i Kajian Teologis terhadap Makna dan Peran Doa menurut Jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem dalam Konteks Erupsi Gunung SinabungOleh: Monica Seles Br Purba 712015015 Tugas Akhir Diajukan kepada Program Studi Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S. Si. Teol) Program Studi Ilmu Teologi Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana SALATIGA 2019
44
Embed
Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana SALATIGA … · 2020. 10. 23. · 6. Terimakasih untuk Bapak Josua Purba dan Ibu Sarinah Br Sembiring, S. Pd yang telah memberikan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
Kajian Teologis terhadap Makna dan Peran Doa menurut Jemaat GBKP
Runggun Bakerah-Simacem dalam Konteks Erupsi Gunung SinabungOleh:
Monica Seles Br Purba
712015015
Tugas Akhir
Diajukan kepada Program Studi Teologi guna memenuhi sebagian dari
persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang
Teologi (S. Si. Teol)
Program Studi Ilmu Teologi
Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana
SALATIGA
2019
ii
iii
iv
v
vi
Motto
“Tidak ada pekerjaan di dunia ini yang dapat selesai, tanpa
dikerjakan dan diperjuangkan. Maka selesaikanlah segala
pekerjaan dan tanggung jawab di dunia ini selagi ada waktu
dan kesempatan”
“Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan
segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk
manusia”
Kolose 3:23
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus
karena atas berkat dan anugrahNya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas
akhir ini. Syukur kembali penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
penyertaan, anugrah, serta bimbingannya yang telah menuntun penulis hinga
sampai ke pengunjung dari masa perkuliahan di Fakultas Teologi Universitas
Kristen Satya Wacana.
Penulisan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam
mencapai gelar sarjana dalam bidang ilmu Teologi (S.Si. Teol). Tugas akhir ini
berisi tentang analisa Kajian Teologis terhadap Makna dan Peran menurut Jemaat
GBKP Runggun Bakerah-Simacem dalam Konteks Erupsi Gunung Sinabung.
Harapan penulis, kiranya tugas akhir ini dapat bermanfaat dalam memperkaya
bahan kepustakaan Universitas Kristen Satya Wacana dan kiranya tugas akhir ini
dapat meningkatan pemahaman serta menambah wawasan jemaat tentang hal ini.
Penulis juga tidak menutup kemungkinan adanya pihak yang ingin melanjutkan
penelitian lebih mendalam tentang hal ini.
Penulis mengakui sebagai manusia biasa yang memiliki banyak
kekurangan dan keterbatasan yang memungkinkan adanya kekurangan dalam
rangkaian penulisan tugas ahir ini. oleh karena itu, penulis meminta maaf kepada
semua piak yang membaca atau terlibat dalam penulisan jika terdapat kesalahan
dalam penulisan tugas akhir ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah terlibat dalam membantu penulis ketika menyusun tugas akhir ini hingga
pada akhirnya terselesaikan dengan baik.
1. Terimakasih kepada Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo dan Pdt.
Cindy Q. Koan selaku dosen pembimbing penulis, yang telah
meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan juga memvasilitasi buku-buku
untuk membimbing dan mengarahkan serta memberikan motivasi
kepada penulis dalam menyelesaikann tugas akhir ini.
2. Terima kasih kepada Dekan, Kaprogdi, Wali Studi, Panitia Tugas
Akhir dan seluruh Dosen, serta staff Fakultas Teologi Universitas
Kristen Satya Wacana yang telah membantu penulis dari awal
perkuliahan hingga pada penulisan tugas akhir ini.
3. Terimakasih kepada BPMF dan Senat Mahasiswa Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana yang telah membantu penulis dalam
menjalani proses perkuliahan hingga selesai.
4. Terimakasih kepada Pdt. Roky Tarigan besertas seluruh keluarga, dan
Pt. Mbiri Sembiring beserta keluarga yang telah meluangkan waktu
viii
dan pikiran untuk membantu penulis mendapatkan informasi seputar
penelitian ini. Tuhan Yesus memberkati tugas dan pelayanan.
5. Terimakasih kepada seluruh informan, Pt. Mbiri Sembiring, Dk.
Nande Dandy Br Sembiring, Dk. Em. Nande Dat Malem Br
Sembiring, Dk. Nande Putra Br Ginting, Ina Surabina Br Sembiring,
mereka dalam keadaan bencana masih tetap memperhatikan kehidupan orang lain.
