SKRIPSI PENGARUH MATRAKS BRONJONG PADA HILIR KOLAM OLAKAN TIPE USBR II DAN TIPE USBR III TERHADAP PERUBAHAN DASAR SUNGAI (UJI MODEL LABORATORIUM) EDI SUHEDI : 10581 01475 11 HAMSA : 10581 01531 11 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL PENGAIRAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2018
94
Embed
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL PENGAIRAN ...Jurusan Teknik Sipil Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar Korespondensi Penulis: [email protected] Abstrak
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SKRIPSI
PENGARUH MATRAKS BRONJONG PADA HILIR KOLAM OLAKAN
TIPE USBR II DAN TIPE USBR III TERHADAP PERUBAHAN DASAR
SUNGAI (UJI MODEL LABORATORIUM)
EDI SUHEDI : 10581 01475 11
HAMSA : 10581 01531 11
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
PENGARUH MATRAKS BERONJONG PADA HILIR KOLAM OLAKANTIPE USBR II DAN TIPE USBR III TERHADAP PERUBAHAN DASAR
Loncatan hidrolik terjadi apabila suatu aliran berubah dari kondisisuperkritis ke kondisi subkritis. Loncatan hidraulik memiliki energi aliran yangtinggi, sehingga dapat menyebabkan penggerusan di hilir kolam olakan bendung.Untuk melindungi kolam olakan bendung dari bahaya penggerusan, diperlukansuatu desain yang mampu meredam energy dari loncatan hidraulik tersebutsehingga dasar sungai dapat terlindungi.
Pada penelitian ini dibuat suatu alat peraga berupa bendung dengan kolamolakan peredam energi untuk mengetahui karakteristik loncatan air dan polagerusan dengan menggunakan dua model kolam olakan yang berbeda dimensiukurannya, kemudian dilakukan eksperimental dengan model simulasi danmenggunakan dua sumber data yang terdiri dari data primer dan sekunder, denganmodel saluran terbuka pada penampang model lurus dan belok, panjang saluran 9m, lebar saluran 0,35 m dan tinggi saluran 0,20 m dari dasar saluran.
Hasil pengamatan pada bendung tipe USBR II dan bendung tipe USBR III,sifat aliran yang terjadi pada setiap pengamatan adalah aliran superkritis danaliran subkritis, hasil pengamatan karakteristik aliran yang terjadi adalah aliranlaminar (aliranseragam), dan hasil pengamatan kedalaman gerusan terbesar tanpamenggunakan bronjong terjadi pada kolam olakan tipe USBR II, dengan rata-ratake’dalaman gerusan Q3 = -3,62, hasil pengamatan kedalaman gerusan terbesardengan menggunakan bronjong terjadi pada kolam olakan tipe USBR III, denganrata-rata kedalaman gerusan Q3 = -3,36.
Hasil dari simulasi pengaliran menunjukkan gerusan maksimumbergantung pada kecepatan aliran, tinggi aliran di hilir kolam olakan, serta angkaReynold dan angka Froude.
Kata Kunci : Bendung, Loncatan Hidraulik, Kolam Olak, Kedalaman Gerusan,Beronjong.
THE INFLUENCE OF BRONJONG MATRAS ON FLOWER POLLS OLDTYPE USBR II AND TYPE OF USBR III ON A RIVER BASIC CHANGE
Hydraulic jumps occur when a stream changes from supercritical tosubcritical conditions. Hydraulic jumps have high flow energy, so it can causescouring downstream of the dam pond. To protect the dam pond from thedredging hazard, a design that is capable of reducing the energy of the hydraulicspring is required so that the bottom of the river can be protected.
In this research, a prop of a weir with a pool of energy damper to know thecharacteristics of water spring and scour pattern using two models of different sizedimensional pond ponds, then experimental with simulation model and using twodata sources consisting of primary data and secondary, with an open channelmodel on straight and curved cross-section, 9m channel length, 0.35m channelwidth and 0.20m channel height from the channel bottom.
The observations on the weirs of the type of USBR II and the dam of thetype of USBR III, the flow properties that occur in each observation aresupercritical flow and subcritical flow, the observed flow characteristics arelaminar flow, and the largest observation of scour depth without using bronjong inthe type of USBR II aqueduct, with an average scouring depth of Q3 = -3.62, thelargest scour depth observation results by using a bronjong occurs in a USBR IIItype odor pond, with an average scour depth Q3 = -3.36 .
The results of the drain simulation show the maximum scour depending onthe flow velocity, the flow height downstream of the olakan pond, as well as theReynolds and Froude numbers.
Keywords: Bendung, Hydraulic Leaping, Olak Pond, Depth of Scour, Bronjong.
iv
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan hidayahnyalah sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini,
dan dapat kami selesaikan dengan baik.
Tugas akhir ini di susun sebagai salah satu persyaratan akademik yang
harus di tempuh dalam rangka menyelesaikan program studi pada Jurusan Teknik
Sipil Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun
judul tugas akhir kami adalah : ”PENGARUH MATRAKS BRONJONG
PADA HILIR KOLAM OLAKAN TIPE USBR II DAN TIPE USBR III
TERHADAP PERUBAHAN DASAR SUNGAI (UJI MODEL
LABORATORIUM)”. Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini
masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan, hal ini disebabkan penulis sebagai
manusia biasa tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan baik itu di tinjau dari
segi teknis penulisan maupun dari perhitungan-perhitungan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan sarang serta perbaikan guna untuk kesempurnaan
dalam penulisan ini agar kelak bermanfaat terutama bagi penulis itu sendir.
Skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan, arahan, dan bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati,
kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
v
1. Bapak Hamzah Al Imran, S.T., M.T. Dekan Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Muh. Syafaat S. Kuba, ST. Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas
Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Nenny T Karim, ST,. MT.
selaku pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu dalam
membimbing kami.
4. Bapak dan Ibu Dosen serta staf pegawai Fakultas Teknik atas segala
waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama mengikuti proses
belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Ayahanda dan Ibunda tercinta, penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya atas segala limpahan kasih saying, doa dan
pengorbananya terutama bentuk materi dalam menyelesaikan kuliah.
