EVALUASI TERHADA KREDIT PADA PERUS PT FAKULTAS KEG UNIVER AP PENERAPAN KEBIJAKAN PEN SAHAAN PERCETAKAN DAN PENE T OBOR SEWU MANDIRI SKRIPSI Oleh : JOKO TRIYONO NIM: K7401090 GURUAN DAN ILMU PENDIDIK RSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 NJUALAN ERBITAN KAN
56
Embed
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS …/Evaluasi...Obor Sewu Mandiri dalam melakukan penjualan dengan sistem penjualan secara kredit karena penjualan dengan sistem kredit
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EVALUASI TERHADAP PENERAPAN KEBIJAKAN PENJUALAN
KREDIT PADA PERUSAHAAN PERCETAKAN DAN PENERBITAN
PT OBOR SEWU MANDIRI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
EVALUASI TERHADAP PENERAPAN KEBIJAKAN PENJUALAN
KREDIT PADA PERUSAHAAN PERCETAKAN DAN PENERBITAN
PT OBOR SEWU MANDIRI
SKRIPSI
Oleh :
JOKO TRIYONO
NIM: K7401090
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
EVALUASI TERHADAP PENERAPAN KEBIJAKAN PENJUALAN
KREDIT PADA PERUSAHAAN PERCETAKAN DAN PENERBITAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini perekonomian Internasional telah memasuki era globalisasi yang tidak
mengenal batas. Di era globalisasi seperti ini, setiap perusahaan yang bermodal kuat dapat
membuka sumber-sumber ekonomi yang mereka inginkan. Melihat realitas ekonomi
internasional saat ini, menunjukkan bahwa perkembangan dan persaingan dunia usaha
semakin tajam, maka setiap dunia usaha ikut dalam pergulatan kancah persaingan global.
Untuk mempersiapkan dan menghadapi berbagai hal yang timbul akibat pergeseran ekonomi
internasional, dunia usaha yang berperan sebagai pelaku ekonomi berusaha untuk mengambil
dan menerapkan suatu kebijakan tertentu.
Para pengambil keputusan dalam perusahaan berupaya untuk memberikan sumbangan
pemikiran mengenai apa dan bagaimana suatu kebijakan akan diambil dan diterapkan,
sehingga dengan kebijakan yang tepat perusahaan dapat mempertahankan usahanya,
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dan meningkatkan daya saing pada perusahaan
sejenis.
Dewasa ini banyak dunia usaha yang digeluti oleh para pemilik modal, salah satunya
adalah dunia usaha di bidang penerbitan dan percetakan. Usaha di bidang penerbitan dan
percetakan saat ini mempunyai prospek yang bagus. Hal ini disebabkan karena adanya
permintaan pasar yang semakin meningkat akan kebutuhan barang-barang di bidang
percetakan tersebut. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, meka
menuntut para pelaku bisnis untuk menciptakan suatu inovasi baru agar tetap mampu
bersaing dan bertahan dengan perusahaan sejenis.
Persaingan dalam usaha percetakan dan penerbitan pun sangat ketat. Begitu pula
dengan perusahaan percetakan dan penerbitan PT. Obor Sewu Mandiri yang tumbuh
berkembang di daerah potensial usaha percetakan dan penerbitan di Surakarta memiliki
beberapa pesaing di antaranya PT. Tiga Serangkai, PT. Pabelan, CV. Ramadhani, CV.
Mediatama sehingga untuk dapat bersaing dengan perusahaan sejenis lainnya maka harus
menetapkan kebijakan penjualan yang tepat. Salah satu di antaranya adalah pola kebijakan
menyangkut masalah penjualan di mana kebijakan yang tepat akan memberikan kontribusi
yang besar pada pencapaian tingkat penjualan yang optimal dengan laba yang optimal pula.
Perusahaan percetakan dan penerbitan PT. Obor Sewu Mandiri dalam melakukan
penjualan dengan sistem penjualan secara kredit karena penjualan dengan sistem kredit
merupakan salah satu alternatif untuk mencapai tingkat penjualan yang diinginkan. Sistem
penjualan secara kredit memudahkan pembeli untuk melakukan transaksi penjualan, karena
pembeli dapat melakukan pembayaran pada saat jatuh tempo. Berbeda dengan penjualan
secara tunai yang menuntut pembeli untuk menyediakan uang tunai pada saat transaksi
penjualan.
Penjualan kredit ini diberikan kepada sales atau perwakilan dari perusahaan
percetakan dan pernerbitan PT. Obor Sewu Mandiri Surakarta yang ada dibeberapa kota
besar dan kecil di pulau Jawa, Madura, Sumatra, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara
Barat. Proporsi penjualan keseluruha dianggap sebagai penjualan kredit.
Kebijakan penjualan kredit tidak lepas dari trade off antara laba yang diperoleh dari
penjualan beban yang timbul karenanya adanya piutang tersebut seperti potongan kredit dan
besarnya resiko piutang tak tertagih. Untuk mengantisipasi resiko piutang tak tertagih
tersebut maka PT. Obor Sewu Mandiri menetapkan penjualan kredit sebagai berikut :
1. Jangka waktu kredit atau jangka waktu pengumpulan piutang ditetapkan maksimal 6 bulan
2. Piutang tak tertagih ditetapkan sebesar 5%
(Sumber : Manajemen PT. Obor Sewu Mandiri Surakarta )
Penentuan kebijakan kredit yang optimal memerlukan perhitungan yang cermat
yang menyangkut tambahan biaya dan tambahan laba pada berbagi kebijakan kredit.
Menurut. Lukas Setia Atmaja (2003 : 398 ), yang perlu dipertimbangkan adalah :
1. Standar kredit / kualitas langganan yang akan diperkenankan memperoleh kredit.
2. Jangka waktu kredit yaitu berapa lama seorang langganan yang membeli secara kredit sudah
harus membayar hutangnya.
3. Potongan yang diberikan kepada langganan untuk mendorong pembayaran lebih cepat.
4. Kebijakan pengumpulan yaitu merujuk pada prosedur-prosedur yang digunakan oleh
perusahaan untuk menagih piutang yang sudah jatuh tempo.
Kebijakan tersebut masing-masing memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
keuntungan yang diharapkan. Kebijakan penjualan kredit yang memberikan keuntungan
itulah yang akan dipilih.
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti ingin mengkaji
lebih dalam mengenai “EVALUASI TERHADAP PENERAPAN KEBIJAKAN
PENJUALAN KREDIT PADA PERUSAHAAN PERCETAKAN DAN PENERBITAN
PT. OBOR SEWU MANDIRI “
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka terdapat beberapa
permasalahan. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perusahaan menentukan kebijakan penjualan kredit, apakah dengan menetapkan
standar kredit, jangka waktu kredit, atau potongan penjualan?
2. Apakah kebijaksanaan penjualan kredit yang dilakukan oleh perusahaan sudah dapat
meningkatkan keuntungan?
3. Apakah pengumpulan piutang yang dilakukan oleh perusahaan sudah efisien?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana perusahaan menentukan kebijakan penjualan kredit.
2. Untuk mengetahui kebijakan penjualan kredit apakah sudah dapat meningkatkan keuntungan.
3. Untuk mengetahui efisiensi pengumpulan piutang yang dilakukan oleh perusahaan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas pengetahuan tentang penjualan
secara kredit.
b. Untuk menambah referensi dan bahan masukan bagi penelitian yang sejenis.
c. Sebagai bahan perbandingan antara teori-teori tentang Penjualan Kredit dan Manajemen
Keuangan yang penulis peroleh dengan penerapannya di lapangan.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan pertimbangan bagi manajer perusahaan percetakan dan penerbitan PT Obor
Sewu Mandiri dalam menerapkan kebijakan penjualan kredit yang berhubungan dengan
pencapaian tujuan perusahaan untuk meningkatkan keuntungan.
b. Sebagai bahan untuk mengadakan evaluasi bagi manajemen perusahaan terhadap kebijakan
yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh perusahaan.
c. Sebagai dasar acuan dan masukan bagi peneliti berikutnya yang meneliti masalah sejenis
secara lebih mendalam.
BAB II
LANDASAN TEORI
E. Tinjauan Pustaka
1. Penjualan Kredit
Kondisi persaingan yang semakin tajam, memaksa perusahaan-perusahaan untuk
berlomba memberikan kemudahan dalam persyaratan penjualan. Hal ini dilakukan misalnya
dengan merubah syarat pembayarannya. Perusahaan dapat menjual produknya semula
dengan cara tunai kemudian dirubah dengan cara kredit. Perubahan sistem penjualan tersebut
diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan sehingga dapat meningkatkan masukan
adalah penyerahan barang, jasa, atau uang dari suatu pihak (kreditur / pemberi kredit) atas
dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah / pengutang / borrower) dengan janji
membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak”. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa kredit adalah penundaan
pembayaran atas transaksi yang telah disepakati kedua belah pihak.
Dengan demikian penjualan kredit adalah :
a. Suatu sistem penjualan di mana penjualan didasarkan atas kepercayaan dengan harapan
pembeli akan mengembalikan suatu nilai ekonomi yang sama di kemudian hari.
b. Suatu penjualan atas dasar perjanjian dimana dalam perjanjian tersebut jasa dan balas jasa
(prestasi / kontra prestasi) yang keduanya dipisahkan oleh unsur waktu.
Penjualan kredit yang diberikan oleh penjual kredit didasarkan atas kepercayaan,
sehingga dapat dikatakan penjualan kredit merupakan pemberian kepercayaan. Ini berarti
penjual kredit baru akan memberikan kredit baru kalau ia benar-benar yakin bahwa sipembeli
kredit akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu yang
telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Penjualan yang dilakukan secara kredit apabila memenuhi unsur-unsurnya. Kasmir
(2000 : 74) mengemukakan unsur - unsur kredit adalah : “1. Kepercayaan, 2. Waktu, 3.
Resiko yang ditanggung, dan 4. Prestasi”.
Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan
baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterima kembali dalam jangka
waktu tertentu dimasa yang akan datang. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara
pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.
Resiko yang ditanggung, yaitu tingkat suatu resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari
adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang
akan diterima kemudian hari. Prestasi, atau obyek kredit itu tidak saja diberikan dalam
bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang atau jasa.
Adapun tujuan kredit menurut Viethzal Rivai dan Andria Permata Viethzal (2005 : 6)
adalah: 1. Keuntungan atau profitability dan 2. Keamanan atau safety. Keuntungan atau
profitability yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang diraih
dari bunga yang harus dibayar oleh nasbah. Keamanan atau safety, yaitu keamanan dari
prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar–benar terjamin sehingga tujuan profitability
dapat benar–benar tercapai tanpa hambatan yang berarti.
2. Kebijakan Kredit
Kredit merupakan salah satu kebijakan perusahaan dalam kegiatan pemasaran. Kebijakan
kredit yang ditetapkan perusahaan tentunya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
tertentu, terutama adalah pertimbangan untung rugi. Menurut Lukman Syamsuddin (2004 :
256)
Kebijakan penjualan kredit merupakan pedoman yang ditempuh oleh perusahaan dalam menentukan apakah kepada seorang langganan akan diberikan kredit dan kalau diberikan berapa banyak atau berapa jumlah kredit yang akan diberikan tersebut. Perusahaan – perusahaan tidak hanya mementingkan penentuan standar kredit yang diberikan tetapi juga penerapan standar tersebut secara tepat dalam membuat keputusan kredit. Sumber-sumber informasi dan analisa-analisa kredit merupakan suatu hal yang penting bagi keberhasilan manajemen piutang perusahaan. Penerapan yang tepat dari kebijaksanaan yang tidak tepat ataupun penerapan yang tidak tepat dari kebijaksanaan yang tepat tidak akan dapat memberikan hasil yang optimal bagi perusahaan.
Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa kebijakan kredit diambil oleh manajemen
karena adanya pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan-pertimbangan tersebut
tentunya dilihat dari pihak perusahaan sendiri berkaitan dengan untung rugi. Pertimbangan
lainnya yaitu pertimbangan berkaitan dengan konsumen terutama dalam hal kepercayaan.
Pertimbangan kepercayaan tersebut dikaitkan dengan waktu yang telah disepakati bersama.
Waktu yang dimaksud adalah waktu pembayaran yang telah ditentukan.
