FEMINISME DALAM FILM PENDEK “TILIK” (Analisis Semiotika John Fiske) SKRIPSI Oleh: ELA INDAH DWI SYAYEKTI NIM. 211017007 Pembimbing: IRMA RUMTIANING UH., M.S.I. NIP. 197402171999032001 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO 2021
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
FEMINISME DALAM FILM PENDEK “TILIK”
(Analisis Semiotika John Fiske)
SKRIPSI
Oleh:
ELA INDAH DWI SYAYEKTI
NIM. 211017007
Pembimbing:
IRMA RUMTIANING UH., M.S.I.
NIP. 197402171999032001
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2021
viii
ABSTRAK
Syayekti, Ela Indah Dwi. 2021. Feminisme dalam Film Pendek “Tilik” (Analisis
Semiotika John Fiske). Skripsi. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
(KPI) Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Irma Rumtianing U. H., M.S.I.
Kata Kunci: Feminisme, Film Pendek “Tilik”, Teori Semiotika John Fiske
Perkembangan media dan teknologi komunikasi memudahkan semua orang
untuk membuat berbagai tayangan. Tayangan tersebut dapat berupa film, kartun
maupun reality show. Banyak tayangan di media yang menggunakan perempuan
sebagai tokoh utama. Penggunaan perempuan sebagai tokoh utama tentu saja tidak
terlepas dari berbagai ideologi. Pesan yang ingin disampaikan pada film ketika
menggunakan tokoh perempuan dapat memuat ideologi patriarki ataupun
feminisme. Salah satu film yang memuat ideologi feminisme yaitu film Pendek
“Tilik”. Pada penelitian ini berfokus pada bagaimana penggambaran ideologi
feminisme dalam film Pendek “Tilik” dengan menggunakan Teori Semiotika John
Fiske.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana level realitas, level
representasi dan level ideologi mengenai feminisme dalam film Pendek “Tilik”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis feminisme dalam film
Pendek “Tilik”, mengenai bagaimana semiotika dari level realitas, level
representasi dan level ideologi berdasarkan Teori Semiotika John Fiske.
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Data yang digunakan adalah film itu sendiri. Selanjutnya penulis
melakukan dokumentasi terhadap scene-scene yang memuat feminisme dan
menganalisis simbol pada film berupa visual atau adegan dan dialog yang ada
dalam scene tersebut.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yakni 1) Level realitas yakni
pakaian yang dikenakan pemain film Pendek “Tilik” menunjukkan kesederhanaan
perempuan desa. 2) Level representasi yakni scene yang berisi dialog mengenai
kebaikan, ketegasan, kepedulian dan partisipasi perempuan. 3) Level ideologi,
berdasarkan gambaran di level realitas dan representasi menunjukkan ideologi film
tersebut adalah feminisme.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………... i
NOTA PEMBIMBING…………………………………………………………. ii
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………… iii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………….. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………………………………………. v
MOTTO………………………………………………………………………… vi
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………. vii
ABSTRAK…………………………………………………………………….. viii
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. xi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………... xiii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………... xiv
BAB I: PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
a. Latar Belakang Masalah……………………………………... 1
b. Rumusan Masalah…………………………………………… 7
c. Tujuan Penelitian……………………………………………. 7
d. Kegunaan Penelitian…………………………………………. 7
e. Telaah Pustaka………………………………………………. 8
f. Metode Penelitian…………………………………………... 11
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian…………………………. 11
2. Data dan Sumber Data…………………………………… 12
3. Teknik Pengumpulan Data………………………………. 14
xiii
4. Teknik Pengolahan Data………………………………… 15