6. Saudara-saudaraku dan rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik
khususnya angkatan 2011 yang dengan keakraban dan persaudaraanya
banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Semoga semua pihak tersebut di atas mendapat pahala yang berlipat
ganda disisi Allah SWT dan skripsi yang sederhana ini dapat bemamfaat bagi
penulis, rekan-rekan, masyarakat serta bangsa dan Negara. Amin
Makassar, Januari, 2018
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KETERANGAN PERBAIKAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 3
D. Batasan Masalah 4
E. Manfaat Penelitian 5
F. Sistematiaka Penulisan 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Bendung 7
1. Pengertian Bendung 7
B. Kolam Olakan 7
1. Kolam Olakan tipe USBR I 7
2. Kolam Olakan tipe USBR II 8
vii
3. Kolam Olakan tipe USBR III 9
4. Kolam Olakan tipe USBR IV 10
C. Bangunan Proteksi 11
1. Riprap 11
2. Bronjong 12
D. Konsep Dasar Aliran 13
1. Karakteristik Aliran 13
2. Tipe Aliran 15
3. Sifat Aliran 16
E. Gerusan 22
1. Tipe Dari Gerusan 24
2. Gerusan Dalam Perbedaan Kondisi Angkutan 25
3. Pola Gerusan Pada Hilir Kolam Olakan 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian 30
1. Tempat Penelitian 30
2. Waktu Penelitian 30
B. Jenis Penelitian dan Sumber Data 30
1. Jenis Penelitian 30
2. Sumber Data 30
C. Alatdan Bahan 31
1. Alat 31
2. Bahan 31
viii
D. Model Kolam Olakan 32
E. Model Beronjong 33
F. Variable Yang Diteliti 34
1. Variabrel Bebas 35
2. Variable Terikat 35
G. Analisis Data 35
1. Data Debit 35
2. Kecepatan Aliran V (m/det) 36
3. Energi Spesifik 36
4. Perubahan Dasar Saluran Persamaan Exner 37
H. Prosedur/Langkah Penelitian 38
I. Flow Chart Penelitian/Bagan Alur Penelitian 39
BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Perhitungan 40
1. Hasil Perhitungan Kolam Olak Type USBR II 40
a) Perhitungan Angka Froude (Fr) 40
b) Analisis Angka Reynold 44
c) Rekapitulasi Angka Froude dan Reynold 48
d) Ananlisis Energi Spesifik 49
e) Analilsis Kedalaman Gerusan dengan Variasi Debit, Waktu dan
Bronjong 52
2. Hasil Perhitungan Kolam Olak Type USBR III 56
a) Perhitungan Angka Froude (Fr) 56
ix
b) Analisis Angka Reynold 60
c) Rekapitulasi Angka Froude dan Reynold 64
d) Ananlisis Energi Spesifik 65
e) Analilsis Kedalaman Gerusan dengan Variasi Debit, Waktu dan
Bronjong 68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 73
B. Saran 73
DAFTAR PUSTAKA
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kriteria penggunaan kolam olakan 17
2. Perhitunan angka Froude (Fr) Q1, Q2, Q3 kolam olakan tipe USBR II 46
3. Perhitungan angka Froude (Fr) Q3 dengan panjang bronjong ½ panjang
maksimum dan L max kolam olakan tipe USBR II 49
4. Perhitungan angka Reynold (Re) Q1, Q2, Q3 kolam olakan tipe USBR II 51
5. Perhitungan angka Reynold (Re) Q3 dengan panjang bronjong ½ panjang
maksimum dan L max kolam olakan tipe USBR II 54
6. Rekapiulasi angka Froude (Fr) dan angaka Reynold (Re) kolam olak tipe USBR
II 56
7. Rekapitulasi angka Froude (Fr) dan angka Reynold (Re) untuk bronjong ½
panjang kolam olakan dan bronjong panjang maksimum kolam olak tipe USBR
II 56
8. Perhitungan energy spesifik Q1, Q2, Q3 tipe USBR II 57
9. Perhitungan energy spesifik dengan bronjong ½ panjang maksimum dan L max
kolam olak tipe USBR II 60
10. Reta-rata kedalaman gerusan yang terjadi pada Q3 dan waktu yang bervariasi
tampa bronjong tipe USBR II 63
xi
11. Reta-rata kedalaman gerusan yang ada pada titik pengamatan pada Q3 dan waktu
yang bervariasi tampa bronjong ½ panjang kolam olak tipe USBR II 64
12. Reta-rata kedalaman gerusan yang ada pada titik pengamatan pada Q3 dan waktu
yang bervariasi tampa bronjong sama dengan panjang kolam olak tipe USBR II
66
13. Perhitunan angka Froude (Fr) Q1, Q2, Q3 kolam olakan tipe USBR III 67
14. Perhitungan angka Froude (Fr) Q3 dengan panjang bronjong ½ panjang
maksimum dan L max kolam olakan tipe USBR III 70
15. Perhitungan angka Reynold (Re) Q1, Q2, Q3 kolam olakan tipe USBR III 73
16. Perhitungan angka Reynold (Re) Q3 dengan panjang bronjong ½ panjang
maksimum dan L max kolam olakan tipe USBR III 75
17. Rekapiulasi angka Froude (Fr) dan angaka Reynold (Re) kolam olak tipe USBR
III 77
18. Rekapitulasi angka Froude (Fr) dan angka Reynold (Re) untuk bronjong ½
panjang kolam olakan dan bronjong panjang maksimum kolam olak tipe USBR
III 77
19. Perhitungan energy spesifik Q1, Q2, Q3 tipe USBR III 78
20. Perhitungan energy spesifik dengan bronjong ½ panjang maksimum dan L max
kolam olak tipe USBR III 81
21. Reta-rata kedalaman gerusan yang terjadi pada Q3 dan waktu yang bervariasi
tampa bronjong tipe USBR III 84
xii
22. Reta-rata kedalaman gerusan yang ada pada titik pengamatan pada Q3 dan waktu
yang bervariasi tampa bronjong ½ panjang kolam olak tipe USBR III 85
23. Reta-rata kedalaman gerusan yang ada pada titik pengamatan pada Q3 dan waktu
yang bervariasi tampa bronjong sama dengan panjang kolam olak tipe USBR III
87
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor. Halaman
Gambar 1. Kolam Olakan Tipe USBR-I 15
Gambar 2. Kolam OlakanTipe USBR-II 16
Gambar 3. Kolam OlakanTipe USBR-III 16
Gambar 4. Kolam OlakanTipe USBR-IV 17
Gambar 5. Skema Riprap 19
Gambar 6. Bronjong 20
Gambar 7. Aliran Turbulen Dan Laminer 25
Gambar 8. Pola Penjalaran Gelombang Disaluran Terbuka 27
Gambar 9. Pola Gerusan Pada Hilir Kolam Olakan 27
Gambar 10. Denah Model Penelitian 38
Gambar 11. Bendung Dan Kolam Olakan Tipe USBR II Dan USBR III 38
Gambar 12. Titik Pengamatan Kecepatan Dan Tinggi Muka Air Pada Flume 39
Gambar 13. Model Bronjong 40
Gambar 14. Model Kolam Olakan dengan Proteksi Bronjong 40
Gambar 15. Diagram Alur Penelitian 45
xiv
