i KAJIAN PENGGUNAAN TEPUNG MOCAF (Modified Cassava Flour) SEBAGAI SUBTITUSI TERIGU YANG DIFORTIFIKASI DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU DAN PREDIKSI UMUR SIMPAN COOKIES Skripsi Oleh : RATNA YUNITA NORMASARI H 0606063 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
84
Embed
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS …/Kajian... · iii kajian penggunaan tepung mocaf (modified cassava flour) sebagai subtitusi terigu yang difortifikasi dengan tepung kacang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
KAJIAN PENGGUNAAN TEPUNG MOCAF (Modified Cassava Flour)
SEBAGAI SUBTITUSI TERIGU YANG DIFORTIFIKASI DENGAN
TEPUNG KACANG HIJAU DAN PREDIKSI UMUR SIMPAN COOKIES
Skripsi
Oleh :
RATNA YUNITA NORMASARI
H 0606063
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
KAJIAN PENGGUNAAN TEPUNG MOCAF (Modified Cassava Flour)
SEBAGAI SUBTITUSI TERIGU YANG DIFORTIFIKASI DENGAN
TEPUNG KACANG HIJAU DAN PREDIKSI UMUR SIMPAN COOKIES
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian
di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Oleh :
RATNA YUNITA NORMASARI
H 0606063
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
iii
KAJIAN PENGGUNAAN TEPUNG MOCAF (Modified Cassava Flour)
SEBAGAI SUBTITUSI TERIGU YANG DIFORTIFIKASI DENGAN
TEPUNG KACANG HIJAU DAN PREDIKSI UMUR SIMPAN COOKIES
Tabel 4.7 Nilai Organoletik Warna Cookies ............................................ 60
Tabel 4.8 Nilai Organoletik Aroma Cookies ............................................ 63
Tabel 4.9 Nilai Organoletik Rasa Cookies ................................................ 65
Tabel 4.10 Nilai Organoletik Keseluruhan Cookies ..................................
Tabel 4.11 Kadar Air Seimbang Cookies ................................................... 69
Tabel 4.12 Hasil Permeabilitas Kemasan Terhadap Uap air ....................... 72 Tabel 4.13 Hasil Analisa Penentuan Umur Simpan .................................... 74
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .................................................................. 37
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Kacang Hijau ................... 41
Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Cookies ......................................... 44
Gambar 4.1 Kurva Isoterm Sorpsi Lembab Cookies pada suhu 28 C ....... 69 Gambar 4.2 Kurva Kadar Air lapis Tunggal .............................................. 70 Gambar 4.3 Penentuna Me Cookies ........................................................... 74
x
KAJIAN PENGGUNAAN TEPUNG MOCAF (Modified Cassava Flour) SEBAGAI SUBTITUSI TERIGU YANG DIFORTIFIKASI DENGAN
TEPUNG KACANG HIJAU DAN PREDIKSI UMUR SIMPAN COOKIES
RATNA YUNITA NORMASARI H 0606063
RINGKASAN
Kebutuhan gandum di Indonesia sangat tinggi, pada tahun 2009 Indonesia
mengimpor gandum 6.408 ton pada bulan Januari dan terus mengalami peningkatan hingga bulan Desember mencapai 8.572 ton. Karena harga gandum yang terus naik maka hal tersebut memberatkan negara. Oleh karena itu perlu adanya pemanfaatan sumber daya lokal salah satunya ubi kayu guna mensubtitusi gandum. Selama ini tepung ubi kayu masih memiliki tingkat subtitusi yang rendah sehingga dikembangkan produk hasil turunan tepung ubi kayu yang dinamakan MOCAF. Cookies merupakan salah satu jenis kue kering dengan bahan baku terigu. Tepung terigu merupakan tepung atau bubuk yang berasal dari biji gandum. Dalam upaya meningkatkan pemanfaatan tepung mocaf, maka perlu diaplikasikan pada produk pangan, perlu dilakukan penganekaragaman dalam pengolahannya. Salah satu alternatifnya adalah substitusi parsial tepung terigu menggunakan tepung mocaf pada pembuatan cookies.
Pada penelitian ini akan dikaji pembuatan cookies menggunakan tepung mocal sebagai subtitusi tepung terigu dan menganalisis karakteristiknya kimia, fisik, serta organoleptik untuk dibandingkan dengan fortifikasi tepung mocaf dan tepung kacang hijau serta akan diprediksi umur simpan cookies yang mempunyai tingkat penerimaan konsumen paling tinggi.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap factorial dengan dua factor, factor pertama subtitusi tepung terigu dengan tepung mocaf (100%;0% ; 55%:45% ; 50%;50%; 45;55%) dan factor yang kedua adalah penambahan tepung kacang hijau (0%, 5%, 10%, 15%).
Hasil Penelitian menunjukkan prosentase fortifikasi tepung mocaf dengan kacang hijau yang paling disukai oleh panelis yaitu cookies dengan subtitusi tepung terigu : tepung mocaf 55%:45% yang difortifikasi dengan tepung kacang hijau 5% dengan pendugaan umur simpan selama 156 hari. Semakin besar subtitusi tepung mocaf akan meningkatkan kadar abu, kadar karbohidrat, sedangkan kadar air, kadar protein, kadar lemak semakin menurun secara tidak beda nyata. Semakin besar fortifikasi tepung kacang hijau akan meningkatkan kadar abu, kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat. Berdasarkan hasil analisa kimia, fisik dan sensoris, cookies yang dapat diterima oleh konsumen adalah cookies yang dibuat dengan subtitusi tepung terigu : tepung mocaf 55%:45% yang difortifikasi dengan tepung kacang hijau 5%, cookies tersebut mempunyai kadar air (4,6903%), abu (1,5530%), lemak (12,9850%) dan protein (12,1096%), karbohidrat (68,6621%) yang telah memenuhi syarat SNI.
Kata kunci: MOCAF (Modified Cassava flour), cookies, tepung kacang hijau,
ASLT kadar air kritis
xi
THE EFFECT OF MOCAF (Modified Cassava Flour) FLOUR USE AS THE SUBSTITUTION OF WHEAT FLOUR FORTIFIED USING GREEN BEAN
FLOUR AS WELL AS THE PREDICTION OF COOKIES SHELF LIFE
RATNA YUNITA NORMASARI H 0606063
SUMMARY
The wheat flour requirement is very high in Indonesia, in 2009, Indonesia
import 6,408 tons wheat on January and it increases continuously up to 8,572 tons in December. Because the price of wheat rises constantly, it will burden the state. For that reason, there should be local resource utilization, one of which is cassava, to substitute wheat. So far, the cassava flour still has low substitution level so that a derivation result of cassava flour is developed called MOCAF. Cookies is one type of baked cake made of wheat flour. Wheat flour is the flour or powder made of wheat weed. In the attempt of increasing the use of mocaf flour, it needs to be applied to the food product, there should be a diversification in its processing. One alternative is partial substitution of wheat flour using mocaf flour in the cookies preparation.
This research will study about the cookies preparation using mocaf flour as the substitution of wheat flour and analyze its chemical, physical and organoleptical characteristic to be compared with the fortification of mocaf and green bean flours as well as predict the shelf life of cookies with the highest acceptability among the consumers.
This study employed a factorial completely random design with two factor, the first factor is wheat flour substation with mocaf flour (100%:0%; 55%:45%; 50:50%; 45%:55%) and the second factor is the green bean flour addition (0%, 5%, 10%, 15%).
The result of research shows that percentage fortification of mocaf flour with green bean flour is the most preferred by the panelist, namely, cookies with substitution of wheat flour: mocaf flour of 55%:45% fortified with 5% green bean flour with the shelf life prediction of 156 days. The more the substitution of mocaf flour, the higher are the ash, carbohydrate, water and protein levels, and the lower fat level insignificantly. The higher the green bean flour fortification, the higher are the ash, water, protein, fat, and carbohydrate levels. Considering the chemical, physical and sensory analyses, the acceptable cookies to the consumers is the one made of substitution wheat flour: mocaf flour of 55%:45% fortified with 5% green bean flour, such cookies has water (4.6903%), ash (1.5530%), fat (12/9850), protein (12.1096%), and carbohydrate (68.6621%) levels that have met the SNI requirements.
Keywords: MOCAF (Modified Cassava Flour), cookies, green bean flour, critical
water level ASLT
xii
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Selama ini masyarakat Indonesia terbiasa mengonsumsi makanan
berbahan baku gandum atau terigu yang diimpor dari luar negeri. Kebutuhan
gandum untuk terigu di Indonesia sangat tinggi. Mulai dari penjual gorengan
di pinggir jalan, warung tegal, produsen roti, kue dan mi, sampai rumah
makan atau restoran membutuhkan tepung terigu. Pada tahun 2007 konsumsi
tepung terigu di Indonesia mencapai 17,1 kg/kapita/tahun (Darajat, 2008).
Indonesia harus mengimpor setidaknya 5 juta ton gandum untuk
memenuhi kebutuhan sekitar 3 juta ton terigu/tahun (Darajat, 2008).
Dikhawatirkan impor tepung terigu akan cenderung mengalami peningkatan
mengikuti jumlah penduduk yang semakin membengkak. Meskipun tepung
terigu memiliki keistimewaan dalam membentuk gluten akan tetapi
ketersediaan biji gandum merupakan kendala karena sulit dibudidayakan di
Indonesia sehingga Indonesia harus mengimpor dari negara lain.
Beradasarkan data BPS (2007), pada tahun 2003 impor terigu mencapai
343.144,9 ton sedangkan pada tahun 2006 mencapai 536.961,6 ton meningkat
19 %. Jika keadaan ini dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan
ketergantungan pangan dari luar negeri dan meningkatnya pengeluaran devisa
negara sehingga dikhawatirkan terjadi kerawanan pangan. Oleh karena itu
perlu adanya progam penganekaragaman pangan dengan mengurangi
ketergantungan pangan luar negeri, yaitu dengan mengurangi penggunaan
bahan baku terigu atau gandum diganti dengan produk pangan lokal.
Sedangkan di negeri sendiri (Indonesia) merupakan pengasil ubi kayu
yang cukup besar dan selama ini pemanfaatannya hanya untuk makanan
tradisional (tiwul) dan untuk makanan ternak. Menurut BPS (2009), produksi
ubi kayu pada tahun 2005 adalah 19.321.183 ton, pada tahun 2006 adalah
19.986.640 ton, pada tahun 2007 adalah 19.988.058 ton, pada tahun 2008
adalah 21.756.991 ton. 1
xiii
Pemanfaatan ubi kayu sebagian besar diolah menjadi produk setengah
jadi berupa pati (tapioka), tepung ubi kayu, gaplek dan chips. Usaha
diversifikasi dalam pengolahan ubi kayu yang lain adalah mocaf atau tepung
ubi kayu yang dibuat dengan cara fermentasi. Teknologi prosesnya pertama
kali diperkenalkan di Afrika Barat, terutama di Nigeria sebagai makanan
pokok.
Mocaf adalah tepung ubi kayu yang dibuat dengan menggunakan
prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi (Subagyo, 2006). Mikroba
yang tumbuh selama fermentasi akan menghasilkan enzim pektinolitik dan
selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa
sehingga terjadi liberasi granula pati. Proses ini akan menyebabkan
perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya
viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut.
