Perdarahan Gusi Spontan Pada Anak Nur Fasihah Binti Mat Nawi 10-2008-236 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 www.ukrida.ac.id Abstrak: Perdarahan ialah keluarnya darah dari salurannya yang normal (arteri, vena atau kapiler) ke dalam ruangan ekstravaskulus oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah. Perdarahan dapat berhenti melalui 3 mekanisme utama, yaitu konstriksi pembuluh darah, pembentukan gumpalan trombosit, dan pembentukan thrombin dan fibrin yang memperkuat gumpalan thrombin. Gangguan atau kelainan dapat terjadi pada pembuluh darah (vaskulus), trombosit, dan mekanisme pembekuan yang terjadi secara congenital atau didapat. Kelainan pada salah satu atau lebih dari tiga mekanisme pembekuan menyebabkan berlakunya perdarahan yang abnormal dan seringkali tidak dapat berhenti sendiri. Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan untuk membedakan penyebab perdarahan adalah masa perdarahan, masa pembekuan, Rumpel-Leede dan retraksi bekuan. Penanganan dilakukan mengikut berat atau ringannya perdarahan yang berlaku dan seringkali perlu ditangani dahulu penyakit primer sekiranya ada. Kata kunci: Perdarahan, mekanisme pembekuan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Perdarahan Gusi Spontan Pada Anak
Nur Fasihah Binti Mat Nawi
10-2008-236
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
www.ukrida.ac.id
Abstrak: Perdarahan ialah keluarnya darah dari salurannya yang normal (arteri, vena atau
kapiler) ke dalam ruangan ekstravaskulus oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh
darah. Perdarahan dapat berhenti melalui 3 mekanisme utama, yaitu konstriksi pembuluh
darah, pembentukan gumpalan trombosit, dan pembentukan thrombin dan fibrin yang
memperkuat gumpalan thrombin. Gangguan atau kelainan dapat terjadi pada pembuluh
darah (vaskulus), trombosit, dan mekanisme pembekuan yang terjadi secara congenital atau
didapat. Kelainan pada salah satu atau lebih dari tiga mekanisme pembekuan menyebabkan
berlakunya perdarahan yang abnormal dan seringkali tidak dapat berhenti sendiri.
Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan untuk membedakan penyebab perdarahan
adalah masa perdarahan, masa pembekuan, Rumpel-Leede dan retraksi bekuan. Penanganan
dilakukan mengikut berat atau ringannya perdarahan yang berlaku dan seringkali perlu
ditangani dahulu penyakit primer sekiranya ada.
Kata kunci: Perdarahan, mekanisme pembekuan
Perdarahan Gusi Spontan Pada Anak
Nur Fasihah Binti Mat Nawi
10-2008-236
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
www.ukrida.ac.id
Abstract: Bleeding is a condition when blood leak out from the vessel (arteries, veins or
capillaries) to the extravascular space due to the injury of the blood vessel. Bleeding can be
stopped trough 3 main mechanisms, constriction of the blood vessel, platelet clot formation,
and formation of thrombin and fibrin clot that reinforces thrombin. Abnormalities and
disorders of the blood vessel can occur due to the blood vessel (vascular), platelet, and
clotting mechanism can be caused by congenital or acquired. Abnormalities in one or more
of these three mechanism causing abnormal bleeding occurs and are hardly self limited. A
simple tests that can be done to differentiate the cause of the bleeding are bleeding time,
clotting time, Rumpel-Leede and clot retraction. The treatment varies depending on the
severity and usually have to treat its primary illness.
Key words: Bleeding, clotting mechanism
SKENARIO
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun dibawa oleh orang tuanya ke poliklinik anak
dengan keluhan perdarahan spontan gusi yang sudah berlangsung sejak 2 hari yang lalu. Satu
minggu yang lalu anak mengalami demam, batuk dan pilek, namun telah berobat ke dokter.
Saat ini anak tidak demam lagi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik,
kesadaran kompos mentis, tanda-tanda vital dalam batas normal.