Gambar 16. Hubungan Antara Titik Pengamatan dan Angka Froude (Fr) untuk
Debit Pertama (Q1), (Q2) dan (Q3) Kolam Olak Tipe USBR II 46
Gambar 17. Hubungan antara titik pengamatan dan angka Froude (Fr) untuk debit
ketiga (Q3) tanpa bronjong, dengan menggunakan bronjong ½ L max
dan L max kolam olak tipe USBR II 47
Gambar 18. Hubungan antara titik pengamatan dan Angka Reynold (Re) kolam
olak tipe USBR II 52
Gambar 19. Hubungan antara titik pengamatan dan Angka Reynold (Re) kolam
olak tipe USBR II 52
Gambar 20. Hubungan antara titik pengamatan dan energy spesifik kolam olak
tipe USBR II 57
Gambar 21. Hubungan antara titik pengamatan dan energy spesifik kolam olak
tipe USBR II 58
Gambar 22. Kedalaman gerusan rata-rata pada (Q3) dan waktu yang bervariasi
tanpa beronjong, dengan bronjong ½ L max dan bronjong L max
kolam olak tipe USBR II 63
Gambar 23. Hubungan Antara Titik Pengamatan dan Angka Froude (Fr) untuk
Debit (Q1), (Q2) dan (Q3) kolam olak tipe USBR III 68
Gambar 24. Hubungan antara titik pengamatan dan angka froude (Fr) untuk debit
ketiga (Q3) dengan adanya bronjong kolam olak tipe USBR III 69
xv
Gambar 25. Hubungan antara titik pengamatan dan Angka Reynold (Re) kolam
olak tipe USBR III 73
Gambar 26. Hubungan antara titik pengamatan dan Angka Reynold (Re) kolam
olak tipe USBR III 74
Gambar 27. Hubungan antara titik pengamatan dan energy spesifik kolam olak
tipe USBR III 78
Gambar 28. Hubungan antara titik pengamatan dan energy spesifik kolam olak
tipe USBR III 79
Gambar 29. Kedalaman gerusan rata-rata pada (Q3) dan waktu yang bervariasi
tanpa beronjong, dengan bronjong ½ L max dan bronjong L max
kolam olak tipe USBR III 84
xvi
DAFTAR NOTASI DAN SINKATAN
Hr = Tinggi gelombang refleksi
Ht = Tinggi gelombang transmisi
Hi = Tinggi gelombang datang
L = Panjang gelombang
T = Periode gelombang
d = Kedalaman air
A = Amplitudo
C = Kecepatan rambat gelombang
Kr = Koefisien refleksi
Kt = Koefisien transmisi
Kd = Koefisien disipasi
HWL = High Water Level
LWL = Low Water Level
SWL = Silent Water Level
xvii
Hmax = Tinggi gelombang maksimum
Hmin = Tinggi gelombang minimum
Er = Energi gelombang refleksi
Et = Energi gelombang trasmisi
Ei = Energi gelombang dating
Hi/L = Kecuraman gelombang
P = Rapat massa zat cair
g = Kercepatan gravitasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan melakukan pembendungan untuk menaikkan tinggi muka air
sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan tinggi energi antara hulu dengan
hilir bendung, jika air dari hulu mengair, bendung akan mempunyai energi yang
besar sehingga kecepatan aliran yang mengalir menjadi besar akibat loncatan
hidraulik, ini sering menimbulkan gulungan ombak atau pusaran (vortex) yang
bisa menyebabkan gerusan pada dasar saluran, terutama bagian hilir yang tidak
diberi perlindungan, sehingga menyebabkan bangunan air yang melintang pada
alur sungai seperti ambang dasar, bendung, check dam, groundsill dan lain
sebagainya mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh gerusan setempat yang
tepat terjadi pada hilir bangunan.
Gerusan yang terjadi pada hilir bangunan diakibatkan oleh aliran air yang
melintas diatas ambang bangunan, karena aliran mempunyai energi cukup besar
sehingga mampu menggerus dasar sungai dan mampu mengangkut material ke
hilir bangunan sehingga bangunan air tersebut tergerus Dengan terjadinya
loncatan air di hilir bendung, dapat mengurangi energi aliran. Dengan adanya
loncatan aliran maka diperlukan kolam olakan yang dapat melindungi dasar
sungai. Beberapa model kolam olakan yang telah diperkenalkan oleh United
States Bureau Of Reclamation (USBR) yang dapat meredam energi, akan tetapi
1
2
kenyataannya masih tetap terjadi gerusan pada hilir kolam olakan, hal ini dapat
menyebabkan kerusakan pada bangunan tersebut.
Perubahan aliran dari superkritis kesubkritis menyebabkan terjadinya
loncatan hidraulik (Raju, 1986). Loncatan hidraulik ini dapat menyebabkan gerusan
di dasar saluran, terutama dasar saluran bagian hilir yang tidak terlindungi oleh
bangunan peredam energi.
Untuk melindungi bendung dari bahaya penggerusan tersebut, diperlukan
suatu desain kolam olakan yang mampu meredam energi dari loncatan hidraulik
tersebut sehingga dasar sungai dapat terlindung.
Oleh karena itu perlu adanya penanggulangan gerusan disebelah hilir
kolam olakan dengan menggunakan matrax/Bronjong batu (Rip-rap) yang diikat
dengan anyaman kawat. Penggunaan bronjong ini merupakan yang palin gmurah
dan praktis bila diterapkan di lapangan, sehingga dijadikan model proteksi dalam
penelitian ini. Demikian juga apabila tidak terdapat bangunan pengendalian
gerusan maka dalamnya gerusan pada hilir kolam olakan dapat direduksi,
sehingga kedalaman gerusan bisa mencapai maksimum, hal ini menyebkan
rusaknya kolam olakan bendung. Salah satu upaya pengendalian gerusan pada
hilir kolam olakan yaitu dengan cara menempatkan matrax/bronjong pada hilir
kolam olakan.
Pada penelitian ini yang dikaji adalah Pengaruh Matraks Bronjong Pada
Hilir Kolam Olakan Tipe USBR II dan Tipe USBR III Terhadap Perubahan
Dasar Sungai (Uji Model Laboratorium)
3
Bronjong adalah rangkaian kawat galvanis atau kawat pvc yang dianyam
menjadi suatu bangunan ruang dengan ukuran volume dan lubang anyaman
tertentu, sehingga menjadi sebuah media atau alat pengikat batu kali untuk
mencegah erosi atau gerusan yang dipasang pada tebing, tepi dan didasar sungai
yang proses pembuatannya menggunakan mesin dengan ukuran volume tertentu
yang digunakan antara lain sebagai tambahan peredam energi di hilir bendung dan
berfungsi pula sebagai lapisan perisai untuk mengurangi kedalaman gerusan
setempat dan untuk melindungi dasar sungai di hilir kolam olakan bendung.
