HUBUNGAN PENGGUNAAN GLIBENKLAMID PADA PENDERITA DIBETES MELITUS
TIPE II TERHADAP RESIKO KARDIOVASKULAR
Oleh :
Andreago
10700122
Rifqy Ardi Firmansyah
10700130
Rivani Nurul suci
10700132
Nurrahma Putri Hapsari 10700219
I Kadek Raditya Arya Dana
10700297Pembimbing : dr. Roostantia , MkesFAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYAAPRIL 2014
Lembar Pengesahan HUBUNGAN PENGGUNAAN GLIBENKLAMID PADA
PENDERITA DIBETES MELITUS TIPE II TERHADAP RESIKO
KARDIOVASKULAR
Makalah ini diajukan untuk memenuhi Persyaratan
Kepanitraan Klinik Farmasi
Oleh :
Andreago
10700122
Rifqy Ardi Firmansyah
10700130
Rivani Nurul suci
10700132
Nurrahma Putri Hapsari 10700219
I Kadek Raditya Arya Dana
10700297
Telah diseminarkan pada tanggal 8 April 2014
Pembimbing :
dr. Rosstantia, Mkes
DAFTAR ISI
halaman
Judul
i
Lembar Pengesahan
ii
Daftar Isi iii
Kata Pengantar iv
BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 21.3 Tujuan 21.4 Manfaat Penulisan 2BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Fisiko - Kimia Glibenklamid 3
2.2 Rumus Kimia Obat Glibenklamid 42.3 Farmasi umum 4
2.4 Farmakologi Umum 5
2.4.1 Khasiat 5
2.4.2 Indikasi 5
2.4.3 Kontra Indikasi 5
2.5 Farmakodinamik 52.6 Farmakokinetik 6
2.6.1 Pola ADME 7 2.6.2 Efek Samping dan Toksisitas7BAB III
PENELITIAN
Clinical Trial9BAB IV PEMBAHASANPembahasan penelitian12 BAB V
PENUTUPKesimpulan15DAFTAR PUSTAKA16LAMPIRANKATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, makalah ini dapat kami
susun dengan baik. Kami berharap agar makalah tentang Hubungan
Penggunaan Glibenklamid Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II
Terhadap Resiko Kardiovaskular ini dapat dipergunakan dengan
sebaik-baiknya dan dapat menunjukkan hasil belajar kami untuk
memajukan setiap mahasiswa kedokteran dalam berpikir dan memecahkan
masalah-masalah kedokteran yang ada saat ini.
Atas tersusunnya makalah ini kami mengucapkan terima kasih
kepada dr. Rosstantia, selaku dosen pembimbing tugas farmasi
kami.
Dengan segala kerendahan hati, kami berharap makalah ini dapat
berguna bagi seluruh pihak dan bisa menjadi referensi bagi
tugas-tugas yang akan mahasiswa lain kerjakan. Kami mohon maaf
apabila ada salah kesalahan dalam penulisan makalah ini. Atas
perhatian semua pihak, kami ucapkan terimakasih.
Surabaya , 6 April 2014Penulis
BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangDiabetes mellitus (DM) adalah suatu
sindroma gangguan metabolisme dan ditandai dengan hiperglikemia
yang disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif dari sekresi
insulin danatau gangguan kerja insulin (Greenspan et.al dikutip
dari Rizal, 2008). Menurut criteria diagnostik Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2006, seseorang didiagnosa
menderita Diabetes Mellitus jika mempunyai kadar glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl dan kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl.
