kedwibahasaan produktif dan kedwibahasaan reseptif. Kegunaannya dapat

meliputi empat aspek keterampilan berbahasa, seperti mendengarkan, berbicara,

menulis, dan membaca. Dari aspek kegunaannya, kedwibahasaan dapat

diklasifikasikan menjadi kedwibahasaan produktif (aktif) dan kedwibahasaan

reseptif. Kedwibahasaan produktif mengacu pada kemampuan untuk berbicara

atau memahami bahasa kedua dalam membaca atau digunakan dalam

keterampilan menulis. Kedwibahasaan produktif akan sangat bermanfaat jika

seseorang harus mengikuti pendidikan di negara lain dan harus mampu

menggunakan bahasa kedua secara aktif. Akan tetapi sering muncul pula

fenomena bahwa seorang individu tidak aktif menggunakan dua bahasa untuk

semua keterampilan berbahasa dalam percakapan informal dalam keseharian

tetapi kurang terampil dalam menulis dengan menggunakan bahasa kedua untuk

membuat tulisan ilmiah atau akademik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

40

Masyarakat multilingual disebut juga sebagai masyarakat aneka bahasa

(multilingual society). Sumarsono dan Partana (2002:76) berpendapat masyarakat

aneka bahasa atau masyarakat multilingual adalah masyarakat yang mempunyai

beberapa bahasa. Masyarakat multilingal adalah suatu masyarakat atau bangsa

yang menggunakan lebih dari satu bahasa sebagai alat komunikasinya

(Sumarsono dan Partana, 2002:371). Masalah utama yang dijumpai oleh

masyarakat multilingualisme yaitu bagaimana dapat memperoleh satu alat yang

dapat mengomunikasikan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

Multilingualisme atau dalam bahasa Indonesia disebut keanekabahasaan yakni

keadaan digunakannya lebih dari dua bahasa oleh seseorang dalam pergaulannya

dengan orang lain secara bergantian.

2.2.4 Masyarakat Tutur

Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 2004:36) menyebut masyarakat tutur

adalah suatu masyarakat yang anggota-anggotanya setidak-tidaknya mengenal

satu variasi bahasa beserta norma-norma yang sesuai dengan penggunaannya.

Pada pandangan Fishman ini kata masyarakat dalam istilah masyarakat tutur

bersifat relatif, dapat menyangkut masyarakat yang sangat luas, dan dapat pula

hanya menyangkut sekelompok kecil orang. Pandangan oleh ahli lain mengenai

masyarakat tutur menurut Bloomfield (dalam Chaer dan Agustina, 2004:37)

membatasi dengan “sekelompok orang yang menggunakan sistem isyarat yang

sama”. Batasan yang dibuat oleh Bloomfield ini dianggap terlalu sempit oleh para

ahli sosiolinguistik, dikarenakan pada masyarakat modern banyak orang yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

41

menguasai lebih dari satu ragam bahasa, dan di dalam masyarakat itu sendiri

terdapat lebih dari satu bahasa.

Sebaliknya, batasan yang dibuat oleh Labov (dalam Chaer dan Agustina,

2004:37) mengatakan “satu kelompok orang yang mempunyai norma yang sama

mengenai bahasa”, dianggap terlalu luas dan terbuka. Chaer dan Agustina

(2004:36) berpendapat kalau suatu kelompok orang atau suatu masyarakat

mempunyai verbal repertoir yang relatif sama serta mereka mempunyai penilaian

yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam

masyarakat itu, maka dapat dikatakan bahwa kelompok orang itu atau masyarakat

itu adalah sebuah masyarakat tutur. Jadi pada pengertian ini ditekankan bahwa

masyarakat tutur bukan hanya sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang

sama, tetapi sekelompok orang yang juga mempunyai norma yang sama dalam

menggunakan bentuk-bentuk bahasa.

Masyarakat tutur yang besar dan beragam memperoleh verbal repertoirnya

dari pengalaman atau dari adanya interaksi verbal langsung di dalam kegiatan

tertentu. Mungkin juga bisa diperoleh secara referensial yang diperkuat dengan

adanya integrasi simbolik, seperti intregrasi dalam sebuah wadah yang disebut

negara, bangsa, atau daerah. Jadi, sangat mungkin suatu wadah negara, bangsa,

atau daerah membentuk suatu masyarakat tutur dalam pengertian simbolik itu.

Dalam hal ini yang disebut bahasa nasional dan bahasa daerah mewakili

masyarakat tutur tertentu dalam hubungannya dengan variasi kebahasaan.

Pada situasi ini contoh konkretnya terdapat di Indonesia. Setiap hari ribuan

tenaga kerja yang berasal dari berbagai daerah dan berbagai bahasa daerah yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

42

berlainan satu sama lain, bekerja di pabrik-pabrik di Jakarta dan di sekitar Jakarta,

dan mereka sesama teman atau rekan sekerjanya menggunakan bahasa Indonesia

dalam berinteraksi. Jadi, meskipun mereka berbahasa ibu yang berbeda, mereka

adalah pendukung masyarakat tutur bahasa Indonesia. Dalam hal ini memang

tidak terlepas dari fungsi ganda bahasa Indonesia yaitu sebagai bahasa nasional,

bahasa negara, dan bahasa persatuan.

Kalau melihat kasus masyarakat tutur bahasa Indonesia di atas, maka dapat

dikatakan bahwa bisa jadi suatu masyarakat tutur itu bukanlah suatu masyarakat

yang berbicara dengan bahasa yang sama, melainkan suatu masyarakat yang

timbul karena rapatnya komunikasi atau karena integrasi simbolis dengan tetap

mengakui kemampuan komunikatif penuturnya tanpa mengingat atau pun

mempermasalahkan jumlah bahasa atau variasi bahasa yang digunakan (Gumperz

dalam Chaer dan Agustina, 2004:38). Dengan demikian dapat pula dikatakan

bahwa kompleksnya suatu masyarakat tutur ditentukan oleh banyaknya dan

luasnya variasi bahasa di dalam jaringan yang didasari oleh pengalaman dan sikap

para penutur di mana variasi itu berada. Selanjutnya verbal repertoir suatu

masyarakat tutur adalah hasil refleksi dari repertoir seluruh penuturnya sebagai

anggota masyarakat itu (Fishman dalam Chaer dan Agustina, 2004:38).

2.2.5 Fungsi-Fungsi Bahasa

Para pakar bahasa membagi fungsi bahasa secara berbeda-beda. Ada yang

membagi fungsi bahasa menjadi empat, lima, enam, dan ada pula yang membagi

menjadi tujuh fungsi. Finochiaro (dalam Achmad dan Abdullah, 2012:153)

membagi fungsi bahasa menjadi lima bagian: personal, interpersonal, directive,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

43

referential, dan imaginative. Kelima fungsi itu dapat dikelompokkan menjadi dua

bagian utama saja, yaitu fungsi personal dan fungsi interpersonal; fungsi direktif,

referensial, dan imajinatif yang digunakan untuk berhubungan dengan orang lain.

Holmes (dalam Achmad dan Abdullah, 2012:153) membagi menjadi enam fungsi

bahasa, yaitu fungsi ekspresif yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan

pembicara, fungsi direktif yang digunakan untuk meminta seseorang untuk

melakukan sesuatu, fungsi referensial digunakan untuk menyediakan informasi,

fungsi metalinguistik untuk mengomentari tentang bahasa itu sendiri, fungsi puitis

untuk menfokuskan karakteristik bahasa yang estetik (seperti puisi, moto, dan

ritme), dan fungsi fatis untuk mengekspresikan suatu solidaritas dan empati

kepada orang lain, fungsi fatis ini digunakan untuk memulai dan mempertahankan

komunikasi. Menurut Holmes, ketiga fungsi itu tampaknya merupakan fungsi

bahasa yang sangat fundamental, sebab fungsi-fungsi itu berasal dari komponen-

komponen interaksi yang mendasar, yaitu pembicara (ekspresif), lawan bicara

(direktif), dan pesan (referensial). Akan tetapi, fungsi fatis juga sama pentingnya

dari sebuah perspektif sosiolinguistik. Komunikasi fatis banyak menyampaikan

pesan sosial atau pesan afektif daripada pesan referensial. Sesungguhnya fungsi

bahasa tidak sekadar hanya untuk menyampaikan informasi referensial, tetapi juga

untuk menyampaikan informasi tentang hubungan sosial.

Menurut Soeparno (2013:15) fungsi bahasa dibedakan menjadi dua, yaitu

fungsi umum dan fungsi khusus. Soeparno mengemukakan fungsi umum dari

bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial. Di dalam masyarakat ada

komunikasi atau saling hubungan antaranggota. Untuk keperluan itu digunakanlah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

44

suatu wahana yang dinamakan bahasa. Dengan demikian, setiap masyarakat

dipastikan memiliki dan menggunakan alat komunikasi sosial tersebut. Tidak ada

masyarakat tanpa bahasa, dan tidak ada pula bahasa tanpa masyarakat.

Fungsi khusus dari bahasa, Roman Jakobson (dalam Soeparno, 2013:18)

telah membagi fungsi bahasa atas enam macam, yakni fungsi emotif, konatif,

referensial, puitik, fatik, dan metalingual. Ahli bahasa yang gagasannya terilhami

oleh Karl Buhler, mendasarkan pembagiannya pada tumpuan perhatian atau

aspek. Bahasa memiliki enam aspek, yakni aspek addresser, context, message,

contact, code, dan addressee. Apabila tumpuannya pada si penutur (addresser),

fungsi bahasanya dinamakan emotif. Apabila tumpuan pembicaraan pada konteks

(context), fungsi bahasanya disebut referensial. Apabila tumpuan pembicaraan

pada amanat (message), fungsi bahasanya puitik (poetic). Apabila tumpuan

pembicaraan pada kontak (contact), fungsi bahasanya disebut fatik (phatic).

Apabila tumpuan pembicaraan pada kode (code), fungsi bahasanya disebut

metalingual. Apabila tumpuan pembicaraan pada lawan bicara (addressee), fungsi

bahasanya dinamakan konatif.

Menurut Halliday (dalam Rahardi, 2009:6) lewat karyanya yang berjudul

‘Explorations in the Functions of Language’ menunjukkan tujuh fungsi bahasa.

Berturut-turut, ketujuh fungsi bahasa itu dapat disebutkan sebagai berikut: (1)

fungsi instrumental, digunakan untuk melayani lingkungannya, fungsi bahasa ini

juga dapat digunakan untuk meyebabkan terjadi peristiwa tutur, (2) fungsi

regulasi, digunakan untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-peristiwa

tertentu dalam masyarakat, (3) fungsi representasional, digunakan untuk membuat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

45

pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan

peristiwa, melaporkan sesuatu, dan sebagainya, (4) fungsi interaksional,

digunakan untuk menjamin terjadinya sebuah interaksi, memantapkan

komunikasi, mengukuhkan komunikasi dan interaksi antarwarga masyarakat itu

sendiri, (5) fungsi personal, digunakan untuk menyatakan emosi dan

mengungkapkan maksud atau perasaan personal, (6) fungsi heuristik, digunakan

untuk mempelajari pengetahuan, mencari ilmu, mengembangkan teknologi, serta

menyampaikan rumusan-rumusan bersifat pertanyaan, (7) fungsi imaginatif,

fungsi ini berkenaan dengan penciptaan imajinasi yang difungsikan untuk

memdongeng, membuat cerita, menciptakan khayalan, dan lain sebagainya.

Wood (dalam Rahardi, 2009:7) menyebut sepuluh fungsi bahasa dalam

kaitannya dengan perkembangan sistem komunikasi pada anak-anak. Wood

menyebut bahwa pada anak usia 9-16 bulan fungsi-fungsi bahasa yang dapat

ditemukan adalah (1) fungsi regulasi, (2) fungsi instrumental, (3) fungsi

interaksional, (4) fungsi heuristik, (5) fungsi personal, (6) fungsi imajinatif.

Kemudian pada seseorang yang berusia 16-24 bulan, fungsi-fungsi bahasa yang

muncul adalah (1) fungsi pragmatik, (2) fungsi matetik. Adapun pada anak

berusia 24 bulan dan seterusnya, fungsi bahasa yang dikembangkan adalah fungsi

interpersonal dan fungsi ideasional. Maka, untuk memudahkan pemahaman,

sepuluh fungsi bahasa yang disebut oleh Barbara S. Wood itu kemudian

dirangkum di dalam Tarigan (1993) sebagai ‘Dasa Guna Bahasa’.

Stephen C. Levinson (dalam Rahardi, 2009:7) menyebutkan adanya enam

fungsi bahasa, yang secara berturut-turut dapat disebutkan berikut ini: (1) fungsi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

46

referensial, (2) fungsi emotif, (3) fungsi konatif, (4) fungsi metalinguistik, (5)

fungsi fatik, dan (6) fungsi puitik. Wardhaugh (dalam Chaer dan Agustina,

2004:15) juga mengatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia,

baik tertulis maupun lisan. Namun, fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar,

yaitu expression, information, exploration, persuasion, dan entertainment

(Kinneavy dalam Chaer dan Agustina, 2004:15). Revesz (dalam Baryadi,

2015:46) memaparkan tiga jenis fungsi bahasa, yaitu fungsi indikatif ‘menunjuk’,

fungsi imperatif ‘menyuruh’, dan fungsi interogatif ‘menanyakan’. Ketiga fungsi

tersebut dipandang sebagai fungsi yang primer karena berprasyarat utama situasi

berbicara yang paling purba dan paling alami, yaitu dialog. Fungsi indikatif dan

imperatif secara ontogenetik dipandang lebih dulu ada. Fungsi indikatif dan fungsi

imperatif berhubungan dengan tindakan dasar manusia, yaitu menyuruh dan

memberitahukan.

Jakobson (dalam Baryadi, 2015:47) mengemukakan enam fungsi bahasa,

yaitu fungsi referensial, fungsi emotif, fungsi konatif, fungsi puitik, fungsi fatik,

dan fungsi metalingual. Fungsi referensial juga disebut fungsi denotatif atau

fungsi kognitif yang merupakan fungsi bahasa yang ditentukan oleh faktor

konteks. Fungsi referensial bertalian dengan bahasa yang melambangkan referen.

Fungsi emotif atau fungsi ekspresif yaitu fungsi bahasa yang berorientasi pada

pengirim pesan. Fungsi emotif bahasa terlihat pada ekspresi langsung dari sikap

pembicara terhadap apa yang dibicarakan. Ekspresi langsung dapat terwujud pada

kata seru seperti aduh, ah, deh, astaga. Ekspresi langsung cenderung

menimbulkan kesan emosi tertentu, baik yang betul-betul maupun yang dibuat-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

47

buat. Fungsi konatif yaitu fungsi bahasa yang mengarah pada penerima pesan.

Fungsi konatif bahasa terwujud pada kalimat imperatif, seperti “Makan!”,

“Minum!”. Fungsi fatis yaitu fungsi bahasa yang ditentukan oleh faktor kontak.

Fungsi fatis kedapatan pada penggunaan unsur-unsur bahasa untuk memulai dan

meneruskan komunikasi.

2.2.6 Diglosia

Ferguson menggunakan istilah diglosia untuk menyatakan keadaan suatu

masyarakat di mana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup

berdampingan dan masing-masing mempunyai peranan tertentu (Chaer dan

Agustina, 2004:92). Wardaugh (dalam Suandi, 2014:24) mengatakan bahwa

diglosia adalah situasi pemakaian bahasa yang stabil karena setiap bahasa diberi

keleluasaan untuk menjalankan fungsi kemasyarakatannya secara proporsional.

Diglosia adalah sejenis pembakuan bahasa yang khusus di mana dua ragam

bahasa berada berdampingan di dalam keseluruhan masyarakat bahasa, dan di

mana masing-masing ragam bahasa itu diberi fungsi sosial tertentu (Ferguson

dalam Sumarsono dan Partana, 2002:36-37). Terdapat ragam bahasa tinggi yang

dibakukan (ditandai dengan H = High) dan ragam bahasa rendah yang serta

dibakukan (ditandai dengan L = Low).

Fergusson (dalam Achmad dan Abdullah, 2012:164-165) mendefinisikan

diglosia sebagai berikut.

A relatively stable language situation in which, in addition to the

primary dialects of the language (which may include a standard or a regional

standards), there is a very divergent, highly codified (often grammatically more

complex) superposed variety, the vehicle of a large and respected body of written

literature, either of an earlier period or in another speech community, which is

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

48

learned largely by formal education and is used for most written and formal

spoken purposes but is not used by any sector of the community for ordinary

conversation.

Maksudnya situasi bahasa yang relatif stabil, walaupun terdapat penambahan pada

dialek-dialek dasar bahasa (kadang memasukkan suatu bahasa standar atau

standar-standar regional), yang sangat berbeda dan bervariasi (kadang dengan

gramatika yang kompleks), yang membawa pengaruh besar bagi literatur tertulis,

baik pada periode awal maupun dalam pembicaraan komunitas yang lain, yang

dipelajari secara luas dalam pendidikan formal dan digunakan dalam menulis dan

tujuan-tujuan pembicaraan formal, tetapi tidak digunakan pada beberapa sektor

oleh komunitas dalam pembicaraan biasa.

Fergusson selain menggunakan istilah diglosia guna menggambarkan situasi

kebahasaan di mana terdapat dua pemakaian ragam bahasa pada suatu kelompok

penutur, sebab terjadinya pemakaian dua ragam bahasa ini menurutnya juga

terkait dengan gengsi penutur bahasa yang bersangkutan. Ahmad dan Abdullah

(2012:164) lebih lanjut dikatakan persepsi yang muncul adalah bahwa jika ada

seorang penutur menguasai bahasa ragam tinggi, maka ia dapat digolongkan

sebagai kaum terpelajar. Sebaliknya, gengsi seorang penutur tidak akan terangkat

atau dapat dianggap sebagai orang yang tidak terpelajar jika ia hanya menguasai

ragam bahasa rendah.

Oleh Fishman pandangan mengenai diglosia milik Ferguson dikembangkan

lagi dengan memberi penekanan bahwa diglosia merupakan distribusi penggunaan

bahasa dengan fungsi komunikasional yang berbeda-beda, yang semata-mata

terjadi bukan hanya pada satu masyarakat bahasa yang sama, tapi juga pada

situasi di mana dua atau lebih bahasa yang berbeda dengan fungsi yang berbeda

juga. Fasold (dalam Achmad dan Abdullah, 2012:166) menggambarkan situasi

diglosik sebagai situasi di mana terdapat masyarakat bahasa yang memiliki ragam

tinggi dan rendah bersama-sama. Lebih lanjut ditekankan oleh Fasold, bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

49

kendati masyarakat bahasa tersebut memiliki ragam tinggi yang sama, tetapi di

sisi lain berpeluang memiliki ragam rendah yang berbeda. Kondisi seperti ini

digolongkannya sebagai masyarakat diglosik yang berbeda.

Menurut Holmes (dalam Achmad dan Abdullah, 2012:166) diglosia

merupakan ciri sebuah masyarakat tutur yang menggambarkan adanya pemakaian

dua ragam bahasa dari satu bahasa yang sama dalam setiap ranah yang ada dalam

komunitas tersebut. Untuk menandai ada tidaknya diglosia pada suatu masyarakat

tutur ada tiga syarat yang dipaparkan oleh Holmes. Syarat pertama yaitu ada dua

variasi bahasa dari satu bahasa yang sama yang digunakan dalam satu masyarakat

tutur. Variasi pertama yaitu ragam tinggi dan variasi kedua yaitu ragam rendah.

Syarat kedua yaitu kedua ragam tersebut digunakan dengan fungsi yang berbeda,

tetapi saling melengkapi. Syarat ketiga yaitu tidak seorang pun dalam masyarakat

tersebut yang menggunakan ragam tinggi dalam setiap percakapan. Untuk lebih

jelas dalam memahami konsep diglosia Holmes, ia memberikan contoh

masyarakat Arab yang mengenal dan menggunakan dua ragam bahasa, yaitu

bahasa Arab Klasik dan bahasa Arab sehari-hari. Bahasa Arab Klasik diidentikkan

dengan bahasa Al-Quran yang diajarkan di sekolah dan hanya digunakan dalam

interaksi formal, maka dianggap sebagai ragam tinggi. Sedang bahasa Arab

sehari-hari yang dipakai dalam komunikasi sehari-hari dianggap sebagai ragam

bahasa Arab yang rendah.

Sumarsono dan Partana (2002:36) mengutarakan bahwa diglosia adalah

situasi dalam sebuah bahasa dimana ditemukan ada dua ragam baku yang sama-

sama diakui dan dihormati, hanya saja fungsi dan pemakaiannya berbeda. Istilah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

50

diglosia untuk menyebut suatu situasi di mana sebuah masyarakat sesuai dengan

kesempatan, menggunakan idiom yang lebih akrab dan tidak berprestise, atau

idiom yang lain yang lebih berbau pendidikan dan lebih direka (Martinet,

1987:150-151). Achmad dan Abdullah (2012:164) memaparkan bahwa diglosia

diidentikkan dengan situasi kebahasaan yang menunjukkan adanya pemakaian

bahasa tinggi dan rendah dalam suatu masyarakat tutur. Ragam tinggi dan rendah

ini mengacu pada pemakaian bahasa yang dikaitkan dengan situasi

komunikasinya.

Ferguson dalam sebuah penelitiannya terhadap empat buah masyarakat tutur

yaitu masyarakat tutur bahasa Arab, Yunani modern, Jerman Swiss, dan Kreol

Haiti, mengetengahkan sembilan topik, yaitu fungsi, prestise, warisan sastra,

pemerolehan, standardisasi, stabilitas, gramatika, leksikon, dan fonologi. Fungsi

adalah kriteria diglosia yang sangat penting. Menurut Ferguson, dalam

masyarakat diglosis terdapat dua variasi dari satu bahasa, variasi pertama dinamai

dialek tinggi (dialek T atau ragam T), variasi kedua dinamai dialek rendah (dialek

R atau ragam R). Sebagai contohnya pada bahasa Arab dialek T-nya adalah

bahasa Arab klasik, bahasa Al-Quran yang lazim disebut al-fusha, dialek R-nya

adalah berbagai bentuk bahasa Arab yang dipergunakan oleh bangsa Arab, yang

lazim disebut addarij. Pada bahasa Yunani, katharevusa adalah dialek T-nya,

yaitu bahasa Yunani murni dengan ciri-ciri linguistik Yunani klasik. Lalu dialek

R-nya adalah dhimotiki, yaitu bahasa Yunani lisan. Pada bahasa Jerman-Swiss,

Jerman standar adalah dialek T-nya dan berbagai dialek bahasa Jerman adalah

dialek R-nya. Selanjutnya yang terakhir di Haiti yang menjadi dialek T-nya adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

51

bahasa Perancis, dan yang menjadi dialek R-nya adalah bahasa Kreol-Haiti yang

dibuat berdasarkan bahasa Perancis.

Masih pada pembahasan diglosia menurut Ferguson, turut dijelaskan

mengenai distribusi fungsional dialek T dan dialek R yang mempunyai arti bahwa

terdapat situasi di mana hanya dialek T yang sesuai untuk digunakan, dan pada

situasi lain hanya dialek R yang bisa digunakan. Fungsi T digunakan hanya pada

situasi resmi dan fungsi R hanya pada situasi informal atau situasi santai. Topik

kedua selanjutnya adalah prestise. Pada masyarakat diglosis ada sebuah anggapan

dari para penuturnya bahwa dialek T menjadi lebih bergengsi, lebih terpandang,

lebih superior, dan bahasanya dianggap lebih logis. Lain hal nya dengan dialek R

yang dianggap inferior dan bahkan ditolak keberadaannya. Dalam masyarakat

Indonesia pun ragam bahasa Indonesia baku dianggap lebih bergengsi apabila

dibandingkan dengan ragam bahasa Indonesia nonbaku.

Topik selanjutnya yang ketiga yaitu mengenai warisan kesusastraan. Pada

karya kesusastraan yang digunakan Ferguson sebagai contoh, di mana ragam T

lah yang digunakan dan dihormati oleh masyarakat bahasa. Apabila ada juga

karya sastra kontemporer dengan menggunakan ragam T, maka dirasakan sebagai

kelanjutan dari tradisi itu yaitu bahwa karya sastra harus dalam ragam T. Meski

begitu ada pula sastra dan puisi rakyat dalam dialek R, tetapi banyak anggota

masyarakat yang beranggapan hanya sastra atau puisi dalam dialek T lah yang

sebenarnya karya sastra suatu bangsa. Topik berikutnya berkenaan dengan

pemerolehan. Ragam T diperoleh dengan cara mempelajarinya dalam pendidikan

formal, sedangkan ragam R diperoleh dari pergaulan dengan keluarga dan teman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

52

sepergaulan. Topik berikutnya mengenai standardisasi, di mana ragam T yang

dipandang sebagai ragam yang bergengsi, maka tidak heran bila standardisasi

dilakukan pada ragam T melalui kodifikasi formal. Kamus, tata bahasa, petunjuk

lafal, dan buku-buku kaidah penggunaan yang benar ditulis untuk ragam T,

sebaliknya ragam R jarang disinggung dan diperhatikan.

Topik berikutnya membahas stabilitas. Kestabilan dalam masyarakat

diglosis biasanya telah berlangsung lama di mana ada sebuah variasi bahasa yang

dipertahankan eksistensinya pada masyarakat itu. Selanjutnya mengenai

gramatika. Menurut pandangan Ferguson, ragam T dan ragam R dalam diglosia

merupakan bentuk-bentuk dari bahasa yang sama, namun ternyata terdapat

perbedaan dalam gramatikanya. Secara leksikon sebagaian besar kosakata ragam

T dan ragam R adalah sama. Akan tetapi ada kosakata pada ragam T yang tidak

ada pasangannya pada ragam R atau sebaliknya. Ciri yang paling menonjol pada

diglosia adalah adanya kosakata yang berpasangan, satu untuk ragam T dan satu

untuk ragam R, yang biasanya untuk konsep-konsep yang sangat umum. Pada

bahasa Indonesia dapat pula didaftarkan sejumlah kosakata yang berpasangan

sebagai baku dan tidak baku, antara lain misalnya uang dan duit, buruk dan jelek,

istri dan bini, dan lurus dan lempeng. Topik yang terakhir adalah tentang

fonologi. Pada bidang fonologi terdapat perbedaan struktur antara ragam T dan

ragam R. Oleh Ferguson dikatakan bahwa sistem bunyi ragam T dan ragam R

sebenarnya adalah sistem tunggal, tetapi fonologi T adalah sistem dasar dan

fonologi R yang beragam adalah subsistem atau parasistem.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

53

Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 2004:98) turut berpendapat bahwa

diglosia tidak hanya berlaku pada adanya pembedaan ragam T dan ragam R pada

bahasa yang sama, melainkan berlaku juga pada bahasa yang sama sekali tidak

serumpun, atau pada dua bahasa yang berlainan. Maksud dari pendapat Fishman

mengenai diglosia ini ditekankan adanya pembedaan fungsi kedua bahasa atau

variasi bahasa yang bersangkutan. Sebagai contoh kasus diglosia menurut

Fishman yaitu masyarakat di Paraguay, di mana masyarakat tersebut mengenal

dua bahasa, yaitu bahasa Guarani (rumpun bahasa Indian) sebagai ragam bahasa R

dan bahasa Spanyol (rumpun bahasa Roman) sebagai ragam bahasa T. Fishman

memandang diglosia sebagai adanya perbedaan fungsi mulai dari stilistik dari

sebuah bahasa sampai adanya perbedaan fungsi dari dua buah bahasa yang

berbeda.

Konsep diglosia berikutnya adalah menurut pandangan Fasold. Oleh Fasold

konsep diglosia disebut menjadi diglosia yang luas atau broad diglosia, di mana

maksudnya adalah perbedaan itu tidak hanya antara dua bahasa atau dua ragam

atau dua dialek secara biner saja, melainkan bisa lebih dari dua bahasa atau dua

dialek itu. Seluk beluk mengenai diglosia menurut konsep Fasold dipaparkan juga

keadaan masyarakat yang di dalamnya ada diperbedakan tingkatan fungsi

kebahasaan, sehingga muncullah yang dinamakan Fasold sebagai diglosia ganda

dalam bentuk yang disebut double overlapping diglosia, double-nested diglosia,

dan linear polyglosia.

Dari beberapa pandangan ahli mengenai diglosia di atas, secara ringkasnya

diglosia dapat diartikan sebagai situasi kebahasaan yang menampakkan adanya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

54

pemakaian atau penggunaan bahasa tinggi (ragam tinggi) dan bahasa rendah

(ragam rendah) sesuai situasi komunikasinya pada masyarakat tutur. Ragam

bahasa tinggi digunakan pada situasi resmi, sedang ragam bahasa rendah

digunakan pada situasi tidak resmi. Situasi resmi misalnya pada saat perkuliahan

di kelas, pidato kenegaraan oleh presiden, rapat anggota DPR, dan lain

sebagainya. Situasi tidak resmi misalnya percakapan dengan teman, bercanda

dengan sahabat, dan lain sebagainya. Hal terakhir yang menjadi pembahasan

penutup sebagai penegasan adalah kaitan bilingualisme dengan diglosia. Jika

diglosia diartikan sebagai adanya pembedaan fungsi atas penggunaan bahasa pada

fungsi T dan fungsi R, dan bilingualisme adalah keadaan penggunaan dua bahasa

secara bergantian dalam suatu masyarakat, maka Fishman menggambarkan

hubungan diglosia dan bilingualisme menjadi empat jenis hubungan, antara lain

yaitu (1) bilingualisme dan diglosia, (2) bilingualisme tanpa diglosia, (3) diglosia

tanpa bilingualisme, dan (4) tidak bilingualisme dan tidak diglosia.

2.2.7 Kaitan Kedwibahasaan atau Bilingualisme dan Diglosia

Hubungan antara diglosia dan kedwibahasaan (bilingualisme), yakni

kedwibahasaan atau bilingualisme dimaknai sebagai situasi penggunaan dua

bahasa secara bergantian dalam masyarakat, sedangkan diglosia dimaknai sebagai

adanya pembedaan fungsi atas penerapan bahasa, terutama fungsi ragam tinggi

(T) dan fungsi ragam rendah (R). Dalam Suandi (2014:25) dijelaskan mengenai

tabel kaitan antara kedwibahasaan (bilingualisme) dengan diglosia itu. Tabel dan

penjelasannya adalah sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

55

Tabel 1: Kaitan antara kedwibahasaan (bilingualisme) dengan diglosia

Diglosia

+ _

Bilingualisme

+ Bilingualisme dan Diglosia Bilingualisme tanpa

diglosia

- Diglosia tanpa bilingualisme Tidak diglosia tidak

bilingualisme

Dari tabel di atas tampak jenis hubungan antara bilingualisme dan diglosia, yaitu:

(1) bilingualisme dan diglosia, (2) bilingualisme tanpa diglosia, (3) diglosia tanpa

bilingualisme, (4) tidak bilingualisme dan tidak diglosia. Pada masyarakat yang

dikarakteristikkan sebagai masyarakat yang bilingualisme dan diglosia, nyaris

setiap orang mengetahui ragam atau bahasa T dan ragam atau bahasa R. Kedua

ragam atau bahasa tersebut akan digunakan berdasarkan fungsinya masing-

masing, yang tidak bisa dipertukarkan.

Contoh masyarakat tutur yang bilingual dan diglosis adalah di Paraguay. Di

sana bahasa Spanyol merupakan bahasa Indo Eropa berstatus sebagai bahasa T,

dan bahasa Guarani, salah satu bahasa asli Amerika, berstatus sebagai bahasa R.

Kedua bahasa tersebut dipergunakan menurut fungsinya masing-masing. Bahasa

Spanyol sebagai komunikasi resmi atau formal, sedangkan bahasa Guarani

sebagai komunikasi santai, percakapan sehari-hari dan informal.

Pada masyarakat yang bilingualis, tetapi tidak diglosis tampak sebuah

individu yang bilingual, tetapi mereka tidak membatasi penggunaan satu bahasa

untuk satu situasi dan bahasa yang lain untuk situasi yang lain pula. Maka dari itu,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

56

mereka dapat menggunakan bahasa yang mana pun untuk tujuan dan situasi apa

pun. Suatu masyarakat yang semulanya bilingual dan diglosis, tetapi kemudian

berubah menjadi masyarakat yang bilingual tetapi tidak diglosis dapat terjadi

apabila sifat diglosisnya “bocor”. Pada kasus ini sebuah variasi atau bahasa lain

“merembes” ke dalam fungsi yang telah dibentuk untuk variasi atau bahasa lain.

Dari hasil perembesan ini mungkin saja akan mengakibatkan terbentuknya sebuah

variasi baru (jika T dan R memiliki struktur yang sama); atau penggantian salah

satunya dengan yang lain (kalau T dan R tidak sama strukturnya).

Sebuah contoh bilingualisme tanpa diglosia, yakni R sebelum ada T adalah

di Belgia yang berbahasa Jerman. Di Belgia, peralihan dari bahasa Jerman ke

bahasa Perancis berlangsung dengan disertai meluasnya bilingualisme yang

masing-masing bahasa dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Di dalam suatu

masyarakat yang berciri diglosia, tetapi tanpa bilingualisme terdapat dua penutur.

Kedua penutur itu dimisalkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama

umumnya lebih kecil, merupakan kelompok ruling group yang hanya berbicara

bahasa T. Kelompok kedua, umumnya lebih besar, tidak mempunyai kekuasaan

dalam masyarakat, dan hanya berbicara bahasa R. Situasi diglosia tanpa

bilingualisme banyak ditemui di Eropa sebelum perang dunia pertama.

Contohnya, dalam satu periode sejarah Czar Rusia, di mana para bangsawan

hanya berbicara dengan bahasa Perancis, dan masyarakat Rusia dengan berbagai

dialeknya. Sebenarnya masyarakat diglosis tanpa disertai bilingualisme tidak

dapat dinamakan sebagai satu masyarakat tutur, sebab kedua kelompok itu tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

57

berinteraksi; kecuali secara minim dengan menggunakan interpreter menggunakan

bahasa pijin.

Pola keempat dalam pembicaraan hubungan bilingualisme dan diglosia

yaitu masyarakat yang tidak bilingualisme dan tidak diglosia. Di dalam situasi

yang sedemikian (masyarakat tidak bilingualisme dan tidak diglosia), tentu saja

hanya ada satu bahasa dan tanpa variasi serta dapat digunakan untuk semua

tujuan. Keadaan semacam ini hanya mungkin terjadi pada masyarakat yang

terpencil atau primitif, yang dewasa ini tentunya sudah sulit ditemukan. Oleh

Fishman (dalam Suandi, 2014:26) masyarakat yang tidak bilingualisme dan tidak

diglosia ini akan mencair apabila telah bersentuhan dengan masyarakat lain. Dari

keempat pola masyarakat kebahasaan di atas, hanya terdapat dua yang paling

stabil, yaitu (1) diglosia dengan bilingualisme, dan (2) diglosia tanpa

bilingualisme. Keduanya sama-sama berkarakter diglosia, sehingga perbedaannya

terletak pada bilingualismenya.