Ketika terjadi erupsi, seluruh masyarakat saling berlarian menyelamatkan diri,
namun beberapa jemaat masih memperhatikan dan mengingat untuk
menyelamatkan lansia dan berbagai orang lainnya yang membutuhkan
pertolongan. Negatifnya, bencana erupsi ini membawa pengaruh pada hubungan
sosial jemaat yaitu membuat beberapa jemaat saling mementingkan kehidupan
masing-masing, kurangnya tutur sapa, tidak saling memperhatikan walaupun
sedang dalam duka dan jemaat semakin hidup dalam keegoisannya masing-
masing.37
Ketiga, dampak dari erupsi Gunung Sinabung ini adalah banyak orang
yang kehilangan anggota keluarga. Masyarakat yang meninggal adalah karena
terkena serangan jantung, stress, depresi, stroke akibat beberapa dari masyarakat
tidak sanggup untuk menerima keadaan kehidupan dan beberapa diantaranya juga
mengalami penyakit gangguan pernapasan. Keempat, dampak yang dirasakan
masyarakat adalah takut dan trauma.
Makna dan Peran Gereja Menurut Jemaat GBKP Runggun Bakerah-
Simacem
Menurut pemaparan beberapa warga jemaat, GBKP sangat berperan dalam
pengungsian. Seperti penuturan Diaken Nd Dhandy br Sembiring dalam
pengalamannya hidup di pengungsian selama kurang lebih 4-5 tahun lamanya,
GBKP sangat memberi makna dan peran yang baik dan luar biasa bagi seluruh
masyarakat. Bahkan GBKP tidak hanya memberi pelayanan bagi jemaat yang
berasal dari gereja GBKP tetapi juga melayani masyarakat dengan berbagai
agama. GBKP menjadi teman bagi masyarakat, sebagai tempat berbagi cerita
lewat setiap relawan dan pelayan Tuhan, serta GBKP juga sebagai tempat pertama
masyarakat untuk mendapatkan bantuan, seperti setiap kali status gunung naik,
maka pihak GBKP langsung sigap dalam memberi informasi bagi masyarakat
agar segera pergi dari kampung halaman, menyediakan alat transportasi untuk
pergi meninggalkan desa, menyediakan tempat pengungsian, menyediakan
makanan, alat-alat mandi, permainan untuk anak-anak, ibadah-ibadah, pelayanan
37
Diaken Nd Putra Br Ginting (Guru dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei
2019).
19
konseling, beasiswa untuk siswa-siswi dan juga mahasiswa dan berbagai bantuan
lainnya. 38
Menurut pengalaman warga dalam masa pengungsian ketika terjadi
bencana erupsi Gunung Sinabung sangat memberikan peran penting dalam
kehidupan mereka. Gereja sebagai tempat mereka bercerita akan keluh kesah yang
sedang mereka rasakan. Gereja selalu ada bagi masyarakat ketika terjadi erupsi
baik ketika masih berada di bawah lereng Gunung Sinabung, di pengungsian,
maupun ketika sampai di relokasi Siosar. Di tempat pengungsian, gereja selalu
menyiapkan pelayanan ibadah-ibadah, misalnya ibadah pagi dan ibadah malam
yang biasanya dilayani oleh Pendeta atau pun Tim Doa setiap harinya. Di luar dari
ibadah-ibadah tersebut seringkali juga dilakukan Kebaktian Kebangunan Iman
dan seminar-seminar yang bertujuan untuk meningkatkan spiritualitas masyarakat.
Selain dari pada itu, gereja juga memberi pelayanan dalam bidang membangun
masyarakat untuk memberdayakan diri dalam bidang usaha.