Dalam upaya meningkatkan pemanfaatan tepung mocaf, maka perlu
diaplikasikan pada produk pangan, perlu dilakukan penganekaragaman dalam
pengolahannya. Salah satu alternatifnya adalah substitusi parsial tepung
terigu menggunakan tepung mocaf pada pembuatan cookies. Tepung terigu
diketahui sebagai salah satu bahan dasar pembuatan cookies. Namun tepung
terigu merupakan bahan impor dan harganya semakin meningkat. Melalui
aplikasi yang tepat dalam pembuatan cookies, maka akan dapat mengurangi
ketergantungan komoditi import sekaligus meningkatkan nilai ekonomi
komoditi produki dalam negeri tanpa harus mengurangi tingkat konsumsi dan
nilai gizi konsumen.
Tepung mocaf dapat digunakan sebagai substitusi tepung terigu untuk
produk pangan dengan jumlah yang berbeda-beda. Untuk pembuatan roti dan
sejenisnya mocaf hanya bisa menggantikan tepung terigu maksimal 30
persen. Untuk produk mie sampai 40 persen, cake dan sejenisnya 50 persen,
kue kering dan sejenisnya 50 persen (Wahyuningsih, 2009). Bentuknya yang
tepung dengan kandungan pati yang tinggi menjadikan Mocaf mudah untuk
difortifikasi dengan zat-zat gizi yang lain, sesuai dengan kebutuhan dari
produk. Tepung Mocaf merupakan tepung yang mempunyai protein cukup
xiv
rendah yaitu sebesar 1,1 persen, sehingga perlu fortifikasi untuk
meningkatkan protein. Salah satu upaya dalam meningkatkan protein adalah
dengan fortifikasi dengan tepung kacang hijau. Kacang hijau memiliki
kandungan proteinnya cukup tinggi dan juga merupakan sumber vitamin B1,
B2, dan niasin. Kacang hijau juga kaya akan mineral penting seperti kalsium,
fosfor, kalsium serta karotin yang sangat diperlukan oleh tubuh
(Administrator, 2006).
Selama ini masyarakat Indonesia sudah mengkonsumsi makanan
ringan sebagai camilan/kudapan. Kue kering adalah salah satu jenis makanan
ringan yang sangat digemari masyarakat baik di perkotaan maupun di
pedesaan. Bentuk dan kue kering sangat beragam tergantung pada bahan
tambahan yang digunakan (Suarni, 2004). Menurut Smith (1972) cookies
merupakan kue kering yang renyah, tipis, datar (gepeng), dan baisanya
berukuran kecil.
Cookies merupakan salah satu jenis kue kering dengan bahan baku
terigu. Tepung terigu merupakan tepung atau bubuk yang berasal dari biji
gandum. Keistimewaan tepung terigu dibandingkan serealia lain yaitu
kemampuannya untuk membentuk gluten yang bersifat elastis pada saat
dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten pada adonan menyebabkan kue tidak
mudah rusak ketika dicetak (Ani dkk, 2007).
Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini akan dikaji
pembuatan cookies menggunakan tepung mocal sebagai subtitusi tepung
terigu dan menganalisis karakteristiknya kimia, fisik, serta organoleptik untuk
dibandingkan dengan fortifikasi tepung mocaf dan tepung kacang hijau serta
akan diprediksi umur simpan cookies yang mempun yai tingkat penerimaan
konsumen paling tinggi.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat diambil perumusan masalah :
1. Bagaimana karakteristik fisik, karakteristik kimia (kadar karbohidrat,
kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu), dan karakteristik
xv
organoleptik dari cookies dari fortifikasi tepung mocaf dengan tepung
kacang hijau?
2. Pada formulasi berapa cookies yang paling disukai oleh panelis dari
subtitusi tepung terigu : tepung mocaf dan difortifikasi dengan tepung
kacang hijau.
3. Bagaimana prediksi umur simpan dari cookies yang mempunyai tingkat
penerimaan konsumen paling tinggi?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh fortifikasi tepung mocaf dengan kacang hijau dan
interaksi keduanya sebagai subtitusi tepung terigu terhadap karakter fisik
(tekstur), kimia (karbohidrat, air, abu, lemak, protein) dan karakteristik
organoleptik cookies yang dihasilkan.
2. Mengetahui formulasi cookies dari subtitusi tepung terigu : tepung mocaf
dan difortifikasi dengan tepung kacang hijau yang paling disukai oleh
panelis.
3. Mengetahui prediksi umur simpan cookies yang mempunyai tingkat
penerimaan konsumen paling baik dengan parameter kadar air sebagai
titik kritis.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk mengurangi ketergantungan atau pemakaian tepung terigu
khususnya dalam pembuatan cookies, dimana tepung terigu itu sendiri
merupakan produk impor dari negara luar sehingga akan berdampak pada
ifisiensi devisa negara.
2. Melakukan diversifikasi produk olahan berbahan baku tepung Mocaf dan
tepung kacang hijau.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
xvi
1. Cookies
Cookies atau kue kering merupakan camilan yang banyak digemari
orang (Asmadi, 2007). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kue
kering antara lain : tepung terigu, susu skim, telur, gula, shortening, garam,
air, dan bahan pengembang.
a. Tepung terigu
Tepung terigu adalah tepung / bubuk halus yang berasal dari biji
gandum (Trifikum vulgare), dan digunakan sebagi bahan dasar
pembuat kue, mie, dan roti. Tepung terigu mengandung banyak pati,
yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu
juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam
menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu.
Kadar protein ini menentukan elastisitas dan tekstur sehingga
penggunaannya disesuaiakan dengan jenis dan spesifikasi adonan
yang akan dibuat. Klasifikasi pertama adalah protein tinggi, yang
mengandung kadar protein 11%-13% atau bahkan lebih. Bila terkena
bahan cair maka glutennya akan mengembang dan saling mengikat
dengan kuat membentuk adonan yang sifatnya liat. Kedua, protein
sedang, yang mengandung kadar protein antara 8%-10%, digunakan
pada adonan yang memerlukan kerangka lembut namun masih bisa
mengembang seperti cake. Tepung terigu jenis ini sangat fleksibel
penggunaannya. Ketiga adalah protein rendah, yang mengandung
kadar protein sekitar 6%-8%, diperlukan untuk membuat adonan yang
bersifat renyah (Lia, 2006).
Nilai nutrisi,mineral, vitamin dan lemak pada tepung terigu
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Nilai Nutrisi per 100 gram Porsi Makanan
Komponen Jumlah mineral Jumlah
5
xvii
Air 10,42 g Kalsium, ca 34 mg Energi 340 kcal Besi, Fe 5,37 mg Energi 1423kj Magnesium, Mg 90 mg Protein 10,69 g Phospor, P 402 mg Total lemak 1,99 g Pottasium, K 435 mg Karbohidrat 75,36 g Sodium, Na 2mg Ampas 1,54 g Mangan, Mn 3,406 mg
Sumber : Sultan (1969)
Kebutuhan bahan baku terigu dalam negeri setiap tahunnya
seluruhnya masih dipenuhi melalui impor dari negara lain seperti
Australia, amerika Serikat, dan Kanada. Impor tepung terigu di
Indonesia cenderung mengalami peningkatan mengikuti jumlah
Umumnya produk bakery bahan dasarnya adalah tepung terigu.
Komponen terpenting yang membedakan dengan bahan lain adalah
kandungan protein. Protein tepung terigu glutenin dan gliadin pada
kondisi tertentu misalnya dalam pengolahan bila dicampur dengan air
akan dapat membentuk massa yang elastis dan ekstensibel, yang
xviii
populer dalam dunia bakery dikenal dengan gluten. Dalam
penggilingan tepung gandum dan pembuatan produk bakery dikenal
istilah tepung lemah dan tepung kuat.
Tepung kuat (hard wheat) adalah tepung terigu yang mampu
menyerap air dalam jumlah banyak untuk mencapai konsistensi
adonan yang tepat untuk pembuatan produk bakeri, dan adonan
tersebut memiliki ekstensibilitas dan sifat elastis yang baik, akan
dapat menghasilkan roti dengan remah yang halus, tekstur yang
lembut, dan volume pengembangan yang besar dan mengandung
11%-13% protein. Tepung ini cocok untuk pembuatan roti dan produk
bakery yang dikembangkan dengan ragi. Tepung kuat biasanya
berwarna krem, terasa kering bila dipegang tidak menggumpal kalau
digenggam dan mudah menyebar kalau ditabur.
Tepung lemah (soft wheat) adalah tepungterigu yang sedikit saja
dapat menyerap air dan hanya mengandung 8%-9% protein, kemudian
adonan yang terbentuk kurang ekstensibel dan kurang elastis sehingga
kurang cocok bila digunakan untuk pembuatan cake atau bolu, biskuit,
cookies, dan crakers. Tepung lemah mempunyai warna yang lebih
putih, mudah menggumpal jika digenggam, demikian, juga kalau
ditabur tidak mudah menyebar karena ada gumpalan-gumpalan kecil
(Wahyudi, 2003).
b. Susu Skim
Susu skim adalah bagian susu yang banyak mengandung
protein. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali
lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Eniza, 2004).
Tujuan dari pemakaian susu dalam pembuatan produk bakery adalah :
a. Memperbaiki nutrisi karena susu mengandung protein (kasein),
gula laktosa dan kalsium.
b. Memberikan pengaruh terhadap warna kulit (terjadi pencoklatan
porotein dan gula).
c. Digunakan untuk mengoles permukaan roti.
xix
d. Memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya
e. Menghasilkan kulit yang enak dan crispy serta bau aromatik
(Wahyudi, 2003).
c. Telur
Menurut Sultan (1969), fungsi telur dalam adonan adalah
membantu proses pengembangan volume adonan, menambah warna
kuning produk serta menghasilkan flavour dan rasa gurih.
Fungsi telur dalam pembuatan bakery adalah ;
a. Membentuk warna dan flavour yang khas
b. Memperbaiki dalam rasa dan kesegaran roti
c. Meningkatkan pengembangan
d. Meningkatkan nilai nutrisi dan kelembutan produk
e. Digunakan untuk mengoles permukaan roti manis sehingga
permukaannya mengkilap.
f. Telur juga akan meningkatkan krim dan jumlah sel udara yang
terbentuk.
(Wahyudi, 2003).
Putih telur sangat berperan dalam membentuk adonan yang
lebih kompak, sedangkan kuning telur sangat mempengaruhi
kelembuatan dan dalam rasa kue kering yang dihasilkan. Penggunaan
salah satu bagian telur (putih, atatu kuning telur) atau kombiansi
keduanya disesuaikan dengan hasil akhir yang diinginkan (ani, 2007).
d. Gula
Menurut Smith (1972), gula berfungsi memberi rasa manis,
menambah rasa lembut, membantu proses penyebaran, juga berfungsi
sebagai pewarna kulit atau kerak cookies. Gula yang digunakan dalam
pembuatan produk bakery adalah gula sukrosa (gula putih dari tebu
atau dari beet) baik berbentuk kristal maupun tepung. Dalam
pembuatan cookies, jika gula yang digunakan adalah gula pasir,
cookies akan mengembang secara maksimal dalam pembakaran dan
xx
sebagian besar gula tetap sebagai butiran gula. Akibatnya cookies
akan mempunyai kenampakan merekah atau pecah (Matz, 1968).