Gambaran sekilas mengenai diglosia dalam masyarakat di Indonesia di

mana situsi kebahasaannya cukup kompleks karena terdapat sejumlah bahasa

daerah yang ada di Indonesia. Penggunaan bahasa di kehidupan sosial dan

aktivitas sehari-hari selain menerapkan bahasa Indonesia, juga diterapkan

penggunaan bahasa daerah beserta variasi-variasinya, dan bahasa asing sesuai

fungsi, situasi, dan konteks berbahasa. Bahasa Indonesia berkedudukan atau

berfungsi sebagai bahasa nasional atau bahasa negara atau bahasa resmi. Bahasa

daerah berfungsi sebagai bahasa komunikasi intradaerah. Bahasa asing berfungsi

sebagai bahasa komunikasi internasional umum.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

58

Dalam sebuah situasi diglosia di Indonesia kerap kita jumpai adanya

tingkat-tingkat bahasa dalam beberapa bahasa daerah, sebagai contoh bahasa

Jawa. Di Jawa terdapat bahasa ngoko (tingkat paling rendah), krama (tengah), dan

krama inggil (tingkat tinggi) yang mempunyai ukuran baku tersendiri dan diakui

oleh masyarakat pemakainya. Ragam bahasa tersebut menduduki fungsi sosial dan

digunakan sesuai dengan tingkat sosial masyarakat dan situasinya, meski sekarang

sudah jarang ditemui. Pemakaian ragam dalam bahasa daerah tidak didasarkan

atas topik pembicaraan melainkan oleh siapa dan untuk siapa.

2.2.8 Faktor yang Memengaruhi Penggunaan Bahasa

Menurut kacamata sosiolinguistik, bahasa tidak hanya dilihat sebagai gejala

individu, melainkan juga sebagai gejala sosial. Sebagai gejala sosial, maka bahasa

dan pemakaian bahasa tidak bisa hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik

saja, tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik. Padmadewi dkk., (2014:7)

menerangkan faktor-faktor nonlinguistik yang memengaruhi terjadinya

penggunaan variasi bahasa atau pemakaian bahasa tersebut yaitu: 1) faktor-faktor

sosial seperti status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis

kelamin, dan sebagainya, 2) faktor-faktor situasional seperti siapa berbicara

dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa.

Seorang individu mungkin saja dapat mempunyai status sosial lebih dari

satu, misalnya saja si A adalah seorang ibu di keluarganya, yang juga berstatus

sosial sebagai guru. Apabila dia guru di sekolah negeri, dia juga masuk ke dalam

kelas pegawai negeri. Apabila dia seorang sarjana, dia bisa masuk kelas sosial

golongan “terdidik”. Begitulah kita juga mengenal kelas pegawai, kelas buruh,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

59

kelas manajer, kelas pedagang, kelas petani, dan lainnya. Menurut Raho (2004:

44) status sosial dapat dikatakan sebagai tempat atau posisi yang ditempati atau

dikonstruksi secara sosial atau yang diduduki oleh seorang individu di dalam

masyarakat. Contohnya yaitu anak, orang tua, suami, isteri, dan lain sebagainya.

Dalam arti tertentu, status mempunyai arti suatu cara untuk mendefinisikan relasi

di antara bermacam-macam individu yakni orang tua-anak, kakak-adik, saudara-

saudari, guru-murid, dosen-mahasiswa, majikan-buruh, bos-karyawan, dan lain

sebagainya.

Seorang pakar sosiolinguistik bernama Dell Hymes (dalam Chaer dan

Agustina, 2004:48) mengatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi

delapan komponen untuk bisa disebut sebagai peristiwa tutur. Kedelapan

komponen menurut Dell Hymes tersebut bila huruf-huruf pertamanya

dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen tersebut yaitu

setting and scene, participants, ends: purpose and goal, act sequences, key: tone

or spirit of act, instrumentalities, norms of interaction and interpretation, dan

genres.

Setting and scene, di sini setting atau latar berkenaan dengan waktu dan

tempat tindak tutur atau tempat tutur berlangsung, biasanya berupa keadaan fisik.

Scene atau suasana merujuk pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis

pembicaraan. Contoh suasana adalah formal, tidak formal, serius, santai, atau

gembira. Perbedaan waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berlangsung dapat

menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Sebagai contoh, berbicara

di lapangan voli sewaktu ada pertandingan voli dalam situasi yang ramai tentu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

60

saja berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan kampus pada waktu

banyak mahasiswa dan mahasiswi membaca dan mengerjakan tugas dalam

keadaan sunyi. Di lapangan voli orang bisa bicara keras-keras, tetapi di ruang

perpustakaan kampus mahasiswa dan mahasiswi harus bicara seperlahan mungkin

dan bisa menyesuaikan dengan situasi.

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan (pelibat),

bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima

pesan. Dua orang yang berbincang-bincang bisa berganti peran sebagai pembicara

atau pendengar, tetapi dalam khotbah di masjid, khotib sebagai pembicara dan

jemaah sebagai pendengar tidak bisa bertukar peran. Status sosial partisipan

menentukan ragam bahasa yang dipergunakan. Sebagai contoh seorang anak akan

menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda saat berbicara dengan orang

tuanya, gurunya, dan teman sebayanya.

Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang

terjadi di ruang pengadilan bertujuan untuk menyelesaikan suatu kasus perkara,

tetapi partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda.

Jaksa hendak membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan

bahwa terdakwa tidak bersalah, dan hakim berupaya memberikan keputusan yang

adil. Dalam peristiwa tutur di kelas saat kuliah linguistik, pak dosen yang tampan

itu berusaha menjelaskan materi kuliah agar dapat dipahami mahasiswinya,

namun, barangkali di antara para mahasiswi itu ada yang datang kuliah hanya

untuk memandang wajah pak dosen yang tampan itu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

61

Act sequence, mengarah pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini

berkaitan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan

hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran

dan isi yang dibicarakan pada saat percakapan biasa, saat kuliah umum, dan saat

sedang berpesta tentu saja berbeda.

Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan

disampaikan. Apakah disampaikan dengan serius, dengan bercanda, dengan

senang hati, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya.

Misalnya, kuliah fonologi dapat diberikan dengan cara yang sangat santai atau

dengan semangat yang menyala-nyala. Hal ini dapat ditunjukkan dengan gerak

tubuh dan isyarat.

Instrumentalities, mengacu pada sarana, jalur bahasa yang digunakan,

seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Secara lebih sederhana,

instrumentalities yaitu faktor yang berkaitan dengan alat atau media dan bentuk

bahasa yang digunakan untuk menyampaikan tuturan. Instrumentalities ini juga

mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam, atau

register. Hymes (dalam Baryadi, 2015:20) Instrumentalities berkaitan dengan

bentuk tuturan (form of speech) dan gaya tutur (speech styles). Bentuk tutur

berkaitan dengan bahasa, dialek, dan register, sedangkan gaya tutur berkaitan

dengan penggunaan ungkapan yang sesuai dengan ciri penutur, situasi, dan bentuk

wacananya.

Norms of interaction and interpretation, merujuk pada norma atau aturan

dalam berinteraksi. Contohnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

62

bertanya, dan sebagainya. Misalnya, kuliah cenderung bersifat satu arah dari

pengajar kepada mahasiswa; mahasiswa bertanya sesudah diberi kesempatan

bertanya. Selain itu juga merujuk pada norma penafsiran terhadap ujaran dari

lawan bicara. Menurut Hymes (dalam Baryadi, 2015:20) mengungkapkan norms

of interaction and interpretation atau norma interaksi dan interpretasi merujuk

pada aturan-aturan dalam berinteraksi dan memahami tuturan. Misalnya saja

aturan giliran berbicara, kapan harus diam, kapan harus berbicara, kapan menyela

pembicaraan orang lain, dan sebagainya.

Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,

pepatah, doa, dan sebagainya. Hymes (dalam Baryadi, 2015:20) mengatakan “By

genres are meant categories such as poem, myth, tale, proverb, riddle, curse,

prayer, commercial, form letter, editorial, etc.” Genres yaitu jenis wacana seperti

puisi, mite, cerita, peribahasa, teka-teki, ceramah, doa, pidato, kuliah, wacana

komersial, surat resmi, editorial, dan sebagainya.

Faktor penyebab terjadinya variasi bahasa dikaitkan dengan situasi diglosik

di mana masyarakat tutur di Asrama Santa Angela Bantul, Yogyakarta,

merupakan masyarakat bilingual bahkan multilingual tampak adanya penggunaan

bahasa yang menampilkan variasi tinggi maupun variasi rendah. Partisipan di

Asrama Santa Angela ini yaitu para siswi dan suster pamong, di mana dalam

interaksi sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia, bahasa daerah (dominan

bahasa Jawa), dan juga tersisipi bahasa asing (bahasa Inggris) sesuai situasi dan

fungsi komunikasinya. Partisipan menggunakan atau menerapkan variasi bahasa

tinggi ketika dalam situasi formal atau resmi, topik yang dibahas formal,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

63

hubungan antarpembicara dilakukan kepada orang yang lebih tua atau dihormati,

dan dalam fungsi komunikasi yang memang cenderung formalistik. Partisipan

menggunakan atau menerapkan variasi bahasa rendah ketika dalam situasi

informal atau santai, topik yang dibahas bersifat santai, digunakan sebagai lelucon

atau berkelakar, hubungan antarpembicara dilakukan kepada orang yang sudah

akrab, dan dalam fungsi komunikasi yang cenderung akrab atau santai.

2.2.9 Klasifikasi Ragam Bahasa

Orang dapat menyampaikan maksud atau kehendaknya dengan

menggunakan berbagai bentuk bahasa. Pada situasi tertentu, suatu maksud atau

kehendak dapat disampaikan kepada pendengar sebagai perintah, pada situasi lain

maksud atau kehendak yang sama dapat disampaikan sebagai permintaan tolong,

dan pada situasi yang lainnya lagi maksud atau kehendak itu disampaikan sebagai

permohonan. Hubungan antara pembicara dan pendengar, status sosial pembicara

dan pendengar, suasana batin pembicara pada waktu ujaran diucapkan, dan lain

sebagainya dapat diketahui pula dari ujud ujaran tersebut.

Menurut Kartomihardjo (1988:23) ragam atau style adalah suatu piranti

untuk menyampaikan makna sosial atau artistik yang tidak dapat disampaikan

lewat kata-kata dengan makna harfiah. Ragam menjadi sebuah petunjuk apakah

suatu interaksi sosial akan dilanjutkan atau tidak. Andaikata dilanjutkan, ragam

juga mengisyaratkan ragam bahasa apa yang harus dipergunakan, apakah ragam

formal atau ragam informal. Ragam turut memberitahukan kepada pendengar

supaya suatu ujaran yang baru saja diucapkan diterima sebagai lelucon, rayuan,

ancaman, ironi, umpatan, pujian, atau lainnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

64

Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian bahasa.

Ragam bahasa terbagi atas dua kelompok, yaitu ragam bahasa berdasarkan media

pengantarnya dan ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya (Utorodewo

dkk., 2004). Penggunaan atau pemakaian bahasa berdasarkan media pengantarnya

atau sarananya terbagi atas ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan yaitu bahasa

yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Ragam lisan dapat didapati dalam ragam

lisan yang formal maupun ragam lisan yang nonformal. Ragam tulis yaitu bahasa

yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang

formal maupun yang nonformal. Selain itu, terdapat pula ragam tulis dan juga

ragam lisan yang semiformal, artinya tidak terlalu formal, dan juga tidak terlalu

nonformal.

Ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya dikelompokkan menjadi

ragam formal, ragam nonformal, dan ragam semiformal. Bahasa ragam formal

mempunyai sifat kemantapan berwujud kaidah dan aturan tetap, di mana

kemantapan tadi tidak bersifat kaku, tetapi tetap luwes sehingga memungkinkan

perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan

berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modern (Alwi dkk., dalam

Utorodewo dkk., 2004). Pembedaan antara ragam formal, nonformal, dan

semiformal dilakukan berdasarkan; topik yang sedang dibahas, hubungan

antarpembicara, medium yang digunakan, lingkungan, dan situasi saat

pembicaraan terjadi.

Dalam Ngalimun dkk., (2013) ada tiga kriteria penting yang harus

diperhatikan apabila berbicara tentang ragam bahasa. Kriteria itu yaitu media yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

65

digunakan, latar belakang penutur, dan pokok persoalan yang dibicarakan.

Berdasarkan media yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam bahasa

dibedakan atas ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Dilihat dari latar

belakang penutur atau segi penuturnya, ragam bahasa dibedakan menjadi ragam

dialek, ragam bahasa terpelajar, ragam bahasa resmi, dan ragam bahasa tidak

resmi. Berdasarkan pokok persoalan yang dibicarakan, ragam bahasa dibedakan

atas bidang-bidang ilmu dan teknologi serta seni, seperti ragam bahasa ilmu,

ragam bahasa hukum, ragam bahasa niaga, ragam bahasa jurnalistik, dan ragam

bahasa sastra.

Bahasan mengenai ragam daerah atau dialek, bahasa Indonesia yang

digunakan di suatu daerah berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di

daerah lain, misalnya bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang Jayapura

berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang Madura, dan

penggunaan bahasa Indonesia oleh orang Medan berbeda dengan penggunaan

bahasa Indonesia oleh orang Jawa. Penggunaan bahasa yang berbeda-beda

tersebut dikarenakan perbedaan daerah, seperti itu disebut ragam daerah, disebut

logat.

Menurut ragam bahasa terpelajar, bahasa Indonesia yang digunakan oleh

kelompok penutur yang berpendidikan tampak jelas perbedaannya dengan yang

digunakan oleh kelompok penutur yang tidak berpendidikan, terutama dalam

pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, seperti pidio (video), pilem (film),

komplek (kompleks), pajar (fajar), dan pitamin (vitamin). Pada bidang tata bahasa,

tampak pula perbedaan ragam bahasa penutur yang berpendidikan dan yang tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

66

berpendidikan, seperti mbawa (membawa), nyari (mencari). Hal semacam itu

menunjukkan penuturnya kurang dapat memelihara bahasanya. Ragam bahasa

yang dituturkan kelompok penutur berpendidikan memiliki ciri keterpeliharaan.

Ragam bahasa inilah yang digunakan untuk dunia pendidikan, lembaga

pemerintahan, media massa, ilmu, dan teknologi.

Mengulas ragam bahasa resmi dan ragam bahasa tidak resmi, ragam bahasa

dipengaruhi pula oleh sikap penutur terhadap lawan tutur (secara lisan) atau sikap

penulis terhadap pembaca (secara tertulis). Sikap tersebut antara lain resmi, akrab,

dingin, dan santai. Contoh konkret bisa diamati misalnya saja pada bahasa

seorang bawahan ketika melapor kepada atasan, bahasa perintah atasan kepada

bawahan, bahasa seorang bapak yang membujuk anaknya, bahasa orang tua yang

sedang memarahi anaknya, dan bahasa anak muda yang sedang bercakap-cakap

santai. Perbedaan-perbedaan tersebut tampak dalam pilihan kata dan penerapan

kaidah tata bahasa. Ragam sering disebut juga sebagai gaya. Jika terdapat jarak

antara penutur dan lawan tutur maka akan digunakan ragam bahasa resmi atau

dikenal dengan bahasa baku. Semakin formal jarak penutur dan lawan tutur, akan

semakin resmi dan semakin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan,

tetapi sebaliknya semakin rendah tingkat keformalannya, maka makin rendah pula

tingkat kebakuan bahasa yang dipergunakannya.

Dalam Utorodewo dkk., (2004) terdapat setidaknya lima ciri untuk

membedakan ragam formal dari ragam nonformal. Ciri tersebut di antaranya

yaitu; penggunaan kata sapaan dan kata ganti, penggunaan kata tertentu,

penggunaan imbuhan, penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

67

(preposisi), dan penggunaan fungsi yang lengkap. Pada penggunaan kata sapaan

dan kata ganti, merupakan ciri pembeda ragam formal dari ragam nonformal yang

amat menonjol. Biasanya kepada orang yang kita hormati, kita cenderung akan

menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda, atau kita akan

menyertakan penyebutan jabatan, gelar, atau pangkat. Tatkala untuk menyapa

rekan sejawat atau teman, cukup dengan menyebut namanya atau kita dapat

menggunakan bahasa daerah. Apabila kita menyebut diri kita, dalam ragam

formal kita akan menggunakan kata saya, sedangkan dalam ragam semiformal

digunakan kata aku. Dalam ragam nonformal dapat digunakan kata gue.

Dalam penggunaan kata tertentu, merupakan ciri lain yang amat menandai

perbedaan ragam formal dari ragam nonformal. Pada ragam nonformal akan

sering muncul kata nggak, bakal, gede, udahan, kegedean, cewek, bokap, ortu,

dan lain-lainnya. Di samping itu, dalam ragam nonformal sering muncul bentuk

penekan, seperti sih, kok, deh, lho. Dalam ragam formal, bentuk-bentuk semacam

itu tidak akan digunakan.

Pada penggunaan imbuhan yang merupakan salah satu dari ciri lainnya,

dalam ragam formal kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.

Hanya pada kalimat perintah kita dapat menghilangkan imbuhan dalam kata

kerjanya (verba). Pada ragam nonformal, sering kali imbuhan ditanggalkan.

Misalnya saja, pake untuk memakai, nurunin untuk menurunkan.

Ciri pembeda selanjutnya membahas mengenai penggunaan kata sambung

(konjungsi) dan kata depan (preposisi). Dalam ragam nonformal, sering kali kata

sambung dan kata depan dihilangkan. Adakalanya, kenyataan itu mengganggu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

68

kejelasan kalimat. Dalam laras jurnalistik kedua kelompok kata tersebut sering

dihilangkan. Hal itu menerangkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam

semiformal.

Sementara ciri pembeda ragam formal dari ragam nonformal yang terakhir

yaitu mengenai kelengkapan fungsi berkaitan dengan adanya bagian dalam

kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap memadai atau cukup

mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonformal, predikat kalimat

kerap dihilangkan. Acap kali pelepasan fungsi terjadi ketika kita menjawab

pertanyaan orang.

Mendukung penjelasan di atas, Kartomihardjo (1988:61) mengulas tentang

bahasa baku, di mana bahasa baku sebenarnya tiada lain daripada salah satu

variasi atau dialek yang diakui oleh semua anggota berbagai kelompok

masyarakat yang menggunakan variasi itu di dalam situasi resmi yang pada

umumnya melibatkan hubungan formal, suatu hubungan yang tidak mengenal

keakraban. Oleh sebab itu bahasa baku atau variasi baku difungsikan di dalam

interaksi formal antarinstansi pemerintah dan swasta, dalam surat-surat resmi,

dalam upacara kenegaraan dan upacara yang diselenggarakan oleh suatu instansi,

serta dipergunakan dan diajarkan di sekolah dan di perguruan tinggi. Lantaran

bahasa baku difungsikan atau dipergunakan dalam suasana kedinasan, resmi,

formal dan menyangkut pejabat-pejabat di daerah maupun di pusat, bahasa baku

biasanya memiliki martabat yang paling tinggi jika dibandingkan dengan variasi

bahasa lain-lainnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

69

Kartomihardjo (1988:63) penerapan bahasa baku dalam kehidupan sehari-

hari biasanya dipergunakan secara ketat dalam bahasa tulis. Dalam bahasa lisan

hal serupa itu agak sulit dilaksanakan karena bahasa lisan sangat tergantung

kepada situasi lingkungan, keadaan jiwa para peserta interkasi dan sebagainya.

Dalam keseharian, apa yang biasanya terjadi ialah pembicara berusaha

semaksimal mungkin untuk menerapkan kaidah-kaidah kebakuan. Akan tetapi

apabila situasi menghendaki penyelipan ragam informal dengan piranti ragam

yang terdapat dalam sistem fonologi, leksikal maupun sintaksis pasti akan

dilakukan pembicara. Hal ini antara lain diakibatkan oleh kecenderungan

masyarakat kita untuk membubuhkan unsur keakraban, barang sedikit, di dalam

interaksi formal. Sifat keramah-tamahan bangsa Indonesia ternyata amat besar

pengaruhnya terhadap penerapan bahasa baku dalam pergaulan sehari-hari. Oleh

sebab itu bahasa Indonesia baku hanya difungsikan atau dipergunakan di dalam

rapat-rapat resmi, interaksi resmi serta pidato resmi yang kesemuanya tidak

menghendaki terjadinya hubungan pribadi di antara para peserta interaksi.

Karenanya dalam pertemuan-pertemuan dan dalam berbagai interaksi yang tidak

terlalu resmi, di kantor, di tempat kerja, dan di sekolah lebih banyak dipergunakan

bahasa baku yang dibumbui dengan penanda keakraban, di mana variasi semacam

itu oleh Martin Joos disebut consultative style.

Rahardi (2009) membagi ragam bahasa menjadi tiga yaitu ragam bahasa

berdasarkan waktunya, ragam bahasa berdasarkan medianya, dan ragam bahasa

berdasarkan pesan komunikasinya. Ragam bahasa berdasarkan waktunya diperinci

menjadi bahasa ragam lama atau bahasa ragam kuno, bahasa ragam baru atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

70

bahasa ragam modern, dan bahasa ragam kontemporer, yakni ragam bahasa yang

banyak mencuat akhir-akhir ini. Dalam bahasa ragam lama atau bahasa ragam

kuno dapat ditemui pada sejumlah dokumen kuno, prasasti, dan tulisan-tulisan

yang tercantum dalam piranti yang sangat sederhana.

Ragam bahasa baru atau ragam bahasa modern pertanda kehadirannya bisa

dijumpai pada kamus-kamus bahasa terbitan baru di mana bahasa Indonesia dalam

ragam baru ini diatur dengan kaidah-kaidah kebahasaan yang umumnya juga

sudah diperbarui. Sebagai contoh konkret, orang zaman dahulu mengenal dan

menggunakan bentuk seperti ‘Koendjono’, ‘Moentjol’, tetapi zaman sekarang

dalam ketentuan dan kaidah kebahasaan baru ditulis menjadi ‘Kunjono’ dan

‘Muncul’. Pemahaman perihal bahasa ragam baru harus menanggalkan bahasa

ragam lama, sebab aturan kebahasaan dan kaidah kebahasaannya memang sudah

berbeda dan berganti dengan yang baru.

Ragam bahasa yang terakhir berdasarkan waktunya yakni bahasa ragam

kontemporer. Adapun yang dimaksud dengan bahasa ragam kontemporer adalah

entitas bahasa dalam wujud perkembangannya yang sekarang ini dan telah

melahirkan bentuk-bentuk kebahasaan baru yang cenderung mengabaikan kaidah-

kaidah kebahasaan yang telah ada. Bahasa ragam kontemporer juga cenderung

tidak memperhatikan pembedaan fungsi dan kedudukan bahasa.

Ragam bahasa berdasarkan medianya dibedakan menjadi bahasa ragam

lisan dan bahasa ragam tulis. Bahasa ragam lisan lazim ditandai dan ditentukan

oleh penggunaan aksen-aksen bicara atau penekanan-penekanan tertentu pada

aktivitas bertutur, pemakaian intonasi tertentu, sebagaimana tanda-tandanya akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

71

kelihatan dari wujud-wujud kosakata, tata bahasa, kalimat, dan paragrafnya.

Bahasa ragam lisan diperinci lagi menjadi dua, yaitu bahasa ragam lisan baku dan

bahasa ragam lisan tidak baku. Contoh dari bahasa ragam lisan baku misalnya saja

ketika seseorang berceramah di depan para dosen, ketika dosen menguji skripsi,

ketika orang sedang berpidato, ketika mahasiswa sedang presentasi di depan

kelas, dan lain sebagainya. Contoh dari bahasa ragam lisan tidak baku misalnya

saja ketika orang sedang mengobrol dengan santai di pasar, ketika bapak-bapak

mengobrol di pos ronda, dan lain sebagainya.

Ragam bahasa berdasarkan pesan komunikasinya dibedakan menjadi empat,

yaitu bahasa ragam ilmiah, bahasa ragam sastra, bahasa ragam pidato, dan bahasa

ragam berita. Ragam ilmiah biasa digunakan dalam karya ilmiah akademis dan

karya ilmiah populer. Karya ilmiah akademis di perguruan tinggi biasanya

meliputi jurnal ilmiah, artikel ilmiah, makalah ilmiah, laporan penelitian, skripsi,

tesis, disertasi, surat-menyurat, dan sebagainya, sedangkan karya ilmiah populer

biasanya meliputi esei ilmiah populer, catatan ilmiah populer, opini dan kolom di

media massa, dan lain sebagainya.

Pengelompokan ragam bahasa berdasarkan pesan komunikasi selanjutnya

yaitu bahasa ragam sastra. Bahasa ragam sastra dominan digunakan untuk nilai-

nilai keindahan, estetika, imajinasi seperti pada cerita rakyat. Pada bahasa ragam

pidato yang menjadi sasarannya yaitu maksud atau tujuan dari pidato itu sendiri.

Dimensi maksud atau tujuan tersebut akan menentukan bentuk kebahasaan. Pada

bahasa ragam berita harus memperhatikan hal pokok sebagai ciri bahasa berita

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

72

dalam jurnalistik. Bahasa jurnalistik didasarkan pada terbatasnya ruang (space,

kolom) dan waktu (time, duration).

Simpulan dari uraian teori dari para ahli di atas yang terangkum pada bab ini

sebagai landasan teori, akhirnya peneliti mencocokkan lalu menyimpulkan sebuah

formula yang dirasa paling tepat untuk menganalis data sesuai kondisi data

penelitian yang telah diperoleh. Formula tersebut yaitu perpaduan dari pendapat

ahli yang telah dijabarkan di atas mengenai penggunaan ragam bahasa, di

antaranya perpaduan teori ahli Utorodewo dkk., (2004) dengan ahli Chaer dan

Agustina (2004). Perpaduan teori tersebut menghasilkan formula bahwasanya

ragam formal menurut Utorodewo sejajar dengan ragam beku (frozen) dan ragam

resmi (formal) menurut Chaer dan Agustina, ragam semiformal menurut

Utorodewo sejajar dengan ragam usaha (konsultatif) menurut Chaer dan Agustina,

ragam nonformal menurut Utorodewo sejajar dengan ragam santai (casual) dan

ragam akrab (intim) menurut Chaer dan Agustina. Formula di atas menjawab

bahwa dalam penelitian ini fenomena diglosia terlihat dari pemakaian ragam

formal (beku dan resmi), ragam semiformal (usaha), dan ragam nonformal (santai

dan akrab).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

73

2.3 Kerangka Berpikir

FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN

SUSTER PAMONG DI ASRAMA SANTA ANGELA, BANTUL,

YOGYAKARTA

KAJIAN DIGLOSIA MENGACU PADA

KONSEP FISHMAN (CHAER DAN AGUSTINA, 2004)

PERPADUAN RAGAM

BAHASA MENURUT AHLI

UTORODEWO DKK (2004)

DAN AHLI CHAER DAN

AGUSTINA (2004)

FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI

PENGGUNAAN VARIASI

BAHASA MENURUT AHLI

PADMADEWI DKK (2014)

HASIL ANALISIS DATA PENELITIAN

PENGGUNAAN BAHASA

SESUAI FUNGSI DAN SITUASINYA

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

74

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Penelitian tentang “Fenomena Diglosia pada Interaksi di Asrama Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta” ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan

kualitatif. Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didorong oleh

beberapa sifat yang tampak dalam objek penelitian yang dikaji dan tujuan

penelitian yang hendak dicapai. Pertama, objek penelitian yang dikaji adalah

fenomena diglosia yang terkandung dalam tuturan interaksi komunikasi sehari-

hari para siswi dan suster pamong di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Fenomena yang dikaji ini memiliki latar alami. Kealamiahan itu tampak dari data

penelitian yang berupa pemakaian variasi atau ragam bahasa dalam percakapan

para siswi dan suster pamong. Kedua, selain daripada itu, penggunaan pendekatan

kualitatif pada penelitian ini dikarenakan tujuan yang ingin dicapai peneliti, yaitu

dekripsi atau perian tentang penggunaan bahasa yang digunakan dalam keseharian

partisipan yang tidak terlepas dari variasi ragam bahasa yang terindikasi

mengandung fenomena diglosia. Terakhir, tujuan penelitian ini juga bermaksud

mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi

bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa Angela, Bantul. Yogykarta.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan berdasarkan

paradigma, strategi, dan implementasi model secara kualitatif. Istilah penelitian

kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

75

diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lain (Basrowi dan

Suwandi, 2008:20-21). Williams (dalam Moleong 2006:5), mengatakan bahwa

penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan

menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang

tertarik secara alamiah. Penjelasan dari definisi ini memberi gambaran pada

peneliti bahwa penelitian kualitatif mengutamakan latar alamiah, metode alamiah,

dan dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian alamiah. Oleh sebab itu,

fenomena yang dikaji memiliki latar alami. Kealamiahan itu tampak dari data

penelitian yang berupa pemakaian variasi atau ragam bahasa para siswi dan suster

pamong di asrama dalam interaksi komunikasi sehari-hari.

Denzin dan Lincon (dalam Moleong 2006:5) menyatakan bahwa penelitian

kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud

menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan

berbagai metode yang ada. Dari segi pengertian ini, penulis masih tetap

mempersoalkan latar alamiah dengan maksud agar hasilnya dapat digunakan

untuk menafsirkan fenomena diglosia. Dalam penelitian kualitatif metode yang

biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan

dokumen.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006:6).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

76

Dalam penelitian ini bertujuan untuk menemukan ragam-ragam bahasa rendah

ataupun tinggi yang mengindikasikan adanya fenomena diglosia pada interaksi

para siswi khususnya siswi kelas XII dan suster pamong di Asrama Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta. Data yang ditemukan nantinya akan dianalisis dan

dideskripsikan, dengan demikian diharapkan peneliti mampu menyajikan data

mengenai ragam bahasa yang digunakan oleh subjek penelitian secara nyata

terjadi pada para siswi khususnya siswi kelas XII dan suster pamong yang tinggal

di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

3.2 Sumber Data dan Data

Sumber data adalah letak atau tempat ditemukannya data yang hendak

diteliti. Dalam penelitian, sumber data harus jelas supaya dapat memperoleh data

yang valid dan akurat. Pada penelitian ini sumber data diperoleh dari para siswi

khususnya siswi kelas XII dan suster pamong di Asrama Santa Angela, Bantul,

Yogyakarta. Data merupakan hasil capaian yang nantinya akan diolah untuk

menjawab pertanyaan penelitian yang diangkat oleh peneliti. Moleong (2007:157)

mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif memiliki data utama berupa kata-

kata atau bahasa sedangkan data pendukungnya berupa dokumen. Data yang

digunakan peneliti dalam penelitian ini berupa tuturan-tuturan yang

mengindikasikan adanya fenomena diglosia di mana tuturan-tuturan penutur

tersebut mengandung variasi bahasa atau ragam bahasa yang digunakan oleh para

siswi khususnya siswi kelas XII dan suster pamong di Asrama Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta, dalam berkegiatan, berinteraksi, dan komunikasi sehari-hari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

77

dengan sesama penghuni asrama maupun orang lain di lingkungan asrama sesuai

dengan fungsi kebahasaannya.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah para siswi khususnya siswi kelas XII dan

suster pamong di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta. Penelitian ini

membahas mengenai fenomena diglosia pada interaksi di Asrama Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta. Penelitian ini berfokus pada fenomena diglosia dalam artian

penggunaan variasi bahasa, yaitu ragam tinggi dan atau ragam rendah dalam

tuturan-tuturan atau ujaran-ujaran pada interaksi dan komunikasi sehari-hari

siswi-siswi maupun suster pamong di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta,

dengan sesama penghuni asrama lainnya. Interaksi dan komunikasi terjadi antara

siswi dan siswi, siswi dan suster pamong, suster pamong dan siswi. Penelitian

dilakukan dengan merekam, mencermati, lalu mentranskrip tuturan-tuturan atau

ujaran-ujaran yang mengandung variasi bahasa atau ragam bahasa yang dipakai

siswi-siswi yang sedang berinteraksi baik pada saat situasi makan, belajar,

bersantai, dan berbagai kegiatan lainnya di Asrama Santa Angela, Bantul,

Yogyakarta. Peneliti mengambil 19 orang terdiri dari 18 siswi dan 1 suster

pamong sebagai subjek penelitian pada penelitian ini. Biodata dari 19 subjek

penelitian tersebut yaitu:

Tabel 2 Klasifikasi Siswi Kelas XII di Asrama Santa Angela, Bantul

No Nama Usia Sekolah Kelas dan

Jurusan

Alamat Asal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

78

1. Rodemta Eca

Saruhun

18 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPA 1 Tanjung,

Kalimantan

Barat

2. Regina Vania Larna

Citra

18 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPA 1 Bintaro,

Jakarta

Selatan

3. Katarina Siswanti 16 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPS 2 Borobudur,

Magelang,

Jawa Tengah

4. Megi Mergina Sanadi 15 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPS 2 Biak, Papua

5. Leony Graciela 17 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPS 1 Tangerang

Selatan,

Pamulang 2

6. Virginia Pasha 17 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPA 1 Jl. Segara

Penimbangan,

Bakti Segara,

Singaraja,

Bali

7. Bening Hendarsari 17 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPA 1 Randegan,

Wangon,

Banyumas,

Jawa Tengah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

79

8. Maria Ignasia Yuli

Hartantri

17 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPA 1 Celan,

Trimurti,

Srandakan,

Bantul,

Yogyakarta

9. Setyowati Palupi

Cakra Wardani

18 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPS 2 Karanglo,

Donoharjo,

Ngaglik,

Sleman,

Yogyakarta

10. Victoria Tiara Devi 16 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPA 1 Boro,

Banjarasri,

Kalibawang,

Kulon Progo,

Yogyakarta

11. Theresia Angela

Widiana

18 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPA 2 Villa Bogor

Indah Blok

CCI no 26

Jawa Barat

12. Imakulata

Widyaningtyas

Prawitrisari

18 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPA 1 Jl. P.

Diponegoro

km 5 Desa

Sumogawe,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

80

Kecamatan

Getasan,

Kabupaten

Semarang RT

05 RW 02,

Jawa Tengah

13. Bernadeta Banowati

Bertyamega

17 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPA 2 Jagalan,

Pabelan,

Mungkid,

Magelang,

Jawa Tengah

14. Vincentia Romantina

Aurel Dyah Arum

17 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPA 2 Jln. Bali no

23 Metro

Barat,

Lampung

15. Indira Kartika Sari 17 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPA 2 Jln. Kolonel

Sugiono 55A,

Kebumen,

Jawa Tengah

16. Yulia Endra Jati

Retno Satiti

17 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPA 2 Ganasari,

Banjarasri,

Kalibawang,

Kulon Progo,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

81

Yogyakarta

17. Brigitta Chrisantie

Pricilla

17 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPA 1 Jln. Kayu

Putih I no16,

Tangerang

18. Brenda Jouna

Kaparang

16 tahun SMA PL

Sedayu

XII IPA 2 Timika,

Papua

19. Sr. Cornelia, HK 51 tahun - - Jln.

Hasanudin 29

Telukbetung,

Bandar

Lampung

Dari beberapa klasifikasi siswi kelas XII dan suster pamong di Asrama Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta di atas, masing-masing mempunyai latar belakang

dan riwayat pemerolehan bahasa dari kecil hingga sekarang. Latar belakang dan

riwayat pemerolehan bahasanya dapat diperjelas dalam tabel berikut.