B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dari penelitian ini adalah :
1) Bagaimana sifat aliran yang terjadi di hilir kolam olakan Bendung tipe USBR
II dan tipe USBR III
2) Seberapa besar kedalaman gerusan yang terjadi di hilir kolam olakan tanpa
bronjong dan menggunakan bronjong
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui sifat-sifat aliran yang terjadi pada hilir kolam olakan
bendung tipe USBR II dan tipe USBR III
2) Untuk mengetahui kedalaman gerusan yang terjadi di hilir kolam olakan
bendung tanpa beronjong dan dengan menggunakan beronjong.
4
D. Batasan Masalah
Untuk menciptakan penanggulangan gerusan di hilir kolam olakan
bendung diperlukanm berbagai eksperimen dan penelitian yang dilakukan di
laboratoriaum, perlu ditetapkan batasan masalah yang digunakan pada percobaan
ini :
1) Penelitian ini dilakukan pada hilir kolam olakan tanpa beronjong dan dengan
bronjong.
2) Mengamati kondisi aliran yang terjadi dengan adanya bronjong dan tanpa
bronjong.
3) Mengamati gerusan yang terjadi di hilir kolam olakan tanpa beronjong dan
dengan menggunakan bronjong.
4) Dilakukan pengamatan terhadap Variabel-variabel yang berpengaruh
terhadap kedalaman gerusan (seperti kecepatan aliran, kedalaman aliran,
angka Froud, angka Reynold dan energi spesifik).
5) Menggunakan bronjong dengan ukuran panjang yang disesuakan dengan
lebar saluran.
6) Menggunakan Beberapa kondisi debit air (Q) dan waktu yang ditentukan
(tidak konstan).
7) Menggunakan pompa air, tando dan menggunakan saluran dengan lebar,
tinggi dan kemiringan yang tersedia.
8) Mengukur elevasi kedalaman gerusan yang terjadi dihilir kolam olakan.
5
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya :
1) Sebagai referensi untuk membuat bangunan pelindung pada hilir kolam olakan
bendung terhadap gerusan yang praktis dan efektif.
2) Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang kami dapat
dibangku perkuliahan.
3) Sebagai referensi untuk penelitian-penelitian lanjut dan yang serupa.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan ini terdiri dari lima bab, di masing-masing
bab membahas masalah tersendiri diantaranya sebagai berikut:
BAB I PENDAHLUAN, bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, Rumusan
masalah, Tujuan penelitian, Batasan masalah, Manfaat penelitian dan Sistematika
penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, bab ini berisi mengenai permasalahan yang akan
menjadi bahan penelitian dalam penulisan tugas akhir pada suatu wilayah tertentu.
Dimana hal ini mencakup teori-teori dan formula/rumus-rumus yang akan
digunakan dalam penelitian dan penyusunan tugas akhir.
BAB III METODE PENELITIAN, bab ini berisi mengenai gambaran umum
penelitian seperti lokasi penelitian, alat-alat yang digunakan dalam penelitian dan
metode yang dipakai pada saat melakukan penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, bab ini berisi tentang hasil kajian dari
judul penelitian tugas akhir secara detail dan terperinci. Diantaranya sifat-sifat
6
aliran yang terjadi di hilir kolam olakan bendung, kedalaman gerusan pada saat
menggunakan proteksi di hilir kolam olakan bendung tipe USBR II dan tipe
USBR III.
BAB V PENUTUP, bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran setelah
melakukan penelitian tugas akhir.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Bendung
1. Pengertian Bendung
Bendung adalah konstruksi bangunan air yang berfungsi untuk menahan
laju aliran sehingga membentuk waduk, danau dan wadah reaksi. Beberapa
bendung juga sering dimanfaatkan untuk mengalirkan air, menggerakkan turbin
PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) dan lain sebagainya.
B. Kolam Olakan
Kolam olakan adalah suatu konstruksi yang berfungsi sebagai peredam
energi yang terkandung dalam aliran dengan memanfaatkan loncatan hidraulis
dari suatu aliran yang berkecepatan tinggi. Kolam olakan sangat ditentukan oleh
loncatan hidraulis yang terjadi di dalam aliran. Dimana loncatan air dapat
menimbulkan kerusakan-kerusakan pada bendung terutama pada kolam olakan.
Secara umum terdapat banyak bentuk kolam olakan yang digunakan oleh
loncatan hidraulis untuk meredam energi. Ada beberapa rancangan umum dari
kolam olakan yang menggunakan loncatan sebagai peredam energi kolam olak
tipe USBR (United State Biro Reclamation), bentuk tersebut diantaranya :
1. Kolam olak tipe USBR-I,
Kolam olak tipe USBR-I adalah suatu kolam olakan dengan dasar yang
datar dan terjadinya peredaman energi yang terkandung dalam aliran air dengan
7
8
benturan secara langsug aliran tersebut ke atas permukaan dasar kolam, karena
penyempurnaan redaman terjadi akibat gesekan-gesekan yang terjadi antara
molekul-molekul air di dalam kolam olakan, sehingga air yang meninggalkan
kolam tersebut mengalir memasuki alur sungai dalam kondisi yang sudah tenang.
Akan tetapi kolam olakan menjadi lebih panjang dan karenanya tipe USBR-I ini
hanya sesuai untuk mengalirkan debit yang relatif kecil dengan kapasitas
peredaman energi yang kecil pula dan kolam olakannyapun akan berdimensi kecil
dengan angka Froude < 2,5.
Gambar 1. Kolam olakan tipe USBR-I (Nika Purnomo, 09, 2014)
2. Kolam olak tipe USBR-II
Kolam olak tipe USBR-II, dimana terjadinya peredaman energi yang
terkandung di dalam aliran adalah akibat gesekan diantara molekul-molekul air di
dalam kolam dan dibantu oleh perlengkapan-perlengkapan yang dibuat berupa
gigi pemencar aliran dipinggir udik dasar kolam dan ambang bergerigi di pinggir
hilirnya. Kolam olakan tipe ini cocok digunakan untuk aliran dengan tekanan
hidrostatis yang tinggi dan debit yang besar (Q<45 m3/det, V <15 m/det, tekanan
hidrostatis > 60 mdan angka Froude > 4,5). Gigi pemencar aliran berfungsi untuk
lebih meningkatkan effektkifitas peredaman sedang ambang bergerigi berfungsi
9
untuk menstabilkan loncatan hidrolis dalam kolam olakan tersebut. Kolam olakan
tipe ini sangat sesuai untuk bendungan urugan dan penggunaannyapun cukup luas.
Gambar 2. Kolam olakan tipe USBR-II (Nika Purnomo, 09, 2014)
3. Kolam olak tipe USBR-III
Kolam olak tipe USBR-III pada hakekatnya prinsip kerja dari kolam
olakan ini sangat mirip dengan sistim dari kolam olakan tipe USBR-II, akan tetapi
lebih sesuai untuk mengalirkan air dengan tekanan hidrostatis yang rendah dan
debit yang kecil (Q<18,5 m3/det, V >15 m/det, tekanan hidrostatis < 60 mdan
angka Froude >4,5). Untuk mengurangi panjang kolam olakan, biasanya
dibuatkan gigi pemencar aliran ditepi udik dasar kolam, gigi penghadang aliran
(gigi benturan) pada kolam olakan. Kolam olakan ini biasanya untuk bangunan
pelimpah pada bendungan urugan yang rendah.
