Farmakodinamik neurofarmaka Departemen Farmakologi & Terapi FKUI 1
Farmakodinamik neurofarmaka
Departemen Farmakologi & Terapi FKUI
1
Tujuan pembelajaran
1. Pengantar Farmakologi2. Mampu menjelaskan bagaimana kerja obat
pada sistem saraf:a. ikatan obat dengan reseptor & efek b. arti potensi & efikasi
3. Tempat kerja obat pada neurotransmisi neurohumoral
4. Drug Abuse
2
Pengantar (1)
Farmakologi : ilmu yang mencakup segalanya tentang hubungan zat kimia: sejarah, kimia, kegunaan, bahayanya terhadap sel hidup termasuk tubuh manusia
Farmakokinetik : ilmu yang mempelajari pengaruh tubuh terhadap oba yaitu: absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya
Farmakodinamik : ilmu yang mempelajari pengaruh senyawa/obat terhadap sel hidup
3
Pengantar (2)
Farmakologi terkait erat dengan biokimia dan fisiologi juga bersentuhan dengan patologi, parasitologi, mikrobiologi dan terapi suatu ilmu yang komprehensif, terkait erat dengan banyak ilmu lain
Farmasi, ilmu yang sudah dikenal lebih dahulu yang berhubungan dengan pembuatan, pencampuran dan penyediaan obat untuk pasien
4
Pengantar (3)
Farmakologi mencakup:
- Farmakologi eksperimental: mempelajari
efek obat pada hewan coba
- farmakologi klinik: mempelajari efek obat
pada manusia, sehat maupun sakit
- farmakoepidemiologi: efek obat terhadap
masyarakat
5
Pengantar (4)
Farmakoekonomi: keterkaitannya dengan ilmu ekonomi
Farmakopolitik: keterkaitan penggunaan obat dengan politik
6
Pengantar (5)
Senyawa mungkin inert, obat atau racun Beda antara racun dan obat hanya dalam
takarannya (dosis) Dalam takaran yang berlebihan obat semua
menjadi racun (toksin) Racun dalam dosis kecil dikembangkan
menjadi obat: kurare, toksin botulinum, gitalis, bisa ular yang sedang dikembangkan untuk mengencerkan darah
7
NEUROFARMAKA
Neurofarmaka :obat yang bekerja pada sistem saraf
Contoh :- Antikonvulsan/anti-epilepsi:fenitoin, asam valproat- Antiansietas: diazepam, lorazepam- Antipsikotik: klorpromazine, olanzapin- Hipnotik sedatif: triazolam, zolpidem
8
Neurofarmaka
– Antidepresan: imipramin, fluoksetin– Analgesik: Antipiretik: parasetamol, salisilat Opioid: morfin, metadon– Obat penyakit Parkinson: levodopa,
bromokrriptin
9
Interaksi obat – reseptor:D + R DR E
Afinitas: kemampuan obat berkaitan dengan reseptor dinyatakan dengan 1/Kd
(= konstanta disosiasi) Kd: dosis yg menimbulkan ½ efek
maksimal, makin besar Kd makin kecil afinitas obat terhadap reseptornyaAfinitas berdasarkan sifat kimiawi obat
10
k1
k2
AFINITAS dan POTENSI Afinitas berhubungan dengan potensi:
besarnya dosis yang diperlukan untuk suatu respons/efek.