5. Teknik Analisis Data…………………………………….. 15
g. Sistematika Pembahasan……………………………………… 17
BAB II: FEMINISME DALAM FILM………………………………… 19
a. Unsur Pembentuk Film……………………………………… 19
b. Sejarah dan Aliran Feminisme………………………………. 22
c. Analisis Semiotika pada Media……………………………… 26
d. Analisis Semiotika John Fiske………………………………. 27
BAB III: DESKRIPSI FILM PENDEK “TILIK” …………………….. 34
a. Profil Film Pendek “Tilik”…………………………………... 34
b. Sinopsis Film Pendek “Tilik”…………………… ………….. 37
c. Penggambaran Feminisme dalam Film Pendek “Tilik”……... 39
BAB IV: ANALISIS SEMIOTIKA ATAS FEMINISME DALAM FILM
PENDEK “TILIK”…………………………………………… 44
a. Pembahasan Analisis semiotika atas Feminisme pada Level
Realitas Level Representasi dan Level
Ideologi……………………………………………………… 45
BAB V: PENUTUP……………………………………………………… 66
a. Kesimpulan…………………………………………………… 66
b. Saran-saran…………………………………………………… 67
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 69
BIOGRAFI SINGKAT MAHASISWA………………………………………. 72
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan media dan teknologi komunikasi memudahkan orang
untuk membuat tayangan. Beberapa tayangan yang ada di media massa baik
cetak maupun elektronik saat ini semakin beragam. Mulai dari berita, kartun,
reality show hingga film. Tayangan-tayangan yang ada dalam media massa
seringkali mencerminkan kehidupan yang ada di masyarakat. Selain itu
munculnya media sosial membuat semua orang bebas menciptakan konten
kreatif seperti vlog, film dll.1 Salah satu konten yang digemari hingga sekarang
yaitu film. Film saat ini bukan hanya ditayangkan melalui televisi, namun juga
dapat diakses melalui youtube maupun situs internet berbayar lainnya.
Film merupakan karya seni yang menampilkan realitas di masyarakat.
Film menyampaikan cerita melalui adegan-adegan dan peristiwa demi
peristiwa. Film merupakan saluran berbagai macam gagasan, ide, konsep serta
mempunyai dampak dari penayangannya. Ketika seorang melihat film, maka
pesan yang disampaikan film tersebut secara tidak langsung akan berperan
membentuk persepsi terhadap pesan film tersebut.2 Film yang ditampilkan tidak
murni sesuai realitas yang ada di masyarakat, namun merupakan gabungan
1 Asa Briggs dan Peter Burke, Sejarah Sosial Media: dari Gutenberg Sampai Internet, Terj.
A. Rahman Zainudin, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), 82. 2 Nur Latif, “Representasi Ikhlas dalam Film Surga yang Tak Dirindukan,” (Universitas
Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2018), 1.
2
antara ideologi pembuat dan realitas di tengah-tengah masyarakat. Ideologi dan
realitas itu dapat berupa kapitalis, patriarki, feminisme, anarkisme dll.
Dunia perfilman pasti menggunakan peran tokoh perempuan, baik
sebagai pemeran utama maupun pendukung. Perempuan dinilai memiliki daya
pikat yang tinggi dalam memerankan film dengan menonjolkan beberapa hal
seperti kecantikan ataupun pemikiran. Film yang menggunakan tokoh utama
perempuan dapat dilihat dari protagonist perempuan, sudut pandang perempuan
dan narasi yang umumnya berputar sekitar pengalaman perempuan. Perempuan
dalam film sering digambarkan sebagai karakter yang lemah-lembut, cantik,
emosional atau keibuan. Namun representasi tokoh perempuan terkadang
menimbulkan ideologi patriarki ataupun feminisme. Ideologi patriarki
meletakkan posisi dan kekuasaan laki-laki lebih dominan dibandingkan
perempuan. Laki-laki dianggap memiliki kekuatan lebih dibandingkan
perempuan. Masyarakat memandang perempuan sebagai seorang yang lemah
dan tidak berdaya.3 Ideologi patriarki yang muncul dalam film menggambarkan
adanya diskriminasi gender seperti marjinalisasi (peminggiran), subordinasi
(penomorduaan), stereotipe, kekerasan (violence), dan beban kerja berlebihan.4
Sedangkan ideologi feminisme merupakan perlawanan terhadap ideologi
patriarki.
