Fantom EPISIOTOMI DAN ROBEKAN JALAN LAHIR Kelompok D Indah Lestarini 04114708078 Sylvia Pertiwi 04114708038 Rince Nurmala Sari 04124705059 Dessy Ratnasari 04124705017 Rahmat Fajri 04124705115 Shoba Anandan 04054881317008 Sivaneswary Muniappan 04054881317004 Pembimbing: dr.Iskandar Zulkarnain, Sp.OG(K) DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 0
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Fantom
EPISIOTOMI
DAN ROBEKAN JALAN LAHIR
Kelompok D
Indah Lestarini 04114708078
Sylvia Pertiwi 04114708038
Rince Nurmala Sari 04124705059
Dessy Ratnasari 04124705017
Rahmat Fajri 04124705115
Shoba Anandan 04054881317008
Sivaneswary Muniappan 04054881317004
Pembimbing:
dr.Iskandar Zulkarnain, Sp.OG(K)
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG
2013
0
BAB I
PENDAHULUAN
Episiotomi yang dikenal masyarakat pedesaan dengan istilah “digunting” merupakan
tindakan untuk memperlebar jalan lahir untuk mencegah terjadinya ruptura perineum yang
sering kali menjadi penyebab kesakitan pada ibu bersalin dan tingginya angka kesakitan pada
ibu nifas.
Episiotomi dikembangkan di Inggris pada tahun 1970 dan awal tahun 1980-an, dimana
saat itu tindakan episiotomi dipakai sekitar 50%. Tindakan episiotomi umumnya dilakukan
pada wanita yang baru pertama kali melahirkan. Namun kadang - kadang episiotomi
dilakukan juga pada persalinan berikutnya, tergantung situasinya. Bila akan terjadi robekan
maka dilakukan episiotomi
Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada
jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan
tersebut. Oleh sebab itu, pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus mengacu pada
pertimbangan klinik yang tepat dan tehnik yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang
dihadapi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum. 1
Episiotomi dalam arti sempit adalah insisi pudenda. Insisi ini dapat dibuat di
linea mediana (episiotomi mediana) atau dapat mulai di linea mediana tetapi
diarahkan ke lateral dan kebawah menjauhi rektum (episiotomi mediolateralis).
B. Tujuan
Tujuan episiotomi, yaitu membentuk insisi bedah yang lurus, sebagai pengganti
robekan tak teratur yang mungkin terjadi. Episiotomi dapat mencegah vagina robek
secara spontan, karena jika robekanya tidak teratur maka menjahitnya tidak rapi,
tujuan lain dari episiotomi adalah mempersingkat waktu ibu dalam mendorong
bayinya keluar. 2
Tindakan upaya episiotomi memiliki tujuan, berupa :
1. Mempercepat persalinan dengan memperlebar jalan lahir lunak
2. Mengendalikan robekan perineum untuk memudahkan menjahit
3. Menghindari robekan perineum spontan
4. Memperlebar jalan lahir pada operasi persalinan pervaginam.
C. Indikasi dan Kontraindikasi4
Indikasi
Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu maupun faktor janin.
Indikasi ibu antara lain adalah:
a. Primigravida umumnya
b. Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu
2
c. Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya pada
persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan
anak besar
d. Arkus pubis yang sempit
Indikasi janin antara lain adalah:
a. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah
terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.
b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin besar.
c. Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti
pada gawat janin, tali pusat menumbung.
Kontraindikasi
a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam
b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti
penyakit kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva dan
vagina.
D. Jenis Episiotomi3
Macam-macam Episiotomi
1. Episiotomi Medialis
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas
atas otot-otot sfingter ani.
Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi antara lain dengan
larutan procain 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau larutan xylocain 1%-
2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting
yang tajam dimulai dari bagian terbawah introitus vagina menuju anus, tetapi tidak
sampai memotong pinggir atas sfingter ani, hingga kepala dapat dilahirkan. Bila
kurang lebar disambung ke lateral (episiotomi mediolateralis).
Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri dan
kanan dirapatkan dengan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan
beberapa jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit pula dengan beberapa
jahitan. Terakhir kulit perineum dijahit dengan empat atau lima jahitan. Jahitan
dapat dilakukan secara terputus-putus (interrupted suture) atau secara jelujur
(continuous suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia, dan
3
selaput lendir adalah catgut khromik, sedang untuk kulit perineum dipakai
benang sutera.
a. Perineum digunting mulai dari ujung paling bawah introitus vagina menuju anus melalui kulit, selaput lender vagina, fasia dan otot perineum.
b. Otot perineum kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.c. Pinggir fasia kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.d. Selaput lendir vagina dan kulit perineum dijahit dengan benang sutera.
2. Episiotomi Mediolateralis
a. Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke
arah belakang dan samping. Arah insisi dapat dilakukan ke arah kanan ataupun
kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-
kira 4 cm.
b. Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan
teknik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa
sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya lurus simetris.
4
a. Menjahit jaringan otot-otot dengan jahitan terputus-putusb. Benang jahitan pada otot-otot ditarikc. Selaput lendir vagina dijahitd. Jahitan otot-otot dikaitkane. Fasia dijahitf. Penutupan fasia selesaig. Kulit dijahit
Keuntungan dan kerugian dari 2 tipe episiotomi akan tampak dalam tabel.
5
Episiotomi medialis lebih superior namun terdapat kemungkinan terjadinya laserasi
derajat 3-4. Combs (1990) melaporkan bahwa ada beberapa faktor yang berhubungan
dengan meningkatnya risiko laserasi derajat 3 dan 4 sepert:
- Nuliparitas
- Kala II memanjang
- Posisi oksiput posterior yang persisten
- Mild/ low forcep
- Penggunaan anestesi lokal
- Ras Asia
Anthony dan teman-teman (1994) menemukan bahwa laserasi perineum yang berat
lebih rendah 4 kali lipat bila dilakukan episiotomi mediolateralis dibandingkan
dengan insisi medialis.
3. Episiotomi Lateralis.
a. Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3
atau 9 menurut arah jarum jam.
b. Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak menimbulkan
komplikasi. Luka insisi dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah
pudendeal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu
penderita.
E. Saat Melakukan Episiotomi
1. Episiotomi sebaiknya dilakukan ketika kepala bayi meregang perineum pada
janin matur, sebelum kepala sampai pada otot-otot perineum pada janin matur.
Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari luka
episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu
lambat maka laserasi tidak dapat dicegah. sehingga salah satu tujuan episiotomi
itu sendiri tidak akan tercapai.
2. Episiotomi biasanya dilakukan pada saat perineum menipis dan pucat serta kepala
janin sudah terlihat dengan diameter 3 - 4 cm pada saat kontraksi . Jika dilakukan
bersama dengan penggunaan ekstraksi forsep, sebagian besar dokter melakukan
episiotomi setelah pemasangan sendok atau bilah forsep.
6
3. Pertama pegang gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau steril dengan satu
tangan, kemudian letakkan jari telunjuk dan jari tengah di antara kepala bayi dan
perineum searah dengan rencana sayatan. Hal ini akan melindungi kepala bayi
dari gunting dan meratakan perineum sehingga membuatnya lebih mudah di
episiotomi.
4. Setelah itu, tunggu fase acme (puncak his). Kemudian selipkan gunting dalam
keadaan terbuka di antara jari telunjuk dan tengah. Gunting perineum mengarah
ke sudut yang diinginkan untuk melakukan episiotomi, misalnya episiotomi
mediolateral dimulai dari fourchet (komissura posterior) 45 derajat ke lateral kiri
atau kanan. Pastikan untuk melakukan palpasi/ mengidentifikasi sfingter ani
eksternal dan mengarahkan gunting cukup jauh kearah samping untuk
rnenghindari sfingter.
5. Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan satu
atau dua guntingan yang mantap. Hindari “menggunting” jaringan sedikit
demi sedikit karena akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan
menyulitkan penjahitan dan waktu penyembuhannya lebih lama.
6. Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi dengan
di lapisi kain atau kasa disinfeksi tingkat tinggi atau steril di antara kontraksi
untuk membantu mengurangi perdarahan. Karena dengan melakukan tekanan
pada luka episiotomi akan menurunkan perdarahan.
7. Kendalikan kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mencegah perluasan
episiotomi.
8. Setelah bayi dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah episiotomi,
perineum dan vagina mengalami perluasan atau laserasi, lakukan penjahitan jika
terjadi perluasan episiotomi atau laserasi tambahan.
F. Prinsip Penjahitan Episiotomi
Teknik penjahitan luka episiotomi sangat menentukan hasil penyembuhan luka
episitomi, bahkan lebih penting dari jenis episitomi itu sendiri. Penjahitan biasanya
dilakukan setelah palsenta lahir, kecuali bila timbul perdarahan yang banyak dari luka
episiotomi maka dilakukan dahulu hemostasis dengan mengklem atau mengikat
pembuluh darah yang terbuka
7
Beberapa prinsip dalam penjahitan luka episiotomi yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut:
a. Penyingkapan luka episiotomi yang adekuat dengan penerangan yang baik,
sehingga restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik.
b. Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi
c. Pencegahan penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan yang
berlebihan
d. Jumlah jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin
e. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rektum
f. Untuk mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya dipakai jarum atraumatik.
G. Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan sangat dihubungi oleh usia, berat badan, status nutrisi,
dehidrasi, aliran darah yang adekuat ke area luka, dan status imunologinya.
Penyembuhan luka sayatan episiotomi yang sempurna tergantung kepada beberapa
hal. Tidak adanya infeksi pada vagina sangat mempermudah penyembuhan.
Keterampilan menjahit juga sangat diperlukan agar otot-otot yang tersayat diatur
kembali sesuai dengan fungsinya atau jalurnya dan juga dihindari sedikit mungkin
8
pembuluh darah agar tidak tersayat. Jika sel saraf terpotong, pembuluh darah tidak
akan terbentuk lagi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka
1. Status nutrisi yang tidak tercukupi memperlambat penyembuhan luka
2. Kebiasaan merokok dapat memperlambat penyembuhan luka
3. Penambahan usia memperlambat penyembuhan luka
4. Peningkatan kortikosteroid akibat stress dapat memperlambat penyembuhan
luka
5. Ganguan oksigenisasi dapat mengganggu sintesis kolagen dan menghambat
epitelisasi sehingga memperlambat penyembuhan luka
6. Infeksi dapat memperlambat penyembuhan luka
Menurut Walsh (2008) proses penyembuhan terjadi dalam tiga fase, yaitu:
1. Fase 1: Segera setelah cedera, respons peradangan menyebabkan peningkatan
aliran darah ke area luka, meningkatkan cairan dalam jaringan,serta
akumulasi leukosit dan fibrosit. Leukosit akan memproduksi enzim
proteolitik yang memakan jaringan yang mengalami cedera.
2. Fase 2: Setelah beberapa hari kemudian, fibroblast akan membentuk benang
– benang kolagen pada tempat cedera.
3. Fase 3: Pada akhirnya jumlah kolagen yang cukup akan melapisi jaringan
yang rusak kemudian menutup luka.