Sedangkan menurut Wahyudi (2003), penggunaan gula dalam
produk bakery ditujukan untuk :
a. Memberi rasa manis
b. Membatu dalam pembentukan krim dari campuran
c. Memperbaiki tekstur produk
d. Menghasilkan kulit (crust) yang baik
e. Menambah nilai nutrisi pada produk
e. Shortening
Menurut Pyler (dalam Sanches, 1995) fungsi utama lemak
adalah membuat produk lebih lunak. Flavour, tekstur dan kenampakan
produk-produk roti dipengaruhi oleh jenis dan jumlah lemak yang
digunakan. Produk-produk yang mengandung lemak lebih mudah
dipatahkan daripada produk tanpa lemak (Bennion, 1969).
Shortening biasa digunakan dalam pembuatan cake dan kue
yang dipanggang dengan tujuan untuk membantu pengempukan
produk akhir, memperbaiki dalam rasa, struktur, tekstur dan
memperbaiki volume roti. Shortening juga berperan memberi nilai
nutrisi, kelembuatan, rasa enak, flavour yang spesifik juga
berpengaruh pada tekstur yang dihasilkan (Sultan, 1969).
Lemak berfungsi sebagai bahan pengemulsi sehingga
mnghasilkan kue kering yang renyah. Lemak yang dapat digunakan
antara lain shortening dan margarin. Shortening atau lemak
mempengaruhi pengkerutan dan keempukan terhadap produk yang
dipanggang dan juga sebagai pelumas dalam pencegahan
pengembangan protein yang berlebihan selama pembuatan adonan kue
kering. Semua jenis lemak (hewani, nabati, kombinasinya) dapat
digunakan dalam produk kue kering (Desrosier, 1988).
f. Bahan Pengembang
xxi
Bahan pengembang dimaksudkan untuk aerasi adonan
sehingga dihasilkan produk yang ringan dan berpoti-pori (Smith,
1972).
Baking powder merupakan bahan pengembang yang dibuat
dengan mencampur bahan bereaksi asam dengan sodium bikarbonat
ditambah air akan menghasilkan CO2, yang terdispersi dalam air.
Dalam oven, CO2 bersama-sama dengan udara dan uap air
mengembang dan mengembangkan adonan (Winarno, 2002).
Berdasarkan jenis adonan, cookies dibedakan menjadi dua
adonan lunak dan adonan keras. Adonan lunak meliputi semua jenis
kue yang rasanya manis, sedangkan adonan keras meluiputi kue yang
agak manis dan tidak manis (Whiteley, 1971).
Dalam proses pembuatan cookies menurut Smith (1972),
dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses pencampuran, pencetakan,
dan pemanggangan.
a. Proses Pencampuran
Pencampuran merupakan salah satu tahapan yang paling
penting dalam pembuatan cookies ataupun produk roti lainnya.
Adonan diaduk agar semua bahan dapat bercampur dengan baik. Cara
pencampuran bahan ada 2 yaitu pertama adalah creaming yaitu
mencampur lebih dahulu lemak dan gula bersama baru dimasukkan
tepungnya. Cara kedua disebut all in method yaitu mencampurkan
semua bahan menjadi satu hingga homogen. Pembentukan kerangka
kue kering diawali selama pencampuran.
b. Proses Pencetakan
Pencetakan dimaksudkan untuk memperoleh produk cookies
dengan bentuk yang seragam dan meningkatkan daya tarik. Pencetakan
biasanya dilakukan pada loyang dengan diberi jarak untuk
menghindari agar cookies tidak saling lengket. Alat yang digunakan
untuk mencetak cookies terbuat dari alumunium yang mudah
xxii
digunakan dan dibersihkan. Bentuk dan cetakan cookies bermacam-
macam dan dapat disesuaikan dengan selera.
c. Proses Pemanggangan
Selama pemanggangan akan terjadi perubahan sifat fisik
maupun kimiawi. Perubahan fisik meliputi mencairnya lemak,
pengembangan gas dan penguapan air. Sedangkan perubahan kimiawi
meliputi gelatinisasi pati, koagulasi protein, karamelisasi gula, dan
reaksi mailard.
Pengembangan akan terjadi tidak hanya sebagai hasil
peningkatan volume gas yang sudah berada dalam rongga udara, tetapi
juga sebagai akibat lebih lanjut dari pengembangan CO2, peningkatan
tekanan uap air serta hilangnya senyawa-senyawa yang mudah
menguap. Koagulasi protein dan gelatinisasi pati merubah sifat dinding
sel berongga udara adonan menjadi lebih permeabel terhadap CO2.
Pada proses pemanggangan biasanya menggunakan suhu berkisar 150-
180◦C. Suhu pemanggangan tidak boleh terlalu tinggi, agar penguapan
berjalan perlahan-lahan sehingga pemasakan terjadi rata.
2. Tepung Mocaf
Mocaf adalah tepung ubi kayu yang dibuat dengan menggunakan
prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi (Subagyo, 2006).
Pembuatan tepung sejenis juga telah dilakukan oleh Wahyuningsih (1990),
yang membuat tepung ubi kayu dengan cara fermentasi dan disebut dengan
tepung gari. Mikroba yang tumbuh selama fermentasi akan menghasilkan
enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel
singkong sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Mikroba
tersebut juga menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi
gula dan selanjutnya mengubahnya menjadi asam-asam organik, terutama
asam laktat. Proses ini akan menyebabkan perubahan karaktersitik dari
tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi,
daya rehidrasi dan kemudahan melarut. Selanjutnya, granula pati tersebut
akan mengalami hidrolisis yang menghasilkan monosakarida sebagai
xxiii
bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik. Senyawa asam ini
akan menghasilkan aroma dan citaras khas yang dapat menutupi aroma
dan citarasa khas ubi kayu yang cenderung tidak menyenangkan
(Subagyo, 2006).
Demikian pula, cita rasa Mocaf menjadi netral dengan menutupi cita
rasa singkong sampai 70%. Walaupun dari komposisi kimianya tidak jauh
berbeda, Mocaf mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yang
spesifik jika dibandingkan dengan tepung singkong pada umumnya.
Selama proses fermentasi akan terjadi pula penghilangan komponen
penimbul warna, seperti pigmen (pada ubi kuning), dan protein yang dapat
menyebabkan warna coklat ketika pemanasan, sehingga warna tepung
yang dihasilkan akan lebih putih (Subagyo, 2006).
Dengan karakteristik yang telah diuraikan di atas, Mocaf dapat
digunakan sebagai food ingredient dengan penggunaan yang sangat luas,
salah satunya pada produk bakery. Selain itu, Mocaf mempunyai beberapa
aspek kesehatan yang cukup menonjol, seperti bebas gluten, kaya serat,
dan mudah difortifikasi. Ketiadaan gluten menjadikan produk ini baik
untuk penderita autis dan tidak menyebabkan alergi yang terkadang
muncul sebagai akibat menkonsumsi gluten. Mocaf juga kaya akan serat
sehingga mempunyai efek sebagai prebiotik yang membantu perumbuhan
mikroba menguntungkan dalam perut, dan cocok untuk penderita diabetes.
Bentuknya yang tepung dengan kandungan pati yang tinggi menjadikan
Mocaf mudah untuk difortifikasi dengan zat-zat gizi yang lain, sesuai
dengan kebutuhan dari produk.
Proses pembuatan tepung mocaf hampir sama dengan pembuatan
tepung ubi kayu biasa, hanya disini dilakuakan proses fermentasi selama
2-3 hari. Menurut Subagyo (2006) proses pembuatan tepung mocaf adalah
sebagai berikut : ubi kayu dibuang kulitnya, dikerok lendirnya, dicuci
bersih dan dipotong tipis dengan ukuran tertentu, dan difermentasikan
selama 12-72 jam dengan penambahan enzim selulitik. Adapun metode
xxiv
pembuatan lain yang telah dilakukan adalah dengan penambahan biakan
murni bakteri asam laktat selama proses fermentasi berlangsung.
Proses pembuatan tepung mocaf tanpa penambahan enzim atau
dengan cara fermentasi alami menurut Wahyuningsih (2009) sebagai
berikut : Ubi kayu dikupas, kemudian dikerok lendirnya dan selanjutnya
dicuci bersih. Setelah itu dikecilkan ukurannya dan dilakukan fermentasi
dalam tong secara kering atau dapat juga direndam dalam air kapur 10%
pada hari pertama untuk mengurangi sebagian HCN yang terkandung
didalam ubi kayu dan air biasa pada hari kedua dan ketiga, dengan
dilakukan pergantian air setiap harinya. Setelah fermentasi selesai
selanjutnya dilakukan pengeringan pada suhu 50 derajat Celsius selama 10
jam atau dikeringkan dengan sinar matahari selama 12 jam pada cuaca
panas. Setelah itu dilakukan penggilingan dan pengayakan pada ukuran 80
mesh.
Di lain pihak, mocaf bukanlah seperti tapioka yang granula patinya
sempurna terliberasi. Dengan demikian tidak terjadi peristiwa gelatinisasi
sempurna yang menyebabkan peningkatan viskositas dan daya gelasi yang
tinggi setelah kondisi dingin. Karakteristik ini membuat mocaf sangat baik
digunakan sebagai ingridien pangan dari produk-produk pangan semi
basah.
Mocaf dapat digolongkan sebagai produk edible cassava flour
berdasarkan Codex Standard, Codex Stan 176-1989 (Rev. 1 - 1995).
Walaupun dari komposisi kimianya tidak jauh berbeda (Tabel 2.4), Mocaf
mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yang spesifik jika
dibandingkan dengan tepung singkong pada umumnya. Kandungan protein
Mocaf lebih rendah dibandingkan tepung singkong, dimana senyawa ini
dapat menyebabkan warna coklat ketika pengeringan atau pemanasan.
Dampaknya adalah warna MOCAF yang dihasilkan lebih putih jika
dibandingkan dengan warna tepung singkong biasa (seperti pada Tabel
2.5).
xxv
Tabel 2.4 Perbedaan Komposisi Kimia MOCAF dengan Tepung Singkong
No. Parameter Tepung Mocaf Tepung Singkong
1 Kadar air (%) Max 13 13 2 Kadar Protein (%) Max 1,0 1,2 3 Kadar abu (%) Max 0,2 0,2 4. Kadar pati (%) 87 85 5. Kadar serat (%) 3,4 4,2 6. Kadar lemak (%) 0,8 0,8 7. Kadar HCN (mg/kg) Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi
Sumber : Codex Stan 176-1989 dalam Subagyo (2006)
Tabel 2.5Perbedaan Sifat Fisik MOCAF dengan Tepung Singkong
No. Parameter Tepung Mocaf Tepung Singkong
1 Besar Butiran (mesh) Max 80 Max 80 2 Derajat Keputihan (%) 88 – 91 85 – 87 3 Kekentalan (mPa.s) 52 – 55 (2% pasta
panas) 20-40 (2% pasta panas)
4 Kekentalan (mPa.s) 75 - 77 (2% pasta dingin)
30 – 50 (2% pasta dingin)
Sumber : Codex Stan 176-1989 dalam Subagyo (2006)
Sedangkan perbedaan sifat organoleptik mocaf dengan tepung
singkong tertera pada Tabel 2.5 mocaf menghasilkan aroma dan cita rasa
khas yang dapat menutupi aroma dan citarasa singkong yang cenderung
tidak menyenangkan konsumen apabila bahan tersebut diolah. Hal ini
karena hidrolisis granula pati menghasilkan monosakarida sebagai bahan
baku penghasil asam-asam organik, terutama asam laktat yang akan
terimbibisi dalam bahan.