Ideologi feminisme merupakan paham yang mengutamakan kesetaraan
gender dan melawan penindasan terutama terhadap perempuan. Kesetaraan
3 Darma,Y. A. et. al., “Ideologi Gender dalam Karya Sastra Indonesia (Penelitian
Fundamental)” Jurnal Lemlit UHAMKA, 2005, 120-126. 4 Mansuor Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013), 13.
3
gender memberi kesempatan kepada perempuan maupun laki-laki untuk secara
setara/sama/sebanding menikmati hak-haknya sebagai manusia, secara sosial
mempunyai benda-benda, kesempatan, sumberdaya dan menikmati manfaat
dari hasil pembangunan. feminisme menggabungkan doktrin persamaan hak
bagi perempuan yang menghasilkan gerakan yang terorganisasi untuk mencapai
hak asasi perempuan dengan sebuah ideologi transformasi sosial yang bertujuan
menciptakan dunia bagi perempuan serta membebaskan perempuan yang
mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya.5 Feminisme menolak
diskriminasi terhadap semua jenis gender, bukan hanya kepada perempuan.
Ideologi ini menentang budaya patriarki yang mana lingkungan perempuan
hanyalah dapur, sumur dan kasur.
Feminisme mengusung bahwa perempuan itu juga mempunyai hak yang
sama di bidang pendidikan, ekonomi, politik dan sosial. Perempuan berhak
mengakses pendidikan yang sama dengan laki-laki tanpa adanya diskriminasi
dari pendidik dan lingkungan. Dalam bidang ekonomi, perempuan berhak
bekerja dengan aman tanpa mendapatkan pelecehan dan diskriminasi.6
Perempuan berhak menjadi pemimpin dalam ranah publik. Feminisme menolak
stereotif bahwa perempuan itu lemah sehingga mereka harus diatur oleh laki-
laki. Menurut kaum feminis, perempuan berhak menentukan pilihan hidupnya
sendiri, meskipun itu berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Feminisme
5 Wiyatmi, Menjadi Perempuan Terdidik (Yogyakarta: UNY Press, 2013), 8. 6 Nelien Haspels dan Busakorn Suriyasarn, Meningkatkan Kesetaraan Gender dalam Aksi
Penanggulangan Pekerja Anak serta Perdagangan Perempuan dan Anak (Jakarta: ILO, 2005), 8.
4
mendukung seluruh keputusan yang dilakukan oleh semua jenis gender, selama
itu tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.
Film Tilik merupakan film yang menggunakan tokoh utama dan 90%
pemerannya adalah perempuan. Film karya Ravacana Films yang tayang di
youtube channelnya pada 17 Agustus 2020. Film ini menceritakan tentang
perjalanan ibu-ibu naik truk dalam rangka menjenguk (Tilik) Bu Lurah di
Rumah Sakit yang ada di kota. Rombongan pergi ke kota menggunakan truk
milik salah satu warga. Dari truk itulah obrolan terjadi. Beberapa warga
berdebat tentang siapa yang akan mempersunting Dian, salah satu tokoh yang
paling asik membicarakan yaitu Bu Tejo. Dian merupakan seorang kembang
desa dan banyak lelaki yang mendekatinya hingga datang melamarnya.