Potensi tergantung oleh : (1) kadar obat yg mencapai reseptor, (2) afinitas obat* semakin besar Kd semakin kurang potensinya jadi obat yang Kdnya 100 nmol kurang poten dari obat yang Kdnya 10 nmol* obat yang lebih poten tidak berarti obat lebih efikasinya
11
Efektivitas = aktivitas intrinsik Efektifitas: berdasarkan perubahan konformasi
reseptor setalah terikat dengan ligand menginisiasi rangkaian reaksi menghasilkan respons berupa:
- peransangan atau penghambatan suatu
fungsi sel (otot, kelenjar atau saraf) - respons = efek, misalnya tidur, tenang,
perbaikan gejala (mengatasi kejang)
12
– efikasi maksimal (Emax) dicapai bila semua reseptor terikat ligant
– setelah semua reseptor terikat penambahan dosis tidak lagi akan meningkatkan efikasi
– dalam dosis tinggi obat kehilangan selektivitas efek samping/toksisitas akan meningkat
13
(B)
Emax
½ Emax
KD Log dosis
E′max
½ E′max
P
Q
(C)
Emax
½ Emax
KD Log dosis
E′max
½ E′max
P
Q
K′D
Emax
(A)
½ Emax
P Q
KD K′D Log dosis
Log DEC obat P dan Q yang berbeda afinitas dan/atau aktivitas intrinsiknya(A) Afinitas berbeda (K′D > KD), aktivitas intrinsik sama (= Emax).(B) Afinitas sama (= KD), aktivitas intrinsik berbeda (E′max < Emax).(C) Afinitas berbeda (K′D > KD), aktivitas intrinsik juga berbeda (E′max < Emax).
Contoh obat bekerja tanpa reseptor:1. Efek nonspesifik & gangguan pada membran
mis : diuretik osmotik (manitol, gliserol) antasid (sifat asam/basa) anestetik umum (ggn fs.membran)
2. Interaksi dengan molekul kecil / ionmis : kelat: (BAL, EDTA)
3. Inkorporasi dalam makromolekulCo : antimetabolit
15
Agonis dan Antagonis
Seuatu obat disebut agonis bila respons yang dihasilkan sama dengan respons ligand endogen (hormon, transmiter)
Disebut antagonist bila meniadakan respons ligand endogen
Agonis penuh, agonis parsial Antagonis penuh, antagonis parsial
16
Agonis adalah : substatansi yang bila menduduki reseptor menimbulkan efek farmakologik menyerupai senyawa endogen
Antagonisme : senayawa yang menduduki reseptor yang sama tetapi secara intrinsik tidak mampu menimbulkan efek farmakologik,menghalangi ikatan reseptor dengan agonisnya sehingga kerja agonis terhambat
Agonis parsial = Agonis lemah agonis yang mempunyai aktivitas intrinsik atau efektivitas yang rendah sehingga efek maksimal lemah
Contoh : Buprenorfin (agonis parsial reseptor morfin)
digunakan untuk terapi kecanduan morfin
Antagonisme kompetitif : antagonis berikatan dengan receptor site secara reversible sehingga dapat digeser oleh agonis kadar tinggi, sehingga penghambatan efek agonis dapat diatasi dengan meningkatkan kadar agonis sampai akhirnya dicapai efek maksimal afinitas agonis terhadap reseptornya menurun
Inverse agonis : menyebabkan reseptor berubah menjadi konformasi yang inaktif, biasanya memberi efek yg berlawanan dengan agonisnya, bila agonis membuka kanal, maka inverse agonis menutup kanal
Inverse agonist : obat yang memberi respons berlawanan dengan agonis, hanya terjadi pada reseptor yang aktif walau tidak ada ikatan dengan ligan endogen (memperlihatkan aktivitas basal) tanpa adanya ligand-binding
- pertama ditemukan pada reseptor GABA
- ternyata juga pada AH2, adrenoreseptor-
19
Antagonisme non kompetitif : penghambatan efek agonis tidak dapat diatasi dengan meningkatkan kadar agonis efek maksimal yang dicapai akan berkurang, tetapi afinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah
Terjadi bila antagonis mengikat reseptor secara ireversible di receptor site maupun di tempat lainnya sehingga menghalangi ikatan agonis dengan reseptornya
21
ANTAGONIS
AfinitasKOMPETITIF- Dapat digeser oleh agonis dengan konsentrasi - Co: propranolol
NONKOMPETITIF- tidak dapat digeser oleh agonis penuh- Co: fenoksibenzamin (-antagonis)
Efek
Log [D]
Efek
Log [D]
Antagonis nonkompetitif (An) menyebabkan efek maksi mal yang dicapai agonis berkurang (E’max < Emax ) tetapi afinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah (= KD).