H. Anastesi Lokal Pada Episiotomi4
Obat anastesi disuntikkan disekitar daerah operasi dengan cara infiltrasi. Pada
episiotomi, infiltrasi obat anastesi harus mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
9
I. Prosedur Tindakan Episiotomi
PROSEDUR/LANGKAH KLINIK
1 PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK
1.1 Memperkenalkan diri selaku petugas yang akan menolong pasien
1.2 Menjelaskan diagnosis dan penanganan luka episiotomi dan robekan perineum
1.3 Menjelaskan pula bahwa setiap tindakan medik mempunyai risiko
1.4 Memastikan bahwa pasien dan keluarganya telah mengerti semua aspek diatas
1.4 Memberi kesempatan pasien dan keluarganya mendapat penjelasan ulang
1.6 Membuat Persetujuan Tindakan Medik tertulis dan memasukkan kedalam catatan medik pasien
2 PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN
2.1 Memeriksa dan menyiapkan peralatan
Alat episiotomi Sarung tangan steril Gunting episiotomi
Set jahit dalam keadaan steril Gunting benang Pinset anatomis Pinset sirugis Klem arteri Needle Holder Jarum rounded dan traumatic 2-0 Benang kromik Tampon bola Kasa steril Kain duk steril Semprit 5cc berisi lidokain 1%
Peralatan lain Lampu sorot Stetoskop dan tensimeter Oksigen Bahan anti septic (povidone iodine 10%) Larutan khloin 0,5% Tempat sampah
2.2 Menjelaskan pada ibu untuk tidur terlentang dengan posisi litotomi
10
3 PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN
3.1 Mencuci tangan dan lengan sampai siku dan keringkan dengan handuk DTT
3.2 Memakai baju dan perlengkapan kamar tindakan dan sarung tangan tindakan DTT/ steril
4 EPISIOTOMI PADA PERTOLONGAN PERSALINAN (KALAII)
4.1 Anestesi Lokal
4.1.1 Jelaskan pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantulah agar ibu merasa tenang
4.1.2 isi semprit 5cc dengan bahan anestesi (lidokain HCl 1% atau Xilokain 10 mg/ml)
4.1.3 Letakkan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) di antara kepala janin dan perineum. Masuknya bahan anestesi (secara tidak sengaja) ke dalam sirkulasi bayi, dapat menimbulkan akibat fatal, oleh sebab itu gunakan jari-jari penolong sebagai pelindung kepala bayi.
4.1.4 Tusukkan jarum tepat di bawah kulit perineum pada daerah comissura posterior (fourchette) yaitu bagian sudut bawah vulva
4.1.5 Arahkan jarum dengan membuat sudut 45° ke sebelah kiri(atau kanan) garis tengah perineum. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak memasuki pembuluh darah (terlihat cairan darah dalam semprit). (Intravasasi bahan anestesi lokal kedalam pembuluh darah, dapat menyebabkan syok padaibu)
4.1.6 Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 3-4 ml lidokain 1%
4.1.7 Tunggu 1-2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal, sebelum episiotomi dilakukan.
-Penipisan dan peregangan perineum berperan sebagai anestesi alamiah.
-Apabila kepala bayi menjelang ke luar, lakukan episiotomi dengan segera.
* Jika kepala janin tidak segera lahir, tekan insisi episiotomi di antara his sebagai upaya untuk mengurangi perdarahan
* Penyuntikan sambil menarik mundur, bertujuan untuk mencegah akumulasi
bahan anestesi hanya pada satu tempat dan mengurangi kemungkinan penyuntikan ke dalam pembuluh darah.
4.2 Tindakan Episiotomi
4.2.1 Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan.