Informasi tentang dian di dapat dari internet dan sejumlah kabar burung. Selain
itu ada sosok Yu Ning yang kurang setuju dan tidak nyaman dengan perkataan
Bu Tejo.7
Semenjak peluncurannya, film ini ramai dibicarakan oleh publik, ada
yang pro maupun ada yang kontra. Ada pendapat mengatakan bahwa film ini
tidak mendidik karena hanya berisi ibu-ibu yang sedang bergosip ria. Budaya
patriarki yang ada dalam film ini juga membuat kalangan feminisme membuka
suara. Mereka menuduh film ini bersifat misoginis karena isinya tampak
membenci dan berprasangka buruk kepada perempuan. Perempuan yang
diwakili oleh sosok Bu Tejo tampil sebagai provokator dan tukang gibah. Sosok
7 Ahmad Effendi, “Film Tilik: Sinopsis, Fakta, dan Link yang Bisa ditonton di Youtube,”
tua. Selama ini masyarakat, terutama masyarakat desa memandang rendah
perempuan yang menjalin hubungan dengan orang yang lebih tua dan sosok Bu
Tejo yang menjadi tim kampanye suaminya telah mematahkan budaya patriarki
yang beranggapan bahwa pekerjaan perempuan hanya dapur, sumur dan kasur,
tidak untuk mencampuri urusan suami dalam ranah politik dan sosial.
Untuk melihat bagaimana penggambaran representasi dan penyampaian
pesan dalam sebuah film, diperlukan analisis teks media, salah satunya
menggunakan analisis semiotika. Analisis dalam semiotika menggunakan
tanda-tanda yang ada dalam media dan diterjemahkan menggunakan metode
semiotika yang digunakan oleh beberapa tokoh, salah satunya yaitu semiotika
john fiske. Analisis semiotika John Fiske merupakan proses representasi realitas
berbagai objek yang disajikan oleh media melalui proses enkode. Realitas itu
digambarkan dalam media sesuai dengan bahasa teknis yang digunakan. Kode-
kode yang terorganisir tersebut kemudian mengarah pada ideologi. Peristiwa-
peristiwa yang ada di media tersebut di enkode melalui tiga level yaitu level
realitas (pakaian, aksesoris, gaya bicara, lingkungan), level representasi (dialog,
angle kamera) dan ideologi (feminisme, kapitalisme, individualism).10
Penulis ingin membahas tentang ideologi feminisme yang ada pada film
Tilik karena film tersebut memuat potret feminisme yang ada di desa yang
masyarakat kota sering kali abai dan menganggap biasa hal tersebut.
Representasi feminisme tersebut menarik untuk diteliti karena seringkali film
saat ini hanya menggambarkan bagaimana feminisme yang ada di masyarakat
10 Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi (Bogor: Ghalia Indonesia, 2015), 35.
7
kota dan abai dengan feminisme yang ada di desa. Oleh karena itu, film Tilik
akan sangat menarik jika dikaji dengan pendekatan semiotika, untuk melihat
lebih dalam bagaimana representasi untuk menyampaikan pesan tersebut
dengan menggunakan analisis semiotika john fiske dengan judul “Feminisme
dalam Film Tilik (Analisis Semiotika John Fiske)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mencoba
merumuskan permasalahan-permasalahan yang berguna sebagai pijakan
penyusunan skripsi ini. Adapun perumusan masalah tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana level realitas feminisme dalam film Tilik?
2. Bagaimana level representasi feminisme dalam film Tilik?
3. Bagaimana level ideologi feminisme dalam film Tilik?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang penulis rumuskan, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mendefinisikan level realitas feminisme dalam film Tilik.
2. Untuk menjelaskan level representasi feminisme dalam film Tilik.
3. Untuk menganalisis level ideologi feminisme dalam film Tilik.
D. Kegunaan Penelitian
8
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi
pengembangan suatu ilmu. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan
dan pemahaman di bidang analisis semiotika dan di bidang perfilman, serta
dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini berguna bagi praktisi film untuk menambah wawasan
pengetahuan dan pemahaman peneliti tentang penelitian komunikasi
dengan pendekatan semiotika dalam dunia perfilman yakni mengenai
bagaimana ideologi yang digunakan untuk menggambarkan perempuan.
Selain itu diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan pembuat
film atau praktisi film, bahwa untuk memproduksi film sebaiknya ada pesan
moral yang disampaikan kepada masyarakat, terutama mengenai kesetaraan
gender.