Manifestasi klinis Diabetes Mellitus yang sangat khas adalah
meningkatnya frekuensi berkemih (poliuria), rasa haus berlebihan
(polidipsia), rasa lapar yang semakin besar (polifagia), keluhan
lelah dan mengantuk, serta penurunan berat badan.Dalam suatu
analisis yang dilakukan olah Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun
2003 menyebutkan bahwa penderita Diabetes Mellitus yang berjumlah
194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia yang berusia
20 hingga 79 tahun menderita DM dan pada tahun 2025 diperkirakan
meningkat menjadi 333 juta jiwa. Menurut estimasi data WHO maupun
IDF (International Diabetes Federation), memaparkan data angka
kasus diabetes di Indonesia berdasarkan hasil survey tahun 2008
menempati urutan ke empat tertinggi di dunia setelah Cina, India
dan Amerika, yaitu 8,4 juta jiwa dan diperkirakan jumlahnya
melebihi 21 juta jiwa pada tahun 2025 mendatang. Dalam profil
Kesehatan Indonesia tahun 2005, Diabetes Mellitus berada pada
urutan ke enam dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di
rumah sakit di Indonesia (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Berdasarkan informasi American Diabetes Association (ADA) 2005,
ada peningkatan drastis komplikasi penyakit diabetes sejak 2001
hingga 2004. Pada 2001, penderita diabetes mellitus beresiko
mengalami penyakit kardiovaskuler hingga 32%. Sedangkan pada tahun
2004 angkanya meningkat 11%, yaitu mencapai 43%. Begitu juga dengan
resiko yang mengalami hipertensi. Tahun 2001, 38% penderita
diabetes mellitus mengalami hipertensi. Tahun 2004 angkanya
mencapai 69% atau meningkat 31%.1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat hubungan antara penggunaan glibenklamid pada
penderita diabetes melitus tipe II terhadap resiko
kardiovaskular.1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan glibenklamid pada
penderita diabetes melitus tipe II terhadap resiko
kardiovaskular.1.4. Manfaat penulisan
1. Dapat memberikan informasi secara tertulis maupun sebagai
referensi tentang hubungan antara pengunaan glibenklamid pada
penderita diabetes melitus tipe II terhadap resiko
kardiovaskular.
2. Dapat memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai hubungan
antara penggunaan glibenklamid pada penderita diabetes melitus tipe
II terhadap resiko kardiovaskular.BAB II
TINJAUAN PUSTAKA2.1. Sifat fisiko-kimia Glibenklamid
Gliburid atau yang dikenal dengan Glibenklamid merupakan salah
satu obat golongan sulfonilurea generasi II selain glipzid,
glikiazid, dan glimepririd. Sedangkan golongan sulfonilurea
generasi I terdiri dari tolbutamid ,tolazamid, asetohesimid dan
klorpropamid. (Syarif amir, dkk . 2007). (1)
Glibenklamide memiliki tampilan fisik berbentuk bubuk kristal
yang solid , dapat larut dalam cairan ethanol (5mg/mL), DMSO
(25mg/mL), chloroform(1:36), methanol (1:250), DMF, tetapi tidak
larut dalam air. Memiliki berat jenis 1.36 g/cm3, berat molekul
494,0 refractive index diprediksi mencapai 1,62, nilai pKa yang
diprediksi mencapau 5,1, dan titik lebur 173-175 C . (2)
2.2. Rumus Kimia Obat Glibenklamid
Glibenklamid memiliki rumus kimia obat C23H28ClN3O5S yang jika
dijabarkan lagi menjadi
5-Chloro-N-[4-(cyclohexylureidosulfonyl)phenethyl]-2methoxybenzamide;N-p-[2-(5-Chloro-2
methoxybenzamido)ethyl]benzenesulfonyl-N-cyclohexylurea. Untuk
kerangka dari rumus obat lihat gambar 2.1. (2)
Gambar 2.1. Stuktur kimia Glibenklamid.2.3. Farmasi umum (Dosis,
Preparat-preparat dan Cara Penggunaan)
2.3.1 Dosis
Dosis Dewasa : 5mg diberikan sekali per hari, dosis disesuaikan
tergantung respons maksimal 15 mg/hari.(11)
2.3.2 Preparat
Glibenklamid tersedia dalam kemasan 5mg kaptab dengan botol 100
kaptab, Glibenklamid 5mg kaptab dengan kotak 10 strip @10 kaptab,
Glibenklamid dalam kotak 10 blister @ 10 kaptab yang dimana tiap
kaptab mengandung 5 mg. Untuk penyimpanan simpan di suhu kamar (di
bawah 30C) dan ditempat kering. Untuk pemakaian dipakai secara
per-oral.(2)2.3.3 Cara Penggunaan
Diminum 30 menit sebelum makan pagi. (11) Dalam pemakaian
glibenklamid kita harus memperhatikan beberapa hal , apabila pada
keadaan stress, terapi dilakukan dengan insulin dan hati-hati bila