Gambar 3. Kolam olakan tipe USBR-III (Nika Purnomo, 09, 2014)
10
4. Kolam olak tipe USBR-IV.
Sistem kerja kolam olakan tipe ini sama dengan sistem kerja kolam olakan
tipe USBR-III akan tetapi penggunaannya yang paling cocok adalah untuk aliran
dengan tekanan hidrostatis yang rendah (tekanan hidrostatis < 60 m) dan debit
yang besar per unit lebar (Q > 18,5 m3/det), serta aliran dalam kondisi super kritis
dengan angka Froude antara 2,5-4,5. Biasanya kolam olakan tipe ini dipergunakan
pada bangunan pelimpah suatu bendungan urugan yang sangat rendah atau pada
bendung penyadap, bendung konsolidasi, bendung penyangga dan lain-lain
(Prastumi).
Gambar 4. Kolam olakan tipe USBR-IV (Nika Purnomo, 09, 2014)
Tabel 1. Kriteria Penggunaan Kolam Olakan
NoKolam olak tipe
USBRKriteria Pengunaan
1 Tipe USBR-I Fr < 2,5 dengan debit yang relatif kecil
2 Tipe USBR-IIFr > 4,5 (Q < 45 m3/det, V< 15 m/det dan tekananhidrostatis > 60 N/m2.)
3 Tipe USBR-IIIFr > 4,5 (Q < 18,5 m3/det, V >15 m/det dan tekananhidrostatis < 60 N/m2.)
4 Tipe USBR-IVFr antara 2,5-4,5 (Q > 18,5 m3/det, dan tekananhidrostatis < 60 N/m2.)
Sumber : (Sosdarsono & Takeda, 1997)
11
C. Bangunan Proteksi
Bangunan proteksi merupakan bangunan yang didesain untuk melindungi
kolom olakan dari gerusan yang terjadi akibat perubahan aliran. Beberapa
bangunan proteksi yang sering digunakan diantaranya :
1. Riprap
Riprap yaitu susunan bongkahan batu alam atau blok-blok beton buatan
dengan ukuran dan volume tertentu yang digunakan antara lain sebagai tambahan
peredam energi di hilir bendung dan berfungsi pula sebagai lapisan perisai untuk
mengurangi kedalaman gerusan setempat dan untuk melindungi dasar sungai di
hilir kolam olak bendung.
Jenis riprap dapat dibedakan menjadi :
1. Timbunan bongkahan batu alam.
2. Susunan blok-blok beton berebentuk segi empat, segi panjang dan sebagainya.
Untuk penerapannya sendiri yaitu sebagai tambahan fungsi peredaman
energi bendung pada :
1. Sepanjang bagian hilir ambang akhir
2. Sepanjang bagian kaki tembok sayap hilir
Bentuk dan ukuran riprap bongkahan batu :
1. Bentuk batu reltif bulat, padat, keras dengan berat jenis 2,4 t/m3
2. diameter batu berkisar 0,3 m
3. Volume batu yang cukup
4. Kedalaman sekitar 2 m untuk bagian hilir ambang akhir dan sekitar 1,5 m
untuk bagian di kaki tembok sayap hilir
12
Jilid (1989, dalam Simon dan Senturk, 1992), mengemukakan bahwa
riprap adalah melengkapi lantai apron secara menerus di bagian hilir yang
berfungsi untuk melindungi terjadinya gerusan pada dasar saluran, karena terbukti
bahwa gerusan disebabkan oleh perpindahan endapan sedimen atau akibat pusaran
aliran sebagai kompensasi dari peredaman energi.
Gamba 5. Skema Riprap (Indra, 2016)
2. Bronjong
Bronjong atau Gabions adalah kotak yang terbuat dari anyaman kawat baja
berlapis seng yang pada penggunaannya diisi batu-batu untuk mencegah erosi
yang dipasang pada tebing-tebing, tepi-tepi sungai dan dasar sungai yang proses
pembuatannya menggunakan mesin (Syahrin 2013).
Beberapa kondisi yang memerlukan beronjong antara lain yaitu pengaruh
peredaman energi dan pencegahan gerusan lokal, terjadi kelukan (Curvature)
karena adaptasi terhadap penurunan (Settlement), sebagai tahanan pelindung
kemampuan sedimen melintas saluran dan menggerus.
Mays (1999), mengemukakan bahwa beronjong yang diletakkan di dasar
dan tebing pada bagian hilir kolam olakan digunakan untuk melindungi erosi dan
gerusan yang disebabkan oleh aliran air yang deras.
13
Gambar 6. Bronjong (By Syahrin, 05, 2013)
D. Konsep Dasar Aliran
Menurut ilmu mekanika fluida aliran fluida khususnya air diklasifikasikan
berdasarkan perbandingan antara gaya inersia dan gaya-gaya kekentalanya
menjadi tiga bagian yaitu aliran laminar, turbulin, dan transisi (French, 1985).
Variable yang dipakai untuk klarifikasi ini adalah bilangan Reynolds.
1. Karakteristik Aliran
Kondisi biofisik setiap saluran terbuka memiliki karakter yang berbeda
yang mencerminkan tingkat kepekaan dan potensi suatu saluran. Pengumpulan
data fisik dengan mencatat beberapa faktor yang dominan pada suatu wilayah
akan mencerminkan karakteristik suatu saluran.
Karakteristik aliran adalah gambaran spesifik mengenai aliran yang
dicirikan oleh parameter yang berkaitan dengan keadaan topografi, tanah, geologi,
vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi dan manusia. Aliran pada saluran terbuka
merupakan aliran yang mempunyai permukaan yang bebas. Permukaan yang
bebas itu merupakan pertemuan dua fluida dengan kerapatan ρ (Density) yang
berbeda. Biasanya pada saluruan terbuka itu dua fluida itu adalah udara dan air
dimana kerapatan udara jauh lebih kecil daripada kerapatan air.
14
Gerakan air pada saluran terbuka berdasarkan efek dari grafitasi bumi yang
didistribusi tekanan dalam air umumnya bersifat hidrostatis karena kuantitasnya
tergantung dari berat jenis aliran dalam kedalaman. Karena jenis berat aliran dapat
diasumsikan tetap, maka tekanan hanya tergantung dari kedalamannya semakin
dalam akan semakin besar tekanannya. Namun pada beberapa kondisi bisa
ditemukan distribusi tekanan tidak hidrostatis.
Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran dalam saluran terbuka,
dan dapat pula berupa aliran dalam pipa. Kedua jenis aliran tersebut memiliki
prinsip yang sangat berbeda. Aliran melalui saluran terbuka adalah aliran yang
memiliki permukaan bebas sehingga memiliki tekanan udara walaupun berada
dalam saluran tertutup. Adapun aliran dalam pipa merupakan aliran yang tidak
memiliki permukaan bebas, karena aliran air mengisi saluran secara terus
menerus, sehingga tidak dipengaruhi oleh tekanan udara dan hanya dipengaruhi
oleh tekanan hidrostatik. Banyak faktor aliran yang berpengaruh terhadap
pengendapan partikel dalam suatu aliran, tetapi yang terpenting adalah kecepatan
endap dan karakteristik aliran (Takamatsu dan Naito,1967). Simmon dan Senturk
(1992) menekankan pentingnya turbulensi terhadap keberadaan sedimen di dalam
suspense.Turbulensi menjaga sedimen yang tersuspensi untuk tidak mengendap,
bahkan mampu mengangkat sedimen yang sudah mengendap untuk tersuspensi
lagi.
Karakter aliran yang paling sesuai untuk mengendapkan partikel sedimen
adalah aliran laminar dengan kecepatan yang rendah. Banyak cara dilakukan
untuk mendapatkan pola aliran yang seperti ini, atau yang lebih dikenal dengan
15
“Plug-Flow”, seperti merancang posisi Inlet dan Outlet (Pearson et.al, 1995),
mencegah pembentukan gelombang dipermukaan dengan meminimalkan angin
(Kim dan Kim, 2000), menggunakan Baffle/sekat (Muttamara dan Puetpaiboon,
1997), dan merancang bentuk atau geometri dari konstruksi (European Investment
Bank, 1998).
2. Tipe Aliran
Mengkaji suatu aliran pada saluran terbuka, haruslah dipahami tentang
sifat dan jenis aliran itu sendiri. Adapun tipe aliran pada saluran terbuka yakni
dipengaruhi oleh adanya suatu permukaan bebas yang berkaitan langsung dengan
parameter-parameter aliran seperti kecepatan, kekentalan, gradient serta geometri
saluran. Aliran saluran terbuka dapat digolongkan berdasarkan pada berbagai
kriteria, salah satu kriteria utama adalah perubahan kedalaman aliran (h)
terhadap waktu (t) dan terhadap tempat (s).
a. Tipe Aliran Berdasarkan Kriteria Waktu yaitu :
1) Aliran Tetap/mantap (Steady Flow) yaitu aliran di mana kedalaman air (h)
tidak berubah menurut waktu atau dianggap tetap dalam suatu interval waktu,
dengan demikian kecepatan aliran pada suatu titik tidak berubah terhadap
waktu dan segala variabel disepanjang saluran sama.
2) Aliran tidak tetap/tidak Mantap (Unsteady Flow) yaitu apabila kedalaman air
(h) berubah menurut waktu demikian pula kecepatannya berubah menurut
waktu. Aliran ini terbagi dua yaitu aliran seragam tidak tetap (Unsteady
Uniform Flow) dan aliran tidak tetap dan berubah-ubah (Unsteady Varied
Flow). Aliran ini hampir tidak pernah terjadi.
16
3) Aliran Seragam (Uniform Flow) yaitu aliran dimana segala variabel seperti
kedalaman, luas, debit dan konstan disepanjang saluran sama.
4) Aliran tidak seragam (Un-Uniform Flow) yaitu aliran berubah-ubah (Varied
Flow) disepanjang saluran terhadap kedalaman, luasdan debit yang terdiri dari
aliran tetap berubah lambat laun (Gradually Varied Flow) dan Aliran tetap
berubah dengan cepat (Rapidle Varied Flow).
b. Tipe Aliran Berdasarkan Kriteria Tempat yaitu:
1) Aliran seragam (Uniform Flow) yaitu aliran dimana segala variabel seperti
kedalaman, luas penampang dan debit konstan disepanjang saluran sama.
Aliran ini terbagi dua yaitu:
a). Aliran seragam tetap (Steady Uniform Flow) yaitu aliran seragam yang tidak
berubah terhadap waktu.
b). Aliran seragam tidak tetap (Unsteady Uniform Flow) yaitu aliran yang dapat
pula berubah terhadap waktu apabila fruktuasi muka air terjadi dari waktu ke
waktu namun tetap pararel dengan dasar saluran.
2) Aliran Tidak seragam (Non Uniform Flow) yaitu aliran dimana segala variabel
seperti kedalaman, luas penampang dan debit berubah di sepanjang saluran.
Aliran ini disebut juga aliran berubah-ubah (Varied Flow) yaitu aliran
berubah lambat laun (Gradually Varied Flow) dan aliran berubah dengan
cepat.
3. Sifat aliran
Sifat-sifat aliran saluran terbuka pada dasarnya ditentukan oleh adanya
Pengaruh kekentalan (Viscositas) dan pengaruh gravitasi dalam perbandingannya
17
dengan gaya-gaya kelembaman (Inersia) dari aliran. Tegangan permukaan
sebenarnya juga dapat berpengaruh pada sifat-sifat aliran, namun dalam
kebanyakan aliran tegangan permukaan tidak memegang peranan penting, oleh
karena itu tidak diperhitungkan. Selanjutnya apabila perbandingan antara
pengaruh gaya-gaya kelembaman dengan gaya-gaya kekentalan yang
dipertimbangkan maka aliran dapat dibedakan menjadi aliran laminer dan aliran
turbulen serta aliran transisi. Parameter yang dipakai sebagai dasar untuk
membedakan sifat aliran tersebut adalah suatu parameter tidak berdimensi yang
dikenal dengan angka Reynold (Re) yaitu perbandingan (Ratio) dari gaya
kelembaman (Inersia) terhadap gaya-gaya kekentalan (Viscositas) persatuan
volume.
1. Sifat-sifat aliran berdasarkan pengaruh gaya kelembaman dengan gaya
kekentalan yaitu :
a) Aliran Laminer yaitu suatu aliran dimana gaya-gaya kekentalan relatif lebih
besar dibanding dengan gaya kelembaman sehingga kekentalan berpengaruh
besar terhadap sifat aliran. Pada aliran ini partikel cairan seolah-olah bergerak
secara teratur menurut lintasan tertentu.
b) Aliran Turbulen yaitu apabila kecepatan aliran lebih besar daripada kekentalan
dalam hal ini butiran-butiran air bergerak menurut lintasan yang tidak teratur,
tidak lancer dan tidak tetap, walaupun butiran bergerak maju dalam kesatuan
aliran secara keseluruhan.
c) Aliran Transisi yaitu Aliran peralihan dari laminar ke aliran turbulen dimana
kekentalan relatif terhadap kecepatan.