Tabel 2.6. Perbedaan Sifat Organoleptik MOCAF dengan Tepung Singkong
No.
Parameter Tepung Mocaf Tepung Singkong
1 Warna Putih Putih agak kecoklatan 2 Aroma Netral Kesan singkong 3 Rasa Netral Kesan singkong
Sumber : Codex Stan 176-1989 dalam Subagyo (2006).
xxvi
Tabel 2.7 Komposisi Perbandingan Nutrisi Tepung Mocaf dan tepung Terigu.
Komponen Tepung Mocaf Tepung Terigu
Energi (kal) 363 365 Protein (gr) 1,1 8,9 Lemak (gr) 0,5 1,3 Karbohidrat (gr) 88,2 77,3 Ca (mg) 84,0 16 P (mg) 125 106 Fe (mg) 1,0 1,2 Vit A (RE) 0 0 Vit B1 (mg) 0 0,1 Vit. C (mg) 0 0 Air (gr) 9,1 12
Sumber : Anonim(1983) dalam Suwamba (2008)
Berdasarkan Tabel 2.7 perbandingan nutrisi tepung mocaf dan
tepung terigu dapat disimpulakan bahwa kandungan protein mocaf lebih
rendah dibandingkan terigu.
Menurut Wahyuningsih (2009) ada beberapa hal yang harus
diperhatikan agar dihasilkan tepung mocaf dengan mutu baik adalah
sebagai berikut :
a. Bahan baku :
1) Varietas ubi kayu mempengaruhi karakteristik mocaf yang
dihasilkan, dimana berbeda varietas akan berbeda cara fermentasi
dan aplikasinya, misalnya varietas mentega sangat baik untuk kue
dan biscuit.
2) Umur ubi seharusnya berumur sedang (tidak terlalu tua karena serat
banyak dan tidak terlalu muda karena rendemen kurang)
3) Mutu baik, tidak bogel atau bercak-bercak hitam (tanda disimpan
sudah lama).
b. Selama pengulitan, dihindari kontaminasi dengan kotoran agar
hasilnya bias putih dan bersih.
c. Fermentasi harus berjalan sempurna, waktu fermentasi menjadi sangat
penting secara teknis maupun ekonomis. Lama fermentasi tergantung
dari tipe produk yang dikehendaki.
xxvii
d. Jika menggunakan alat pengering, suhu pengeringan tidak boleh
terlalu tinggi yang menjamin pati tidak mengalami gelatinisasi dan
tidak terlalu rendah yang menyebabkan tumbuhnya jamur selama
pengeringan (+ 50○C).
e. Pengayakan semakin kecil semakin baik, tetapi jumlah sortiran juga
akan semakin besar.
Mocaf yang diproduksi dengan cara tersebut mempunyai
karakteristik yang khas, sangat berbeda dengan tepung ubi kayu biasa dan
pati tapioka. Hasil uji viskositas pasta panas dan dingin terhadap mocaf
menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi maka viskositas pasta panas
dan dingin akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena selama
fermentasi mikrobia akan mendegradasi dinding sel yang menyebabkan
pati dalam sel akan keluar, sehingga akan mengalami gelatinisasi dengan
pemanasan.
Selanjutnya dibandingkan dengan pati tapioka, viskositas dari mocaf
lebih rendah. Hal ini karena pada tapioka komponen pati mencakup
hampir seluruh bahan kering, sedangkan pada mocaf komponen selain pati
masih dalam jumlah yang signifikan. Namun demikian dengan lama
fermentasi 72 jam akan didapatkan produk mocaf yang mempunyai
viskositas mendekati tapioka. Hal ini dapat dipahami bahwa, dengan
fermentasi yang lama maka akan semakin banyak sel ubi kayu yang yang
pecah, sehingga liberasi granula pati menjadi sangat ekstensif.
Sifat-sifat ini jelas akan berpengaruh terhadap aplikasi dan masalah-
masalah teknis selama pengolahan. Liberasi pati akan memudahkan
membentuk jaringan tiga dimensi antar komponen, sehingga mendorong
timbulnya konsistensi yang baik dari produk. Liberasi pati ini juga
meningkatkan kemampuan mengikat air dan mendorong kemudahan
terdispersinya butir-butir tepung pada sistem pangan (Wahyuningsih
2009).
Fermentasi yang terjadi pada pembuatan gari adalah fermentasi
alami. Menurut Ezela dalam Wahyuningsih (1990) beberapa
xxviii
mikroorganisme telah dapat diisolasi dan dikenali sehubungan dengan
proses fermentasi selama pembuatan gari.
Colard dan Levi (1959) di dalam Ngaba dan Lee (1979)
menyatakan bahwa fermentasi gari merupakan suatu proses dua tahap
yang melibatkan Corynebacterium sp. yang menguraikan pati menjadi
asam-asam pada 48 jam pertama selama fermentasi. Organisme ini
selanjutnya digantikan oleh Geotrichum candida pada hari ketiga atau
keempat selama fermentasi yang kemudian akan menghasilkan keadaan
eksotermik dan anaerobik, serta timbul aroma khas pada gari karena
terbentuknya ester-ester dan aldehid.
Dougan et all. dalam Wahyuningsih (1990) menambahkan bahwa flavor
gari disebabkan karena adanya asam laktat yang dihasilkan dalam tahap
pertama fermentasi dan keton dan aldehid yang dihasilkan dalam tahap
kedua. Disebutkan pula oleh Akinrele dalam Wahyuningsih (1990) bahwa
dua jenis asam organik telah dapat diidentifikasi di dalam fermentasi ubi
kayu yaitu asam laktat dan asam format akan tetapi hanya asam laktat
yang ditemukan di dalam gari. Hal tersebut dikarenakan oleh terjadinya
pemecahan dari asam format membentuk karbondioksida dan
kemungkinan hidrogen. Gas tersebut akan menimbulkan suasana anaerob
pada substrat. Penelitian lebih lanjut ternyata telah dapat ditemukan asam-
asam laktat, oksalat dan suksinat di dalam gari. Meskipun demikian asam
laktat tetap dominan terdapat di dalam gari (Dougan et al. , 1983
3. Kacang Hijau
Kacang hijau adalah tanaman musim hangat dan tumbuh di bawah
suhu rata-rata berkisar antara 200C dan 400C, dengan suhu optimum 28-
300C. Kacang ini tumbuh akan tumbuh subur pada tanah liat atau liat
berpasir yang cukup kering, dengan pH 5,5-7,0 (Maesen dan Sadikin,
1993). Biji kacang hijau terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (10
persen), kotiledon (88 persen) dan lembaga (2 persen). Kotiledon banyak
mengandung pati dan serat, sedangkan lembaga merupakan sumber protein
dan lemak (Made Astawan,2004).
xxix
Kacang hijau memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, seperti:
protein, kalsium, fosfor, serta mineral lain. Selain itu, kacang hijau juga
merupakan sumber vitamin B1, B2, dan niasin yang diperlukan oleh tubuh.
Kandungan lemak kacang hijau merupakan asam lemak tidak jenuh,
sehingga aman dikonsumsi oleh orang yang memiliki masalah dengan
kelebihan berat badan. Kandungan gizi kacang hijau dalam 100 gram biji
dan kecambah disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 2.8 Kandungan Nutrisi Kacang Hijau dan Kecambah/100 gr Biji
Nilai gizi Dalam biji
Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Hidrat arang (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (IU) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (mg)
345 22,2 1,2 62,9 125 320 6,7 157 0,64 6 10
Sumber : Soeprapto dan Sutarman, 1982
Berdasarkan Tabel 2.8 kacang hijau kaya akan kalsium, fosfor, dan
vitamin A. Kandungan kalsium, fosfor, dan vitamin A dalam 100 gram biji
kacang hijau secara berturut-turut adalah: 125 mg, 320 mg, dan 157 IU.
Menurut Somantri, dkk. (2009), kacang hijau mengandung karbohidrat
sekitar 58%. Pati kacang hijau terdiri dari amilosa 28,8%, dan amilopektin
71,2% dengan ukuran granula pati 6x12-16x33 m dan suhu gelatinisasai
71,3-71,7oC. Selain pati dalam kacang hijau ditemukan juga sukrosa (1,2-
1,8%), rafinosa (0,3-1,1%), stakiosa (1,65-2,50%), dan verbakosa (2,10-
3,80%). Pemanfaatan sifat fungsional dari patinya dapat dibuat sebagai
tepung bahan berbagai bentuk makanan bayi sampai orang dewasa.
Kandungan lemak yang rendah pada kacang hijau, sangat baik bagi
orang yang ingin menghindari konsumsi lemak tinggi. Kadar lemak yang
rendah dalam kacang hijau menyebabkan bahan makanan atau minuman
yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah tengik. Lemak kacang hijau
xxx
tersusun atas 73% asam lemak tak jenuh dan 27% asam lemak jenuh.
Umumnya kacang-kacangan memang mengandung lemak tak jenuh tinggi.
Asupan lemak tak jenuh tinggi penting untuk menjaga kesehatan jantung.
Keadaan ini menguntungkan, sebab dengan kandungan lemak yang
rendah, kacang hijau dapat disimpan lebih lama dibandingkan kacang –
kacangan lainnya (Hermawan, 2008).
Menurut Masniah dan Seran (2005), kacang hijau mempunyai nilai gizi
yang cukup baik, mengandung vitamin B12 cukup tinggi (1,2 mg/100 gr)
dan glutamat (279 mg/100 gr). Menurut Luce et. al (1989), kacang hijau
kaya protein dan lisin yang rasionya sebanding dengan kacang kedelai.
Sedangkan El-Moniem (1999) menyatakan bahwa kacang hijau
mengandung lisin dalam proporsi yang lebih tinggi daripada jenis kacang-
kacangan lain. Protein kacang hijau terdiri dari asam amino leusin, arginin,
isoleusin, valin dan lisin. Meskipun kualitas protein kacang hijau mirip
dengan kacang-kacangan lain, namun kandungan asam amino metionin
dan sisteinnya cukup sedikit bila dibandingkan dengan asam amino
lainnya (Singh et al, 1988). Kacang hijau yang sudah menjadi kecambah
kaya kandungan vitamin E (tokoferol) yang penting sebagai antioksidan,
dalam mencegah penuaan dini, dan anti sterilitas. Kandungan protein
kacang hijau mencapai 24%, dengan kandungan asam amino esensial
seperti isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan
valin.
Pembuatan tepung kacang hijau dilakukan dengan merendam biji di
dalam air selama tujuh jam. Selanjutnya ditiriskan, dikeringkan dan
disosoh. Penyosohan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin
penyosoh beras. Kacang hijau tanpa kulit (dhal), selanjutnya digiling dan
diayak untuk memperoleh tepung kacang hijau. Tepung kacang hijau dapat
digunakan untuk membuat aneka kue basah (cake), cookies dan kue
tradisional (kue satru), produk bakery, kembang gula dan makaroni. Pada
kadar air 9,1%, tepung kacang hijau memiliki kandungan pati 52%, protein
23,2%, lemak 2,58%, abu 4,3% dan serat 8,58%. Tepung kacang hijau
xxxi
memilki gula total yang tinggi dibandingkan tepung legum lain yaitu
7,27% (Nalvikul and D ‘Appolonia, 1978).
