FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI MIKROBA OLEH: DR.H.M.AGUS KRISNO BUDIYANTO,M.KES DOSEN PENDIDIKAN BIOLOGI UMM Tiap-tiap makhluk hidup itu keselamatannya sangat tergantung kepada keadaan sekitarnya, terlebih-lebih mikro organisme. Makhlukmakhluk halus ini tidak dapat menguasai faktor-faktor luar sepenuhnya, sehingga hidupnya sama sekali tergantung kepada keadaan sekelilingnya. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri ialah dengan menyesuaikan diri (adaptasi) kepada pengaruh faktor-faktor luar. Penyesuaian diri dapat terjadi secara cepat serta bersifat sementara waktu, akan tetapi dapat pula perubahan itu bersifat permanen sehingga mempengaruhi bentuk morfologi serta sifat-sifat fisiologi yang turun menurun. Kehidupan bakteri tidak hanya di pengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Misal, bakteri termogenesis menimbulkan panas di dalam media tempat ia tumbuh. Bakteri dapat pula mengubah pH dari medium tempat ia hidup, perubahan ini di sebut perubahan secara kimia. Adapun faktor-faktor lingkungan dapat di bagi atas faktor-faktor biotik dan faktor-faktor abiotik. Faktor-faktor biotik terdiri atas mahluk-mahluk hidup, sedang faktor-faktor abiotik terdiri dari faktor-faktor alam (fisika) dan faktorfaktor kimia. 5.1 Faktor-Faktor Abiotik. Faktor abiotik adalah faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan yang bersifat fisika dan kimia. Di antara faktor-faktor yang perlu di perhatikan ialah suhu, pH, tekanan osmose, pengeringan, sinar gelombang pendek, tegangan muka dan daya oligodinamik. 1. Suhu Masing-masing mikrobia memerlukan suhu tertentu untuk hidupnya. Suhu pertumbuhan suatu mikrobia dapat di bedakan dalam suhu minimum, optimum dan maksimum. Berdasarkan atas perbedaan suhu pertumbuhannya dapat di bedakan mikrobia yang psikhrofil, mesofil, dan termofil. Untuk tujuan tertentu suatu mikrobia perlu di tentukan titik kematian termal (thermal death point) dan waktu kematian termal (thermal death time)- nya.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI MIKROBA
OLEH: DR.H.M.AGUS KRISNO BUDIYANTO,M.KES
DOSEN PENDIDIKAN BIOLOGI UMM
Tiap-tiap makhluk hidup itu keselamatannya sangat tergantung kepada keadaan
sekitarnya, terlebih-lebih mikro organisme. Makhlukmakhluk halus ini tidak dapat
menguasai faktor-faktor luar sepenuhnya, sehingga hidupnya sama sekali tergantung
kepada keadaan sekelilingnya. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri ialah
dengan menyesuaikan diri (adaptasi) kepada pengaruh faktor-faktor luar. Penyesuaian
diri dapat terjadi secara cepat serta bersifat sementara waktu, akan tetapi dapat pula
perubahan itu bersifat permanen sehingga mempengaruhi bentuk morfologi serta sifat-
sifat fisiologi yang turun menurun. Kehidupan bakteri tidak hanya di pengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Misal,
bakteri termogenesis menimbulkan panas di dalam media tempat ia tumbuh. Bakteri
dapat pula mengubah pH dari medium tempat ia hidup, perubahan ini di sebut
perubahan secara kimia.
Adapun faktor-faktor lingkungan dapat di bagi atas faktor-faktor biotik dan faktor-faktor
abiotik. Faktor-faktor biotik terdiri atas mahluk-mahluk hidup, sedang faktor-faktor abiotik
terdiri dari faktor-faktor alam (fisika) dan faktorfaktor kimia.
