Arsitektur Vernakular Malaysia Ni Made Mitha Mahastuti NIP.1985070620140922001 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018
Arsitektur Vernakular Malaysia
Ni Made Mitha Mahastuti
NIP.1985070620140922001
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Ungkapan puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
(Tuhan Yang Maha Esa) karena berkatNyalah, karya tulis singkat ini dapat diselesaikan.
Judul yang ditampilkan adalah Arsitektur Vernakular Malaysia, judul ini disusun
sebagai salah satu tugas dan kewajiban dosen, yang sudah seharusnya selalu mencari materi
tentang arsitektur pada umumnya, dan mata kuliah yang diampu pada khususnya. Untuk
mengerjakan tulisan ini, banyak materi, baik berupa bahan-bahan bacaan maupun diskusi,
wawancara dan lainnya. Tak kalah juga pentingnya adalah dorongan semangat, bimbingan,
masukan-masukan pemikiran, yang datangnya dari para kolega dan semuanya itu memberi
kontribusi positif bagi penulis.
Terima kasih penulis sampaikan untuk semua pihak yang telah berperan seperti
tersebut diatas, terutama Ibu Prof. Dr. Ir. Anak Agung Ayu Oka Saraswati, MT
(Koordinator Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana) yang selalu
mendorong untuk meningkatkan kompetensi melalui pembuatan tulisan seperti ini. Selain
itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak lainnya yang telah
membantu memperkaya materi.
Sebagai akhir kata penulis berharap, semoga tulisan sederhana ini ada manfaatnya
yaitu memperkaya materi perkuliahan khususnya, dan pengetahuan arsitektur pada
umumnya.
Denpasar, Juli 2018
Penulis
Ni Made Mitha Mahastuti
NIP.1985070620140922001
ABSTRAK
Malaysia sebagai salah satu negara serumpun dengan Indonesia dan terletak di Benua Asiamemiliki keunikan dari segi kebudayaan. Salah satunya adalah karya arsitektur. Pada beberapa halterdapat kesamaan dari jenis material yang digunakan untuk mendukung wujud fisiknya, bentukdari bangunannya itu sendiri, dan fungsi bangunan secara umum. Namun sayangnya seiringdengan perkembangan dan perubahan jaman, arsitektur tradisional yang juga disebut arsitekturvernakular tersebut mulai mengalami stagnansi dan ditinggalkan oleh pewarisnya padahal nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya amat tinggi. Menjadi suatu pekerjaan rumah bagigenrasi penerus untuk lebih memahami dan melanjutkan pelestarian dari karya arsitekturvernakular yang ada.
Dalam arsitektur, istilah vernakular itu sendiri digunakan untuk menyebut bentuk-bentukyang menerapkan unsur-unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat yang diungkapkandalam bentuk fisik arsitektural (tata letak, denah, struktur, detail-detail bagian, ornamen dan lain-lain), sejalan dengan regionalisme. Dengan batasan tersebut, maka arsitektur tradisional adalahbaik dalam bentuk permukiman maupun unit-unit bangunan di dalamnya dapat dikategorikandalam vernakular murni, terbentuk oleh tradisi turun temurun, tanpa pengaruh dari luar. Desainvernakular adalah suatu desain yang mengambil bentuk-bentuk arsitektur budaya setempat, yangkemudian diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk arsitektur yang baru.
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa arsitektur vernakularMalaysia memiliki kemiripan dengan arsitektur tradisional di Indonesia khususnya di daerah PulauSumatera dan Kalimantan. Seperti layaknya arsitektur tradisional, rumah tradisional Malaysia punminim akan pemakaian furnitur di dalamnya, ini dikarenakan lebih banyak mengutamakankegiatan yang bersifat kebersamaan dan umumnya satu ruang digunakan untuk beragam kegiatan(multifungsi) oleh banyak orang sehingga memerlukan tempat yang lapang dan luas. Arsitekturvernakular adalah arsitektur yang tidak bisa dilepaskan dari budaya setempat serta mengandungpotensi lokal yang bisa dikembangkan di daerah itu. Sebagai suatu warisan leluhur, sudahsepatutnya nilai, fungsi, dan makna diletakkan sesuai dengan tempatnya, dilestarikan, dandiperlakukan sebagaimana mestinya agar identitas lokal tidak mudah hilang oleh perubahan waktu.
Kata Kunci: arsitektur, vernakular, regionalism, Malaysia
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR .....................................................................................................i
ABSTRAK.......................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
I. Tinjauan Umum Negara Malaysia.............................................................................1
II. Tinjauan Teori ...........................................................................................................3
2.1. Arsitektur Vernakular ........................................................................................3
2.2. Asosiasi Arsitektur .............................................................................................13
2.3. Asimilasi Arsitektur ............................................................................................14
III. Arsitektur Tradisional Malaysia ................................................................................16
3.1. Wujud Bangunan Tradisional Malaysia .............................................................16
3.2. Persebaran Bangunan Tradisional Malaysia .......................................................18
3.3. Lay-out Rumah Tradisional Malaysia ................................................................21
3.4. Material dan Estetika Rumah Tradisional Malaysia ...........................................23
3.5. Struktur dan Konstruksi Rumah Tradisional Malaysia.......................................14
3.6. Pemecahan Masalah Iklim Pada Bangunan Tradisional Malaysia .....................25
IV. Simpulan ....................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................iv
DAFTAR PUSTAKA
Budihardjo, Eko 1995. Architectural Conservation In Bali. Yogyakarta. Gajah Mada University
Press.
Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. 2009. Arsitektur dan Kebudayaan Bali Kuno. Denpasar. CV.
Bali Media Adhikasa dan Udayana University Press.
Gelebet, I Nyoman. 1981/1982. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan-Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
Ishar, H. K. 1992. Pedoman Umum Merancang Bangunan. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jencks, Charles. 1977. Post-Modern Architecture. Britain : Balding & Mansell ltd.
Mangunwijaya, Y.B. 1980. Dasar-dasar Pengantar Fisika Bangunan. Jakarta. PT. Gramedia.
Soetiadji, Setyo. 1986. Anatomi Estetika. Jakarta. Penerbit Djambatan.
Sumalyo, Yulianto. 1997. Arsitektur Modern Abad XIX-XX. Yogyakarta. UGM Press.
Yuan, Lim Je. 1987. The Malay House. Malaysia : Institut Masyarakat
Zahd, Markus. 2013. Pendekatan Dalam Perancangan Arsitektur. Penerbit Kanisius dan
Soegijapranata University Press.