Tabel 3 Latar Belakang dan Riwayat Pemerolehan Bahasa

No

Nama

Bahasa

Ibu

Bahasa Kedua

dan atau

bahasa ketiga

Proporsi Penggunaan Bahasa

1. Rodemta Eca

Saruhun

Congkong Melayu

Indonesia

Ketapang

Produktif:

a). Indonesia

Difungsikan sebagai percakapan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

82

Dayak Jalai

Dayak Laur

Inggris

Korea

Jawa

dengan teman asrama.

b).Congkong, Melayu,

Ketapang, Dayak Jalai, dan

Dayak Laur

Difungsikan sebagai percakapan

dengan sesama teman melalui

telepon. Digunakan pula untuk

mengungkapkan rasa marah.

Reseptif:

a). Inggris, Korea, dan Jawa.

2. Regina Vania

Larna Citra

Indonesia Inggris

Betawi

Jawa

Produktif:

a). Indonesia

Difungsikan sebagai percakapan

sehari-hari di lingkungan

asrama.

Reseptif:

a). Inggris, Betawi, Jawa.

3. Katarina

Siswanti

Jawa Indonesia

Inggris

Produktif:

a). Jawa, Indonesia

Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

Reseptif:

a). Inggris

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

83

4. Megi Mergina

Sanadi

Indonesia Maluku

Inggris

Produktif:

a). Indonesia

Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

Reseptif:

a). Maluku, Inggris.

5. Leony Graciela Indonesia Jawa

Inggris

Mandarin

Produktif:

a). Indonesia, Jawa

Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

b). Inggris

Difungsikan sebagai komunikasi

dengan orangtua melalui

telepon.

Reseptif:

a). Mandarin

6. Virginia Pasha Indonesia Inggris

Bali

Produktif:

a). Indonesia, Bali

Difungsikan sebagai percakapan

dengan teman di lingkungan

asrama.

b). Inggris

Difungsikan sebagai komunikasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

84

dengan orangtua melalui

telepon.

Reseptif: -

7. Bening

Hendarsari

Jawa Indonesia

Inggris

Korea

Produktif:

a). Jawa, Indonesia

Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

Reseptif:

a). Inggris, Korea.

8. Maria Ignasia

Yuli Hartantri

Indonesia Jawa

Inggris

Produktif:

a). Indonesia

Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

Reseptif:

a). Jawa, Inggris.

9. Setyowati

Palupi Sari

Cakra Wardani

Jawa Indonesia

Inggris

Produktif:

a). Jawa, Indonesia

Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

Reseptif:

a). Inggris

10. Victoria Tiara

Devi

Indonesia

Jawa

Inggris

Produktif:

a). Jawa, Indonesia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

85

Sunda Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

Reseptif:

a). Sunda, Inggris.

11. Theresia Angela

Widiana

Indonesia Jawa

Sunda

Inggris

Mandarin

Produktif:

a). Indonesia

Difungsikan sebagai percakapan

dengan teman di lingkungan

asrama.

b). Inggris

Difungsikan sebagai komunikasi

dengan kakak, adik, dan

keluarga melalui telepon.

Reseptif:

a). Jawa, Sunda, Mandarin.

12. Imakulata

Widyaningtyas

Prawitrisari

Indonesia Jawa

Inggris

Mandarin

Produktif:

a). Indonesia, Jawa

Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

Reseptif:

a). Inggris, Mandarin.

13. Bernadeta

Banowati

Indonesia Jawa

Inggris

Produktif:

a). Indonesia, Jawa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

86

Bertyamega Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

Reseptif:

a). Inggris

14. Vincentia

Romantina

Aurel Dyah

Arum

Indonesia Jawa

Lampung

Inggris

Mandarin

Produktif:

a). Indonesia

Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

Reseptif:

a). Jawa, Lampung, Inggris,

Mandarin.

15. Indira Kartika

Sari

Indonesia Jawa

Inggris

Jepang

Produktif:

a). Indonesia

Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

Reseptif:

a). Jawa, Inggris, Jepang.

16. Yulia Endra Jati

Retno Satiti

Indonesia Jawa

Inggris

Sunda

Produktif:

a). Indonesia, Jawa

Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

Reseptif:

a). Inggris, Sunda.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

87

17. Brigitta

Chrisantie

Pricilla

Indonesia Sunda

Inggris

Jawa

Mandarin

Produktif:

a). Indonesia

Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

Reseptif:

a). Sunda, Inggris, Jawa,

Mandarin.

18. Brenda Jouna

Kaparang

Sulawesi

Utara

Papua

Indonesia

Inggris

Jawa

Produktif:

a). Papua, Indonesia.

Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

Reseptif:

a). Inggris, Jawa.

19. Sr. Cornelia, HK Jawa Indonesia Produktif:

a). Indonesia, Jawa.

Difungsikan sebagai percakapan

di lingkungan asrama.

Reseptif: -

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan atau diterapkan; teknik adalah

cara melaksanakan atau menerapkan metode (Sudaryanto, 2015:9). Tahapan

pengumpulan data ini dilaksanakan dengan menggunakan metode simak

(pengamatan atau observasi) dan metode cakap (wawancara).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

88

1. Metode Simak (pengamatan atau observasi)

(Mahsun, 2005:242) menjelaskan bahwa metode simak merupakan metode

yang digunakan dalam penyediaan data dengan cara peneliti melakukan

penyimakan penggunaan bahasa. Metode ini memiliki teknik dasar, yaitu teknik

sadap dan teknik lanjutan, yaitu teknik simak bebas libat cakap, teknik catat, dan

teknik rekam.

1. Teknik Sadap

Teknik sadap digolongkan pada teknik dasar. Dikatakan demikian karena

dalam praktik penelitian sesungguhnya penyimakan itu dilakukan dengan

menyadap pemakaian bahasa dari informan.

2. Teknik Simak Bebas Libat Cakap

Pada teknik ini, peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan

bahasa oleh para informan. Peneliti tidak berlibat langsung dalam peristiwa

pertuturan yang bahasanya sedang diteliti. Jadi, peneliti hanya menyimak dialog

yang terjadi antara informan, Mahsun (dalam Muhammad 2016: 194). Adapun

dalam teknik simak bebas libat cakap ini terdapat langkah detail lagi untuk lebih

mempermudah, yaitu peneliti membuat lembar penyimakan yang berisi kolom-

kolom tempat mencatat dan atau berisi keterangan-keterangan yang dapat

dicentang dengan cepat. Lembar penyimakan tersebut berisi:

a. Tanggal penyimakan

b. Topik pembicaraan (masalah sehari-hari atau bukan)

c. Lokasi tempat penyimakan

d. Orang yang terlibat dalam peristiwa tutur yang disimak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

89

e. Nama penyimak, yang disertai tempat dan tanggal

3. Teknik Catat

Teknik catat yaitu mencatat data yang dapat diperoleh dari informan pada

kartu data.

4. Teknik Rekam

(Mahsun, 2007: 132) menjelaskan bahwa teknik ini hanya dapat digunakan

pada saat penerapan teknik cakap semuka. Status teknik ini bersifat melengkapi

kegiatan penyediaan data dengan teknik catat. Maksudnya, apa yang dicatat itu

dapat dicek kembali dengan rekaman yang dihasilkan.

2. Metode Cakap (Wawancara)

Metode cakap atau dalam penelitian ilmu sosial dikenal dengan nama

metode wawancara atau interview merupakan salah satu metode yang digunakan

dalam tahap penyediaan data yang dilakukan dengan cara peneliti melakukan

percakapan atau kontak dengan penutur selaku narasumber (Mahsun, 2007: 250).

Metode ini memiliki teknik dasar berupa teknik pancing dan teknik lanjutan yaitu

teknik cakap semuka, di mana peneliti melakukan percakapan dengan cara

berhadapan langsung di suatu tempat dengan informannya. Dalam penelitian ini

penulis menggunakan metode cakap (wawancara) untuk konfirmasi atas hasil

rekaman dan beberapa informasi untuk memperjelas data penelitian.

3.5 Instrumen Penelitian

Sugiyono (2015:305) memaparkan bahwa dalam penelitian kualitatif, yang

menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu

peneliti sebagai instrumen juga harus ‘divalidasi’ seberapa jauh peneliti kualitatif

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

90

siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap

peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode

penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan

peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun

logistiknya. Nasution (dalam Sugiyono, 2015:306) menyatakan bahwa dalam

penelitian kualitatif tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai

instrumen penelitian utama. Peneliti berusaha mencari data, mengumpulkan,

menganalisis dan mendeskripsikan sendiri data penelitiannya. Dalam

mengumpulkan data penelitian, peneliti nantinya akan dibantu dengan catatan

lapangan yang dibuat dan rekaman suara yang akan membantu peneliti

mendapatkan data lapangan.

3.6 Metode dan Analisis Data

Mahsun (2007: 253) menyatakan analisis data merupakan upaya yang

dilakukan untuk mengklasifikasi, mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukan

upaya mengelompokkan, menyamakan data yang sama dan membedakan data

yang memang berbeda, serta menyisihkan pada kelompok lain data serupa, tetapi

tidak sama. Dalam rangka pengklasifikasian dan pengelompokan data tentu harus

didasarkan pada apa yang menjadi tujuan penelitian.

Data memiliki dua wujud, yaitu data yang berwujud angka dan data yang

bukan angka (Anshen dalam Mahsun, 2007:254). Pada penelitian ini adalah data

yang bukan angka, dan dapat dianalisis dengan analisis kualitatif. Analisis

kualitatif berfokus pada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan, dan

penempatan data pada konteksnya masing-masing dan sering kali melukiskannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

91

dalam bentuk kata-kata daripada dalam angka-angka. Adapun langkah-langkah

atau tahapan analisis datanya adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi tuturan-tuturan yang mengandung variasi bahasa atau

ragam bahasa yang mengindikasikan adanya fenomena diglosia pada

percakapan para siswi dan suster pamong.

2. Mengklasifikasikan data yang telah didapat dari lapangan menurut kriteria

yang telah ditentukan. Kriteria tersebut yaitu klasifikasi ragam bahasa

menurut ahli Utorodewo dkk., (2004) Ragam bahasa diklasifikasikan

berdasarkan media pengantarnya dan situasi pemakaiannya. Selain daripada

itu, klasifikasi juga dilengkapi berdasarkan pada variasi dari segi

keformalan menurut ahli Chaer dan Agustina (2004), dan faktor yang

mempengaruhi penggunaan variasi bahasa menurut ahli Padmadewi dkk

(2014).

3. Menginterpretasikan atau pemberian makna atas temuan-temuan penelitian.

Pemaknaan tentu saja tidak terlepas dari konteks data penelitian.

4. Mendeskripsikan hasil kajian atau hasil temuan penelitian ke dalam bentuk

deskriptif.

3.7 Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu (Moleong, 1989: 195). Maka dari itu, data dan hasil

analisis data dalam penelitian fenomena diglosia pada interaksi di Asrama Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta, harus ditriangulasi oleh pakar yang sesuai dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

92

bidangnya. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini guna mencari

keterpercayaan dan keabsahan maka digunakan triangulasi sumber dan penyidik.

Triangulasi sumber dipakai untuk membandingkan data dengan hasil wawancara

lalu peneliti membandingkan data yang sudah terkumpul dengan pakar atau ahli

agar memiliki kesamaan pandangan, pendapat, dan pemikiran. Ahli yang

dimaksud adalah Bapak Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A. Ahli akan melihat

bagaimana peneliti melakukan penelitian dalam hal pengumpulan data dan

analisis data, sehingga apabila terdapat kesalahan dalam penelitian, ahli dapat

memberikan masukan agar penelitian yang dilakukan berjalan baik dan lancar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

93

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV ini dipaparkan hasil-hasil penelitian tentang fenomena diglosia

pada interaksi di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta. Penyajian hasil-hasil

penelitian ini dibagi atas tiga bagian, yaitu 4.1 deskripsi data penelitian, 4.2

analisis data, dan 4.3 pembahasan.

4.1 Deskripsi Data Penelitian

Penelitian mengenai fenomena diglosia ini dilaksanakan di Asrama Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta. Sumber data penelitian diperoleh dari para siswi dan

suster pamong yang tinggal di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Observasi awal dilaksanakan pada bulan Maret 2017, dan penelitian dilaksanakan

pada bulan Desember 2017. Dalam observasi awal, ditemukan fakta-fakta bahwa

para siswi dan suster pamong dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan

lebih dari satu bahasa, yaitu masing-masing terdiri dari bahasa ibu, bahasa kedua,

dan atau bahasa ketiga terlepas dari mahir dan tidaknya dalam penggunaan sehari-

hari. Penggunaan bahasa yang digunakan dalam keseharian juga tidak terlepas

dari variasi ragam bahasa. Oleh karenanya, paparan data observasi awal yang

diperoleh diindikasikan adanya fenomena diglosia dalam tuturan interaksi

komunikasi sehari-hari para siswi dan suster pamong di Asrama Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta.

Data diperoleh melalui metode simak (observasi) dan metode cakap

(wawancara). Metode simak (observasi) menggunakan teknik dasar yaitu teknik

93

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

94

sadap dan teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat cakap, teknik catat, dan

teknik rekam. Metode cakap (wawancara) menggunakan teknik dasar berupa

teknik pancing dan teknik lanjutan yaitu teknik cakap semuka (Mahsun,

2005:242). Data berupa tuturan-tuturan yang mengandung fenomena diglosia

tersebut lalu ditranskrip dan dianalisis, hingga ditemukan 40 analisis data terpilih.

Penelitian dengan judul fenomena diglosia pada interaksi di Asrama Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta ini mempunyai data penelitian berupa tuturan-tuturan

yang dituturkan para siswi dan suster pamong dalam interaksi atau komunikasi

sehari-hari yang terindikasi mengandung fenomena diglosia. Data penelitian yang

terindikasi mengandung fenomena diglosia tersebut dikaji dengan teori diglosia

mengacu konsep Fishman (Chaer dan Agustina, 2004), kemudian diperinci

berdasarkan a) teori klasifikasi ragam bahasa menurut ahli Utorodewo dkk.,

(2004), dipadukan dengan teori berdasarkan variasi dari segi keformalan menurut

ahli Chaer dan Agustina (2004), dan b) faktor-faktor yang memengaruhi

penggunaan variasi bahasa menurut ahli Padmadewi dkk (2014).

Rincian simpulan dari keseluruhan 40 analisis data tersebut yaitu terdapat 5

analisis data penggunaan ragam formal (beku dan resmi), 12 analisis data

penggunaan ragam semiformal (usaha atau konsultatif), dan 23 analisis data

penggunaan ragam nonformal (santai dan akrab). Sedangkan faktor yang

memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada fenomena diglosia

dalam interaksi komunikasi di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta,

disebabkan oleh faktor nonlinguistik. Faktor nonlinguistik tersebut yaitu faktor

sosial dan faktor situasional. Faktor sosial mencakup perihal seperti status sosial,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

95

tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, dan jenis kelamin, sementara faktor

situasional mencakup siapa berbicara dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di

mana, dan mengenai masalah apa. Faktor sosial yang pertama berkaitan dengan

partisipan sebagai subjek penelitian yaitu status sosial. Status sosial masing-

masing partisipan yaitu berbeda-beda, ada yang berstatus sosial sebagai anak dari

seorang guru, ada yang berstatus sosial sebagai anak seorang pengusaha tambang,

ada yang berstatus sosial sebagai anak seorang petani dan lain sebagainya. Faktor

sosial kedua yaitu perihal tingkat pendidikan partisipan yaitu siswi SMA kelas XII

dan lulusan strata 1 bagi partisipan suster pamong. Faktor sosial yang ketiga yaitu

umur, di mana umur tiap siswi saling berdekatan berkisar di antara 15 sampai 18

tahun, sedang suster pamong berumur 51 tahun. Faktor sosial keempat yaitu jenis

kelamin seluruh partisipan yaitu perempuan. Untuk faktor situasionalnya yaitu

partisipan berbicara dengan bahasa Indonesia bahkan campuran banyak bahasa

bergantung pada konteks tuturan atau percakapan, kepada siapa, kapan, di mana,

dan topik atau masalah pembicaraan.

Faktor penyebab terjadinya variasi bahasa dikaitkan dengan situasi diglosik

di mana masyarakat tutur di Asrama Santa Angela Bantul, Yogyakarta,

merupakan masyarakat bilingual bahkan multilingual tampak adanya penggunaan

bahasa yang menampilkan variasi tinggi maupun variasi rendah. Partisipan di

Asrama Santa Angela ini yaitu para siswi dan suster pamong, di mana dalam

interaksi sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia, bahasa daerah (dominan

bahasa Jawa), dan juga tersisipi bahasa asing (bahasa Inggris) sesuai situasi dan

fungsi komunikasinya. Partisipan menggunakan atau menerapkan variasi bahasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

96

tinggi ketika dalam situasi formal atau resmi, topik yang dibahas formal,

hubungan antarpembicara dilakukan kepada orang yang lebih tua atau dihormati,

dan dalam fungsi komunikasi yang memang cenderung formalistik. Partisipan

menggunakan atau menerapkan variasi bahasa rendah ketika dalam situasi

informal atau santai, topik yang dibahas bersifat santai, digunakan sebagai lelucon

atau berkelakar, hubungan antarpembicara dilakukan kepada orang yang sudah

akrab, dan dalam fungsi komunikasi yang cenderung akrab atau santai.

Data dari penelitian ini telah melalui tahap triangulasi. Triangulasi ahli

dilakukan oleh triangulator dari dosen Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas

Sastra, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yaitu Bapak Sony Christian

Sudarsono, S.S., M.A. Triangulasi data dilaksanakan pada Senin, 9 April 2018

dan selesai diperiksa pada Senin, 23 April 2018. Tabulasi data sebelum

ditriangulasi oleh triangulator ada 40 data dengan setiap 1 data terdapat 5 poin

analisis, jadi total analisis ada 200 poin analisis. Setelah ditriangulasi, analisis data

yang disetujui oleh triangulator yaitu 169 poin analisis dan yang tidak disetujui

ada 31 poin analisis. Hasil analisis data yang tidak disetujui oleh triangulator telah

diperbaiki peneliti berdasarkan saran triangulator, dan dilampirkan dalam

lampiran triangulasi data. Dari uraian data penelitian di atas, apabila hasil data

penelitian digambarkan dalam sebuah tampilan grafik dan diuraikan dalam bentuk

tabel, maka penampakannya adalah sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

97

Grafik 1 Penggunaan Ragam Bahasa

Tabel 4 Data Penggunaan Ragam Bahasa

Keterangan: F (Formal), SF (Semiformal), NF (Nonformal)

D

A

T

A

RAGAM

BAHASA

D

A

T

A

RAGAM

BAHASA

D

A

T

A

RAGAM

BAHASA

D

A

T

A

RAGAM

BAHASA

F SF NF F SF NF F SF NF F SF NF

1 11 21 31

2 12 22 32

3 13 23 33

4 14 24 34

5 15 25 35

6 16 26 36

7 17 27 37

8 18 28 38

9 19 29 39

10 20 30 40

0

5

10

15

20

25

Ragam Formal (5) Ragam Semiformal(12)

Ragam Nonformal(23)

Penggunaan Ragam Bahasa

Penggunaan Ragam Bahasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

98

4.2 Analisis Data

Pada bagian analisis data, dipaparkan data-data yang ditemukan dan

dianalisis sesuai dengan langkah atau tahapan analisis data. Dalam penelitian ini

ada empat tahap analisis data, yaitu mengidentifikasi, mengklasifikasi,

menginterpretasi, dan mendeskripsikan. Pada tahap pertama, peneliti

mengidentifikasi tuturan-tuturan yang mengandung variasi bahasa atau ragam

bahasa yang mengindikasikan adanya fenomena diglosia pada percakapan para

siswi dan suster pamong. Pada tahap kedua, peneliti mengklasifikasikan data yang

telah didapat dari lapangan menurut kriteria yang telah ditentukan. Kriteria

tersebut yaitu klasifikasi ragam bahasa menurut ahli Utorodewo dkk., (2004).

Ragam bahasa diklasifikasikan berdasarkan media pengantarnya dan situasi

pemakaiannya. Selain daripada itu, klasifikasi juga diperlengkap berdasarkan pada

variasi dari segi keformalan menurut ahli Chaer dan Agustina (2004), dan faktor

yang mempengaruhi penggunaan variasi bahasa menurut ahli Padmadewi dkk

(2014). Pada tahap ketiga, peneliti menginterpretasikan atau memberi makna atas

temuan-temuan penelitian. Pemaknaan tentu saja tidak terlepas dari konteks data

penelitian. Pada tahap terakhir tahap keempat, peneliti mendeskripsikan hasil

kajian atau hasil temuan penelitian ke dalam bentuk deskriptif.

Fenomena diglosia digambarkan oleh Wardaugh (dalam Suandi, 2014:24)

sebagai suatu situasi pemakaian bahasa yang stabil karena setiap bahasa diberi

keleluasaan untuk menjalankan fungsi kemasyarakatannya secara proporsional.

Penelitian mengenai fenomena diglosia ini dikaji dalam studi sosiolinguistik.

Analisis data dalam penelitian ini meliputi dua bagian, yaitu a) perihal fenomena

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

99

diglosia pada sebuah interaksi dan b) faktor yang memengaruhi terjadinya

penggunaan variasi bahasa pada sebuah interaksi. Dalam analisis data penelitian

ini, terdapat paparan awal sebelum masuk pada inti analisis data, yaitu paparan

perihal konteks yang menyertai atau komponen yang melatari sebuah peristiwa

tutur. Komponen peristiwa tutur tersebut dirumuskan oleh Dell Hymes (dalam

Chaer dan Agustina, 2004:48) meliputi setting and scene, participants, ends:

purpose and goal, act sequences, key: tone or spirit of act, instrumentalities,

norms of interaction and interpretation, dan genres. Komponen peristiwa tutur

tersebut apabila dirangkaikan menjadi sebuah akronim SPEAKING. Dalam setiap

awalan analisis data dipaparkan komponen SPEAKING tersebut. Agar

pemahaman lebih jelas mengenai hasil analisis tersebut, berikut ini dipaparkan

secara rinci perihal masing-masing aspek di atas.

4.2.1 Fenomena Diglosia pada Interaksi di Asrama Santa Angela, Bantul,

Yogyakarta

Kajian perihal fenomena diglosia dalam studi sosiolinguistik cukup variatif

berdasarkan konsep ahli yang merumuskannya. Penelitian ini mendasarkan

keseluruhan analisis data fenomena diglosia berdasarkan konsep ahli Fishman.

Fishman mengembangkan konsep diglosia milik Ferguson dengan memberi

penekanan bahwa diglosia merupakan distribusi penggunaan bahasa dengan

fungsi komunikasional yang berbeda-beda, yang semata-mata terjadi bukan hanya

pada satu masyarakat bahasa yang sama, tapi juga pada situasi di mana dua atau

lebih bahasa yang berbeda dengan fungsi yang berbeda juga (Achmad Abdullah,

2012). Untuk menandai ada tidaknya diglosia pada suatu masyarakat tutur ada tiga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

100

syarat yang dipaparkan oleh Holmes. Syarat pertama yaitu ada dua variasi bahasa

dari satu bahasa yang sama yang digunakan dalam satu masyarakat tutur. Variasi

pertama yaitu ragam tinggi dan variasi kedua yaitu ragam rendah. Syarat kedua

yaitu kedua ragam tersebut digunakan dengan fungsi yang berbeda, tetapi saling

melengkapi. Syarat ketiga yaitu tidak seorang pun dalam masyarakat tersebut

yang menggunakan ragam tinggi dalam setiap percakapan (Achmad dan

Abdullah, 2012:166). Fenomena diglosia ditemukan dalam interaksi antara siswi

dengan siswi, siswi dengan suster pamong, suster pamong dengan siswi, dan itu

terbukti dari data percakapan berikut ini.

Data percakapan 1 Ragam Formal (Beku dan Resmi)

KFH/5/31217 (Data 5)

Siswi 14 : Ujud-ujud kita pada sore hari ini yang pertama untuk kedua orang

tua kita semoga kedua orang tua kita selalu diberi kesehatan, rezeki

yang cukup untuk membiayai kita yang ada di asrama.

Siswi2 : Amin.

Siswi 14 : Untuk keempat suster kita semoga selalu diberi kesabaran untuk

mendidik kita yang ada di asrama.

Siswi2 : Amin.

Siswi 14 : Untuk keran yang di asrama, semoga kita mendapatkan air yang

melimpah dan bersih serta kita bisa dengan bijaksana dalam

menggunakan.

Siswi2 : Amin.

Siswi 14 : Untuk unit satu, dua, dan tiga, semoga kami selalu rukun dan damai

serta diberi kelancaran dalam belajar sehingga kami dapat

mengerjakan TAS dengan baik dan jujur dan dapat hasil yang

memuaskan.

Siswi2 : Amin.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

101

Siswi 14 : Untuk orang yang sedang sakit semoga cepat sembuh dan bisa

melakukan aktivitas seperti biasa.

Siswi2 : Amin.

Siswi 14 : Untuk istri Pak Paena, Valentina Sri Handayani, semoga arwah

beliau dapat diterima di sisi Tuhan dan segala dosanya diampuni

dan keluarga yang ditinggalkan dapat diberi ketabahan.

Siswi2 : Amin.

Peristiwa tutur data 5 di atas, konteks sosial pada percakapan terjadi pada

Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 17.24 WIB di Aula Asrama Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta. Percakapan data 5 di atas dituturkan oleh 18 siswi kelas XII

IPA dan IPS (identitas diri dan status sosial para siswi yang menjadi partisipan

percakapan di atas dapat dilihat pada lampiran triangulasi data penelitian). Topik

pembicaraan yaitu perihal ujud doa. Situasi yang tergambar dalam peristiwa

percakapan tersebut menunjukkan situasi khidmat untuk tujuan dan maksud doa

bersama.

Analisis data 5 di atas membuktikan dalam interaksi percakapan partisipan

memperlihatkan adanya fenomena diglosia sesuai dengan ciri-ciri atau

penandanya. Data 5 telah teranalisis menurut ragam bahasa berdasarkan situasi

pemakaiannya yang menandakan ragam formal. Dari data ini terlihat seluruh

percakapan menggunakan bahasa Indonesia ragam formal, sebagai contoh pada

kutipan tuturan “Ujud-ujud kita pada sore hari ini yang pertama untuk kedua

orang tua kita semoga kedua orang tua kita selalu diberi kesehatan, rezeki yang

cukup untuk membiayai kita yang ada di asrama.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

102

Pemakaian bahasa Indonesia ragam formal menunjukkan ragam bahasa

tinggi (T) kaitannya dengan fungsi bahasa digunakan untuk berdoa (ritual

keagamaan). Ciri yang menandai ragam formal data 5 tersebut juga berdasarkan;

topik yang sedang dibahas yaitu mengenai ujud doa, hubungan antarpembicara

yaitu sesama teman sebaya, gaya atau ragam percakapan saat pembicaraan terjadi

yaitu ragam resmi atau formal dalam situasi doa, dan penggunaan kata ganti untuk

menyebut diri sendiri dalam ragam formal menggunakan kata “saya”, serta

penggunaan imbuhan yang jelas seperti pada kata (diberi, mendidik, diterima).

Analisis data ini menyatakan bahwa tuturan para siswi saat menyampaikan ujud-

ujud doa sebagai pengantar sebelum dimulainya doa, terbukti menggunakan

bahasa Indonesia ragam formal di mana ciri atau penandanya tersebut

menunjukkan adanya suatu fenomena diglosia.

Data percakapan 2 Ragam Formal (Beku dan Resmi)

KFH/6/31217 (Data 6)

Siswi 9 : Doa akan saya pimpin. Marilah berdoa. Dalam nama Bapa dan Putera

dan Roh kudus, amin. Bapa yang Maha rahim dan kekal, lewat

puteraMu sang raja kerahiman, kami bersyukur dan berterima kasih

atas berkat dan perlindunganMu, kami Kau kepadaMu. Kami datang

dalam ketakberdayaan, lemah, namun dengan keyakinan dan tulus,

kami datang berdoa membawa intensi doa dengan harapan Engkau

bersihkan hati kami. Ampunilah keberadaan kami yang tidak layak ini.

Kami percaya bahwa Engkau tak memperhitungkan dosa-dosa kami

melainkan Engkau senantiasa menerima dengan penuh cinta. Doa ini

kami persembahkan dengan perantaraan Yesus juru selamat kami,

amin.

Siswi 3 : Marilah kita mendoakan doa jam kerahiman halaman empat belas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

103

Siswi2 : Ya Yesus Engkau telah wafat, namun sumber kehidupan telah memancar

bagi jiwa-jiwa dan terbukalah lautan kerahiman bagi segenap dunia.

Oh sumber kehidupan, Kerahiman Ilahi yang tidak terselami, naungilah

segenap dunia dan curahkan diriMu pada kami, Tuhan yang Maha

rahim . . . . .. . Demi sengsaraMu yang pedih kami mohon ya Tuhan . . .

Peristiwa tutur data 6 di atas, konteks sosial pada percakapan terjadi pada

Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 17.34 WIB di Aula Asrama Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta dengan topik doa. Percakapan data 6 di atas dituturkan oleh

18 siswi kelas XII IPA dan IPS (identitas diri dan status sosial para siswi yang

menjadi partisipan percakapan di atas dapat dilihat pada lampiran triangulasi data

penelitian). Situasi yang tergambar dalam peristiwa percakapan tersebut

menunjukkan situasi khidmat untuk tujuan dan maksud doa bersama.

Analisis data 6 di atas membuktikan dalam interaksi percakapan partisipan

memperlihatkan adanya fenomena diglosia sesuai dengan ciri-ciri atau

penandanya. Data 6 telah teranalisis menurut ragam bahasa berdasarkan situasi

pemakaiannya yang menandakan ragam formal. Dari data ini terlihat percakapan

menggunakan bahasa Indonesia ragam formal yang digunakan dalam pengantar

atau ajakan doa (bukti pada tuturan: “Marilah kita mendoakan doa jam kerahiman

halaman empat belas.”), dan bahasa Indonesia ragam formal beku yang

digunakan dalam doa rumusan doa jam kerahiman (bukti pada tuturan “Ya Yesus

Engkau telah wafat, namun sumber kehidupan telah memancar bagi jiwa-jiwa

dan terbukalah lautan kerahiman bagi segenap dunia. Oh sumber kehidupan,

Kerahiman Ilahi yang tidak terselami, naungilah segenap dunia dan curahkan

diriMu pada kami, ...”).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

104

Pemakaian bahasa Indonesia ragam formal menunjukkan ragam bahasa

tinggi (T) kaitannya dengan fungsi bahasa digunakan untuk berdoa (ritual

keagamaan). Ciri yang menandai ragam formal data 6 tersebut juga berdasarkan;

topik yang sedang dibahas yaitu mengenai doa, hubungan antarpembicara yaitu

sesama teman sebaya, gaya atau ragam percakapan saat pembicaraan terjadi yaitu

ragam resmi atau formal dalam situasi berdoa, penggunaan kata ganti untuk

menyebut diri sendiri dalam ragam formal menggunakan kata “saya”, dan

penggunaan imbuhan yang jelas seperti pada kata (berdoa, menerima). Analisis

data ini menyatakan bahwa tuturan para siswi saat mendaraskan doa jenis doa

rumusan menggunakan variasi dari segi keformalan ragam beku (frozen),

sedangkan doa biasa atau doa spontan dan juga pengantar doa menggunakan

ragam resmi (formal). Beberapa analisis serupa mengenai penggunaan ragam

formal (beku dan resmi) yang lainnya yaitu data 7, data 18, dan data 39 sama.

Data percakapan 3 Ragam Semiformal (Usaha atau Konsultatif)

KFH/8/31217 (Data 8)

Suster : Jam sepuluh sampai jam dua belas kalian jam bebas. Jam empat. Siapa

yang belajar mulai tet jam empat?

Siswi 13 : Saya.

Suster : Siapa yang lewat?

Siswi 16 : Lewat bagaimana maksudnya, Suster?

Suster : Lewat jam empat maksute. Siapa yang sebelum jam empat belajar

sudah belajar?

Siswi 11 : Hayo hayo hayo hayo...

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

105

Peristiwa tutur data 8 di atas, konteks sosial pada percakapan terjadi pada

Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 17.42 WIB di Aula Asrama Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta. Percakapan data 8 di atas dituturkan oleh 3 siswi kelas XII

IPA dan 1 suster pamong (identitas diri dan status sosial para siswi dan suster

pamong yang menjadi partisipan percakapan di atas dapat dilihat pada lampiran

triangulasi data penelitian). Situasi yang tergambar dalam peristiwa percakapan

tersebut menunjukkan situasi semiformal untuk tujuan dan maksud evaluasi rutin

mingguan seusai doa dengan topik jam belajar.

Analisis data 8 di atas membuktikan dalam interaksi percakapan partisipan

memperlihatkan adanya fenomena diglosia sesuai dengan ciri-ciri atau

penandanya. Data 8 telah teranalisis menurut ragam bahasa berdasarkan situasi

pemakaiannya yang menandakan ragam semiformal. Dari data percakapan ini

terlihat adanya pemakaian ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Jawa ragam

nonformal (bukti pada kata “maksudte”) dan bahasa Indonesia ragam nonformal

(bukti pada tuturan “Siapa yang belajar mulai tet jam empat?) Menurut ragam

bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya keduanya menunjukkan ragam bahasa

lisan semiformal (tidak terlalu formal maupun tidak pula terlalu nonformal). Ciri

yang menandai ragam semiformal data 8 tersebut juga berdasarkan; topik yang

sedang dibahas yaitu mengenai jam belajar, hubungan antarpembicara yaitu

sesama teman sebaya, gaya atau ragam percakapan saat pembicaraan terjadi yaitu

ragam usaha atau konsultatif dalam situasi semiformal saat evaluasi atau renungan

berlangsung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

106

Gaya atau ragam percakapannya adalah ragam usaha (konsultatif) karena

pada peristiwa interaksi tersebut berorientasi pada perbaikan bersama untuk

seluruh penghuni asrama dalam wadah evaluasi. Penanda ragam semiformal yang

lain yaitu tampak pada penggunaan kata sapaan, kepada orang yang dihormati,

menyapa suster pamong dengan menggunakan kata sapaan “suster” (bukti pada

tuturan: “Lewat bagaimana maksudnya, suster?”), penggunaan kata ganti dalam

ragam semiformal untuk menyebut diri menggunakan kata “aku”, penggunaan

kata tertentu seperti kata (maksute, hayo), dan penggunaan bentuk penekan seperti

(tet). Analisis data ini menyatakan bahwa tuturan para siswi saat melaksanakan

evaluasi atau renungan bersama seusai doa, terbukti menggunakan ragam

semiformal, yaitu situasi pemakaian ragam yang tidak terlalu formal maupun

tidak pula terlalu nonformal di mana ciri atau penandanya tersebut menunjukkan

adanya suatu fenomena diglosia.