5.1 Faktor-Faktor Abiotik.
Faktor abiotik adalah faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan yang bersifat fisika
dan kimia. Di antara faktor-faktor yang perlu di perhatikan ialah suhu, pH, tekanan
osmose, pengeringan, sinar gelombang pendek, tegangan muka dan daya oligodinamik.
1. Suhu
Masing-masing mikrobia memerlukan suhu tertentu untuk hidupnya. Suhu pertumbuhan
suatu mikrobia dapat di bedakan dalam suhu minimum, optimum dan maksimum.
Berdasarkan atas perbedaan suhu pertumbuhannya dapat di bedakan mikrobia yang
psikhrofil, mesofil, dan termofil. Untuk tujuan tertentu suatu mikrobia perlu di tentukan
titik kematian termal (thermal death point) dan waktu kematian termal (thermal death
time)- nya.
Daya tahan terhadap suhu itu tidak sama bagi tiap-tiap spesies. Ada spesies yang mati
setelah mengalami pemanasan beberapa menit di dalam cairan medium pada suhu 60°C,
sebaliknya ,bakteri yang membentuk spora seperti genus Bacillus dan Clostridium itu
tetap hidup setelah di panasi dengan uap 100°C atau lebih selama kira-kira setengah
jam. Untuk sterilisali, maka syaratnya untuk membunuh setiap spesies untuk membunuh
setiap spesies bakteri ialah pemanasan selama 15 menit dengan tekanan 15 pound serta
suhu 121°C di dalam autoklaf.
Dalam cara menentukan daya tahan panas suatu spesies perlu di perhatikan syarat-
syarat sebagai berikut:
1. Berapa tinggi suhu.
2. Berapa lama spesies itu berada di dalam suhu tersebut.
3. Apakah pemanasan bakteri itu di lakukan di dalam keadaan kering ataukah di dalam
keadaan basah.
4. Beberapa pH dari medium tempat bakteri itu di panasi.
5. Sifat-sifat lain dari medium tempat bakteri itu di panasi.
Mengenai pengaruh basah dan kering ini dapat diterangkan sebagai berikut. Di dalam
keadaan basah, maka protein dari bakteri lebih cepat menggumpal daripada di dalam
keadaan kering, pada temperartur yang sama. Berdasarkan ini, maka sterilisasi barang-
barang gelas di dalam oven kering itu memerlukan suhu yang lebih tinggi daripada 121°
C dan waktu yang lebih lama daripada 15 menit. Sedikit perubahan pH menju ke asam
atau ke basa itu sangat berpengaruh kepada pemanasan. Berhubung dengan ini, maka
buah-buahan yang masam itu lebih mudah disterilisasikan daripada sayur-sayur atau
daging.
Untuk menentukan suhu maut bagi bakteri orang mengambil pedoman sebagai berikut:
Suhu maut (Thermal Death Point) ialah suhu yang serendahrendahnya yang dapat
membunuh bakteri yang berada di dalam standard medium selama 10 menit. Ketentuan
ini mencakup kelima syarat-syarat tersebut diatas. Perlu diperhatikan kiranya, bahwa
tidak semua individu dari suatu spesies itu mati bersama-sama pada suatu suhu tertentu.
Biasanya, individu yang satu lebih tahan daripada individu yang lain terhadap
suatupemanasan, sehingga tepat jugalah bila kita katakana adanya angka kematian pada
suatu suhu (Thermal Death Rate). Sebaliknya jika suatu standard suhu sudah ditentukan
seperti pada perusahaan pengawetan makanan atau dalam perusahaan susu, maka
lamanya pemanasan merupakan faktor yang berbeda-beda bagi tiap-tiap dapatlah kita
adakan penentuan waktu maut (Thermal Death Rate). Biasanya standard suhu itu diatas
titik didih dan pemanasan setinggi ini perlu bagi pemusnahan bakteri yang berspora.
Umumnya bakteri lebih tahan suhu rendah daripada suhu tinggi. Hanya beberapa spesies
neiseria mati karena pendinginan sampai 0° C dalam kedaan basah. Bakteri patogen
yang bias hidup di dalam tubuh hewan atau manusia dapat bertahan sampai beberapa
bulan pada suhu titik beku.