Meskipun banyak pelayanan yang diberikan gereja kepada masyarakat
untuk menjawab segala kebutuhan dan harapan spiritualitas masyarakat serta
pemberdayaan masyarakat, namun terkadang selama hidup di pengungsian
masyarakat sendirilah yang tidak memberikan diri terhadap kegiatan-kegiaan
pelayanan yang dilakukan oleh gereja. Masyarakat terlalu sibuk dengan pekerjaan
masing-masing.39
Makna dan Peran Doa Bagi Jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem
Kehidupan masyarakat di bawah Gunung Sinabung dengan berbagai
kenyamanan dengan tanah yang subur dan tanaman yang menghasilkan buah yang
melimpah membuat masyarakat hidup senang berada di daerah itu. Hidup dengan
suasana nyaman bagi Jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem membuat
kehidupan spiritualitas mereka juga baik. Pengalaman Panatua (Pertua dalam
38
Diaken Nd Dandy Br Sembiring (Petani dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 30
Mei 2019). 39
Ribu Febri (Petani), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Pt. Mbiri Sembiring
Pelawi (Petani dan Panatua), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019, Diaken Nd Dandy Br
Sembiring (Petani dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Ita br Sitepu
(Pedagang), (Wawancara, pada tanggal 28 Mei 2018), Ina Surabina Br Sembiring Meliala
(Perangkat Desa Bakerah), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019), Diaken Nd Putra Br Ginting
(Guru Sd dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019).
20
GBKP) mengungkapkan bahwa beberapa tahun sebelum terjadi bencana erupsi
Gunung Sinabung kehidupan peribadahan GBKP Runggun Bakerah-Simacem
sangat meningkat, semisal kehadiran jemaat dalam setiap ibadah mencapai 80%.
Di GBKP Runggun Bakerah-Simacem setiap harinya dilakukan ibadah pagi di
gereja yang dimulai pada pukul 05.00 WIB, jemaat biasanya datang berdoa
terlebih dahulu ke gereja sebelum mereka melakukan aktifitas mereka bekerja di
lahan pertanian mereka. 40
Ketika bencana erupsi Gunung Sinabung belum terjadi, jemaat memaknai
doa sebagai sarana mereka mengungkapkan pujian, ucapan syukur dan
permohonan bagi Tuhan. Doa sebagai sarana untuk mereka meminta penyertaan
Tuhan akan kehidupan mereka agar berjalan dengan baik, menyertai anak-anak
mereka yang jauh dari pada mereka, memberkati tanaman-tanaman mereka agar
tumbuh dengan baik, memberkati tanaman mereka agar mendapat harga yang
tinggi, memberikan kesehatan bagi mereka beserta keluarganya dan lain-lainnya.41
Berada dalam situasi yang nyaman di bawah lereng Gunung Sinabung terkadang
membuat jemaat juga terlena dan membuat mereka lupa akan mengucapkan
syukur dalam doa mereka. Banyaknya kesibukan yang dimiliki masyarakat
membuat jemaat terkadang lupa akan berdoa, bahkan terkadang ketika mereka
makan sajalah mereka berdoa, atau bahkan pada saat makanpun terkadang mereka
lupa untuk berdoa.42
Berada dalam situasi bencana erupsi Gunung Sinabung membuat adanya
rasa cemas dan takut bagi masyarakat. Hal itu menentukan bagaimana spiritualitas
dalam menghadapi bencana erupsi Gunung Sinabung. Dalam peristiwa bencana
erupsi Gunung Sinabung, sebagian jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem
40
Pt. Mbiri Sembiring Pelawi (Petani dan Panatua), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei
2019). 41
Ribu Febri (Petani), (Wawancara pada tanggal 30 Mei 2019), Nande Anisa Br Ginting
(Petani), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Diaken Nd Dandy Br Sembiring (Petani dan
Diaken), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Pdt. Roky Tarigan (Pendeta), (Wawancara,
pada tanggal 31 Mei 2019), Ita br Sitepu (Pedagang), (Wawancara, pada tanggal 28 Mei 2018), Ina
Surabina Br Sembiring Meliala (Perangkat Desa Bakerah), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei
2019), Diaken Nd Putra Br Ginting (Guru dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019),
Pt. Mbiri Sembiring Pelawi (Petani dan Panatua), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Nande
Santi Br Sitepu dan Bapak Santi Ginting (Petani), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019), Dk.
Em Nande Dat Malem br Sembiring (Petani), (Wawancara, pada tanggal 28 Mei 2019). 42
Nande Anisa Br Ginting (Pedagang), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019 ).
21
semakin mendapati spiritualitas yang semakin kuat, khususnya dalam berdoa.
Jemaat semakin mengenal Tuhan dalam peristiwa bencana alam erupsi Gunung
Sinabung. Tuhan adalah tempat mereka berlari untuk meminta pertolongan.