Data percakapan 4 Ragam Semiformal (Usaha atau Konsultatif)

KFH/9/31217 (Data 9)

Suster : Tadi, dikatakan bahwa, opo tadi? Yesus datang menjemput kita itu kita

tidak tahu waktuNya. Hari ini ada berita duka, yaa.. Istrinya Pak Andre,

Paena Andreas tadi, dengarkan! Saya sama suster Yusta tadi bertemu

maksudnya mau menengok . . . . sebelum meninggal . . . karena paling

masih sakit gitu ya . . . . lalu sampai sana kami tanya ruangannya

dimana, trus ditunjukkan . . . di sana suster, di sana mana . . . , di ruang

jenazah, lha kami kan kaget, kok di ruang jenazah, padahal kemarin. . .

baru dengar ... ya maksudnya ya .... gak taunya tadi tadi siang itu pas

Pak Andre, dua anaknya itu duduk-duduk di bawah . . . . kok sudah gak

bernapas lagi, jadi kita tidak tahu kapan Tuhan datang menjemput kita.

Entah itu mboh jik cilik, SMA, SMP, atau dah kuliah kita gak tahu . . . . .

. . . . Lalu sampai sana sudah dimandikan trus dimasukkan peti . . . . . .

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

107

Lha pentingnya kita berdoa untuk orang meninggal, karena orang

meninggal itu sudah tidak bisa apa-apa. Tidak bisa menolong dirinya,

tidak bisa untuk meminta maaf lagi, sudah tidak bisa. Karena yang bisa

membantu adalah kita-kita yang masih . . . . . . . . Siapa yang punya

saudara sudah meninggal? . . . . didoakan setiap hari . . . . . karena yang

bisa menolong orang yang sudah meninggal misalnya masih di api

pencucian itu adalah orang-orang yang masih hidup. Maka pentingnya .

. . . . . orang Katolik itu ada kehidupan kekal. Siapa yang pengen masuk

hidup kekal? . . . . .

Siswi 4: Sayaa..

Siswi 5: Masuk ngendi kui?

Suster: Tahu jalannya?

Siswi 4: Aku tau. Tapi masih mencong.

Siswi 5: Masih mencong Suster.

Peristiwa tutur data 9 di atas, konteks sosial pada percakapan terjadi pada

Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 17.55 WIB di Aula Asrama Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta. Percakapan data 9 di atas dituturkan oleh 2 siswi kelas XII

IPS dan 1 suster pamong (identitas diri dan status sosial siswi dan suster pamong

yang menjadi partisipan percakapan di atas dapat dilihat pada lampiran triangulasi

data penelitian). Situasi yang tergambar dalam peristiwa percakapan tersebut

menunjukkan situasi semiformal untuk tujuan dan maksud evaluasi dan renungan

seusai doa dengan topik pentingnya berjaga-jaga.

Analisis data 9 di atas membuktikan dalam interaksi percakapan partisipan

memperlihatkan adanya fenomena diglosia sesuai dengan ciri-ciri atau

penandanya. Data 9 telah teranalisis menurut ragam bahasa berdasarkan situasi

pemakaiannya yang menandakan ragam semiformal. Dari data percakapan ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

108

terlihat adanya pemakaian dua ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Jawa ragam

nonformal (bukti pada kata “ngendi”, “mboh”, “cilik”) dan lainnya bahasa

Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan “Aku tau. Tapi masih mencong.”.)

Apabila dikaji menurut ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya keduanya

menunjukkan ragam bahasa lisan semiformal (tidak terlalu formal maupun tidak

pula terlalu nonformal). Ciri yang menandai ragam semiformal data 9 tersebut

juga berdasarkan; topik yang sedang dibahas yaitu mengenai pentingnya berjaga-

jaga, hubungan antarpembicara yaitu teman sesama teman, siswi terhadap suster

pamong, dan suster pamong terhadap siswi, gaya atau ragam percakapan saat

pembicaraan terjadi yaitu ragam usaha atau konsultatif dalam situasi semiformal

saat evaluasi dan renungan berlangsung. Gaya atau ragam percakapannya adalah

ragam usaha (konsultatif) karena pada peristiwa interaksi tersebut berorientasi

pada perbaikan bersama untuk seluruh penghuni asrama dalam wadah evaluasi

dan renungan.

Penanda ragam semiformal yang lain yaitu tampak pada penggunaan kata

sapaan, kepada orang yang dihormati, menyapa suster pamong dengan

menggunakan kata sapaan “suster” (bukti kata sapaan pada tuturan: “Masih

mencong Suster”), penggunaan kata ganti dalam ragam semiformal untuk

menyebut diri menggunakan kata “aku”, penggunaan kata tertentu seperti (gak,

pengen, opo, gitu, trus, pas, mboh, cilik, dah, ngendi, mencong), dan penggunaan

bentuk penekan seperti (kok, lha, kan, itu, jik, kui). Analisis data ini menyatakan

bahwa tuturan para siswi saat melaksanakan evaluasi dan renungan bersama

seusai doa, terbukti menggunakan ragam semiformal, yaitu situasi pemakaian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

109

ragam yang tidak terlalu formal maupun tidak pula terlalu nonformal di mana ciri

atau penandanya tersebut menunjukkan adanya suatu fenomena diglosia.

Beberapa analisis serupa mengenai penggunaan ragam semiformal (usaha atau

konsultatif) yang lainnya yaitu data 10, data 11, data 12, data 13, data 14, data 15,

data 16, data 17, data 24, dan data 26 sama.

Data percakapan 5 Ragam Nonformal (Santai dan Akrab)

KFH/2/31217 (Data 2)

Siswi 18 : Ini jam apa ini, bukan jam belajar tipu-tipu saja.

Siswi 1 : Kowe toh mesti ditegur hahahahahaha.

Siswi 18 : Masak, masak, suster Cornel kira aku gak belajar tuh. Gak belajar trus

aku pergi mandi. Ini aku belajar lagi.

Siswi 1 : Kau sebenarnya punya WA gak sih. Ini suster. Gene. Cepat kamu WA

suster cepat! Biar suster itu gak WA suster. Hahaha.

Siswi 12 : WA suster cornel tu gak dibales-bales.

Siswi 5 : Wa nya suster Cornel tu yang mana sih? Tiga sendiri lho di hpku.

Siswi 6 : Ho’o po? Lha nomer e ki sakjane sing endi sih?

Siswi 7 : Biasanya tu udah gak dipakai trus kayak gitu deh.

Siswi 6 : Berarti aku tahu dong. Gue tahu yang bunga-bunga itu.

Siswi 7 : Enggak itu udah gak dipake.

Siswi 6 : Yah itu udah gak dipake. Yah padahal lho bunga-bunga hahaha.

Siswi 1 : Trus suster bilang begini, yah sih sini kasih nomor orang tuamu.

Peristiwa tutur data 2 di atas, konteks sosial pada percakapan terjadi pada

Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 16.29 WIB di ruang belajar Asrama Santa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

110

Angela, Bantul, Yogyakarta. Percakapan data 2 di atas dituturkan oleh 6 siswi

kelas XII IPA dan IPS (identitas diri dan status sosial para siswi yang menjadi

partisipan percakapan di atas dapat dilihat pada lampiran triangulasi data

penelitian). Situasi yang tergambar dalam peristiwa percakapan tersebut

menunjukkan situasi nonformal untuk tujuan dan maksud belajar sore dengan

topik perbincangan santai mengenai nomor whatsapp Suster Cornel.

Analisis data 2 di atas membuktikan bahwa dalam interaksi percakapan

partisipan memperlihatkan adanya fenomena diglosia sesuai dengan ciri-ciri atau

penandanya. Data 2 telah teranalisis menurut ragam bahasa berdasarkan situasi

pemakaiannya yang menandakan ragam nonformal. Dari data percakapan ini

terlihat adanya pemakaian dua ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam

nonformal (bukti pada tuturan: “Biasanya tu udah gak dipakai trus kayak gitu

deh”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan “Ho’o po? Lha

nomer e ki sakjane sing endi sih?”). Ciri yang menandai ragam nonformal data 2

tersebut juga berdasarkan; topik yang sedang dibahas yaitu mengenai nomor

whatsapp, hubungan antarpembicara yaitu sesama teman sebaya, gaya atau ragam

percakapan saat pembicaraan terjadi yaitu ragam santai atau kasual dalam situasi

santai atau nonformal saat belajar sore.

Penanda ragam nonformal yang lain yaitu tampak pada penggunaan kata

sapaan untuk menyapa teman cukup menyebut namanya atau menggunakan

bahasa daerah (bukti pada kata sapaan: “kowe”), penggunaan kata ganti dalam

ragam nonformal untuk menyebut diri menggunakan kata “gue”, penggunaan kata

tertentu seperti (enggak, gak, masak, gene, bales, nomer, sakjane, endi, kayak,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

111

udah, mesthi, bilang, endi, kayak), dan penggunaan bentuk penekan seperti (sih,

tuh, tu, lho, ho’o, lha, deh, dong, yah, toh). Analisis data ini menyatakan bahwa

tuturan para siswi saat belajar sore santai, terbukti menggunakan bahasa Indonesia

ragam nonformal dan bahasa Jawa ragam nonformal di mana ciri atau penandanya

tersebut menunjukkan adanya suatu fenomena diglosia.

Data percakapan 6 Ragam Nonformal (Santai dan Akrab)

KFH/3/31217 (Data 3)

Siswi 7 : Sari itu lagunya siapa tu?

Siswi 8 : Hmmm.

Siswi 7 : Sar, sumpah kuping. Krungu ra sih?

Siswi 8 : Apa sih. Lagi asik nonton ini tuh. Hih.

Siswi 7 : Boleh minta ada film tho?

Siswi 8 : Ini streaming.

Siswi 7 : Streaming kan ada film.

Siswi 8 : Film kau putar sendiri! Download lah sendiri di hp kau tu!

Siswi 7 : Pelit.

Siswi 8 : Kuota gue limited odong.

Siswi 7 : Ya, ya. Ya wis.

Peristiwa tutur data 3 di atas, konteks sosial pada percakapan terjadi pada

Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 16.39 WIB di ruang belajar Asrama Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta. Percakapan data 3 di atas dituturkan oleh 2 siswi

kelas XII IPA (identitas diri dan status sosial siswi yang menjadi partisipan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

112

percakapan di atas dapat dilihat pada lampiran triangulasi data penelitian). Situasi

yang tergambar dalam peristiwa percakapan tersebut menunjukkan situasi

nonformal untuk tujuan dan maksud belajar sore dengan topik perbincangan santai

mengenai film.

Analisis data 3 di atas membuktikan bahwa dalam interaksi percakapan

partisipan memperlihatkan adanya fenomena diglosia sesuai dengan ciri-ciri atau

penandanya. Data 3 telah teranalisis menurut ragam bahasa berdasarkan situasi

pemakaiannya yang menandakan ragam nonformal. Dari data percakapan ini

terlihat adanya pemakaian tiga ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam

nonformal (bukti pada tuturan: “Apa sih. Lagi asik nonton ini tuh. Hih.”), bahasa

Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Sar, sumpah kuping. Krungu ra

sih?”, “Ya, ya. Ya wis”), dan bahasa Inggris (bukti pada kata: “streaming”,

“download”, “limited”). Ciri yang menandai ragam nonformal data 3 tersebut juga

berdasarkan; topik yang sedang dibahas yaitu mengenai film, hubungan

antarpembicara yaitu sesama teman sebaya, gaya atau ragam percakapan saat

pembicaraan terjadi yaitu ragam santai atau kasual dalam situasi santai atau

nonformal saat belajar sore.

Penanda ragam nonformal yang lain yaitu tampak pada penggunaan kata

sapaan untuk menyapa teman cukup menyebut namanya atau menggunakan

bahasa daerah (bukti pada kata sapaan: “Sari”, “Kau”, “odong”), penggunaan kata

ganti dalam ragam nonformal untuk menyebut diri menggunakan kata “gue”,

penggunaan kata tertentu seperti (krungu, kuping, nonton), dan penggunaan

bentuk penekan seperti (sih, tu, tho, tuh). Analisis data ini menyatakan bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

113

tuturan para siswi saat belajar sore santai, terbukti menggunakan bahasa Indonesia

ragam nonformal, bahasa Jawa ragam nonformal, dan bahasa Inggris di mana ciri

atau penandanya tersebut menunjukkan adanya suatu fenomena diglosia.

Beberapa analisis serupa mengenai penggunaan ragam nonformal (santai dan

akrab) yang lainnya yaitu data 1, data 4, data 19, data 20, data 21, data 22, data

23, data 25, data 27, data 28, data 29, data 30, data 31, data 32, data 33, data 34,

data 35, data 36, data 37, data 38 dan data 40 sama.

4.2.2 Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Penggunaan Variasi Bahasa

pada Interaksi Sehari-hari di Asrama Siswi Santa Angela, Bantul,

Yogyakarta

Menurut kacamata sosiolinguistik, bahasa tidak hanya dilihat sebagai gejala

individu, melainkan juga sebagai gejala sosial. Sebagai gejala sosial, maka bahasa

dan pemakaian bahasa tidak bisa hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik

saja, tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik. Padmadewi dkk., (2014:7)

menerangkan faktor-faktor nonlinguistik yang memengaruhi terjadinya

penggunaan variasi bahasa atau pemakaian bahasa tersebut yaitu 1) faktor-faktor

sosial seperti status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis

kelamin, dan sebagainya, 2) faktor-faktor situasional seperti siapa berbicara

dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa.

Faktor penyebab terjadinya variasi bahasa dikaitkan dengan situasi diglosik

di mana masyarakat tutur di Asrama Santa Angela Bantul, Yogyakarta,

merupakan masyarakat bilingual bahkan multilingual tampak adanya penggunaan

bahasa yang menampilkan variasi tinggi maupun variasi rendah. Partisipan di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

114

Asrama Santa Angela ini yaitu para siswi dan suster pamong, di mana dalam

interaksi sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia, bahasa daerah (dominan

bahasa Jawa), dan juga tersisipi bahasa asing (bahasa Inggris) sesuai situasi dan

fungsi komunikasinya. Partisipan menggunakan atau menerapkan variasi bahasa

tinggi ketika dalam situasi formal atau resmi, topik yang dibahas formal,

hubungan antarpembicara dilakukan kepada orang yang lebih tua atau dihormati,

dan dalam fungsi komunikasi yang memang cenderung formalistik. Partisipan

menggunakan atau menerapkan variasi bahasa rendah ketika dalam situasi

informal atau santai, topik yang dibahas bersifat santai, digunakan sebagai lelucon

atau berkelakar, hubungan antarpembicara dilakukan kepada orang yang sudah

akrab, dan dalam fungsi komunikasi yang cenderung akrab atau santai. Berikut ini

dipaparkan contoh data penelitian yang telah dianalisis berdasarkan faktor-faktor

sosial dan faktor-faktor situasional.

Tabel 5. Analisis Data 2 Faktor Penyebab Variasi Bahasa (Faktor Sosial)

Data Analisis Faktor Sosial

KFH/2/31217 (Data 2)

Faktor terjadinya penggunaan variasi bahasa yaitu

faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di antaranya;

a1). status sosial; siswi 18 anak pegawai pemerintah

daerah, siswi 1 anak petani kelapa sawit, siswi 12

anak pegawai rumah sakit, siswi 5 anak guru, siswi 6

anak pengrajin kayu, siswi 7 anak petani.

a2). tingkat pendidikan; siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 18 (16 tahun), siswi 1 (18 tahun),

siswi 12 (18 tahun), siswi 5 (17 tahun), siswi 6 (17

tahun), siswi 7 (17 tahun).

a4). jenis kelamin; perempuan.

Analisis pada KFH/2/31217 (data 2) ini memaparkan bahwa faktor

penyebab variasi bahasa berdasarkan analisis faktor-faktor sosial yaitu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

115

menunjukkan adanya status sosial para partisipan yang terlibat pada percakapan

data KFH/2/31217 (data 2). Pada data tersebut status sosial tiap partisipan

bermacam-macam, terlihat siswi 18 berstatuskan sosial anak seorang pegawai

pemerintah daerah, siswi 1 berstatus sosial anak seorang petani kelapa sawit, siswi

12 berstatus sosial anak seorang pegawai rumah sakit, siswi 5 berstaus sosial anak

seorang guru, siswi 6 berstatus sosial anak seorang pengrajin kayu, dan siswi 7

berstatus sosial anak seorang petani. Selain status sosial, faktor sosial berikutnya

yaitu tingkat pendidikan, di mana partisipan tingkat pendidikannya sama yaitu

sebagai siswi sekolah menengah atas kelas XII. Berikutnya adalah faktor umur,

siswi 18 berumur 16 tahun, siswi 1 umur 18 tahun, siswi 12 umur 18 tahun, siswi

5 umur 17 tahun, siswi 6 umur 17 tahun, dan siswi 7 umur 17 tahun. Faktor

terakhir yaitu jenis kelamin, di mana semua partisipan berjenis kelamin

perempuan.

Faktor yang memengaruhi terjadinya fenomena diglosia pada percakapan ini

tampak karena penggunaan variasi bahasa atau ragam bahasa rendah. Penggunaan

variasi ragam rendah pada percakapan ini dipakai partisipan karena berada dalam

situasi informal atau santai. Topik yang dibahas dalam percakapan juga bersifat

perbincangan santai yang disertai dengan berbagai ekspresi candaan atau lelucon

para partisipannya. Percakapan hangat ini terjadi karena hubungan antarpembicara

yang sudah dekat atau akrab yaitu hubungan sesama teman sebaya.

Tabel 6. Analisis Data 3 Faktor Penyebab Variasi Bahasa (Faktor Sosial)

Data Analisis Faktor Penyebab Variasi Bahasa

KFH/3/31217 (Data 3) Faktor terjadinya penggunaan variasi bahasa yaitu

faktor nonlinguistik:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

116

a). faktor-faktor sosial, di antaranya;

a1). status sosial; siswi 7 anak petani, siswi 8 anak

petani.

a2). tingkat pendidikan; siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 7 (17 tahun), siswi 8 (17 tahun).

a4). jenis kelamin; perempuan.

Analisis pada KFH/3/31217 (data 3) ini memaparkan bahwa faktor

penyebab variasi bahasa berdasarkan analisis faktor-faktor sosial yaitu

menunjukkan adanya status sosial para partisipan yang terlibat pada percakapan

data KFH/3/31217 (data 3). Pada data tersebut status sosial partisipan terlihat

siswi 7 berstatuskan sosial anak seorang petani dan siswi 8 berstatus sosial anak

seorang petani juga. Selain status sosial, faktor sosial berikutnya yaitu tingkat

pendidikan, di mana partisipan tingkat pendidikannya sama yaitu sebagai siswi

sekolah menengah atas kelas XII. Berikutnya adalah faktor umur, siswi 7 berumur

17 tahun dan siswi 8 umur 17 tahun. Faktor terakhir yaitu jenis kelamin, di mana

semua partisipan berjenis kelamin perempuan.

Faktor yang memengaruhi terjadinya fenomena diglosia pada percakapan ini

tampak karena penggunaan variasi bahasa atau ragam bahasa rendah. Penggunaan

variasi ragam rendah pada percakapan ini dipakai partisipan karena berada dalam

situasi informal atau santai. Topik yang dibahas dalam percakapan juga bersifat

perbincangan santai. Percakapan hangat ini terjadi karena hubungan

antarpembicara yang sudah dekat atau akrab yaitu hubungan sesama teman

sebaya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

117

Tabel 7. Analisis Data 2 Faktor Penyebab Variasi Bahasa (Faktor

Situasional)

Data Analisis Faktor Situasional

KFH/2/31217 (Data 2)

Faktor terjadinya penggunaan variasi bahasa yaitu

faktor nonlinguistik:

b). faktor situasional; siapa berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui partisipan berbicara dengan

bahasa Indonesia nonformal dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa nonformal sesuai fungsinya,

siswi berbicara kepada siswi. Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta pada Minggu, 3

Desember 2017 pukul 16.29 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para siswi yang sedang belajar sore

dan terlibat percakapan dalam situasi santai.

Analisis pada KFH/2/31217 (data 2) ini memaparkan bahwa faktor

penyebab variasi bahasa berdasarkan analisis faktor situasional yaitu siapa

berbicara dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan menganai

masalah apa. Pada percakapan data KFH/2/31217 (data 2) ini memperlihatkan

bahwa partisipan berbicara dengan bahasa Indonesia nonformal dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa nonformal sesuai fungsinya. Siswi berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya interaksi di ruang belajar Asrama Siswi Santa Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Minggu, 3 Desember 2017 pukul 16.29 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para siswi sedang belajar sore dan terlibat percakapan dalam

situasi santai.

Tabel 8. Analisis Data 3 Faktor Penyebab Variasi Bahasa (Faktor

Situasional)

Data Analisis Faktor Situasional

KFH/3/31217 (Data 3) Faktor terjadinya penggunaan variasi bahasa yaitu

faktor nonlinguistik:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

118

b). faktor situasional; siapa berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui partisipan berbicara dengan

bahasa Indonesia nonformal, bahasa daerah dominan

bahasa Jawa nonformal, dan bahasa Inggris sesuai

fungsinya, siswi berbicara kepada siswi. Tempat

terjadinya interaksi di ruang belajar Asrama Siswi

Santa Angela, Bantul, Yogyakarta pada Minggu, 3

Desember 2017 pukul 16.39 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para siswi yang sedang belajar sore

dan terlibat percakapan dalam situasi santai.

Analisis pada KFH/3/31217 (data 3) ini memaparkan bahwa faktor

penyebab variasi bahasa berdasarkan analisis faktor situasional yaitu siapa

berbicara dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan menganai

masalah apa. Pada percakapan data KFH/3/31217 (data 3) ini memperlihatkan

bahwa partisipan berbicara dengan bahasa Indonesia nonformal, bahasa daerah

dominan bahasa Jawa nonformal, dan bahasa Inggris sesuai fungsinya. Siswi

berbicara kepada siswi. Tempat terjadinya interaksi di ruang belajar Asrama Siswi

Santa Angela, Bantul, Yogyakarta pada Minggu, 3 Desember 2017 pukul 16.39

WIB. Kegiatan yang dilakukan adalah para siswi sedang belajar sore dan terlibat

percakapan dalam situasi santai. Analisis data penelitian yang lainnya berdasarkan

faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan bahasanya, seperti analisis faktor-

faktor sosial dan analisis faktor situasional dapat dilihat pada lampiran data

triangulasi.

4.3 Pembahasan

Pada bagian pembahasan ini disampaikan temuan data-data hasil penelitian

yang dibandingkan dengan hasil temuan penelitian terdahulu, selain itu

disampaikan pula temuan data hasil penelitian yang disesuaikan dengan teori yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

119

dianut di bab 2. Penelitian yang berjudul “Fenomena Diglosia pada Interaksi di

Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta” bertujuan untuk mendeskripsikan

fenomena diglosia yang terjadi dan didapati pada interaksi sehari-hari para

anggota masyarakat tutur (para siswi dan suster pamong) yang tinggal di Asrama

Santa Angela, Bantul, Yogyakarta, serta bertujuan mendeskripsikan faktor-faktor

yang menyebabkan penggunaan variasi bahasa dalam lingkup asrama. Peneliti

menemukan bahwa terdapat fenomena diglosia yang terbukti dengan adanya

berbagai ragam bahasa, yaitu ragam formal (beku dan resmi), ragam semiformal

(usaha), dan ragam nonformal (santai dan akrab). Dalam melakukan penelitian,

peneliti menggunakan acuan teori sosiolinguistik secara umum, lalu menggunakan

teori digosia berdasarkan konsep ahli Fishman (Chaer dan Agustina, 2004),

kemudian dipadukan dengan teori klasifikasi ragam bahasa berdasarkan media

pengantar dan situasi pemakaiannya menurut ahli Utorodewo dkk., (2004) yang di

dalamnya dilengkapi dengan teori variasi dari segi keformalan menurut ahli Chaer

dan Agustina (2004), dan teori faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan

variasi bahasa menurut ahli Padmadewi dkk (2014). Sasaran dalam penelitian ini

adalah tuturan sehari-hari para siswi dan suster pamong yang mengandung variasi

atau ragam bahasa yang diindikasi mengandung fenomena diglosia pada interaski

di asrama.

Peneliti mengangkat fenomena diglosia sebagai topik penelitian karena

penelitian ini masih jarang diteliti di Indonesia dan di kalangan akademikus

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta. Pemilihan tempat penelitian beserta subjek penelitiannya pun dirasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

120

peneliti sebagai sumber temuan fenomena diglosia berhubungan dengan subjek

penelitian yang masing-masing berasal dari berbagai daerah dengan kekayaan

bahasa ibu dan kemampuan bahasa kedua dan atau bahasa ketiganya yang

berbeda-beda. Hasil temuan dari penelitian ini yaitu fenomena diglosia ditemukan

dalam interaksi di asrama antara siswi dengan siswi, siswi dengan suster pamong,

dan suster pamong dengan siswi. Fenomena diglosia tersebut terbukti dengan

adanya tiga ragam percakapan yang digunakan. Tiga ragam tersebut di antaranya

yaitu ragam formal (beku dan resmi), ragam semiformal (usaha atau konsultatif),

dan ragam nonformal (santai dan akrab).

Temuan pada penelitian ini yang menyatakan adanya fenomena diglosia

dalam interaksi para siswi dan suster pamong di asrama tersebut ternyata relevan

dengan temuan penelitian-penelitian terdahulu yang diacu peneliti dalam

penelitian skripsi ini. Penelitian terdahulu yang diacu peneliti ada tiga penelitian

terdahulu yang relevan. Penelitian tersebut yaitu tesis berjudul “Fenomena

Diglosia dan Sikap Kebahasaan Penutur Bahasa Simalungun di Kota

Pematangsiantar” yang ditulis oleh Sigiro (2009), Program Studi Linguistik,

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Hasil temuan dari

penelitian Sigiro ini menunjukkan bahwa para responden pada dasarnya

multibahasawan dan menggunakan beberapa bahasa secara “bebas”. Responden

menguasai lebih dari satu bahasa dan menerapkan bahasa tersebut dalam ranah-

ranah tertentu sehingga fenomena diglosia terlihat cukup kuat.

Penelitian terdahulu kedua yang diacu peneliti yaitu skripsi berjudul Situasi

Diglosia Penutur Bahasa Khek Peranakan di Kuto Panji Belinyu (Tinjauan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

121

Sosiolingustik), ditulis oleh Filika (1995), jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. Hasil dari penelitian saudari Filika ini juga mencakup bahasan

mengenai diglosia dan fungsi bahasanya yang cukup relevan dengan penelitian

peneliti saat ini. Penelitian terdahulu yang ketiga sekaligus menjadi acuan terakhir

peneliti yaitu artikel jurnal yang ditulis oleh Agustina dan Zulkifli, Program Studi

Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Lambung

Mangkurat, Jl. Brigjend H. Hasan Basry, Kampus Kayutangi, Banjarmasin,

dengan judul Situasi Diglosia pada Penutur Bahasa Ngaju di Kecamatan Katingan

Tengah Kabupaten Katingan Kalteng. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui

bahasa yang digunakan dan untuk mengetahui situasi diglosia pada penutur

bahasa Ngaju di Kecamatan Katingan Tengah Kabupaten Katingan Kalteng.

Di samping penjelasan di atas, dalam penelitian ini peneliti juga ingin

mengetahui bagaimana keanekaragaman bahasa para penutur di asrama ini benar-

benar hidup digunakan dalam interaksi sehari-hari. Untuk mencapai tujuan

tersebut, peneliti menggunakan metode pengumpulan data dengan metode simak

(observasi) dan metode cakap (wawancara) (Mahsun, 2005). Metode simak

menggunakan teknik dasar yaitu teknik sadap dan teknik lanjutan yaitu teknik

simak bebas libat cakap, teknik catat, dan teknik rekam. Metode cakap

(wawancara) menggunakan teknik dasar berupa teknik pancing dan teknik

lanjutan yaitu teknik cakap semuka. Berdasarkan metode dan teknik pengumpulan

data tersebut diharapkan mampu menghasilkan data yang berkualitas dan akurat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

122

BAB V

PENUTUP

Pada bab ini dipaparkan dua hal, yaitu simpulan dan saran. Simpulan terkait

dengan hasil-hasil penelitian dalam menjawab masalah dan tujuan penelitian.

Saran terkait dengan implikasi lebih lanjut hasil-hasil penelitian ini baik pada

secara teoretis maupun secara praktis. Berikut pemaparan dari kedua hal tersebut.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan terhadap penelitian

Fenomena Diglosia pada Interaksi di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta,

peneliti dapat mengambil simpulan sebagai berikut.

1) Masyarakat tutur di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta, yang

terdiri dari berbagai suku dan asal daerah yang terdapat di Indonesia telah

berbaur menjadi satu dan saling berinteraksi satu sama lain dalam

kesehariannya. Dalam interaksi sehari-hari tersebut ternyata tuturan-

tuturan yang dituturkan para siswi dan suster pamongnya mencerminkan

fenomena diglosia. Fenomena diglosia tersebut terlihat dalam penggunaan

ragam bahasa dalam tuturan atau percakapan siswi dan suster pamong.

Ragam bahasa yang terjadi dalam setiap percakapan terdiri dari ragam

bahasa formal (beku dan resmi), ragam bahasa semiformal (usaha), dan

ragam bahasa nonformal (santai dan akrab). Pada bagian deskripsi data

dan analisis data telah dipaparkan bahwa berdasarkan media pengantarnya

percakapan yang dilakukan para siswi dan suster pamong termasuk dalam

122

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 142: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

123

ragam lisan, sedangkan berdasarkan situasi pemakaiannya terpapar 5

penggunaan ragam formal (beku dan resmi), 12 penggunaan ragam

semiformal (usaha), dan 23 penggunaan ragam nonformal (santai dan

akrab).

Penggunaan ragam bahasa dalam interaksi lantas dipadukan antara

teori ragam bahasa menurut Utorodewo dkk., (2004) dengan teori milik

Chaer dan Agustina (2004) untuk menentukan formula yang tepat untuk

menganalisis data penelutian. Ragam tersebut yaitu menjadi ragam formal

(beku dan resmi), ragam semiformal (usaha atau konsultatif), dan ragam

nonformal (santai dan akrab). 5 penggunaan ragam formal terdapat pada

data 5, data 6, data 7, data 18, dan data 39. Penggunaan ragam semiformal

terdapat pada data 8, data 9, data 10, data 11, data 12, data 13, data 14,

data 15, data 16, data 17, data 24, dan data 26. Penggunaan ragam

nonformal terdapat pada data 1, data 2, data 3, data 4, data 19, data 20,

data 21, data 22, data 23, data 25, data 27, data 28, data 29, data 30, data

31, data 32, data 33, data 34, data 35, data 36, data 37, data 38, dan data

40.

2) Penggunaan variasi bahasa yang terjadi di Asrama Santa Angela, Bantul,

Yogyakarta tidak terlepas dari faktor-faktor yang memengaruhi

penggunaan variasi bahasa tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain

yaitu faktor sosial dan faktor situasional. Faktor sosial meliputi status

sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin, dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 143: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

124

sebagainya. Faktor situasional meliputi siapa berbicara dengan bahasa apa,

kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa.

5.2 Saran

Pada bagian ini disampaikan saran-saran berkaitan dengan implikasi lebih

lanjut dari temuan-temuan penelitian. Implikasi tersebut berkaitan dengan hal

yang bersifat teoretis maupun praktis. Hal tersebut meliputi (1) pengembangan

bidang kajian sosiolinguistik, (2) penelitian lanjutan, (3) bahan pembelajaran

kajian sosiolinguistik.

5.2.1 Pengembangan Bidang Kajian Sosiolinguistik

Saran ini berguna untuk pengembangan bidang kajian sosiolinguistik,

yakni suatu bidang yang mempelajari aspek-aspek kemasyarakatan bahasa

terkhusus pada topik penelitian mengenai fenomena diglosia yang terjadi di

Indonesia. Dengan adanya penelitian Fenomena Diglosia pada Interaksi di

Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta ini, peneliti lain dapat mengembangkan

menjadi lebih baik lagi perihal topik fenomena diglosia bidang kajian

sosiolinguistik ini.

5.2.2 Penelitian Lanjutan

Penelitian bidang bahasa dalam hubungannya dengan fenomena diglosia

ini dapat dilanjutkan oleh peneliti lain dengan mengembangkan teori diglosia

guna penyempurnaan teori-teori yang sudah, atau mungkin saja justru tercipta

teori yang baru yang lebih relevan.

5.2.3 Bahan Pembelajaran Kajian Sosiolinguistik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 144: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

125

Dalam dunia pendidikan terlebih di perguruan tinggi bagi mahasiswa yang

mengambil program studi bahasa, wacana ini dijadikan sebagai sumber belajar

mengenai fenomena diglosia dalam sebuah interaksi, begitu pula bagi masyarakat

pemakai bahasa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 145: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

126

DAFTAR PUSTAKA:

Abdullah, Alek dan Achmad. 2013. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga.

Artini, Luh Putu dan Nitiasih, Putu Kerti. 2014. Bilingualisme dan Pendidikan

Bilingual. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Baryadi, Praptomo. 2015. Teori-teori Linguistik Pascastruktural. Yogyakarta:

Kanisius.

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka

Cipta.

Chaer, Abdul. & Agustina, Leonie. (2004). Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Filika, Anastasia. (1995). Situasi Diglosia Penutur Bahasa Khek Peranakan di

Kuto Panji Belinyu (Tinjauan Sosiolinguistik). Skripsi Sarjana Pendidikan

pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma:

tidak diterbitkan.

Hastuti, Endang Dwi. “Diglosia dalam Penerjemahan: Suatu Tinjauan Ringkas”.

Kartomihardjo, Soeseno. 1988. Bahasa Cermin Kehidupan Masyarakat. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan

Tekniknya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Martinet, Andre. 1987. Ilmu Bahasa Pengantar. Yogyakarta: Kanisius

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 146: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

127

Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT remaja

Rosdakarya Offset.

Muhammad. 2016. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Nababan. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis

Kompetensi. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Rahardi, R Kunjana. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:

Erlangga.

Raho, Bernard. 2004. Sosiologi Sebuah Pengantar. Surabaya: Ledalero.

Sigiro, Elisten Parulian (2009). Fenomena Diglosia dan Sikap Kebahasaan

Penutur Bahasa Simalungun. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara: tidak diterbitkan.

Soeparno. 2013. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Suandi, I Nengah. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata

Dharma University Press.

Sugiyono.2015. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sumarsono dan Partana, Paina. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 147: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

128

Syahroni, N., Dewi, Dwi Wahyu Candra., & Mahmudi. 2013. Bahasa Indonesia

di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Utorodewo dkk., 2004. Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah.

Jakarta: Universitas Indonesia.

Padmadewi, Ni Nyoman, dan Merlyna, Putu Dewi, Saputra, Nyoman Pasek Hadi.