PENDAHULUAN
Perdarahan merupakan hasil daripada kecederaan atau kelainan pada pembuluh darah
yang dapat disebabkan proses penuaan, penyakit, trauma, dan sebagainya. Proses hemostasis
membantu mempertahankan integritas vaskular pada pembuluh darah yang rusak. Mekanisme
hemostasis tubuh melibatkan mekanisme yang rumit, dengan bantuan daripada faktor-faktor
pembekuan. Daripada kasus, didapatkan anak perempuan, 6 tahun mengalami perdarahan
spontan gusi sejak 2 hari yang lalu, dan mempunyai riwayat demam, batuk dan pilek satu
minggu yang lalu dan sembuh setelah pengobatan.
Pada penyakit kelainan hematologi, gejala yang ditunjukkan oleh pasien dapat ringan
sehingga seolah-oleh tanpa gejala, dan dapat juga gejala yang berat. Yang paling umum
ditemukan adalah perdarahan dan pasien kelihatan pucat. Makalah ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui dengan lebih lanjut mengenai kelainan yang boleh dengan
manifestasi perdarahan spontan gusi, dan untuk mengetahui lebih banyak mengenai penyakit-
penyakit hematologi.
Dalam makalah ini, akan dibahas etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan yang
berkaitan dan penatalaksanaan penyakit yang berkaitan. Daripada kasus yang diberikan,
hipotesis yang dilakukan adalah perdarahan spontan gusi pada anak perempuan 6 tahun yang
bersifat akut dapat disebabkan oleh penyakit infeksi dan non-infeksi. Pada akhir makalah
diharapkan pembaca lebih jelas mengenai kelainan hematologi dan mampu untuk
mendiferensiasi kelainan-kelainan yang dibahaskan.
ANALISIS MASALAH
PEMBAHASAN
1. ANEMIA/ KURANG DARAH
Anemia merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan kadar
haemoglobin atau nilai hematokrit atau jumlah eritrosit dalam sirkulasi darah. Keadaan ini
mengakibatkan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen berkurang sehingga akan
menimbulkan gejala-gejala akibat terjadinya hipoksia dari ringan sampai berat. Kadar
hemoglobin normal pada anak-anak (3 bulan-13 tahun) adalah 10-14,5 g/dL. Manakala nilai
hematokrit adalah 31-43% dan jumlah eritrosit 3,8-5,8 juta/uL.
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi eritrosit dan berdasarkan
etiologi. Klasifikasi berdasarkan morfologi eritrosit
1. Anemia makrositik. Dibagikan kepada megaloblastik dan non-megaloblastik. Yang
termasuk dalam anemia makrositik megaloblastik adalah anemia pernisiosa, anemia
defisiensi vitamin B12, dan anemia defisiensi folat. Anemia makrositik non-
megaloblastik termasuk anemia hemolitik, dan anemia pasca perdarahan.
2. Anemia mikrositik hipokrom. Dapat disebabkan oleh defisiensi besi, gangguan
penggunaan besi, gangguan sintesis porfirin, dan gangguan sintesis globin.
3. Anemia normositik normokrom. Dapat ditemukan pada anemia aplastik, anemia pada
keganasan, dan anemia pada penyakit menahun.
Klasifikasi berdasarkan etiologi
1. Kehilangan darah. Dapat diklasifikasikan kepada akut atau kronis.
2. Aktivitas eritropoiesis menurun. Termasuk anemia defisiensi, dan kegagalan sum sum
tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia, keganasan).
3. Destruksi eritrosit meningkat (anemia hemolitik). Terbagi kepada herediter dan
didapat.
4. Peningkatan volume plasma (hemodilusi). Dapat ditemukan pada wanita hamil.
ANEMIA APLASTIK
Anemia aplastik biasanya terdapat pada anak besar berumur lebih dari 6 tahun.