4.2.2 Letakkan jari telunjuk dan tengah di antara kepala bayi dan perineum, searah dengan rencana sayatan
11
4.2.3 Tunggu fase acme (Puncak His) kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka di antara telunjuk dan tengah
4.2.4 Gunting perineum, dimulai dari fourchet (comissura posterior) 45° ke mediolateral (kiri atau kanan)
4.2.5 Lanjutkan pimpinan persalinan
4.3 Penjahitan Luka Episiotomi
4.3.1 Atur posisi ibu menjadi posisi litotomi dan arahkan cahaya lampu sorot pada daerah yang benar
4.3.2 Keluarkan sisa darah dari dalam lumen vagina, bersihkan daerah vulva dan perineum
4.3.3 Kenakan sarung tangan yang bersih/DTT. Bila diperlukan pasanglah tampon atau kasa ke dalam vagina untuk mencegah darah mengalir ke daerah yang akan dijahit
4.3.4 Letakkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu
4.3.5 Uji efektifitas anestesi lokal yang diberikan sebelum episiotomi masih bekerja (sentuhkan ujung jarum pada kulit tepi luka). Jika terasa sakit, tambahkan anestesi lokal sebelum penjahitan dilakukan
4.3.6 Atur posisi penolong sehingga dapat bekerja dengan leluasa dan aman dari cemaran
4.3.7 Telusuri daerah luka menggunakan jari tangan dan tentukan secara jelas batas luka. Lakukan jahitan pertama kira-kira 1 cm di atas ujung luka di dalam vagina. Ikat dan potong salah satu ujung dari benang dengan menyisakan benang kurang lebih 0,5 cm
4.3.8 Jahitlah mukosa vagina dengan menggunakan jahitan jelujur dengan jerat ke bawah sampai lingkaran sisa himen
4.3.9 Kemudian tusukkan jarum menembus mukosa vagina di depan himen dan keluarkan pada sisi dalam luka perineum. Periksa jarak tempat keluarnya jarum di perineum dengan batas atas irisan episiotomi
4.3.10 Lanjutkan jahitan jelujur dengan jerat pada lapisan subkutis dan otot sampai ujung luar luka (pastikan setiap jahitan pada ke dua sisi memiliki ukuran yang sama dan lapisan otot tertutup dengan baik)
4.3.11 Setelah mencapai ujung luka, balikkan arah jarum ke lumen vagina dan mulailah merapatkan kulit perineum dengan jaitan subkutikuler
4.3.12 Bila telah mencapai lingkaran himen, tembuskan jarum keluar mukosa vagina
pada sisi yang berlawanan dari tusukkan terakhir subkutikuler
4.3.13 Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem, kemudian tusukkan kembali jarum pada mukosa vagina dengan jarak 2 mm dari tempat keluarnya benang
12
dan silangkan ke sisi berlawanan hingga menembus mukosa pada sisi berlawanan
4.3.15 Ikat benang yang dikeluarkan dengan benang pada klem dengan simpul kunci
4.3.16 Lakukan kontrol jahitan dengan pemeriksaan colok dubur (lakukan tindakan yang sesuai bila diperlukan)
4.3.17 Tutup jahitan luka episiotomi dengan kasa yang dibubuhi cairan antiseptik
5 PENCEGAHAN INFEKSI PASCA TINDAKAN
5.1 Kumpulkan dan masukkan instrumen kedalam wadah yang berisi khlorin 0,5%
5.2 Kumpulkan bahan habis pakai dan masukkan ke tempat sampah medis
5.3 Bubuhilah benda-benda didalam kamar tindakan yang terkena darah atau
cairan tubuh pasien dengan khlorin 0,5%
5.4 Bersihkanlah sarung tangan, dilepaskan dan direndam dalam khlorin 0,5%
5.5 Cuci tangan dengan sabun dalam air mengalir
5.6 Keringkan tangan dengan handuk/kertas tissue yang bersih
6 PERAWATAN PASCA TINDAKAN
6.1 Periksa tanda vital pasien
6.2 Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan dalam status pasien
6.3 Buat insruksi pengobatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien
6.4 Memberitahu pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai
6.5 Tegaskan kepada perawat untuk menjalankan instruksi dan pengobatan serta melaporkan segera apabila ditemukan perubahan pascatindakan
J. ROBEKAN JALAN LAHIR5
Robekan Perineum
Ada beberapa penyebab robekan pada perineum, antara lain :
1. Kepala janin terlalu cepat lahir
2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
4. Pada persalinan dengan distosia bahu.
13
Laserasi vagina dan perineum diklasifikasikan menjadi derajat I-IV, yaitu :
1. Laserasi derajat I melibatkan fourchette, kulit perineum, dan membran
mukosa vagina tapi tidak mengenai fascia dan otot. Penjahitan robekan
perineum derajat I dapat dilakukan hanya dengan catgut yang dijahitkan
secara kontinu atau dengan cara angka delapan.