E. Telaah Pustaka
Telaah pustaka yang penulis temukan berdasarkan tema yaitu kajian
mengenai film Tilik adalah sebagai berikut:
Pertama, Buku Berjudul Cultural and Communication Studies:
Sebuah Pengantar paling Komprehensif karya John Fiske yang di
terjemahkan oleh Drs, Yosal Iriantara, M.S., dan Idi Subandy Ibrahim
9
Penerbit Jalasutra, Yogyakarta cetakan 2012.11 Buku ini membahas
mengenai metode untuk menganalisis contoh-contoh komunikasi dan
mendeskripsikan teori yang menopangnya sehingga mampu menyingkap
makna-makna yang tersembunyi di balik komunikasi yang terlihat
sederhana, seperti foto berita atau program televisi.
Kedua, Jurnal berjudul Analisis Isi “Tilik”, Sebuah Tinjauan Narasi
Film David Bordweel Karya Nurhablisyah dan Khikmah Susanti,
Mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI 1,2. Jurnal ini dimuat dalam
Jurnal Ilmu Komunikasi UHO : Jurnal Penelitian Kajian Ilmu Komunikasi
dan Informasi, Volume 5, No 4, Oktober 2020, halaman 310-324.12
Jurnal ini membahas makna film menurut Bordwell yang terbagi
menjadi 4 tipe yaitu referensial makna, makna eksplisit, makna implisit dan
makna simpotmatik. Narasi film Bordwell terdiri dari elemen cerita yang
terdiri dari setting, situasi, karakter, waktu dan elemen lain yang menempel
pada cerita. Selanjutnya adalah elemen cara bercerita, di dalamnya
menyangkut plot, ruang, pembuka, pengembangan cerita dan penutup.
Penelitian ini menggunakan metode analisis isi. Dari penelitian ini diperoleh
hasil; karakter Bu Tejo yang mapan secara ekonomi melalui atribut yang
dikenakan seperti perhiasan gelang di tangannya, busana, ponsel dan tata
riasnya. Karakter Yu Ning yang polos namun bisa menyuarakan pendapat
11 John Fiske, Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar paling
Komprehensif, terj. Yosal Iriantara MS dan Idi Subandy Ibrahim, (Yogyakarta: Jalasutra, 2012). 12 Nurhablisyah dan Khikmah Susanti, “Analisis Isi Tilik: Sebuah Tinjauan Narasi Film
David Bordweel,” Jurnal Ilmu Komunikasi UHO: Jurnal Penelitian Kajian Ilmu Komunikasi dan
Informasi, 4 (Oktober 2020), 310-324.
10
tanpa ragu,Yu Ning tanpa segan beradu argument dengan bu tejo, meskipun
bu tejo memiliki status sosial yang lebi tinggi. serta film ini menegaskan
agar tidak termakan berita hoax. Inti cerita film Tilik tersebut terletak pada
saat yu ning dan bu tejo ribut besar dengan pengambilan gambar yang
dilakukan secara close up.
Ketiga, skripsi berjudul Representasi Feminisme dalam Film Siti
(Analisis Semiotika Roland Barthes) karya Julia Ekawati, Mahasiswa
Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya
(STIKOSA AWS).13 Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis
semiotika Roland Barthes dengan penelitian komunikasi kualitatif, dengan
melihat makna adegan, denotasi, konotasi dan mitos pada film Siti. Skripsi
ini membahas tentang representasi kehidupan perempuan di Indonesia dan
kehidupan para pekerja malam. Selain itu, film ini merepresentasikan
kekuatan fisik dan pikiran pada diri perempuan. Hasil dari penelitian ini,
film Siti termasuk aliran feminisme marxis, dimana sumber penindasan
terhadap perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi.