18
Pengaruh kekentalan terhadap kelembaban dapat dinyatakan dengan
bilangan Reynold. Reynold menerapkan Analisis dimensi pada hasil
percobaannya dan menyimpulkan bahwa perubahan dari aliran laminar ke aliran
turbulen terjadi suatu harga yang dikenal dengan angka Reynold (Re). Angka ini
menyakatan perbandingan antara gaya-gaya kelembaman dengan gaya-gaya
kekentalan (mekanika fluida) yaitu :
Re = ṽR/μ................................................................................................(1)
disimpulkan bahwa tinggi muka air bukanlah faktor utama penentu besarnya
energi spesifik.
Dari hasil analisis apabila semakinn tinggi muka air dan semakin besar
pula kecepatan aliran, maka energi spesifiknya akan semakin besar. Energi
spesifik yang paling besar yaitu 0,1238 terdapat pada t = 15 menit dengan tinggi
muka air (H) = 0,093 m dan kecepatan (V) = 0,780 m/det, tinggi muka air yang
terbesar yaitu 0,093 m terdapat pada t = 25 menit.
e) Analisis Kedalaman Gerusan Dengan Variasi Debit, Waktu Dan Bronjong.
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Universitas Muhammadiyah
Makassar dan penelitian ini dibagi menjadi dua running yaitu running pertama
tampa menggunakan bronjong dengan Q1, Q2 dan Q3 dengan variasi waktu yaitu
10, 15 dan 20 menit, kemudian pada running kedua dengan menggunakan
bronjong ½ panjang kolam olakan dan panjang maksimum kolam olakandengan
menggunakan debit konstan (Q3) dengan variasi waktu 10, 15 dan 20 menit.
Pada running pertama dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel yang
mempengaruhi gerusan seperti kecepatan aliran (V), angka Froude (Fr), angka
Reynold (Re), tinggi muka air (H) dan energi spesifik (E), cara mengamati
kedalaman gerusan yaitu dengan mencatat kedalaman gerusan yang ada pada titik
pengamatan sesuai debit dan waktu yang telah ditentukan misalnya, untuk Q3
digunakan variasi waktu yaitu 10, 15 dan 20 menit tampa menggunaka bronjong
dan menggunakan bronjong ½ panjang kolam olakan dan panjang maksimum
kolam olakan dengan variasi debit Q1, Q2 dan Q3 dengan variasi model bronjong
yang berbeda.
53
Tabel 10. Rata-Rata Kedalaman Gerusan yang terjadi pada (Q3) dan waktu yangbervariasi tampa beronjong tipe USBR II.
Sumber: Data Pengamatan
Dari gambar 27 dapa dilihat bahwa kedalaman gerusan ( ds ) yang terbesar
yaitu -9,7 cm terdapat pada titik pengamatan 4 dan kedalaman gerusan ( ds ) yang
terkecil yaitu -0,5 yang terdapat pada titik pengamatan 3.
Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa kedalama gerusan (ds) rata-rata terbesar
yaitu -8,87 cm yang terdapat pada grid 1 dan kedalaman gerusan yang terkecil
yaitu -1,25 cm terdapat pada grid 12, dan kedalaman gerusan (ds) rata-rata pada
debit Q3 tampa menggunakan brinjong = -3,62 cm.
Untuk hasil perhitungan Q1 dan Q2 dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 11. Rata-Rata Kedalaman Gerusan yang ada pada titik pengamatan pada(Q3) dan waktu yang bervariasi dengan beronjong ½ panjang kolamolakan tipe USBR II.
Dari gambar 28 dapa dilihat bahwa kedalaman gerusan ( ds ) yang terbesar
yaitu -9,7 cm terdapat pada titik pengamatan 1 dan kedalaman gerusan ( ds ) yang
terkecil yaitu -0,4 yang terdapat pada titik pengamatan 4.
Dari tabel 19 dapat dilihat bahwa kedalama gerusan (ds) rata-rata terbesar
yaitu -6,42 cm yang terdapat pada grid 1 dan kedalaman gerusan yang terkecil
yaitu -2,38 cm terdapat pada grid 6, dan kedalaman gerusan (ds) rata-rata yang
terjadi pada debit Q3 dengan menggunakan brinjong ½ panjang kolam olakan
yaitu = -3,36 cm`
Tabel 12. Rata-Rata Kedalaman Gerusan yang ada pada titik pengamatan pada(Q3) dan waktu yang bervariasi dengan beronjong sama denganpanjang kolam olakan tipe USBR II.
Gambar 28: Hubungan antara titik pengamatan dan energi spesifik
Dari hasil analisis apabila semakinn tinggi muka air dan semakin besar
pula kecepatan aliran, maka energi spesifiknya akan semakin besar. Energi
spesifik yang paling besar yaitu 0,1175 terdapat pada t = 20 menit dengan tinggi
muka air (H) = 0,116 m dan kecepatan (V) = 0,180 m/det, tinggi muka air yang
terbesar yaitu 0,116 m terdapat pada t = 20 menit. Dari hasil pengamatan Q3
dapat disimpulkan bahwa tinggi muka air bukanlah faktor utama penentu besarnya
energi spesifik.
Dari hasil analisis apabila semakinn tinggi muka air dan semakin besar
pula kecepatan aliran, maka energi spesifiknya akan semakin besar. Energi
spesifik yang paling besar yaitu 0,1091 terdapat pada t = 20 menit dengan tinggi
muka air (H) = 0,088 m dan kecepatan (V) = 0,640 m/det, tinggi muka air yang
terbesar yaitu 0,095 m terdapat pada t = 20 menit. Dari hasil pengamatan ini dapat
disimpulkan bahwa tinggi muka air bukanlah faktor utama penentu besarnya
energi spesifik. Dari hasil analisis apabila semakinn tinggi muka air dan semakin
besar pula kecepatan aliran, maka energi spesifiknya akan semakin besar. Energi
68
spesifik yang paling besar yaitu 0,1079 terdapat pada t = 15 menit dengan tinggi
muka air (H) = 0,091 m dan kecepatan (V) = 0,580 m/det, tinggi muka air yang
terbesar yaitu 0,091 m terdapat pada t = 15 menit.
e) Analisis Kedalaman Gerusan Dengan Variasi Debit, Waktu Dan Bronjong.
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Universitas Muhammadiyah
Makassar dan penelitian ini dibagi menjadi dua running yaitu running pertama
tampa menggunakan bronjong dengan Q1, Q2 dan Q3 dengan variasi waktu yaitu
10, 15 dan 20 menit, kemudian pada running kedua dengan menggunakan
bronjong ½ panjang kolam olakan dan panjang maksimum kolam olakandengan
menggunakan debit konstan (Q3) dengan variasi waktu 10, 15 dan 20 menit.