diberikan pada insulin, selain itu juga harus berhati-hati terhadap
efek samping seperti mual,muntah, nyeri epigastrik, sakit kepala
,demam, dan reaksi alergi pada kulit. Glibenklamid dapat
meningkatkan efek hipoglikemia apabila dipakai bersama alkohol,
siklofosfamid, antikoagulan kumarina, inhibitor MAO, fenilbutazon,
penghambat beta adrenergik, sulfonamida., dan dapat menurunkan efek
hipoglikemia oleh adrenalin, kortikosteroid, tiazida.(1)
2.4. Farmakologi umum
2.4.1 Khasiat
Glibenklamid adalah hipoglikemik oral derivat sulfonil urea yang
bekerja aktif menurunkan kadar gula darah. Glibenklamid bekerja
dengan merangsang sekresi insulin dari pankreas. Oleh karena itu
glibenklamia hanya bermanfaat pada penderita diabetes dewasa yang
pankreasnya masih mampu memproduksi insulin. Pada penggunaan per
oral glibenklamida diabsorpsi sebagian secara cepat dan tersebar ke
seluruh cairan ekstrasel, sebagian besar terikat dengan protein
plasma. Pemberian glibenklamida dosis tunggal akan menurunkan kadar
gula darah dalam 3 jam dan kadar ini dapat bertahan selama 15 jam.
Glibenklamida diekskresikan bersama feses dan sebagai metabolit
bersama urin.(1)
2.4.2. Indikasi
Antidiabetik oral.(4)
2.4.3 Kontra indikasi
Ketoasidosis, porphyria. Diabetes mellitus dengan komplikasi (
demam, trauma, gangren) gangguan fungsi ginjal, hati, tiroid,
adrenal, kehamilan, ibu menyusui, bila alergi sulf, koma diabetes,
gangguan berat fungsi tiroid atau adrenal.(4)
Berikut pada gambar 2.2 terdapat penjelasan dari obat
antidiabetik golongan sufonilurea.(3)
Gambar 2.2 Farmakologi obat antidiabetik golongan
sulfonylurea.2.5. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah pengaruh obat terhadap sel hidup, organ
atau makhluk, secara keseluruhan erat berhubungan dengan fisiologi,
biokimia, dan patologi.
Glibenkalimid merupakan salah satu bagian dari golongan
sulfonilurea generasi II yang dimana sering disebut sebagai insulin
secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul
sel-sel langerhans pankreas. Rangsangannya melalui interaksinya
dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel yang
menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal
Ca. Dengan terbukannya kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk sel
,merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi
insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C. Kecuali itu
sulfonilurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar. Yang dimana
pada penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan
hipoglikemia.(1)
2.6 Farmakokinetik
2.6.1 Pola ADME (Absorpsi, Distribusi, Metabolisme,
Ekskresi)
Berbagai sulfonilurea mempunyai sifat kinetik berbeda, tetapi
absorpsi melalui saluran ceran cukup efektif. Makanan dan keadaan
hiperglikemia dapat mengurangi absorpsi. Untuk mecapat kadar
optimal di plasma, sulfonilurea dengan masa paruh pendek akan lebih
efektif bila diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar
90-99% terikat protein plasma terutama albumin; ikatan ini paling
kecil untuk klorpropamid dan paling besar untuk gliburid.(1)
Sulfonilurea generasi II, yang dimana glibenklamid termasuk
didalamnya pada umumnya memiliki potensi hipoglikemik hampir 100x
lebih besar dari generasi I. Meski masa parauhnya oendek, hanya
sekitar 3-5 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, sering
cukup diberikan 1x sehari. (1)
Gliburid atau yang lebih dikenal dengan glibenklamid memiliki
potensi 200x lebih kuat dari tolbutamid, masa paruhnya sekitar 4
jam. Metabolisme di hepar, pada pemberian dosis tunggal hanya 25%
metabolit diekskresi melalui urin, sisanya melalui empedu. Pada
penggunaan dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder dengan
seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1 tahun. Karena semua
sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskresikan melalui
ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan
fungsi hepar atau ginjal yang berat. (1)2.7. Efek samping dan
Toksisitas
Insidens efek samping pada penggunaan obat sulfonilurea generasi
I sekitar 4%, insidensnya kebih rendah lagi untuk generasi II.