Keempat, Skripsi berjudul Representasi Ikhlas dalam Film “Surga
yang tak Dirindukan” karya Nur Latif, Mahasiswa Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Semarang, 2018.14 Penelitian
ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif dengan analisis
semiotika John Fiske, dengan teori the code of television dimana ada tiga
13 Julia Ekawati, “Representasi Feminisme dalam Film Siti (Analisis Semiotika Roland
Barthes),” (Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya, Surabaya, 2016). 14 Nur Latif, “Representasi Ikhlas dalam Film Surga yang Tak Dirindukan,” (Universitas
Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2018).
11
tahapan dalam menganalisis yaitu level realitas, level representasi dan level
ideologi. Hasil penelitian dari film tersebut adalah terdapat beberapa scene
yang menunjukkan tanda ikhlas, diantaranya baik hati dan lembut terdapat
satu scene, istiqomah terdapat dua scene, selalu memaafkan orang lain
terdapat dua scene, membantu orang lain terdapat satu scene, tawakal
terdapat dua scene dan bersyukur terdapat satu scene.
Persamaan dengan penelitian dan tulisan pertama dan keempat
adalah membahas analisis semiotika John Fiske, persamaan penelitian
ketiga dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah analisis
feminisme pada film dan persamaan dengan penelitian kedua adalah analisis
pada film tilik. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti adalah pada penelitian kedua terletak pada
pendekatan analisis, penelitian ketiga terletak pada metode semiotika yang
digunakan dan penelitian keempat terletak pada film yang di teliti.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitiatif merupakan
penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari
perspektif partisipan.15 Metode pendekatan penelitian ini menggunakan
15 Sandu Siyoto dan M. Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian (Karanganyar: Literasi
Media Publishing, 2015), 28.
12
pendekatan komunikasi dengan menggunakan analisis teks media yaitu,
analisis semiotika john fiske, semiotika sebagai ilmu yang mempelajari
tanda itu sendiri, jenis dan cara tanda berbeda dalam menyampaikan makna.
Dalam memaknai setiap tanda peneliti memakai analisis semiotika John
Fiske, analisis ini bertujuan untuk mengkaji feminisme dalam film Tilik.
Analisis semiotika John Fiske merupakan proses representasi realitas
berbagai objek yang disajikan oleh media melalui proses enkode. Realitas
itu digambarkan dalam media sesuai dengan bahasa teknis yang digunakan.
Kode-kode yang terorganisir tersebut kemudian mengarah pada ideologi.
Peristiwa-peristiwa yang ada di media tersebut di encode melalui tiga level
yaitu level realitas (pakaian, aksesoris, gaya bicara, lingkungan), level
representasi (dialog, angle kamera) dan ideologi (feminisme, kapitalisme,
individualism).16
Objek penelitian dari film ini adalah unsur-unsur feminisme yang
ada dalam film. Namun karena film pendek ini mayoritas diperankan oleh
perempuan, maka hal yang diteliti yaitu bagaimana unsur-unsur feminisme
yang ada dalam tokoh perempuan di film pendek “Tilik”.
2. Data dan Sumber Data Penelitian
Data adalah fakta empirik yang dikumpukan oleh peneliti. Data
digunakan untuk memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan
penelitian.17 Data utama yang digunakan oleh peneliti adalah scene-scene
16 Vera, Semiotika dalam Riset, 35. 17 Sandu Siyoto, Dasar Metodologi penelitian, 67.
13
dalam film Tilik yang menunjukkan level realitas diantaranya gaya
berpakaian Bu Tejo, Dian dan pemain yang lain; setting pada film Tilik serta
ucapan Bu Tejo, Dian dan pemain yang lain yang berhubungan dengan
feminisme. Kemudian level representasi yang berisi dialog di antara para
pemain dan angle kamera yang digunakan pada scene yang berisi
feminsime. Sedangkan data pendukung yang digunakan adalah profil dan
sinopsis film Tilik.