Meskipun ada perjanjian, namun adanya faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan
menjadikan pembayaran piutang menjadi terhambat. Karena itulah maka perlu
dipertimbangkan secara matang penjualan yang dilakukan secara kredit. Waktu yang telah
ditetapkan harus mempertimbangkan berbagai kondisi perkonomian dan kemampuan
konsumen dalam mengembalikan piutang. Sehingga waktu pembayaran yang telah
ditetapkan tidak meleset dan tidak menimbulkan kerugian. Jika terjadi keadaan yang tidak
diinginkan, maka waktu pembayaran dapat terganggu. Sehingga diperlukan waktu tersendiri
untuk melakukan penagihan piutang.
Waktu penagihan piutang dapat dipengaruhi secara langsung oleh faktor- faktor yang
tidak dapat dikendalikan dan besarnya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi lesu, sehingga
sering terjadi bahwa pelanggan terpaksa harus menunda pembayaran hutangnya. Sedangkan
sebagian lainnya tergantung pada faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh manajemen
perusahaan. Faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan sering
disebut sebagai variabel kebijakan kredit. Faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh
perusahaan merupakan faktor yang dapat diperhitungkan secara logika, sehingga jika
perkiraannya tepat, maka perusahaan tidak mengalami kerugian. Sehubungan dengan
masalah tesebut James C.Van Horne dan John M. Wachowicz (2005 : 372) mengemukakan
beberapa variabel dalam menganalisis kebijakan kredit yaitu:
a. Standar Kredit
Menurut Sudjaja dan Barlian (2003 : 276) Standar kredit (credit standards) adalah
standar yang menerapkan kemampuan finansial minimum dari calon pelanggan agar dapat
memperoleh pembelian secara kredit. Penentuan standar kredit pada dasarnya merupaka
trade oof antara peningkatan penjualan dengan peningkattan resiko tidak terbayarnya piutang.
Standar kredit mengacu pada layak tidaknya seorang pelanggan untuk mendapat kredit
(credit worthiness). Standar kredit perusahaan akan diterapkan untuk menentukan pelanggan
yang akan mampu memenuhi syarat umum kredit dan berapa jumlah kredit maksimum untuk
setiap pelanggan. Faktor-faktor utama yang dipertimbangkan dalam pemberian kredit
tersebut dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya pembayaran yang melampaui jadwal, atau
bahkan kemungkinan tidak adanya pembayaran sama sekali.
Apabila perusahaan menjalankan standar kredit yang sangat longgar maka bisa
diperkirakan penjualan akan meningkat, namun proporsi piutang tidak terbayar meningkat
pula. Secara ekonomi, pelonggaran standar kredit dibenarkan apabila maksimum
penambahan biaya sebagai akibat peningkatan piutang sama dengan penambahan keuntungan
sebagai akibat peningkatan penjualan. Apabila pembeli yang akan diberi kredit dan yang
akan ditolak dapat ditentukan dengan tepat, maka kemungkinan piutang tidak terbayar bisa
diminimumkan.
Oleh karena itu calon pembeli atau pelanggan harus dianalisis berdasarkan informasi
yang dapat diperoleh dengan menyelidiki calon pembeli kredit berdasarkan lima faktor yang
disebut ”5C dan 7P” dan berpedoman pada 3R (Kasmir : 2000 : 91) yaitu : ”1) Character, 2)
Prospect, 10) Payment, 11) Profitability, 12) dan Protection”. Disamping itu terdapat
pedoman 3R yang digunakan dalam penilaian kredit adalah : 1) Returns, 2) Repayment
Capacity, dan 3) Risk bearing ability. Returns, yaitu hasil yang diharapkan dapat diperoleh
dari penggunaan kredit tesebut. Repayment Capacity, yaitu kemampuan pelanggan untuk
dapat membayar kembali pinjamannya pada saat pinjaman tersebut harus diangsur atau
dilunasi. Risk bearing ability, yaitu kemampuan pelanggan untuk menanggung resiko
kegagalan atau ketidakpastian yang berkaitan dengan penggunaan kredit tersebut. Dalam hal
ini harus diketahui bentuk barang jaminan yang diberikan oleh pelanggan atas pinjaman
tersebut.
Bambang Riyanto (1997) mengemukakan, terdapat beberapa fakor yang harus
diperhatikan dalam penilaian resiko kredit untuk memperkecil resiko tidak tertagihnya
piutang yaitu :
1) Penentuan besarnya resiko yang akan ditanggung oleh perusahaan. Pertama-tama dalam
hubungan ini haruslah ditentukan oleh perusahaan, yang akan disediakan sebagai
cadangan piutang.
2) Penyelidikan tentang kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Untuk
dapat mengklarifikasikan para pelanggan menurut kelompoknya, perusahaan perlu
mengadakan penyelidikan mengenai kemampuan pelanggan tersebut dalam memenuhi
kewajiban finansialnya. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan mengenai ”soliditasnya”.
Soliditas adalah menyangkut kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan, soliditas ini
dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
a) Soliditas komersiil, yaitu tingkat kepercayaan pihak luar yang diberikan kepada
perusahaan yang bersangkutan sebagai akibat kejujuran pimpinan perusahaan untuk
selalu memenuhi janji-janji dan kewajiban-kewajibannya tepat pada waktunya.
b) Soliditas finansiil, yaitu kepercayaan yang diberikan pihak luar kepada perusahaan
yang bersangkutan yang timbul sebagai akibat dari terdapatnya modal kerja yang
cukup di dalam perusahaan tersebut, sehingga diharapkan perusahaan tersebut akan
dapat memenuhi kewajiban finansiil tepat pada waktunya.
c) Soliditas moril, adalah kepercayaan yang diberikan oleh pihak luar kepada perusahaan
bersangkutan yang timbul sebagai akibat dari sifat-sifat dan moril. Dengan singkat
dapat dikatakan perlu diadakan penyelididikan mengenai ” five C’s Credit ”.
3) Mengadakan klarifikasi dari para pelanggan berdasarkan resiko pembayaran. Setelah
mengadakan penyelidikan menganai kemampuan dan keadaan perusahaan, sifat,
kebiasaan dan moril dari pimpinan perusahaan yang bersangkutan, maka dapat
diklasifikasikan menjadi kelompok-kelompok menurut resiko tidak tertagihnya.
4) Mengadakan seleksi dari para pelanggan. Berdasarkan penggolongan tersebut perusahaan
dapat memutuskan untuk tidak memberikan kredit penjual atau memperberat syarat
pembayaran kepada langganan-langganan yang termasuk dalam golongan resiko yang
lebih tinggi dari resiko 100%. Dengan demikian maka kredit penjual hanya diberikan
kepada para langganan golongan resiko 10 % ke bawah.
b. Jangka Waktu Kredit
Adalah jangka atau tenggang ”waktu” yang diberikan perusahaan kepada para
pelanggannya untuk membayar hutangnya atau berapa lama seorang pelanggan yang
membeli secara kredit harus sudah membayar hutangnya. Pada dasarnya hal tersebu dapat
ditempuh dengan memperpanjang waktu kredit dengan harapan agar penjualan bisa
meningkat. Karena yang ditingkatkan hanya jangka waktu kreditnya, maka umumnya resiko
tidak terbayarnya piutang tidak banyak berubah. Perpanjangan waktu kredit bisa dibenarkan
bila tambahan keuntungan lebih besar daripada keuntungan yang disyaratkan.
c. Potongan atau Discount
Adalah pengurangan harga barang yang diberikan kepada pelanggan untuk
mendorong pelanggan agar membayar lebih cepat. Besarnya potongan atau diskon tersebut
ditentukan dengan menganalisis perimbangan biaya dan manfaat dari berbagai persyaratan
diskon yang ada. Pemberian potongan bisa diberikan apabila besarnya potongan harga barang
yang diberikan kepada pelanggan tersebut lebih kecil dari tambahan keuntungan karena
kenaikan penjualan dan keuntungan yang disyaratkan kerena pengurangan piutang.
d. Kebijakan Mengenai Penagihan
Yaitu prosedur yang ditempuh untuk menagih piutang usaha perusahaan atau sampai
sejauh mana tindakan atau kelonggaran yang diberikan atas piutang yang tidak dibayar pada
waktunya. Proses ini mungkin memerlukan biaya besar dan memperburuk hubungan usaha,
namun ada baiknya perusahaan mengambil sikap tegas untuk mencegah penundaan waktu
pembayaran serta kerugian yang mungkin diderita.
Setelah perusahaan menjalankan kebijakan kredit dan pengumpulan piutang,
selanjutnya dapat dilakukan evaluasi terhadap calon pelanggan baru. Dengan berdasarkan
pada cara-cara yang secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut (Horne dan Wachowicz :
2005 :383) :
a. Mengumpulkan informasi yang relevan tentang calon pelanggan yang diperoleh dari laporan keuangan, peringkat dan laporan kredit, pemeriksaan bank, pemeriksaan mitra dagang, dan pengalaman perusahaan sendiri.
b. Menganalisis kredit dari kondisi calon pelanggan atas dasar informasi yang diperoleh. Analisa ini akan mempertimbangkan karakter perusahaan dan manajemennya, kekuatan keuangan perusahaan, dan berbagai hal lainnya.
c. Mengambil keputusan apakah calon pelanggan akan diberikan kredit atau tidak, dan berapa jumlahnya.
Analisis pemberian kredit ini tentunya dengan memperhatikan kendala waktu dan
biaya. Jangka waktu yang panjang dalam mengevaluasi pelanggan juga dapat mengakibatkan
perusahaan kehilangan pelanggan yang potensial. Proses evaluasi juga dibatasi dana, karena
dana yang terlalu kecil mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan dalam melakukan
evaluasi sehingga kehilangan calon pelanggan yang potensial.
Kebijakan pengumpulan piutang dalam suatu perusahaan mencakup beberapa
keputusan yang penting (Horne, 1995 : 403)yaitu :
a. Kualitas dari pelanggan yang diberikan kredit b. Lamanya jangka waktu kredit (credit period) c. Besarnya potongan tunai yang ditawarkan d. Penawaran khusus pada musim- musim tertentu e. Biaya yang dikeluarkan untuk pengumpulan piutang
Keputusan–keputusan di atas harus membandingkan antara kemungkinan keuntungan
yang diperoleh dengan adanya perubahan tersebut. Kebijakan pengumpulan piutang yang
optimal dapat dicapai apabila marginal gains sama besarnya dengan marginal cost.
2. Mengevaluasi Perubahan dalam Kebijakan Kredit
Evaluasi kebijakan sekedar merupakan alat pembantu atau pedoman untuk membuat
suatu keputusan. Besar kecilnya piutang yang dimiliki oleh perusahaan selain dipengaruhi
oleh kondisi perekonomian pada umumnya, juga dipengaruhi oleh kebijaksanaan perkreditan
yang ditentukan oleh perusahaan. Sementara kondisi perekonomian pada umumnya tidak
bisa dipengaruhi oleh manajer keuangan, kebijaksanaan perkreditan jelas tidak bisa
ditentukan oleh perusahaan. Untuk menilai kebijaksanaan kredit ini dengan membandingkan
antara rasio dengan probabilitas. Apabila perusahaan menurunkan standar kreditnya, maka
penjualan akan meningkat, yang berarti peningkatan piutang pula, dan ini akan membawa
keuntungan yang lebih besar. Tetapi dengan peningkatan kredit ini berarti perusahaan harus
menanggung beban investasi pada piutang yang makin besar, plus kemungkinan
meningkatnya piutang yang tidak bisa terkumpul.
Sedang faktor–faktor yang dipertimbangkan dalam kebijaksanaan perkreditan
tersebut meliputi : standar kredit, jangka waktu kredit, dan potongan yang diberikan kepada
pelanggan. Ketiga faktor tersebut akan menentukan berapa besar jumlah piutang yang akan
dimiliki oleh perusahaan, berapa lama piutang tersebut diharapkan terkumpul, dan berapa
besar proporsi piutang yang akan tidak terbayar.
Apabila dari analisis tersebut diketahui bahwa tambahan keuntungan lebih besar dari
tambahan biaya, maka perubahan kebijakan kredit dapat dilaksanakan. Namun jika ternyata
yang terjadi tambahan biaya lebih besar dari tambahan keuntungan maka perubahan
kebijakan kredit tidak layak untuk dilaksanakan.