Hipoglikemia, bahkan sampai koma tentu dapat timbul. Reaksi ini
lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi
hepar atau ginjal. Terutama yang menggunakan sediaan dengan masa
kerja panjang. (1)
Efek samping lain, reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual,
muntah, diare, gejala hematologik, susunan saraf pusat, mata, dan
sebagainya. Gangguan saluran cerna ini dapat berkurang dengan
mengurangi dosis, menelan obat bersama makanan atau membagi obat
dalam beberapa dosis. Gejala susunan saraf pusat berupa vertigo,
bingung, ataksia, dan sebagainya. Gejala hematologik berupa
leukopenia dan agranulositosis.. (1)
Obat yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu
penggunaan sulfonilurea ialah insulin, alkohol, fenformin,
sulfonamid, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon,
probenezid, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO, guanetidin,
anabolic steroid,fenfluramin dan klofibrat. (1)
Propanolol dan penghambat adrenoreseptor lainnya menghambat
reaksi takikardia, berkeringat dan tremor pada hipoglikemia oleh
berbagai sebab termasuk oleh ADO, sehingga keadaan hipoglikemi
menjadi lebih tanpa diketahui. Sulfonilurea terutama klorpropamid
dapat menurunkan toleransi terhadap alkohol, hal ini ditunjukkan
dengan kemerahan terutama dimuka dan leher (flush), reaksi mirip
disulfiram. (1)
BAB III
PENELITIAN
3.1 Clinical Trial
Terdapat banyak sekali penelitian mengenai hubungan antara
pemakaian obat antidiabetik oral (ADO) golongan sulfonilurea yang
dimana glibenklamid termasuk salah satu golongan sulfonilurea
golongan II terhadap resiko penyakit jantung . Penelitian pertama
yang dikeluarkan oleh University Group Diabetes Program (UGDP) yang
menyatakan terdapat hubungan terhadap penggunaan tolbutamide
terhadap meningkatnya resiko cardiovascular akan tetapi setelah itu
terdapat berbagai kecaman dan kritik mengenai pernyataan dari UGDP
ini dan banyak pihak yang meragukan pernyataannya dari segi
metodological dan statistik. Dari pernyataan yang dikeluarkan oleh
UGDP ini dari 30 tahun lalu (4) , sekarang banyak sekali penelitian
yang meneliti hubungan sulfonilurea dengan resiko jantung.