1
BAB I
Tinjauan Umum Negara Malaysia
Malaysia terletak di Semenanjung Malaysia dan sebagian Borneo/Kalimantan
(Sabah dan Serawak), yang dipisahkan oleh Laut China Selatan. Mayoritas penduduknya
adalah rumpun Melayu, China dan India serta kelompok kecil lainnya seperti suku
Kadazan Dusun dan suku Iban. Secara astronomis Malaysia terletak pada 2°-7° LU dan
100°-119° BT, negara ini dikaruniai keindahan pantai, gunung, gua, pulau-pulau
termasuk kekayaan flora-fauna yang tersebar di 13 negara bagian. Menara komunikasi
Kuala Lumpur setinggi 421 meter yang diresmikan pada Agustus l996 dan Menara
Kembar Petronas dengan tinggi 452 meter (88 tingkat) merupakan ikon Malaysia yang
banyak dikunjungi. Putrajaya, yang berada di luar Kuala Lumpur, berbatasan dengan
lembah silikon dan Cyberjaya, didesain menjadi “kota taman dan kota pintar” sebagai
pusat cyber dan pemerintahan. Selain sebagai kediaman resmi Perdana Menteri Malaysia,
Putrajaya dilengkapi 12 taman termasuk hutan tropis alami, taman botani dan taman
pengembangan hasil pertanian, pusat konvensi dan juga tujuan wisata. Arsitektur
bangunan di Putrajaya tampak bernuansa Islami, walaupun ada juga kritik yang
dilontarkan pengunjung, yakni kurang menampilkan identitas Malaysia.
Malaysia juga menawarkan wisata belanja, baik untuk produk-produk “branded”
maupun lokal. Misalnya di seputar Kuala Lumpur, ada Pasar Sentral, Taman Kota Mid
Valley, Jalan Bukit Bintang, Berjaya Times Square, Jalan Ampang dan banyak lagi. Pusat
perbelanjaan di kota-kota di negara bagian Malaysia umumnya menawarkan produk
tekstil dari kapas atau sutera, kerajinan perak, kayu, keramik, porselin dan kuningan serta
warisan kuliner setempat. Obyek wisata alam misalnya Taman Negara Kuala Tahan,
Taman Nasional Penang, Taman Laut Pulau Payar, Pulau Redang, Pulau Tioman dan
Pulau Layang-Layang. Keragaman kuliner mewakili tiga rumpun besar etnis di Malaysia,
misalnya nasi lemak, laksa, atau sup ekor yang mewakili Melayu, nasi ayam Hainan,
berbagai jenis mie dari China atau kari dan roti canai dari India. Panorama alam lain
misalnya Batu Caves di Selangor, Gua Kelam di Perlis, Lokasi Peristirahatan Gunung
Jedrai di Kedah, Kuil Sri Mariamman di Penang, Danau Bukit Merah di Perak, Benteng
Famosa dan Saint John di Melaka, Air Terjun Kota Tinggi di Johor atau Pantai Telok
Chempedak di Kuantan. Sirkuit balap Formula 1 Sepang di dekat Bandara Internasional
2
Kuala Lumpur dengan jalur-jalur yang cukup menantang dibandingkan sirkuit-sirkuit lain
di dunia ditawarkan pada para penggila lomba olahraga ini.
Di tengah pesatnya pariwisata dan pembangunan yang terjadi di Malaysia, tidak
dapat dipungkiri keberadaan arsitektur tradisional yang menjadi aset berharga telah
terdesak bahkan tergusur oleh menjamurnya bangunan-bangunan modern. Menjadi ironi
karena sesungguhnya arsitektur tradisional Malaysia selayaknya arsitektur tradisional
daerah lainnya memiliki kekhususan tersendiri serta keunikan yang tidak dimiliki daerah
lainnya. Sangat disesalkan, telah terjadi pembongkaran banyak bangunan bernilai
arsitektural dan sejarah tinggi dengan berbagai alasan. Alasan yang paling mendesak tentu
saja adalah modernisme agar tidak tertinggal peradaban. Apapun alasannya, yang pasti
adalah akibat kurangnya apresiasi terhadap nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu perlu dikaji
kembali mengenai arsitektur tradisional Malaysia, sehingga nilai-nilai luhur yang
terkandung di dalamnya dapat lebih dipahami untuk dilestarikan keberadaannya sebagai
sebuah warisan budaya.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Arsitektur Vernakular
Ada beberapa definisi yang berbeda dari pengertian arsitektur vernakular. Sebagai
contohnya dalam artikel di Amerika Serikat yang mengatakan bahwa region dan
vernacular adalah hal yang sama hingga didiskusikan selanjutnya (New York Times,
1983). Pada kasus yang lain (Swaim, 1978) memiliki pendapat yang berbeda yakni
vernakular maksudnya ialah ”tempat yang spesifik”. Vernakular dapat diartikan sebagai
bahasa setempat dan dalam arsitektur istilah ini digunakan untuk menyebut bentuk-
bentuk yang menerapkan unsur-unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat yang
diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak, denah, struktur, detail-detail
bagian, ornamen dan lain-lain). Dengan batasan tersebut, maka arsitektur tradisional
adalah baik dalam bentuk permukiman maupun unit-unit bangunan di dalamnya dapat
dikategorikan dalam vernakular murni, terbentuk oleh tradisi turun temurun, tanpa
pengaruh dari luar. Desain vernakular adalah suatu desain yang mengambil bentuk-
bentuk arsitektur budaya setempat, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk-
bentuk arsitektur yang baru.
a. Adapun ciri–ciri dari aliran vernakular adalah :
• Unsur-unsur budaya lokal diterapkan dan diungkapkan dalam bentuk fisik
arsitektural
• Bertujuan untuk melestarikan unsur-unsur lokal yang telah dibentuk secara
turun temurun
• Banyak dirancang dan dibangun di Asia karena terletak di belahan bumi timur
yang memiliki budaya, alam dan iklim regional yang khas.
b. Konsep Arsitektur Vernakular
Konsep arsitektur vernakular bersumber dari budaya, pola pikir, kepercayaan/
pandangan terhadap ruang, tata letak, yang mengacu pada makrokosmos, religi/
kepercayaan yang mengikat. Namun satu hal yang penting bahwa vernakular adalah
konsep yang tetap karena berupa jumlah dasar dan kadang-kadang tidak merupakan
asumsi yang tidak tetap untuk diingat tanpa dilakukan pengujian sebagai dasar
pertumbuhan dan pengembangan (Rapoport, 1984).
4
Terdapat pertentangan tentang konsep umum yang seharusnya berhubungan
dengan klasifikasi dan teori konsep kesopanan yang diperlukan dalam membuat formulir
teori yang baik. Tetapi teori yang baik memerlukan konsep kesopanan. Semua itu
mengikuti beberapa klasifikasi tahap awal dalam penemuan yang diperlukan untuk
menyesuaikan cabang-cabang sebagai bahan untuk dipelajari. Catatan itu juga digunakan
sebagai teori yang tidak mendesak dari klasifikasi walaupun hal itu kadang-kadang
dituntut. Kadang-kadang hal itu juga digunakan untuk menegaskan dan mendefinisikan
istilah-istilah, berupa definisi yang harus ditemukan sebagai bagian dan bidang dari
konsep klarifikasi dan teori konstruksi, diproses bersamaan dan berhubungan. Ada tiga
ciri khas tipe pertimbangan yang digunakan untuk klasifikasi :
1. Epistemic (perhatian yang tepat dalam fenomena)
2. Genetic (perhatian terhadap dugaan penyebab fenomena)
3. Functional (referensi untuk dugaan dampak dari fenomena)
Untuk menetapkan wewenang dan keputusan yang diperhatikan dalam penetapan
elemen utama, langkah selanjutnya pada proses asas fundamental. dalam membagi sifat-
sifat dari lingkungan Vernakular ke proses-proses karakteristik dan produk karakteristik.