3. Manajemen Piutang
a. Pengertian
Seperti halnya dengan aktiva lancar lainya, piutang juga memerlukan pengelolaan
yang tepat. Hal ini mengingat proporsi piutang cukup besar dari seluruh aktiva lancar di
dalam neraca perusahaan. Agar piutang tidak menimbulkan kerugian pada perusahaan,
diperlukan manajemen piutang untuk pengelolaannya.
Manajemen piutang merupakan kemampuan perusahaan dalam mengkoordinasikan
serta mengendalikan piutang sebagai akibat adanya kebijakan penjualan secara kedit yang
optimal yaitu dapat menyeimbangkan biaya dan manfaat piutang usaha, sehingga akan
memaksimumkan nilai perusahaan.
Horne dan Wachowich (2005 : 372) mengemukakan, ”Piutang didefinisikan sebagai
jumlah uang yang masih belum dibayar ke perusahaan oleh para pelanggan yang telah
membeli barang atau jasa secara kredit”. Sedangkan menurut Hauston dan Brigham (2004 :
168) ”piutang adalah sejumlah saldo yang akan diterima dari pelanggan”. Jadi, dapat
dikatakan bahwa piutang adalah harta perusahaan yang belum diterima.
b. Faktor – faktor yang mempengaruhi besarnya investasi dalam piutang
Pada sebagian perusahaan, piutang dagang merupakan bagian tebesar dari aktiva
lancar, sehingga manajemen piutang amat perlu dan penting dianalisis secara hati–hati dan
seksama. Manajemen piutang terutama menyangkut masalah pengendalian jumlah piutang,
pengendalian pemberian dan pengumpulan piutang, dan evaluasi terhadap kebijakan kredit
yang dilaksanakan di perusahaan. Adapun faktor - faktor yang mempengaruhi besar kecilnya
piutang menurut Bambang Riyanto (2001) adalah sebagai berikut :
1) Volume penjualan kredit
Makin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan kredit
memperbesar jumlah investasi dalam piutang. Dengan makin besarnya volume penjualan
kredit setiap tahunnya berarti perusahaan itu harus menyediakan investasi yang lebih
besar lagi dalam piutang. Makin besar jumlah piutang berarti makin besar resiko, tetapi
bersamaan dengan itu juga memperbesar ”profitability”nya.
2) Syarat pembayaran penjualan kredit
Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila
perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat berarti bahwa perusahaan lebih
mengutamakan keselamatan kredit dari pada pertimbangan profitabilitas.
3) Ketentuan tentang pembatasan kredit
Perusahaan dapat menetapkan batasan maksimal atau plafon yang ditetapkan bagi
masing – masing langganan berarti makin besar pula dana yang diinvestasikan dalam
piutang.
4) Kebijakan dalam menagih piutang
Perusahaan dapat menjalankan kebijaksanaan dalam piutang secara aktif atau
pasif. Perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan secara aktif dalam pengumpulan
piutang akan mempunyai pengeluaran uang yang lebih besar untuk membiayai aktifitas
pengumpulan piutang tersebut dibandingkan dengan perusahaan yang menjalankan
kebijaksanaan secar pasif. Sehingga keseimbangan antara biaya usaha dan besarnya
tambahan revenue yang diperoleh benar – benar diperhitungkan dalam pengumpulan
piutang.
5) Kebiasaan membayar para pelanggan
Ada sebagian langganan yang mempunyai kebiasaan untuk membayar dengan
menggunakan kesempatan mendapatkan cash discount dan ada sebagian lain yang tidak
menggunakan kesempatan tersebut. Perbedaan cara pembayaran ini tergantung kepada
cara penilaian mereka terhadap mana yang lebih menguntungkan antar kedua alternatif
tersebut.
c. Pengawasan dan Pengendalian Piutang
Walaupun kebijakan piutang yang baik telah ditetapkan oleh perusahaan, namun
kebijakan yang baik tidak akan ada artinya jika tidak ada pengendaliannya ataupun
pengawasan. Pengawasan dan pengendalian terhadap piutang dagang perusahaan sebenarnya
dimulai sebelum adanya persetujuan untuk mengirimkan barang dagangan, sampai setelah
penyiapan dan penerbitan faktur dan berakhir dengan adanya persetujuan untuk mengirimkan
barang dagangan, dan berakhir dengan adanya penagihan hasil penjualan. Prosedur
pengendalian piutang erat hubungannya dengan pengendalian penerimaan kas di satu pihak
dan pengendalian persediaan di pihak lain.
Untuk menilai piutang yang diberikan apakah telah sesuai dengan harapan perusahaan
atau tegasnya yang diberikan itu efektif atau tidak, maka secara periodik harus diadakan
analisis terhadap piutang, sebab dengan menganalisis piutang akan dapat diketahu efisien dan
tidaknya penggunaan modal. Semakin tinggi tingkat perputaran piutang berarti semakin
efisien penggunaan modal. Dan semakin rendah perputaran piutang berarti modal yang
digunakan banyak yang tertanam pada piutang. Perputaran piutang tersebut juga akan
mempengaruhi laba perusahaan. Semakin tinggi perputaran piutang maka pendapatan
perusahaan akan semakin banyak.
Adapun beberapa alat analisis yang dipergunakan untuk menilai efisiensi
pengendalian piutang adalah sebagia berikut :
1) Days Sales Outstanding (DSO)
Menurut Hauston dan Brigham (2004 : 170) ”Days Sale Outstanding adalah rasio
yang dihitung dengan membagi piutang usaha dengan penjualan rata–rata per hari, hal itu
menunjukkan berapa lama rata–rata jangka waktu penerimaan hasil penjualan sejak
penjualan terlaksana”.
Jadi DSO menunjukkan berapa lama rata–rata uang hasil penjualan akan diterima
sejak penjualan dilakukan. DSO = jangka waktu penagihan = Piutang : Penjualan rata–
rata perhari = piutang : penjualan tahunan / 360. DSO dapat juga dievaluasi dengan
membandingkannya terhadap syarat–syarat penjualan. Misalnya jika syarat penjualan
menyebutkan pembayaran dalam 30 hari, padahal penanggihan sesungguhnya baru terjadi
dalam 42 hari, maka secara rata – rata pelanggan tidak membayar utangnya pada
waktunya. Apabila trend dalam DSO selama beberapa tahun lalu naik, tetapi kebijakan
penjualan kredit tidak berubah, ini menjadi petunjuk yang kuat bahwa langkah–langkah
harus diambil untuk mempelancar penagihan piutang usaha.
2) Aging Schedule
Suatu alat lain yang bukan merupakan analisis rasio, adalah ”aging schedule” atau
skedul usia piutang, yang memperinci piutang sesuai dengan berapa lama piutang tersebut
telah ”outstanding” (berapa lama usia piutang tersebut). Aging Schedule mengambarkan
besarnya persentase piutang dagang yang dikelompokkan atas dasar jangka waktu usia
piutang tersebut pada akhir suatu periode tertentu. Jangka waktu piutang yang dimaksud
adalah berapa lama piutang tersebut berjalan sejak terjadinya transaksi penjualan. Dengan
demikian piutang suatu perusahaan dikatakan lancar apabila memiliki persentase besar
pada kelompok piutang yang masih baru dibandingkan dengan piutang yang penjualannya
lebih lama.
3) Account Receivable Turnover
Tingkat perputaran piutang menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam
piutang dan berputar berapa kali dalam satu periode tertentu. Account Receivable
Turnover menurut Bambang Riyanto (2001 : 90) dapat dihitung dengan rumus:
Account Receivable Turnover = Net Credit Sales / Average Receivable, untuk
menghitung dapat dilakukan dengan menjumlahkan saldo awal dan saldo akhir piutang
dagang, tanpa dikurangi piutang ragu –ragu kemudian dibagi dua. Semakin tinggi
perputaran berarti semakin cepat pengembalian modal dalam bentuk kas atau makin
tinggi turnover yang rendah berarti over invesment (kelebihan investasi) dalam piutang.
Hal tersebut mungkin dikarenakan bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif atau
mungkin ada perubahan kebijakan kredit.
Di dalam menggunakan Account Receivable Turnover, biasanya perusahaan hanya
menggunakan sebagai indikasi saja, karena tingkat perputaran ini menyesatkan,
khususnya jika penjualan perusahaan bersifat musiman.
4) Average Collection Period
Average Collection Period (rata–rata waktu pengumpulan piutang) menunjukkan
rata–rata waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan piutang dalam satu periode
tertentu. Bambang Riyanto (2001 : 90) menghitung Average Collection Period dengan
rumus :
Average Collection Period = 360 hari / Receivable Turnover atau
360 x Average Revecable
Net Credit Sales
Semakin besar Average Collection Period pada suatu perusahaan, semakin besar
pula resiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang. Oleh karena itu penting bagi
perusahaan untuk membandingkan antara rata-rata waktu pengumpulan piutang dengan
syarat pembayaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Apabila rata-rata waktu
pengumpulan piutang selalu lebih besar dari pada batas waktu pembayaran yang telah
ditetapkan berarti cara pengumpulan kurang efisien. Ini berarti langganan yang tidak
memenuhi syarat pembayaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau mungkin
kurang giatnya bagian penagihan atau kurangnya daya tarik kredit yang diberikan oleh
perusahaan kepada langganan.
4. Analisis Laporan Keuangan
a. Pengertian Laporan Keuangan
Darsono dan Ashari (2005 : 4-5) mengungkapkan bahwa :
Laporan keuangan dari suatu perusahaan adalah hasil akhir dari akuntansi. Laporan keuangan memuat informasi tentang pelaksanaan tanggung jawab manajeman. Laporan keuangan merupakan pernyataan manajeman tentang kondisi perusahaan yang diungkapkan dalam bentuk mata uang .
Pada umumnya laporan keuangan terdiri dari neraca, laporan rugi laba, dan laporan
perubahan modal. Disamping jenis-jenis laporan tersebut, dalam prakteknya perusahaan
biasanya juga mempunyai laporan pelengkap, misalnya laporan bagian yang laba yang
ditahan, laporan sumber dan penggunaan dana atau lapora arus kas.
b. Analisa Ratio
Angka-angka rasio dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Rasio Likuiditas
Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi atau pada saat ditagih dengan
menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas perusahaan ditunjukkan dengan
besar kecilnya aktiva lancar, yaitu aktiva yang dapat diubah menjadi kas, yang meliputi
kas, piutang, dan persediaan.
Rita Widayanti dkk (2002 : 31) rasio-rasio yang biasa umum sering dipakai
adalah :
a) Current ratio = Current asseys / Current liabilities.
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
finansial jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancarnya.
b) Quick ratio = Current assets – Inventory / Current liabilities.
Quick ratio dihitung dengan membandingkan kas dan current asset di satu pihak
dengan hutang jangka pendek di lain pihak. Current asset terdiri dari piutang dan surat-
surat berharga yang dapat direalisir menjadi uang dalam waktu relatif pendek. Persediaan
tidak diperhitungkan karena dipandang memerlukan waktu relatif lama untuk direalisir
menjadi uang, dan tidak ada kepastian apakah persediaan bisa terjual atau tidak. Rasio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang jangka pendek dengan
aktiva lancar yang lebih likuid.
Cash ratio= Cash / Current liabilities. Rasio ini menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk membayar kewajiban finansiil jangka pendek dengan kas yang tersedia
dalam perusahaan.
2) Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur seberapa efektif perusahaan
menggunakan sumber-sumber daya sebagaimana digariskan oleh kebijaksanaan
perusahaan yang tercermin dalam perputaran modalnya. Darsono dan Ashari (2005:59),
rasio yang sering digunakan adalah : Receivable Turnover, Rata-rata penerimaan piutang,
Inventory Turnover, Lama Persediaan Mengendap, Total asset Turnover
a) Receivable Turnover = Penjualan bersih / Rata-rata piutang dagang
Rasio ini menunjukkan kualitas perusahaan dan kesuksesan perusahaan dalam
penagihan piutang yang dimiliki. Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik
kemampuan perusahaan dalam menagih piutang yang dimiliki. Tetapi rasio yang
terlalu tinggi juga bisa mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan sehingga
mengakibatkan pelanggan lari karena kebijakan kredit yang ketat.
b) Rata-rata penerimaan piutang = 365/ Receivable Turnover
Rasio piutang yang terlalu panjang akan mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan karena banyaknya aktiva yang menganggur. Aspek yang harus
dipertimbangkan dalam mengurangi rasio penerimaan piutang adalah penurunan
penjualan dan kerugian dari piutang tidak tertagih. Dengan mengurangi penjualan,
berarti mengurangi pula harta yang ada di luar perusahaan, namun juga berpengaruh
pada produksi yang menurun.
c) Inventory Turnover = H P P / Rata-rata Persediaan Barang
Rasio perputaran persediaan yang terlalu rendah menunjukkan lambatnya
penjualan atau terlalu banyaknya persediaan yang ada di tangan. Sebaliknya rasio
perputaran persediaan yang terlalu tinggi bisa menunjukkan kondisi persediaan yang
habis sehingga bisa mengakibatkan ketidak puasaan.
d) Lama Persediaan Menggelap = 365 / Inventori Turnover
Rasio untuk mengetahui jangka waktu persediaan mengendap. Semakin cepat
persediaan mengendap, semakin likuid persediaan tersebut sehingga tidak ada aktiva
yang menganggur terlalu lama.
e) Total asset Turnover = Penjualan Bersih / Rata-rata Total aktiva
Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penjualan digambarkan dalam rasio ini.