2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Pateda, Mansoer. 1990. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 148: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

129

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 149: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

130

LAMPIRAN I

TRIANGULASI DATA

DATA TUTURAN FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN SUSTER PAMONG

DI ASRAMA SANTA ANGELA, BANTUL, YOGYAKARTA

Penelitian yang diambil ini mengenai fenomena diglosia yang muncul dalam interaksi Para Siswi dan Suster Pamong di Asrama Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017 dengan partisipan yaitu para siswi di asrama khususnya

siswi unit 3 di Asrama Santa Angela Bantul, Yogyakarta. Dalam menentukan keabsahan data maka penelitian ini menggunakan triangulasi.

Triangulasi data pada penelitian ini menggunakan triangulasi sumber atau ahli. Triangulasi ahli sebagai penyidik yang mengevaluasi serta

melakukan kreadibilitas kajian objek penelitian. Maka triangulasi digunakan untuk memastikan kebenaran data yang diperoleh. Oleh karena itu,

triangulator dimohon untuk memeriksa dan mengecek kembali data yang diperoleh peneliti untuk keperluan keabsahan data. Triangulator

tersebut yaitu Bapak Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A.

Petunjuk Pengisian:

1. Triangulator dimohon untuk memeriksa dan mengecek kembali data yang diperoleh peneliti untuk keperluan keabsahan data. Kemudian

triangulator memberikan justifikasi berupa tanda centang ( ) jika pernyataan setuju atau tanda silang (x) jika tidak setuju.

2. Triangulator dimohon untuk memberikan catatan pada kolom komentar untuk memberikan kritikan dan saran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 150: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

131

Rumusan Masalah:

Berdasarkan paparan latar belakang tersebut, rumusan masalah di dalam penelitian ini dapat dirumuskan dengan pertanyaan, bagaimana

fenomena diglosia pada interaksi Para Siswi dan Suster Pamong di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta? Dan faktor apa sajakah yang

mempengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 151: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

132

TRIANGULASI DATA

DATA TUTURAN FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI DI ASRAMA SANTA ANGELA, BANTUL, YOGYAKARTA

Keterangan :

KFH/1/31217 : Data 1.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 16.24 WIB.

Tempat : Ruang belajar di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi belajar sore yang santai.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 3 partisipan dengan inisial siswi 10, siswi 3, dan siswi 4.

Partisipan siswi 10: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan tambang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 152: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

133

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan awal partisipan dalam peristiwa tersebut adalah belajar sore yang akhirnya tidak bisa terelakkan dari

pertuturan percakapan atau perbincangan sesama partisipan yang menyimpang dari tujuan awal yaitu belajar.

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai merek hp.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

1. KFH/

1/312

17

Siswi 10 : Apa sihhh?

Siswi 3 : Itu hpnya siapa

sih?

Siswi 4 : Mbaknya.

Siswi 3 : Oh.

Siswi 4 : Buat rekam.

Siswi 10 : Eh, hp’ne

mbak’e merek

opo e?

Siswi 4 : Xiaomi.

Siswi 3 : Ohh iki mah

xiaomi redmi

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran tiga

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Eh, hp’ne

mbak’e merek opo e?”, “Ra kuat

tuku”), bahasa Inggris (bukti

pada kalimat: “Xiaomi redmi

note 3 is not bad”, dan lainnya

bahasa Indonesia. Pemakaian

ketiganya menunjukkan ragam

bahasa lisan nonformal.

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 10

anak pengrajin tenun,

siswi 3 anak guru, siswi 4

anak karyawan tambang.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 153: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

134

note 3 ki.

Siswi 4 : Xiaomi redmi

note 3 is not

bad.

Siswi 10 : Ra kuat tuku.

Siswi 3 : Loh padahal

cuma murah lho,

gak nyampai

empat juta

dapat.

Siswi 4 : Gue mah tetap

setia ama

Samsung.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

(bukti pada kata sapaan: “Eh”,

“mbak’e”), ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri menggunakan

kata gue, ‘kata tertentu’ (gak,

cuma, tuku, ama), dan ‘bentuk

penekan’ (sih, oh, ki, eh, mah,

loh, lho).

3). Topik percakapan: merek hp.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat belajar.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

a3). Umur; siswi 10 (16

tahun), siswi 3 (16 tahun),

siswi 4 (15 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia,

bahasa daerah dominan

bahasa Jawa, dan bahasa

Inggris sesuai fungsinya,

siswi berbicara kepada

siswi. Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Minggu,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 154: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

135

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

3 Desember 2017 pukul

16.24 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi yang sedang belajar

sore dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

Catatan:

Analisis data 1 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 3 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Gue

mah tetap setia ama Samsung”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Eh, hp’ne mbak’e merek opo e?”, “Ra kuat tuku”), dan

bahasa Inggris formal (bukti pada tuturan: “Xiaomi redmi note 3 is not bad”). Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4,

dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/2/31217 : Data 2.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 155: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

136

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 16.29 WIB.

Tempat : Ruang belajar di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi belajar sore yang santai.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 6 partisipan dengan inisial siswi 18, siswi 1, siswi 12, siswi 5, siswi 6,

dan siswi 7.

Partisipan siswi 18: berasal dari Timika, Papua, umur 16 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang pegawai

pemerintah daerah.

Partisipan siswi 1: berasal dari Tanjung, Kalimantan Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani kelapa sawit.

Partisipan siswi 12: berasal dari Semarang, Jawa Tengah, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pegawai rumah sakit.

Partisipan siswi 5: berasal dari Tangerang Selatan, Pamulang 2, umur 17 tahun, kelas XII IPS 1, status sosial: anak

seorang guru.

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak pengrajin kayu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 156: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

137

Partisipan siswi 7: berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan awal partisipan dalam peristiwa tersebut adalah belajar sore yang akhirnya tidak bisa terelakkan dari

pertuturan percakapan atau perbincangan sesama partisipan yang menyimpang dari tujuan awal yaitu belajar.

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai nomor whatsapp suster Cornel.

No

Data

Percakapan/ Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

2. KFH/

2/312

17

Siswi 18 : Ini jam apa ini,

bukan jam

belajar tipu-tipu

saja.

Siswi 1 : Kowe toh

mesti ditegur

hahahahahaha.

Siswi 18 : Masak, masak,

suster Cornel

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa

(bukti pada kalimat: “Ho’o

po? Lha nomer e ki sakjane

sing endi sih?”) dan lainnya

bahasa Indonesia. Pemakaian

keduanya menunjukkan

ragam bahasa lisan

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 18

anak pegawai pemerintah

daerah, siswi 1 anak petani

kelapa sawit, siswi 12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 157: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

138

kira aku gak

belajar tuh. Gak

belajar trus aku

pergi mandi. Ini

aku belajar lagi.

Siswi 1 : Kau sebenarnya

punya WA gak

sih. Ini suster.

Gene. Cepat

kamu WA suster

cepat! Biar

suster itu gak

WA suster.

Hahaha.

Siswi 12 : WA suster

cornel tu gak

dibales-bales.

Siswi 5 : Wa nya suster

Cornel tu yang

mana sih? Tiga

sendiri lho di

nonformal.

2). Penanda ragam

nonformal: penggunaan ‘kata

sapaan’ untuk menyapa

teman cukup menyebut

namanya atau menggunakan

bahasa daerah (bukti pada

kata sapaan: “kowe”), ‘kata

ganti’ untuk menyebut diri

menggunakan kata gue, ‘kata

tertentu’ (enggak, gak,

masak, gene, bales, pake,

nomer, sakjane, endi, kayak,

udah, mesthi, bilang, endi,

kayak), dan ‘bentuk penekan’

(sih, tuh, tu, lho, ho’o, lha,

deh, dong, yah, toh).

3). Topik percakapan: nomor

whatsapp. Fungsi

anak pegawai rumah sakit,

siswi 5 anak guru, siswi 6

anak pengrajin kayu, siswi

7 anak petani.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 18 (16

tahun), siswi 1 (18 tahun),

siswi 12 (18 tahun), siswi

5 (17 tahun), siswi 6 (17

tahun), siswi 7 (17 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 158: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

139

hpku.

Siswi 6 : Ho’o po? Lha

nomer e ki

sakjane sing

endi sih?

Siswi 7 : Biasanya tu

udah gak

dipakai trus

kayak gitu deh.

Siswi 6 : Berarti aku tahu

dong. Gue tahu

yang bunga-

bunga itu.

Siswi 7 : Enggak itu udah

gak dipake.

Siswi 6 : Yah itu udah gak

dipake. Yah

padahal lho

bunga-bunga

hahaha.

Siswi 1 : Trus suster

komunikasinya digunakan

pada saat belajar.

4). Situasi dan gaya atau

ragam percakapan yaitu

ragam santai (kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Minggu,

3 Desember 2017 pukul

16.29 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi yang sedang belajar

sore dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 159: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

140

bilang begini,

yah sih sini kasih

nomor orang

tuamu.

Catatan:

Analisis data 2 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan:

“Biasanya tu udah gak dipakai trus kayak gitu deh”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Ho’o po? Lha nomer e ki sakjane

sing endi sih?”). Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/3/31217 : Data 3.

Konteks :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 160: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

141

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 16.39 WIB.

Tempat : Ruang belajar di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi belajar sore yang ceria dan santai.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 2 partisipan dengan inisial siswi 7 dan siswi 8.

Partisipan siswi 7: berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani.

Partisipan siswi 8: berasal dari Bantul, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan awal partisipan dalam peristiwa tersebut adalah belajar sore yang akhirnya tidak bisa terelakkan dari

pertuturan percakapan atau perbincangan sesama partisipan yang menyimpang dari tujuan awal yaitu belajar.

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai film.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

3. KFH/ Siswi 7 : Sari itu lagunya 1). Dari data ini terlihat Faktor terjadinya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 161: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

142

3/312

17

siapa tu?

Siswi 8 : Hmmm.

Siswi 7 : Sar, sumpah

kuping. Krungu

ra sih?

Siswi 8 : Apa sih. Lagi asik

nonton ini tuh.

Hih.

Siswi 7 : Boleh minta ada

film tho?

Siswi 8 : Ini streaming.

Siswi 7 : Streaming kan

ada film.

Siswi 8 : Film kau putar

sendiri!

Download lah

sendiri di hp kau

tu!

Siswi 7 : Pelit.

Siswi 8 : Kuota gue limited

odong.

pemakaian campuran tiga

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Sar, sumpah

kuping. Krungu ra sih?”, “Ya,

ya. Ya wis”), bahasa Inggris

(bukti pada kata: “streaming”,

“download”, “limited” dan

lainnya bahasa Indonesia.

Pemakaian ketiganya

menunjukkan ragam bahasa

lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

(bukti pada kata sapaan: “Sari”,

“Kau”, “odong”), ‘kata ganti’

untuk menyebut diri

menggunakan kata gue, ‘kata

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 7

anak petani, siswi 8 anak

petani.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 7 (17

tahun), siswi 8 (17 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 162: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

143

Siswi 7 : Ya, ya. Ya wis. tertentu’ (krungu, kuping,

nonton), dan ‘bentuk penekan’

(sih, tu, tho, tuh).

3). Topik percakapan: film.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat belajar.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

bahasa daerah dominan

bahasa Jawa, dan bahasa

Inggris sesuai fungsinya,

siswi berbicara kepada

siswi. Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Minggu,

3 Desember 2017 pukul

16.39 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi yang sedang belajar

sore dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

Catatan:

Analisis data 3 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 163: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

144

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 3 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Apa

sih. Lagi asik nonton ini tuh. Hih.”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Sar, sumpah kuping. Krungu ra sih?”, “Ya, ya. Ya

wis”), dan bahasa Inggris (bukti pada kata: “streaming”, “download”, “limited”). Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3,

4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/4/31217 : Data 4.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 16.45 WIB.

Tempat : Ruang belajar di Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi belajar sore yang ceria dan santai.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 3 partisipan dengan inisial siswi 9, siswi 10, dan siswi 11.

Partisipan siswi 9: berasal dari Sleman, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang

guru.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 164: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

145

Partisipan siswi 10: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

Partisipan siswi 11: berasal dari Jawa Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang polisi.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan awal partisipan dalam peristiwa tersebut adalah belajar sore yang akhirnya tidak bisa terelakkan dari

pertuturan percakapan atau perbincangan sesama partisipan yang menyimpang dari tujuan awal yaitu belajar.

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai line today.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

4. KFH/

4/312

17

Siswi 9 : Wenak Kau. Itu

tu punya Angel

tu. Drakor tiba-

tiba nah. Kaget

lah.

Siswi 10 : Ih, di line today

itu biasanya ada

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran tiga

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Iyo. Ra percoyo?

Delok ki lineku!”), bahasa

Inggris (bukti pada kata: “line

today”, “stupid”, dan lainnya

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 9

anak guru, siswi 10 anak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 165: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

146

drakor yaa.

Siswi 9 : He’em.

Siswi 11 : Tapi kok aku

gak pernah

masuk itu loh

yang masuk

berita-berita,

gosip-gosip kan.

Hih.

Siswi 10 : Masak?

Siswi 11 : Iyo. Ra

percoyo? Delok

ki lineku!

Siswi 10 : Stupid. Ini loh

kamu buka ini,

line today! Noh,

banyak banget

berita-beritanya.

bahasa Indonesia. Pemakaian

ketiganya menunjukkan ragam

bahasa lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

(bukti pada kata sapaan: “Kau”),

‘kata ganti’ untuk menyebut diri

menggunakan kata aku, untuk

menyebut kamu menggunakan

kata kau, ‘kata tertentu’ (wenak,

line today, stupid, drakor, gak,

masak, percoyo, delok, banget),

dan ‘bentuk penekan’ (tu, nah,

loh, he’em, kok, loh, kan, hih, ki,

noh).

3). Topik percakapan: line

pengrajin tenun, siswi 11

anak polisi.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). Umur; siswi 9 (18

tahun), siswi 10 (16 tahun),

siswi 11 (18 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan, di

mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara dengan

bahasa Indonesia, bahasa

daerah dominan bahasa

Jawa, dan bahasa Inggris

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 166: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

147

today. Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat belajar.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

Tempat terjadinya interaksi

di ruang belajar Asrama

Siswi Santa Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Minggu, 3

Desember 2017 pukul 16.45

WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para siswi

yang sedang belajar sore

dan terlibat percakapan

dalam situasi santai.

Catatan:

Analisis data 4 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 3 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Tapi

kok aku gak pernah masuk itu loh yang masuk berita-berita, gosip-gosip kan. Hih.”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 167: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

148

“Iyo. Ra percoyo? Delok ki lineku!”), dan bahasa Inggris nonformal (bukti pada kata: “line today”, “stupid”). Sementara analisis pernyataan

lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/5/31217 : Data 5.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 17.24 WIB.

Tempat : Aula Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi khidmat saat doa bersama pada sore hari.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 18 partisipan dengan inisial siswi 1, siswi 2, siswi 3, siswi 4, siswi 5,

siswi 6, siswi 7, siswi 8, siswi 9, siswi 10, siswi 11, siswi 12, siswi 13, siswi 14, siswi 15, siswi 16, siswi 17, dan siswi

18.

Partisipan siswi 1: berasal dari Kalimantan Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani

kelapa sawit.

Partisipan siswi 2: berasal dari Bintaro, Jakarta Selatan, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

karyawan perusahaan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 168: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

149

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan tambang.

Partisipan siswi 5: berasal dari Tangerang Selatan, Pamulang, umur 17 tahun, kelas XII IPS 1, status sosial: anak seorang

guru.

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang pengrajin

kayu.

Partisipan siswi 7: berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani.

Partisipan siswi 8: berasal dari Bantul, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani.

Partisipan siswi 9: berasal dari Sleman, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 10: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

Partisipan siswi 11: berasal dari Jawa Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang polisi.

Partisipan siswi 12: berasal dari Semarang, Jawa Tengah, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 169: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

150

pegawai rumah sakit.

Partisipan siswi 13: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

pedagang.

Partisipan siswi 14: berasal dari Metro Barat, Lampung, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

apoteker.

Partisipan siswi 15: berasal dari Kebumen, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

guru.

Partisipan siswi 16: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

perawat rumah sakit.

Partisipan siswi 17: berasal dari Tangerang, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang dokter.

Partisipan siswi 18: berasal dari Timika, Papua, umur 16 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang pegawai

pemerintah daerah.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah berdoa bersama.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai ujud doa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 170: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

151

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

5. KFH/

5/312

17

Siswi 14: Ujud-ujud kita

pada sore hari ini

yang pertama

untuk kedua

orang tua kita

semoga kedua

orang tua kita

selalu diberi

kesehatan, rezeki

yang cukup

untuk membiayai

kita yang ada di

asrama.

Siswi2 : Amin.

Siswi 14: Untuk keempat

suster kita

1). Dari data ini terlihat

pemakaian bahasa Indonesia

ragam lisan formal pada

percakapan.

2). Pemakaian bahasa Indonesia

formal menunjukkan ragam

tinggi kaitannya dengan fungsi

bahasa digunakan untuk berdoa

(ritual keagamaan).

3). Penanda ragam formal:

penggunaan ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri sendiri

menggunakan kata saya,

penggunaan ‘imbuhan’ yang

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 1

anak petani kelapa sawit,

siswi 2 anak karyawan

perusahaan, siswi 3 anak

guru, siswi 4 anak karyawan

tambang, siswi 5 anak guru,

siswi 6 anak pengrajin kayu,

siswi 7 anak petani, siswi 8

anak petani, siswi 9 anak

guru, siswi 10 anak

pengrajin tenun, siswi 11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 171: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

152

semoga selalu

diberi kesabaran

untuk mendidik

kita yang ada di

asrama.

Siswi2 : Amin.

Siswi 14: Untuk keran

yang di asrama,

semoga kita

mendapatkan air

yang melimpah

dan bersih serta

kita bisa dengan

bijaksana dalam

menggunakan.

Siswi2 : Amin.

Siswi 14: Untuk unit satu,

dua, dan tiga,

semoga kami

selalu rukun dan

damai serta

jelas seperti pada kata diberi,

mendidik, diterima).

4). Topik percakapan: ujud doa.

5). Situasi dan gaya (ragam)

percakapan yaitu ragam resmi

atau formal. Hubungan

antarpembicara adalah sesama

teman sebaya di waktu situasi

berdoa.

anak polisi, siswi 12 anak

pegawai rumah sakit, siswi

13 anak pedagang, siswi 14

anak apoteker, siswi 15

anak guru, siswi 16 anak

perawat rumah sakit, siswi

17 anak dokter, siswi 18

anak pegawai pemerintah

daerah.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). Umur; siswi 1 (18

tahun), siswi 2 (18 tahun),

siswi 3 (16 tahun), siswi 4

(15 tahun), siswi 5 (17

tahun), siswi 6 (17 tahun),

siswi 7 (17 tahun), siswi 8

(17 tahun), siswi 9 (18

tahun), siswi 10 (16 tahun),

siswi 11 (18 tahun), siswi 12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 172: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

153

diberi kelancaran

dalam belajar

sehingga kami

dapat

mengerjakan

TAS dengan baik

dan jujur dan

dapat hasil yang

memuaskan.

Siswi2 : Amin.

Siswi 14: Untuk orang

yang sedang

sakit semoga

cepat sembuh

dan bisa

melakukan

aktivitas seperti

biasa.

Siswi2 : Amin.

Siswi 14: Untuk istri Pak

Paena, Valentina

(18 tahun), siswi 13 (17

tahun), siswi 14 (17 tahun),

siswi 15 (17 tahun), siswi 16

(17 tahun), siswi 17 (17

tahun), siswi 18 (16 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan, di

mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara dengan

bahasa Indonesia formal

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya interaksi

di Aula Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta

pada Minggu, 3 Desember

2017 pukul 17.24 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 173: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

154

Sri Handayani,

semoga arwah

beliau dapat

diterima di sisi

Tuhan dan segala

dosanya

diampuni dan

keluarga yang

ditinggalkan

dapat diberi

ketabahan.

Siswi2: Amin.

Kegiatan yang dilakukan

adalah para siswi berdoa

bersama.

Catatan:

Analisis data 5 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Dalam triangulasi data, analisis ini telah disetujui oleh

triangulator yang menyatakan bahwa tuturan para siswi saat menyampaikan ujud-ujud doa sebagai pengantar sebelum dimulainya doa, terbukti

menggunakan bahasa Indonesia ragam formal di mana ciri atau penandanya tersebut menunjukkan adanya fenomena diglosia.

KFH/6/31217 : Data 6.

Konteks :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 174: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

155

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 17.34 WIB.

Tempat : Aula Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi khidmat saat doa bersama pada sore hari.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 18 partisipan dengan inisial siswi 1, siswi, 2, siswi 3, siswi 4, siswi 5,

Siswi 6, siswi 7, siswi 8, siswi 9, siswi 10, siswi 11, siswi 12, siswi 13, siswi 14, siswi 15, siswi 16, siswi 17, siswi 18.

Partisipan siswi 1: berasal dari Kalimantan Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani

kelapa sawit.

Partisipan siswi 2: berasal dari Bintaro, Jakarta Selatan, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

karyawan perusahaan.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan tambang.

Partisipan siswi 5: berasal dari Tangerang Selatan, Pamulang, umur 17 tahun, kelas XII IPS 1, status sosial: anak seorang

guru.

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang pengrajin

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 175: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

156

kayu.

Partisipan siswi 7: berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani.

Partisipan siswi 8: berasal dari Bantul, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani.

Partisipan siswi 9: berasal dari Sleman, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 10: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

Partisipan siswi 11: berasal dari Jawa Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang polisi.

Partisipan siswi 12: berasal dari Semarang, Jawa Tengah, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pegawai rumah sakit.

Partisipan siswi 13: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

pedagang.

Partisipan siswi 14: berasal dari Metro Barat, Lampung, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

apoteker.

Partisipan siswi 15: berasal dari Kebumen, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 176: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

157

guru.

Partisipan siswi 16: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

perawat rumah sakit.

Partisipan siswi 17: berasal dari Tangerang, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang dokter.

Partisipan siswi 18: berasal dari Timika, Papua, umur 16 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang pegawai

pemerintah daerah.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah berdoa bersama.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai doa.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

6. KFH/

6/312

17

Siswi 9: Doa akan saya

pimpin. Marilah

berdoa. Dalam

1). Dari data ini terlihat

pemakaian bahasa Indonesia

ragam lisan formal pada

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 177: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

158

nama Bapa dan

Putera dan Roh

kudus, amin. Bapa

yang Maha rahim

dan kekal, lewat

puteraMu sang

raja kerahiman,

kami bersyukur

dan berterima

kasih atas berkat

dan

perlindunganMu,

kami Kau undang

saat ini untuk

memuji,

memuliakan, dan

berdoa kepadaMu.

Kami datang

dalam

ketakberdayaan,

lemah, namun

percakapan.

2). Pemakaian bahasa Indonesia

formal menunjukkan ragam

tinggi kaitannya dengan fungsi

bahasa digunakan untuk berdoa

(ritual keagamaan).

3). Penanda ragam formal:

penggunaan ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri sendiri

menggunakan kata saya,

penggunaan ‘imbuhan’ yang

jelas seperti pada kata berdoa,

menerima).

4). Topik percakapan: doa.

5). Situasi dan gaya (ragam)

percakapan yaitu ragam resmi

atau formal. Hubungan

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 1

anak petani kelapa sawit,

siswi 2 anak karyawan

perusahaan, siswi 3 anak

guru, siswi 4 anak karyawan

tambang, siswi 5 anak guru,

siswi 6 anak pengrajin kayu,

siswi 7 anak petani, siswi 8

anak petani, siswi 9 anak

guru, siswi 10 anak

pengrajin tenun, siswi 11

anak polisi, siswi 12 anak

pegawai rumah sakit, siswi

13 anak pedagang, siswi 14

anak apoteker, siswi 15

anak guru, siswi 16 anak

perawat rumah sakit, siswi

17 anak dokter, siswi 18

anak pegawai pemerintah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 178: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

159

dengan keyakinan

dan tulus, kami

datang berdoa

membawa intensi

doa dengan

harapan Engkau

bersihkan hati

kami. Ampunilah

keberadaan kami

yang tak layak ini.

Kami percaya

bahwa Engkau tak

memperhitungkan

dosa-dosa kami

melainkan Engkau

senantiasa

menerima dengan

penuh cinta. Doa

ini kami

persembahkan

dengan

antarpembicara adalah sesama

teman sebaya di waktu situasi

berdoa.

daerah.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). Umur; siswi 1 (18

tahun), siswi 2 (18 tahun),

siswi 3 (16 tahun), siswi 4

(15 tahun), siswi 5 (17

tahun), siswi 6 (17 tahun),

siswi 7 (17 tahun), siswi 8

(17 tahun), siswi 9 (18

tahun), siswi 10 (16 tahun),

siswi 11 (18 tahun), siswi 12

(18 tahun), siswi 13 (17

tahun), siswi 14 (17 tahun),

siswi 15 (17 tahun), siswi 16

(17 tahun), siswi 17 (17

tahun), siswi 18 (16 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 179: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

160

perantaraan Yesus

juru selamat kami,

amin.

Siswi 3: Marilah kita

mendoakan doa

jam kerahiman

halaman empat

belas.

Siswi2: Ya Yesus Engkau

telah wafat,

namun sumber

kehidupan telah

memancar bagi

jiwa-jiwa dan

terbukalah lautan

kerahiman bagi

segenap dunia. Oh

sumber

kehidupan,

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan, di

mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara dengan

bahasa Indonesia formal

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya interaksi

di Aula Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta

pada Minggu, 3 Desember

2017 pukul 17.34 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah para siswi berdoa

bersama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 180: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

161

Kerahiman Ilahi

yang tak

terselami,

naungilah segenap

dunia dan

curahkan diriMu

pada kami, Tuhan

yang Maha rahim .

. . . . . . . . . . .

Demi sengsaraMu

yang pedih kami

mohon ya Tuhan .

. . . . . . . . . . . . . . .

Catatan:

Analisis data 6 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 dan ke 2 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: dalam doa dibedakan menjadi dua,

yaitu doa rumusan dan doa spontan. Doa rumusan menggunakan variasi dari segi keformalan ragam beku (frozen), sedangkan doa spontan, dan

pengantar atau ajakan doa menggunakan ragam resmi (formal).

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 dan ke 2 menjadi:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 181: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

162

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam formal digunakan dalam pengantar

atau ajakan doa (bukti pada tuturan: “Marilah kita mendoakan doa jam kerahiman halaman empat belas”), dan bahasa Indonesia ragam formal

beku yang digunakan dalam doa rumusan ‘doa jam kerahiman’ (bukti pada tuturan: “Ya Yesus Engkau telah wafat, namun sumber kehidupan

telah memancar bagi jiwa-jiwa dan terbukalah lautan kerahiman bagi segenap dunia. Oh sumber kehidupan Kerahiman Ilahi yang tak

terselami, naungilah segenap dunia dan curahkan diriMu pada kami, ...”). Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 3, 4, dan 5

disetujui oleh triangulator.

KFH/7/31217 : Data 7.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 17.39 WIB.

Tempat : Aula Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi khidmat saat doa bersama pada sore hari.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 18 partisipan dengan inisial siswi 1, siswi, 2, siswi 3, siswi 4, siswi 5,

Siswi 6, siswi 7, siswi 8, siswi 9, siswi 10, siswi 11, siswi 12, siswi 13, siswi 14, siswi 15, siswi 16, siswi 17, siswi 18.

Partisipan siswi 1: berasal dari Kalimantan Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani

kelapa sawit.

Partisipan siswi 2: berasal dari Bintaro, Jakarta Selatan, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 182: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

163

karyawan perusahaan.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan tambang.

Partisipan siswi 5: berasal dari Tangerang Selatan, Pamulang, umur 17 tahun, kelas XII IPS 1, status sosial: anak seorang

guru.

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang pengrajin

kayu.

Partisipan siswi 7: berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani.

Partisipan siswi 8: berasal dari Bantul, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani.

Partisipan siswi 9: berasal dari Sleman, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 10: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

Partisipan siswi 11: berasal dari Jawa Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang polisi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 183: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

164

Partisipan siswi 12: berasal dari Semarang, Jawa Tengah, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pegawai rumah sakit.

Partisipan siswi 13: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

pedagang.

Partisipan siswi 14: berasal dari Metro Barat, Lampung, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

apoteker.

Partisipan siswi 15: berasal dari Kebumen, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

guru.

Partisipan siswi 16: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

perawat rumah sakit.

Partisipan siswi 17: berasal dari Tangerang, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang dokter.

Partisipan siswi 18: berasal dari Timika, Papua, umur 16 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang pegawai

pemerintah daerah.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah berdoa bersama.

pertuturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 184: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

165

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai doa sebelum makan.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

7. KFH/

7/312

17

Siswi 1: Marilah sebelum

makan kita

berdoa.

Siswi 4: Doa akan saya

pimpin. Marilah

berdoa. Selamat

sore ya Bapa, puji

dan syukur kami

haturkan

kepadaMu.

Terima kasih atas

perlindungan dan

berkatMu kepada

kami sepanjang

hari ini. Ya Bapa

1). Dari data ini terlihat

pemakaian bahasa Indonesia

ragam lisan formal pada

percakapan.

2). Pemakaian bahasa Indonesia

formal menunjukkan ragam

tinggi kaitannya dengan fungsi

bahasa digunakan untuk berdoa

(ritual keagamaan).

3). Penanda ragam formal:

penggunaan ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri sendiri

menggunakan kata saya,

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 1

anak petani kelapa sawit,

siswi 2 anak karyawan

perusahaan, siswi 3 anak

guru, siswi 4 anak karyawan

tambang, siswi 5 anak guru,

siswi 6 anak pengrajin kayu,

siswi 7 anak petani, siswi 8

anak petani, siswi 9 anak

guru, siswi 10 anak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 185: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

166

sekarang kami

akan makan,

berkatilah

makanan yang

kami akan makan,

semoga berguna

bagi jiwa dan raga

kami. Berkahilah

pula Bu Rini, Bu

Tarjo, dan suster

yang telah

menyediakannya

bagi kami.

Terpujilah Hati

Yesus yang Maha

Kudus.

Siswi2: Sekarang dan

selama-lamanya.

Amin.

Siswi 4: Dalam nama Bapa

dan Putera dan

penggunaan ‘imbuhan’ yang

jelas seperti pada kata berdoa,

berguna).

4). Topik percakapan: doa

sebelum makan.

5). Situasi dan gaya (ragam)

percakapan yaitu ragam resmi

atau formal. Hubungan

antarpembicara adalah sesama

teman sebaya di waktu situasi

berdoa.

pengrajin tenun, siswi 11

anak polisi, siswi 12 anak

pegawai rumah sakit, siswi

13 anak pedagang, siswi 14

anak apoteker, siswi 15

anak guru, siswi 16 anak

perawat rumah sakit, siswi

17 anak dokter, siswi 18

anak pegawai pemerintah

daerah.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). Umur; siswi 1 (18

tahun), siswi 2 (18 tahun),

siswi 3 (16 tahun), siswi 4

(15 tahun), siswi 5 (17

tahun), siswi 6 (17 tahun),

siswi 7 (17 tahun), siswi 8

(17 tahun), siswi 9 (18

tahun), siswi 10 (16 tahun),

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 186: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

167

Roh kudus, amin.

Siswi2: Selamat malam,

selamat makan,

semoga kenyang.

siswi 11 (18 tahun), siswi 12

(18 tahun), siswi 13 (17

tahun), siswi 14 (17 tahun),

siswi 15 (17 tahun), siswi 16

(17 tahun), siswi 17 (17

tahun), siswi 18 (16 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan, di

mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara dengan

bahasa Indonesia formal

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya interaksi

di Aula Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul, Yogyakarta

pada Minggu, 3 Desember

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 187: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

168

2017 pukul 17.39 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah para siswi berdoa

bersama.

Catatan:

Analisis data 7 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Dalam triangulasi data, analisis ini telah disetujui oleh

triangulator yang menyatakan bahwa doa spontan dan pengantar atau ajakan doa dalam percakapan atau tuturan partisipan menggunakan ragam

resmi (formal).

KFH/8/31217 : Data 8.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 17.42 WIB.

Tempat : Aula Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi evaluasi bersama usai doa.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 4 partisipan dengan inisial siswi 11, siswi 13, siswi 16, dan suster.

Partisipan siswi 11: berasal dari Jawa Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 188: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

169

Polisi.

Partisipan siswi 13: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

pedagang.

Partisipan siswi 16: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

perawat rumah sakit.

Partisipan (suster): berasal dari Bandar Lampung, umur 51 tahun, status sosial: guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah evaluasi rutin mingguan seusai doa.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai jam belajar.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

8. KFH/

8/312

17

Suster : Jam sepuluh

sampai jam dua

belas kalian jam

1). Dari data ini terlihat

pemakaian dua ragam bahasa

yaitu bahasa Jawa ragam

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 189: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

170

bebas. Jam

empat. Siapa

yang belajar

mulai tet jam

empat?

Siswi 13 : Saya.

Suster : Siapa yang

lewat?

Siswi 16 : Lewat

bagaimana

maksudnya,

Suster?

Suster : Lewat jam

empat maksute.

Siapa yang

sebelum jam

empat belajar

sudah belajar?

Siswi 11 : Hayo hayo hayo

hayo...

nonformal (bukti pada kata:

“maksute”) dan lainnya bahasa

Indonesia ragam nonformal.

Menurut ragam bahasa

berdasarkan situasi

pemakaiannya keduanya

menunjukkan ragam bahasa

lisan semiformal (tidak terlalu

formal maupun tidak pula

terlalu nonformal).

2). Penanda ragam semiformal:

penggunaan ‘kata sapaan’

kepada orang yang dihormati,

menyapa suster pamong dengan

menggunakan kata “suster”

(bukti kata sapaan “suster”

dalam kalimat: “Lewat

bagaimana maksudnya,

Suster?”), ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri menggunakan

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 11

anak polisi, siswi 13 anak

pedagang, siswi 16 anak

perawat rumah sakit, suster

pamong sebagai guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII), suster

pamong lulusan strata 1.

a3). umur; siswi 11 (18

tahun), siswi 13 (17 tahun),

siswi 16 (17 tahun), suster

pamong (51 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan, di

mana, dan mengenai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 190: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

171

kata aku dalam ragam

semiformal, ‘kata tertentu’

(maksute, hayo), dan ‘bentuk

penekan’ (tet).

3). Topik percakapan: jam

belajar. Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat evaluasi

atau renungan bersama.

4). Situasinya semiformal, gaya

atau ragam percakapannya

ragam usaha (konsultatif), sebab

pada peristiwa interaksi tersebut

berorientasi pada perbaikan

bersama untuk seluruh penghuni

asrama dalam wadah evaluasi.

5). Hubungan antarpembicara

adalah teman sesama teman,

siswi terhadap suster pamong,

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara dengan

bahasa Indonesia dan

bahasa daerah dominan

bahasa Jawa sesuai

fungsinya, siswi berbicara

kepada siswi, siswi

berbicara kepada suster

pamong, dan suster pamong

kepada siswi. Tempat

terjadinya interaksi di Aula

Asrama Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta pada

Minggu, 3 Desember 2017

pukul 17.42 WIB. Kegiatan

yang dilakukan adalah

evaluasi bersama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 191: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

172

dan suster pamong terhadap

siswi.