Untuk dibentuk menjadi sesuatu yang diinginkan dimana lingkungan sebagai
penciptanya, apa yang menjadi harapan. Dengan catatan menghasilkan karakteristik
tunggal dari keputusan ynag didiskusikan.
Fragrant Hill Hotel karya I.M. Pei arsitek Cina dan Rumah Kazeroni di Giza karya Fathy Hassan seorang
arsitek dari mesir yang menerapkan arsitektur vernakular pada karyanya.
Salah satu tujuan dari arsitektur vernakular adalah melestarikan unsur-unsur lokal
yang secara empiris dibentuk secara turun temurun, hingga bentuk dan sistem terutama
yang berkaitan dengan iklim seperti misalnya penghawaan dan penyinaran alami,
penanggulangan terhadap air hujan dan lain-lain, sesuai dengan alam setempat. Juga
aspek kepercayaan, religi diterapkan dalam perancangan. Unsur yang dipilih disesuaikan
5
dengan keperluan zaman modern, yang kadang-kadang mengesampingkan kondisi
setempat. Arsitektur vernakular, lebih banyak dirancang dan dibangun di Asia karena
kawasan belahan bumi timur ini penduduknya dalam kelompok bangsa maupun suku
bangsa masing-masing mempunyai budaya, alam, dan iklim regional khas, terungkap
dalam bentuk seni dan arsitektur khas pula. Oleh karena itu aliran ini sering pula disebut
sebagai aliran Regionalisme.
• Arsitektur Regionalisme
Regional menurut kamus Bahasa Indonesia adalah bersifat daerah atau
kedaerahan sedangkan pada awalnya regionalisme telah dihubungkan pada ‘pandangan
identitas’ (Frampton, dan Buchanan). Pengertian ini timbul karena keterpaksaan
menerima tekanan modernisme yang menciptakan ‘universlim’ (Buchanan):
meningkatkan ‘kualitas kehidupan’ (Spence) atau jiwa ruang (Yang) dan mengambil
‘kesinambungan’ (Abel). Arsitektur tradisional tidak menyatu dalam desain modern.
Karena arsitektur tradisional mungkin memiliki karakteristik sendiri untuk setiap
wilayah; menciptakan kualitas kehidupan terbaik dalam sebuah masyarakat tradisional
dan menjadi sangat responsif atas kondisi geografis dan iklim dalam suatu tempat
tertentu; dan menunjukkan sebuah kesinambungan dalam hasil karya arsitektural dari
masa lalu ke masa kini. Tapi bukanlah suatu cara yang sederhana untuk membutuhkan
pengertian yang luas dan terbuka atas budaya internasional (Chardirji).
Siswanto (1997) mengatakan, arsitektur yang berwawasan identitas memilih
kesamaan visi dengan gerakan arsitektur terutama di dunia ketiga. Regionalisme dalam
pandangan ini merupakan gerakan arsitektur tradisional ,baik yang high style maupun
merakyat dipercaya mampu mempresentasikan sosok arsitektur yang sudah terbukti ideal,
sebuah harmoni yang lengkap dan built-form, culture, place, and climate. Oleh karena itu
misi gerakan ini adalah untuk mengembalikan kontinuitas rangkaian arsitektur masa kini
dengan kekhasan arsitektur masa lampau pada suatu wilayah tertentu yang dominan
(regional culture). Siswanto (1997) juga mengatakan seni, ornamentasi, simbolisme
unsur yang esensial dalam membangun identitas dan makna budaya arsitektur menjadi
‘laku’ kembali sehingga sistem produksi arsitektur pun semakin terbuka peluangnya bagi
tukang, pengrajin, produsen, bahan bangunan, yang bersifat lebih komunal. Dengan
demikian ‘strategi kebudayaan’ semacam ini mendorong sektor ekonomi kerakyatan
menjadi semakin produktif, juga meninggalkan nilai apresiatif dan kebanggaan pada
kebudayaan lokal. Regionalisme bertujuan untuk mengungkap kemungkinan-
6
kemungkinan mereka berakar. Regionalisme tergantung pada kesadaran politis bersama
antara masyarakat dan kaum profesional. Persyaratan-persayaratan lahirnya ekspresi ini,
selain kemakmuran yang memadai juga diperlukan keinginan yang tegar untuk
melahirkan ‘identitas’.
Beberapa pemikiran para ahli tentang definisi regionalisme dalam arsitektur
antara lain:
a. Peter Buchanan (1983)
Mendefinisikan regionalisme adalah kesadaran diri yang terus menerus, atau
pencapaian kembali, dari identitas atau simbolik. Berdasarkan atas situasi khusus dan
mistik budaya lokal, regionalisme merupakan gaya bahasa menuju kekuatan nasional dan
umum arsitektur modern, seperti budaya lokal itu sendiri, regionalisme lebih sedikit
diperhatikan dengan hasil secara abstrak dan nasional, lebih kepada penampakan fisik
yang lebih dalam nuansa pengalaman hidup.
b. Amos Rapoport
Menyatakan bahwa regionalisme meliputi berbagai kekhasan tingkat daerah dan
dia dinyatakan bahwa secara tidak langsung identitas diakui dalam hal kualitas dan
keunikan membuatnya berbeda dari daerah lain. Hal ini memungkinkan mengapa
arsitektur regional sering didentifikasikan dengan vernakular, yang berarti sebuah
kombinasi antara arsitektur lokal dan internasional (asli).
c. Tan Hock Beng (1994)
Menyatakan bahwa regionalisme didefinisikan sebagai suatu kesadaran untuk
membuka kekhasan tradisi dalam merespon terhadap tempat dan iklim, kemudian
melahirkan identitas formal dan simbolik.
Berdasarkan hal di atas arsitektur regional oleh para arsitek dapat disimpulkan
sebagai sebuah definisi yang lebih lengkap yang mana pada definisi ini dapat diterima
untuk segala jaman, yaitu definisi menurut Tap Hock Beng. Definisi Tan Hock Beng
dapat diklasifikasikan dalam enam strategi regionalisme yaitu:
1. Memperlihatkan identitas tradisi secara khusus berdasarkan tempat/daerah
iklim.
2. Memperlihatkan identitas secara formal dan simbolik ke dalam bentuk
baru yang lebih kreatif.
3. Mengenalnya sebagai tradisi yang sesuai untuk segala zaman.
7
4. Menemukan kebenaran yang seimbang antara identitas daerah dan
internasional.