Dengan melihat rasio ini kita bisa mengetahui efektivitas penggunaan aktiva dalam
menghasilkan penjualan.
3) Rasio Leverage
Rasio-rasio laverage mengukur berapa besarnya aktiva perusahaan yang
dibiayai oleh hutang atau modal yang berasal dari kreditur. Rasio yang dipakai menurut
Bambang Riyanto (2001 : 333) antara lain : a) Debt Ratio , b) Debt to equity ratio, c)
Long term debt to equity ratio, dan d) Time interest earned ratio.
a) Debt Ratio = Total debt / Total assets
Rasio ini mengukur berapa besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai kreditor.
b) Debt to equity ratio = Total debt / Equity ratio
Rasio ini mengukur berapa berapa besarya bagian modal sendiri yang dijadikan jaminan
untuk keseluruhan hutang perusahaan.
c) Long term debt to equity ratio = Long term debt / Equity
Rasio ini mengukur perbandingan hutang jangka panjang dengan modal sendiri.
d) Time interest earned ratio = Earning before interest and tax / Interest charge
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi beban tetapnya berupa
bunga.
4) Rasio Profitabilitas
Profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba selama periode tertentu, karena merupakan hasil bersih dari
serangkaian kebijakan dan keputusan. Profitabilitas diukur dengan kesuksesan
perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif. Untuk mengukur
efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditunjukkan dengan keuntungan yang
diperoleh dari penjualan dan investasi, karena rasio-rasio yang telah diulas sejauh ini
hanya memberikan gambaran mengenai operasi perusahaan. Sedangkan rasio
profitabilitas menunjukkan pengaruh gabungan dari likuiditas, pengelolaan aktiva, dan
pengelolaan hutang terhadap hasil-hasil operasi. Rasio yang dipakai menururt Darsono
dan Ashari (2005: 56) adalah : a) Gross profit margin, b) Net profit margin, c) Operating
profit margin, d) Return on equity, e) Earning power, f) Return on invesment.
a) Gross profit margin = Sales – cost of goods sold / Sales
Rasio ini mengukur tingkat laba kotor dibandingkan dengan volume penjualan.
b) Net profit margin = Net profit after tax / Net sales
Rasio ini mengukur laba bersih sesudah pajak dibandingkan dengan volume penjualan.
c) Operating profit margin = EBIT / Net sales
Rasio ini mengukur tingkat laba operasi sebelum bunga dan pajak dibandingkan dengan
volume penjualan.
d) Return on equity (ROE) = EAT / Equity
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi
pemegang saham perusahaan.
e) Earning power = EBIT / Total asset
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan
laba dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia dalam perusahaan.
f) Return on invesment = EAT / Total asset
Rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva untuk operasi perusahaan.
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran.
Dalam kebijakan penjualan kredit perusahaan dapat menerapkan adanya standar
kredit, jangka waktu kredit, dan discount, dimana ketiganya mempunyai pengaruh yang
berbeda-beda terhadap keuntungan yang akan dipaeroleh perusahaan. Kebijakan penjualan
kredit yang mendorong kenaikan keuntungan itulah yang akan dipilih. Untuk itu perlu sekali
dilakukan analisis agar kebijakan yang dipilih tepat, dan apakah perusahaan akan melakukan
perubahan kebijakan dalam penjualan kreditnya atau perusahaan tetap melakukan kebijakan
penjualan yang saat ini dijalankan. Efisiensi pengumpulan piutang juga harus diperhatikan
dalm rangka mencapai keuntungan yang optimal melalui penjualan kredit.
Penentuan standar kredit pada dasarnya merupakan trade off antara peningkatan
penjualan dengan peningkatan rasio tidak terbayarnya piutang. Jika suatu perusahaan
menetapkan kebijakan kredit dengan standar kredit yang longgar, berarti setiap pembeli
diperkenankan membeli dengan cara kredit, maka, diperkirakan penjualan meningkat pula.
KEBIJAKAN PENJUALAN KREDIT
Kebijakan semula
Kebijakan kredit yang diusulk
Jangka waktu kredit
Standar kredit
Analisis perubahan kebijakan
Rabat/ diskon
Analisa ROI - NPM - TATO
Analisis efisiensi pengumpulan piutang
KEUNTUNGAN
Secara ekonomis pelonggaran standar kredit ini dapat dibenarkan apabila maksimum
pembelian biaya karena peningkatan piutang ini sama dengan penambahan keuntungan
karena meningkatnya penjualan. Apabila tambahn biaya ini sudah lebih besar daripada
tambahan keuntungan, maka pelonggaran standar kredit ini sudah tidak bisa dibenarkan.
Analisa Return of Invesment merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas
yang dimaksud untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari
aktiva yang diperguankan. Sehingga dalam analisis Return of Invesment akan diketahui
apakah kebijakan penjualan kredit yang diterapkan oleh perusahaan percetakan dan
penerbitan PT. Obor Sewu Mandiri Surakarta sudah dapat meningkatkan keuntungan yang
diperoleh dari laba usaha dengan jumlah aktiva yang digunakan untuk menghasilkan
keuntungan operasi atau laba usaha tersebut.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Menurut Suharsimi Arikunto (2002 : 136) “Metodologi penelitian adalah cara yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Cholid Narbuko & Abu
Achmadi (2003 : 2) menyebutkan: “metodologi penelitian adalah suatu cabang ilmu
pengetahuan yang membicarakan / mempersoalkan mengenai cara – cara melaksanakan
penelitian (yaitu meliputi kegiatan – kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis
sampai menyusun laporannya) berdasarkan fakta – fakta atau gejala – gejala ilmiah”.
Dalam membahas tentang metode penelitian tentu tidak akan terlepas dari
metodologi penelitian. Iqbal Hasan (2002 : 20) mengemukakan bahwa “Metodologi
penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. Sedangkan Cholid
Narbuko dan Abu Ahmadi (2002 : 2) menjelaskan bahwa :
Metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari cara – cara melakukan pengamatan dengan pemikiran yang tepat secara terpadu melalui tahapan – tahapan yang disusun secara ilmiah untuk mencari, menyusun serta menganalisis dan menyimpulkan data – data,
sehingga dapat dipergunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran sesuatu pengetahuan berdasarkan bimbingan Tuhan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa metodologi
penelitian merupakan suatu ilmu yang membahas cara atau metode yang ditempuh dalam
kegiatan penelitian ilmiah, dimana kegiatan penelitian itu antara lain meliputi pengumpulan,
pengolahan, analisis dan penyajian data secara sistematis dan obyektif untuk memecahkan
suatu persoalan atau menguji hipotesis sesuai dengan tujuan penelitian.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian digunakan untuk mendapatkan data, informasi, keterangan-keterangan,
dan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan penelitian serta sekaligus sebagai tempat
dilaksanakannya penelitian. Dalam melaksanakan penelitian ini penulis memilih lokasi di PT.
Obor Sewu Mandiri Surakarta, karena lokasi yang sangat strategis dan mudah dijangkau oleh
peneliti.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan setelah usulan penelitian disetujui oleh pembimbing skripsi dan telah
mendapat ijin dari pihak – pihak terkait.
D. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan untuk mengumpulkan, mengolah, dan
menganalisis guna memperoleh kebenaran secara ilmiah. Dengan demikian suatu penelitian
harus menggunakan prosedur, metode, atau cara tertentu agar penelitian tersebut sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Winarno Surakhmad (1998 :131)”metode
merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan misalnya untuk menguji
serangkaian hipotesis dengan menggunakan teknik serta cara-cara tertentu”. Metode
penelitian dibagi menjadi tiga yaitu : metode historis, metode deskriptif, dan metode
Metode penelitian deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada masa sekarang, karena banyak sekali ragam penyelidikan demikian, metode penelitian deskriptif lebih merupakan
istilah umum yang mencakupteknik deskriptif. Di antaranya adalah penyelidikan yang menuturkan, menganalisis, dan mengklarifikasikan penyelidikan dengan teknik survey, dengan teknik interview, angket, observasi atau dengan test, studi kasus, studi komparatif, studi waktu gerak, analisis kuantitatif, studi kooperatif dan operasinal.
Berdasarkan pendapat tersebut penelitian ini termasuk penelitian deskriptif bentuk analisis
kuantitatif dengan teknik wawancara dan analisis dokumentasi, karena penelitian ini tidak
hanya sekedar menyajikan data tetapi juga menganalisis dan mengimplementasikan data
yang telah diperoleh dari laporan keuangan PT. Obor Sewu Mandiri Surakarta dan hasil
wawancara dengan manajer pemasaran.
2. Strategi Penelitian
Strategi dapat diartikan cara atau siasat berdasar rencana yang cermat mengenai kegiatan
untuk mencapai sasaran atau maksud tertentu. Oleh karena itu strategi penelitian dapat
dimaknai sebagai cara, metode, atau pendekatan yang direncanakan secara cermat untuk
menjawab permasalahan penelitian sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
H.B. Sutopo (2002:42) menyebutkan “Penelitian terpancang yaitu penelitian yang sudah
menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan pada
tujuan dan minat penelitian di lapangan studinya”.
Sesuai dengan judul penelitian dan jenis data yang digunakan, maka strategi penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah strategi terpancang tunggal yaitu sasaran yang akan
diteliti sudah dibatasi dan terpusat pada permasalahan yang telah ditetapkan dan berada di
PT. Obor Sewu Mandiri Surakarta. Karena penelitian ini memfokuskan pada penerapan
kebijakan penjualan kredit yang dilakukan oleh perusahaan.
E. Teknik Sampling (Cuplikan)
Teknik sampling digunakan untuk menyeleksi atau memfokuskan permasalahan agar
pemilihan sample lebih mengarah pada tujuan penelitian. H.B. Sutopo (2002:54) menyatakan
bahwa “Cuplikan berkaitan dengan pembatasan jumlah dan jenis dari data yang akan
digunakan dalam penelitian. Teknik cuplikan merupakan suatu bentuk khusus atau proses
bagi pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi”.
Menurut Patton dalam H.B. Sutopo (2002:56) :
Cuplikan yang dikenal sebagai purposive sampling, dengan kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Namun demikian informan yang dipilih dapat menunjuk informan lain yang lebih tahu, maka informan dapat berkembang sesuai kebutuhan peneliti dalam memperoleh data.
Penelitian ini menggunakan teknik cuplikan purposive sampling, yaitu manajer
pemasaran PT. Obor Sewu Mandiri sebagai key person yang dianggap mengetahui secara
mendalam terhadap masalah yang dikaji, dan dapat dipercaya sebagai sumber data yang
benar, kemudian dikembangkan dengan teknik snow ball sampling dimana beberapa
informan yang memenuhi kriteria peneliti sebagai sampel menjadi sumber informasi
mengenai orang lain yang dapat dijadikan sumber informasi. Sehingga penentuan informan
di lapangan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara – cara yang ditempuh untuk mendapatkan
data yang diperlukan dalam menjawab permasalahan dengan menggunakan alat – alat atau
instrument pengumpulan data. Setiap penelitian memerlukan data yang obyektif karena data
merupakan suatu hal yang sangat mendasar yang akan menentukan apakah penelitian
tersebut dapat dikatakan berhasil atau tidak. Oleh karena itu, peneliti harus memperhatikan
cara atau teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai alat pengumpul data. Ada tiga
teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, yaitu :
1. Pengamatan
Pengamatan atau observasi yang digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam
suatu penelitian. H.B. Sutopo (2002:58) menyebutkan bahwa “Teknik observasi digunakan
untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, lokasi dan benda serta
rekaman gambar”. Observasi dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Lebih lanjut Spradley dalam H.B. Sutopo (2002:65) menyatakan bahwa “Pelaksanaan teknik
dalam observasi dapat dibagi menjadi a) tak berperan sama sekali, b) observasi berperan
yang terdiri dari (1) berperan pasif, (2) berperan aktif, (3) berperan penuh, dalam arti peneliti
benar – benar menjadi warga (bagian) atau anggota yang sedang diamati”.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara observasi berperan
pasif. Observasi ini dilakukan dengan cara formal dan informal, untuk mengamati berbagai
aktivitas di PT. Obor Sewu Mandiri Surakarta.