Sumber data di dalam penelitian kualitatif antara lain sebagai
berikut:
a. Data primer
Data primer merupakan data yang didapat atau dikumpulkan
oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Penelitian ini
menggunakan file video film Tilik yang berdurasi 32 menit 34 detik
sebagai data primer. Data primer yang digunakan yaitu bagaimana level
realitas, level representasi dan level ideologi dalam film pendek “Tilik”.
Peneliti menganalisis feminisme pada film Tilik tersebut dengan cara
mengambil scene-scene yang mengandung makna dan indikator
feminisme. Untuk sumber data tersebut peneliti mendapatkan dari file
video yang di download dari situs youtube channel Ravacana Films.18
b. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang didapat atau dikumpulkan oleh
peneliti dari berbagai sumber yang telah ada, seperti buku, jurnal dan
18 https://youtu.be/GAyvgz8_zV8 di akses pada 4 Oktober 2020.
“perempuan” ada sebagai bentuk platonik, yang seolah-olah setiap
perempuan dapat sesuai dengan kategori itu. Feminisme ini juga
menafikkan “chauvinisme perempuan” yaitu kecenderungan dari segelintir
perempuan, yang diuntungkan karena ras atau kelas mereka, misalnya,
untuk berbicara atas nama perempuan lain.19
9. Ekofeminisme yang membahas mengenai hubungan diri dan spiritual
perempuan dan alam. Ekofeminisme berkeyakinan bahwa manusia saling
berhubungan satu sama lain. Selain itu, manusia juga berhubungan dengan
dunia bukan manusia, tumbuhan dan hewan.20
C. Analisis Semiotika pada Media
Semiotika yaitu ilmu tentang tanda atau teori tanda. Istilah semiotika
berasal dari bahasa Yunani seemion yang berarti tanda. Kata dasar semiotika
diambil dari kata Seme yang berarti penafsir tanda. Secara etimologi, semiotika
dihubungkan dengan kata sign, signal.21 Semiotika mempelajari tanda-tanda
yang kemungkinan mempunyai arti atau makna. Semiotika adalah metode
untuk mengkaji tanda. Tanda merupakan basis untuk seluruh komunikasi.
Tanda digunakan sebagai perangkat untuk mencari jalan di dunia ini. Memaknai
tanda tidak bisa dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan tanda. Tanda
19 Ibid., 309. 20 Ibid., 403. 21 Abdul Halik, Tradisi Semiotika Dalam Teori dan Penelitian Komunikasi (Makassar:
Alauddin Press, 2012), 18.
27
menandakan sesuatu di luar dirinya dan makna merupakan hubungan tanda
dengan sesuatu yang ada dalam pikiran manusia.22
Sebagai ilmu tanda, semiotika membagi aspek tanda menjadi petanda
(signifier) dan petanda (signified) dengan pemahaman penanda sebagai bentuk
formal yang menandai petanda, dipahami sebagai sesuatu yang ditandai oleh
penanda.23 Tanda dalam semiotika terbagi menjadi syntactic code, yaitu tanda
memiliki arti jika dikaitkan dengan yang lain dan pragmatic codes, yaitu
sesuatu memiliki arti tergantung kesepakatan sehari-hari. Dalam komunikasi,
makna merupakan hasil relasi dari simbol, objek dan personal. Semiotika
memandang komunikasi sebagai pembangkit makna yang ada dalam pesan.
Pemaknaan pesan merupakan proses aktif karena tidak ada konsep yang statis
dan mutlak pada kemasan pesan.24
D. Analisis Semiotika John Fiske
Semiotika menurut John Fiske adalah ilmu tanda tentang bagaimana
tanda dan makna dibangun dalam teks media, atau studi tentang bagaimana
tanda dari suatu karya dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna.25
Analisis semiotika John Fiske merupakan proses representasi realitas berbagai
objek yang disajikan oleh media melalui proses enkode. Realitas itu
digambarkan dalam media sesuai dengan bahasa teknis yang digunakan. Kode-
22 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 15. 23 Ambarini AS dan Nazia Maharani Umaya, Semiotika Teori dan Aplikasi pada Karya
Sastra (Semarang: IKIP PGRI Semarang Press, 2012), 28. 24 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), 17. 25 Ibid., 43.