Catatan:

Analisis data 8 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Dalam triangulasi data, analisis ini telah disetujui oleh

triangulator yang menyatakan bahwa percakapan atau tuturan partisipan menggunakan bahasa Indonesia ragam nonformal dan bahasa Jawa

ragam nonformal, di mana keduanya apabila dikaji menurut ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya menunjukkan ragam bahasa lisan

semiformal (tidak terlalu formal maupun tidak pula terlalu nonformal).

KFH/9/31217 : Data 9.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 17.55 WIB.

Tempat : Aula Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi evaluasi bersama usai doa.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 3 partisipan dengan inisial siswi 4, siswi 5, dan suster pamong.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 192: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

173

perusahaan tambang.

Partisipan siswi 5: berasal dari Tangerang Selatan, Pamulang 2, umur 17 tahun, kelas XII IPS 1, status sosial: anak

seorang guru.

Partisipan (suster): berasal dari Bandar Lampung, umur 51 tahun, status sosial: guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah evaluasi dan renungan seusai doa.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai pentingnya berjaga-jaga.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

9. KFH/

9/312

17

Suster : Tadi, dikatakan

bahwa, opo

tadi? Yesus

datang

menjemput kita

itu kita tidak

1). Dari data ini terlihat

pemakaian dua ragam bahasa

yaitu bahasa Jawa nonformal

(bukti pada kata: “ngendi”,

“mboh”, “cilik”) dan lainnya

bahasa Indonesia ragam

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 193: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

174

tahu waktuNya.

Hari ini ada

berita duka,

yaa.. Istrinya

Pak Andre,

Paena Andreas

tadi, dengarkan!

Saya sama suster

Yusta tadi

bertemu

maksudnya mau

menengok . . . .

sebelum

meninggal . . .

karena paling

masih sakit gitu

ya . . . . lalu

sampai sana

kami tanya

ruangannya

di mana, trus

nonformal. Pemakaian

keduanya menunjukkan ragam

bahasa lisan semiformal (tidak

terlalu formal maupun tidak

pula terlalu nonformal) apabila

dikaji menurut ragam bahasa

berdasarkan situasi

pemakaiannya.

2). Penanda ragam semiformal:

penggunaan ‘kata sapaan’

kepada orang yang dihormati,

menyapa suster pamong dengan

menggunakan kata “suster”

(bukti pada kata sapaan: “Masih

mencong Suster?”), ‘kata ganti’

untuk menyebut diri

menggunakan kata aku dalam

ragam semiformal, ‘kata

tertentu’ (gak, pengen, opo, gitu,

trus, pas, mboh, cilik, dah,

anak karyawan tambang,

siswi 5 anak guru, suster

pamong sebagai guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII), suster

pamong lulusan strata 1.

a3). umur; siswi 4 (15

tahun), siswi 5 (17 tahun),

suster pamong (51 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 194: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

175

ditunjukkan . . .

di sana suster, di

sana mana . . . ,

di ruang jenazah,

lha kami kan

kaget, kok di

ruang jenazah,

padahal kemarin

. . . baru dengar

... ya maksudnya

ya .... gak

taunya tadi tadi

siang itu pas Pak

Andre, dua

anaknya itu

duduk-duduk di

bawah . . . . kok

sudah gak

bernapas lagi,

jadi kita tidak

tahu kapan

ngendi, mencong), dan ‘bentuk

penekan’ (kok, lha, kan, itu, jik,

kui).

3). Topik percakapan:

pentingnya berjaga-jaga. Fungsi

komunikasinya digunakan pada

saat evaluasi dan renungan

bersama.

4). Situasinya semiformal, gaya

atau ragam percakapannya

ragam usaha (konsultatif), sebab

pada peristiwa interaksi tersebut

berorientasi pada perbaikan

bersama untuk seluruh penghuni

asrama dalam wadah evaluasi

dan renungan.

5). Hubungan antarpembicara

adalah teman sesama teman,

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi,

siswi berbicara kepada

suster pamong, dan suster

pamong kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di Aula Asrama

Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta pada

Minggu, 3 Desember 2017

pukul 17.55 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah evaluasi dan

renungan bersama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 195: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

176

Tuhan datang

menjemput kita.

Entah itu mboh

jik cilik, SMA,

SMP, atau dah

kuliah kita gak

tahu . . . . . . . . .

Lalu sampai

sana sudah

dimandikan trus

dimasukkan peti

. . . . . . Lha

pentingnya kita

berdoa untuk

orang

meninggal,

karena orang

meninggal itu

sudah tidak bisa

apa-apa. Tidak

bisa menolong

siswi terhadap suster pamong,

dan suster pamong terhadap

siswi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 196: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

177

dirinya, tidak

bisa untuk

meminta maaf

lagi, sudah tidak

bisa. Karena

yang bisa

membantu

adalah kita-kita

yang masih . . . .

. . . . Siapa yang

punya saudara

sudah

meninggal? . . . .

didoakan setiap

hari . . . . .

karena yang bisa

menolong orang

yang sudah

meninggal

misalnya masih

di api pencucian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 197: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

178

itu adalah orang-

orang yang

masih hidup.

Maka

pentingnya . . . .

. . orang Katolik

itu ada

kehidupan

kekal. Siapa

yang pengen

masuk hidup

kekal? . . . . .

Siswi 4: Sayaa..

Siswi 5: Masuk ngendi

kui?

Suster: Tahu jalannya?

Siswi 4: Aku tau. Tapi

masih mencong.

Siswi 5: Masih mencong

Suster.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 198: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

179

Catatan:

Analisis data 9 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Dalam triangulasi data, analisis ini telah disetujui oleh

triangulator yang menyatakan bahwa percakapan atau tuturan partisipan menggunakan bahasa Indonesia ragam nonformal dan bahasa Jawa

ragam nonformal, di mana keduanya apabila dikaji menurut ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya menunjukkan ragam bahasa lisan

semiformal (tidak terlalu formal maupun tidak pula terlalu nonformal).

KFH/10/31217 : Data 10.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 18.00 WIB.

Tempat : Aula Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi evaluasi bersama usai doa.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 4 partisipan dengan inisial siswi 6, siswi 9, siswi 10, dan suster

pamong.

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang pengrajin

kayu.

Partisipan siswi 9: berasal dari Sleman, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 199: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

180

Partisipan siswi 10: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

Partisipan (suster): berasal dari Bandar Lampung, umur 51 tahun, status sosial: guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah evaluasi dan renungan seusai doa.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai tanggung jawab belajar.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

10. KFH/

10/31

217

Suster : Bukan karena ada

Romo, Suster,

kalian harus

bertanggung

jawab, dewasa

tanda petiknya yaa

. . . . . Kalian

1). Dari data ini terlihat

pemakaian dua ragam bahasa

yaitu bahasa Jawa nonformal

(bukti pada kata: “ngopo”) dan

lainnya bahasa Indonesia ragam

nonformal. Pemakaian

keduanya menunjukkan ragam

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 6

anak pengrajin kayu, siswi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 200: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

181

mempertanggung-

jawabkan apa

yang menjadi

tugas kalian.

Sekarang sebagai

siswa tugasnya

apa?

Siswi 6: Belajarrrrrrrr.

Suster : Belajar ngopo?

Siswi 9: Aku belajar rajin.

Suster : Ha? belajar tertib,

taat, disiplin, tidak

karena ada suster..

yaa!!

Siswi 10:Pelajaran, Suster.

Suster : Pelajaran juga.

Belajar pacaran itu

ya boleh tetapi yo

pacarannya . . . .

bahasa lisan semiformal (tidak

terlalu formal maupun tidak

pula terlalu nonformal) apabila

dikaji menurut ragam bahasa

berdasarkan situasi

pemakaiannya.

2). Penanda ragam semiformal:

penggunaan ‘kata sapaan’

kepada orang yang dihormati,

menyapa suster pamong dengan

menggunakan kata “suster”

(bukti pada kata sapaan:

“Pelajaran, Suster?”), ‘kata

ganti’ untuk menyebut diri

menggunakan kata aku dalam

ragam semiformal, ‘kata

tertentu’ (ngopo), dan ‘bentuk

penekan’ (yo, ha, yaa).

3). Topik percakapan: tanggung

9 anak guru, siswi 10 anak

pengrajin tenun, suster

pamong sebagai guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII), suster

pamong lulusan strata 1.

a3). umur; siswi 6 (17

tahun), siswi 9 (18 tahun),

siswi 10 (16 tahun), suster

pamong (51 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 201: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

182

jawab belajar. Fungsi

komunikasinya digunakan pada

saat evaluasi dan renungan

bersama.

4). Situasinya semiformal, gaya

atau ragam percakapannya

ragam usaha (konsultatif), sebab

pada peristiwa interaksi tersebut

berorientasi pada perbaikan

bersama untuk seluruh penghuni

asrama dalam wadah evaluasi

dan renungan.

5). Hubungan antarpembicara

adalah teman sesama teman,

siswi terhadap suster pamong,

dan suster pamong terhadap

siswi.

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi,

siswi berbicara kepada

suster pamong, dan suster

pamong kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di Aula Asrama

Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta pada

Minggu, 3 Desember 2017

pukul 18.00 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah evaluasi dan

renungan bersama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 202: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

183

Catatan:

Analisis data 10 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Dalam triangulasi data, analisis ini telah disetujui oleh

triangulator yang menyatakan bahwa percakapan atau tuturan partisipan menggunakan bahasa Indonesia ragam nonformal dan bahasa Jawa

ragam nonformal, di mana keduanya apabila dikaji menurut ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya menunjukkan ragam bahasa lisan

semiformal (tidak terlalu formal maupun tidak pula terlalu nonformal).

KFH/11/31217 : Data 11.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 18.05 WIB.

Tempat : Aula Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi evaluasi bersama usai doa.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 5 partisipan dengan inisial siswi 5, siswi 8, siswi 9, siswi 10, dan suster

pamong.

Partisipan siswi 5: berasal dari Tangerang Selatan, Pamulang 2, umur 17 tahun, kelas XII IPS 1, status sosial: anak

seorang guru.

Partisipan siswi 8: berasal dari Bantul, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 203: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

184

Partisipan siswi 9: berasal dari Sleman, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 10: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

Partisipan (suster): berasal dari Bandar Lampung, umur 51 tahun, status sosial: guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah evaluasi dan renungan seusai doa.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai belajar jujur.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

11. KFH/

11/31

217

Suster : Kemudian kalau

semua belajar,

kalian tentunya

ingin yang lebih

baik. Iya tho?

Kalian tau mana

1). Dari data ini terlihat

pemakaian dua ragam bahasa

yaitu bahasa Jawa ragam

nonformal (bukti pada kalimat:

“Sopo iki mau sing letakkan

gelas?”) dan lainnya bahasa

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 204: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

185

yang tidak baik

dan yang baik.

Tetapi jangan suka

berbohong . . . . . .

Sopo iki mau

sing letakkan

gelas? Tidak tahu .

. . . . .

Siswi 5 : Hahahahahaha . . .

Suster : Lalu ada yang

meletakkan

sendal. Ini sendal

nya siapa? Tidak

tahu.. Jawabannya

itu selalu tidak

tahu . . . . . . Mulai

sekarang saya

tidak ingin kalian

semua jawaban

yang tidak tahu.

Siswi 8 : Lha kalau tidak

Indonesia ragam nonformal.

Pemakaian keduanya

menunjukkan ragam bahasa

lisan semiformal (tidak terlalu

formal maupun tidak pula

terlalu nonformal) apabila dikaji

menurut ragam bahasa

berdasarkan situasi

pemakaiannya.

2). Penanda ragam semiformal:

penggunaan ‘kata sapaan’

kepada orang yang dihormati,

menyapa suster pamong dengan

menggunakan kata “suster”

(bukti kata sapaan pada kalimat:

“suster belajar, suster mandi

aku juga mandi”), ‘kata ganti’

untuk menyebut diri

menggunakan kata aku dalam

ragam semiformal, ‘kata

anak guru, siswi 8 anak

petani, siswi 9 anak guru,

siswi 10 anak pengrajin

tenun, suster pamong

sebagai guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII), suster

pamong lulusan strata 1.

a3). umur; siswi 5 (17

tahun), siswi 8 (17 tahun),

siswi 9 (18 tahun), siswi

10 (16 tahun), suster

pamong (51 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 205: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

186

tahu e Sus..

Suster : Dengarkan dulu.

Dengarkan dulu!

Kalau memang

bener-bener tidak

tahu ya ok, yang

tahu kamu sama

Tuhan. Apalagi

kalau tahu ya

kamu itu jujur,

jangan melindungi

temannya, salah

dilindungi terus.

Seperti tadi saya

mengatakan, nanti

yang tidak belajar

jam empat gak

usah pegang hp. . .

Saya tadi sudah

belajar, padahal,

dengarkan!

tertentu’ (gak, sopo, sendal,

bener, usah), dan ‘bentuk

penekan’ (tho, lha, e, ok).

3). Topik percakapan: belajar

jujur. Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat evaluasi

dan renungan bersama.

4). Situasinya semiformal, gaya

atau ragam percakapannya

ragam usaha (konsultatif), sebab

pada peristiwa interaksi tersebut

berorientasi pada perbaikan

bersama untuk seluruh penghuni

asrama dalam wadah evaluasi

dan renungan.

5). Hubungan antarpembicara

adalah teman sesama teman,

siswi terhadap suster pamong,

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi,

siswi berbicara kepada

suster pamong, dan suster

pamong kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di Aula Asrama

Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta pada

Minggu, 3 Desember 2017

pukul 18.05 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah evaluasi dan

renungan bersama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 206: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

187

padahal tadi saya

pulang itu

setengah empat.

Yang di ruang

makan itu hanya

Ima yang belajar.

Siswi 8 : Yeee hahahaha.

Siswi 9 : Yee Ima belajar..

Suster : Pokoknya yang

eee di ruang

makan itu Ima.

Ima nanti jam

empat kurang

sepuluh tolong di

bel. Saya masih

dengar, tetapi

yang bangun

langsung belajar

tidak . . . .

Siswi 10: . . . . . suster

belajar, suster

dan suster pamong terhadap

siswi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 207: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

188

mandi aku juga

mandi.

Siswi 5 : Hahahahaha..

Catatan:

Analisis data 11 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Dalam triangulasi data, analisis ini telah disetujui oleh

triangulator yang menyatakan bahwa percakapan atau tuturan partisipan menggunakan bahasa Indonesia ragam nonformal dan bahasa Jawa

ragam nonformal, di mana keduanya apabila dikaji menurut ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya menunjukkan ragam bahasa lisan

semiformal (tidak terlalu formal maupun tidak pula terlalu nonformal).

KFH/12/31217 : Data 12.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 18.10 WIB.

Tempat : Aula Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi evaluasi bersama usai doa.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 5 partisipan dengan inisial siswi 5, siswi 8, siswi 9, siswi 10, dan suster

pamong.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 208: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

189

Partisipan siswi 1: berasal dari Kalimantan Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani

kelapa sawit.

Partisipan siswi 10: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

Partisipan siswi 11: berasal dari Jawa Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang polisi.

Partisipan siswi 12: berasal dari Semarang, Jawa Tengah, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pegawai rumah sakit.

Partisipan (suster): berasal dari Bandar Lampung, umur 51 tahun, status sosial: guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah evaluasi dan renungan seusai doa.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai kedisiplinan.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 209: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

190

12. KFH/

12/31

217

Suster : . . . . Yaa, saya

tahu, wong e saya

aja mandi

setengah lima.

Kok setengah lima

ada yang bilang

saya tadi sudah

belajar. Opo cuma

satu jam?

Siswi 1 : Hahahahaha.

Suster : Paling tidak satu

jam belajar. Mulai

malam ini, nanti

jam tujuh tet tidak

ada yang wira-wiri

sana-sini yaa. . . . .

. . . Dah siap

karena ini masih

jam enem, nanti

setengah tujuh itu

harus segera

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kata: “wong”, “opo”,

"enem”) dan lainnya bahasa

Indonesia. Pemakaian keduanya

menunjukkan ragam bahasa

lisan semiformal (tidak terlalu

formal maupun tidak pula

terlalu nonformal).

2). Penanda ragam semiformal:

penggunaan ‘kata sapaan’

kepada orang yang dihormati,

menyapa suster pamong dengan

menggunakan kata “suster”

(bukti kata sapaan pada kalimat:

“suster gak boleh”), ‘kata ganti’

untuk menyebut diri

menggunakan kata aku dalam

ragam semiformal, ‘kata

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 1

anak petani kelapa sawit,

siswi 10 anak pengrajin

tenun, siswi 11 anak polisi,

siswi 12 anak pegawai

rumah sakit, suster

pamong sebagai guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII), suster

pamong lulusan strata 1.

a3). umur; siswi 1 (18

tahun), siswi 10 (16

tahun), siswi 11 (18

tahun), siswi 12 (18

tahun), suster pamong (51

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 210: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

191

selesai makan . . .

Siswi 1 : Okee.

Suster : Yang sering

terlambat unit dua

ini.

Siswi 1: Wuuuuuuu.

Suster : Ini yang sering

terlihat yaa,,

saling

mengingatkan.

Nanti jam tujuh

tet harus di

tempat.

Tidak ada yang

membuat minum,

tidak ada yang

membuat pop mie

atau apa itu...

Siswi 10:Suster gak boleh.

Siswi 11:Laperrr, laper toh

aku, Suss.

tertentu’ (gak, opo, wong, cuma,

laper), dan ‘bentuk penekan’

(kok, wuu ,tet, toh, e, ok).

3). Topik percakapan:

kedisiplinan. Fungsi

komunikasinya digunakan pada

saat evaluasi dan renungan

bersama.

4). Situasinya semiformal, gaya

atau ragam percakapannya

ragam usaha (konsultatif), sebab

pada peristiwa interaksi tersebut

berorientasi pada perbaikan

bersama untuk seluruh penghuni

asrama dalam wadah evaluasi

dan renungan.

5). Hubungan antarpembicara

adalah teman sesama teman,

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi,

siswi berbicara kepada

suster pamong, dan suster

pamong kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di Aula Asrama

Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 211: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

192

Suster : Jam belajar.

Menahan diri.

Siswi 1 :Haaaaa.

Siswi 12:Menahan nafsu.

Suster : Kalau kamu tidak

bisa menahankan

opo-opo ingin

diikuti-diikuti . . . .

karena ada jam

bebas . . . . .

terbalik . . . . .

siswi terhadap suster pamong,

dan suster pamong terhadap

siswi.

Minggu, 3 Desember 2017

pukul 18.10 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah evaluasi dan

renungan bersama.

Catatan:

Analisis data 12 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 212: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

193

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Ini

yang sering terlihat yaa,, saling mengingatkan. Nanti jam tujuh tet harus di tempat. Tidak ada yang membuat minum, tidak ada yang membuat

pop mie atau apa itu ...”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada kata: “wong”, “opo”, “enem”). Pemakaian keduanya menunjukkan

ragam bahasa lisan semiformal (tidak terlalu formal maupun tidak pula terlalu nonformal) apabila dikaji menurut ragam bahasa berdasarkan

situasi pemakaiannya. Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/13/31217 : Data 13.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 18.15 WIB.

Tempat : Aula Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi evaluasi bersama usai doa.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 3 partisipan dengan inisial siswi 12, siswi 18, dan suster pamong.

Partisipan siswi 12: berasal dari Semarang, Jawa Tengah, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pegawai rumah sakit.

Partisipan siswi 18: berasal dari Timika, Papua, umur 16 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang pegawai

pemerintah daerah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 213: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

194

Partisipan (suster): berasal dari Bandar Lampung, umur 51 tahun, status sosial: guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah evaluasi dan renungan seusai doa.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai pegang hp.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

13. KFH/

13/31

217

Siswi 12 : Sttttt stttt.

Suster : Nek jam

sembilan sampai

jam sepuluh

uantenge koyo .

. . .

Siswi 18 : Sunyi senyap ya

Suster ya.. .

Siswi 12 : Hahahahhahaha.

Suster : Siapa yang

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kata: “uangtenge”, “koyo”,

"nek”) dan lainnya bahasa

Indonesia. Pemakaian keduanya

menunjukkan ragam bahasa

lisan semiformal (tidak terlalu

formal maupun tidak pula

terlalu nonformal).

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 12

anak pegawai rumah sakit,

siswi 18 anak pegawai

pemerintah daerah, suster

pamong sebagai guru.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 214: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

195

pengen belajar

pegang hp?

Siswi 18 : Sayaaa!

Suster : Besok gak usah

kembali ke

asrama.

Siswi 12 : Hahahahaha.

Suster : Megi masih

pengen?

Siswi 18 : Ha? Aku?

Suster : Masih pengen?

Siswi 18 : Pengen apa?

Siswi 12 : Hahahahaha.

Suster : Belajar

pegangan hp,

kamu besok gak

usah pulang

langsung gereja

langsung gak

usah pulang ke

asrama.

2). Penanda ragam semiformal:

penggunaan ‘kata sapaan’

kepada orang yang dihormati,

menyapa suster pamong dengan

menggunakan kata “suster”

(bukti kata sapaan pada kalimat:

“Sunyi senyap ya Suster ya”),

‘kata ganti’ untuk menyebut diri

menggunakan kata aku dalam

ragam semiformal, ‘kata

tertentu’ (gak, pengen,uantenge,

koyo, usah), dan ‘bentuk

penekan’ (nek, stt).

3). Topik percakapan: pegang

hp. Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat evaluasi

dan renungan bersama.

4). Situasinya semiformal, gaya

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII), suster

pamong lulusan strata 1.

a3). umur; siswi 12 (18

tahun), siswi 18 (16

tahun), suster pamong (51

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 215: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

196

Siswi 12 : Haahahahaha.

Siswi 18 : Cuma gue...

Siswi 12 : Hahahhahaha.

atau ragam percakapannya

ragam usaha (konsultatif), sebab

pada peristiwa interaksi tersebut

berorientasi pada perbaikan

bersama untuk seluruh penghuni

asrama dalam wadah evaluasi

dan renungan.

5). Hubungan antarpembicara

adalah teman sesama teman,

siswi terhadap suster pamong,

dan suster pamong terhadap

siswi.

siswi berbicara kepada

suster pamong, dan suster

pamong kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di Aula Asrama

Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta pada

Minggu, 3 Desember 2017

pukul 18.15 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah evaluasi dan

renungan bersama.

Catatan:

Analisis data 13 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 216: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

197

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan:

“Belajar pegangan hp, kamu besok gak usah pulang langsung gereja langsung gak usah pulang ke asrama”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko

(bukti pada kata: “koyo”, “nek”). Pemakaian keduanya menunjukkan ragam bahasa lisan semiformal (tidak terlalu formal maupun tidak pula

terlalu nonformal) apabila dikaji menurut ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya. Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada

poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/14/31217 : Data 14.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 18.20 WIB.

Tempat : Aula Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi evaluasi bersama usai doa.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 4 partisipan dengan inisial siswi 3, siswi 12, siswi 13, dan suster

pamong.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 12: berasal dari Semarang, Jawa Tengah, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pegawai rumah sakit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 217: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

198

Partisipan siswi 13: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

pedagang.

Partisipan (suster): berasal dari Bandar Lampung, umur 51 tahun, status sosial: guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah evaluasi dan renungan seusai doa.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai tertib peraturan.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

14. KFH/

14/31

217

Suster : Peraturan ya.

Peraturan dibuat

supaya kalian

menjadi sukses.

Siswi 3 : Ooooh aku gitu.

Suster : Ya tidak..

Siswi 3 : Yaaa benar

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kata: “nek”, “dosane”) dan

lainnya bahasa Indonesia.

Pemakaian keduanya

menunjukkan ragam bahasa

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 3

anak guru, siswi 12 anak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 218: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

199

suster.

Suster : Coba tanya

Mbak Shinta itu,

Mbak Shinta

juga asrama . . . .

Siswi 12 : Mbaknya bilang

dulu.

Siswi 13 : Duluuuuu.

Suster : Ya. Makanya . .

Siswi 3 : Hahahaha...

Suster : Jangan merasa

tertekan atau . . .

. . tidak kerasan.

Peraturan itu

dibuat untuk

kalian, bukan

kalian untuk

peraturan. Kalau

kalian mematuhi

tata tertib.

Siswi 3 : Stttt!!! e, e, e!!!

lisan semiformal (tidak terlalu

formal maupun tidak pula

terlalu nonformal).

2). Penanda ragam semiformal:

penggunaan ‘kata sapaan’

kepada orang yang dihormati,

menyapa suster pamong dengan

menggunakan kata “suster”

(bukti kata sapaan pada kalimat:

“Yaaa benar suster”), ‘kata

ganti’ untuk menyebut diri

menggunakan kata aku dalam

ragam semiformal, ‘kata

tertentu’ (inget, dosane, ngomel,

bilang, dulu), dan ‘bentuk

penekan’ (nek, stt, oh, e, yo, tho,

hu).

3). Topik percakapan: tertib

peraturan. Fungsi

pegawai rumah sakit, siswi

13 anak pedagang, suster

pamong sebagai guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII), suster

pamong lulusan strata 1.

a3). umur; siswi 3 (16

tahun), siswi 12 (18

tahun), siswi 13 (17

tahun), suster pamong (51

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 219: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

200

Suster : Kalau kalian

mematuhi tata

tertib

mengurangi

cerewetnya

suster,

mengurangi

dosane suster,

tapi nek kalian

tu salah terus

nambah dosane

suster, yo tho,

ngomel terus.

Kalian tertib! Ini

mulai diingat-

ingat, mulai di . .

. . nanti kalau

hujan kalian

tidur sedangkan

. . . . ada

beberapa . . .

komunikasinya digunakan pada

saat evaluasi dan renungan

bersama.

4). Situasinya semiformal, gaya

atau ragam percakapannya

ragam usaha (konsultatif), sebab

pada peristiwa interaksi tersebut

berorientasi pada perbaikan

bersama untuk seluruh penghuni

asrama dalam wadah evaluasi

dan renungan.

5). Hubungan antarpembicara

adalah teman sesama teman,

siswi terhadap suster pamong,

dan suster pamong terhadap

siswi.

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi,

siswi berbicara kepada

suster pamong, dan suster

pamong kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di Aula Asrama

Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta pada

Minggu, 3 Desember 2017

pukul 18.20 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah evaluasi dan

renungan bersama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 220: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

201

Siswi 3 : Huuuuuu.

Siswi 12 : Diinget-inget...

Siswi 3 : Stttt...

Catatan:

Analisis data 14 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan:

“Mbaknya bilang dulu.”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada kata: “nek”, “dosane”). Pemakaian keduanya menunjukkan ragam

bahasa lisan semiformal (tidak terlalu formal maupun tidak pula terlalu nonformal) apabila dikaji menurut ragam bahasa berdasarkan situasi

pemakaiannya. Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/15/31217 : Data 15.

Konteks :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 221: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

202

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 18.25 WIB.

Tempat : Aula Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi evaluasi bersama usai doa.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 4 partisipan dengan inisial siswi 10, siswi 13, siswi 17, dan suster

pamong.

Partisipan siswi 10: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

Partisipan siswi 13: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

pedagang.

Partisipan siswi 17: berasal dari Tangerang, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang dokter.

Partisipan (suster): berasal dari Bandar Lampung, umur 51 tahun, status sosial: guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah evaluasi dan renungan seusai doa.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai susuh manuk.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 222: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

203

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

15. KFH/

15/31

217

Suster : Lalu rapi...

Kalau hari

Minggu kan

kalian mau

berdoa

tujuannya

kesini, mosok

ada yang tidak

sisir rambut.

Yang merasa

saja. Tapi ada . .

. . . .

Siswi 17 : Huuuuuuu.

Siswi 13 : Selfi.. selfi..

Siswi 17 : Hahahahaha.

Suster : Koyo susuh

manuk gitu

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Koyo susuh

manuk”, pada kata “mosok”)

dan lainnya bahasa Indonesia.

Pemakaian keduanya

menunjukkan ragam bahasa

lisan semiformal (tidak terlalu

formal maupun tidak pula

terlalu nonformal).

2). Penanda ragam semiformal:

penggunaan ‘kata sapaan’

kepada orang yang dihormati,

menyapa suster pamong dengan

menggunakan kata “suster”

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 10

anak pengrajin tenun,

siswi 13 anak pedagang,

siswi 17 anak dokter,

suster pamong sebagai

guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII), suster

pamong lulusan strata 1.

a3). umur; siswi 10 (16

tahun), siswi 13 (17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 223: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

204

lho..

Siswi 10 : Susuh manuk

itu opo lagi. Aku

tak paham.

Siswi 17 : Hahahahha.

Suster : Ini dengarkan..

Susuh manuk

itu sarang yang

untuk tidur

burung itu lohh..

Siswi 17 : Hahahhaha

huuuuu..

Suster : Rambutnya

Megi itu kalau

tidak disisiri

nanti bisa ada

burung yang

kesasar masuk . .

. . . . .

Siswi 17 : Suster ini lucu

sekali, hahaha.

(bukti kata sapaan pada kalimat:

“Suster ini lucu sekali,

hahaha”), ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri menggunakan

kata (aku), ‘kata tertentu’

(mosok, selfi, koyo,

susuh,manuk, opo, kesasar), dan

‘bentuk penekan’ (loh, tak).

3). Topik percakapan: susuh

manuk. Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat evaluasi

dan renungan bersama.

4). Situasinya semiformal, gaya

atau ragam percakapannya

ragam usaha (konsultatif), sebab

pada peristiwa interaksi tersebut

berorientasi pada perbaikan

bersama untuk seluruh penghuni

asrama dalam wadah evaluasi

tahun), siswi 17 (17

tahun), suster pamong (51

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi,

siswi berbicara kepada

suster pamong, dan suster

pamong kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di Aula Asrama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 224: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

205

dan renungan.

5). Hubungan antarpembicara

adalah teman sesama teman,

siswi terhadap suster pamong,

dan suster pamong terhadap

siswi.

Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta pada

Minggu, 3 Desember 2017

pukul 18.25 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah evaluasi dan

renungan bersama.

Catatan:

Analisis data 15 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Ini

dengarkan.. Susuh manuk itu sarang yang untuk tidur burung itu lohh..”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Koyo susuh

manuk”, pada kata “mosok”). Pemakaian keduanya menunjukkan ragam bahasa lisan semiformal (tidak terlalu formal maupun tidak pula terlalu

nonformal) apabila dikaji menurut ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya. Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2,

3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 225: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

206

KFH/16/31217 : Data 16.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 18.30 WIB.

Tempat : Aula Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi evaluasi bersama usai doa.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 9 partisipan dengan inisial siswi 2, siswi 6, siswi 8, siswi 9, siswi 10,

siswi 13, siswi 14, siswi 15,dan suster pamong.

Partisipan siswi 2: berasal dari Jakarta Selatan, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan.

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang pengrajin

kayu.

Partisipan siswi 8: berasal dari Bantul, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani.

Partisipan siswi 9: berasal dari Sleman, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 10: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 226: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

207

Partisipan siswi 13: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

pedagang.

Partisipan siswi 14: berasal dari Lampung, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang apoteker.

Partisipan siswi 15: berasal dari Kebumen, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

guru.

Partisipan (suster): berasal dari Bandar Lampung, umur 51 tahun, status sosial: guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah evaluasi dan renungan seusai doa.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai tertib peraturan.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

16. KFH/

16/31

217

Suster : Maka . . . . kita

semua belajar

lagi dan tertib!

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 227: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

208

Kemudian

sekarang ini kan

musim hujan.

Siswi 13 : Sudah enggak e

Suster.

Suster : Ya memang hari

ini panas. Lalu

tolong kalau

sudah kering

pakaiannya

diambil!

Siswi 14 : Diangkat.

Suster : Lalu kalau

jemur, temannya

itu sudah kering

maksudnya

celana bajumu

kering ya tolong

disingkarkan

jangan

ditempeli. Saya

pada kata: “guwak”, “opo”,

“separo”) dan lainnya bahasa

Indonesia. Pemakaian keduanya

menunjukkan ragam bahasa

lisan semiformal (tidak terlalu

formal maupun tidak pula

terlalu nonformal).

2). Penanda ragam semiformal:

penggunaan ‘kata sapaan’

kepada orang yang dihormati,

menyapa suster pamong dengan

menggunakan kata “suster”

(bukti kata sapaan pada kalimat:

“Sudah enggak e Suster”), ‘kata

ganti’ untuk menyebut diri

menggunakan kata (aku), ‘kata

tertentu’ (enggak, gak, ndak,

separo, tempeli, usah, leti,

centel, samper, opo, guwak),

dan ‘bentuk penekan’ (lho, kan,

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 2

anak karyawan

perusahaan, siswi 6 anak

pengrajin kayu, siswi 8

anak petani, siswi 9 anak

guru, siswi 10 anak

pengrajin tenun, siswi 13

anak pedagang, siswi 14

anak apoteker, siswi 15

anak guru, suster pamong

sebagai guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII), suster

pamong lulusan strata 1.

a3). umur; siswi 2 (18

tahun), siswi 6 (17 tahun),

siswi 8 (17 tahun), Siswi 9

(18 tahun), siswi 10 (16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 228: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

209

tadi pagi itu mau

seterika, padahal

sudah tak

pinggirkan sini,

eh yang separo

sini basah

semua.

Siswi 15 : Hahahahahaha.

Siapa e Sus?

Suster : Saya malam-

malam itu

menyempatkan

diri untuk

seterika. Tolong

yaa.. Bukan

hanya saya.

Maka hal itu,

kan maksudnya

satu deret itu

kan gak usah

dilet-leti ya . . . .

tak, eh, e).

3). Topik percakapan: tertib

peraturan. Fungsi

komunikasinya digunakan pada

saat evaluasi dan renungan

bersama.

4). Situasinya semiformal, gaya

atau ragam percakapannya

ragam usaha (konsultatif), sebab

pada peristiwa interaksi tersebut

berorientasi pada perbaikan

bersama untuk seluruh penghuni

asrama dalam wadah evaluasi

dan renungan.

5). Hubungan antarpembicara

adalah teman sesama teman,

siswi terhadap suster pamong,

dan suster pamong terhadap

tahun), siswi 13 (17

tahun), siswi 14 (17

tahun), siswi 15 (17

tahun), suster pamong (51

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi,

siswi berbicara kepada

suster pamong, dan suster

pamong kepada siswi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 229: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

210

tapi kalau

pakaian yang

panjang-panjang

itu kan nempel

dengan yang

basah itu kan . . .

. . . . . . . lalu

pakaian yang

sudah tidak

dipakai

misalnya, sudah

tidak dipakai

lagi . . . . lalu

diletakkan di

ember! jangan

dicentel-

centelke, . . . .

disamperke di

tempat opo

tangga untuk

naik yang

siswi. Tempat terjadinya

interaksi di Aula Asrama

Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta pada

Minggu, 3 Desember 2017

pukul 18.30 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah evaluasi dan

renungan bersama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 230: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

211

tempat tidur itu

lho, yaa.. Tidak

ada yang di situ.