Depresi sumsum tulang oleh obat atau bahan kimia, meskipun dengan dosis rendah, tetapi
berlangsung sejak usia muda secara terus menerus, baru akan terlihat pengaruhnya setelah
beberapa tahun kemudian. Misalnya pemberian kloramfenikol yang terlampau sering pada
bayi (sejak umur 2-3 bulan), baru akan menyebabkan gejala anemia aplastik setelah berumur
lebih 6 dari 6 tahun. Di samping itu, pada beberapa kasus gejala sudah timbul hanya beberapa
saat setelah kontak dengan agen penyebabnya.
ETIOLOGI
a. Faktor congenital: Sindrom Fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain
seperti mikrosefali, strabismus, anomaly jari, kelainan ginjal, dan sebagainya.
b. Faktor didapat
1. Bahan kimia: benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb
- Perdarahan dapat berupa ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi dan sebagainya.
Relative aktif limfopoesis
Limfositosis - - Limfositosis biasanya tidak lebih dari 80%.
Relative aktif RES Mungkin terdapat sel plasma, monosit bertambah.
-
Gambaran umum: Sel sangat kurang, banyak jaringan penyokong dan lemak.
Tambahan: - Hepar, limpa, kelenjar getah bening tidak membesar dan tidak ada ikterus.
Tabel 1: Ikhtisar gejala klinis dan hematologis Anemia aplastik (Sumber:Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak, Jilid 1, Jakarta, 2007, Fakultas Kedokteran Indonesia. Hal 453)
PENATALAKSANAAN
1. Prednison dan testosterone.
Prednisone diberikan dengan dosis 2-5 mg/kgBB/hari peroral, sedangkan testosterone
dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari sebaiknya secara parenteral. Pengobatan biasanya
berlangsung berbulan-bulan, bahkan dapat sampai bertahun-tahun. Bila terdapat
remisi, dosis obat diberikan separuhnya dan jumlah sel diawasi setiap minggu. Bila
kemudian terjadi relaps, dosis obat harus diberikan penuh kembali.
2. Transfusi darah.
Transfusi darah yang terlampau sering, akan timbul depresi terhadap sumsum tulang
atau dapat menimbulkan reaksi hemolitik (reaksi transfusi), sehingga dalam hal ini
trasnfusi darah ‘gagal’ karena eritrosit. Leukosit, dan trombosit akan dihancurkan
sebagai akibat dibentuknya antibodi terhadap sel-sel darah tersebut. Dengan demikian
transfusi darah hanya diberikan bila diperlukan. Pada keadaan yang sangat gawat
(perdarahan masif, perdarahan otak dan sebagainya) dapat diberikan suspensi
trombosit.
3. Pengobatan terhadap infeksi sekunder.
Untuk menghindarkan anak dari infeksi, sebaiknya anak diisolasi dalam ruangan yang
‘suci hama’. Pemberian obat antibiotika hendaknya dipilih yang tidak menyebabkan
depresi sumsum tulang. Kloramfenikol tidak boleh diberikan.
4. Diet.
Disesuaikan dengan keadaan anak, umumnya diberikan makanan lunak. Hati-hati
pada pemberian makanan melalui pipa lambung karena mungkin menimbulkan
luka/perdarahan pada waktu pipa dimasukkan.
5. Istirahat.
Untuk mencegah terjadinya perdarahan, terutama pada otak.
PROGNOSIS
Prognosis bergantung kepada gambaran sumsum tulang (hiposelular atau aselular), kadar Hb
F yang lebih dari 200 mg% memperlihatkan prognosis yang lebih baik, umlah granulosit
yang lebih dari 2.000/mm3 menunjukkan prognosis yang lebih baik, dan pencegahan infeksi
sekunder. Gambaran sumsum tulang merupakan parameter yang terbaik untuk menentukan
prognosis.
2. HEMOSTASIS
Hemostasis ialah proses pembentukan bekuan pada dinding pembuluh darah yang
rusak, untuk mencegah kehilangan darah sementara tetap mempertahankan darah dalam
keadaan cair di dalam sistem pembuluh darah. sekumpulan mekanisme sistemik kompleks
yang saling berkaitan akan bekerja unutk mempertahankan imbangan antara koagulasi
dengan antikoagulasi.