Pembekuan itu sebenarnya tidak berpengaruh kepada spora, karena spora sangat sedikit
mengandung air. Pembekuan bakteri di dalam air lebih cepat membunuh bakteri
daripada kalau pembekuan itu di dalam buih, buih tidak membeku sekeras air beku.
Bahwa pembekuan air itu menyebabkan kerusakan mekanik pada bakteri mudahlah
dimaklumi, tentang efek yang lain misalnya secara kimia, kita belum tahu. Pembekuan
secara perlahan-lahan dalam suhu -16°C ( es campur garam ) lebih efektif dari pada
pembekuan secara mendadak dalam udara beku (-190° C ). Juga pembekuan secara
terputus-putus ternyata lebih efektif dari pada pembekuan secara terusmenerus. Sebagai
contoh, piaraan basil tipus mati setelah dibekukan putus – putus dalam waktu 2 jam,
sedang piaraan itu dapat bertahan beberapa minggu dalam keadaan beku terus-
menerus.
Mengenai pengaruh suhu terhadap kegiatan fisiologi, maka seperti halnya dengan
mahluk-mahluk lain, mikrooganisme pun dapat bertahan di dalam suatu batas-batas suhu
tertentu. Batas-batas itu ialah suhu minimum dan suhu maksimum, sedang suhu yang
paling baik bagi kegiatan hidup itu disebut suhu optimum. Berdasarkan itu adalah tiga
golongan bakteri, yaitu:
Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik sekali pada suhu
setinggi 55° sampai 65°C, meskipun bakteri ini juga dapat berbiak pada suhu lebih
rendah atau lebih tinggi daripada itu, yaitu dengan batas-batas 40°C sampai 80°C.
Golongan ini terutama terdapat didalam sumber air panas dan tempat-tempat lain yang
bersuhu lebih tinggi dari 55°C.
Bakteri mesofil (mesotermik), yaitu bakteri yang hidup baik di antara 5° dan 60°C,
sedang suhu optimumnya ialah antara 25° sampai 40°C, minimum 15°C dan maksimum
di sekitar 55°C. Umumnya hidup di dalam alat pencernaan, kadang-kadang ada juga
yang dapat hidup dengan baik pada suhu 40°C atau lebih.
Bakteri psikrofil (oligotermik), yaitu bakteri yang dapat hidup di antara 0° sampai 30°C,
sedang suhu optimumnya antara 10° sampai 20°C. Kebanyakan dari golongan ini tumbuh
di tempat-tempat dingin baik di daratan ataupun di lautan.
Pada tahun 1967 di Yellowstone Park di temukan bakteri yang hidup dalam air yang
panasnya 93 – 94 °C dan pada tahun 1969 berapa spesies lagi di tempat yang sama yang
juga sangat termofil. Spesies-spesies itu di tabiskan menjadi Thermus aquaticus, Bacillus
caldolyticus, dan Bacillus caldotenax. Dalam praktek, batas-batas antara golongan-
golongan itu sukar di tentukan, juga di antara beberapa individu di dalam satu golongan
pun batas-batas suhu optimum itu sangat berbeda-beda. Bakteri termofil agak
menyulitkan pekerjaan pasteurisasi, karena pemanasan pada pasteurisasi itu hanya
sekitar 70 ° C saja, sedang pada suhu setinggi itu spora-spora tidak mati. Spora bakteri
termofil juga merepotkan perusahaan pengawetan makanan. Selama bahan makanan di
dalam kaleng itu di simpan pada suhu yang rendah, spora-spora tidak akan tumbuh
menjadi bakteri. Akan tetapi, jika suhu sampai naik sedikit, besarlah bahaya akan
rusaknya makanan itu sebagai akibat dari pertumbuhan spora-spora tersebut.