Ketika mereka berlari untuk menyelamatkan diri pada saat erupsi yang mereka
lakukan adalah berdoa dalam hati agar Tuhan menyelamatkan diri mereka, dan
keluarganya walaupun mereka harus hidup di pengungsian. Ketika mereka selesai
berdoa, jemaat merasa tenang, nyaman, merasa sebagian dari beban mereka
terangkatkan. Namun ada juga dalam bencana erupsi Gunung Sinabung ini
membuat spiritualitas jemaat semakin memburuk, khususnya dalam berdoa.
Jemaat semakin meragukan adanya Tuhan dalam kehidupan mereka. Jemaat
semakin tidak ingin berdoa, dan tidak mau mengikuti ibadah-ibadah yang
dilakukan gereja. jemaat meyakini bahwa Tuhan sedang meninggalkan mereka,
sehingga bencana terjadi ke dalam kehidupan mereka.
Kehidupan jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem ketika berada di
Siosar dengan situasi kehidupan baru yang berbeda dengan kehidupan
sebelumnya, juga membuat masyarakat harus beradaptasi dengan segala sesuatu
yang ada di Siosar. Kehidupan Gereja GBKP Runggun Bakerah-Simacem masih
tetap ada seperti sebelum terjadi erupsi maupun saat di pengungsian. Namun
ketika berada di Siosar partisipasi jemaat sangat berkurang. Pada saat ini hanya
sekitar 35-50% atau sekitar 80-90 orang tingkat kehadiran jemaat yang hadir
dalam setiap ibadah yang dilakukan. Masyarakat masih banyak mengeluh dengan
berbagai keragian untuk hidup di tanah Relokasi Siosar.
Pemaknaan doa sebagai sarana jemaat berkomunikasi dengan Tuhan
ketika berada di Siosar menurut jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem yaitu
doa mereka ketika berada dalam pengungsian, akhirnya mendapat jawaban dari
Tuhan. Jemaat merasa Tuhan menempatkan mereka di Siosar agar dapat
membangun kehidupan baru yang lebih baik dari pada hidup di pengungsian.
Dalam doa jemaat meminta agar Tuhan menguatkan mereka dalam masa
membangun kehidupan yang baru di tanah yang baru dengan berbagai kesulitan
yang mereka harus alami.
22
Kehidupan Jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem Pasca Bencana
Erupsi
Desa Bakerah dan Desa Simacem yang berdekatan dengan Gunung
Sinabung membuat masyarakat yang ada di desa tersebut harus direlokasi. Daerah
relokasi yang diberikan Pemerintah Kabupaten Karo kepada masyarakat adalah
Siosar, Tanah Karo, yang berjarak 30 KM kurang lebih 1 jam waktu untuk
menempuhnya dari Kota Kabanjahe. Relokasi adalah perpindahan, dimana
masyarakat dibawa ke tempat yang baru, masyarakat harus mengulang dan
memulai kembali segala aktifitas di tempat yang baru, berpikir tentang sesuatu
yang baru yang berbeda dan lebih baik dari pada sebelumnya.43
Relokasi Siosar
adalah salah satu relokasi yang terbesar di Indonesia yang dikelola langsung oleh
Pemerintah Pusat Indonesia. Setelah kedua desa tersebut direlokasi maka Gereja
GBKP Runggun Bakerah-Simacem juga didirikan di Siosar. Pada saat ini Gereja
GBKP Runggun Bakerah-Simacem berada pada wilayah pelayanan Klasis
Kabanjahe-Sukarame dengan jumlah jemaat 77 KK dari 224 jiwa.
Ketika masyarakat direlokasikan ke Siosar tentunya memberi makna baru
dalam kehidupan mereka. Siosar dimaknai mayarakat sebagai Tanah Kanaan.
Siosar memberikan ketenangan bagi masyarakat dibandingkan harus hidup terus
menerus di pengungsian. Hidup di tempat relokasi memang tidak seutuhnya
seperti apa yang mereka inginkan, tetapi masyarakat tetap bersyukur atas
pemberian Pemerintah terhadap mereka. Relokasi juga sebagai tempat pertemuan
kembali keluarga bagi masyarakat, dimana ketika dalam pengungsian sanak
keluarga setiap masyarakat terpisah antara satu dengan lainnya, namun setelah
adanya relokasi ini mempertemukan mereka kembali dalam desa yang dulu ada.