Pada proses hemostasis, terjadi reaksi hemostasis primer (reaksi vaskular dan reaksi
selular) dan sekunder (reaksi biokimia). Faktor-faktor yang berperan pada hemostasis adalah
ekstravaskular (otot, jaringan subkutan, thromboplastin jaringan), vaskular (ukuran dan lokasi
pembuluh darah, tekanan darah) dan intravascular (trombosit dan faktor koagulasi).
Dalam proses hemostasis, pembuluh darah akan mengalami vasokontriksi dan
membentuk beberapa substansi, yaitu faktor von Willebrand (platelet adherent), activator
plasminogen jaringan (sistem fibrinolitik), inhibitor plasminogen activator (sistem
fibrinolitik), prostasiklin/PGI2 (inhibit agregasi platelet), trombomodulin (protein C
activation) dan glikosaminoglikan (meningkatkan aktivitas antitrombin). Konstriksi
pembuluh darah disebabkan oleh serotonin dan vasokontriktor lain yang dilepaskan oleh
trombosit yang menempel pada pembuluh darah yang rusak.
Trombosit mengambil peran untuk menghasilkan pf3 dan pf4, membentuk sumbat
trombosit (platelet adherent, agregasi platelet, dan release reaction) dan membantu
menstabilkan sumbat trombosit. Terdapat 3 mekanisme hemostasis; hemostatik lokal,
termasuk fibrin dan aliran darah. Kedua, humoral, yaitu antitrombin III, protein C, protein S,
heparin kofaktor II, dan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Ketiga adalah mekanisme
seluler, yaitu sel hati dan sel retikuoendotel yang nantinya akan berperan pada mekanisme
clearance.
Gambar 1: Proses hemostasis (Sumber: Ganong.W.F. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta. 2003. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Hal 521)
MEKANISME PEMBEKUAN
Agregasi trombosit yang longgar pada sumbat sementara diikat dan dikonversi
menjadi sumbat definitive oleh fibrin. Mekanisme pembekuan yang berperan melibatkan
kaskade reaksi enzim yang tidak aktif diubah menjadi aktif, dan selanjutnya enzim tersebut
mengaktifkan enzim lain yang tidak aktif. Reaksi mendasar dalam pembekuan darah adalah
konversi protein plasma yang larut (fibrinogen) menjadi fibrin (tidak larut). Fibrin mula-mula
berupa gumpalan benang-benang yang saling menjalin. Selanjutnya, pembentukan ikatan-
ikatan silang kovalen akan mengubah gumpalan longgar menjadi agregat yang padat dan
ketat (stabililsasi). Reaksi yang terakhir ini dikatalisasi oleh faktor XIII yang telah diaktifkan
dan memerlukan Ca2+.
Perubahan fibrinogen kepada fibrin dikatalisasi oleh thrombin. Trombin dibentuk dari
prekursornya (prothrombin) dengan bantuan daripada faktor X yang telah diaktifkan.
Thrombin turut berperan dalam pengaktifan trombosit, sel endotel, serta leukosit melalui
gabungan dengan protein G.
Faktor X diaktifkan melalui reaksi dari jalur intrinsic dan ekstrinsik. Dalam sistem
intrinsic, faktor XII dikoversi kepada XIIa dengan bantuan katalisasi HWMK dan kallikrein.
Faktor XIIa kemudiannya mengaktifkan faktor XI menjadi faktor XIa dan kemudiannya
mengaktifkan faktor IX. Faktor IXa membentuk kompleks dengan faktor VIII aktif (setelah
terpisah dari faktor von Willebrand) untuk mengaktifkan faktor X. Pengaktifan sempurna
faktor X memerlukan fosfolipid dari trombosit yang beragregasi (PL) dan Ca2+.
Sistem ekstrinsik pula dipacu oleh pelepasan thromboplastin jaringan, yaitu campuran
protein-fosfolipid yang mengaktifkan faktor VII. Thromboplastin jaringan dan faktor VII
mengaktifkan faktor IX dan X. Dengan adanya PL, Ca2+ dan faktor V, faktor X yang telah
diaktifkan mengkatalisis konversi prothrombin kepada thrombin.
Gambar 2: Mekanisme pembekuan (Sumber: Ganong.W.F. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta. 2003. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Hal 521)
MEKANISME FIBRINOLISIS
Plasmin (fibrinolisin) merupakan komponen aktif dari sistem plasminogen
(fibrinolitik) yang membantu melisiskan fibrin dan fibrinogen dengan menghasilkan produk
degradasi fibrinogen (FDP) yang menghambat thrombin. Plasmin dibentuk dari precursor
inaktif, plasminogen melalui bantuan thrombin dan activator plasminogen tipe jaringan (t-
PA). Plasminogen juga diaktifkan oleh activator plasminogen tipe urokinase (u-PA).
Gambar 3: Sistem fibrinolitik (Sumber: Ganong.W.F. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta. 2003. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Hal 522)
HEMOFILIA
Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi faktor VII, atau disfungsi pada faktor VIII
relative sering ditemukan. Hemofilia B atau Chrismas disease merupakan kelainan yang
disebabkan oleh defisiensi atau disfungsi dari faktor IX. Kekurangan faktor VIII dan IX
merupakan gangguan pada tahap pertama pembekuan darah, yang disebabkan kekurangan
faktor pembekuan yang bekerja pada tahap tersebut. Penyakit ini bersifat herediter, biasanya
terdapat pada anak laki-laki, tetapi dapat diturunkan oleh wanita (bersifat sex-linked
recessive).
PATOFISIOLOGI
Faktor VIII dan faktor IX diperlukan untuk mengaktifkan faktor X. Dengan bantuan
daripada fosfolipid dan kalsium, terbentuknya tenase ataukompleks factor-X activating.
Dalam keadaan normal, pembentukan sumbatan platelet bersamaan dengan pembentukan
sumbatan fibrin membantu untuk menghentikan perdarahan. Pada pasien hemofilia,
pembentukan sumbatan terlambat atau tidak kuat dan menyebabkannya mudah lepas.
Sekiranya perdarahan berlaku di area yang tertutup, misalnya sendi, kemungkinan besar penyebab
kepada berhentinya perdarahan adalah tamponade. Namun, pada luka terbuka, tidak dapat terjadi
tamponade, menyebabkan perdarahan masif berlaku. Bekuan darah yang terjadi lebih longgar yang
mengakibatkan lisisnya bekuan secara fisiologik dan trauma yang paling kecil dapat menyebabkan
perdarahan kembali.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang ditimbulkan dapat ringan sekali bahkan mungkin tidak memberikan
gejala tetapi dapat pula mengakibatkan gejala berat sehingga memerlukan tindakan segera.
Gejala penyakit ini berupa kebiruan pada kulit, perdarahan sendi, otot, atau perdarahansetelah
trauma atau operasi. Pada hemofilia A yang berat, yaitu apabila faktor VIII kurang dari 1%,
dapat terjadi perdarahan spontan pada anak, dan hemartosis. Dalam menegakkan diagnosis,
perlu didapatkan silsilah keluarga secara terperinci untuk mencari kemungkinan karier pada
penderita lain.
PEMERIKSAAN
Anamnesis yang dilakukan mengarahkan pada dugaan adanya penyakit hemofilia
dalam keluarga. Terdapat riwayat perdarahan memanjang setelah operasi atau trauma atau
perdarahan spontan dalam otot atau sendi .Pada pemeriksaan laboratorium hemofilia A dan
B, ditemukan masa perdarahan, masa prothrombin dan masa thrombin normal. APTT
memanjang, TGT abnormal bila dipakai plasma, dan normal bila dipakai serum. Yang
membedakan hemofilia A dan B adalah aktivitas daripada faktor yang terlibat rendah.
Aktivitas daripada faktor VIII rendah pada hemofilia A, dan aktivitas faktor IX rendah pada
hemofilia B.
Untuk menyingkirkan dugaan perdarahan intracranial, dilakukan pemeriksaan CT
scan. Artroskopi menyingkirkan dugaan perdarahan sendi, manakala endoskopi membantu
untuk menyingkirkan dugaan perdarahan GIT.
PENATALAKSANAAN
Menghindari trauma merupakan cara yang paling bernas untuk pasien hemofilia
namun perdarahan dapat berlaku tanpa adanya trauma. Pasien hemofilia juga harus
menghindari pengambilan aspirin dan obat-obat anti-inflamasi non steroid (OAINS), yang
mempengaruhi aktivitas platelet.
Replacement therapy atau terapi penggantian yaitu transfuse darah yang diberikan
pada saat perdarahan berlaku bagi memastikan kadar faktor VIII dan faktor IX berada dalam
hemostatic level (35-40U/dL) atau diberikan transfuse 100% (100U/dL) pada keadaan gawat
dan perdarahan yang masif.
Tirah baring dan monitor cairan tubuh selama 1-2 hari sekiranya pasien mengalami
hematuria. Dapat diberikan prednisone sekiranya masih tiada pembaikan dalam masa 2 hari
tersebut.
Terapi profilaksis dilakukan bagi mengelakkan berlakunya perdarahan spontan sendi
yang biasanya dilakukan untuk seumur hidup pasien. Pada pasien yang lebih muda, perlu
dimasukkan kateter untuk memastikan tepat pada vena.
3. FAKTOR PEMBEKUAN DARAH
Faktor pembekuan Sinonim Fungsi
Faktor I Fibrinogen Precursor fibrin
Faktor II Prothrombin Serine protease
Faktor III Tissue thromboplastin Initiate extrinsic pathway
Faktor IV Calcium ion Bridge between gamma carboxy
glutamate & phospholipid
Faktor V Proaccelerin Cofactor of F Xa
Faktor VII Proconvertin Serine protease
Faktor VIII Anti hemophilic factor
(AHF)
Cofactor of F IXa
Faktor IX Plasma thromboplastin
component (PTC)
Serine protease
Faktor X Stuart Prower factor Serine protease
Faktor XI Plasma thromboplastin
Antecedent (PTA)
Serine protease
Faktor XII Hageman factor Serine protease
Faktor XIII Fibrin stabilizing factor Transglutaminase
Prekallikrein (PK) Fletzer factor Serine protease
High Molecular Weight
(HMW) Kininogen
Fitzgerald factor Cofactor of Kallikrein
Tabel 2: Faktor pembekuan darah dan fungsinya (Sumber: Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik hematologi. Jakarta. 2009. Biro Publikasi
Fakultas Kedokteran Ukrida. Hal 167)
Faktor pembekuan darah diklasifikasikan kepada
1. Golongan kontak: Faktor XI, XII, PK, HMWK yang terdapat dalam plasma adsorb
dan serum. Berinteraksi dengan komplemen dan sistem fibrinolitik. Defisiensi faktor
ini tidak menyebabkan perdarahan, tetapi menyebabkan pemanjangan PTT.
2. Golongan prothrombin: Faktor II, VII, IX, X. Merupakan vitamin K dependent factor.
Tidak terdapat dalam plasma adsorb.
3. Golongan fibrinogen: Faktor I, V, VIII, XIII. Tidak terdapat dalam serum tetapi
terdapat dalam plasma adsorb. Diaktifkan oleh thrombin.
KELAINAN PADA FAKTOR PEMBEKUAN DARAH
Kelainan faktor pembekuan darah dapat disebabkan oleh kelainan bawaan dan
kelainan yang didapat. Kelainan bawaan dibagikan menjadi kelainan autosom dominan
(VWD, disfibrinomenemia, dan defisiensi prothrombin), kelainan autosom resesif