2. Wawancara
Lexy. J. Moleong (2002:135) mengemukakan bahwa “Wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu”. Pembagian jenis wawancara yang dikemukakan
oleh Guba dan Lincoln dalam Lexy. J. Moleong (2002) :
a. Wawancara oleh tim atau panel
Wawancara oleh tim berarti wawancara yang dilakukan pewawancara tetapi oleh dua
orang atau lebih terhadap seseorang yang diwawancarai. Wawancara panel yaitu seorang
pewawancara yang menghadapkan dua orang atau lebih untuk diwawancarai sekaligus.
b. Wawancara tertutup dan wawancara terbuka
Pada wawancara tertutup pihak diwawancarai tidak mengetahui bahwa mereka
diwawancarai dan tidak mengetahui tujuan wawancara. Sedangkan wawancara terbuka pihak
yang diwawancarai mengetahui maksud dan tujuan wawancara.
c. Wawancara terstrusktur dan tidak terstruktur
Wawancara terstruktur merupakan wawancara dimana pewawancaranya menetapkan
sendiri pertanyaan yang akan diajukan. Dalam wawancara ini pertanyaan yang digunakan
secara ketat. Sedangkan pada wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang
digunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku. Responden biasanya terdiri atas
mereka yang memiliki pengetahuan dan mendalami situasi dan mengetahui informasi yang
diperlukan.
Penelitian ini menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur. Dalam wawancara
tidak terstruktur dilakukan dengan pedoman wawancara, guna menggali pandangan subjek
yang diteliti tentang banyak halyang sangat berguna untuk menjadi dasar penggalian
informasi secara lebih jauh dan mendalam. Wawancara ini dilakukan pada kondisi yang
paling tepat guna mendapatkan data yang rinci dengan keperluan peneliti berkaitan dengan
kejelasan dan kemantapan masalah yang dijelajahi.
3. Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto (1996:2000) “Metode dokumentasi adalah mencari data
mengenai variablel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya”. Jadi metode dokumentasi merupakan metode
yang digunakan untuk memperoleh data yang berupa bahan tulis. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan dokumen antara lain : Sejarah perusahaan, visi dan misi dari
perusahaan.
G. Teknik Analisis Data
Menurut Lexy J. Moleong (2002:103) analisis data adalah “Proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar
sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan
oleh data”. Berdasarkan pendapat tersebut, maka analisis data dalam penelitian ini dilakukan
dengan mengorganisasikan data laporan keuangan, mengurutkan data berdasarkan pola,
kategori dan satuan uraian, sehingga dapat diperoleh kesimpulan. Teknik analisis data adalah
suatu cara yang digunakan untuk mengolah data hasil penelitian. Setelah data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini terkumpul maka data tersebut harus dianalisis agar
masalah dalam penelitian ini terpecahkan dan tujuan penelitian tercapai. Penelitian ini
menggunakan analisis kuantitif non statistik yaitu analisis untuk efisien pengendalian piutang
(daysout standing, aging schedul, account receivable turnorer, average collection period)
dan analisis angka rasio. Adapun rasio yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
Analisis Rasio Profitabilitas yang salah satu bentuknya adalah Analisa Return Of Invesment
yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dari aktiva yang digunakan. Sehingga dalam analisa Return On Invesment dapat diketahui
apakah kebijakan penjualan kredit yang diterapkan oleh perusahaan sudah dapat
meningkatkan keuntungan yang diperoleh dari laba usaha dengan jumlah aktiva yang
digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi atau laba usaha tersebut.
1. Analisis Efisiensi Pengendalian Piutang
Alat analisis untuk menilai efisiensi pengendalian piutang terdiri dari:
a. Days Sales Outstanding (DSO) = Piutang/ Penjualan Rata-Rata Perhari
DSO dapat dievaluasi dengan membandingkannya terhadap syarat-syarat penjualan.
Apabila trend dalam DSO selama beberapa tahun lalu naik, tetapi kebijakan penjualan kredit
tidak berubah, ini menjadi petunjuk yang kuat bahwa langkah-langkah tersebut harus diambil
untuk memperlancar penagihan piutang usaha.
b. Aging Schedule
Bukan merupakan analisis rasio tetapi menggambarkan prosentase piutang dagang
atas dasar jangka waktu. Piutang perusahaan dikatakan lancar apabila memiliki prosentase
besar pada kelompok piutang yang masih baru dibandingkan dengan piutang penjualan lebih
lama.
c. Account Receivable Turnover = Net Credit Sales / Average Recaivable
Semakin tinggi perputaran berarti semakin cepat pengambilan modal dalam bentuk
kas atau makin tinggi Turnover yang rendah berati kelebihan investasi dalam piutang,
mungkin dikarenakan bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif atau mungkin ada
perubahan kebijakan.
d. Average Colection Period = 360 hari / Receivable Turnover atau
360 x Average Receiveble / Net Credit Sales
Semakin besar Average Collection Period pada suatu perusahaan berarti semakin
besar resiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang. Apabila rata-rata waktu pengumpulan
piutang selalu lebih besar dari pada batas waktu pembayaran yang telah ditetapkan berarti
cara pengumpulan kurang efisien. Karena itu diperlukan kebijakan baru agar diperoleh cara
yang lebih efisien.
2. Rasio Profitabilitas
Analisis Rasio Profitabilitas yang terdiri dari :
a. Gross Profit Margin = Sales-Cost Of Goods Sold / Sales
b. Net Profit Margin = Net Profit after Tax / Net Sales
c. Operating Profit Margin = EBIT / Net Sales
d. Return On Equity (ROE) = EAT / Equity
e. Earning Power = EBIT / Total Asset
f. Return On Invesment = EAT / Total Asset
Tahap Penulisan dan Penggandaan Laporan
Gambar 3 : Gambar Prosedur Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN
F. Deskripsi Data
1. Data Kualitatif
Data kualitatif dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dengan pimpinan
perusahaan. Dalam hal ini, pimpinan yang berhasil diwawancarai adalah Direktur
Operasional sebagai informan penelitian. Berdasarkan informasi Direktur Operasional, dalam
menentukan kebijakan kredit dinyatakan bahwa:
Dalam menentukan kebijakan kredit, perusahaan mengambil kebijakan dengan
melakukan diskusi antar pimpinan, memperhatikan kredibilitas calon konsumen, dan
tawar menawar kredit dengan calon konsumen. Rapat antar pimpinan membicarakan
kredibilitas calon konsumen dan besarnya kredit maksimal yang dapat diberikan.
Persiapan Penelitian Pengumpulan data Analisis data awal
Analisis data akhir
Penarikan Kesimpulan
Pembuatan proposal penelitian dan perijinan
Pembuatan dan penggandaan laporan
Berdasarkan informasi tersebut, dalam menentukan kebijakan kredit, perusahaan
melakukan rapat terlebih dahulu. Dalam rapat dibicarakan tentang kredibilitas konsumen
apakah konsumen merupakan konsumen yang dapat dipercaya atau tidak. Selain itu, rapat
membicarakan besarnya kredit yang dapat diberikan kepada calon konsumen yang tentunya
didasarkan pada kredibilitas perusahaan.
Mengenai cara penetapan kredit yang diberikan kepada calon konsumennya, informan
menyatakan bahwa:
Untuk cara menetapkan kredit, kami menggunakan dengan jangka waktu kredit.
Jangka waktu yang kami berikan diperhitungkan dengan besarnya kredit yang kami
berikan.
Dari informasi tersebut, PT Obor Sewu Mandiri menggunakan dasar jangka waktu
dalam memberikan kredit kepada konsumen. Pemberian kredit tersebut diperhitungkan
besarnya kredit dan jangka waktunya. Jangka waktu yang diberikan berdasarkan besarnya
kredit tentunya memperhitungkan kondisi keuangan perusahaan dan dari sisi konsumen
tentunya terkait dengan kemampuan membayar kredit.
Penjualan dengan sistem kredit merupakan salah satu kemudahan bagi konsumen
dalam melakukan pembelian. Menurut informan, tentang hal tersebut menyatakan bahwa:
Konsumen dari perusahaan kami lebih banyak yang melakukan pembelian secara
kredit. Mereka lebih tertarik dengan sistem pembayaran dengan kredit. Menurut saya,
dengan pembayaran secara kredit, mereka memperoleh keringanan.
Jadi, sistem penjualan secara kredit tersebut, konsumen memperoleh keuntungan.
Keuntungan yang diperoleh konsumen yaitu adanya keringanan dalam membayar. Konsumen
tidak perlu membayar secara keseluruhan, karena jumlahnya juga cukup besar. Dengan
adanya tempo pembayaran, maka konsumen dalam melakukan pembayaran beberapa kali
sehingga tidak terlalu berat.
Sistem penjualan secara kredit tentunya akan mempengaruhi keuntungan perusahaan.
Perusahaan dalam memperoleh keuntungan tambahan atau kemungkinan mengalami
kerugian. Mengenai hal tersebut, informan menyatakan bahwa:
Kalau besarnya keuntungan sama. Hanya saja kami kehilangan sedikit waktu.
Dalam bisnis setiap hari mestinya uang terus bertambah seiring dengan perputarannya.
Jika penjualan dilakukan secara kredit, berarti uang tidak berputar. Jadi dari segi waktu
ada kerugian. Namun bagi kami, hal itu adalah fasilitas bagi pembeli agar mereka tertarik
dengan fasilitas tersebut.
Bagi perusahaan, penjualan secara kredit akan mengurangi keuntungan. Keuntungan
yang berkurang bukan berarti nominal keuntungannya berkurang, akan tetapi berkurang
karena uang tidak berputar. Dalam kegiatan bisnis, setiap saat mestinya uang dapat
bertambah seiring dengan perputarannya. Jika uang tidak berputar berarti tidak akan
bertambah. Namun, sebagai suatu fasilitas bagi konsumen, tidak berputarnya uang dalam
jangka tertentu tidak menjadi masalah. Hal itu sebagai promosi atau daya tarik tersendiri bagi
konsumen agar melakukan pembelian.
Kebijakan penjualan secara kredit merupakan kebijakan yang dapat berubah sewaktu-
waktu sesuai dengan perkembangan perekonomian secara global. Jika penjualan secara kredit
lama-kelamaan dapat menimbulkan kerugian, maka kebijakan kredit dapat dihentikan.
Mengenai hal tersebut, informan menyatakan bahwa:
Penjualan dengan sistem kredit akan kami pertahankan. Bagi kami, penjualan
kredit merupakan daya tarik tersendiri bagi konsumen. Namun kami akan
mempertimbangkan besarnya kredit yang kami berikan kepada konsumen, dan kebijakan-
kebijakan lain yang tidak merugikan perusahaan.
Berdasarkan informasi tersebut, maka perusahaan akan mempertahankan penjualan
secara kredit. Penjualan secara kredit tetap dipertahankan oleh perusahaan karena merupakan
daya tarik tersendiri bagi konsumen. Penjualan secara kredit merupakan salah satu fasilitas
dalam pembelian bagi konsumen. Fasilitas yang dimaksud adalah dalam hal waktu
pembayaran. Pembelian dapat dibayar dalam beberapa waktu sehingga pembeli tidak merasa
keberatan dengan nominal yang cukup besar. Namun demikian, perusahaan harus mengambil
kebijakan-kebijakan agar penjualan yang dilakukan secara kredit tidak menimbulkan
kerugian bagi perusahaan.
Berdasarkan uraian tentang informasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
perusahaan menggunakan sistem atau cara tertentu. Bagi PT Obor Sewu Mandiri, penjualan
secara kredit dilakukan dengan cara menetapkan jangka waktu kredit. Penetapan cara
tersebut dilakukan dengan melihat besarnya kredit sebagai dasar dalam menentukan jangka
waktu kredit. Semakin besar kredit yang diberikan, semakin lama waktu pembayarannya.