5. Memutuskan prinsip mana yang masih layak/patut untuk saat ini(aktual).
6. Menggunakan tuntunan-tuntunan teknologi modern dari hal ini yang
tradisional digunakan sebagai elemen-elemen untuk langganan modern.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa regionalisme
dalam arsitektur merupakan suatu gerakan dalam arsitektur yang menganjurkan
penampilan bangunan yang merupakan hasil senyawa dari internasionalisme dengan pola
kultur dan teknologi modern, dengan akar serta tata nilai dan nuansa tradisi yang masih
dianut oleh masyarakat setempat.
• Sejarah Arsitektur Regionalisme
Bermula dari munculnya arsitektur modern yang berusaha meningkatkan ciri-ciri
dan identitas arsitektur sebelumnya. Kemudian mulai timbul semacam usaha untuk
menggabungkan arsitektur lama dan yang baru akibat adanya krisis identitas pada
arsitektur. Aliran-aliran tersebut antara lain adalah tradisionalisme, regionalisme, dan
post-modernisme. Regionalisme diperkirakan berkembang sekitar tahun 1960 (Jencks,
1977). Sebagai salah satu perkembangan arsitektur modern yang mempunyai perhatian
besar pada ciri kedaerahan, terutama tumbuh di negara berkembang. Adapun ciri
kedaerahan yang dimaksud berkaitan erat dengan budaya setempat, iklim dan teknologi
pada saatnya (Ozkan, 1985). Selanjutnya Suha Ozkan membagi regionalisme menjadi
dua yaitu “concrete regionalism” dan “abstract regionalism”
“Concrete Regionalism” meliputi semua pendekatan kepada ekspresi
daerah/regional dengan mencontoh kehebatannya, bagian-bagiannya atau seluruh
bangunan di daerah tersebut. Apabila bangunan-bangunan tadi sarat dengan nilai spiritual
maupun perlambang yang sesuai, bangunan tersebut akan lebih dapat diterima di dalam
bentuknya yang baru dengan memperlihatkan kenyamanan pada bangunan baru,
ditunjang oleh kualitas bangunan lama.
“Abstract Regionalism”, hal yang utama adalah menggabungkan unsur-unsur
kualitas abstrak bangunan, misalnya massa, padat dan rongga, proporsi, rasa meruang,
penggunaan pencahayaan dan prinsip-prinsip struktur dalam bentuk yang diolah kembali.
Menurut Willaim Curtis, regionalisme diharapkan dapat menghasilkan bangunan yang
bersifat abadi, melebur dan menyatukan antara yang lain dan yang baru, antara regional
dan universal.
8
Secara prinsip, tradisionalisme timbul sebagai reaksi terhadap tidak adanya
kesinambungan antara yang lama dan yang baru. Regionalisme merupakan peleburan
atau penyatuan antara yang lama dan yang baru, sedangkan post modern berusaha
menghadirkan yang lama dengan bentuk universal (Jencks, 1977). Kenzo Tange,
menjelaskan bahwa regionalisme selalu melihat ke belakang tetapi tidak sekedar
menggunakan karakteristik regional untuk mendekor tampak bangunan. Arsitektur
tradisional mempunyai lingkup regional sedangkan arsitektur modern mempunyai
lingkup universal. Dengan demikian, maka yang menjadi ciri utama regionalisme adalah
menyatunya Arsitektur Tradisional dengan Arsitektur Modern.
• Ciri-ciri Regionalisme
Adapun ciri-ciri dari pada arsitektur regionalisme adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan bahan bangunan lokal dengan teknologi modern.
2. Tanggap dalam mengatasi pada kondisi iklim setempat.
3. Mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat.
4. Mencari makna dan substansi cultural, bukan gaya/style sebagai produk
akhir.
Kemunculannya juga bukan merupakan ledakan dari sikap emosional sebagai respon dari
ketidak berhasilan dari arsitektur modern dalam memenuhi keinginan masing-masing
individu didunia, akan tetapi lebih pada proses pencerahan dan evaluasi terhadap
kesalahan-kesalahan pada masa arsitektur modern.
• Jenis Regionalisme
Menurut Ozkan, regionalisme dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. CONCRETE REGIONALISMEMeliputi semua pendekatan kepada ekspresi daerah/regional dengan
mencontoh kehebatannya, bagian-bagiannya, atau seluruh bangunan daerah
tersebut. Apabila bangunan-bangunan tadi memiliki nilai spiritual maupun
ARSITEKTUR REGIONALISME
CONCRETEREGIONALISME
ABSTRACREGIONALISME
EKLETIK
REINTERPRETIF
IKLIM
POLA CULTURAL
ICONOGRAFIS
9
sebagai simbol yang sesuai, maka bangunan tersebut akan lebih dapat diterima
dalam bentuknya yang baru dengan memperlihatkan nilai-nilai yang melekat pada
bentuk aslinya. Hal lain yang penting adalah mempertahankan kenyamanan pada
bangunan baru, ditunjang oleh kualitas bangunan yang lama.
a. Ekletik
Ekletik merupakan bagian dari concrete regionalisme yang
mengambil dan meniru bentuk nyata suatu bagian arsitektur budaya
lokal dan mengaplikasikannya pada bangunan.
Contoh : Penggunaan atap Masjid Raya Sumatera Barat yang
mengambil bentuk atap Rumah Adat Minang, pengaplikasian ini
termasuk ke dalam Ekletik Regionalisme karena secara nyata
mengambil bentuk arsitektur budaya lokal.
b. Representatif
Representatif merupakan bagian dari concrete regionalisme dimana
langgam-langgam arsitektur diletakkan begitu saja tanpa
memperhatikan fungsi dan filosofi sehingga mengubah makna yang
sebenarnya.
Contoh : Penempatan patung Dewa Ganesha yang diletakkan di depan
pintu masuk yang seakan menandakan bahwa Dewa Ganesha adalah
dewa penjaga pintu masuk. Sedangkan dalam filsafat agama hindu,
Dewa Ganesha merupakan dewa penolak bala dan pemberi
keselamatan. Berlatar belakang mitologi tersebut, masyarakat awam
banyak yang beranggapan bahwa Dewa Ganesha adalah dewa penjaga
sehingga dalam implementasi dalam bangunannya diletakkan di depan
pintu masuk.
2. ABSTRACT REGIONALISME
Dalam penerapannya hal yang utama adalah menggabungkan unsur-unsur
dan kualitas abstrak bangunan, misalnya massa, solid, dan void, sense of space,
pencahayaan, dan prinsip-prinsi struktur dalam bentuk yang diolah kembali.
Menggabungkan unsur-unsur kualitas abstrak bangunan misalnya massa, padat
dan rongga, proporsi, rasa meruang, penggunaan pencahayaan dan prinsip-prinsip
struktur dalam bentuk yang diolah kembali.