Sebaliknya, bakteri psikrofil dapat mengganggu makanan yang di simpan terlalu lama di
dalam lemari es. Golongan bakteri yang dapat hidup pada bata-batas suhu yang sempit,
misalnya, Conococcus itu hanya dapat hidup subur antara 30 ° dan 40 ° C, jadi batas
antara minimum dan maksimum tidak terlampau besar, maka bakteri semacam itu kita
sebut stenotermik. Sebaliknya Escherichia coli tumbuh baik antara 8 °C sampai 46 °C,
jadi beda antara minimum dan maksimum suhu di sini ada lebih besar daripada yang di
sebut di atas, maka Escherichia coli itu termasuk golongan bakteri yang kita sebut
euritermik. Pada umumnya dapat di pastikan, bahwa suhu optimum itu lebih mendekati
suhu maksimum daripada suhu minimum.Hal ini nyata benar bagi Gonococcus dan
Escherichia coli, keduanya mempunyai optimum suhu 37 °C. Bakteri yang dipiara di
bawah
suhu minimum atau sedikit di atas suhu maksimum itu tidak segera mati, melainkan
berada di dalam keadaan “tidur” (dormancy).
Suhu berpengaruh terhadap kinerja reaksi dalam mikroorganisme. Kecepatan reaksi
kimia merupakan fungsi langsung daripada suhu dan mengikuti hubungan yang
dikemukakan semula oleh Arrhenius :
Log10 V = − ΔH* + C
2.303RT
v ialah kecepatan reaksi, ΔH* ialah energi aktivitas pada reaksi, R ialah konstante gas, T
ialah suhu dalam derajat Kelvin. Karena itu, kecepatan reaksi kimia sebagai fungsi T ¯¹
menghasilkan garis lurus dengan lereng negatif (Gambar 10.6). Gambar 10.7
menunjukkan kecepatan tumbuh E. coli yang dapat disamakan dengan fungsi T ¯¹.
Kurvenya linear hanya pada bagian kisaran suhu untuk tumbuh. Sebab kecepatan
tumbuh dengan tibatiba sangat menurun pada batas atas dan bawah kisaran suhu.
Kecepatan tumbuh pada suhu tinggi yang menurun tiba-tiba disebabkan oleh denaturasi
panas protein dan mungkin pula denaturasi struktur sel seperti membran. Pada suhu
maksimum untuk tumbuh maka reaksi yang merusak menjadi sangat besar. Suhu itu
biasanya hanya berapa derajat lebih tinggi daripada suhu untuk kecepatan tumbuh
maksimal, yang dinamakan suhu optimum.
Gambar 5.3 Hubungan antara kecepatan reaksi kimiawi dan suhu menurut rumus
arrthenius
Dari pengaruh suhu pada kecepatan reaksi kimia, dapat diramalkan bahwa semua bakteri
dapat melanjutkan tumbuhnya (meskipun dengan kecepatan yang makin lama makin
lebih rendah) selama suhu diturunkan sampai sistem itu membeku. Akan tetapi,
kebanyakan bakteri berhenti tumbuh pada suhu (suhu minimum untuk tumbuh ) jauh di
atas titik beku air. Setiap mikroorganisme mempunyai suhu yang tepat untuk
pertumbuhan, tetapi di bawah suhu ini pertumbuhan tidak terjadi betapa pun lamanya
masa
inkubasi.
Nilai suhu kardinal menurut angka (minimum, optimum, dan maksimum) dan kisaran
suhu yang memungkinkan pertumbuhan, sangat beragam pada bakteri. Beberapa bakteri
yang diisolasi dari sumber air panas dapat tumbuh pada suhu setinggi 95°C; yang
diisolasi dari lingkungan dingin, dapat tumbuh sampai suhu serendah –10°C jika
konsentrasi solut yang tinggi mencegah mediumnya menjadi beku. Berdasarkan kisaran
suhu untuk tumbuh, bakteri seringkali dibagi atas tiga golongan besar: termofil, yang
tumbuh pada suhu tinggi (diatas 55°C); mesofil, yang tumbuh baik antara 20°C sampai
45°C dan psikrofil, yang tumbuh baik pada 0°C.