Sebuah artikel penelitian yang dikerjakan oleh Thomas forst dkk
mengenai hubungan sulfonilurea terhadap resiko cardiovascular
dengan judul Association of sulphonylurea treatment with all-cause
and caridovascular mortality: A systemic review and meta-analysis
of observational studies didalam artikel ini thomas dkk meneliti
dengan menggunakan meta-analysis yang dimana mengumpulkan jurnal
penelitian secara cohort dan case control untuk mengevaluasi semua
penyebab dan cardiovascular mortalitu patient diabetes melitus tipe
2. Data yang diambil adalah suatu studi klinis yang mencantumkan
data adanya kematian jantung selama pengobatan SU. Melalui dari
4991 publikasi abstrak dan 20 penelitian yang mencakup 551,912
pasien , didapatkan kesimpulan bahwa pasien yang mendapat terapi SU
monoterapi atau kombinasi memiliki resiko tinggi dari kematian
akibat cardiovascular dibandingkan dengan pasien yang diterapi
non-SU.(5)
Mcalister F.A,dkk mempublikasikan artikel mengenai penelitiannya
dengan judul The risk of heart failure in patients with tpe 2
diabetes treated with oral agent monotherapy didalam penelitiannya
menggunakan retrospective cohort studi pada orang dewasa tanpa
penyakit heart failure yang baru-baru ini diterapi dengan obat oral
antidiabetik di Saskatchwan, Canada dari tahun 1991-1999. Dari
hasil ditemukan 981 pasien yang mengalami heart failure akibat
pengguanaan sulfonilurea daro 5631 pasien (4,1 kasus dari 100
pasien setiap tahun) kesimpulan bahwa seorang pasien yang
menggunakan high-dose sulfonilurea memiliki resiko tinggi terhadap
kejadian heart failure dibandingkan dengan pasien yang menggunakan
high-dose metformin.(6)
Penelitian yang dilakukan oleh Simpson S.H,dkk dengan judulnya
Dose-response relation between sulfonylurea drugs and mortality in
tpe2 diabtes mellitu: a population-based cohort study meneliti
tentang hubungan antara dosis obat sulfonylurea dengan kematian
akibat cardiovascular, Simpson,dkk menggunakan metode retrospective
cohort dengan mengambila data dari Scskatchewan Health dari tahun
1991-1999, Simposn,dkk menyimpulkan bahwa pemakaian dosis tinggi
sulfonilurea berhubungan terhadap peningkatan resiko cardiovascular
akan tetapi berbeda dengan pemakaian dosis tinggi metformin tidak
ada hubungan dengan peningkatan resiko cardiovaskular.(7)
Penelitian lain dilakukan oleh Gangji A.S ,dkk dalam jurnalnya
dengan judul A statistic review and met-analysis of hypoglicemia
dan caridovascular disease dilakukan dengan mengambil berbagai data
penelitian dari medline, embase,cocrane yang merupakan web studi
klinis dari tahun 1996-2005. Gangji A.S, dkk menyimpulkan bahwa
penggunaan gilbenklamid dapat menimbulkan reaksi hipoglikemik lebih
besar dibandingkan dengan insulin-secretagoues lainnya dan mungkin
dapat menyebabkan iskemi koroner pada jantung . (8)
Pantalon K.M,dkk melakukan penelitian dengan judul The Risk of
Overall Mortality in Patients With Type 2 Diabetes Receiving
Glipzide, Glyburide, or Glimepiride Monotherapy dengan menggunakan
metode retrospective cohort dengan menggunakan data dari Academic
Health Center Enterprise melalui Wide electronic health record
(EHR) , dimana mengambil pasien yang diterapi dengan gliburide,
glimepriide dan glipzide, dari hasil penelitian ditemukan tidak
ditemukan perbedaan yang besar dari masing-masing ketiga obat tapi
ditemukan perkembangan kematian cardiovascular yang meningkat terus
dari penggunakan glibenklamide dan glimepiride. (9)BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam 30 tahun terakhir hubungan antara terapi sulfonilurea pada
penderita diabetes melitus tipe II dengan resiko kejadian
cardiovascular telah menjadi perdebatan hingga kini .