10
a. Responsif dari iklim, didasarkan pada pendekatan klimatologi (iklim)
muncul bangunan/elemen yang spesifik untuk mengoptimalkan
bangunan yang responsif terhadap iklim.
b. Pola-pola budaya/perilaku, sebagai penentu tata ruang, hirarki, sifat
ruang yang dipakai untuk membangun kawasan agar sesuai dengan
keadaan sosial budaya masyarakat tersebut.
c. Iconografis (simbol-simbol), memunculkan bangunan-bangunan
modern yang baru tapi menimbulkan representasi (simbol
masyarakat) makna-makna yang sesuai/khas.
• Pola Arsitektur Regionalise
Ada dua pola dalam Arsitektur Regionalisme, yakni :
1. Pola Derivative
Desainer yang bekerja dengan pola derivative, sebenarnya meniru atau
memelihara bentuk arsitektur tradisi atau vernakular, untuk fungsi
bangunan baru atau modern, dalam hal ini kita melihat tiga
kecenderungan, yakni :
a. Tipologis, dimana arsitek berusaha untuk mengelompokan
bangunan vernakular, kemudian memilih dan membangun salah
satu tipe dianggap baik untuk kepentingan baru.
b. Interpritif atau interpretasi, dimana arsitek berusaha untuk
menafsirkan bangunan vernakular kemudian membangunnya
untuk kepentingan baru.
c. Konservasi, dimana perancang berusaha untuk mempertahankan
bangunan lama yang masih ada, kemudian menyesuaikannya
dengan kepentingan baru.
2. Pola Transformatif
Gagasan arsitektur regional yang bersifat transformatif, tidak lagi
sekedar meniru bangunan lama. Tetapi berusaha mencari bentuk-bentuk
baru, dengan titik tolak ekspresi bangunan lama baik yang visual maupun
abstrak. Gagasan arsitektur yang bersifat visual dapat dilihat dari usaha
pengambilan elemen-elemen bangunan lama yang dianggap baik,
menonjol atau ekspresif untuk diungkapkan kepada bangunan baru.
Pemilihan elemen yang dianggap baik ini disebut ekletik. Kemudian
11
pastiche atau mencampur-baurkan beberapa elemen bangunan baik
moden maupun tradisional, beberapa diantara desain bangunan seperti ini
juga dapat menimbulkan kesan ketidakserasian. Sedangkan reinterpretatif
adalah menafsirkan kembali bangunan lokal itu dalam versi baru.
Pencarian dan penafsiran bentuk-bentuk arsitektur tradisi ini
pernah di kritik oleh arsitek Jepang Kenzo Tange, yang hanya akan
melahirkan monster-monster arsitektur lokal. Namun tidak dapat
disangkal bahwa, pola transformasi adalah salah satu cara untuk
menciptakan arsitektur modern yang dapat merangsang kreativitas arsitek
untuk menciptakan karya arsitektur baru dan modern, tetapi masih
memperlihatkan karakter arsitektur lokal dari massa silam. Secara umum,
pola transpormasi dapat diartikan perubahan bentuk lama ke bentuk baru.
• Aplikasi Regionalime Dalam Arsitektur
Arsitek masa lalu dan arsitek masa kini secara visual luluh menjadi satu
kesatuan. Menurut Wondoamiseno, kemungkinan-kemungkinan pengkaitan
tersebut adalah :
a. Tempelan elemen pada arsitektur masa lalu
b. Elemen fisik arsitektur masa lalu menyatu dalam arsitektur masa kini
c. Elemen fisik arsitektur masa lalu terlihat jelas dalam arsitektur masa
kini
d. Wujud arsitektur masa lalu mendominasi arsitektur masa kini
e. Ekspresi wujud arsitektur masa lalu menyatu dalam arsitektur masa
kini
Untuk mengatakan bahwa arsitektur masa lalu menyatu dalam arsitektur
masa kini, maka arsitektur masa lalu dan arsitektur masa kini secara visual harus
merupakan kesatuan (unity). Kesatuan yang dimaksud adalah kesatuan dalam
komposisi arsitektur. Apabila yang dimaksud menyatu bukan menyatu secara
visual, misalnya kualitas abstrak bangunan berhubungan dengan perilaku
manusia, maka secara penilaian dapat dengan mengguanakan observasi langsung
maupun tidak langsung. Untuk mendapatkan kesatuan dalam komposisi arsitektur
ada tiga syarat utama, yaitu adanya:
12
a. Dominasi
Dominasi yaitu ada satu yang menguasai keseluruhan komposisi.
Komposisi dapat dicapai dengan menggunakan warna, material
maupun objek-objek pembentuk komposisi itu sendiri.
b. Pengulangan
Pengulangan di dalam komposisi dapat dilakukan dengan mengulang
bentuk, warna, tekstur maupun proporsi. Didalam pengulangan dapat
dilakukan dengan berbagai irama atau repetisi agar tidak terjadi
kesenadaan (monoton).
c. Kesinambungan dalam komposisi
Kesinambungan atau kemenerusan adalah adanya garis penghubung
maya (garis imajiner) yang menghubungkan perletakan objek-objek
pembentuk komposisi.
c. Konservasi Bangunan Vernakular
Menurut Jayanti (2009) penyelenggaraan aktivitas konservasi pada bangunan
vernakular lebih kepada faktor budaya yang mengantongi nilai tak terbeli dari suatu
daerah atau tempat (selain fisik, material, teknik dan hi-tech). Dimana tujuan awal sebuah
tindakan konservasi bangunan vernakular dilatarbelakangi oleh rusaknya sebuah
bangunan akibat disaster/ bencana, kerusakan alami, isolasi, iklim dan pengaruh lainnya.
Aktivitas konservasi tidak hanya berkisar pada aktivitas seperti repair atau perbaikan,
tapi juga menyangkut aktivitas preservasi kemudian posterity (menyangkut masa depan
masyarakat lokal).
Macam aktivitas konservasi secara tradisi dapat berupa: Dismantle yaitu
pembongkaran untuk dipakai kembali (assembling), deterioration atau perbaikan yang
rusak, dan reconstruction ialah pembangunan ulang persis seperti bentuk bangunan
sebelumnya. Konservasi bangunan vernakular di dunia barat (misalnya Eropa) lebih
sering dikarenakan oleh faktor interest (kepentingan-kepentingan), investasi, komoditas,
nilai ekonomi dan nilai material. Misalnya rumah tua menjadi restaurant atau kastil
menjadi hotel. Sedangkan di dunia timur (Asia), tindakan konservasi pada bangunan
vernakular lebih dikarenakan oleh faktor simbolis/ identitas suatu kelompok.
13
Machu Picchu, the Andean Inca town, Peru. Reruntuhan atap rumah tradisional masih terlihat
sebagian. Konservasi vernakular memperhatikan konteks lokasi & budaya maka tidak semua harus
direkonstruksi, bila konteks lokasi memberikan tema: ‘ruins’ : reruntuhan atau puing.