Warga masyarakat kedua desa tersebut juga merasa beruntung, karena
dibandingkan dengan desa-desa lainnya yang juga korban bencana erupsi, namun
mereka lebih cepat ditempatkan ke daerah Relokasi Siosar. Sedangkan beberapa
desa yang lain yang juga merupakan korban bencana erupsi masih tetap hidup di
pengungsian, karena belum adanya tempat relokasi untuk mereka.44
43
Pdt. Rocky Tarigan (Pendeta), (Wawancara, pada tanggal 31 Mei 2019). 44
Ribu Febri (Petani), (Wawancara pada tanggal 30 Mei 2019), Nande Anisa Br Ginting
(Petani), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Diaken Nd Dandy Br Sembiring (Petani dan
Diaken), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019).
23
Menurut pengalaman masyarakat Desa Bakerah dan Desa Simacem ketika
direlokasi di Siosar tidak semua diantara mereka yang langsung menerima untuk
dipindahkan ke Siosar tersebut. Hal tersebut dikarenakan banyaknya masyarakat
ragu akan relokasi. Mereka meragukan bahwa Siosar tidak layak untuk dihuni,
tanahnya tidak layak untuk dijadikan lahan pertanian dan masih banyak lagi kata-
kata masyarakat. Masyarakat pada akhirnya harus menerima hidup di daerah
relokasi Siosar, karena ini adalah tempat yang tepat yang sudah disiapkan oleh
pemerintah kepada masyarakat Desa Bakerah dan Desa Siosar. Sebagian
masyarakat pasrah untuk tinggal di sana. Selain dari pada itu masyarakat
mengeluh karena suhu di Siosar sangatlah dingin yang mencapai sekitar 10-12ºC
di malam hari, dan ketika musim angin datang maka di Siosar akan terjadi angin
yang sangat kencang setiap kalinya.45
Kehidupan masyarakat Desa Bakerah dan Desa Simacem di Siosar benar-
benar harus di mulai dari nol dari segala sisi. Baik dari segi pekerjaan, seperti
bertani, memulai usaha baru dan hubungan bermasyarakat. Masyarakat di daerah
relokasi memang masih hidup sesuai dengan desanya masing-masing. Rumah
masyarakat juga disediakan oleh Pemerintah yang besarnya 4×7m setiap kepala
keluarga. Sistem pemilihan rumah masyarakat dibuat secara cabut nomor,
sehingga tetangga-tetangga masyarakat yang dulunya di desa di Lereng Gunung
Sinabung berbeda dengan di Siosar. Dalam posisi ini juga masyarakat harus
memulai relasi yang baru dengan tetangga yang berbeda lagi. Pemberian rumah
oleh Pemerintah juga bersifat sama rata, di mana tidak ada pembedaan antara
masyarakat yang dulunya di Gunung Sinabung memiliki rumah besar dengan
masyarakat yang memiliki rumah yang kecil atau masih menyewa dulunya,
namun di Siosar semuanya diberi hak sama. Namun tidak sedikit juga masyarakat
yang merasa ini bahwa sesuatu yang tidak adil.
45
Ribu Febri (Petani), (Wawancara pada tanggal 30 Mei 2019), Nande Anisa Br Ginting
(Petani), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Diaken Nd Dandy Br Sembiring (Petani dan
Diaken), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Pdt. Roky Tarigan (Pendeta), (Wawancara,
pada tanggal 31 Mei 2019), Ita br Sitepu (Pedagang), (Wawancara, pada tanggal 28 Mei 2018), Ina
Surabina Br Sembiring Meliala (Perangkat Desa Bakerah), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei
2019), Diaken Nd Putra Br Ginting (Guru dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019).
24
Di Siosar juga masyarakat diberikan lahan untuk bertani, yaitu seluas
5000M setiap Kepala Keluarga. Pemilihan lahan ini juga dilakukan secara cabut
nomor. Situasi tanah di Siosar dulunya adalah bekas lahan hutan pinus, tanahnya
berbukit-bukit dan masih banyak dijumpai di lahan-lahan masyarakat desa bekas
akar-akar dan pohon pinus tersebut. Sebagaian besar tanah di Siosar berwarna
merah, sehingga jika digunakan untuk bertani kebanyakan masyarakat merasa
sulit untuk mengolah tanahnya.