28
kode yang terorganisir tersebut kemudian mengarah pada ideologi. Menurut
Fiske, kode-kode yang muncul atau yang digunakan dalam acara televisi saling
berhubungan sehingga terbentuk sebuah makna. Sebuah realitas tidak muncul
begitu saja melalui kode-kode yang timbul, tetapi juga diolah melalui
penginderaan sesuai referensi yang telah dimiliki oleh pemirsa televisi,
sehingga sebuah kode akan diterjemahkan secara berbeda oleh orang yang
berbeda juga.26
Menurut John Fiske terdapat tiga bidang studi utama dalam semiotika,
yaitu:
1. Tanda itu sendiri yaitu sesuatu yang bersifat fisik. Cara menyampaikan tanda
untuk menjadi makna dilakukan berbeda-beda sesuai dengan manusia yang
menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan dipahami oleh
manusia yang menggunakannya.
2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi mengenai kode
mencakup cara kode-kode dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
manusia atau budaya atau kebutuhan eksploitasi saluran komunikasi yang
ada untuk mentramisikannya.
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Makna dari kode ini tergantung
bagaimana tempat kode tersebut bekerja.27
Peristiwa menjadi peristiwa media jika telah dikodekan oleh kode-kode
sosial yang dikonstruksi dalam tiga level berikut:
26 Vera, Semiotika dalam Riset, 35. 27 Fiske, Cultural and Communication, 60.
29
1. Level Realitas (Reality). Peristiwa yang ditandakan (encoded) sebagai realita.
Kode sosial yang termasuk didalamnya adalah penampilan (appearance),
kostum (dress), riasan (make up), lingkungan (environment), kelakuan
(behavior), dialog (speech), gerakan (gesture), ekspresi (expression). Dalam
bahasa tulis misalnya, dokumen, transkrip, wawancara, dan sebagainya.28
a. Appereance (Penampilan) yaitu keseluruhan tampilan fisik seseorang
meliputi beberapa aspek gaya personal. Dari penampilan tersebut timbul
makna yang disampaikan.
b. Dress (Kostum), kostum memiliki keanekaragaman karakteristik berserta
dengan aksesoris yang dipakainya. Busana yang dipakai dalam film
memiliki sebuah makna yang ingin di sampaikan. Beberapa fungsi busana
dalam film yaitu sebagai petunjuk kelas sosial, pribadi pelaku dan citra
dari pelaku serta doktrinasi untuk para penonton.
c. Make up (Tata Rias) berfungsi untuk menyesuaikan karakteristik aktor
dengan wajah asli yang dia perankan.
d. Environment (Lingkungan) disesuaikan dengan tujuan atau pesan yang
ingin disampaikan.
e. Behaviour (Perilaku) adalah aksi atau reaksi sebuah objek yang
berhubungan dengan lingkungan.
f. Speech (Cara Berbicara) Cara berbicara memiliki sebuah intonasi sesuai
tujuan film itu dibuat.
28 Sobur, Analisis Teks Media, 26.
30
g. Gesture (Gerakan) adalah bahasa nonverbal yang dilakukan orang para
actor. Gerakan mencerminkan sebuah peran dengan emosinya.
h. Expression (Ekspresi) adalah bentuk komunikasi non verbal serta bentuk
penyampaian emosi raut wajah kepada penonton. 29
2. Level Representasi (Representation), Realitas yang terenkode dalam encode
electronically harus ditampilkan pada kode teknis. Dalam bahasa tulis kode
teknis itu melingkupi kata, kalimat, proposisi, foto, grafik, dan sebagainya.
Sedangkan dalam bahasa gambar, kode teknis itu terdiri atas kamera,