4. Kerusakan Bahan Pangan
Bahan makanan kering merupakan hasil pengawetan bahan
makanan dengan cara pengeringan. Pengeringan adalah proses
pengeluaran air dari dalam bahan pangan dengan jalan menguapkan air
yang terkandung dalam bahan tersebut sebagian atau seluruhnya
(Priyanto, 1988). Dengan proses pengeringan maka kadar air bahan
menjadi rendah sehingga aktivitas airnya akan turun dan bahan menjadi
awet (Muljohardjo, 1988).
Bahan makanan kering mempunyai harga aktivitas air (aw) antara
0-0,6, sedang bahan makanan semi basah 0,6-0,9, dan bahan makanan
basah 0,9-0,98 (Labuza, 1984). Rendahnya nilai aw bahan makanan
kering menjadikannya tidak mudah rusak selama penyimpanan dan
pemasaran. Harga aw yang rendah berarti jumlah air yang tersedia
sebagai pelarut dalam reaksi kimia sangat kecil sehingga reaksi-reaksi
kimia yang mungkin terjadi akan terhambat.
Menurut Matz (1978) derajat penerimaan konsumen terhadap
mutu cookies sangat dipengaruhi oleh sifat khemis, fisis, dan
organoleptik dari produk yang dihasilkan. Sifat khemis cookies
ditentukan oleh bahan dasar yang digunakan terutama kadar protein yang
terdapat dalam tepung yang digunakan, jumlah shortening serta gula
yang ditambahnkan dalam adonan. Sifat fisik cookies antara lain
meliputi tekstur, bentuk dan sifat penyebaran dari produk yang
dihasilkan. Umumnya cookies dianggap baik antara lain mempunyai
bentuk seragam, warnanya kuning kecoklatan dan mempunyai flavor
yang spesifik sesuai jenis produk yang dihasilkan.
Sifat utama yang berpengaruh terhadap kualitas cookies adalah
tekstur. Berdasarkan tekstur cookies termasuk triable food karena
tersusun atas lapisan-lapisan yang tidak teratur dengan ikatan longgar
satu dengan yang lain oleh adanya rongga udara. Sifat tekstur triable food
xxxii
yang penting adalah proses diskontinyu dan mudah pecah menjadi
partikel-partikel yang tidak teratur selama penguyahan.
Kerenyahan dari bahan makanan ringan yang dihasilkan dari
bahan dasar biji-bijian seperti craker, kerupuk, biskuit, dan sebagainya
adalah merupakan fungsi dari aw. Sebagian besar makanan yang terbuat
dari serelia akan kehilangan kerenyahannya pada aw antara 0,4-0,5. Jadi
ISL dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan kadar air kritis yaitu kadar
air terendah dimana bahan makanan mulai kehilangan kerenyahannya.
Dengan meningkatnya kadar air menyebabkan kenaikan elasitisitas bahan
sehingga kerenyahan berkurang.
5. Isoterm Sorpsi Lembab (ISL)
a. Aktivitas Air dan Kadar Air
Besarnya Aw bahan makanan berbeda-beda menurut sifat
relatifnya terhadap air murni dan hal ini sangat dipengaruhi oleh sifat
produk serta kondisi lingkungannya. Berdasarkan teori perubahan
fase, maka kandungan air bahan makanan yang ditempatkan di udara
terbuka akan berubah sampai mencapai kondisi seimbang dengan
kelembaban nisbi udara disekitarnya. Kondisi seimbang tercapai
apabila kadar air bahan sudah menjadi konstan (Adawiyah, 2005).
Air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam berbagai bentuk,
yaitu:
1. Air bebas, terdapat dalam ruang antar sel dan inter granular dan
pori – pori yang terdapat dalam bahan.
2. Air yang terikat secara lemah karena terserap ( teradsorpsi ) pada
permukaan koloid makromolekuler seperti protein, pectin, pati,
selulosa. Selain itu air juga terdispersi diantara koloid tersebut dan
merupakan pelarut zat – zat yang ada dalam sel. Air yang ada
dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat
dikristalkan pada proses pembekuan.
xxxiii
3. Air dalam keadaan terikat kuat, yaitu membentuk hidrat. Ikatannya
bersifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air
ini tidak membeku meskipun pada 0oF.
Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu
terjadinya proses kerusakan bahan makanan, misalnya proses
mikrobiologis, kimiawi, enzimatis, bahkan oleh aktivitas serangga
perusak. Sedangkan air dalam bentuk lainnya tidak membantu proses
kerusakan tersebut diatas. Oleh karenanya, kadar air bahan merupakan
parameter yang absolut untuk dapat dipakai meramalkan kecepatan
terjadinya kerusakan bahan makanan. Dalam hal ini dapat digunakan
pengertian aw (aktivitas air) untuk menentukan kemampuan air dalam
proses – proses kerusakan bahan makanan (Slamet – Sudarmadji, dkk,
1989).
Aktivitas air ( aw ) adalah potensi kimia relatif dari air.
Pemakaian kata relatif dimasukkan untuk memudahkan penjelasan
bahwa air murni / air bebas aw –nya ditetapkan sebesar satu. Air yang
terikat oleh / dalam bahan makanan memiliki aw kurang dari satu.
Oleh sebab itu nilai aw nir satuan atau tidak bersatuan (Suyitno, 1995)
Aktivitas air dinyatakan sebagai perbandingan antara tekanan
uap air bahan (P) dengan tekanan uap air murni (Po) pada suhu yang
sama. Perbandingan ini juga menggambarkan kelembaban relatif
seimbang atau Equilibrium Relative Humadity ( ERH ) udara sekitar
bahan terhadap kadar air bahan. (Adnan, 1982). Apabila kadar air
suatu bahan sudah mencapai keseimbangan dengan udara
sekelilingnya, maka aw daam bahan adalah sama dengan aw udara
tersebut. Oleh karena itu, aw suatu bahan dapat ditentukan berdasarkan
kelembaban nisbi seimbang udara ERH dibagi 100.
aw = P / Po
ERH = P / Po x 100
aw = ERH / 100
Keterangan :
xxxiv
P = Tekanan uap air bahan.
Po = Tekanan air murni pada suhu yang sama.
ERH = Equilibrium Relative Humadity.
b. Pola Isoterm Sorpsi Lembab.
Sorpsi isotermis air adalah kurva yang menghubungkan data
kadar air dengan aktivitas air suatu bahan pada suhu tertentu. Sorpsi
isotermis sangat penting dalam merancang proses pengeringan,
terutama dalam menentukan titik akhir pengeringan serta meramal
perubahan-perubahan yang mungkin terjadi terhadap bahan makanan
selama bahan tersebut disimpan (Labuza, 1984).
Menurut Labuza (1984), secara umum ada tiga klasifikasi
Gambar 3.2 Proses Pembuatan Cookies (SNI 01-2973-1992)
3. Penentuan Umur Simpan
a. Pembuatan Kurva ISL
Pembuatan kurva ISL menggunakan metode termogravimetri
statis. Untuk keperluan ini digunakan larutan garam jenuh dengan
RH berbeda-beda. Suhu berpengaruh terhadap RH larutan garam
jenuh. Persamaan regresi yang menunjukkan pengaruh suhu
terhadap aw larutan garam jenuh ditunjukkan pada table 14.
Tabel 3.2 Persamaan Regresi Pengaruh Suhu terhadap aw LarutanGaram Jenuh
Garam Persamaan Regresi r2
LiCl Ln aw = 500,95 1/T – 3,85 0,976 MgCl2 Ln aw = 303,35 1/T – 2,13 0,995 K2CO3 Ln aw = 145,00 1/T – 1,30 0,967 NaNO2 Ln aw = 435,96 1/T – 1,88 0,974 NaCl Ln aw = 228,92 1/T – 1,04 0,961 KCl Ln aw = 367,58 1/T – 1,39 0,967 Garam Persamaan Regresi r2
(Sumber:Labuza, 1984)
Keterangan : T = Suhu dalam K
Satu sampai dua gram cookies yang mempunyai tingkat
kesukaan paling tinggi dihaluskan kemudian dimasukkan dalam
Pemanggangan (suhu 120 – 150 ○C selama 15 -20 menit)
COOKIES
l
cawan alumunium yang sebelumnya telah dioven sampai berat
konstan. Selanjutnya, cawan alumunium berisi sampel dimasukkan
toples bening yang telah terisi oleh larut garam jenuh pada berbagai
aw. Kemudian toples ditutup rapat dan disimpan pada suhu kamar
(28oC).
Selama penyimpanan, perubahan berat sampel dipantau mulai
hari ke-7 dan selanjutnya ditimbang setiap hari sampai berat
konstan. Pada toples dengan larutan garam yang mempunyai RH
lebih dari 60%, diberi 5 ml toluena yang dimasukkan dalam cawan
tersendiri. Toluena yang ditambahkan dimaksudkan agar sample
tidak ditumbuhi jamur.
Setelah mencapai berat konstan, maka dilakukan analisis
kadar air (db) untuk masing-masing sample. Kadar air ini
dinamakan kadar air seimbang (equilibrium moisture content).
Selanjutnya data kadar air seimbang dan aw diplotkan dalam bentuk
grafik dengan persamaan polynomial pangkat tiga. Grafik tersebut
dinamakan kurva ISL dengan aw sebagai sumbu X dan kadar air
seimbang sebagai sumbu Y dari kurva ISL tersebut dapat diketahui
persamaan kurva ISL menurut Polinomial pangkat tiga dengan
bentuk umum sebagai berikut:
M = A aw3 + B aw
2 + C aw + D
Dimana A, B, C merupakan konstanta - konstanta.
Mekanisme yang mengatur kelemababan relative ruangan
agar tetap adalah perubahan konsentrasi, karena pada suhu tertantu
kelarutan bahan tetap, tetapi konsentarsi bias berubah. Kelarutan
adalah banyaknya bagian terlarut untuk setiap 100 bagian pelarut
pada saat laruutan mencapai kondisi tepat jenuh. Larutan dikatakan
dalam kondisi tepat jenuh jika dalam larutan tersebuit ditambah
bahan terlarut, maka bahan itu tidak akan larut. Pada proses
adsorpsi, sampel akan menyerap uap air dari lingkungan sehingga
uap air dalam lingkungan berkurang. Untuk mengganti uap air yang
li
diserap sampel, terjadi penambahan uap air dari larutan garam
sehingga RH ruangan tetap.
b. Penentuan Kadar Air Lapis Tunggal BET.
Data yang didapat dari penentuan kurva ISL adalah aw dan
kadar air seimbang. Untuk menentukan kadar air lapis tunggal
BETdiperlukan data [aw / (1-aw)Ka]. Selanjutnya dibuat kurva
regresi linier dengan aw sebagai sumbu X dan [aw / (1-aw)Ka]
sebagi sumbu Y. dari kurva tersebut didapat persamaan garis lurus.
c. Penentuan Permeabilitas Kemasan Terhadap Uap Air
Kemasan yang digunakan adalah polietilen dengan
ketebalan 0,05 mm (9cm x 7 cm). Untuk menentukan permeabilitas
kemasan, digunakan desikan berupa silica gel. Silica gel
dimasukkan dalam kemasan yang akan ditentukan permeabilitasnya
terhadap uap air. Silica gel beserta kemasannya ditimbang untuk
mengetahui berat awal dan selanjutnya dimasukkan dalam toples
kaca tertutup yang berisi larutanNaCl jenuh. Penentuan
permeabilitas kemasan ini dilakukan pada suhu 28oC dan RH
75,62%. Untuk mengatur RH ruangan dalam toples kaca agar
mencapai 75,62% maka digunakan larutan NaCl jenuh.