Seperti juga dalam sistem klasifikasi biologis yang kerap kali benar, terminologi ini
menunjukan perbedaan yang lebih jelas di antara tipe-tipe daripada yang di jumpai di
alam. Klasifikasi reaksi suhu tiga pihak tidak memperhitungkan seluruh variasi di antara
bakteri berkenaan dengan adanya perluasan kisaran suhu yang memungkinkan
pertumbuhan. Perbedaan dalam kisaran suhu di antara termofil kadang-kadang
dinyatakan dengan istilah stenotermofil (organisme yang tidak dapat tumbuh di bawah
37 °C),
dan euritermofil (organisme yang dapat tumbuh di bawah 37 °C). psikrofil yang masih
dapat tumbuh di atas 20 °C di sebut psikrofil fakultatif; dan yang tidak dapat tumbuh di
atas 20 °C di sebut psikrofil obligat.
Garis dengan satu tanda panah menunjukkan batas suhu tumbuh untuk paling sedikit
satu galur spesies itu terdapat variasi di antara bermacam galur beberapa spesies. Tanda
dengan dua panah menunjukkan bahwa pada batas suhu sebenarnya terletak di antara
tanda panah tersebut. Garis dengan titik-titik menunjukkan bahwa pertumbuhan
minimum belum ditentukan. Data yang menggambarkan kisaran suhu tumbuh berbagai
macam bakteri menunjukkan sifat termofil, mesofil, dan psikrofil yang agak berubah-
ubah.
Kisaran suhu yang memungkinkan pertumbuhan itu berubah-ubah seperti halnya suhu-
suhu maksimum dan minimum. Kisaran suhu beberapa bakteri kurang dari 10°C,
sedangkan untuk lainnya dapat sampai 50°C.
Faktor yang menentukan batas suhu untuk tumbuh telah disingkapkan oleh dua macam
penelitian; perbandingan antara sifat organisme dengan kisaran suhu yang sangat
berbeda; dan analisis sifat mutan yang peka terhadap suhu, kisaran suhunya menjadi
lebih sempit oleh perubahan satu mutan. Ada dua macam mutan yang peka terhadap
suhu; mutan peka panas, dengan suhu tumbuh maksimum yang menurun ; dan mutan
peka dingin, dengan suhu tumbuh minimum yang menaik.
Studi mengenai kinetika denaturasi panas pada enzim dan struktur sel yang berprotein
(misalnya flagelum, ribosom) menunjukkan bahwa banyak protein khusus pada bakteri
termofil lebih tahan panas daripada protein homolognya dari bakteri mesofil. Mungkin
pula untuk mengira-ngirakan ketahanan panas menyeluruh protein sel yang dapat larut,
dengan mengukur kecepatan protein di dalam ekstrak bakteri menjadi tidak larut karena
denaturasi panas pada beberapa suhu yang berbeda. Percobaan seperti ini (Tabel 10.6).
Dengan jelas menunjukkan bahwa pada hakekatnya semua protein bakteri termofilik
setelah perlakuan panas tetap pada tingkat asalnya yang sebenarnya menghilangkan
semua protein mesofil yang sekelompok. Karena itu adaptasi mikroorganisme termofilik
terhadap suhu di sekitarnya hanya dapat dicapai dengan perubahan mutasional yang
mempengaruhi struktur utama kebanyakan (jika tidak semua) protein sel tersebut.