Antagonis kompetitif (Ak) menyebabkan log DEC agonis (D) bergeser sejajar ke kanan (D + Ak). Efek maksimal yang dicapai agonis sama (= Emax ), tetapi afinitas agonis terhadap reseptornya menurun (K’D > KD).
Reseptor neurotransmiter
Membran sel saraf voltage-gated channel & ligand-gated channel
Voltage-gated channel: perubahan membran potensial sel, contoh: calcium channel
Ligand-gated channel/ionotropic receptors : ikatan ligand endogen (asetilkolin, serotonin, GABA, glutamat) dengan reseptor
23
Banyak neurofarmaka bekerja dengan mempengaruhi transmisi neurohumoral (TNH) : transmisi impuls melalui sinaps dengan perantaraan suatu transmitor
Tahap dalam TNH:
1. sintesis T 4. ikatan T-R
2. penyimpan T 5. terminasi transmisi
3. penglepasan T
26
Tempat kerja obat kerja padatransmisi neurohumoral1. Mengganggu atau meningkatkan sintesis
neurotransmiter (NT)
levodopa dopamin di otak
2. Mengganggu sintesis dan release NT
- Reserpin : menghambat storage NT
- Amfetamin : release NT
- Toksin botulinum : menghambat release ACh
27
Tempat dan cara kerja pada transmisi neurohumonal3. Reseptor :
a. Agonis : reseptor D2 : bromocriptin reseptor 2 : klodinin
b. Antagonis : reseptor D2 : fenotiazin reseptor 2 : yohimbin reseptor opioid : nalokson
c. Fasilitasi ikatan NT dengan reseptor GABA- Benzodiazepin & Barbiturat
28
Tempat dan cara kerja obat padatransmisi neurohumoral4. Mengganggu terminasi NT
- penghambat asetilkolinesterase :
Rivastigmin, Donepezil penyakit
Alzheimer’s
- inhibisi MAO-A : moklobemid
- inhibisi MAO-B : Selegilin parkin
- inhibisi COMT : Entakapon son th/
29
Cathecolamines: - Terdiri dari dopamin, norepinefrin dan epinefrin- Dopamin merupakan Cathecolamines yang terbanyak
di CNS, terutama ditemukan di ganglia basalis, nukleus akumbens, tubulus olfaktorius, amigdala.
- Terdiri dari beberapa subtipe ( D1, D2, D3, D4)- Obat obat yang bekerja pada reseptor Dopamin
berhubungan dengan penyakit psikotik (skizofrenia) dan penyakit parkinson contoh obat : fenotiazin (antagonis D2),olanzapin (antagonis D2, D3, D4) bromokriptin (agonis dopamin)
CENTRAL NEUROTRANSMITTER
Sistem Dopaminergik/adrenergik Menghambat reseptor D2:
- klorpromazin, haloperidol
(antipsikotik tipikal)
- olanzapin, aripiprazol (antipsikotik
apitikal)
31
CENTRAL NEUROTRANSMITTER
Merangsang reseptor D2:
bromokriptin, pramipreksol Meningkatkan sintesis dopamin di otak:
levodopa Menghambat metabolisme dopamin:
Penghambat MAO B : selegilin
Penghambat COMT : entakapon, tolkapon Menghambat ambilan kembali (reuptake):
- dopamin dan norepinefrin : kokain
32
Norepinefrin/epinefrin- Terutama ditemukan di hipotalamus dan
sistem limbik- 3 tipe reseptor adrenergik α1, α2, β- Obat bisa bersifat agonis atau antagonis
reseptor tersebut
CENTRAL NEUROTRANSMITTER
Central neurotransmitter
GABA Inhibitory neurotransmitter Enzim sintesis : glutamic acid decarboxylase Enzim degradasi : GABA-transaminase Reseptor ada 2 : ionotropic : GABAA
metabotropic : GABAB
Obat bekerja pada GABAA : benzodiazepin, berbiturat
Pada GABAB : Baklofen (antispastic)
37
The GABA A receptorGABA is the major inhibitory neurotransmitter in the central nervous system. The GABA A receptor is composed of five sub-units – two alpha, two beta and one gamma sub-unit. Two molecules of GABA activate the receptor by binding to the alpha sub-units. Once activated the receptor allows the passage of negatively charged ions into the cytoplasm, which results in hyperpolarization and the inhibition of neurotransmission.