Penjualan secara kredit merupakan fasilitas bagi konsumen, yaitu berupa pembayaran yang
dapat dilakukan beberapa kali sesuai dengan jangka waktu yang diberikan. Kebijakan
penjualan secara kredit juga akan dipertahankan, namun dengan kebijakan-kebijakan lain
agar tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
2. Data Kuantitatif
a. Piutang
Tabel 1. Deskripsi Data Piutang PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun Piutang
(Rp)
Peningkatan/ Penurunan
(Rp) Prosentase
2005 799.927.000
2006 1.305.125.000 505.198.000 63%
2007 1.972.537.000 667.412.000 51%
Rata-rata 1.359.196.333
Sumber : Data sekuder yang diolah
Data tentang piutang PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007 menunjukkan adanya
peningkatan jumlah. Namun dilihat dari prosentase, tahun 2007 ada penurunan dari tahun
sebelumnya. Peningkatan piutang dari tahun 2005 ke tahun 2006 meningkat sebesar 63%.
Sedangkan dari tahun 2006 ke tahun 2007 ada penurunan. Hal ini berarti bahwa jumlah harta
yang ada di tangan pihak lain menurun. Piutang rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 –
2007 sebesar Rp. 1.359.196.333.
3. Penjualan
Tabel 2. Deskripsi Data Penjualan PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun Penjualan /
Sales
Peningkatan/
Penurunan Prosentase
(Rp) (Rp)
2005 1.800.000.000
2006 2.730.700.000 930.700.000 52%
2007 3.591.627.000 860.927.000 32%
Rata-rata 2.707.442.333
Sumber : Data sekuder yang diolah
Data tentang penjualan PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007 menunjukkan adanya
penurunan jumlah. Demikian pula dilihat dari prosentase, dari tahun 2005 sampai tahun 2007
ada penurunan. Peningkatan penjualan dari tahun 2005 ke tahun 2006 meningkat sebesar
52%. Sedangkan dari tahun 2006 ke tahun 2007 meningkat sebesar 32%. Peningkatan selama
tiga tahun tersebut semakin kecil, yaitu dari 52% menjadi 32%. Hal ini berarti bahwa jumlah
penjualan yang dilakukan menurun. Penjualan rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 –
2007 sebesar Rp. 2.707.442.333. Penjualan yang menurun dapa disebabkan oleh banyak
faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Jika dilihat dari banyaknya usaha
percetakan, maka penurunan tersebut karena banyaknya usaha sejenis yang bermunculan
sehingga dapat dikatakan banyaknya pesaing dari usaha sejenis.
4. Penjualan Bersih Kredit
Tabel 3. Deskripsi Data Penjualan Bersih Kredit PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun
Penjualan Bersih Kredit
/ Net Credit Sales
(Rp)
Peningkatan/
Penurunan
(Rp)
Prosentase
2005 1.656.000.000
2006 2.256.406.000 600.406.000 36%
2007 3.237.627.000 981.221.000 43%
Rata-rata 2.383.344.333
Sumber : Data sekuder yang diolah
Data tentang penjualan bersih kredit PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007
menunjukkan adanya peningkatan jumlah. Demikian pula dilihat dari prosentase, dari tahun
2005 sampai tahun 2007 ada peningkatan. Peningkatan penjualan dari tahun 2005 ke tahun
2006 sebesar 36%. Sedangkan dari tahun 2006 ke tahun 2007 meningkat sebesar 43%.
Dengan demikian, peningkatan selama tiga tahun tersebut semakin besar, yaitu dari 36%
menjadi 43%. Hal ini berarti bahwa jumlah penjualan bersih kredit mengalami peningkatan.
Penjualan bersih kredit rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 sebesar Rp.
2.383.344.333. Peningkatan penjualan bersih selama tiga tahun memang mengalami
peningkatan, namun perlu diketahui bahwa peningkatan selama tiga tahun terakhir cenderung
menurun. Karena itu, perusahaan harus mewaspadai hal tersebut.
5. Penjualan Rata-rata
Tabel 4. Deskripsi Data Penjualan Rata-rata PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun
Penjualan Rata-rata /
Average Receivable
(Rp)
Peningkatan/
Penurunan
(Rp)
Prosentase
2005 5.000.000.000
2006 7.585.277.778 2.585.277.778 52%
2007 9.976.741.667 2.391.463.889 32%
Rata-rata 7.520.673.148
Sumber : Data sekuder yang diolah
Data tentang penjualan rata-rata PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007 menunjukkan
adanya penurunan jumlah. Demikian pula dilihat dari prosentase, dari tahun 2005 sampai
tahun 2007 ada penurunan. Peningkatan penjualan dari tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar
52%. Sedangkan dari tahun 2006 ke tahun 2007 meningkat sebesar 32%. Dengan demikian,
peningkatan selama tiga tahun tersebut semakin kecil, yaitu dari 52% menjadi 32%. Hal ini
berarti bahwa jumlah penjualan rata-rata mengalami penurunan. Penjualan rata-rata selama
tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 memiliki rata-rata sebesar Rp. 7.520.673.148. Adanya
penjualan yang menurun, penjualan rata-rata juga menurun sebagaimana data yang pada tabel
4 di atas.
6. Biaya Penjualan
Tabel 5. Deskripsi Data Biaya Penjualan PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun
Biaya Penjualan /
Cost of Good Sold
(Rp)
Peningkatan/
Penurunan
(Rp)
Prosentase
2005 144.000.000
2006 474.294.000 330.294.000 229%
2007 354.000.000 (120.294.000) -25%
Rata-rata 324.098.000
Sumber : Data sekuder yang diolah
Data tentang biaya penjualan PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007 menunjukkan
adanya peningkatan dan penurunan jumlah. Demikian pula dilihat dari prosentase, dari tahun
2005 sampai tahun 2006 ada peningkatan sebesar 229%. Sedangkan dati tahun 2006-2007
ada penurunan sebesar 25%. Dengan demikian, biaya penjualan selama tiga tahun tersebut
berkurang, yaitu dari 229%% menjadi 25%. Hal ini berarti bahwa biaya penjualan
mengalami penurunan. Biaya penjualan rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007
memiliki rata-rata sebesar Rp. 324.098.000. Hal tersebut dikarenakan kegiatan penjualan
juga berkurang, karena itu biaya penjualan juga menurun sesuai dengan jumlah
penjualannya.
7. Pendapatan Bersih Sesudah Pajak
Tabel 6. Deskripsi Data Pendapatan Bersih Sesudah Pajak PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-
2007
Tahun
Pendapatan bersih sesudah
pajak / Net Profit After
Tax
(Rp)
Peningkatan /
Penurunan
(Rp)
Prosentase
2005 252.871.000
2006 526.480.000 273.609.000 108%
2007 582.101.000 55.621.000 11%
Rata-rata 453.817.333
Sumber : Data sekuder yang diolah
Data tentang Pendapatan bersih sesudah pajak PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007
menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan jumlah. Demikian pula dilihat dari
prosentase, dari tahun 2005 sampai tahun 2006 ada peningkatan sebesar 108%. Sedangkan
dari tahun 2006-2007 ada peningkatan sebesar 11%. Dengan demikian, Pendapatan bersih
sesudah pajak selama tiga tahun tersebut berkurang, yaitu dari 108% menjadi 11%. Hal ini
berarti bahwa Pendapatan bersih sesudah pajak mengalami penurunan. Pendapatan bersih
sesudah pajak rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 sebesar Rp. 453.817.333.
Penurunan pendapatan bersih sesudah pajak tersebut harus segera mendapat perhatian karena
penurunannya cukup tajam. Perusahaan harus segera mengkaji mengapa penurunan
pendapatan bersih sangat jauh selisihnya.
8. Penjualan Bersih
Tabel 7. Deskripsi Data Penjualan Bersih PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun
Penjualan Bersih /
Net Sales
(Rp)
Peningkatan/
Penurunan
(Rp)
Prosentase
2005 318.828.000
2006 591.381.000 272.553.000 85%
2007 646.779.000 55.398.000 9%
Rata-rata 518.996.000
Sumber : Data sekuder yang diolah
Data tentang penjualan bersih PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007 menunjukkan
adanya peningkatan dan penurunan jumlah. Demikian pula dilihat dari prosentase, dari tahun
2005 sampai tahun 2006 ada peningkatan sebesar 85%. Sedangkan dari tahun 2006-2007 ada
peningkatan sebesar 9%. Dengan demikian, penjualan bersih selama tiga tahun tersebut
berkurang, yaitu dari 85% menjadi 9%. Hal ini berarti bahwa penjualan bersih mengalami
penurunan. Penjualan bersih sesudah pajak rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 –
2007 sebesar Rp. 518.996.000.
9. Earning Before Interest and Tax (EBIT)
Tabel 8. Deskripsi Data EBIT PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun EBIT
(Rp)
Peningkatan/Penurunan
(Rp) Prosentase
2005 333.513.000
2006 627.781.000 294.268.000 88%
2007 761.808.000 134.027.000 21%
Rata-rata 574.367.333
Sumber : Data sekuder yang diolah
Data tentang EBIT atau laba bersih operasi PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007
menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan jumlah. Demikian pula dilihat dari
prosentase, dari tahun 2005 sampai tahun 2006 ada peningkatan sebesar 88%. Sedangkan
dari tahun 2006-2007 ada peningkatan sebesar 21%. Dengan demikian, EBIT selama tiga
tahun tersebut berkurang, yaitu dari 88% menjadi 21%. Hal ini berarti bahwa EBIT atau laba
bersih operasi mengalami penurunan. EBIT rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 –
2007 sebesar Rp. 574.367.333. Penurunan laba bersih operasi terkait dengan jumlah
penjualan yang menurun sebagaimana data yang telah dipaparkan di atas. Dengan penurunan
laba bersih operasi, maka perusahaan harus dapat mengambil kebijakan baru agar laba bersih
operasi dapat meningkat.
10. Earning After Tax (EAT)
Tabel 9. Deskripsi Data EAT PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun EAT
(Rp)
Peningkatan/Penurunan
(Rp) Prosentase
2005 252.871.000
2006 526.480.000 273.609.000 108%
2007 582.101.000 55.621.000 11%
Rata-rata 453.817.333
Sumber : Data sekuder yang diolah
Data tentang EAT PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007 menunjukkan adanya
peningkatan dan penurunan jumlah. Demikian pula dilihat dari prosentase, dari tahun 2005
sampai tahun 2006 ada peningkatan sebesar 108%. Sedangkan dari tahun 2006-2007 ada
peningkatan sebesar 11%. Dengan demikian, EAT selama tiga tahun tersebut berkurang,
yaitu dari 108% menjadi 11%. Hal ini berarti bahwa EAT mengalami penurunan. EAT rata-
rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 sebesar Rp. 453.817.333.
11. Modal sendiri
Tabel 10. Deskripsi Data Modal Sendiri PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun Modal sendiri / equity
(Rp)
Peningkatan/Penurunan
(Rp) Prosentase
2005 558.464.000
2006 1.084.944.000 526.480.000 94%
2007 1.783.056.000 698.112.000 64%
Rata-rata 1.142.154.667
Sumber : Data sekuder yang diolah
Data tentang Modal sendiri PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007 menunjukkan adanya
peningkatan jumlah. Namun dilihat dari prosentase, dari tahun 2005 sampai tahun 2006 ada
peningkatan sebesar 94%. Sedangkan dari tahun 2006-2007 ada peningkatan sebesar 64%.
Dengan demikian, Modal sendiri selama tiga tahun tersebut berkurang, yaitu dari 94%
menjadi 64%. Hal ini berarti bahwa Modal sendiri mengalami penurunan. Modal sendiri rata-
rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 sebesar Rp. 1.142.154.667.
12. Total Asset
Tabel 11. Deskripsi Data Total Asset PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun Total Asset
(Rp)
Peningkatan/Penurunan
(Rp) Prosentase
2005 1.542.623.000
2006 3.333.597.000 1.790.974.000 116%
2007 4.356.680.000 1.023.083.000 31%
Rata-rata 3.077.633.333
Sumber : Data sekuder yang diolah
Data tentang Total Asset PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007 menunjukkan adanya
peningkatan dan penurunan jumlah. Dilihat dari prosentase, dari tahun 2005 sampai tahun
2006 ada peningkatan sebesar 116%. Sedangkan dari tahun 2006-2007 ada peningkatan
sebesar 31%. Dengan demikian, Total Asset selama tiga tahun tersebut berkurang, yaitu dari
116% menjadi 31%. Hal ini berarti bahwa Total Asset mengalami penurunan. Total Asset
rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 sebesar Rp. 3.077.633.333.