Selanjutnya setiap hari, silica gel dan kemasannya
ditimbang untuk mengetahui perubahan berat silica gel. Perubahan
berat tersebut menunjukkan bahwa ada uap air yang diserap oleh
silica gel. Untuk menentukan permeabilitas kemasan terhadap uap
air diperlukan minimal lima data. Setelah didapatkan lima data.,
maka dibuat grafik dengan berat total silica gel dan kemasan
sebagai sumbu Y, sedangkan waktu pengamatan sebagai sumbu X.
Dari grafik tersebut nantinya dapat diketahui slope. Untuk
menghitung permeabilitas kemasan, maka digunakan rumus
dibawah ini (Labuza, 1984):
lii
AxPout
W
xk qD
D=
Keterangan k/x = permeabilitas kemasan
(g H2O/hari.m2.mmHg)
∆W/∆Ө = Slope (g H2O /hari )
A = Luas penampang kemasan (m2)
P out = Tekanan uap air pada suhu
penyimpanan x RH (mmHg)
d. Penentuan Kadar Air Kritis Cookies
Pada penentuan kadar air kritis cookies pada penelitian ini
adalah dengan membiarkan cookies dalam ruangan terbuka sampai
tekstur cookies sudah tidak renyah lagi. Kemudian dihitung kadar
air cookies yang sudah tidak renyah lagi tersebut dan digunakan
sebagai kadar air kristis.
e. Penentuan Umur Simpan.
Pada penentuan umur simpan diasumsikan bahwa selama
penyimpanan, suhu dan RH tetap, yaitu pada 28oC dan RH = 75%.
Menurut Labuza (1984), umur simpan produk dalam kemasan
dapat diprediksi berdasarkan teori difusi atau penyerapan gas oleh
atau dari produk yang diformulasikan sebagi berikut :
( )( )( )qbPo
WsA
xk
McMeMiMe =-
-)(
)][(ln
Keterangan : Me = Kadar air pada kondisi seimbang dengan suhu dan
RH udara Luar (g air / 100 g bahan kering ),
berdasarkan perkiraan garis lurus
Mi = Kadar air awal produk (g air / 100g)
Mc = Kadar air kritis (g air / 100 g bahan kering)
K/x = Permeabilitas kemasan (g air / hari. M2 mm Hg)
A = Luas permukaan kemasan (m2)
Ws = Berat produk dalam kemasan (g)
liii
Po = Tekanan uap air murni pada suhu pengujian
(mmHg)
b = Slope kurva ISL di daerah operasi penyimpanan
ө = Umur simpan (hari)
Labuza (1984).
D. Analisa
Cookies yang telah jadi kemudian dianalisa secara kimia (kadar air,
karbohidrat, abu, lemak, protein, lemak), fisik (organoleptik dan uji tekstur
Llyod) pada semua sampel Cookies dan predisksi umur simpan
menggunakan Metode Kurva Isoterm Sorpsi Lembab . Metode masing-
masing analisis sifat kimia dan sifat fisik pada Cookies dapat dilihat pada
Tabel 15.
Analisa yang dilakukan pada produk cookies yang dihasilkan dapat
dilihat pada tabel :
Tabel 3.3 Metode Analisis Sifat kimia
Analisa Sifat Kimia Cookies
No Macam uji Metode 1 Kadar air Thermogravimetri (Sudarmadji et al.,1997) 2 Karbohidrat by different (Aprianto, 1989) 3 Abu Tanur (AOAC, 1989) 4 Protein Kjeldhal (AOAC, 1989) 5 Lemak Soxhlet (AOAC, 1989)
Analisa Sifat fisik cookies 1 Organoleptik Uji kesukaan (Kartika dkk., 1988) 2 Tekstur Llyod Instrumen Testing Machine
Analisa Prediksi Umur Simpan Cookies 1 Penentuan Umur
simpan ASLT dengan Pendekatan kadar Air Kritis (Labuza, 1986)
E. Rancangan percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua
faktor yaitu pengaruh penambahan tepung mocaf sebagai subtitusi tepung
liv
terigu dan pengaruh fortifikasi tepung mocaf dan kacang hijau dalam
pembuatan cookies terhadap karakteristik fisikokimia dan tingkat
penerimaan konsumen cookies. Terdapat 16 perlakuan, tiap perlakuan
terdiri dari tiga ulangan sampel dengan dua kali ulangan analisa
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada masing-masing
cookies yang dihasilkan digunakan uji statistik analisis varian (ANOVA).
Apabila ada perbedaan yang signifikan antar perlakuan, dilanjutkan
dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat
signifikasi 95%.
Tabel 3.4 Perlakuan Pendahuluan dan lama fermentasi
Berdasarkan Tabel 4.3 kadar protein cookies hasil penelitian
berkisar antara 13,3605% - 16,9805%. Semakin besar tepung mocaf yang
disubtitusi, maka semain rendah kadar protein cookies. Sedangkan
semakin besar tepung kacang hijau yang ditambahkan maka semakin besar
kadar protein dari cookies yang dihasilkan.
Fermentasi yang berlangsung pada pembuatan tepung mocaf
merupakan fermentasi basah yang menggunakan air sabagai medianya.
Menurut Hidayat (2009), sebagian besar jenis protein dapat larut dalam air,
terutama metionin (Anonim, 2010). Ubi kayu merupakan sumber energi
yang kaya karbohidrat namun sedikit protein. Sumber protein yang
terdapat pada ubi kayu adalah asam amino metionin (Panggih, 2009).
Berdasarkan uraian tersebut, perendaman ubi kayu dengan air dapat
menurunkan kadar protein karena jenis protein yang terdapat dalam ubi
kayu dapat larut dalam air. Menurut Ezeala (1984), fermentasi dapat
menyebabkan pengurangan protein sebesar kira–kira 3 %. Menurut
Subagyo (2006) tepung mocaf mengandung protein sebesar 1 %.
Menurut Luce et. al (1989), kacang hijau kaya protein dan lisin
yang rasionya sebanding dengan kacang kedelai. Sedangkan El-Moniem
(1999) menyatakan bahwa kacang hijau mengandung lisin dalam proporsi
yang lebih tinggi daripada jenis kacang-kacangan lain. Protein kacang
hijau terdiri dari asam amino leusin, arginin, isoleusin, valin dan lisin.
Meskipun kualitas protein kacang hijau mirip dengan kacang-kacangan
lain, namun kandungan asam amino metionin dan sisteinnya cukup sedikit
bila dibandingkan dengan asam amino lainnya (Singh et al, 1988).
Kandungan protein kacang hijau mencapai 24%, dengan kandungan asam
lx
amino esensial seperti isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin,
treonin, triptofan, dan valin. Menurut SNI 01-2973-1992 tentang syarat
mutu cookies menyatakan bahwa kadar protein cookies minimum adalah 9
%.
4. Kadar Lemak
Tabel 4.4 Hasil Analisa Kadar Lemak ( % db) Cookies Dengan Berbagai Perlakuan
Konsentrasi Tepung
kacang Hijau
Perbandingan tepung terigu : tepung mocaf (%)
100% : 0% 55% : 45% 50% :50% 45% : 55%
0% 12,13 12,03 12,03 12,03
5% 12,22 12,10 12,10 12,10
10% 12,31 12,17 12,17 12,17
15% 12,33 12,24 12,24 12,24
Sumber : Data primer
Berdasarkan Tabel 4.4 kadar lemak cookies hasil penelitian
berkisar antara 12,1384% - 12,2421%. Menurut Kusumanto (2009),
mikrobia yang tumbuh selama fermentasi adalah bakteri asam laktat yang
menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang menghancurkan
dinding sel ubi kayu sehingga terjadi liberasi granula pati. Enzim – enzim
yang dihasilkan juga memecah pati menjadi gula sederhana dan asam
laktat. Bakteri yang tumbuh selama fermentasi tidak menghasilkan enzim
– enzim pemecah lemak sehingga adanya proses fermentasi tidak
berpengaruh terhadap pengurangan kadar lemak dari ubi kayu.
Perendaman air juga tidak berdampak terhadap berkurangnya kadar lemak
dari ubi kayu. Menurut Haryadi (1995), lemak tidak jenuh yang bersifat
cair sampai lemak padat yang mudah retak pada suhu kamar mempunyai
pengaruh yang sama yaitu menurunkan kekentalan pasta pati pada
pemanasan granula pati pada air. Semua lemak tersebut mempunyai
pengaruh yang sama pada penurunan suhu pada keadaan kekentalan
lxi
puncak dicapai. Kandungan lemak kacang hijau tersusun atas 73% asam
lemak tak jenuh dan 27% asam lemak jenuh (Hermawan, 2008). Menurut
SNI 01-2973-1992 tentang syarat mutu cookies menyatakan bahwa kadar
lemak cookies minimum adalah 9,5 %.
5. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama, di samping juga
mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan
makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain (Syarief dan Anies,
1988). Oleh karena fungsinya yang amat penting bagi tubuh, maka
diperlukan analisa kadar karbohidrat yang terdapat dalam biskuit hasil
penelitian.
Tabel 4.5 Hasil Analisa Kadar Karbohidrat (% db) Cookies Dengan Berbagai Perlakuan
Konsentrasi Tepung
kacang Hijau
Perbandingan tepung terigu : tepung mocaf (%)
100% : 0% 55% : 45% 50% :50% 45% : 55%
0% 68,33 70,07 70,36 70,58
5% 67,00 68,66 68,91 69,01
10% 65,58 67,21 67,44 67,57
15% 64,17 65,80 66,10 66,21
Sumber : Data primer
Berdasarkan Tabel 4.5 kadar karbohidrat cookies berkisar antara
70,5842% - 64,1785%. Dalam penelitian ini, kadar karbohidrat cookies
ditentukan dengan metode by difference. Menurut Sugito dan Ari Hayati
(2006), kadar karbohidrat yang dihitung secara By different dipengaruhi
oleh komponen nutrisi lain, semakin rendah komponen nutrisi lain maka
kadar karbohidrat akan semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya semakin
semakin tinggi komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat akan
semakin rendah. Komponen nutrisi yang mempengaruhi besarnya
lxii
kandungan karbohidrat diantaranya adalah kandungan protein, lemak, air,
abu.
B. Sifat Fisik Cookies
1. Tekstur
Tekstur merupakan salah satu faktor penentu kualitas cookies
yang perlu diperhatikan, karena tekstur sangat berhubungan dengan derajat
penerimaan konsumen. Pada umumnya biskuit yang dianggap baik adalah
cookies yang mempunyai tekstur mudah patah (Handayani, 1987).
Pengukuran kekerasan cookies dilakukan dengan menggunakan Llyod
Universal Testing Machine. Analisis tekstur dilakukan secara
objektif karena memberikan hasil yang cepat, tepat, dan akurat
(Purwiyatno dkk, 2007). Kekerasan cookies diukur sebagai respon bahan
terhadap gaya yang diberikan. Semakin besar gaya tekan yang diberikan
maka tekstur cookies semakin keras artinya cookies tidak mudah hancur.