Central neurotransmitter
Serotonin Sintesis dari asam amino L-triptofan Degradasi oleh enzim MAO & aldehid
dehidrogenase 5-HIAA (5-hidroksiindolasetic acid) uji diasnostik tumor karsinoid
Reseptor : ada 7 tipe : 5-HT1-7, semua GPCR, kecuali 5-HT3 : kanal ion Na +K+
39
Central neurotransmitter
Sistem Serotonergik : agonis parsial 5-HT1A di otak : buspiron menghambat reutake serotonin secara
selektif (SSRI) : Fluoksetin, paroksetin, obat antidepresan
Antagonis 5-HT3: Ondansetron, obat antimuntah
40
Sistem Kolinergik
Transmiter : asetilkolin Sintesis : kolin+asetil ko-A asetilkolin,
enzim kolin-asetiltransferase Terminasi tranduksi signal sistem kolinergik
hidrolisis oleh enzim asetilkolinesterase
42
Acetylcholine- Merupakan transmitter yang terdapat pada
neuromuskular dan parasimpatetik neuroefektor junction serta ganglia otonom
- Terdiri dari reseptor nikotinik dan muskarinik (efek pada organ, lihat kuliah fisiologi otonom)
- Enzim : asetilkolin transferase (sintesis), asetilkolin esterase (degradasi)
- Contoh obat yang bekerja pada reseptor ini: rivastigmin, donepezil(menghambat asetilkolin esterase), triheksifenidil (menghambat reseptor muskarinik)
Menghambat enzim pemecah Ach di otak (antikolinesterase=penghambat asetilkolinesterase): rivastigmin, donepezil
Menghambat enzim pemecah Ach di otot: Prostigmin, piridostigmin
45
Drug Abuse and addiction
Drug abuse is a chronic, relapsing disorder characterized by compulsion to take a drug and loss of self control in limiting drug intake
= gejala perilaku yang timbul sehubungan dengan penggunaan suatu obat secara kompulsif, terus menerus dan kehilangan kontroldiri dalam membatasi pemakaian
The American Psychiatric Association menggunakan istilah substance dependence untuk menggantikan Drug addiction untuk mendiagnosisnya membutuhkan seidaknya 3 gejala sbb :
1. Tolerance
2. Withdrawal
3. Persistent desire or unsuccessful attempts to reduce use
4. Use in larger amounts that intended
5. Reduction in important social, occupational, or recreational activities because of drug use
6. Considerable time spent obtaining the substance
7. Continued used despite health, social, or economic problems resulting from substance use
DRUG ABUSE
Suatu fenomen tingkah laku (behavioral) Bukan fenomen biologik Terjadi dengan obat yang menjadikan
tenang, meningkatkan mood:
- stimulan SSP: amfetamin, kokain, rokok
- opioids: heroin, morphine
- antianxiety drugs: benzodiazepines
49
Toleransi dan ketergantungan fisik Toleransi : reaksi tubuh berupa pengurangan
respon terhadap penggunaan obat yang sama secara terus menerus/berulang
Ketergantungan fisik adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh adaptasi tubuh sebagai hasil dari pengaturan kembali mekanisme homeostatik akibat penggunaan obat yang berulang
Obat dapat mempengaruhi berbagai sistem dalam tubuh yang semula dalam keadaan seimbang
Sistem tubuh ini harus mencari keseimbangan baru dengan adanya inhibisi atau stimulasi oleh obat yang spesifik
Individu dalam keadaan adaptasi/ketergantungan fisik tersebut membutuhkan pemberian obat terus untuk mempertahankan fungsi normalnya yang baru
Bila pemberian obat dihentikan secara mendadak terjadi pencarian keseimbangan baru, yang menyebabkan sistem harus mengatur kembali untuk keseimbangan baru tersebut tanpa obat timbul gejala putus obat
Faktor/variabel yang mempengaruhi terjadinya serta kelangsungan penyalahgunaan dan adiksi obat
I. Obat (agent)- ketersediaan dan sifat obat- harga- kemurnian/potensi-mode of administration (chewing, oral parenteral)- kecepatan onset dan berakhirnya efek
II. Pemakai (Host/user)- Heredity (faktor keturunan) : toleransi, kecepatan timbulnya toleransi, kecenderungan untukmmperoleh pengalaman keracunan sebagai kesenangan
- Gejala psikiatrik- Pengalaman sebelumnya- Kecnderungan alami perilaku untuk mengalami
resikoIII.Lingkungan (enviroment)- Keadaan sosial- Sikap komunitas sekitar- Adanya reinforcer lain (sumber penyediaan obat,
tempat)- Kesempatan : pendidikan, pekerjaan
Toleransi >< sensitisasi Toleransi : bawaan
didapat ( kinetik, dinamik, dipelajari, toleransi silang.