Derifat sulfonilrea sebagai obat hipoglikemik sering digunakan
pada penderita non-insulin dependet dibaetes melitus (NIDDM). Salah
satu mekanisme kerja dari sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi
insulin (nsulin secretagoues) . Sulfonilurea dalam sel pankreas
akan berikatan dengan sub unit adenosin Triphosphate (ATP)-
sensitive potassium channel yang akan menutup. Akibat menutupnya
ATP-sensitive pottasium channel ini akan menyebabkan terjadi
influks ion kalsium ke dalam sel, selanjutnya terjadi eksositosis
granle insulin. Pada umumnya proses ini tidak hanya terjadi pada
sel pankreas, tetapi juga terjadi pada tempat lain yang terjadi
ikatan dengan ATP-sensitive pottasium channel yang terdapat di sel
oto jantung dan sel otot polos.(10)
Berbagai sulfonilurea yang beredar selama ini ternyata mempunyai
reseptor yang berbeda. Pada membran sel didapat SUR-1 sedangkan
pada membran sel otot jantung dan otot skelet didapat SUR-2A dan
membran sel otot polos SUR-2B. Karena golongan Sulfonilurea ini
termasuk insulin secretagouge maka semua mempunyai SUR-1 sehingga
terjadi sekresi insulin.(10)
Dengan terjadinya ikatan Sulfonilurea dengan reseptor pada
jaringan organ jantung dapat memberikan keuntungan melalui
mekanisme relaksasi sel otot polos pembuluh darah yang memperbaiki
aliran pembuluh darah koroner, mengurangi kerusakan jaringan
miokard akibat iskemia dan proteksi kardiomiosit dari pembentukan
energi mitokondria. Fenomena miokard toleran terhadap periode
iskemia yang dikenal sebagai perkondisional iskemia, dari mekanisme
kerja inilah menjadi pedoman untuk meneliti hubungan sulfonilurea
dengan resiko cardiovascular .(10)
Jurnal penelitian dari beberapa sumber meyatakan masing-masing
penelitianya, mulai dari Penelitian yang dilakukan Thomas forst dkk
pada tahun 2013 dengan menggunakan metode meta-analysis yang
menyimpulkan bahwa pasien yang mendapat terapi SU monoterapi atau
kombinasi memiliki resiko tinggi dari kematian akibat
cardiovascular dibandingkan dengan pasien yang diterapi non-SU.
Penelitian dengan metode yang sama dengan menggunakan meta-analysis
dilakukan oleh Simpson S.H,dkk pada tahun 2006 menyimpulkan bahwa
pemakaian dosis tinggi sulfonilurea berhubungan terhadap
peningkatan resiko cardiovascular akan tetapi berbeda dengan
pemakaian dosis tinggi metformin tidak ada hubungan dengan
peningkatan resiko cardiovaskular.
Dengam mengunakan meto meta-analysis yang dilakukan oleh Gangji
A.S ,dkk pada tahun 2006 menyimpulkan bahwa penggunaan gilbenklamid
dapat menimbulkan reaksi hipoglikemik lebih besar dibandingkan
dengan insulin-secretagoues lainnya dan mungkin dapat menyebabkan
iskemi koroner pada jantung.
Pantalon K.M,dkk membuat suatu penelitian dengan mengambil data
rekam medis dari Academic Health Center Enterprise melalui Wide
electronic health record (EHR) , dimana mengambil pasien yang
diterapi dengan gliburide, glimepriide dan glipzide, Pentalon K.M,
dkk menyimpulkan tidak ditemukan perbedaan yang besar dari
masing-masing ketiga obat tapi ditemukan perkembangan kematian
cardiovascular yang meningkat terus dari penggunakan glibenklamide
dan glimepiride
Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Mcalister F.A,dkk
yang didalam penelitiannya menggunakan retrospective cohort studi
pada orang dewasa tanpa penyakit heart failure yang baru-baru ini
diterapi dengan obat oral antidiabetik di Saskatchwan, Canada dari
tahun 1991-1999. Mcalister F.A,dkk menyimpulkan seorang pasien yang
menggunakan high-dose sulfonilurea memiliki resiko tinggi terhadap
kejadian heart failure dibandingkan dengan pasien yang menggunakan
high-dose metformin.
Dari 5 studi jurnal terdapat 3 jurnal penelitian yang mengunakan
metode meta-analysis (penelitian Thomas forst dkk , Gangji A.S ,dkk
, Simpson S.H,dkk) menyatakan hasil yang sama bahwa terjadi
penigkatan resiko cardiovascular pada penggunaan sulfonilurea . 2
jurnal penelitian yang lain menggunakan data rekam medis dan
meneltii secara retrospective, jurnal penelitian yang dilakukan
Pantalon K.M,dkk menemukan bahwa terdapat peningkatan resiko
kematian akibat Cardiovascular pada penggunaan glibenklamide dan
glimepiride, sedangkan penelitian yang lain dilakukan oleh
Mcalister F.A,dkk secara retrospective cohort ditemukan bahwa
penggunaan high-dose sulfonilurea memiliki resiko tinggi terhadap
kejadian heart failure dibandingkan dengan pasien yang menggunakan
high-dose metformin.