Besok, eh maaf,

nanti malem

kalau masih ada

disitu tak ambil

tak guwak, unit,

unit satu unit

dua biar Suster

Yosefia . . . .

unit dua, ha?

Siswi 10: Di mana Sus?

Suster : Di tempat tidur

itu lho...

Siswi 9 : Oh yayayaya.

Siswi 6 : Tauuu aku..

Suster 2 : . . . . ndak

sampai sepuluh

baju . . . . . .

Siswi 9 : Huuuuuu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 231: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

212

Siswi 8 : Gak usah

nunjuk.

Catatan:

Analisis data 16 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan:

“Sudah enggak e Suster”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada kata “guwak”, “opo”, “separo”). Pemakaian keduanya menunjukkan

ragam bahasa lisan semiformal (tidak terlalu formal maupun tidak pula terlalu nonformal) apabila dikaji menurut ragam bahasa berdasarkan

situasi pemakaiannya. Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/17/31217 : Data 17.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 18.40 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 232: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

213

Tempat : Aula Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi evaluasi bersama usai doa.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 3 partisipan dengan inisial siswi 4, siswi 15, dan suster pamong.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

Perusahaan tambang.

Partisipan siswi 15: berasal dari Kebumen, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

guru.

Partisipan (suster): berasal dari Bandar Lampung, umur 51 tahun, status sosial: guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah evaluasi dan renungan seusai doa.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai kesadaran diri.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 233: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

214

17. KFH/

17/31

217

Suster : Lalu tempat

sabun yang

sampai, yang

sampai licin-

licin itu tolong

dicuci gak usah

nunggu hari

Sabtu atau satu

bulan atau dua

bulan kalau

kalian itu opo di

tempat sabun

dan lain-lain itu

basah coba

kamu bau

kamu cium gini

rak bau tho, ya

gak?

Siswi 4 : Ya suster, bau

sekali.

Suster : Maka selalu

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “opo ono setan

nggowo barang e”) dan lainnya

bahasa Indonesia. Pemakaian

keduanya menunjukkan ragam

bahasa lisan semiformal (tidak

terlalu formal maupun tidak

pula terlalu nonformal).

2). Penanda ragam semiformal:

penggunaan ‘kata sapaan’

kepada orang yang dihormati,

menyapa suster pamong dengan

menggunakan kata “suster”

(bukti kata sapaan pada kalimat:

“Ya suster, bau sekali”), ‘kata

ganti’ untuk menyebut diri

menggunakan kata (aku), ‘kata

tertentu’ (gak, opo, usah,

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 4

anak karyawan perusahaan

tambang, siswi 15 anak

guru, suster pamong

sebagai guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII), suster

pamong lulusan strata 1.

a3). umur; siswi 4 (15

tahun), siswi 15 (17

tahun), suster pamong (51

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 234: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

215

kering, yaa!

Kalau bisa ya . .

. . . yang gak

usah beli lagi,

maksudnya

kalau basah yo

dibuang. Maka

kita coba . . . itu

bahwa kita itu

nanti . . . . .

nanti punya

uang dimana-

mana kurang

dari dua ratus

ribu yo gak jadi

satu juta. . . .

dari sekarang.

Ngopo-ngopo

nyuci barangnya

sendiri mosok

gak tau, yaa..

nunggu, gini, rak, ngopo, nyuci,

sama, gimana, tau, mosok, ono,

gowo, cepet, neng, kono), dan

‘bentuk penekan’ (tho, yo, e).

3). Topik percakapan: kesadaran

diri. Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat evaluasi

dan renungan bersama.

4). Situasinya semiformal, gaya

atau ragam percakapannya

ragam usaha (konsultatif), sebab

pada peristiwa interaksi tersebut

berorientasi pada perbaikan

bersama untuk seluruh penghuni

asrama dalam wadah evaluasi

dan renungan.

5). Hubungan antarpembicara

adalah teman sesama teman,

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi,

siswi berbicara kepada

suster pamong, dan suster

pamong kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di Aula Asrama

Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta pada

Minggu, 3 Desember 2017

pukul 18.40 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah evaluasi dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 235: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

216

Ditanyain ini

bajunya siapa,

padahal satu

unit, . . . opo

ono setan

nggowo barang

e.

Siswi 15: Wahahahhaa..

Tuyul. Tuyul..

Suster : Yang sering itu

di tempat

seterikaan.

Kadang

mungkin mau

ganti atau mau

gimana . . . .

mau cepet-cepet

ditinggal di situ,

karena kurang

lima menit mau

berangkat ke

siswi terhadap suster pamong,

dan suster pamong terhadap

siswi.

renungan bersama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 236: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

217

gereja pakaian

dalamnya

ketinggal neng

kono..

Siswi 15: Hahahaha siapa

itu.

Suster : Lha itu

memalukan yaa..

Kolor sama bh .

. . .

Siswi 15: Hahahhaha aku.

Suster : . . . . . gerbang

itu ada orang

yang lewat itu

biar diambil.

Siswi 15: Hahahhhaa..

Huuuu...

Hahahha.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 237: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

218

Catatan:

Analisis data 17 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Lalu

tempat sabun yang sampai, yang sampai licin-licin itu tolong dicuci gak usah nunggu hari Sabtu atau satu bulan atau dua bulan kalau kalian itu

. . .”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan “Opo ono setan nggowo barang e”). Pemakaian keduanya menunjukkan ragam

bahasa lisan semiformal (tidak terlalu formal maupun tidak pula terlalu nonformal) apabila dikaji menurut ragam bahasa berdasarkan situasi

pemakaiannya. Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/18/31217 : Data 18.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 18.45 WIB.

Tempat : Aula Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi evaluasi bersama usai doa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 238: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

219

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 3 partisipan dengan inisial siswi 7, siswi 17, dan suster pamong.

Partisipan siswi 7: berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani.

Partisipan siswi 17: berasal dari Tangerang, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang dokter.

Partisipan (suster): berasal dari Bandar Lampung, umur 51 tahun, status sosial: guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah evaluasi dan renungan seusai doa.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai mandiri.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

18. KFH/

18/31

217

Suster : Ya. Itu, mulai

malam ini ada

suster maupun

tidak ada suster

1). Dari data ini terlihat

pemakaian bahasa Indonesia

ragam lisan formal pada

percakapan.

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 239: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

220

belajarnya harus

ditambah!

Siswi 7 : Baik suster, saya

siap.

Suster : Bagus. Siap-siap

yaa.. Selamat

makan

semuanya.

Siswi 17: Selamat makan

Suster, semoga

kenyang.

2). Pemakaian bahasa Indonesia

formal menunjukkan ragam

tinggi kaitannya dengan fungsi

bahasa digunakan untuk

berbicara dengan orang yang

lebih tua dan dihormati (siswi

berkomunikasi dengan suster

pamong saat suster sedang

memberi nasihat kepada siswi).

3). Penanda ragam formal:

penggunaan ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri sendiri

menggunakan kata saya,

penggunaan ‘imbuhan’ yang

jelas seperti pada kata ditambah.

4). Topik percakapan: mandiri.

5). Situasi dan gaya (ragam)

antaranya;

a1). status sosial; siswi 7

anak petani, siswi 17 anak

dokter, suster pamong

sebagai guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII), suster

pamong lulusan strata 1.

a3). Umur; siswi 7 (17

tahun), siswi 17 (17

tahun), suster pamong (51

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 240: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

221

percakapan yaitu ragam resmi

atau formal. Hubungan

antarpembicara adalah siswi

dengan suster pamong.

dengan bahasa Indonesia

formal sesuai fungsinya,

siswi berbicara kepada

suster pamong dan suster

pamong berbicara kepada

siswi. Tempat terjadinya

interaksi di Aula Asrama

Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta pada

Minggu, 3 Desember 2017

pukul 18.45 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

evaluasi dan renungan

bersama.

Catatan:

Analisis data 18 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Dalam triangulasi data, analisis ini telah disetujui oleh

triangulator yang menyatakan bahwa tuturan suster pamong saat menyampaikan nasihat kepada siswi, kaitannya pula siswi menaruh rasa hormat

kepada suster pamong yang dituakan, maka terbukti siswi menggunakan bahasa Indonesia ragam formal untuk berbicara kepada suster pamong

saat siswi sedang diberi nasihat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 241: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

222

KFH/19/31217 : Data 19.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 18.50 WIB.

Tempat : Ruang makan Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi persiapan makan malam.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 6 partisipan dengan inisial siswi 1, siswi 2, siswi 3, siswi 4, siswi 5,

dan siswi 6.

Partisipan siswi 1: berasal dari Kalimantan Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani

kelapa sawit.

Partisipan siswi 2: berasal dari Jakarta Selatan, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan tambang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 242: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

223

Partisipan siswi 5: berasal dari Tangerang Selatan, umur 17 tahun, kelas XII IPS 1, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang pengrajin

kayu.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi membereskan barang-barang dan bersiap untuk

pertuturan makan malam.

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai beresin buku.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

19. KFH/

19/31

217

Siswi 1: Ini punya siapa?

Siswi 2: Punya aku.

Siswi 1: Gak tau diri loh.

Siswi 2: Hahahahaha.

Siswi 3: Apa Tina?

Siswi 4: Tak kiro kowe

arep ngopeni

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Tak kiro kowe

arep ngopeni bukuku jebul . . .”)

dan lainnya bahasa Indonesia.

Pemakaian keduanya

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 1

anak petani kelapa sawit,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 243: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

224

bukuku jebul . . .

Siswi 5: Ini siapa punya

lagi ni ah? Jorok

tenan ik.

Siswi 6: Tak kirain kamu

mau ini

namanya.

Siswi 5: Beresin!!.

Siswi 6: Beresin buku . . ?

Siswi 5: Bahasa Indonesia

dong!

Siswi 6: Hahahahaha.

menunjukkan ragam bahasa

lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

(bukti pada kata sapaan: “Apa

Tina?” dan kata sapaan

“Kowe”), ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri menggunakan

kata aku, ‘kata tertentu’ (gak,

kiro, kowe, arep, jebul, tenan,

beresin), dan ‘bentuk penekan’

(loh, tak, dong, ik, ni, ah).

3). Topik percakapan: beresin

buku. Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat persiapan

makan malam.

siswi 2 anak karyawan

perusahaan, siswi 3 anak

guru, siswi 4 anak

karyawan perusahaan

tambang, siswi 5 anak

guru, siswi 6 anak

pengrajin kayu.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 1 (18

tahun), siswi 2 (18 tahun),

siswi 3 (16 tahun), siswi 4

(umur 15 tahun), siswi 5

(17 tahun), siswi 6 (17

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 244: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

225

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang makan

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Minggu,

3 Desember 2017 pukul

18.50 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi persiapan untuk

makan malam dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 245: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

226

Catatan:

Analisis data 19 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Tak

kirain kamu mau ini namanya”), dan bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Tak kiro kowe arep ngopeni bukuku jebul ...”).

Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/20/31217 : Data 20.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 18.55 WIB.

Tempat : Ruang makan Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi makan malam.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 7 partisipan dengan inisial siswi 1, siswi 3, siswi 4, siswi 5, siswi 6,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 246: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

227

siswi 7, siswi 8.

Partisipan siswi 1: berasal dari Kalimantan Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani

kelapa sawit.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan tambang.

Partisipan siswi 5: berasal dari Tangerang Selatan, umur 17 tahun kelas XII IPS 1, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang pengrajin

kayu.

Partisipan siswi 7: berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, umur 17 tahun,kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani.

Partisipan siswi 8: berasal dari Bantul, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang makan malam.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai ayam.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 247: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

228

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

20. KFH/

20/31

217

Siswi 5: Pasha, ni ayam

diapain eh?

Siswi 6: Dikecap itu.

Siswi 7: Dah dibagiin

sama rata.

Siswi 4: Aku mau cabe

dong..

Siswi 5: Cabe..

Siswi 8: Ini mbaknya.

Siswi 7: Cabe.

Siswi 1: Pedes gak ni?

Siswi 5: Gak tau.

Siswi 1: Setengah tujuh

suruh selesai.

Siswi 3: Heee sepuluh

menit makan.

1). Dari data ini terlihat

pemakaian bahasa Indonesia

ragam lisan nonformal pada

percakapan.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya (bukti pada

kata sapaan: “Pasha, ni ayam

diapain eh?”), ‘kata ganti’

untuk menyebut diri

menggunakan kata aku, ‘kata

tertentu’ (gak, cabe, dah, pedes,

tau), ‘bentuk penekan’ (dong,

ni, eh).

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 1

anak petani kelapa sawit,

siswi 3 anak guru, siswi 4

anak karyawan perusahaan

tambang, siswi 5 anak

guru, siswi 6 anak

pengrajin kayu, siswi 7

anak petani, siswi 8 anak

petani.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 248: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

229

Siswi 1: Hahahahaha.

3). Topik percakapan: ayam.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

makan malam.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 1 (18

tahun), siswi 3 (16 tahun),

siswi 4 (15 tahun), siswi 5

(17 tahun), siswi 6 (17

tahun), siswi 7 (17 tahun),

siswi 8 (17 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

ragam nonformal sesuai

fungsinya, siswi berbicara

kepada siswi. Tempat

terjadinya interaksi di

ruang makan Asrama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 249: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

230

Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta pada

Minggu, 3 Desember 2017

pukul 18.55 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah para siswi sedang

makan malam dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

Catatan:

Analisis data 20 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Dalam triangulasi data, analisis ini telah disetujui oleh

triangulator yang menyatakan bahwa tuturan para siswi terbukti menggunakan bahasa Indonesia ragam lisan nonformal, di mana ciri atau

penandanya tersebut menunjukkan adanya fenomena diglosia.

KFH/21/31217 : Data 21.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 19.00 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 250: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

231

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi santai usai makan malam.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 3 partisipan dengan inisial siswi 1, siswi 2, dan siswi 3.

Partisipan siswi 1: berasal dari Kalimantan Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani

kelapa sawit.

Partisipan siswi 2: berasal dari Jakarta Selatan, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang santai usai makan malam.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai air panas.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

21. KFH/ Siswi 1: Nining. 1). Dari data ini terlihat Faktor terjadinya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 251: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

232

21/31

217

Siswi 2: Ning, ning, ning,

ning, nanti kalau

airnya sudah

panas panggil yaa!

Siswi 3: Jangan, jangan,

jangan, jangan..!

Siswi 2: Harus mau lah..

Siswi 3: Hahahaha, yo

mengko tak jeluk.

Siswi 2: Iya, pokoknya

kalau airnya udah

panas panggil aku

ya!

Siswi 3: Iyo.

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Hahahaha, yo

mengko tak jeluk”) dan lainnya

bahasa Indonesia. Pemakaian

keduanya menunjukkan ragam

bahasa lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya (bukti pada

kata sapaan: “Ning, ning, ning,

ning, nanti kalau airnya sudah

panas panggil yaa!”), ‘kata

ganti’ untuk menyebut diri

menggunakan kata aku, ‘kata

tertentu’ (udah, iyo, jeluk,

mengko), ‘bentuk penekan’ (lah,

yo, tak).

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 1

anak petani kelapa sawit,

siswi 2 anak karyawan

perusahaan, siswi 3 anak

guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 1 (18

tahun), siswi 2 (18 tahun),

siswi 3 (16 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 252: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

233

3). Topik percakapan: air panas.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

sedang santai seusai makan

malam.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Minggu,

3 Desember 2017 pukul

19.00 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi sedang santai usai

makan malam dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 253: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

234

Catatan:

Analisis data 21 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Iya,

pokoknya kalau airnya udah panas panggil aku ya!”), dan bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Hahahaha, yo mengko tak

jeluk”). Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/22/31217 : Data 22.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 19.05 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi santai usai makan malam.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 6 partisipan dengan inisial siswi 1, siswi 3, dan siswi 4, siswi 5, siswi

7, siswi 8.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 254: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

235

Partisipan siswi 1: berasal dari Kalimantan Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani

kelapa sawit.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan tambang.

Partisipan siswi 5: berasal dari Tangerang Selatan, umur 17 tahun, kelas XII IPS 1, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 7: berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani.

Partisipan siswi 8: berasal dari Bantul, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang santai usai makan malam.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai pisang ambon.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Triangulator

Komentar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 255: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

236

Variasi Bahasa Setuju

Tidak

setuju

22. KFH/

22/31

217

Siswi 4: Gedhe banget..

Siswi 5: Gak enak.

Siswi 8: Kayak ambon..

Siswi 7: Hahaha buset

hahaha.

Siswi 1: Apa e?

Siswi 3: Emang pisang

ambon.

Siswi 8: Gak papa, cuma

ngasih tau doang.

Siswi 3: Hahahahahaha

ealah.

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Hahahaha, yo

mengko tak jeluk”) dan lainnya

bahasa Indonesia. Pemakaian

keduanya menunjukkan ragam

bahasa lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya (bukti pada

kata sapaan: “Ning, ning, ning,

ning, nanti kalau airnya sudah

panas panggil yaa!”), ‘kata

ganti’ untuk menyebut diri

menggunakan kata aku, ‘kata

tertentu’ (udah, iyo, jeluk,

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 1

anak petani kelapa sawit,

siswi 3 anak guru, siswi 4

anak karyawan perusahaan

tambang, siswi 5 anak

guru, siswi 7 anak petani,

siswi 8 anak petani.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 1 (18

tahun), siswi 3 (16 tahun),

siswi 4 (15 tahun), siswi 5

(17 tahun), siswi 7 (17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 256: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

237

mengko, ealah), ‘bentuk

penekan’ (lah, yo, tak).

3). Topik percakapan: air panas.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

sedang santai seusai makan

malam.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

tahun), siswi 8 (17 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Minggu,

3 Desember 2017 pukul

19.05 WIB. Kegiatan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 257: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

238

dilakukan adalah para

siswi sedang santai usai

makan malam dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

Catatan:

Analisis data 22 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Gak

papa, cuma ngasih tau doang”), dan bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Hahahaha, yo mengko tak jeluk”). Sementara

analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/23/31217 : Data 23.

Konteks :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 258: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

239

Waktu : Minggu malam, 3 Desember 2017, pukul 19.10 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi persiapan belajar malam.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 4 partisipan dengan inisial siswi 1, siswi 2, siswi 3, dan siswi 4.

Partisipan siswi 1: berasal dari Kalimantan Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani

kelapa sawit.

Partisipan siswi 2: berasal dari Jakarta Selatan, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan tambang.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang persiapan untuk belajar malam.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai susu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 259: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

240

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

23. KFH/

23/31

217

Siswi 1: Oni, Oni gak mau

kan?

Siswi 2: Oni?

Siswi 3: Aku, aku nyicip!

Siswi 4: Keluar yo?

Siswi 2: Ho’o yoo..

Siswi 3: Minta susumu!

Siswi 1: Endi susu?

Siswi 3: Minta susumu!

Siswi 1: Gak bisa

dicelupin.

Siswi 2: Eh aku pinjem.

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kata: “endi”) dan lainnya

bahasa Indonesia. Pemakaian

keduanya menunjukkan ragam

bahasa lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya (bukti pada

kata sapaan: “Oni, Oni gak mau

kan?”), ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri menggunakan

kata aku, ‘kata tertentu’ (gak,

nyicip, endi, pinjem), ‘bentuk

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 1

anak petani kelapa sawit,

siswi 2 anak karyawan

perusahaan, siswi 3 anak

guru, siswi 4 anak

karyawan perusahaan

tambang.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 1 (18

tahun), siswi 2 (18 tahun),

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 260: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

241

penekan’ (kan, yo, ho’o, eh ).

3). Topik percakapan: susu.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

sedang persiapan untuk belajar

malam.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

siswi 3 (16 tahun), siswi 4

(15 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Minggu,

3 Desember 2017 pukul

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 261: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

242

19.10 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi sedang persiapan

untuk belajar malam dan

terlibat percakapan dalam

situasi santai.

Catatan:

Analisis data 23 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Oni,

Oni gak mau kan?”), dan bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada kata: “endi”). Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke

2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/24/31217 : Data 24.

Konteks :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 262: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

243

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 19.15 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi belajar malam.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 5 partisipan dengan inisial siswi 1, siswi 2, siswi 3, siswi 7, dan suster

pamong.

Partisipan siswi 1: berasal dari Kalimantan Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani

kelapa sawit.

Partisipan siswi 2: berasal dari Jakarta Selatan, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 7: berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani.

Partisipan (suster): berasal dari Bandar Lampung, umur 51 tahun, status sosial: guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang belajar malam.

pertuturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 263: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

244

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai belajar.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

24. KFH/

24/31

217

Suster: Belajar! Belajar,

jam berapa?

Siswi 1: Tujuh.

Suster: Nek ngono

sing pegang hp

mung sepuluh

menit.

Siswi 2: Sasaa!! Sasa,

dipanggil Suster!!

Siswi 3: Aku dipanggil.

Aduh kenapa ya?

Suster: Iki nek do mangan

ngene ki. Mlebu

neng kuping po ra

bahaya.

Siswi 7: Iya bener Suster,

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Iki nek dho

mangan ngene ki. Mlebu neng

kuping po ra bahaya.”) dan

lainnya bahasa Indonesia.

Pemakaian keduanya

menunjukkan ragam bahasa

lisan semiformal (tidak terlalu

formal maupun tidak pula

terlalu nonformal).

2). Penanda ragam semiformal:

penggunaan ‘kata sapaan’

kepada orang yang dihormati,

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 1

anak petani kelapa sawit,

siswi 2 anak karyawan

perusahaan, siswi 3 anak

guru, siswi 7 anak petani,

dan suster pamong sebagai

guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII), suster

pamong lulusan strata 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 264: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

245

maaf ya Suster.

menyapa suster pamong dengan

menggunakan kata “suster”

(bukti pada kata sapaan: “Iya

bener Suster, maaf ya Suster”),

‘kata ganti’ untuk menyebut diri

menggunakan kata aku dalam

ragam semiformal, ‘kata

tertentu’ (ngono, sing, mung,

mangan, ngene, mlebu, bener),

dan ‘bentuk penekan’ (nek, ki,

ra, dho).

3). Topik percakapan: belajar.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat belajar

malam bersama.

4). Situasinya semiformal, gaya

atau ragam percakapannya

ragam usaha (konsultatif).

a3). umur; siswi 1 (18

tahun), siswi 2 (18 tahun),

siswi 3 (16 tahun), siswi 7

(17 tahun), suster pamong

(51 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi,

siswi berbicara kepada

suster pamong, dan suster

pamong berbicara kepada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 265: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

246

5). Hubungan antarpembicara

adalah teman sesama teman,

siswi terhadap suster pamong,

dan suster pamong terhadap

siswi.

siswi. Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Minggu,

3 Desember 2017 pukul

19.15 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi sedang belajar

malam dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

Catatan:

Analisis data 24 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 266: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

247

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Iya

bener Suster, maaf ya Suster”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan “Iki nek dho mangan ngene ki. Mlebu neng kuping po ra

bahaya”). Pemakaian keduanya menunjukkan ragam bahasa lisan semiformal (tidak terlalu formal maupun tidak pula terlalu nonformal) apabila

dikaji menurut ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya. Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui

oleh triangulator.

KFH/25/31217 : Data 25.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 19.20 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi belajar malam.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 4 partisipan dengan inisial siswi 9, siswi 10, siswi 11, dan siswi 12.

Partisipan siswi 9: berasal dari Sleman, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 10: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

Partisipan siswi 11: berasal dari Jawa Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang polisi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 267: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

248

Partisipan siswi 12: berasal dari Semarang, Jawa Tengah, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pegawai rumah sakit.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang belajar malam.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai belajar.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

25. KFH/

25/31

217

Siswi 9 : Eh Tiara,

gimana caranya?

Aku diajarin

dong!

Siswi 10 : Ya dihitung

satu-satu.

Siswi 9 : Glukosa sih?

Siswi 10 : Berarti ni salah

semua lah.

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Rasah

sepaneng!”) dan lainnya bahasa

Indonesia. Pemakaian keduanya

menunjukkan ragam bahasa

lisan nonformal.

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 9

anak seorang guru, siswi

10 anak pengrajin tenun,

siswi 11 anak polisi, siswi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 268: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

249

Siswi 9 : Hahahahahaha.

Siswi 11 : Gak boleh

berisik.

Siswi 12 : Rasah

sepaneng!

Siswi 10 : Ya udah, udah

pasti salah itu.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya (bukti pada

kata sapaan: “Eh Tiara, gimana

caranya?”), ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri menggunakan

kata aku, ‘kata tertentu’ (gak,

udah, gimana, rasah,

sepaneng), ‘bentuk penekan’

(sih, ni, lah ).

3). Topik percakapan: belajar.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

sedang belajar malam.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam akrab

(intim).

12 anak pegawai rumah

sakit.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 9 (18

tahun), siswi 10 (16

tahun), siswi 11 (18

tahun), siswi 12 (18

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 269: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

250

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Minggu,

3 Desember 2017 pukul

19.20 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi sedang belajar

malam dan terlibat

percakapan dalam situasi

keakraban.

Catatan:

Analisis data 25 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 270: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

251

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Eh

Tiara, gimana caranya? Aku diajarin dong!”), dan bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Rasah sepaneng!”). Sementara

analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/26/31217 : Data 26.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 19.25 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi belajar malam.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 5 partisipan dengan inisial siswi 9, siswi 10, siswi 11, siswi 12, dan

suster pamong.

Partisipan siswi 9: berasal dari Sleman, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 10: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 271: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

252

Partisipan siswi 11: berasal dari Jawa Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang polisi.

Partisipan siswi 12: berasal dari Semarang, Jawa Tengah, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pegawai rumah sakit.

Partisipan (suster): berasal dari Bandar Lampung, umur 51 tahun, status sosial: guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang belajar malam.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai berduka cita.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

26. KFH/

26/31

217

Siswi 11: Hati-hati ya Sus.

Kalau ada begal

telpon saya Sus!

Haa..

Siswi 12: Suster, salam

buat Pak Paena.

1). Dari data ini terlihat

pemakaian bahasa Indonesia

ragam lisan semiformal (tidak

terlalu formal maupun tidak

pula terlalu nonformal) pada

percakapan.

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 272: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

253

Siswi 10: Iya, turut

berduka cita,

Sus.

Siswi 9 : Turut berduka

cita soalnya.

Suster : Iya, iya, iya.

Siswi 11: Rumahnya kan

jauh Sus, pakai

jaket ya Sus!

Siswi 10: Sus, jangan

pulang malam-

malam Sus,

Minggir gak ada

lampu, Sus. Aku

bisa khawatir

nanti.

2). Penanda ragam semiformal:

penggunaan ‘kata sapaan’

kepada orang yang dihormati,

menyapa suster pamong dengan

menggunakan kata “suster”

(bukti pada kata sapaan:

“Suster, salam buat Pak

Paena”), ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri menggunakan

kata aku dalam ragam

semiformal, ‘kata tertentu’ (gak,

telpon), dan ‘bentuk penekan’

(kan).

3). Topik percakapan: berduka

cita. Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat belajar

malam bersama.

4). Situasinya semiformal, gaya

anak guru, siswi 10 anak

pengrajin tenun, siswi 11

anak polisi, siswi 12 anak

pegawai rumah sakit, dan

suster pamong sebagai

guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII), suster

pamong lulusan strata 1.

a3). umur; siswi 9 (18

tahun), siswi 10 (16

tahun), siswi 11 (18

tahun), siswi 12 (18

tahun), suster pamong (51

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 273: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

254

atau ragam percakapannya

ragam usaha (konsultatif).

5). Hubungan antarpembicara

adalah teman sesama teman,

siswi terhadap suster pamong,

dan suster pamong terhadap

siswi.

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

ragam lisan semiformal

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada suster

pamong, dan suster

pamong berbicara kepada

siswi. Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Minggu,

3 Desember 2017 pukul

19.25 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi sedang belajar

malam dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 274: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

255

Catatan:

Analisis data 26 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Sus,

jangan pulang malam-malam Sus, Minggir gak ada lampu, Sus.”), dan bahasa Indonesia formal (bukti pada tuturan “Iya, turut berdukacita,

Sus”). Pemakaian keduanya menunjukkan ragam bahasa lisan semiformal (tidak terlalu formal maupun tidak pula terlalu nonformal) apabila

dikaji menurut ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya. Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui

oleh triangulator.

KFH/27/31217 : Data 27.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 19.30 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi belajar malam.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 275: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

256

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 3 partisipan dengan inisial siswi 3, siswi 4, dan siswi 5.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan tambang.

Partisipan siswi 5: berasal dari Tangerang Selatan, umur 17 tahun, kelas XII IPS 1, status sosial: anak seorang guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang belajar malam.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai Bu Eni.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

27. KFH/

27/31

217

Siswi 4: Siapa yang

bilang? Bu Eni?

Siswi 3: Beneran biologi tu

antik. Kalau

1). Dari data ini terlihat

pemakaian bahasa Indonesia

ragam lisan nonformal pada

percakapan.

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 276: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

257

materi yang ini

gak usah dihafalin

saya aja gak hafal

sampai sekarang

ini.

Siswi 4: Siapa itu Rin?

Siswi 3: Bu Eni.

Siswi 5: Udah gak usah

dipelajari, cuma

buang-buang

pikiran.

Siswi 4: Materi apa?

Siswi 5: Yang banyak

banget. Aku

sampai bingung.

Siswi 4: Satu reaksi aja.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

(bukti pada kata sapaan: “Siapa

itu Rin?”), ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri menggunakan

kata aku, ‘kata tertentu’ (gak,

bilang, beneran, usah, aja,

udah, cuma, banget), ‘bentuk

penekan’ (tu).

3). Topik percakapan: Bu Eni.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

belajar malam.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

antaranya;

a1). status sosial; siswi 3

anak guru, siswi 4 anak

karyawan perusahaan

tambang, siswi 5 anak

guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 3 (16

tahun), siswi 4 (15 tahun),

siswi 5 (17 tahun.

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 277: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

258

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

ragam nonformal sesuai

fungsinya, siswi berbicara

kepada siswi. Tempat

terjadinya interaksi di

ruang belajar Asrama

Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta pada

Minggu, 3 Desember 2017

pukul 19.30 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah para siswi sedang

belajar malam dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

Catatan:

Analisis data 27 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Dalam triangulasi data, analisis ini telah disetujui oleh

triangulator yang menyatakan bahwa tuturan para siswi terbukti menggunakan bahasa Indonesia ragam lisan nonformal, di mana ciri atau

penandanya tersebut menunjukkan adanya fenomena diglosia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 278: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

259

KFH/28/31217 : Data 28.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 19.35 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi santai usai makan malam.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 2 partisipan dengan inisial siswi 6, dan siswi 7.

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang pengrajin

kayu.

Partisipan siswi 7: berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang belajar malam.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai babi.

Triangulator

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 279: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

260

No Data Percakapan/Tuturan Analisis Fenomena Diglosia Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

28. KFH/

28/31

217

Siswi 6: Wah delok

bentukane.

Siswi 7: Wis raine bunder

banget koyo

ngono.

Siswi 6: Koyo babi.

Siswi 7: Sesuk aku

kondangan.

Siswi 6: Is gendut kek

babi.

Siswi 7: Sesuk sing

kondangan bareng

yo, Ndul!

Siswi 6: Kan jadi satu

kayak gini.

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Wah delok

bentukane.”) dan bahasa

Indonesia. Pemakaian keduanya

menunjukkan ragam bahasa

lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

(bukti pada kata sapaan: “Sesuk

sing kondangan bareng yo,

Ndul!”), ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri menggunakan

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 6

anak pengrajin kayu, siswi

7 anak petani.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 6 (17

tahun), siswi 7 (17 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 280: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

261

kata aku, ‘kata tertentu’ (kayak,

banget, delok, bentukane, raine,

bunder, koyo, ngono), dan

‘bentuk penekan’ (wah, wis, is,

kek, kan).

3). Topik percakapan: babi.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

belajar malam.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Minggu,

3 Desember 2017 pukul

19.35 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi sedang belajar

malam dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 281: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

262

Catatan:

Analisis data 28 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Kan

jadi satu kayak gini”), dan bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Wah delok bentukane”). Sementara analisis pernyataan

lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/29/31217 : Data 29.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 19.40 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi belajar malam.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 4 partisipan dengan inisial siswi 1, siswi 2, siswi 3, dan siswi 4.

Partisipan siswi 1: berasal dari Kalimantan Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 282: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

263

kelapa sawit.

Partisipan siswi 2: berasal dari Jakarta Selatan, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan tambang.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang belajar malam.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai bagian tiga.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

29. KFH/

29/31

217

Siswi 2: Sa, Saa, Sa, Sasa

dua ya!

Siswi 3: Dua?

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 283: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

264

Siswi 2: Ya.

Siswi 1: Bagian tiga.

Siswi 4: Hah?

Siswi 1: Bagian tiga.

Siswi 4: Apa?

Siswi 1: Bagian tiga.

Siswi 4: Apa?

Siswi 1: Bagian tiga budek

amat.

Siswi 4: Biasa aja.

pada kata: “budek”) dan bahasa

Indonesia. Pemakaian keduanya

menunjukkan ragam bahasa

lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

(bukti pada kata sapaan: “Sa,

Saa, Sa, Sasa dua ya!”), ‘kata

tertentu’ (budek), dan ‘bentuk

penekan’ (hah).

3). Topik percakapan: bagian

tiga. Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

belajar malam.

4). Situasi dan gaya atau ragam

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 1

anak petani kelapa sawit,

siswi 2 anak karyawan

perusahaan, siswi 3 anak

guru, siswi 4 anak

karyawan perusahaan

tambang.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 1 (18

tahun), siswi 2 (18 tahun),

siswi 3 (16 tahun), siswi 4

(15 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 284: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

265

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Minggu,

3 Desember 2017 pukul

19.40 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi sedang belajar

malam dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 285: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

266

Catatan:

Analisis data 29 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan:

“Bagian tiga budek amat”). Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/30/31217 : Data 30.

Konteks :

Waktu : Minggu sore, 3 Desember 2017, pukul 19.45 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi belajar malam.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 6 partisipan dengan inisial siswi 2, siswi 6, siswi 7, siswi 8, siswi 9,

dan siswi 10.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 286: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

267

Partisipan siswi 2: berasal dari Jakarta Selatan, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan.

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang pengrajin

kayu.

Partisipan siswi 7: berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani.

Partisipan siswi 8: berasal dari Bantul, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani.

Partisipan siswi 9: berasal dari Sleman, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 10: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang belajar malam.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai jijik.

Triangulator

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 287: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

268

No Data Percakapan/Tuturan Analisis Fenomena Diglosia Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

30. KFH/

30/31

217

Sisw 6: Mbaknya diem

ya. Suaranya

nyiprat tho.

Siswi 7: Njijiki banget

sumpah.

Siswi 8: Njijiki banget ik.

Siswi 9: Bakal jijik.

Siswi 10: Lihat aja besok

lu ya.

Siswi 7: Mega itu baik

lho, dia tu gak

bolehin Arum

makan cokelat

karena lagi

batuk. Ya gak

Meg?

Siswi 2: Hihihihihi.

Siswi 7: Itu greget banget.