Pada running pertama dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel yang
mempengaruhi gerusan seperti kecepatan aliran (V), angka Froude (Fr), angka
Reynold (Re), tinggi muka air (H) dan energi spesifik (E), cara mengamati
kedalaman gerusan yaitu dengan mencatat kedalaman gerusan yang ada pada titik
pengamatan sesuai debit dan waktu yang telah ditentukan misalnya, untuk Q3
digunakan variasi waktu yaitu 10, 15 dan 20 menit tampa menggunaka bronjong
dan menggunakan bronjong ½ panjang kolam olakan dan panjang maksimum
kolam olakan. Pada running pertama dilakukan untuk mengetahui variabel-
variabel yang mempengaruhi gerusan seperti kecepatan aliran (V), angka Froude
(Fr), angka Reynold (Re), tinggi muka air (H) dan energi spesifik (E), cara
mengamati kedalaman gerusan yaitu dengan mencatat kedalaman gerusan yang
ada pada titik pengamatan sesuai debit dan waktu yang telah ditentukan misalnya,
untuk Q3 digunakan variasi waktu yaitu 10, 15 dan 20 menit.
69
Tabel 21. Rata-Rata Kedalaman Gerusan yang terjadi pada (Q3) dan waktu yangbervariasi tampa beronjong tipe USBR III.
Sumber: Data Pengamatan
Dari gambar 27 dapa dilihat bahwa kedalaman gerusan ( ds ) yang terbesar
yaitu -9,5 cm terdapat pada titik pengamatan 4 dan kedalaman gerusan ( ds ) yang
terkecil yaitu -0,3 yang terdapat pada titik pengamatan 3.
Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa kedalama gerusan (ds) rata-rata terbesar
yaitu -8,67 cm yang terdapat pada grid 1 dan kedalaman gerusan yang terkecil
yaitu -1,12 cm terdapat pada grid 12, dan kedalaman gerusan (ds) rata-rata pada
debit Q3 tampa menggunakan brinjong = -3,42 cm.
Untuk hasil perhitungan Q1 dan Q2 dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 22. Rata-Rata Kedalaman Gerusan yang ada pada titik pengamatan pada(Q3) dan waktu yang bervariasi dengan beronjong ½ panjang kolamolakan tipe USBR III.
Tabel 23. Rata-Rata Kedalaman Gerusan yang ada pada titik pengamatan pada(Q3) dan waktu yang bervariasi dengan beronjong sama denganpanjang kolam olakan tipe USBR III.
Sumber: Data Pengamatan
Gambar 29: Kedalaman gerusan rata-rata pada (Q3) dan waktu yang bervariasitanpa beronjong, dengan beronjong ½ L max dan bronjong samadengan panjang kolam olakan.
Dari gambar 29 dapa dilihat bahwa kedalaman gerusan ( ds ) yang terbesar
yaitu -6,4 cm terdapat pada titik pengamatan 1 dan kedalaman gerusan ( ds ) yang
terkecil yaitu -0,6 yang terdapat pada titik pengamatan 4.
Dari tabel 20 dapat dilihat bahwa kedalama gerusan (ds) rata-rata terbesar
yaitu -4,67 cm yang terdapat pada grid 1 dan kedalaman gerusan yang terkecil
yaitu -1,97 cm terdapat pada grid 10, dan kedalaman gerusan (ds) rata-rata yang
terjadi pada debit Q3 dengan menggunakan brinjong sama dengan panjang kolam
olakan yaitu = -2,85 cm.
73
BABV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Berdasarkan hasil pengamatan pada bending tipe USBR II dan bending tipe
USBR III, sifat aliran yang terjadi pada setiap pengamatan adalah aliran subkritis
dan aliran superkritis. Berdasarkan hasil pengamatan karakteristik aliran yang
terjadi adalah aliran laminar (aliranseragam)
2. Berdasarkan hasil pengamatan kedalaman gerusan terbesar tanpa menggunakan
bronjong terjadi pada kolam olakan tipe USBR II, dengan rata-rata kedalaman
gerusan Q3 = -3,62. Berdasarkan hasil pengamatan kedalaman gerusan terbesar
dengan menggunakan bronjong terjadi pada kolam olakan tipe USBR II, dengan
rata-rata kedalaman gerusan Q3 = -3,36.
B. Saran
Dari pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini penulis memberikan
saran-saran untuk penelitian lebih lanjut, yaitu :
1. Penelitian tentang pengaruh bronjong terhadap gerusan pada hilir kolam olakan
ini perlu dikembangkan lagi dengan menambahkan variasi debit.
73
74
2. Untuk penelitian selanjutya titik pengambilan data (pias) harus lebih rapat dan
lebih banyak agar data yang diperoleh lebih jelas dan akurat.
3. Dalam penelitian ini sebaiknya menggunakan current meter yang tingkat
ketelitiannya lebih tinggi sehingga data yang dihasilkan lebih akurat.
75
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrosyid Jaji. 2009. Studi Gerusan dan Perlindungan di Hilir Kolsm OlakanBendung Tipe USBR-I. Dinamika Teknik Sipil, IX (1): 27-37.
Abdurrosyid, Jaji. 2005. Gerusan di Hilir Kolam Olak bending. Jurnal IlmiahJurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Anonim, 2014. Laporan Akhir Uji Model Fisik Bendung PLTM Bantaeng-1Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan. Malang: jurusanPengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Bangunan Pelimpah. (ByAgusSuprianto 01, 2015). Blogspot.com.
Chow, VenTe. 1992. Hidroliikasaluran Terbuka (Open Chanel Hidraulik).Erlangga, Jakarta.
Maraden, SutyasAji. 2008. Loncatan Air PadaSaluran Miring Terbuka DenganVariasi Panjang Kolam Olakan.
Maraden, SutyasAji. 2008. Loncatan Air Pada Saluran Miring Terbuka DenganVariasi Panjang Kolam Olakan.
Neil. C. R. 1973. Guid to Bridge Hidraulik. Project Committee on bridgeHydraulik – Road and Trnsportation Association of Canada, Canada.
Pamungkas, E.J.W. Analisis Gerusan di Hilirbendung Tipe USBR-IV. JurnalTeknik Sipildan Lingkungan Vol.2.No.3, September 2014.
Prastumi. Pengaruh Variasi Tipe Peredam Energi Terhadap KarakteristikHidrolika Saluran Pelimpah Bendunga. Jurnal Rekayasa Sipil/ volume 3,No.2-2009 ISSN 1978-5658.
Pamungkas, E.J.W. Analisis Gerusan di Hilir Bendung Tipe USBR-IV.JurnalTeknik Sipil dan Lingkungan Vol.2.No.3, September 2014.
Raju, Rangga K. G 1986. Aliran Melalui Saluran Terbuka, Erlangga, Jakarta.
Raudkivi, A.J. and Ettema, R.. 1983. Clear – Water Scour at Cylindrical Piers,Journal of Hidraulic Enginering, Vol 109. No. 3, Am. Soc. Civ. Engrs.,pp. 338-350.
Triatmodjo, Bambang, 2008. Hidraulika II. Beta Offset, Yogyakarta.