Tabel 4.6 Tekstur ( Newton) Cookies dengan Berbagai Perlakuan
Konsentrasi Tepung
kacang Hijau
Perbandingan tepung terigu : tepung mocaf (%)
100% : 0% 55% : 45% 50% :50% 45% : 55%
0% 60,3864 65,9379 66,1848 66,5181
5% 60,3988 66,2069 66,3570 66,7413
10% 60,4139 66,3570 66,7448 66,9614
15% 60,7313 66,9523 67,0014 67,1348
*) notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (p< 0,05) Tekstur dalam cookies subtitusi tepung mocaf disebabkan
kandungan gluten dalam adonan sedikit, menyebabkan adonan kurang
mampu menahan gas, akibatnya adonan kurang mengembang dan tekstur
cookies menjadi keras. Hal ini sesuai dengan pendapat Handayani (1987),
yang menyatakan bahwa komponen utama yang terdapat dalam tepung
lxiii
yang berpengaruh terhadap tekstur adalah protein. Protein yang terdapat
dalam terigu akan dapat membentuk gluten bila ditambah air, dengan
adanya gluten dapat menyebabkan adonan bersifat elastis dan mampu
menahan gas. Apabila jumlah gluten dalam adonan sedikit menyebabkan
adonan kurang mampu menahan gas, sehingga pori-pori yang terbentuk
dalam adonan juga kecil-kecil. Akibatnya adonan tidak mengembang
dengan baik, maka setelah pembakaran selesai akan menghasilkan produk
yang keras.
Selain kandungan protein, tekstur biskuit juga dipengaruhi oleh
kandungan pati. Adanya air di dalam adonan akan menyebabkan pati
mengalami penyerapan air, sehingga granula pati akan menggelembung.
Bila dalam keadaan tersebut dipanaskan, pati akan tergelatinisasi, gel pati
akan mengalami proses dehidrasi sehingga akhirnya gel membentuk
kerangka yang kokoh, menyebabkan tekstur yang dihasilkan menjadi keras
(Handayani, 1987). Berdasarkan penelitian Wahyuningsih (2008), tepung
mocaf memiliki kadar pati yaitu sebesar 75 %, kandungan pati dalam
tepung mocaf juga berpengaruh terhadap nilai kekerasan cookies yang
disubstitusi dengan tepung mocaf.
lxiv
C. Sifat Organoleptik
1. Warna
Warna adalah faktor yang paling menentukan menarik tidaknya
suatu produk makanan. Warna merupakan atribut kualitas yang paling
penting. Bersama-sama dengan tekstur dan rasa, warna berperan dalam
penentuan tingkat penerimaan suatu makanan. Meskipun suatu produk
bernilai gizi tinggi, rasa enak dan tekstur baik namun jika warna tidak
menarik maka akan menyebabkan produk tersebut kurang diminati.
Tabel 4.7 Hasil Analisa Organoleptik Warna Cookies dengan Berbagai Perlakuan
Konsentrasi Tepung
kacang Hijau
Perbandingan tepung terigu : tepung mocaf (%)
100% : 0% 55% : 45% 50% :50% 45% : 55%
0% 6,52de 6,12cde 5,68bcd 4,84ab
5% 6,62de 6,72de 5,92cde 5,48abcd
10% 6,58de 5,64bcd 5,44abc 5,84bcde
15% 6,28cde 5,96cde 5,32abc 5,84bcde
*) notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (p< 0,05) Nilai : 1 = amat sangat tidak suka 6= agak suka 2 = sangat tidak suka 7 = suka 3 = tidak suka 8 = sangat suka 4 = agak tidak suka 9 = amat sangat suka 5 = netral
Berdasarkan data hasil analisis varian (ANOVA) dengan
menggunakan SPSS dapat diketahui bahwa penggunaan tepung mocaf dan
tepung kacang hijau sebagai subtitusi terigu dalam pembuatan cookies
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter warna
cookies yang dihasilkan. Pada Tabel 4.7 penilaian panelis terhadap sampel
lxv
cookies fortifikasi tepung mocaf dengan tepung kacang hijau berkisar
antara 4,64 (netral) – 6,72 (suka) yaitu netral sampai suka.
Berdasarkan Tabel 4.8 penggunaan subtitusi tepung mocaf dengan
tepung terigu dalam pembuatan cookies dengan konsentrasi 0%, 45%,
50%, dan 55% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna
sampel cookies yang dihasilkan. Dari Tabel 4.7 fortifikasi tepung terigu :
tepung mocaf : dan kacang hijau dalam pembuatan cookies dengan
konsentrasi 100% : 0% : 0% berbeda nyata bila dibandingkan dengan
untuk cookies dengan konsentrasi terigu : mocaf 55% : 45% : 0%, 50%
:50% : 0%, 45% : 55% : 0% tidak memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap penilaian warna. Sedangkan untuk sampel cookies dengan
fortifikasi tepung kacang hijau 5%, 10%, dan 15% memberikan pengaruh
yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan fortifikasi tepung kacang
hijau 0%. Untuk fortifikasi 5 %, 10 %, dan 15% dengan subtitusi tepung
terigu dan tepung mocaf masing – masing 100% : 0% , 55% : 45% tidak
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan
50% : 50%, 45% : 55%. Sedangkan untuk fortifikasi 5 %, 10 %, dan 15%
dengan subtitusi tepung terigu dan tepung mocaf masing – masing 50% :
50%, 45% : 55%.tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata.
Warna dalam cookies sangat dipengaruhi oleh bahan dasar
adonannya. Dalam penelitian ini digunakan bahan dasar yaitu tepung
terigu, tepung mocaf yang berwarna lebih putih, dan tepung kacang hijau
kupas yang berwarna kuning keemasan. Berdasarkan Tabel 4.7 cookies
yang fortifikasi terigu : mocaf : kacang hijau 45% : 55%: 0% kurang
disukai oleh panelis. Hal ini disebabkan warna yang dihasilkan agak pucat
karena pengaruh tepung mocaf yang berwarna putih. Sebagaian besar
sampel cookies yang dihasilkan dalam penelitian ini berwarna coklat.
Semakin tinggi subtitusi tepung mocaf, semakin rendah penilaian panelis
terhadap parameter warna cookies. Hal ini disebabkan warna yang
dihasilkan kelihatan coklat agak pucat, dikarenakan tepung mocaf yang
lxvi
berwarna putih dan kandungan protein yang rendah sehingga
mempengaruhi warna cookies.
Menurut Riyadi (2008), pembentukan warna disebabkan adanya
proses karamelisasi gula dan reaksi Maillard. Warna kecoklatan muncul
karena adanya reaksi antara karbohidrat dengan asam amino. Selama
pemanasan, gugus karbonil dari karbohidrat akan bereaksi dengan gugus
amino dari asam amino atau peptide sehingga terbentuk glikosilamin.
Komponen-komponen ini selanjutnya mengalami polimerisasi membentuk
komponen berwarna gelap “melanoidin” yang menyebabkan perubahan
warna pada produk, yaitu produk akan menjadi kecoklatan. Pada reaksi
pencoklatan (Maillard reaction), gula, lemak dari margarin, serta protein
dari susu akan mempengaruhi pembentukan kristal dan perubahan warna
menjadi coklat (Fardiaz dkk, 1992).
Sedangkan tepung mocaf mempunyai warna yang lebih putih bila
dibandingkan dengan tepung terigu. Hal ini disebabkan oleh adanya
fermentasi, menurut Wahyuningsih (2008) fermentasi pada perlakuan
menggunakan cara basah, artinya pada saat fermentasi berlangsung
dilakukan perendaman dalam air, peredaman akan mencegah bahan
mengalami pencoklatan (browning). Menurut Kusumanto (2009),
kandungan protein yang ada pada tepung ubi kayu dapat menyebabkan
warna coklat ketika pengeringan atau pemanasan. Menurut Hidayat
(2009), sebagian besar jenis protein dapat larut dalam air. Berdasarkan
uraian tersebut, perendaman ubi kayu dengan air dapat menurunkan kadar
protein karena jenis protein yang terdapat dalam ubi kayu dapat larut
dalam air. Dari uraian tersebut, kandungan protein bahan sangat
berpengaruh terhadap derajat putih tepung mocaf.
2. Aroma
Aroma merupakan sensasi sensoris yang dialami oleh indra pembau.
Dalam industri pangan pengujian aroma atau bau dianggap penting karena
cepat dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk terkait diterima
atau tidaknya suatu produk. Selain itu aroma juga dapat dipakai sebagai
lxvii
indicator terjadinya kerusakan pada produk, misalnya akibat dari lama
fermentasi yang terlalu lama sehingga menimbulkan aroma asam yang
begitu menyegat. Penyimpanan suatu produk juga dapat menentukan
aroma atau bau dari produk makanan yang mana merupakan salah satu
factor penentu kualitas produk makanan.
Tabel 4.8 Hasil Analisa Organoleptik Aroma Cookies dengan Berbagai Perlakuan
Konsentrasi Tepung
kacang Hijau
Perbandingan tepung terigu : tepung mocaf (%)
100% : 0% 55% : 45% 50% :50% 45% : 55%
0% 5,68ab 5,96abc 5,68ab 5,44a
5% 6,60cd 6,48 bcd 6,12abcd 5,52a
10% 6,48 bcd 5,80 abc 5,92abc 6,16abcd
15% 6,20abcd 5,87abc 5,92abc 5,56a
*) notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (p< 0,05) Nilai : 1 = amat sangat tidak suka 6= agak suka 2 = sangat tidak suka 7 = suka 3 = tidak suka 8 = sangat suka 4 = agak tidak suka 9 = amat sangat suka 5 = netral
Berdasarkan data hasil analisis varian (ANOVA) dengan
menggunakan SPSS dapat diketahui bahwa penggunaan tepung mocaf dan
tepung kacang hijau sebagai subtitusi terigu dalam pembuatan cookies
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter aroma
cookies yang dihasilkan. Pada Tabel 4.8 penilaian panelis terhadap sampel
cookies fortifikasi tepung mocaf dengan tepung kacang hijau berkisar
antara 5,44 – 6,60 yaitu netral sampai suka. Berdasarkan Tabel 4.8
penggunaan subtitusi tepung mocaf dengan tepung terigu dalam
pembuatan cookies dengan konsentrasi 0%, 45%, 50%, dan 55% tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma sampel cookies
yang dihasilkan.
Dari Tabel 4.8 fortifikasi tepung terigu : tepung mocaf : dan
kacang hijau dalam pembuatan cookies dengan konsentrasi 100% : 0% :
0% tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan konsentrasi 55% : 45% :
lxviii
0%, 50% :50% : 0%, dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan
konsentrasi 45% : 55% : 0%. Sedangkan untuk sampel cookies dengan
fortifikasi tepung kacang hijau 5%, 10%, dan 15% memberikan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan
fortifikasi tepung kacang hijau 0%. Untuk sampel cookies subtitusi tepung
*) notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (p< 0,05) Nilai : 1 = amat sangat tidak suka 6= agak suka 2 = sangat tidak suka 7 = suka 3 = tidak suka 8 = sangat suka 4 = agak tidak suka 9 = amat sangat suka 5 = netral
Berdasarkan data hasil analisis varian (ANOVA) dengan
menggunakan SPSS dapat diketahui bahwa penggunaan tepung mocaf dan
tepung kacang hijau sebagai subtitusi terigu dalam pembuatan cookies
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter rasa cookies
yang dihasilkan. Pada Tabel 4.9 penilaian panelis terhadap rasa sampel
cookies fortifikasi tepung mocaf dengan tepung kacang hijau berkisar
antara 4,76– 6,60 yaitu netral sampai suka.