Aktivitas konservasi bangunan vernakular mencakup segala aktivitas terhadap
bangunan untuk mengembalikan kembali tradisi/budaya yang telah lama hilang
kemudian mengarah pada konservasi yang berbasis masyarakat. Motivasi konservasi
ditujukan untuk kepentingan masa depan, bukan sekarang. Oleh karena itu aktivitas ini
merupakan aktivitas simbolis yang menjadikan penghargaan orang masa sekarang
terhadap nilai-nilai dan kebanggaan. Masalah yang sering terjadi pada masa ini adalah
apa yang harus dikonservasikan pada aktivitas tersebut, apakah pride (kebanggaan)?
Simbol? Terlalu banyak pertimbangan budaya sehingga kehilangan konsep dari
konservasi itu sendiri.
2.2 Asosiasi Arsitektur
Dalam piagam Burra (1999) disebutkan, definisi asosiasi adalah ikatan khusus
yang eksis antara orang dan sebuah tempat. Asosiasi mencakup nilai sosial atau spiritual
dan tanggung jawab budaya pada sebuah tempat. Makna biasanya berhubungan dengan
aspek kasat mata seperti sifat-sifat simbolik dan memori. Jadi asosiasi dapat menjadi
sebuah komponen dari sebuah tempat yang memiliki signifikansi budaya yang layak
untuk dilestarikan dengan pendekatan-pendekatan historikal, estetis, ilmiah sosial atau
spiritual untuk generasi dahulu, kini atau masa datang.
Konsep asosiasi pada karya arsitektur ialah didisain untuk mengingatkan
pengamat terhadap bangunan lain/sesuatu/peristiwa tertentu. Dapat pula berupa koneksi
antara bangunan baru dan bangunan lama (memori, history, building, dst). Sedangkan
persepsi berperan sebagai penerjemahan informasi melalui rasa dan pengalaman
perorangan. Asosiasi dapat terbentuk dari persepsi dimana pandangan/kedalaman
referensi pengamat memahami obyek terhadap sejarahnya, lingkungannya serta obyek
14
yang lainnya. Kualitas persepsi dapat mempengaruhi apresiasi terhadap bangunan,
heritage dan posisinya dalam sejarah.
Arsitek berperan mengasosiasikan makna secara eksplisit. Makna dari hi-cult
(ethno-history, art, archaeology, paleography, ethnography, anthropology). Makna dari
identifikasi kelompok tertentu seperti Barat-Timur, China, Afrika, orang Tenganan, klan
Pande (krama vs non krama). Sedangkan makna ideologi berupa makna moral, religi,
politik (Saint Peter’s Kathedral Rome, Mesjid Al-Aqsa, Jerusalem, Auschwitz Concent
Camp, Ang Watt). Kemudian makna sentimentil: personal, perasaan individu: tanda
tangan bintang (tidak signifikan) Pengecualian: deliberate monuments, recent artworks.
2.3 Asimilasi Arsitektur
Asimilasi dalam arsitektur mencakup pengertian membuat koneksi disain baru
dengan bangunan/memori lama dengan cara mencari persamaan-persamaan misalnya
desain museum, building heritage seperti hotel. Dapat pula dimengertikan sebagai sebuah
koneksi suatu area dengan lokasi heritage. Dapat dikategorikan dari beberapa perspektif
diantaranya :
1. Bentuk dan proporsi
• Perulangan bentuk dasar, canopy, geometri, grid dan seterusnya.
• Replikasi dari bangunan lama menjadi bangunan baru yang mampu
mempertahankan memori terhadap nostalgia bangunan lama.
2. Morphologi
• Asimilasi dalam pemakaian bagian-bagian dari bangunan, ukuran,
matriks dan anatomi bangunan
• Rebuild, kolom Yunani, skala monumental chapel.
3. Ibu & anak
• Asimilasi desain melalui anologi koneksi antara ibu & anak.
• Bangunan/desain baru seharusnya bersifat melengkapi dan bukan
mendominasi.
4. Transisi
• Koneksi baru dan lama melalui penerapan variasi dari replika
• Perubahan perlahan/gradasi dari arsitektur asli (lama) ke bentuk desain
baru seperti fasade, perluasan bangunan sejarah.
15
5. Syntax & detail
• Koneksi bangunan bersejarah dengan mengulang & mengkombinasi
detail/material/konstruksi lama.
• Peng-copy-an tidak harus persis, tetapi didesain dalam media modern.
Misalnya ornamen, relief, bata gosok, warna, dan seterusnya.
• Pemakaian ‘modern’ dalam bangunan sejarah
16
BAB III
Arsitektur Tradisional Malaysia
Arsitektur Tradisional Malaysia memiliki penampilan fisik yang hampir
menyerupai bangunan tradisional yang terdapat di Indonesia, khususnya bangunan
tradisional di Pulau Sumatera dan Kalimantan yang merupakan daerah tetangga dan
berbatasan langsung dengan Malaysia. Hal tersebut diduga karena dilatarbelakangi oleh
persamaan rumpun serta adat istiadat di kedua negara. Kesamaan penampilan fisik
tersebut dapat dilihat dari jenis material penyusunnya, bentuk dasar bangunan, dan fungsi
bangunannya secara umum.
3.1 Wujud Bangunan Tradisional Malaysia
Bangunan tradisional Malaysia memiliki wujud serupa dengan bangunan
tradisional di Indonesia bagian barat. Berdasarkan tipologi, bangunan tradisional
Malaysia dibagi ke dalam empat jenis, yaitu: Bumbung Panjang, Bumbung Lima,
Bumbung Perak, dan Bumbung Limas.
3.1.1 Bumbung Panjang
Bumbung Panjang merupakan tipe rumah yang paling sederhana. Bangunan
menggunakan atap pelana yang panjang serta memiliki struktur rumah yang lebih
sederhana. Bangunan tipe ini merupakan tipe bangunan yang paling tua dan paling
banyak ditemukan di Malaysia.
Rumah Bumbung Panjang
17
3.1.2 Bumbung Lima
Tipe rumah Bumbung Lima hampir serupa dengan bangunan tipe Bumbung
Panjang, hanya terdapat perbedaan pada bentuk atap bangunan yang digunakan.
Bangunan tipe Bumbung Lima menggunakan atap limasan. Bentuk bangunan diduga
mendapat pengaruh kolonial. Bangunan tipe Bumbung Lima paling diminati oleh kaum
urban di Malaysia.
3.1.3 Bumbung Perak
Tipe bangunan yang ketiga yang disebut dengan Bumbung Perak merupakan
bangunan tradisional Malaysia yang telah mendapat pengaruh Belanda pada masa
kolonial. Atap bangunan menyerupai atap kampyah pada arsitektur tradisional Bali.
Bahan atap sudah tersentuh modernisme karena sudah memakai bahan-bahan modern
seperti zinc. Bangunan tipe seperti ini dapat dijumpai di Malaysia bagian barat.