G. Analisis Data
1. Analisis Efisiensi Pengendalian Piutang
a. Days Sales Outstanding (DSO)
Analisis days sales outstanding menunjukkan berapa lama rata–rata uang hasil
penjualan akan diterima sejak penjualan dilakukan. Analisis ini dilakukan dengan membagi
piutang usaha dengan penjualan rata–rata per hari. Analisis terhadap Days Sales Outstanding
(DSO) dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 12. Analisis Days Sales Outstanding PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun Piutang
(Rp)
Penjualan Rata-rata / hari
(Rp) DSO
2005 2.222.019 5.000.000.000 0,044%
2006 3.625.347 7.585.277.778 0,048%
2007 5.479.269 9.976.741.667 0,055%
Sumber : Data sekuder yang diolah
Hasil analisis Days Sales Outstanding (DSO) dari tahun 2005 sampai tahun 2007 terlihat selalu
meningkat. Pada tahun 2005 tingkat DSO sebesar 0,044% meningkat menjadi 0,048% pada
tahun 2006. Pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 0,055%. Berdasarkan keadaan tersebut,
maka secara rata-rata pelanggan membayar utangnya sesuai dengan waktunya. Dengan
demikian, kebijakan yang ditetapkan perusahaan masih menguntungkan.
b. Account Receivable Turnover
Account Receivable Turnover adalah tingkat perputaran piutang yang menunjukkan
kemampuan dana yang tertanam dalam piutang dan mengalami perputaran dalam satu
periode tertentu. Hasil analisis terhadap Account Receivable Turnover dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 13. Analisis Account Receivable Turnover PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun Net Credit Sales
(Rp)
Average Receivable
(Rp) ART
2005 1.656.000.000 5.000.000.000 33,12%
2006 2.256.406.000 7.585.277.778 29,75%
2007 3.237.627.000 9.976.741.667 32,45%
Sumber : Data sekuder yang diolah
Hasil analisis di atas menunjukkan pada tahun 2005 tingkat perputaran piutang sebesar 33,12%.
Kemudian pada tahun berikutnya menurun menjadi 29,75%, namun pada tahun 2007
meningkat lagi menjadi 32,45%. Memperhatikan perputaran tersebut, selama tahun 2005-
2007 perputaran piutang cenderung menurun. Berdasarkan analisis tersebut, maka diperlukan
kajian pada bagian kredit.
c. Average Collection Period
Average Collection Period menunjukkan rata – rata waktu yang diperlukan untuk
mengumpulkan piutang dalam satu periode. Hasil analisis berdasarkan laporan keuangan
dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 14. Analisis Average Collection Period PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun Average Receivable
(Rp)
Net Credit Sales
(Rp) ACP
2005 5.000.000.000 1.656.000.000 3,019
2006 7.585.277.778 2.256.406.000 3,362
2007 9.976.741.667 3.237.627.000 3,081
Sumber : Data sekuder yang diolah
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa Average Collection Period tahun 2005
sebesar 3,019, kemudian meningkat pada tahun 2006. Namun pada tahun 2007 menurun
menjadi 3,081. Berdasarkan pergerakan selama tiga tahun tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa ada peningkatan tingkat Average Collection Period pada tahun 2006. Hal ini
menunjukkan bahwa pada tahun 2006 terdapat resiko yang semakin besar atas tidak
tertagihnya utang. Namun resiko tersebut menurun pada tahun 2007.
2. Hasil Analisis Profitabilitas
a. Gross Profit Margin
Gross Profit Margin adalah rasio yang menunjukkan tingkat laba kotor dengan
volume penjualan. Laba kotor merupakan laba yang diperoleh sebelum dikurangi berbagai
biaya seperti biaya tenaga kerja, biaya transportasi, biaya bunga, biaya pajak, dan biaya-biaya
lainnya. Analisis Gross Profit Margin berdasarkan laporan keuangan dapat dilihat di bawah
ini:
Tabel 15. Analisis Gross Profit Margin PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun Sales
(Rp)
Cost of Goods Sold
(Rp) GPM
2005 1.800.000.000 144.000.000 92,00%
2006 2.730.700.000 474.294.000 82,63%
2007 3.591.627.000 354.000.000 90,14%
Sumber : Data sekuder yang diolah
Berdasarkan analisis tersebut dapat dilihat bahwa Gross Profit Margin tahun 2005
sebesar 92%. Pada tahun 2006 menurun dan meningkat lagi pada tahun 2007, tetapi tidak
sebesar tahun 2005. Berdasarkan analisis tersebut maka Gross Profit Margin cenderung
menurun.
b. Net Profit Margin
Net Profit Margin dimaksudkan untuk mengetahui tingkat laba bersih sesudah pajak
dibandingkan dengan volume penjualan. Hasil analisis tentang Net Profit Margin dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 16. Analisis Net Profit Margin PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun Net Profit After Tax
(Rp)
Net Sales
(Rp) NPM
2005 252.871.000 1.656.000.000 15,27%
2006 526.480.000 2.256.406.000 23,33%
2007 582.101.000 3.237.627.000 17,98%
Sumber : Data sekuder yang diolah
Berdasarkan analisis seperti terlihat pada tabel di atas menunjukkan bahwa Net Profit
Margin selama tahun 2005-2007 terjadi kenaikan dan penurunan. Hal ini berarti tingkat
Gross Profit Margin tidak stabil yang menunjukkan bahwa laba bersih setiap tahun tidak
stabil. Laba bersih yang tidak stabil menunjukkan bahwa kegiatan perusahaan juga tidak
stabil. Karena itu, agar perusahaan memperoleh laba yang stabil, kegiatan usaha juga harus
dilakukan dengan lebih baik.
c. Operating Profit Margin
Operating Profit Margin dimaksudkan untuk mengetahui tingkat laba operasi
sebelum bunga dan pajak dibandingkan dengan volume penjualan. Hasil analisis Operating
Profit Margin dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 17. Analisis Operating Profit Margin PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun EBIT
(Rp)
Net Sales
(Rp) OPM
2005 333.513.000 318.828.000 104,61%
2006 627.781.000 591.381.000 106,16%
2007 761.808.000 646.779.000 117,78%
Sumber : Data sekuder yang diolah
Hasil analisis menunjukkan adanya peningkatan Operating Profit Margin dari tahun
2005-2007. Adanya peningkatan tersebut menunjukkan bahwa biaya bunga dan pajak
semakin menurun.
d. Return on Equity
Return on Equity dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh
laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Hasil analisis terhadap Return on
Equity tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 18. Analisis Return on Equity PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun EAT
(Rp)
Equity
(Rp) ROE
2005 252.871.000 558.464.000 45,28%
2006 526.480.000 1.084.944.000 48,53%
2007 582.101.000 1.783.056.000 32,65%
Sumber : Data sekuder yang diolah
Hasil analisis menunjukkan bahwa Return on Equity meningkat dari tahun 2005 ke
tahun 2006, dan kemudian menurun tajam pada tahun 2007. Dengan hasil analisis tersebut
dapat dikatakan bahwa laba yang diperoleh untuk para pemegang saham naik turun dan turun
drastis pada tahun 2007.
e. Earning Power
Earning Power dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan secara
keseluruhan di dalam menghasilkan laba dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia
dalam perusahaan. Hasil analisis tentang Earning Power dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 19. Analisis Earning Power PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun EBIT
(Rp)
Total Assets
(Rp) EP
2005 333.513.000 1.542.623.000 21,62%
2006 627.781.000 3.333.597.000 18,83%
2007 761.808.000 4.356.680.000 17,49%
Sumber : Data sekuder yang diolah
Hasil analisis tentang Earning Power sebagaimana terlihat pada tabel di atas menunjukkan
penurunan dari tahun 2005 hingga tahun 2007. Penurunan angka tersebut menunjukkan
bahwa perusahaan selama tiga tahun tersebut semakin melemah dalam memperoleh laba
usaha.
f. Return on Investment
Return on Investment dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan perusahaan
dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi
perusahaan dalam usaha menghasilkan keuntungan. Analisis Return on Investment
berdasarkan data laporan keuangan dari tahun 2005-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 20. Analisis Return on Investment PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tahun EAT
(Rp)
Total Assets
(Rp) ROI
2005 252.871.000 1.542.623.000 16,39%
2006 526.480.000 3.333.597.000 15,79%
2007 582.101.000 4.356.680.000 13,36%
Sumber : Data sekuder yang diolah
Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat dilihat adanya penurunan dari tahun 2005-2007.
Penurunan tersebut menunjukkan adanya penurunan kemampuan perusahaan dalam
memperoleh keuntungan dari penanaman modal dalam aktiva.
H. Pembahasan Hasil Analisis
1. Analisis Efisiensi Pengendalian Piutang
a. Days Sales Outstanding (DSO)
Days Sales Outstanding (DSO) menunjukkan berapa lama rata–rata uang hasil
penjualan akan diterima sejak penjualan dilakukan. DSO sedapat mungkin semakin mengecil,
atau setidak-tidaknya dalam keadaan tetap. DSO berkaitan dengan jangka waktu pembayaran
sejak terjadi transaksi kredit. Jika DSO semakin tinggi, maka perusahaan akan rugi dari sisi
waktu. Artinya, uang yang seharusnya sudah dapat diterima dan dipergunakan untuk
melakukan kegiatan usaha, tidak dapat berkembang. DSO yang semakin tinggi menunjukkan
bahwa tingkat pengembalian uang menjadi terlambat. Karena itu, perusahaan harus mencari
penggantinya dahulu agar dapat tetap beroperasi. Dengan demikian, jika DSO semakin
tinggi, perusahaan akan menderita kerugian di berbagai hal antara lain waktu menunggu,
uang tidak dapat berputar dan berkembang, serta perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk
memperoleh modal pengganti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa DSO dari tahun 2005-2007 semakin tinggi.
Hal ini berarti tingkat pengembalian piutang semakin lama. Kondisi yang demikian ini
kurang baik bagi perusahaan, karena perusahaan semakin merugi, meskipun agak kurang
dirasakan. Kerugian terutama dalam hal waktu dan kegiatan lain untuk mencari pengganti
uang yang berhenti di pihak lain.
b. Account Receivable Turnover
Account Receivable Turnover adalah tingkat perputaran piutang. Semakin tinggi
perputaran berarti semakin cepat pengembalian modal dalam bentuk kas atau makin tinggi
turnover yang rendah berarti over invesment (kelebihan investasi) dalam piutang. Account
Receivable Turnover perusahaan sedapat mungkin tinggi, karena dengan tingginya Account
Receivable Turnover, maka perputaran uang semakin cepat. Dengan semakin cepatnya
perputaran uang, maka uang akan berkembang dengan lebih cepat juga.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat Account Receivable Turnover dari tahun 2005
sampai tahun 2007 mengalami fluktuasi. Tahun 2005, tingkat Account Receivable Turnover
sebesar 33,12%. Kemudian tahun berikutnya menurun menjadi 29,7%. Tahun berikutnya
yaitu tahun 2007 naik lagi tetapi tidak setinggi tahun 2005. Hal ini berarti ada kecenderungan
menurun. Jika kondisi tersebut terus menerus seperti itu, maka lama-kelamaan tingkat
Account Receivable Turnover semakin menurun. Jika semakin lama semakin menurun,
berarti tingkat perputaran uang semakin melambat. Semakin lambatnya tingkat perputaran
piutang, maka perkembangan uang juga semakin lambat dan dapat mengancam eksisteni
perusahaan. Karena pendapatan juga akan semakin berkurang, padahal kebutuhan operasional
semakin lama semakin tinggi.
c. Average Collection Period
Average Collection Period pada suatu perusahaan menunjukkan resiko kemungkinan
tidak tertagihnya piutang. Oleh karena itu penting bagi perusahaan untuk membandingkan
antara rata-rata waktu pengumpulan piutang dengan syarat pembayaran yang telah ditetapkan
oleh perusahaan. Apabila rata-rata waktu pengumpulan piutang selalu lebih besar dari pada
batas waktu pembayaran yang telah ditetapkan berarti cara pengumpulan kurang efisien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Average Collection Period berfluktuasi. Dari
tahun 2005 tingkat Average Collection Period sebesar 3,019 kemudian meningkat pada tahun
2006 menjadi 3,362 dan menurun lagi pada tahun 2007 menjadi 3,081. Terjadinya
peningkatan dan penurunan dalam kurun waktu tiga tahun menunjukkan bahwa pengumpulan
piutang juga naik turun. Dalam hal ini belum dapat disimpulkan permasalahannya, dan juga
belum memerlukan kebijakan khusus. Namun jika keadaan terus menurun dalam waktu
beberapa tahun, diperlukan kebijakan baru agar pengumpulan piutang menjadi lancar.