C
Gambar 2. Laserasi Derajat I
2. Laserasi derajat II melibatkan fascia dan otot (muskulus perinei transversalis)
dari badan perineum tapi tidak mengenai sfinkter anus. Robekan ini biasanya
melebar ke atas pada salah satu atau kedua sisi vagina, membentuk luka
segitiga yang ireguler. Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum
tingkat II atau III, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau
bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih
dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem
terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru
dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot dijahit dengan catgut.
Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara interuptus atau
kontinu. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan.
Terakhir kulit perineum dijahit dengan benang secara interuptus.
14
Gambar 3. Laserasi Derajat II
3. Laserasi derajat III meluas melewati kulit, membran mukosa, dan badan
perineum, dan melibatkan sfinkter anus. Sama seperti teknik menjadi pada
laserasi derajat 2, namun otot-otot levator ani dijahit terlebih dahulu dengan
jahitan interuptus.
Gambar 4. Laserasi Derajat III
4. Laserasi derajat IV meluas sampai mukosa rektum sampai ke lumen rektum.
Robekan di daerah uretra dengan perdarahan hebat bisa menyertai laserasi
tipe ini. Teknik menjahit : Mula-mula dinding depan rektum yang robek
dijahit. Kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit
dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter
ani yang terpisah oleh karena robekan dikelm dengan klem Pean lurus,
kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu
kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit
robekan perineum tingkat II.
Gambar 5. Laserasi Derajat IV
15
Robekan Vulva
Perlukaan vulva sering terjadi pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat, akan sering terlihat robekan-robekan kecil pada labium minus, vestibulum, atau bagian belakang vulva. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidak menimbulkan perdarahan banyak, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Tetapi jika luka robek agak besar dan banyak berdarah, lebih-lebih jika robekan terjadi pada pembuluh darah di daerah klitoris, perlu dilakukan penghentian perdarahan dan penjahitan luka robekan. Luka robekan dijahit dengan catgut secara interuptus ataupun kontinu. Jika luka robekan terdapat di sekitar orifisium uretra atau diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum dilakukan penjahitan, dipasang dulu kateter tetap.
Robekan Dinding Vagina
Perlukaan vagina sering terjadi sewaktu:
a. Melahirkan janin dengan cunam
b. Ekstraksi bokong
c. Ekstraksi vakum
d. Reposisi presentasi kepala janin, umpamanya pada letak oksipito
posterior
e. Sebagai akibat lepasnya tulang simpisis pubis
Bentuk robekan vagina bisa memanjang atau melintang
Penanganan:
Pada luka robek yang kecil dan superficial, tidak perlukan penanganan khusus.
Pada luka robek yang lebar dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara terputus-
putus atau jelujur. Biasanya robekan pada vagina sering diiringi dengan robekan
pada vulva maupun perineum.
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.
Episiotomi bertujuan untuk membentuk insisi bedah yang lurus, sebagai pengganti
robekan tak teratur yang mungkin terjadi. Episiotomi terdiri atas beberapa macam,
antara lain episiotomi medial, mediolateralis, lateral dan Insisi Schuchardt. Tujuan
menjahit laserasi atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh
(mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan
hemostasis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk ke dalam jaringan tubuh, jaringan
akan terluka dan menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. Proses
penyembuhan sangat dihubungi oleh usia, berat badan, status nutrisi, dehidrasi, aliran
darah yang adekuat ke area luka, dan status imunologinya.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. Cunningham FG, et al. 2010. Williams Obstetrics, ed. 23. Appleton and Lange.3. Wiknjosastro,Hanifa. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.4. Rusda,Muammad. 2004. Anastesi Infiltrasi pada Episiotomi. USU Digital Library.5. Bonica, John J. Principles and Practice of Obstetric Analgesia and Anesthesia, FA
Davis Co. Philadelphia, 2nd ed, 1995;501-5136. Sastrawinata S. Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi, ed. 2. Bandung :