Rumah Bumbung Lima
Rumah Bumbung Perak
18
3.1.4 Bumbung Limas
Tipe bangunan yang terakhir disebut dengan Bumbung Limas yang merupakan
tipe bangunan yang difungsikan sebagai bangunan fasilitas umum. Bumbung limas
memiliki atap limasan yang bersusun dua dan juga merupakan bangunan tradisional
terluas di Malaysia. Jenis bangunan ini umum digunakan pada bangunan masjid di
Malaysia.
3.2 Persebaran Bangunan Tradisional Malaysia
Rumah tradisional Malaysia dapat ditemui di seluruh provinsi. Bangunan/rumah
tradisional Malaysia sangat bervariasi. Di bagian negara Malaysia yang terdapat di
semenanjung Malaysia memiliki enam varian, yaitu: Rumah Selang, Rumah Gajah
Menyusu, Rumah Minangkabau, Rumah dengan courtyard, Rumah dengan loteng, dan
Rumah di daerah pantai timur.
3.2.1 Rumah Selang
Varian pertama dikenal dengan Rumah Selang. Adapun persebaran dari varian
rumah tradisional ini terletak pada wilayah bagian utara dan barat dari semenanjung
Malaysia.
Rumah Selangsumber: The Malay House, 1987:28
Rumah Bumbung Limas
19
2.2.2 Rumah Gajah Menyusu
Sama halnya dengan Rumah Selang, rumah tradisional yang disebut dengan
Rumah Gajah Menyusu juga tersebar di wilayah utara dan barat dari semenanjung
Malaysia.
3.2.3 Rumah Minangkabau
Varian rumah ini sangat mirip dengan jenis Rumah Gadang di Sumatra Barat yang
memiliki atap melengkung. Namun, nilai filosofis yang dijunjung memiliki perbedaan.
Rumah Gadang mengambil metafora dari tanduk kerbau, sedangkan Rumah
Minangkabau yang terdapat di Malaysia meniru bentuk perahu yang diduga dipengaruhi
latar belakang nenek moyang sebagai pelaut (maritim) disamping juga karena pengaruh
dari material kayu yang digunakan yang mempunyai sifat tarik sehingga mengakibatkan
bentuk atap menjadi agak melengkung.
3.2.4 Rumah dengan Courtyard
Rumah dengan varian ini memiliki keunikan tersendiri karena terdiri atas dua
buah bangunan yang dihubungkan dengan ruang terbuka (serupa dengan konsep natah di
Bali) yang berfungsi sebagai pengikat serta ruang transisi. Rumah model ini hanya
terdapat di Propinsi Malacca.
Rumah Gajah Menyususumber: The Malay House, 1987:28
Rumah Minangkabausumber: The Malay House, 1987:30
20
3.2.5 Rumah dengan Loteng
Perletakan sebuah ruang di bawah atap utama (loteng) juga menjadi salah satu
varian yang terdapat di Malaysia, khususnya di Provinsi Negeri Sembilan dan Malacca.
Loteng tersebut difungsikan sebagai tempat tidur anak gadis yang dalam tradisi setempat
tidak boleh dilihat oleh orang lain.
3.2.6 Rumah di Daerah Pantai Timur
Varian rumah yang satu ini sangat berbeda dengan varian-varian rumah lainnya
di Malaysia. Arsitekturnya lebih mengarah ke arsitektur Thailand dan Kamboja yang
spesifik terlihat pada penggunaan panil kayu pada dinding dan bentuk atap. Ruang jenis
ini banyak dijumpai di propinsi Trengganu dan Kelantan.
Rumah dengan Lotengsumber: The Malay House, 1987:32
Rumah di Daerah Pantai Timursumber: The Malay House, 1987:33
Rumah dengan Courtyardsumber: The Malay House, 1987:31
21
3.3 Lay-out Rumah Tradisional Malaysia
Arsitektur adalah wadah dari aktivitas manusia. Pada arsitektur tradisional, ruang
juga memiliki hirarki berdasarkan tata nilai kepercayaan penghuninya. Secara umum
layout rumah tradisional Malaysia terdiri atas delapan zone, yaitu: Anjungan (teras),
Serambi Gantung (R.tamu & R. Tidur anak), Rumah Ibu (R. Rapat, R.Tidur), Serambi
Samanaik (R. Sembahyang), Selang (R. duduk), Rumah Tengah (R. Makan), Dapur, dan
Courtyard (natah).
3.3.1 Anjungan
Anjungan merupakan ruang yang paling depan (teras) dari sebuah rumah.
Anjungan berfungsi sebagai tempat menerima tamu ataupun sekedar duduk bagi orang
laki-laki, serta memiliki ketinggian lantai paling rendah dibandingkan ruang lainnya.
3.3.2 Serambi Gantung
Serambi gantung atau dapat disebut beranda,
merupakan tempat terluar setelah anjungan. Fungsi
serambi gantung hampir sama dengan anjungan, hanya
saja bersifat lebih privat dari anjungan.
Serambi Gantungsumber: The Malay House, 1987:37
22
3.3.3 Rumah Ibu
Ruang yang paling penting dalam rumah
tradisional Malaysia adalah Rumah Ibu, dimana
difungsikan sebagai tempat mengadakan kegiatan
adat, keagamaan. sehingga dari segi desain, Rumah
ibu dibedakan dengan ruangan lain di dalam rumah.
Rumah Ibu juga difungsikan juga sebagai tempat
ibadah (persembahyangan).
3.3.4 Selang
Selang merupakan ruang transisi antara
Rumah Ibu dan Rumah Tengah ataupun dapur. Selain
fungsinya sebagai ruang transisi, selang juga berfungi
sebagai ruang untuk menerima tamu.
3.3.5 Dapur
Dapur merupakan ruang tambahan pada
sebuah rumah tradisional yang berfungsi sebagai
tempat memasak. Selain itu juga langsung
difungsikan sebagai ruang makan bagi anggota
keluarga.
3.3.6 Courtyard
Courtyard merupakan ruang transisi yang
berfungsi sebagai pengikat masa bangunan, konsep
tersebut serupa dengan konsep pada arsitektur Tionghoa
dan konsep natah pada arsitektur tradisional Bali.
Rumah Ibusumber: The Malay House, 1987:37
Dapursumber: The Malay House, 1987:38
Courtyardsumber: The Malay House, 1987:39
Selangsumber: The Malay House, 1987:38
23
3.4 Material dan Estetika Rumah Tradisional Malaysia
Seperti rumah-rumah tradisional lainnya, rumah tradisional Malaysia juga
menggunakan bahan/material dari alam yang diproses tanpa menggunakan mesin, seperti
bahan atap berupa alang-alang serta sirap kayu ataupun bambu. Material untuk dinding
juga menggunakan kayu atau anyaman bambu/gedeg. Jadi pada rumah tradisional
Malaysia 100% menggunakan material dari alam (non-pabrikasi).
Unsur estetika yang ditampilkan dalam sebuah bangunan tradisional di Malaysia lebih
cenderung berupa ornamen pada dinding dan pilar berupa pahatan/ukiran serta berupa
kaligrafi.