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kata: “nyiprat”, “njijiki”)

dan lainnya bahasa Indonesia.

Pemakaian keduanya

menunjukkan ragam bahasa

lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

(bukti pada kata sapaan: “Mega

itu baik lho, dia tu gak bolehin

Arum makan cokelat karena lagi

batuk. Ya gak Meg?”), ‘kata

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 2

anak karyawan

perusahaan, siswi 6 anak

pengrajin kayu, siswi 7

anak petani, siswi 8 anak

petani, siswi 9 anak guru,

siswi 10 anak pengrajin

tenun.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 2 (18

tahun), siswi 6 (17 tahun),

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 288: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

269

ganti’ untuk menyebut orang

lain menggunakan kata lu, ‘kata

tertentu’ (gak, nyiprat, njijiki,

banget, greget), ‘bentuk

penekan’ (tho, ik, lho, tu).

3). Topik percakapan: jijik.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

sedang belajar malam.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

siswi 7 (17 tahun), siswi 8

(17 tahun), siswi 9 (18

tahun), siswi 10 (16

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 289: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

270

Yogyakarta pada Minggu,

3 Desember 2017 pukul

19.45 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi belajar malam dan

terlibat percakapan dalam

situasi santai.

Catatan:

Analisis data 30 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan:

“Mega itu baik lho, dia tu gak bolehin Arum makan cokelat karena lagi batuk. Ya gak Meg?”), dan bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti

pada kata: “nyiprat”, “njijiki”). Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 290: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

271

KFH/31/31217 : Data 31.

Konteks :

Waktu : Senin pagi, 4 Desember 2017, pukul 06.07 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi makan pagi.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 9 partisipan dengan inisial siswi 1, siswi 2, siswi 3, siswi 4, siswi 5,

siswi 6, siswi 7, siswi 8, dan siswi 9.

Partisipan siswi 1: berasal dari Kalimantan Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani

kelapa sawit.

Partisipan siswi 2: berasal dari Jakarta Selatan, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan tambang.

Partisipan siswi 5: berasal dari Tangerang Selatan, umur 17 tahun, kelas XII IPS 1, status sosial: anak seorang guru.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 291: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

272

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang pengrajin

kayu.

Partisipan siswi 7: berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani.

Partisipan siswi 8: berasal dari Bantul, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani.

Partisipan siswi 9: berasal dari Sleman, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang makan pagi sebelum berangkat sekolah.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai Boy William.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

31. KFH/

31/31

217

Siswi 2: Udah nikah belum

sih?

Siswi 1: Gak tau.

1). Dari data ini terlihat

pemakaian bahasa Indonesia

ragam lisan nonformal pada

aktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 292: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

273

Siswi 3: Ha? Haaaa?

Haaaaaaaa?

Siswi 4: Dengan siapa?

Siswi 3: Boy Boy William?

Siswi 4: Boy William itu

siapa?

Siswi 5: Gak tau.

Siswi 3: Yang di itu lho

yang di breakout

Boy William.

Siswi 4: Gak kenal.

Siswi 6: Iya aku tahu..

Siswi 3: Huhuhu sumpah.

Siswi 2: Ihhhh..

Siswi 7: Ha??? Gue gak

terima..

Siswi 8: Ning, Bening,

bukannya Boy

William dah

punya pacar ya?

Siswi 9: Boy William tu

percakapan.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

(bukti pada kata sapaan: “Ning,

Bening, bukannya Boy William

dah punya pacar ya?”), ‘kata

ganti’ untuk menyebut diri

menggunakan kata gue, ‘kata

tertentu’ (gak, udah, dah),

‘bentuk penekan’ (sih, lho, ih).

3). Topik percakapan: Boy

William. Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

belajar malam.

4). Situasi dan gaya atau ragam

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 1

anak petani kelapa sawit,

siswi 2 anak karyawan

perusahaan, siswi 3 anak

guru, siswi 4 anak

karyawan perusahaan

tambang, siswi 5 anak

guru, siswi 6 anak

pengrajin kayu, siswi 7

anak petani, siswi 8 anak

petani, siswi 9 anak guru.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 1 (18

tahun), siswi 2 (18 tahun),

siswi 3 (16 tahun), siswi 4

(15 tahun), siswi 5 (17

tahun, siswi 6 (17 tahun),

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 293: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

274

dah punya pacar

bukan artis.

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

siswi 7 (17 tahun), siswi 8

(17 tahun), siswi 9 (18

tahun), siswi 10 (16

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

ragam nonformal sesuai

fungsinya, siswi berbicara

kepada siswi. Tempat

terjadinya interaksi di

ruang belajar Asrama

Siswi Santa Angela,

Bantul, Yogyakarta pada

Senin pagi, 4 Desember

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 294: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

275

2017 pukul 06.07 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah para siswi sedang

belajar malam dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

Catatan:

Analisis data 31 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Dalam triangulasi data, analisis ini telah disetujui oleh

triangulator yang menyatakan bahwa tuturan para siswi terbukti menggunakan bahasa Indonesia ragam lisan nonformal, di mana ciri atau

penandanya tersebut menunjukkan adanya fenomena diglosia.

KFH/32/31217 : Data 32.

Konteks :

Waktu : Senin pagi, 4 Desember 2017, pukul 06.20 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi persiapan berangkat sekolah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 295: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

276

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 6 partisipan dengan inisial siswi 11, siswi 12, siswi 13, siswi 14, siswi

15, dan siswi 16.

Partisipan siswi 11: berasal dari Jawa Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang polisi.

Partisipan siswi 12: berasal dari Semarang, Jawa Tengah, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pegawai rumah sakit.

Partisipan siswi 13: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

pedagang.

Partisipan siswi 14: berasal dari Lampung, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang apoteker.

Partisipan siswi 15: berasal dari Kebumen, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

guru.

Partisipan siswi 16: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

perawat rumah sakit.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang bersiap-siap berangkat sekolah.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai layat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 296: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

277

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

32. KFH/

32/31

217

Siswi 11: Aeh, Pak Paena

kan lagi berduka

kita kok masih

UAS.

Siswi 12: Ya kali Sa, kamu

tu gak boleh

kayak gitu.

Siswi 11: Lha kan turut

berduka cita lho.

Siswi 12: Lha njuk?

Siswi 13: Nanti esuknya

pulang . . . .

Siswi 14: Nanti pulang

sekolah ki layat,

jare sih.

Siswi 13: Semua anak

sekolah?

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kata: “njuk”, “jare”) dan

lainnya bahasa Indonesia.

Pemakaian keduanya

menunjukkan ragam bahasa

lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

(bukti pada kata sapaan: “Ya

kali Sa, kamu tu gak boleh

kayak gitu.”), ‘kata ganti’ untuk

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 11

anak polisi, siswi 12 anak

pegawai rumah sakit, siswi

13 anak pedagang, siswi

14 anak apoteker, siswi 15

anak guru, siswi 16 anak

perawat rumah sakit.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 11 (18

tahun), siswi 12 (18

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 297: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

278

Siswi 15: Ya kali

keroyokan.

Siswi 16: Gua mah udah,

gua mah udah

ada boncengan

pribadi.

menyebut diri menggunakan

kata gua, ‘kata tertentu’ (gak,

kayak, njuk, jare, keroyokan,

udah), ‘bentuk penekan’ (kok,

sih, lho, kan, tu, aeh, lha, ki).

3). Topik percakapan: layat.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

sedang bersiap-siap berangkat

sekolah.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

tahun), siswi 13 (17

tahun), siswi 14 (17

tahun), siswi 15 (17

tahun), siswi 16 (17

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 298: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

279

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Senin

pagi, 4 Desember 2017

pukul 06.20 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah para siswi sedang

bersiap untuk berangkat

sekolah dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

Catatan:

Analisis data 32 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 299: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

280

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Ya

kali Sa, kamu tu gak boleh kayak gitu”), dan bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada kata: “njuk”, “jare”). Sementara analisis pernyataan

lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/33/31217 : Data 33.

Konteks :

Waktu : Senin pagi, 4 Desember 2017, pukul 10.05 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi santai usai pulang sekolah.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 3 partisipan dengan inisial siswi 9, siswi 13, dan siswi 14.

Partisipan siswi 9: berasal dari Sleman, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 13: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

pedagang.

Partisipan siswi 14: berasal dari Lampung, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang apoteker.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang santai usai pulang sekolah.

pertuturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 300: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

281

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai tas.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

33. KFH/

33/31

217

Siswi 14: Benci banget gue

ma Bening

sumpah.

Siswi 9: Kenapa?

Siswi 14: Tasnya itu lho.

Siswi 13: Aku juga benci

lihat kamu pakai

tas cheers itu.

Siswi 14: Hahahahaha.

Siswi 13: Geli tau.

Siswi 14: Ini tuh

sebenarnya

didesign.

Siswi 9: Buat anak TK.

Siswi 14: Iya emang ini

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran tiga

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kata: “gede”), bahasa

Inggris (bukti pada kata:

“design”, “cheers”), dan lainnya

bahasa Indonesia. Pemakaian

ketiganya menunjukkan ragam

bahasa lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 9

anak guru, siswi 13 anak

pedagang, siswi 14 anak

apoteker.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 9 (18

tahun), siswi 13 (17

tahun), siswi 14 (17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 301: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

282

buat anak TK

sebenarnya.

Waktu di apa,

waktu di mana

itu namanya, di

sana toh anak TK

nya tu makainya

udah segini-gini,

kita ya dah gede-

gede makainya

segini-gini, jadi

apa namanya,

jadi kita nyesuain

yang anak TK.

Siswi 13: Harusnya anak

TK

menyesuaikan

kita.

Siswi 14: Makanya itu gue

juga bingung.

(bukti pada kalimat sapaan:

“Benci banget gue ma Bening

sumpah.”), ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri menggunakan

kata gue, ‘kata tertentu’ (gede,

tau), dan ‘bentuk penekan’ (lho,

toh).

3). Topik percakapan: tas.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

sedang santai usai pulang

sekolah.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Senin

pagi, 4 Desember 2017

pukul 10.05 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 302: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

283

Kegiatan yang dilakukan

adalah para siswi sedang

santai usai pulang sekolah

dan terlibat percakapan

dalam situasi santai.

Catatan:

Analisis data 33 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 3 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan:

“Benci banget gue ma Bening sumpah”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada kata: “gede”), dan bahasa Inggris nonformal (bukti pada

kata: “design”, “cheers”). Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/34/31217 : Data 34.

Konteks :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 303: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

284

Waktu : Senin, 4 Desember 2017, pukul 10.15 WIB.

Tempat : Ruang makan Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi santai saat persiapan makan siang.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 5 partisipan dengan inisial siswi 3, siswi 9, siswi 13, siswi 14, dan

siswi 16.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 9: berasal dari Sleman, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 13: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

pedagang.

Partisipan siswi 14: berasal dari Lampung, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang apoteker.

Partisipan siswi 16: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

perawat rumah sakit.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang mempersiapkan makan siang.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai Stece.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 304: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

285

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

34. KFH/

34/31

217

Siswi 14: Ngeselin tau gak

sih sama

panitianya yang

di Surabaya.

Emang, katanya

panitianya itu

hancur lebur.

Siswi 13: Ho’o juga.

Siswi 9 : Ho’o ya ampun,

kasihan banget,

apa, Stece kalah

gara-gara

blereng.

Siswi 13: Padahal Stece

bagus.

Siswi 14: Bagus, jos.

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran tiga

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kata: “blereng”), bahasa

Inggris (bukti pada kata: “sun

rise”), dan lainnya bahasa

Indonesia. Pemakaian ketiganya

menunjukkan ragam bahasa

lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata tertentu’

(blereng, emang, gak , tau,

banget), dan ‘bentuk penekan’

(jos, sih).

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 3

anak guru, siswi 9 anak

guru, siswi 13 anak

pedagang, siswi 14 anak

apoteker, siswi 16 anak

perawat rumah sakit.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 3 (16

tahun), siswi 9 (18 tahun),

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 305: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

286

Siswi 9 : Mereka level

berapa?

Siswi 14: Lima.

Siswi 9: Yang level enam

siapa?

Siswi 3: Ini Sunrise.

Siswi 16: Jelasss..

3). Topik percakapan: stece.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

sedang persiapan makan siang.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

siswi 13 (17 tahun), siswi

14 (17 tahun), siswi 16 (17

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia,

bahasa Inggris, dan bahasa

daerah dominan bahasa

Jawa sesuai fungsinya,

siswi berbicara kepada

siswi. Tempat terjadinya

interaksi di ruang makan

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Senin, 4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 306: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

287

Desember 2017 pukul

10.15 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi sedang

mempersiapkan makan

siang dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

Catatan:

Analisis data 34 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 3 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan:

“Ngeselin tau gak sih sama panitianya yang di Surabaya. Emang, katanya panitianya itu hancur lebur.”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko

(bukti pada kata: “blereng”), dan bahasa Inggris formal (bukti pada kata: “sunrise”). Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2,

3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 307: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

288

KFH/35/31217 : Data 35.

Konteks :

Waktu : Senin, 4 Desember 2017, pukul 10.20 WIB.

Tempat : Ruang makan Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi santai makan siang.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 9 partisipan dengan inisial siswi 2, siswi 3, siswi 4, siswi 6, siswi 7,

siswi 8, siswi 9, siswi 10, dan siswi 11.

Partisipan siswi 2: berasal dari Jakarta Selatan, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan tambang.

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang pengrajin

kayu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 308: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

289

Partisipan siswi 7: berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani.

Partisipan siswi 8: berasal dari Bantul, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani.

Partisipan siswi 9: berasal dari Sleman, Yogyakarta, umur 18 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 10: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

Partisipan siswi 11: berasal dari Jawa Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang polisi.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang makan siang.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai terong.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

35. KFH/ Siswi 10: Kok ada terong 1). Dari data ini terlihat Faktor terjadinya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 309: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

290

35/31

217

nya?

Siswi 11: Kok ada terong?

Siswi 9 : Gak tau.

Siswi 7 : Terong?

Siswi 8 : Sambel terong.

Siswi 7 : Yahh.

Siswi 6 : Kayaknya itu

mau bikin terong

tapi karena gak

cukup.

Siswi 2 : Njijiki Lan.

Siswi 3 : Hei jangan

salahin gua,

mereka yang

mulai yaa.

Siswi 2 : Gak suka.

Siswi 3 : Enak nak.

Siswi 4 : Enak enak.

Siswi 2 : Ra doyan kok.

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Ra doyan kok”,

pada kata “njijiki”) dan lainnya

bahasa Indonesia. Pemakaian

keduanya menunjukkan ragam

bahasa lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

(bukti pada kata sapaan: “Njijiki

Lan.”), ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri menggunakan

kata gua, ‘kata tertentu’ (gak,

kayak, tau, njijiki, doyan),

‘bentuk penekan’ (kok, yah).

3). Topik percakapan: terong.

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 2

anak karyawan

perusahaan, siswi 3 anak

guru, siswi 4 anak

karyawan perusahaan

tambang, siswi 6 anak

pengrajin kayu, siswi 7

anak petani, siswi 8 anak

petani, siswi 9 anak guru,

siswi 10 anak pengrajin

tenun, siswi 11 anak polisi.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 2 (18

tahun), siswi 3 (16 tahun),

siswi 4 (15 tahun), siswi 5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 310: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

291

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

sedang makan siang.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

(17 tahun), siswi 6 (17

tahun), siswi 7 (17 tahun),

siswi 8 (17 tahun), siswi 9

(18 tahun), siswi 10 (16

tahun), siswi 11 (18

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang makan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 311: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

292

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Senin

siang, 4 Desember 2017

pukul 10.20 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah para siswi sedang

makan siang dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

Catatan:

Analisis data 35 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 312: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

293

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan:

“Kayaknya itu mau bikin terong tapi karena gak cukup”), dan bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Ra doyan kok”, pada kata

“njijiki”). Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/36/31217 : Data 36.

Konteks :

Waktu : Senin, 4 Desember 2017, pukul 10.25 WIB.

Tempat : Ruang makan Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi santai makan siang.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 6 partisipan dengan inisial siswi 5, siswi 6 siswi 7, siswi 8, siswi 10,

dan siswi 11.

Partisipan siswi 5: berasal dari Tangerang Selatan, umur 17 tahun, kelas XII IPS 1, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang pengrajin

kayu.

Partisipan siswi 7: berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

petani.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 313: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

294

Partisipan siswi 8: berasal dari Bantul, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani.

Partisipan siswi 10: berasal Kulon Progo, Yogyakarta, umur 16 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pengrajin tenun.

Partisipan siswi 11: berasal dari Jawa Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang polisi.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang makan siang.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai tambalan kroak.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

36. KFH/

36/31

217

Siswi 5 : Sumpah Ning.

Iki, enak banget,

sumpah.

Siswi 6 : Ning, suapin

Ning!!

Siswi 11: He ehhh.

Siswi 7 : Aduh ni

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Kok isoh

kroak?”) dan lainnya bahasa

Indonesia. Pemakaian keduanya

menunjukkan ragam bahasa

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 5

anak guru, siswi 6 anak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 314: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

295

tambalanku

kroak.

Siswi 8: Udah sih makan

lagi ahh.

Siswi 10: Kok isoh kroak?

Siswi 7 : Gak tau ....

Siswi 10: Ojo mangan sing

atos-atos berarti.

Siswi 7: Pengeenn..

lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

(bukti pada kata sapaan:

“Sumpah Ning. Iki, enak banget,

sumpah.”), ‘kata tertentu’ (gak,

pengen, kroak, isoh, ojo,

mangan, sing, atos), ‘bentuk

penekan’ (sih, kok, ah, eh, ni,

iki).

3). Topik percakapan: tambalan

kroak. Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

sedang makan siang.

4). Situasi dan gaya atau ragam

pengrajin kayu, siswi 7

anak petani, siswi 8 anak

petani, siswi 10 anak

pengrajin tenun, siswi 11

anak polisi.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 5 (17

tahun), siswi 6 (17 tahun),

siswi 7 (17 tahun), siswi 8

(17 tahun), siswi 10 (16

tahun), siswi 11 (18

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 315: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

296

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang makan

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Senin, 4

Desember 2017 pukul

10.25 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi sedang makan siang

dan terlibat percakapan

dalam situasi santai.

Catatan:

Analisis data 36 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 316: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

297

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan:

“Udah sih makan lagi ahh”), dan bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Kok isoh kroak?”). Sementara analisis pernyataan

lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/37/31217 : Data 37.

Konteks :

Waktu : Senin, 4 Desember 2017, pukul 10.35 WIB.

Tempat : Ruang makan Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi santai saat makan siang.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 7 partisipan dengan inisial siswi 1, siswi 2, siswi 3, siswi 4, siswi 5,

siswi 6, dan siswi 11.

Partisipan siswi 1: berasal dari Kalimantan Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang petani

kelapa sawit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 317: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

298

Partisipan siswi 2: berasal dari Jakarta Selatan, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan.

Partisipan siswi 3: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 16 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan tambang.

Partisipan siswi 5: berasal dari Tangerang Selatan, umur 17 tahun, kelas XII IPS 1, status sosial: anak seorang guru.

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang pengrajin

kayu.

Partisipan siswi 11: berasal dari Jawa Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang polisi.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang makan siang.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai sambel.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Triangulator

Komentar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 318: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

299

Variasi Bahasa Setuju

Tidak

setuju

37. KFH/

37/31

217

Siswi11: Ini tu dicampur

tau sambelnya.

Siswi 5: Keselip Ning itu

keselip.

Siswi 1: Buset tu mau

masak terong,

pasti gak cukup

itu.

Siswi 2: Itu sambelnya

sambel terong?

Siswi3: Itu sambel apa?

terasi atau sambel

bawang?

Siswi 4: Sambel terong.

Siswi 5: Pedes banget

nggon aku.

Siswi 6: Huh huh fuck

you.

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran tiga

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Pedes banget

nggon aku”), bahasa Inggris

(bukti pada kalimat: “Huh huh

fuck you”), dan lainnya bahasa

Indonesia. Pemakaian ketiganya

menunjukkan ragam bahasa

lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

(bukti pada kata sapaan:

“Keselip Ning itu keselip”),

‘kata tertentu’ (gak, pedes,

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 1

anak petani kelapa sawit,

siswi 2 anak karyawan

perusahaan, siswi 3 anak

guru, siswi 4 anak

karyawan perusahaan

tambang, siswi 5 anak

guru, siswi 6 anak

pengrajin kayu, siswi 11

anak polisi.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 1 (18

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 319: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

300

sambel, tau, banget, nggon), dan

‘bentuk penekan’ (tu, huh).

3). Topik percakapan: sambel.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat makan

siang.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

tahun), siswi 2 (18 tahun),

siswi 3 (16 tahun), siswi 4

(15 tahun), siswi 5 (17

tahun), siswi 6 (17 tahun),

siswi 11 (18 tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia,

bahasa daerah dominan

bahasa Jawa, dan bahasa

Inggris sesuai fungsinya,

siswi berbicara kepada

siswi. Tempat terjadinya

interaksi di ruang makan

Asrama Siswi Santa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 320: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

301

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Senin, 4

Desember 2017 pukul

10.35 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi sedang makan siang

dan terlibat percakapan

dalam situasi santai.

Catatan:

Analisis data 37 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 3 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Ini

tu dicampur tau sambelnya”), bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Pedes banget nggon aku”), dan bahasa Inggris nonformal

(bukti pada tuturan: “Huh huh fuck you”). Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 321: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

302

KFH/38/31217 : Data 38.

Konteks :

Waktu : Senin malam, 4 Desember 2017, pukul 19.00 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi belajar malam.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 3 partisipan dengan inisial siswi 6, siswi 15, dan siswi 18.

Partisipan siswi 6: berasal dari Singaraja, Bali, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang pengrajin

kayu.

Partisipan siswi 15: berasal dari Kebumen, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

guru.

Partisipan siswi 18: berasal dari Timika, Papua, umur 16 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang pegawai

pemerintah daerah.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang belajar malam.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai jaga.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 322: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

303

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

38. KFH/

38/31

217

Siswi 15: Sa, Sasa..

Siswi 6 : Hemm?

Siswi 15: Sesuk Jumat aku

jogo ra yo?

Siswi 6 : Kemis.

Siswi 18: Eh besok tu

masih ada yang

jaga kan?

Siswi 15: Jaga lagi?

Anjirr..

Siswi 6: Senin, Selasa,

Rabu.

Siswi 18: Kamu tu Sabtu,

kan Jumat Sabtu

libur.

Siswi 15: Jumat gak ada

1). Dari data ini terlihat

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Sesuk Jumat aku

jogo ra yo?”) dan lainnya

bahasa Indonesia. Pemakaian

keduanya menunjukkan ragam

bahasa lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata sapaan’ untuk

menyapa teman cukup

menyebut namanya atau

menggunakan bahasa daerah

(bukti pada kata sapaan: “Sa,

Sasa.”), ‘kata tertentu’ (gak,

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 6

anak pengrajin kayu, siswi

15 anak guru, siswi 18

anak pegawai pemerintah

daerah.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 6 (17

tahun), siswi 15 (17

tahun), siswi 18 (16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 323: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

304

yang jaga?

kemis, anjir, sesuk, jogo),

‘bentuk penekan’ (eh, tu, yo, ra,

kan).

3). Topik percakapan: jaga.

Fungsi komunikasinya

digunakan pada saat para siswi

sedang belajar malam.

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Senin

malam, 4 Desember 2017

pukul 19.00 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 324: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

305

Kegiatan yang dilakukan

adalah para siswi sedang

belajar malam dan terlibat

percakapan dalam situasi

santai.

Catatan:

Analisis data 38 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan: “Eh

besok tu masih ada yang jaga kan?”), dan bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Sesuk Jumat aku jogo ra yo?”). Sementara

analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

KFH/39/31217 : Data 39.

Konteks :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 325: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

306

Waktu : Senin malam, 4 Desember 2017, pukul 20.45 WIB.

Tempat : Ruang doa Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi persiapan doa malam.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 5 partisipan dengan inisial siswi 12, siswi 14, siswi 15, siswi 16, dan

siswi 17.

Partisipan siswi 12: berasal dari Semarang, Jawa Tengah, umur 18 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang

pegawai rumah sakit.

Partisipan siswi 14: berasal dari Lampung, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang apoteker.

Partisipan siswi 15: berasal dari Kebumen, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

guru.

Partisipan siswi 16: berasal dari Kulon Progo, Yogyakarta, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

perawat rumah sakit.

Partisipan siswi 17: berasal dari Tangerang, umur 17 tahun, kelas XII IPA 1, status sosial: anak seorang dokter.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang bersiap-siap untuk doa malam.

pertuturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 326: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

307

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai berdoa.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

39. KFH/

39/31

217

Siswi 12: Ayo berdoa.

Siswi 16: Marilah kita

persiapkan hati

kita untuk

berdoa.

Siswi 14: Doa saya pimpin.

Dalam nama

Bapa, dan Putera,

dan Roh Kudus,

amin. Marilah

kita doakan

Malaikat Tuhan.

Siswi 17: Maria diberi

kabar oleh

malaikat Tuhan,

1). Dari data ini terlihat

pemakaian bahasa Indonesia

ragam lisan formal pada

percakapan.

2). Pemakaian bahasa Indonesia

formal menunjukkan ragam

tinggi kaitannya dengan fungsi

bahasa digunakan untuk berdoa

(ritual keagamaan).

3). Penanda ragam formal:

penggunaan ‘kata ganti’ untuk

menyebut diri sendiri

menggunakan kata saya,

Faktor terjadinya

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 12

anak pegawai rumah sakit,

siswi 14 anak apoteker,

siswi 15 anak guru, siswi

16 anak perawat rumah

sakit, siswi 17 anak dokter.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). Umur; siswi 12 (18

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 327: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

308

bahwa ia akan

mengandung dari

Roh Kudus.

Salam Maria

penuh rahmat

Tuhan sertaMu,

terpujilah

Engkau di antara

wanita dan

terpujilah buah

tubuhMu Yesus.

Santa Maria

Bunda Allah,

doakanlah kami

yang berdosa ini,

sekarang dan

waktu kami mati,

amin. Aku ini

hamba Tuhan,

terjadilah padaku

menurut

penggunaan ‘imbuhan’ yang

jelas seperti; diberi, berdoa.

4). Topik percakapan: berdoa.

5). Situasi dan gaya (ragam)

percakapan yaitu ragam resmi

atau formal. Hubungan

antarpembicara adalah sesama

teman sebaya.

tahun), siswi 14 (17

tahun), siswi 15 (17

tahun), siswi 16 (17

tahun), siswi 17 (17

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

formal sesuai fungsinya,

siswi berbicara kepada

siswi. Tempat terjadinya

interaksi di ruang doa

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Senin

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 328: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

309

perkataanMu.

Salam Maria

penuh rahmat

Tuhan sertaMu,

terpujilah

Engkau di antara

wanita dan

terpujilah

buah tubuhMu

Yesus. Santa

Maria Bunda

Allah, doakanlah

kami yang

berdosa ini,

sekarang dan

waktu kami mati,

amin. Sabda

sudah menjadi

daging dan

tinggal di antara

kita. Salam

malam, 4 Desember 2017

pukul 20.45 WIB.

Kegiatan yang dilakukan

adalah para siswi

persiapan dan doa malam.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 329: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

310

Maria penuh

rahmat Tuhan

sertaMu,

terpujilah

Engkau di antara

wanita dan

terpujilah buah

tubuhMu Yesus.

Santa Maria

Bunda Allah,

doakanlah kami

yang berdosa ini,

sekarang dan

waktu kami mati,

amin. Doakan

kami, ya Santa

Bunda Allah,

supaya kami

dapat menikmati

janji Kristus.

Marilah berdoa:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 330: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

311

Ya Allah, karena

kabar malaikat,

kami

mengetahui

bahwa Yesus

Kristus Putera-

Mu menjadi

manusia,

curahkanlah

rahmat-Mu ke

dalam hati kami,

supaya karena

sengsara dan

salib-Nya, kami

dibawa kepada

kebangkitan

yang mulia.

Sebab Dialah

Tuhan,

pengantara

kami. Amin.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 331: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

312

Siswi 15: Selamat sore,

terima kasih

sudah kenyang.

Catatan:

Analisis data 39 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 5 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: dalam doa dibedakan menjadi dua, yaitu doa

rumusan dan doa spontan. Doa rumusan menggunakan variasi dari segi keformalan ragam beku (frozen), sedangkan doa spontan, dan pengantar

atau ajakan doa menggunakan ragam resmi (formal).

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 5 menjadi:

5). Situasi dan gaya (ragam) percakapan yaitu ragam resmi atau formal saat digunakan dalam pengantar atau ajakan doa dan ragam formal beku

digunakan saat sedang berdoa doa rumusan ‘doa Malaikat Tuhan’. Hubungan antarpembicara adalah sesama teman sebaya. Sementara analisis

pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 1, 2, 3, dan 4 disetujui oleh triangulator.

KFH/40/31217 : Data 40.

Konteks :

Waktu : Selasa pagi, 5 Desember 2017, pukul 04.45 WIB.

Tempat : Ruang belajar Asrama Santa Angela, Bantul, Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 332: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

313

Situasi : Situasi yang tergambarkan dalam percakapan partisipan adalah situasi persiapan ke gereja untuk misa pagi.

Partisipan : Partisipan yang terlibat dalam percakapan ini ada 3 partisipan dengan inisial siswi 4, siswi 11, dan siswi 13.

Partisipan siswi 4: berasal dari Biak, Papua, umur 15 tahun, kelas XII IPS 2, status sosial: anak seorang karyawan

perusahaan tambang.

Partisipan siswi 11: berasal dari Jawa Barat, umur 18 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang polisi.

Partisipan siswi 13: berasal dari Magelang, Jawa Tengah, umur 17 tahun, kelas XII IPA 2, status sosial: anak seorang

pedagang.

Maksud dan tujuan : Maksud dan tujuan partisipan dalam peristiwa tersebut adalah para siswi sedang bersiap-siap ke gereja untuk misa pagi.

pertuturan

Topik : Topik yang sedang dibahas mengenai Nusakambangan.

No

Data

Percakapan/Tuturan

Analisis Fenomena Diglosia

Faktor Penyebab

Variasi Bahasa

Triangulator

Komentar

Setuju

Tidak

setuju

40. KFH/ Siswi 4 : Nusakambangan 1). Dari data ini terlihat Faktor terjadinya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 333: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

314

40/31

217

anjay.

Siswi 11 : Tahanan.

Siswi 13 : Masih ada gak

sih?

Siswi 11 : Masih kan.

Siswi 13 : Ya po? Gue aja

gak ngerti.

Siswi 4 : Sing ning

Nusakambangan

kae wis kelas

kakap e.

Penjahat kelas

kakap.

Siswi 11 : Sudah

profesional.

Siswi 4 : Sampai desa-

desaku tau..

Siswi 11 : Teroris-teroris

itu.

pemakaian campuran dua

bahasa yaitu bahasa Jawa (bukti

pada kalimat: “Sing ning

Nusakambangan kae wis kelas

kakap e.”) dan lainnya bahasa

Indonesia. Pemakaian keduanya

menunjukkan ragam bahasa

lisan nonformal.

2). Penanda ragam nonformal:

penggunaan ‘kata tertentu’ (gak,

anjay, ngerti,sing, ning, kae),

‘bentuk penekan’ (sih, kan, e,

wis).

3). Topik percakapan:

nusakambangan. Fungsi

komunikasinya digunakan pada

saat para siswi sedang bersiap-

siap ke gereja untuk misa pagi.

penggunaan variasi bahasa

yaitu faktor nonlinguistik:

a). faktor-faktor sosial, di

antaranya;

a1). status sosial; siswi 4

anak karyawan perusahaan

tambang, siswi 11 anak

polisi, siswi 13 anak

pedagang.

a2). tingkat pendidikan;

siswi (sekolah menengah

atas kelas XII).

a3). umur; siswi 4 (15

tahun), siswi 11 (18

tahun), siswi 13 (17

tahun).

a4). jenis kelamin;

perempuan.

b). faktor situasional; siapa

berbicara dengan bahasa

apa, kepada siapa, kapan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 334: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

315

4). Situasi dan gaya atau ragam

percakapan yaitu ragam santai

(kasual).

5). Hubungan antarpembicara

adalah sesama teman sebaya.

di mana, dan mengenai

masalah apa. Diketahui

partisipan berbicara

dengan bahasa Indonesia

dan bahasa daerah

dominan bahasa Jawa

sesuai fungsinya, siswi

berbicara kepada siswi.

Tempat terjadinya

interaksi di ruang belajar

Asrama Siswi Santa

Angela, Bantul,

Yogyakarta pada Selasa, 5

Desember 2017 pukul

04.45 WIB. Kegiatan yang

dilakukan adalah para

siswi sedang bersiap-siap

ke gereja untuk misa pagi

dan terlibat percakapan

dalam situasi santai.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 335: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

316

Catatan:

Analisis data 40 di atas membuktikan bahwa dalam sebuah interaksi percakapan partisipan, memperlihatkan adanya fenomena diglosia

sesuai dengan ciri-ciri atau penanda yang telah dipaparkan dalam tabel analisis. Akan tetapi, dalam triangulasi data oleh triangulator, rincian

analisis pernyataan pada poin ke 1 kurang disetujui. Alasan dari kurang kesetujuan tersebut karena: percampuran bahasa tidak semata-mata

menandai ketidakformalan suatu wacana. Akan tetapi percampuran bahasa yang sejak awal mula memang tidak formal, jelas akan membuat

suatu wacana itu tidak formal. Oleh karena itu, status atau letak ketidakformalan bukan berdasarkan percampuran bahasa satu dengan bahasa

yang lainnya, melainkan dari bahasa yang digunakan.

Berdasarkan saran perbaikan dari triangulator, maka peneliti perlu mempertajam kembali pernyataan analisis poin ke 1 menjadi:

1). Dari data percakapan ini terlihat adanya pemakaian 2 ragam bahasa lisan, yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal (bukti pada tuturan:

“Masih ada gak sih?”), dan bahasa Jawa nonformal atau ngoko (bukti pada tuturan: “Sing ning Nusakambangan kae wis kelas kakap e”).

Sementara analisis pernyataan lainnya yaitu pada poin ke 2, 3, 4, dan 5 disetujui oleh triangulator.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 336: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

317

Simpulan Analisis Data:

Penggunaan Ragam

Formal

Penggunaan Ragam

Semiformal

Penggunaan Ragam

Nonformal

Triangulator

Komentar

Setuju Tidak

Setuju

Dari data keseluruhan

yaitu 40 data, terdapat 5

data penggunaan ragam

formal.

Dari data keseluruhan

yaitu 40 data, terdapat 12

data penggunaan ragam

semiformal.

Dari data keseluruhan

yaitu 40 data, terdapat 23

data penggunaan ragam

nonformal.

Triangulator Peneliti

Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A. Yashinta Kurnia Brilyanti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 337: FENOMENA DIGLOSIA PADA INTERAKSI PARA SISWI DAN … · mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan variasi bahasa pada interaksi sehari-hari di Asrama Santa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI