BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat merupakan suatu bahan atau paduan bahan-bahan yanng dimaksud untuk digunakan untuk dalam menetepakn diagnosis,mencegah ,mengurangkan ,menghilangkan .menyem buhkan penyakit atau gejala penyakit ,luka atau kelainan badanila dan rohaniah pada manusia.bahan aktif obat agar digunakan nyaman ,aman ,efisiendan optimal dikemas dalam bentuk sediaan obat (BSO) atau disebut faramsi. Bentuk sediaan obat (BSO) dapat mengandung satu atau lebih komponen bahan aktif .Obat tersedia dalam berbagai bentuk atau preparat. Bentuik obat menentukan rute obat. Misalnya, kapsul diberikan peroral dan larutan diberikan perintravena. Komposisi obat dibuat untuk meningkatkan absorpsi dan metabolisme didalam tubuh. 1 |
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan suatu bahan atau paduan bahan-bahan yanng dimaksud
untuk digunakan untuk dalam menetepakn
diagnosis,mencegah ,mengurangkan ,menghilangkan .menyembuhkan penyakit
atau gejala penyakit ,luka atau kelainan badanila dan rohaniah pada
manusia.bahan aktif obat agar digunakan nyaman ,aman ,efisiendan optimal
dikemas dalam bentuk sediaan obat (BSO) atau disebut faramsi.
Bentuk sediaan obat (BSO) dapat mengandung satu atau lebih komponen
bahan aktif .Obat tersedia dalam berbagai bentuk atau preparat. Bentuik obat
menentukan rute obat. Misalnya, kapsul diberikan peroral dan larutan diberikan
perintravena. Komposisi obat dibuat untuk meningkatkan absorpsi dan
metabolisme didalam tubuh.
1.2 Tujuan
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan mengerti tentang farmasi
kedokteran gigi berupa bentuk-bentuk sediaan obat,cara pemberian obat dan
bagaimana menulis resep yang baik
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan ini ,terutama bagi mahasiswa kedokteran gigi saat
dilapangan dan memperaktekannya dengan baik penulisan resep
1 |
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO
Sisi belajar farmokologi dan farmasi kedokteran gigi dan sediaannya . Sisi
( 20 tahun ) merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi yang sedang
mempelajari mata kuliah Farmakologi dan farmasi mengenai obat – obatan yang
dipakai di kedkteran gigi . Sisi diajarkan mengenai bentuk – bentuk sediaan obat
dan dia baru mengetahui cara pemakaian obat itu berbeda masing – masingnya .
Dibuku dijelaskan bahwa obat harus diminum sesuai dengan dosis dan aturan
karena setiap obat mempunyai bioavailibilitas yang berbeda . Obat yang diberikan
kepada pasie pun harus mempertimbangkan interaksi suatu obat dengan obat
dengan obat lain . Hal lain yang juga penting adalah farmakokinetik dan
farmakodinamik oabt . Untuk itu seorang dokter gigi perlu memiliki pengetahuan
yang baik tentang obat dan mampu meresepkan obat secara rasional .
2.2 STEP 1
Identifikasi kata/kalimat yang asing dan sulit :
Farmakologi : ilmu yang berhubungan dengan obat – obatan ,
sifat kimiawi , aspek fisiologis , dan fisika .
Farmasi : ilmu yang mempelajari cara membuat ,
menyimpan , dan menyediakan obat .
Farmakodinamik : ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan
fisiologis dan mekanisme kerja obat dapat menimbulkan efek .
Farmakokinetik : suatu proses penjalaran obat yang meliputi absorbs
, distribusi , metabolism dan ekskresi .
Sediaan Obat : merupakan wujud obat padat , setengah padat , dan
cair .
2 |
Bioavailibilitas : tingkat sejauh mana obat diserap dan diedarkan
dalam tubuh .
Dosis : takaran obat yang diberikan kepada pasien dengan
jumlah obat diberikan sewaktu – waktu .
Interaksi Obat : perubahan efek obat akibat pemakaian obat dll
Obat : substansi yang berhubungan dengan fungsi
fisiologis dan mempengaruhi system tubuh tertentu .
2.3 STEP 2
Identifikasi Masalah
1. Apa saja bentuk – bentuk sediaan obat ?
2. Bagaimana cara pemakaian obat ?
3. Bagaimana menetukan dosis obat ? Mengapa obat harus diminum sesuai
dosis ?
4. Apa manfaat dari bioavailibilitas pada obat ? Faktor apa saja yang
mempengaruhinya ?
5. Bagaimana cara interaksi obat ?
6. Bagaimana proses farmakodinamik dan farmakokinetik suatu obat ?
7. Hal apa saja yang perlu di perhatikan sebelum meresepkan obat ?
8. Bagaimana cara meresepkan obat ?
2.4 STEP 3
Analisis Masalah
1. A. Padat
a. Kapsul : sediaan yang diliputi cangkang yang berbahan gelatin /
pati. Cocok digunakan pada pasien yang tidak tahan terhadap bau
obat .
b. Tablet : sedian yang terdiri dari campuran berbagai bahan obat .
c. Pil : sediaan yang terdiri dari campuran berbagai jenis obat .
3 |
d. Serbuk : sediaan yang terdiri dari beberapa jenis obat . Cocok
digunakan pada pasien yang sukar menelan .
B. Setengah Padat
a. Pasta
b. Cream : berupa emulsi .
c. Salep : bentuknya emulsi dan campuran minyak .
d. Lotion : bentuknya emulsi dan campuran minyak .
C. Cair
a. Intravena
b. Intramuskular
c. Sirup : cocok untuk pasien yang tidak tahan rasa pahit . Umumnya
untuk anak – anak .
2. A. Sistemik
Kerjanya langsung ke peredaran darah .
No index entries found.
a. Oral : sublingual dan bukal .
b. Injeksi : intravena , intramuksular
B. Lokal
a. Inhalasi
b. Topical
3. Usia dan Berat Badan
Untuk usia dibawah 8 tahun
nn+2
x dosis dewasa
Untuk usia diatas 8 tahun
4 |
n20
x dosis dewasa
4. A. Sediaan Obat
B. Enzim pencernaan
5. PR
6. Farmakokinetik terdiri dari 4 tahap :
a. Absorbsi : - pasif : berupa disfusi dari konsentrasi tinggi ke rendah
- aktif : membutuhkan pembawa ( karier )
- pinositosis : dengan penelanan
b. Distribusi : - aliran darah
- afinitas
- kekuatan penggabungan efek pengikatan dari protein
c. Ekskresi
7. PR
8.
KOP
R/ ( nama obat , sediaan , dosis , jumlah )
S ( cara pemakaian … ) ( paraf )
( identitas pasien )
5 |
2.5 STEP 4
Kerangka Konsep
6 |
FARMAKODINAMIK
BENTUK SEDIAAN
FARMAKOLOGI
DOSIS CARA PEMAKAIAN
PENULISAN RESEP
FARMAKOKINETIK
ABSORBSI
DISTRIBUSI
METABOLISME
EKSKRESI
INTERAKSI
OBAT
2.6STEP 5
Identifikasi sasaran belajar
1. Macam – macam sediaan obat
2. Cara pemakaian obat
3. Dosis obat
4. Cara kerja obat
a. Farmakokinetikb. Farmakodinamik c. Interaksi obat
5. Cara penulisan resep
2.7 STEP 6
Belajar Mandiri
Pada step ini, kami melakukan pembelajaran mandiri secara individu dan
kelompok serta mencari jawaban learning objective dari berbagai referensi.
2.7 STEP 7 (SINTESIS MASALAH)
2.7.1 Macam-macam Sedian obat
Defenisi Yang Berhubungan dengan Obat
• Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam
maupun sintesis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan
untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap
suatu keadaan penyakit pada manusia maupun hewan. Zat aktif
tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja, sebagai obat terlebih
7 |
dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan. Oleh karena itu muncul
sediaan pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi, supositoria, salap dan lain-
lain.
• Obat jadi yaitu suatu obat yang telah melalui seluruh tahap proses
pembuatan.
• Bentuk sediaan obat adalah sediaan farmasi dalam bentuk tertentu
sesuai kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam
pembawa yang digunakan sebagai obat dalam ataupun obat luar.
• Obat paten atau specialite adalah obat milik perusahaan tertentu
dengan nama khas yang diberikan produsennya dan dilindungi
hukum, yaitu merek terdaftar (proprietary name).
• Obat generik (generic name) adalah obat dengan nama umum tanpa
melanggar hak paten obat bersangkutan.
• Obat generik berlogo yaitu obat yang diprogram oleh pemerintah
dengan nama generik yang dibuat secara CPOB (Cara Pembuatan Obat
yang Baik). Harga obat disubsidi oleh pemerintah. Logo generik
menunjukkan persyaratan mutu yang ditetapkan oleh MenKes RI.
• Obat esensial adalah obat yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat
banyak dengan nama generik atau resmi untuk pelayanan kesehatan
masyarakat banyak, terutama di rumah sakit atau puskesmas,
tercantum dalam DOEN dan ditetapkan oleh MenKes RI.
(Raharjda.2015)
Manfaat Bentuk Sediaan Obat
Bentuk sediaan obat sangat bermanfaat, yaitu antara lain :
1. Menjaga stabilitas bahan berkhasiat yang dikandungnya.
2. Ketetapan takaran/dosis pemakaian obat setiap kali pemberian.
3. Praktis, aman dan menyenangkan dalam pemakaian, karena BSO
disesuaikan dengan rute pemberian.
8 |
4. Dokter bebas menentukan pilihan sediaan untuk pasien sesuai dengan
1. Oral : memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian obat
yang paling umum tetapi paling bervariasi dan memerlukan jalan yang
paling rumit untuk mencapai jaringan. Beberapa obat diabsorbsi di
lambung; namun, duodenum sering merupakan jalan masuk utama ke
sirkulasi sistemik karena permukaan absorbsinya yang lebih besar.
Kebanyakan obat diabsorbsi dari saluran cerna dan masuk ke hati sebelum
disebarkan ke sirkulasi umum. Metabolisme langkah pertama oleh usus atau
hati membatasi efikasi banyak obat ketika diminum per oral. Minum obat
bersamaan dengan makanan dapat mempengaruhi absorbsi. Keberadaan
makanan dalam lambung memperlambat waktu pengosongan lambung
sehingga obat yang tidak tahan asam, misalnya penisilin menjadi rusak atau
tidak diabsorbsi. Oleh karena itu, penisilin atau obat yang tidak tahan asam
lainnya dapat dibuat sebagai salut enterik yang dapat melindungi obat dari
lingkungan asam dan bisa mencegah iritasi lambung. Hal ini tergantung
pada formulasi, pelepasan obat bisa diperpanjang, sehingga menghasilkan
preparat lepas lambat.
2. Sublingual : penempatan di bawah lidah memungkinkan obat tersebut
berdifusi kedalam anyaman kapiler dan karena itu secara langsung masuk ke
dalam sirkulasi sistemik. Pemberian suatu obat dengan rute ini mempunyai
keuntungan obat melakukan bypass melewati usus dan hati dan obat tidak
diinaktivasi oleh metabolisme.
(Harvey . 2009)
B. Parenteral
Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui
saluran cerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran cerna.
Pemberian parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar
dan dalam keadaan yang memerlukan kerja obat yang cepat.
15 |
Pemberian parenteral memberikan kontrol paling baik terhadap dosis yang
sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh.
1. Intravena (IV) : suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral
yang sering dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering
tidak ada pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna
dan oleh karena itu menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini
memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar
obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran
cerna, obat-obat yang disuntikkan tidak dapat diambil kembali seperti
emesis atau pengikatan dengan activated charcoal. Suntikan intravena
beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui kontaminasi,
menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena pemberian terlalu cepat
obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan jaringan-jaringan. Oleh karena
itu, kecepatan masuk harus dikontrol dengan hati-hati. Perhatian yang sama
juga harus berlaku untuk obat-obat yang disuntikkan secara intra-arteri.
2. Intramuskular (IM) : obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat
berupa larutan dalam air atau preparat depo khusus sering berupa suspensi
obat dalam vehikulum non aqua seperti etilen glikol. Absorbsi obat dalam
larutan cepat sedangkan absorbsi preparat-preparat depo berlangsung
lambat. Setelah vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut
mengendap pada tempat suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-lahan
memberikansuatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama
dengan efek terapetik yang panjang.
3. Subkutan : suntikan subkutan mengurangi resiko yang berhubungan dengan
suntikan intravaskular. Contohnya pada sejumlah kecil epinefrin kadang-
kadang dikombinasikan dengan suatu obat untuk membatasi area
kerjanya. Epinefrin bekerja sebagai vasokonstriktor lokal dan mengurangi
pembuangan obat seperti lidokain, dari tempat pemberian. Contoh-contoh
lain pemberian obat subkutan meliputi bahan-bahan padat seperti kapsul
16 |
silastik yang berisikan kontrasepsi levonergestrel yang diimplantasi untuk
jangka yang sangat panjang.
(Harvey . 2009)
C. Lain-lain
1. Inhalasi : inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati
permukaan luas dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan
efek hampir sama dengan efek yang dihasilkan oleh pemberian obat secara
intravena. Rute ini efektif dan menyenangkan penderita-penderita dengan
keluhan pernafasan seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis karena
obat diberikan langsung ke tempat kerja dan efek samping sistemis minimal.
2. Intranasal : ini merupakan rute pemberian obat secara langsung ke dalam
hidung.
3. Topikal : Pemberian secara topikal digunakan bila suatu efek lokal obat
diinginkan untuk pengobatan. Misalnya, klortrimazol diberikan dalam
bentuk krem secara langsung pada kulit dalam pengobatan dermatofitosis
dan atropin atropin diteteskan langsung ke dalam mata untuk mendilatasi
pupil dan memudahkan pengukuran kelainan refraksi.
4. Transdermal : Rute pemberian ini mencapai efek sistemik dengan
pemakaian obat pada kulit, biasanya melalui suatu “transdermal patch”.
Kecepatan absorbsi sangat bervariasi tergantun pada sifat-sifat fisik kulit
pada tempat pemberian. Cara pemberian obat ini paling sering digunakan
untuk pengiriman obat secara lambat, seperti obat antiangina,nitrogliserin.
5. Rektal : 50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal;
jadi, biotransformasi obat oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan rektal
mempunyai keuntungan tambahan, yaitu mencegah penghancuran obat oleh
enzim usus atau pH rendah di dalam lambung. Rute rektal tersebut juga
berguna jika obat menginduksi muntah ketika diberikan secara oral atau jika
penderita sering muntah-muntah.
(Harvey . 2009)
17 |
2.7.3 Dosis Obat
DOSIS OBAT
Dosis obat adalah jumlah atau takaran tertentu dari suatu obat yang
memberikan efek tertentu terhadap suatu penyakit. Jika dosis terlalu rendah, maka
efek terapi tidak tercapai. Sebaliknya jika berlebih, bisa menimbulkan efek toksik
atau keracunan bahkan kematian.
Faktor-fakttor yang mempengaruhi dosis obat adalah sebagai berikut :
a. Umur
Umur pasien merupakan suatu pertimbangan untuk menentukan dosis
obat. Dosis yang diperuntukan bagi pediatrik merupakan pecahan dari dosis
orang dewasa. Kebanyakan fungsi fisiologis tubuh mulai berkurang pada
usia dewasa. Penurunan fungsi ginjal dan hati dapat memperlambat
hilangnya obat dari tubuh bahkan meningkatkan kemungkinan akumulasi
dari obat dalam tubuh dan menimbulkan keracunan.
b. Berat badan
Rasio antara jumlah obat yang digunakan dan ukuran tubuh
mempengaruhi konsentarsi obat pada tempat kerjanya. Rasio antara jumlah
obat yang digunakan dan ukuran tubuh mempengaruhi konsentarsi obat
pada tempat kerjanya. Untuk itu dosis obat memerlukan penyesuaian dari
dosis biasa untuk orang dewasa ke dosis yang tidak lazim, pasien kurus atau
gemuk, penentuan dosis obat untuk pasien yang lebih muda, berdasarkan
berat badan lebih tepat diandalkan dari pada yang mendasarkan kepada
umur sepenuhnya.
Dosis obat berdasarkan kepada berat badan, dinyatakan dalam
milligram (obat) perkilogram (berat badan).
c. Status Patologi
18 |
Efek obat-obatan tertentu dapat dimodifikasikan oleh kondidi
patologi pasien dan harus dipertimbangkan dalam penentuan obat yang akan
digunakan dan juga dosisnya yang tepat. Obat-obat yang memiliki potensi
berbahaya tinggi pada suatu situasi terapentik tertentu hanya boleh dipakai
apabila kemungkinan manfaatnya melebihi kemungkinan resikonya
terhadap pasien, dan bila sudah tidak ada lainnya yang cocok dan
kemungkinan keracunannya lebih rendah.
d. Terapi dengan obat yang diberikan secara bersamaan.
Efek-efek suatu obat dapat dimodifikasikan dengan pemberian obat
lainnya secara bersamaan atau sebelumnya. Keterlibatan semacam ini antara
obat-obatan dihubungkan atau dirujuk pada interaksi obat-obatan dan
merupakan akibat interaksi obat-obatan secara fisik, kimiawi, atau karena
terjadinya perubahan pada pola absorpsi, distribusi, metabolisme atau
eksresi salah satu obat tersebut.. Efek dari interaksi
obat dapat bermanfaat dan menggangguterapi.
Cara perhitungan dosis anak-anak didasarkan pada perhitungan
perbandingan dengan dosis dewasa
a. Berdasarkan umur
- Rumus Young
Da= nn+12
× Dd (mg )(untuk anak<8 tah un)
- Rumus Dilling
Da= n20
× Dd (mg )(untuk anak>8 tah un)
Keterangan :
Da : Dosis obat untuk anak
Dd : Dosis obat untuk dewasa
19 |
n : umur anak dalam tahun
b. Berdasarkan berat badan
- Rumus Thremich – Fier (Jerman)
Berat badan anak dalam Kg70
×dosis dewasa
Untuk orang lanjut usia
Usia 60-70 tahun : 45
×dosis dewasa
Usia 70-80 tahun : 34
×dosis dewasa
Usia 80-90 tahun : 23
× dosis dewasa
Usia > 90 tahun : 12
× dosis dewasa
2.7.4 Cara Keja Obat
A. Farmakokinetik
Farmakokinetika dapat didefenisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya didalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu (Tjay dan Rahardja, 2002).
a. Absorbsi
Yang dimaksud dengan absorpsi suatu obat ialah pengambilan obat dari permukaan tubuh ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem pembuluh limfe. Dari aliran darah atau sistem pembuluh limfe terjadi distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan. Absorpsi, distribusi dan ekskresi tidak mungkin terjadi tanpa suatu transport melalui membran. Penetrasi senyawa melalui membran dapat terjadi sebagai difusi, difusi
20 |
terfasilitasi, transport aktif, pinositosis atau fagositosis. Absorpsi kebanyakan obat terjadi secara pasif melalui difusi.
b. Distribusi
Apabila obat mencapai pembuluh darah, obat akan ditransfer lebih lanjut bersama aliran darah dalam sistem sirkulasi. Akibat perubahan konsentrasi darah terhadap jaringan, bahan obat meninggalkan pembuluh darah dan terdistribusi ke dalam jaringan (Mutscler, 1985).
Pada tahap distribusi ini penyebarannya sangat peka terhadap berbagai pengaruh yang terkait dengan tahap penyerapan dan tahap yang terjadi sesudahnya yaitu peniadaan, serta terkait pula dengan komposisi biokimia serta keadaan fisiopatologi subyeknya, disamping itu perlu diingat kemungkinan adanya interaksi dengan molekul lainnya. Pada tahap ini merupakan fenomena dinamik, yang selalu terdiri dari fase peningkatan dan penurunan kadar zat aktif. Pengertian akumulasi dan penimbunan terutama penimbunan bahan toksik, harus dijajaki dari sudut pandang dinamik, maksudnya melihat perbedaan antara kecepatan masuk dan kecepatan keluar. Sebenarnya penimbunan bahan toksik merupakan efek racun dan hasil fatal sebagai akibat lambat atau sangat lambatnya laju pengeluaran dibandingkan laju penyerapan (Aiache,1993).
c. Metabolisme
Obat yang telah diserap usus ke dalam sirkulasi lalu diangkut melalui sistem pembuluh porta (vena portae), yang merupakan suplai darah utama dari daerah lambung usus ke hati. Dalam hati, seluruh atau sebagian obat mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis dan hasil perubahannya (metabolit) menjadi tidak atau kurang aktif, dimana proses ini disebut proses diaktivasi atau bio- inaktivasi (pada obat dinamakan first pass effect). Tapi adapula obat yang khasiat farmakologinya justru diperkuat (bio-aktivasi), oleh karenanya reaksi-reaksi metabolisme dalam hati dan beberapa organ lain lebih tepat disebut biotransformasi (Tjay dan Rahardja, 2002).
Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat yaitu induksi enzim yang dapat meningkatkan kecepatan biotransformasi. Selain itu inhibisi enzim yang merupakan kebalikan dari induksi enzim, biotranformasi obat diperlambat, menyebabkan bioavailabilitasnya meningkat, menimbulkan efek menjadi lebih besar dan lebih lama. Kompetisi (interaksi obat) juga berpengaruh terhadap metabolisme dimana terjadi oleh obat yang dimetabolisir oleh sistem enzim yang sama (contoh alkohol dan barbiturat). Perbedaan individu juga berpengaruh terhadap metabolisme
21 |
karena adanya genetic polymorphism, dimana seseorang mungkin memiliki kecepatan metabolisme berbeda untuk obat yang sama (Hinz, 2005).
Bila obat diberikan per oral, maka availabilitas sistemiknya kurang dari 1 dan besarnya bergantung pada jumlah obat yang dapat menembus dinding saluran cerna (jumlah obat yang diabsorpsi) dan jumlah obat yang mengalami eliminasi presistemik (metabolisme lintas pertama) di mukosa usus dan dalam hepar (Setiawati, 2005).
Obat yang digunakan secara oral akan melalui lever (hepar) sebelum masuk ke dalam darah menuju ke daerah lain dari tubuh (misalnya otak, jantung, paru-paru dan jaringan lainnya). Di dalam lever terdapat enzim khusus yaitu sitokrom P-450 yang akan mengubah obat menjadi bentuk metabolitnya. Metabolit umumnya menjadi lebih larut dalam air (polar) dan akan dengan cepat diekskresi ke luar tubuh melalui urin, feses, keringat dan lain-lain. Hal ini akan secara dramatik mempengaruhi kadar obat dalam plasma dimana obat yang mengalami first pass metabolism akan kurang bioavailabilitasnya sehingga efek yang di hasilkan juga berkurang (Hinz, 2005).
Tipe metabolisme dibedakan menjadi dua bagian yaitu Nonsynthetic Reactions (Reaksi Fase I) dan Synthetic Reaction (Reaksi Fase II). Reaksi fase I terdiri dari oksidasi, reduksi, hidrolisa, alkali, dan dealkilasi. Metabolitnya bisa lebih aktif dari senyawa asalnya. Umumnya tidak dieliminasi dari tubuh kecuali dengan adanya metabolisme lebih lanjut. Reaksi fase II berupa konjugasi yaitu penggabungan suatu obat dengan suatu molekul lain. Metabolitnya umumnya lebih larut dalam air dan mudah diekskresikan (Hinz, 2005).
Metabolit umumnya merupakan suatu bentuk yang lebih larut dalam air dibandingkan molekul awal. Perubahan sifat fisiko kimia ini paling sering dikaitkan dengan penyebaran kuantitatif metabolit yang dapat sangat berbeda dari zat aktifnya dengan segala akibatnya. Jika metabolit ini merupakan mediator farmakologik, maka akan terjadi perubahan, baik berupa peningkatan maupun penurunan efeknya (Aiache, 1993).
d. Ekskresi
Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni disebut ekskresi. Lazimnya tiap obat diekskresi berupa metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli yang utuh. Tapi adapula beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama keringat,
22 |
paru-paru melalui pernafasan dan melalui hati dengan empedu (Tjay dan Rahardja, 2002).
Turunnya kadar plasma obat dan lama efeknya tergantung pada kecepatan metabolisme dan ekskresi. Kedua faktor ini menentukan kecepatan eliminasi obat yang dinyatakan dengan pengertian plasma half-life eliminasi (waktu paruh) yaitu rentang waktu dimana kadar obat dalam plasma pada fase eliminasi menurun sampai separuhnya. Kecepatan eliminasi obat dan plasma t ½ -nya tergantung dari kecepatan biotransformasi dan ekskresi. Obat dengan metabolisme cepat half life- nya juga pendek. Sebaliknya zat yang tidak mengalami biotransformasi atau yang resorpsi kembali oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya t ½ -nya panjang (Waldon, 2008).
B.Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek
biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari
farmakodinamik adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat
dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons
yang terjadi (Gunawan, 2009).
Mekanisme Kerja Obat
Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada
sel organisme. Interaksi obat dengan reseptornya dapat menimbulkan perubahan
biokimiawi yang merupakan respon khas dari obat tersebut. Obat yang efeknya
menyerupai senyawa endogen disebut agonis, obat yang tidak mempunyai
aktifitas intrinsik sehingga menimbulkan efek dengan menghambat kerja suatu
agonis disebut antagonis.
Reseptor Obat
Protein merupakan reseptor obat yang paling penting. Asam nukleat juga dapat
merupakan reseptor obat yang penting, misalnya untuk sitotastik. Ikatan obat-
reseptor dapat berupa ikatan ion, hydrogen, hidrofobik, vanderwalls, atau kovalen.
23 |
Transmisi Sinyal Biologis
Penghantaran sinyal biologis adalah proses yang menyebabkan suatu substansi
ekstraseluler yang menimbulkan respon seluler fisiologis yang spesifik. Reseptor
yang terdapat di permukaan sel terdiri atas reseptor dalam bentuk enzim. Reseptor
tidak hanya berfungsi dalam pengaturan fisiologis dan biokimia, tetapi juga diatur
atau dipengaruhi oleh mekanisme homeostatik lain. Bila suatu sel dirangsang oleh
agonisnya secara terus-menerus maka akan menyebabkan efek perangsangan.
Interaksi Obat-Reseptor
Ikatan antara obat dengan reseptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan lemah
(ikatan ion, hydrogen, hidrofilik, van der Waals), mirip ikatan antara subtract
dengan enzim, jarang terjadi ikatan kovalen.
2.6 Antagonisme Farmakodinamik
a. Antagonis fisiologik
Terjadi pada organ yang sama tetapi pada sistem reseptor yang berlainan.
b. Antagonisme pada reseptor
Obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu menimbulkan efek
farmakologi secara instrinsik (Gunawan, 2009).
C. Interaksi Obat
Interaksi obat adalah sebagai kerja atau efek obat yang berubah, atau
mengalami modifikasisebagai akibat interaksi dengan satu obat atau lebih.
Interaksi obat:
1. Interaksi farmakodinamik
Interaaksi farmakodinamik adalah perubahan yang terjadi pada absorpsi,
distribusi, metabolisme, atau biotransformasi, atau ekskresi dari satu obat
atau lebih.
24 |
I. Interaksi dalam absorbsi obat
Ketika seseorang memakai dua obat atau lebih pada waktu yang
bersamaan , maka laju absorbsi dari salah satu atau kedua obat itu
dapat berubah. Obat yang satu dapat menghambat, menurunkan,
atau meningkatkan laju absorpsi obat lain.
II. Interaksi dalam distribusi obat
Dua obat yang berikatan tinggi dengan protein atau albumin
bersaing untuk mendapatkan tempat pada protein atau albumin di
dalam plasma. Akibatnya terjadi penurunan dalam pengikatan
dengan protein pada salah satu atau kedua obat itu; sehingga lebih
banyak obat bebas yang bersirkulasi dalam plasma dan
meningkatkan kerja obat. Efek ini dapat menimbulkan toksisitas
obat; obat yng tidak berikatan dengan protein atau obat bebas, obat
aktif, dan dapat menimbulkan respon farmakologi (respon yang
terjadi atau mempengaruhi satu sistem tertentu pada tubuh). Jika
ada 2obat yang berikatan tinggi dengan protein yang harus dipakai
bersamaan, dosis salah satu atau ke dua obat itu mungkin perlu
dikurangi untuk menghindari tooksisitas obat.
III. Metabolisme dan biotransformasi
Suatu obat dapat meningkatkan metabolisme dari obat lain dengan
merangsang (menginduksi) enzim- enzim hati. Obat- obat yang
dapat meningkatkan induksi enzim- enzim disebut sebagai
penginduksi enzim.. salah satu contoh obatdari penginduksi enzim
barbiturat.
IV. Ekskresi
Obat-obat dapat meningkatkan atau menurunkan ekskresi ginjal
dan mempunyai efek terhadap ekskresi dari obat- obat lain.
Perubahan pH urin mempengaruhi ekresi obat.
25 |
2. Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah hal- hal yang menimbulkan efek- efek
obat yang aditif, sinergis (potensiasi), atau anatagonis. Jika 2 obat yang
mempunyai kerja yang serupa atau tidak serupa diberikan, maka efek
kombinasi dari kedua obat itu dapat menjadi aditif (efek dua kali lipat),
sinergis ( lebih besar dari dua kali lipat), atau ( antagonis (efek dari salah
satu atau kedua oabat itu menurun).
Contoh antagonis, bila perangsang adrenergik beta isoproterenol dan
Hinz, B. (2005). Bioavailability of Diclofenac Pottassium at Low Doses. Germany : Department of Experimental and Clinical Pharmacology and Toxicology, Friedrich Alexander University Erlangen-Nurnberg, Fahrstrasse 17, D-91054 Erlangen.
Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Raharjda, K & Tjay. Tan Hoan. 2015. Obat-Obatan Penting Khasiat, Penggunaan
dan Efek Sampingnya Edisi Ketujuh. Penerbit PT Gramedia : Jakarta.
Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002.Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Kelima Cetakan Pertama. Penerbit PT Elex Media : Jakarta