Situasi tanah tersebut juga membuat masyarakat mengeluh. Hal itu karena
dulu ketika masih hidup di bawah Gunung Sinabung keadaan tanah yang sangat
subur dan hasil tanamanpun sangat melimpah, jika dibandingkan dengan tanah di
Siosar maka dirasa tidak sebanding. Bertani di lahan relokasi pun sangat
membutuhkan modal yang besar jika menginginkan hasil yang baik, sedangkan
sebagian masyarakat tidak mampu untuk mengusahakan modal yang tinggi
sehingga hasil tanaman merekapun kurang memuaskan.
Masyarakat di Sioasar juga digerakkan dalam bidang pariwisata..
Banyaknya pengunjung ke Siosar dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai
ajang untuk memberdayakan diri dalam bidang usaha, seperti cafe kopi.
Masyarakat yang menanam tanaman kopi di lahan pertanian mereka mengolah
sendiri kopi mereka. Selain dari pada itu masyarakat juga banyak yang mengolah
makanan-makanan khas Karo sebagai usaha bersama seperti Cimpa tuang, Cimpa
unung-unung dan berbagai jenis makanan khas lainnya dan juga membuka usaha
bersama ketring makanan dalam partai besar maupun kecil. 46
46
Ribu Febri (Petani), (Wawancara pada tanggal 30 Mei 2019), Nande Anisa Br Ginting
(Petani), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Diaken Nd Dandy Br Sembiring (Petani dan
Diaken), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Pdt. Roky Tarigan (Pendeta), (Wawancara,
pada tanggal 31 Mei 2019), Ita br Sitepu (Pedagang), (Wawancara, pada tanggal 28 Mei 2018), Ina
Surabina Br Sembiring Meliala (Perangkat Desa Bakerah), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019), Diaken Nd Putra Br Ginting (Guru dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019),
Pt. Mbiri Sembiring PelawI (Petani dan Panatua), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019)
25
IV. PEMBAHASAN
Makna Teologis Bencana Erupsi Gunung Sinabung bagi Jemaat GBKP
Runggun Bakerah-Simacem
Letak geografis Indonesia yang dilalui dua jalur pegunungan muda dunia
sekaligus, yaitu pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan muda Sirkum
Mediterania membuat Indonesia termasuk dalam negara yang rawan terkena
bencana alam seperti Gempa bumi dan erupsi gunung. Pdt. Roky sebagai pelayan
Gereja di GBKP Runggun Bakerah-Simacem mengungkapkan bahwa terjadinya
bencana alam erupsi Gunung Sinabung adalah sebagai akibat daerah Sumatera
Utara adalah daerah lintasan gunung berapi. 47
Jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem dalam menghadapi erupsi
menganggap bahwa ini adalah salah satu teguran bagi kehidupan mereka atas
banyaknya kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan ketika masih hidup di
bawah Gunung Sinabung. Namun sebenarnya erupsi tidak ada kaitannya dengan
kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh jemaat ataupun masyarakat ketika hidup
di Gunung Sinabung. Erupsi Gunung Sinabung adalah bencana yang termasuk
dalam bencana alam. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 48
Erupsi
gunung berapi merupakan salah satu bencana yang diakibatkan oleh aktifitas alam
(bencana alam).
Jemaat GBKP Runggun Bakerah Simacem juga mempertanyakan keadilan
Tuhan atas terjadinya erupsi. Mereka rajin beribadah tetapi mengapa erupsi terjadi
dalam kehidupan mereka. Pernyataan tersebut sangat sering ada dalam pemikiran
masyarakat ketika awal terjadi erupsi. Masyarakat merasa Tuhan tidak adil kepada
mereka karena erupsi mengganggu segala sisi kehidupan mereka. Erupsi Gunung
Sinabung pada dasarnya tidak ada kaitannnya dengan Tuhan tidak memberi
keadilan bagi kehidupan masyarakat Desa Bakerah dan Desa Simacem, tetapi
47
Pdt. Rocky Tarigan (Pendeta), (Wawancara, pada tanggal 31 Mei 2019).
48 Presiden Republik Indonesia, dkk, “Undang-undang Republik Indonesia No 24
Tahunn 2007 Tentang Penanggulangan Bencana”, diakses 25 Januari 2019, pada pukul 21.00