Berdasarkan Tabel 4.9 penggunaan subtitusi tepung mocaf dengan
tepung terigu dalam pembuatan cookies dengan konsentrasi 0%, 45%,
50%, dan 55% tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
aroma sampel cookies yang dihasilkan. Dari Tabel 4.10 fortifikasi tepung
terigu : tepung mocaf : dan kacang hijau dalam pembuatan cookies dengan
konsentrasi 100% : 0% : 0% tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan
konsentrasi 55% : 45% : 0%, 50% :50% : 0%, dan berbeda nyata bila
dibandingkan dengan konsentrasi 45% : 55% : 0%. Sedangkan untuk
lxx
sampel cookies dengan fortifikasi tepung kacang hijau 5%, 10%, dan 15%
memberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata bila dibandingkan
dengan fortifikasi tepung kacang hijau 0%. Untuk sampel cookies
subtitusi tepung terigu dan tepung mocaf 100% : 0%, 55% : 45% yang
difortifikasi dengan kacang hijau masing-masing 5% dan 10% tidak
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian rasa yang
dihasilkan dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan cookies subtitusi
tepung terigu dan tepung mocaf 50% : 50%, 50% : 55% yang difortifikasi
kacang hijau 5% dan 10%. Sedangkan cookies subtitusi tepung terigu dan
dan 10% tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Sedangkan
untuk sampel cookies subtitusi tepung terigu dan tepung mocaf 100% :
0% yang difortifikasi kacang hijau 15% memberikan pengaruh yang
berbeda nyata dengan cookies subtitusi tepung terigu dan tepung mocaf
55% : 45%, 50% : 50%, 50% : 55% yang juga difortifikasi dengan kacang
hijau 15%.
4. Keseluruhan
Kesukaan dan penerimaan konsumen terhadap suatu bahan
mungkin tidak hanya dipengaruhi oleh satu factor, akan tetapi dipengaruhi
oleh berbagai macam factor sehingga menimbulkan penerimaan yang utuh.
Atribut keseluruhan ini hampir sama dengan kenampakan suatu produk
secara keseluruhan, yang berfungsi untuk mengetahui tingkat penerimaan
konsumen.
Tabel 4.10 Hasil Analisa Organoleptik Keseluruhan Cookies dengan Berbagai Perlakuan
Konsentrasi Tepung
kacang Hijau
Perbandingan tepung terigu : tepung mocaf (%)
100% : 0% 55% : 45% 50% :50% 45% : 55%
0% 6,56de 6,04bcde 5,84abcd 5,32abc
5% 6,56de 6,98e 5,28abc 5,48abc
10% 6,78de 6,20cde 5,20ab 5,08a
15% 6,20cde 5,92abcd 5,48abc 5,04ab
*) notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (p< 0,05)
lxxi
Nilai : 1 = amat sangat tidak suka 6= agak suka 2 = sangat tidak suka 7 = suka 3 = tidak suka 8 = sangat suka 4 = agak tidak suka 9 = amat sangat suka 5 = netral
Berdasarkan data hasil analisis varian (ANOVA) dengan
menggunakan SPSS dapat diketahui bahwa penggunaan tepung mocaf dan
tepung kacang hijau sebagai subtitusi terigu dalam pembuatan cookies
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap atribut cookies yang
dihasilkan. Pada Tabel 4.10 penilaian panelis terhadap atribut keselutuhan
sampel cookies fortifikasi tepung mocaf dengan tepung kacang hijau
berkisar antara 5,04 – 6,98 yaitu netral sampai suka.
Berdasarkan Tabel 4.10 penggunaan subtitusi tepung mocaf dengan
tepung terigu dalam pembuatan cookies dengan konsentrasi 0%, 45%,
50%, dan 55% tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
aroma sampel cookies yang dihasilkan. Dari Tabel 4.10 fortifikasi tepung
terigu : tepung mocaf : dan kacang hijau dalam pembuatan cookies dengan
konsentrasi 100% : 0% : 0% tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan
konsentrasi 55% : 45% : 0%, 50% :50% : 0%, sedangkan sampel 100% :
0% : 0% dan 55% : 45% : 0% berbeda nyata bila dibandingkan dengan
konsentrasi 45% : 55% : 0%. Sedangkan untuk sampel cookies dengan
fortifikasi tepung kacang hijau 5%, 10%, dan 15% tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan fortifikasi tepung
kacang hijau 0%. Untuk sampel cookies subtitusi tepung terigu dan tepung
mocaf 100% : 0%, 55% : 45% yang difortifikasi dengan kacang hijau
masing-masing 5% dan 10% tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap atribut keseluruhan yang dihasilkan dan berbeda nyata bila
dibandingkan dengan cookies subtitusi tepung terigu dan tepung mocaf
kimia cookies yang dihasilkan. Semakin tinggi subtistusi tepung mocaf
semakin tinggi kadar abu, kadar karbohidrat, sedangkan kadar air, kadar
protein, kadar lemak semakin menurun. Semakin tinggi fortifikasi tepung
kacang hijau yang ditambahkan akan meningkatkan kadar air, kadar abu,
kadar lemak, dan kadar protein, sedangkan kadar karbohidratnya menurun.
5. Hasil organoleptik untuk parameter warna, rasa, aroma dan keseluruhan
yang paling mendapatkan penilaian paling tinggi adalah cookies dengan
subtitusi tepung terigu : tepung mocaf 55% : 45% dan difortifikasi dengan
tepung kacang hijau 5% dengan skor 7 (suka).
6. Formulasi cookies yang paling disukai oleh panelis dari subtitusi tepung
terigu : tepung mocaf 55% : 45% dan difortifikasi dengan tepung kacang
hijau 5%.
7. Pendugaan Umur simpan cookies subtitusi tepung terigu : tepung mocaf
55% : 45% dan difortifikasi dengan tepung kacang hijau 5% berdasarkan
ASLT dengan pendekatan kadar air kritis adalah 156 hari dengan
pengemas plastic PE 0,05 mm.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan adalah perlu penelitian lebih lanjut
mengenai konsentrasi tepung mocaf dengan variasi yang berbeda agar
diharapkan dapat menggantikan tepung terigu dalam pembuatan cookies
supaya mendapatkan konsentrasi yang lebih optimal.
70
lxxxi
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Kimia Logam Golongan Utama. http://old.inorgphys. chem.itb.ac.id/. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2009.
Anonim. 2009. Kalsium Hidroksida. http://rouussfff . chem.itb.ac.id/. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2009.
Anonim. 2009. Panen dan Pasca Panen Ubi kayu. http://dfff.budidaya. .ac.id/. Diakses pada tanggal 25 Juli 2009.
Akingbala, J. O., Oyewole, O. B. Uzo-Peters, P. I., Karim, R. O., and Bacuss Taylor, G. S. H. 2005. Evaluating stored cassava quality in gari production, Journal of Food, Agriculture and Environment 3, 75-80.
AOAC, 1995. Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. Washington DC, 27 p.
lxxxii
Biro Pusat Statistik. 2008. Statistik Industri dan Perdagangan. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Bourdoux, P. D. dkk. 1982. Cassava Product, Content dan Detoxification Process. IPRL. Ottawa.
Ejiofor, M. A. N. dan N. Okafor. 1980. Comparison Pressed and Unpressed Cassava Pulp for Gari Making. Di dalam Tropical Root Crops Research Strategies for the 1980S. Proceedings of The First Triennial Root Crops Symposium of The International Sociaty for Tropical Root. Africa Branch
JECFA. 1993. Cyanogenic glycosides. In: Toxicological evaluation of certain food additives and naturally occurring toxicants. Geneva, World Health Organization, 39th Meeting of the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (WHO Food Additives Series 30). Available at
Fardiaz, D., N. Andarwulan, C. H. Wijaya dan N. L. Puspitasari. 1992. Petunjuk Laboratorium Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB Bogor.
Haryadi. 2001. Teknologi Tepung. Prosiding Seminar Ketahanan Pangan, Yogyakarta, 6 Maret 2001. Kerjasama Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada dengan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills.
Kanetro, Bayu dan Setyo Hastuti. 2006. Ragam Produk Olahan Umbi-umbian. Unwama Press. Yogyakarta.
Kobawila, D. Loumbe, S. Keleke, J. Hounhouigan. 2005. Reduction of the cyanide content during fermentation of cassava roots and leaves to produce bikedi and ntoba mbodi, two food products from Congo. Faculté des Sciences, BP 69, Brazzaville-Congo / BP 1286, Pointe-Noire, Congo. Journal of Biotechnology Vol. 4 (7), pp. 689-696.
Kusmiati, Amarila Malik. 2002. Aktivitas Bakteiosin dari Bakteri Leuconostoc mesenteroides Pada Berbagai Macam Media. Jurnal Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI. Makara, Kesehatan, Vol. 6 No.
McLain, Kelly. 2005. Draft Human and Environmental Risk Assessment Ofn Calcium Hydroxide. Washington State Department of Ecology.
Muljoharjo, S. 1990. Jambu Mete dan Teknologi Pengolahannya (cidentale L). Liberti. Yogyakarta.
Muchtadi, D. 1989. Aspek Biokimia dan Gizi dalam Kemasan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.
Murni. R. Suparjo, Ahmad, B.L. Ginting. 2008. Potensi dan Faktor Pembatas Pemanfaatan Limbah Sebagi Pakan Ternak. Buku Ajar Teknologi
lxxxiii
Pemanfaataan Limbah untuk pakan. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi.
Okafor1 N. and M. A. N. Ejiofor1,2005. The microbial breakdown of linamarin in fermenting pulp of cassava (Manihot esculenta Crantz). Department of Microbiology, University of Nigeria, Nsukka, Nigeria. World Journal of Microbiology and Biotechnology. Volume 2, pages 327-338.
Rahayu, K. , Slamet Sudarmadji. 1987. Proses-proses mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.
Rahayuningsih, R. W, 1995. Pengaruh Ukuran Partikel Beras terhadap pertumbuahn Sporulasi jamur Kecap (Aspergillus Oryzae dan A. soyae). Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta.
Sosrosoedardjo, R. S. dan Bahrain Samad. 1983. Bercocok Tanam Ubi Kayu. Yasaguna. Jakarta.
Subagyo.2006. Ubi Kayu Substitusi Berbagai Tepung-tepungan. Food Review (3), Jakarta.
Subagyo. 2006. Pengembangan Tepung Ubi kayu sebagai Bahan Industri Pangan. Seminar Rusnas Diversifikasi Pangan Pokok Industrialisasi Diversifikasi Pangan Berbasis Potensi pangan Lokal. Kementrian Ristek dan Seafast Center. IPB. Serpong.
Wahjuningsih, S B. , MP, Ir. Bambang Kunarto, MP, Ir. Adi Sampurno, Msi. 2009. Kajian Mutu Tepung Mocal (modified cassava flour) yang Dibuat dengan Berbagai Metode, Aplikasinya untuk Mie Kering dan Analisis Ekonominya. Laporan Akhir Kegiatan Fasilitasi Pelaksanaan Riset Unggulan Daerah Tahun 2009. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Universitas Semarang.
Wahjuningsih, S. B. 1990. Pengaruh Lama Fermentasi dan Cara Pengeringan terhadap Mutu Gari yang Dihasilkan. Skripsi Fakultas Teknolog Pertanian IPB Bogor.
Waspodo, P. 1980. Efektifitas perendaman dalam NaCl terhadap pelepasan HCN singkong pahit pada pemanfaatan gapleks chips. Buletin FTDC. IPB.
lxxxiv
Bogor.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta.
Winarno, 1997. Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.