Meskipun adaptasi evalusionar yang menghasilkan termofil agaknya melibatkan ,mutasi
yang meningkatkan ketahanan panas proteinnya , namun kebanyakan mutasi yang
berpengaruh pada struktur utama suatu protein khusus ( misalnya enzin) mengurangi
ketahanan panas protein tersebut, walaupun banyak di antara mutasi ini mungkin
berpengaruh sedikit atau tidak sama sekali pada sifat-sifat katalitik. Akibatnya, dengan
tidak adanya seleksi tandingan oleh tantangan panas, maka suhu maksimum untuk
pertumbuhan mikroorganisme apa pun harus menurun secara berangsur-angsur sebagai
akibat mutasi acak yang berpengaruh pada struktur pertama proteinnya. Kesimpulan ini
ditunjang oleh pengamatan bahwa bakteri psikrofilik yangdiisolasi dari air antartik
mengandung sejumlah besar protein yang luar biasa labilnya terhadap panas.
Pada suhu rendah, semua protein mengalami sedikit perubahan bentuk, yang dianggap
berasal dari melemahnya ikatan hidrofobik yang memegang peran penting dalam
penentuan struktur tartier (berdimensi tiga). Semua tipe ikatan lain pada protein menjadi
lebih kuat bila suhu diturunkan. Pentingnya bentuk yang tepat untuk fungsi sebenarnya
protein alosterik dan untuk perakitan sendiri protein ribosomal menjadi kedua kelas
protein ini teramat peka terhadap inaktivasi dingin. Oleh karen aitu, tidaklah
mengherankan bahwa mutasi yang menaikkan suhu minimum untuk pertumbuhan
biasanya terjadi di dalam gen yang menyandikan protein-protein ini.
Susunan lipid pada hampir semua organisme, baik prokariota maupun eukariota,
berubah-ubah menurut suhu tumbuh. Bila suhu turun, kandungan relatif asam lemak
tidak jenuh didalam lipid selular meningkat. Ilustrasi kejadian ini pada E. coli tampak
pada perubahan dalam susunan lemak ini adalah komponen penting daripada adaptasi
suhu pada bakteri. Titik cair lipid berhubungan langsung dengan asam lemak jenuh.
Akibatnya, derajat kejenuhan asam lemak pada lipid membran menentukan derajat
keadaan cairnya pada suhu tertentu. Karena fungsi membran bergantung pada keadaan
cair komponen lipid, dapatlah dipahami bahwa pertumbuhan pada suhu rendah haruslah
diikuti dengan penambahan derajat ketidakjenuhan asam lemak.
2. pH
Mikrobia dapat tumbuh baik pada daerah pH tertentu, misalnya untuk bakteri pada pH
6,5 – 7,5; khamir pada pH 4,0 – 4,5 sedangkan jamur dan aktinomisetes pada daerah pH
yang luas. Setiap mikrobia mempunyai pH minimum, optimum dan maksimum untuk
pertumbuhanya. Berdasarkan atas perbedaan daerah pH untuk pertumbuhanya dapat
dibedakan mikrobia yang asidofil, mesofil ( neutrofil ) dan alkalofil. Untuk menahan
perubahan dalam medium sering ditambahkan larutan bufer. pH optimum pertumbuhan
bagi kebanyakan bakteri antara 6,5 dan 7,5. Namun beberapa spesies dapat tumbuh
dalam keaadaan sangat masam atau sangat alkalin, bila bakteri di kuitivasi di dalam
suatu medium yang mula-mula disesuaikan pHnya misal 7 maka mungkin pH ini akan
berubah sebagai akibat adanya senyawasenyawa asam atau basa yang dihasilkan
selama pertumbuhannya. Pergesaran pH ini dapat sedemikian besar sehingga
mengahambat pertumbuhan seterusnya organisme itu. Pergeseran pH dapat dapat
dicegah dengan menggunakan larutan penyangga dalam medium, larutan penyangga
adalah senyawa atau pasangan senyawa yang dapat menahan perubahan pH.
Istilah pH pada suatu symbol untuk derajat keasaman atau alkanitas suatu larutan;
pH=log (1/[H+]) dengan [H+] sebagai konsentrasi ion hydrogen. pH air suling ialah 7,0