Material Alami pada BangunanTradisional Malaysiasumber: The Malay House,1987:103
Ornamen pada Bangunan Tradisional Malaysiasumber: The Malay House, 1987:41
24
3.5 Struktur dan Konstruksi Rumah Tradisional Malaysia
Prinsip struktur yang digunakan pada bangunan-bangunan tradisional adalah
sama. Begitu pula pada struktur yang digunakan pada rumah tradisional Malaysia dan
Indonesia bagian barat (Sumatera). Konstruksi panggung adalah warisan budaya dalam
membuat bangunan dari nenek moyang. Rumah tradisional di Malaysia berupa rumah
panggung. Konstruksi yang “diangkat ke atas” menuntut penggunaan struktur yang
ringan. Bahan struktur sebagian besar berupa kayu dengan sistem rangka. Dalam
pendirian sebuah bangunan tradisional Malaysia dikenal istilah tiang sari. Tiang sari
merupakan tiang utama yang harus didirikan sebelum unsur konstruksi lainnya berdiri.
Elemen-elemen konstruksinya pun sama hanya saja memiliki istilah yang berbeda dalam
penyebutannya. Elemen struktur yang terdapat dalam sebuah bangunan rumah tradisional
Malaysia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian atap badan, dan struktur panggungan.
Struktur Atap Bangunan Tradisional Malaysiasumber: The Malay House, 1987:106
Struktur Tiang Bangunan Tradisional Malaysiasumber: The Malay House, 1987:113
25
Pada bagian atap terdapat komponen struktur, seperti: tiang bumbung,alang
muda, tunjuk langit, alang panjang, alang pendek, tebar layar, perabung, kasau jantan,
kasau betina/kasau atap, kasau lintang, dan bahan penutup atapnya. Pada bagian badan
hanya terdapat tiang-tiang termasuk tiang sari sebagai tiang utama. Sedangkan pada
panggungan terdiri atas rasuk panjang, rasuk pendek, lantai, serta pelapik tiang sebagai
dasar dari tiang.
3.6 Pemecahan Masalah Iklim pada Bangunan Tradisional Malaysia
Pada daerah khatulistiwa, perbedaan temperatur iklim tropis basah tidak ekstrim.
Untuk daerah tropis basah, dinding perlu memiliki lubang agar udara dapat mengalir dan
mengurangi kelembaban udara dalam ruang, sehingga memudahkan penguapan. Pada
prinsipnya, udara dapat mengalir di dalam ruangan, setinggi ruang, minimal setinggi
badan. Temperatur di dalam dan di luar ruangan sama. Atap bangunan mengambil
bentuk-bentuk pelana, limasan, serta bentuk “bumbung limas” yang menyerupai atap
kampyah pada arsitektur tradisional Bali. Pengambilan bentuk-bentuk atap tersebut
dilatarbelakangi usaha pemecahan terhadap permasalahan iklim, dimana Malaysia
memiliki iklim tropis. Bentuk-bentuk tersebut memberi ruang bagi pertukaran udara.
Sama halnya dengan atap, wujud badan bangunan tradisional Malaysia baik pada fasade
maupun pengorganisasian ruang didalamnya. Jendela berukuran besar mendominasi
fasade bangunan sehingga udara dapat mengalir keluar masuk bangunan dengan leluasa
(cross ventilasi).
Penggunaan sistem rumah panggung juga dapat membantu mengurangi efek iklim
tropis. Udara dapat mengalir dari bawah panggung sehingga menghasilkan suasana yang
Cross Ventilasisumber: The Malay House, 1987:71
26
lebih sejuk di dalam rumah. Selain pemecahan terhadap permasalahan iklim, fungsi
panggung sendiri merupakan antisipasi terhadap bencana banjir, ancaman dari binatang
buas serta memudahkan untuk dipindahkan.
Selain beberapa faktor diatas, untuk memecahkan masalah termal, rumah-rumah
tradisional Malaysia ditata secara acak. Kondisi ini memungkinkan adanya sirkulasi
udara yang tidak akan terbagi secara kuat serta menggunakan vegetasi berupa pohon
kelapa dan pohon tinggi lain memiliki naungan yang baik dan tidak menghambat gerakan
angin pada ketinggian rumah. Rumah tradisional Malaysia menggunakan konstruksi kayu
yang ringan dan material alam lainnya yang kapasitas panasnya rendah. Atap rumah
adalah insulator thermal yang sempurna, kaca jarang digunakan. Bata, beton, keramik
dan material lainnya yang kapasitas panasnya tinggi akan meradiasikan panas kedalam
rumah yang mengakibatkan ketidaknyamanan.
27
BAB IV
Simpulan
Arsitektur vernakular Malaysia memiliki kemiripan dengan arsitektur tradisional
di Indonesia khususnya di daerah Pulau Sumatera dan Kalimantan. Seperti layaknya
arsitektur tradisional, rumah tradisional Malaysia pun minim akan pemakaian furnitur di
dalamnya, ini dikarenakan lebih banyak mengutamakan kegiatan yang bersifat
kebersamaan dan umumnya satu ruang digunakan untuk beragam kegiatan (multifungsi)
oleh banyak orang sehingga memerlukan tempat yang lapang dan luas. Ada satu pendapat
yang menyatakan bahwa kesejahteraan masyarakat Malaysia dilihat dari tangganya yang
mendapat pengaruh dari budaya Tionghoa. Ruangan utama pada rumah tradisional
Malaysia adalah Rumah Ibu sebagai pusat orientasi dimana tiang utama terletak disana,
layaknya ibu sebagai penopang utama keluarga. Suatu tempat mengadakan pertemuan,
yang pembangunannya dibuat terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh pembangunan ruang
lainnya.
Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tidak bisa dilepaskan dari budaya
setempat serta mengandung potensi lokal yang bisa dikembangkan di daerah itu.
Kesulitan konservasi pada arsitektur vernakular adalah adanya budaya dan nilai.
Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang menggunakan teknologi rendah namun tepat
guna. Pada masa kekinian, arsitektur vernakular Malaysia masih bisa dijumpai dengan
bentuk yang sama, namun mengalami pergeseran fungsi. Misalnya pada bangunan utama
sebuah bandara di Malaysia, sudah tidak lagi digunakan sebagai rumah tinggal, namun
dengan bentuk yang sama. Selain itu di Malaysia juga tidak terdapat suatu perkampungan/
pemukiman khusus sebagai tempat untuk mengkonservasi bangunan tradisionalnya, yang
ada hanyalah perwujudan arsitektur tradisionalnya dalam bentuk Taman Mini Malaka.
Sebagai suatu warisan leluhur, sudah sepatutnya nilai, fungsi, dan makna diletakkan
sesuai dengan tempatnya, dilestarikan, dan diperlakukan sebagaimana mestinya agar
identitas lokal tidak mudah hilang oleh perubahan waktu.