Kebijakan-kebijakan baru yang diambil harus didasarkan pada informasi yang benar. Karena
itu, diperlukan informasi tentang keadaan perekonomian baik secara global maupun regional,
sehingga informasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan penjualan
kredit. Dengan pertimbangan yang matang, maka tingkat resiko yang mungkin dihadapi oleh
perusahaan dapat diperkecil.
2. Analisis Profitabilitas
a. Gross Profit Margin
Gross Profit Margin adalah rasio untuk mengukur tingkat laba kotor dibandingkan
dengan volume penjualan. Laba kotor dapat mengambarkan penghasilan bruto perusahaan.
Dengan mengetahui penghasilan bruto, maka perusahaan dapat memperhitungkan biaya
operasional yang harus dikeluarkan agar laba tersebut tidak habis untuk operasional saja,
akan tetapi masih ada sisa sebagai penghasilan bersih perusahaan.
Hasil analisis dari tahun 2005-2007 menunjukkan bahwa Gross Profit Margin
cenderung menurun. Tahun 2005 Gross Profit Margin sebesar 92%, kemudian menurun pada
tahun 2006 menjadi 82,63%. Penurunan tersebut dapat dikatakan cukup tajam. Namun tahun
berikutnya yaitu tahun 2007 meningkat menjadi 90,14%. Jika keadaan terus meningkat, maka
perusahaan dapat mempertahankan kebijakannya. Namun bila terjadi penurunan lagi, maka
perusahaan perlu mengambil kebijakan baru yang dapat meningkatkan Gross Profit Margin.
b. Net Profit Margin
Net Profit Margin merupakan rasio laba bersih sesudah pajak dibandingkan dengan
volume penjualan. Dapat dikatakan bahwa Net Profit Margin adalah penghasilan nyata yang
dapat dinikmati semuanya. Net Profit Margin yang semakin meningkat menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut dapat berkembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Net Profit
Margin tahun 2005 sebesar 15,27%. Kemudian meningkat pada tahun 2006 menjadi 23,33%.
Kenaikan tersebut tentunya menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan selama tahun 2006
membawa hasil yang menggembirakan. Namun pada tahun 2007 berkurang menjadi 17,98%.
Penurunan ini tentunya perlu diwaspadai dan dicari penyebabnya. Karena dengan
menurunnya tingkat Net Profit Margin berarti usaha yang dilakukan selama ini kurang
membawa hasil.
c. Operating Profit Margin
Operating Profit Margin menunjukkan rasio tingkat laba operasi sebelum bunga dan
pajak dibandingkan dengan volume penjualan. Dengan mengetahui rasio laba sebelum bunga
dan pajak, maka perusahaan dapat memperhitungkan hasil usahanya. Sementara itu, bunga
dan pajak dapat diperhitungkan kemudian agar diperoleh pembayaran bunga dan pajak yang
lebih menguntungkan.
Hasil penelitian tentang Operating Profit Margin dari data keuangan selama tahun
2005-2007 terjadi peningkatan. Tahun 2005 tingkat Operating Profit Margin sebesar
104,61%. Kemudian tahun berikutnya yaitu tahun 2006 meningkat menjadi 106,16%.
Peningkatan tersebut mungkin tidak terlalu banyak, namun jelas menunjukkan bahwa usaha
selama tahun 2006 mampu meningkatkan hasil usaha. Tahun 2007 meningkat tajam sebesar
117,78%. Hasil tersebut tentunya menguntungkan perusahaan. Adanya peningkatan tersebut
dapat digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan kapan bunga dan pajak akan
dibayarkan.
d. Return on Equity
Return on Equity menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba yang
tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Bagi perusahaan yang memperoleh modal dengan
menjual saham, sangat penting untuk mengetahui keadaan ini. Perusahaan yang memiliki
Return on Equity tinggi akan memperoleh banyak manfaat, salah satunya akan dipercaya oleh
masyarakat yang ingin meningkatkan partisipasinya. Dengan adanya kepercayaan dari
masyarakat, maka perusahaan dapat memperoleh modal dengan mudah melalui penjualan
saham.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Return on Equity selama tahun 2005-2007
mengalami fluktuasi. Tahun 2005 perusahaan memiliki tingkat Return on Equity sebesar
45,28%, kemudian meningkat pada tahun berikutnya menjadi 48,53%. Keadaan ini cukup
menggembirakan yang berarti para pemegang saham akan memperoleh pembagian laba yang
lebih banyak. Namun tahun 2007 tingkat Return on Equity menurun tajam menjadi 32,65%.
Dengan menurunnya tingkat Return on Equity maka kemampuan perusahaan dalam
membayar pembagian laba usaha kepada pemegang saham menjadi berkurang.
e. Earning Power
Earning Power adalah kemampuan perusahaan secara keseluruhan dalam
menghasilkan laba dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia dalam perusahaan.
Earning Power dapat menggambarkan hasil usaha sesuai dengan seluruh investasi yang
dimiliki perusahaan. Dengan mengetahui Earning Power ini, maka dapat mengetahui apakah
seluruh nilai investasi menguntungkan atau tidak. Karena bagiamanapun, usaha akan
dikatakan berhasil bila seluruh investasi yang ditanamkan dapat memperoleh hasil yang
sepadan. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari tahun 2005-2007 semakin menurun. Hal ini
berarti bahwa investasi yang ditanamkan dalam usaha selama ini mengalami penurunan.
f. Return on Investment
Return on Investment adalah kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan. Setiap perusahaan tentunya menggunakan seluruh dananya agar dapat
memperoleh keuntungan yang besar. Namun perlu diketahui bahwa tidak seluruh dana yang
ditanamkan dalam aktiva memberikan keuntungan yang optimal. Kegiatan usaha yang
dilakukan dengan kelebihan dana dapat saja menimbulkan pemborosan. Karena itu, investasi
dalam aktiva harus dicari perbandingan yang terbaik.
Hasil analisis berdasarkan data selama tahun 2005-2007 terlihat menurun. Tahun
2006, tingkat Return on Investment sebesar 16,39%. Kemudian tahun berikutnya yaitu tahun
2006 menurun menjadi 15,79%. Penurunan tersebut memang tidak terlalu banyak. Tahun
2007 tingkat Return on Investment menurun tajam menjadi 13,36%. Adanya penurunan
tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut harus segera dicari
agar tingkat Return on Investment tidak selalu menurun.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
I. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan pada Bab IV, maka penelitian ini
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007 menentukan kebijakan penjualan kredit dengan
menetapkan jangka waktu kredit, sebagaimana informasi yang diperoleh dari perusahaan.
2. Kebijaksanaan penjualan kredit yang dilakukan oleh PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-
2007 belum dapat meningkatkan keuntungan. Hal ini dapat dilihat dari perputaran piutang
yang cenderung menurun. Demikian pula dari resiko tidak tertagihnya piutang yang tidak
stabil.
3. Pengumpulan piutang yang dilakukan oleh PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007 belum
efisien. Hal ini dapat dilihat dari gross profit margin yang cenderung menurun, net profit
margin yang tidak stabil, return of equity menurun, earning power yang semakin melemah,
dan return on investment yang cenderung menurun.
4. Temuan penelitian lain dari hasil analisis yang dapat dikemukakan antara lain adalah: Days
Sales Outstanding atau waktu pengembalian piutang rata-ratra sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan dan biaya bunga dan pajak yang menurun. Pengembalian piutang yang
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan menunjukkan bahwa konsumen masih dapat
dipercaya untuk diberikan kredit. Sedangkan biaya bunga dan pajak yang menurun berarti
perusahaan dapat mengurangi pengeluaran khususnya untuk biaya bunga dan pajak.
J. Implikasi Hasil Penelitian
Berdasarkan kesimpulan penelitian sebagaimana di atas, maka hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kebijakan penjualan kredit merupakan kebijakan yang harus selalu
mendapat perhatian dan kajian-kajian berdasarkan realita-realita yang ada. Penjualan kredit
merupakan penjualan yang memiliki resiko. Resiko bagi sebuah perusahaan yang melakukan
penjualan kredit adalah resiko kehilangan atau tidak tertagihnya piutang. Resiko tersebut dapat
mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mempertahankan produksinya.
Penjualan secara kredit yang telah ditentukan manajemen merupakan kebijakan yang
telah dipertimbangkan secara matang. Berbagai faktor yang perlu dipertimbangan dapat bersifat
internal maupun eksternal. Faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi kebijakan penjualan
kredit antara lain adalah kemampuan perusahaan untuk melakukan produksi secara terus
menerus. Penjualan secara kredit tentunya akan mengurangi modal yang ada dalam perusahaan,
sehingga jika sebagian modal berada di luar perusahaan, maka perusahaan menjadi tidak dapat
berproduksi lagi. Jika tidak dapat berproduksi, maka perusahaan tidak dapat memenuhi
permintaan konsumen. Kondisi yang demikian dapat mengurangi kepercayaan konsumen dalam
mengandalkan produk dari perusahaan.
Faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan kredit adalah konsumen itu sendiri.
Konsumen merupakan pengguna barang produksi. Daya beli konsumen merupakan faktor yang
perlu dipertimbangkan perusahaan dalam menetapkan kebijakan kredit. Selain daya beli,
kepercayaan perusahaan terhadap konsumen juga menjadi faktor yang mempengaruhi untuk
memberikan kredit. Kepercayaan tersebut terkait dengan kemampuan membayar piutang sesuai
dengan waktu yang telah disepakati bersama. Faktor-faktor eksternal tersebut harus dikaitkan
pula dengan kondisi perekonomian secara global. Hal ini dilakukan karena pada saat tertentu,
konsumen mungkin dapat dipercaya dapat mengembalikan piutang pada waktunya. Namun
keadaan perekonomian secara global dapat menyebabkan konsumen kehilangan kemampuan
ekonominya sehingga tidak dapat mengembalikan piutang. Karena itulah maka faktor eksternal
juga perlu dipertimbangkan baik dari kemampuan konsumen maupun dari keadaan
perekonomian secara global.
K. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan penelitian, maka penelitian ini mengajukan
saran-saran sebagai berikut:
1. Kepada perusahaan
Kepada perusahaan diharapkan dapat mempertimbangkan penjualan kredit secara
lebih matang. Hal ini dikarenakan kebijakan kredit yang dilakukan selama tiga tahun terakhir
kurang efektif. Untuk dapat menentukan kebijakan penjualan kredit secara lebih matang,
perusahaan harus memiliki sumber daya manusia yang memiliki kemampuan tinggi dalam
melakukan perencanaan penjualan kredit. Selain itu, informasi dari konsumen juga sangat
penting agar perusahaan dapat menetapkan besarnya kredit yang diberikan kepada konsumen.
Informasi tentang keadaan perekonomian secara global juga sangat penting untuk diketahui,
sehingga perusahaan dapat memperkirakan pergerakan perekonomian yang dapat
mempengaruhi kondisi perekonomian konsumen.
Untuk dapat mengambil kebijakan kredit secara tepat, maka sebaiknya perusahaan
melakukan analisis terhadap penjualan kredit yang telah dilakukan, sehingga dapat
mengetahui efektivitas penjualan kredit. Untuk melaksanakan analisis tersebut, perusahaan
dapat melakukan kerjasama dengan peneliti dari mahasiswa sehingga perusahaan tidak perlu
mengeluarkan dana untuk melakukan analisis.
2. Bagi Peneliti yang akan datang
Bagi peneliti yang akan datang, diharapkan dapat melakukan penelitian dengan lebih
baik. Penelitian dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama, karena dengan jangka
waktu yang lebih lama, analisis keuangan akan lebih terlihat kestabilannya.