Toleransi yang terjadi pada suatu efek obat dapat lebih cepat daripada efek yang lain dari obat tsb (pada obat yang sama)
Contoh : efek euforia pada opiat seperi heroin lebih cepat mengalami toleransi dibandingkan efek terhadap sal cerna (konstipasi dll), juga terhadap efek vital lainnya
Perbedaan toleransi terhadap efek euforia dan toleransi terhadap efek pada ungsi vital seperti pernafasan dan tekanan darah inilah yang secara potensial sangat fatal
Obat yang sering disalahgunakan dapat dikategorikan dalam :1. CNS depressants : alkohol, sedatif lain
(benz, barb), nikotin (stimulant & depressants), opiat (morfin, heroin)
2. Psycho stimulants : amfetamin,cocain, cannabis/ganja, psychedelic agent (LSD, MDMA), inhalant (toluen, kerosin, gasolin, amil nitrit dll)
Pengobatan drug abuse dan addiction Management of DA :
- individualized
- according to drug involved
- specific problem of the patients Hal hal yang penting diketahui :- Pengobatan ketergantungan perlu waktu yang lama
(berbulan bulan-bertahun)- Pola perilaku yang terjadi selama peyalahgunaan
obat tidak akan hilang setelah detoksifikasi obat
Ada peride relaps dan remisi Pengobatan penunjang dapat efektif mis :
metadon untuk heroin/morfin Pengobatan jangka panjang diikuti dengan
perbaikan status fisik, mental sosial dan pekerjaan
The mechanism of action of cocaineCocaine modifies the action of dopamine in the brain. The
dopamine rich areas of the brain are the ventral tegmental area, the nucleus accumbens and the caudate nucleus – these areas are collectively known as the brain’s ‘reward pathway’. Cocaine binds to dopamine re-uptake transporters on the pre-synaptic membranes of dopaminergic neurones. This binding inhibits the removal of dopamine from the synaptic cleft and its subsequent degradation by monoamine oxidase in the nerve terminal. Dopamine remains in the synaptic cleft and is free to bind to its receptors on the post synaptic membrane, producing further nerve impulses. This increased activation of the dopaminergic reward pathway leads to the feelings of euphoria and the ‘high’ associated with cocaine use.
The mechanism of action of heroin at the delta (δ) and kappa (κ) opiate receptors
Heroin modifies the action of dopamine in the nucleus accumbens and the ventral tegmental area of the brain – these areas form part of the brain’s ‘reward pathway’. Once crossing the blood-brain barrier, heroin is converted to morphine, which acts as a weak agonist at the delta and kappa opioid receptors subtypes. This binding inhibits the release of GABA from the nerve terminal, reducing the inhibitory effect of GABA on dopaminergic neurones. The increased activation of dopaminergic neurones and the release of dopamine into the synaptic cleft results in activation of the post-synaptic membrane. Continued activation of the dopaminergic reward pathway leads to the feelings of euphoria and the ‘high’ associated with heroin use. Morphine is a powerful agonist at the opioid mu receptor subtype and activation of these receptors has a strong activating effect on the dopaminergic reward pathway.
Terima Kasih
63