Berdasarkan dari ke5 sumber jurnal penelitian terdapat jelas
terjadi peningkatan jumlah kematian cardiovascular pada penguunaan
sulfonilurea akan tetapi susah untuk memastikan bahwa penggunaan
sulfonilurea bahwa benar dapat menimbulkan atau merusak jantung.
Tambahan dari pihak penulis bahwa untuk mengetahui suatu pengaruh
atau hubungan antara penggunaan sulfonilurea terhadap
cardiovascular akan sangat susah karena terdapat banyak variabel
penelitian mulai dari umur ,metabolisme tubuh , penggunaan
range-doses dari obat , dan spesifikasi dari penyakit jantung .BAB
V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari kelima sumber jurnal penelitian yang kami
cermati terdapat jelas terjadi peningkatan jumlah kematian
penderita penyakit cardiovascular pada pengunaan sulfonilurea akan
tetapi susah untuk memastikan bahwa penggunaan sulfonilurea
benar-benar dapat menimbulkan atau menyebabkan kerusakan jantung.
Tambahan dari pihak penulis bahwa untuk mengetahui suatu pengaruh
atau hubungan antara penggunaan sulfonilurea terhadap penyakit
cardiovascular akan sangat susah karena terdapat banyak variabel
penelitian mulai dari umur ,metabolisme tubuh , penggunaan
range-doses dari obat , dan spesifikasi dari penyakit jantung yang
harus sangat dicermati.5.2 Summary
On the basis of the fifth research journal sources which we pore
over there is obviously an increase in the number of cardiovascular
disease sufferer's death at sulfonylurea but hard to use to ensure
that the use of sulfonylurea can really cause or causes damage to
the heart. In addition to the author of that to know an influence
or a linkage between the use of sulfonylurea cardiovascular
diseases against will be very difficult because there are many
variables in the research starting from age, body metabolism, the
use of range-doses of the drug, and the specifications of the heart
disease that must be very discernible.DAFTAR PUSTAKA1. Syarif
amir,dkk.2008.Farmakologi dan Terapi Edisi 5.Balai Penerbit
FKUI:Jakarta
2.
http://www.scbt.com/datasheet-200982-glyburide-glibenclamide.html.
Diakses pada tanggal 24 Maret 2014, pkl 20:24 The SantaCruz
Biotechnology.20073. DeRuiter, Jack. Overview Of The Antidiabetic
Agents. Spring : Endocrine Pharmacotherapy Module, 2003 ; 5 ; 9.4.
Schotborg C.E , Wilde A.A.M .1997. Sulfonylurea derivatives in
cardiovascular research and in cardiovascular patients. Elsevier
science:Netherlands
5. Forst T,dkk.2013. Association of sulphonylurea treatment with
all-cause and cardiovascular mortality: A systematic review and
meta-analysis of observational studies.Sagepub
6. McAllister F.A,dkk.2008.The risk of heart failure in patients
with type 2 diabetes treated with oral agent
monotherapy.Elsevier:Netherlands
7. Simpson S.H,dkk.2006.Dose-response relation between
sulfonyurea drugs and mortality in type 2 diabetes mellitus : a
population-based cohort study.CMA Media inc
8. Gangji A.S,dkk.2006.A Systematic review and meta-analysis of
Hypoglivemia adn Cardiovascular events . CMA Media inc
9. Pantalone K.M, dkk.2010. The Risk of Overall Mortality in
Patients With Type 2 Diabetes Receiving Glipzide, Glyburide, or
Glimepiride Monotherapy . didalam buku Diabetes care vol. 33 hlm
1224-1229,2010
10. Permana H.2007.Sulfonilurea sebagai Pilar penatalaksanaan
Diabetes Mellitus Tipe 2 dalam pencegahan komplikas Penyakit
Kardiovaskuler.FKUP:Bandung
11. Formularium Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo 2008i