i FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINDAKAN IBU MENYUSUI DALAM PENGGUNAAN SUSU FORMULA UNTUK BAYI DI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sosial Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Oleh : RENI NUGRAHENI UTAMI D 0307062 FAKULTAS ILMU SOSIAL POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user
116
Embed
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINDAKAN IBU …/Faktor...i FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINDAKAN IBU MENYUSUI DALAM PENGGUNAAN SUSU FORMULA UNTUK BAYI DI KOTA SURAKARTA SKRIPSI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINDAKAN IBU
MENYUSUI DALAM PENGGUNAAN SUSU FORMULA UNTUK BAYI
DI KOTA SURAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sosial Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial Politik
Oleh :
RENI NUGRAHENI UTAMI
D 0307062
FAKULTAS ILMU SOSIAL POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
JUDUL
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINDAKAN IBU
MENYUSUI DALAM PENGGUNAAN SUSU FORMULA UNTUK BAYI
DI KOTA SURAKARTA
Oleh :
RENI NUGRAHENI UTAMI
D 0307062
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
untuk Mencapai Gelar Sarjana Sosial Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
§ Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku (Filipi 4:13)
§ Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku
mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai
sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu
hari depan yang penuh harapan. Karena masa depan sungguh ada, dan
harapanmu tidak akan hilang (Yeremia 29:11, Amsal 23:18)
§ Everyday may not be good, but there’s something good in everyday…
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk :
1. Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa
mendidik, membimbing dengan penuh
kesabaran serta doa yang selalu menyertaiku.
2. Kakak-kakakku tersayang
3. Calon pendamping hidupku
4. Teman – teman seperjuangan Fisip UNS ‘07
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala cinta kasih dan anugerahNya yang teramat indah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI TINDAKAN IBU MENYUSUI DALAM PENGGUNAAN
SUSU FORMULA UNTUK BAYI DI KOTA SURAKARTA”
Penulis menyadari berbagai keterbatasan dan kekurangan yang ada dalam
penulisan skripsi ini, dan penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak, maka penyusunan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan
baik.. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Drs. Pawito Ph. D selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Bagus Haryono M. Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Dra. Hj. Trisni Utami, M. Si selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan dan arahan akademis selama belajar di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Dra. Suyatmi, MS. selaku Pembimbing Skripsi yang telah dengan sabar
mendampingi dan memberikan masukan serta motivasi kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini hingga dapat terselesaikan.
5. Bapak Argyo Demartoto atas dukungan, saran dan bantuan buku-buku yang
dipinjamkan kepada penulis yang sangat bermanfaat dalam penulisan skripsi
ini.
6. Seluruh dosen pengajar yang telah begitu banyak membekali ilmu
pengetahuan kepada penulis.
7. Seluruh staff dan karyawan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala bantuan dan pelayanan
akademik yang diberikan kepada Penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
8. Bapak, Ibu dan Keluargaku yang selalu mengasihiku, atas segala doa, bantuan,
semangat dan cinta kasih yang telah diberikan selama ini sehingga penulis
Tabel 2.3 Penduduk Menurut Pendidikan……………………………….. 36
Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Kelurahan Semanggi dalam Kelompok Umur
dan Kelamin………………………...………………………….
39
Tabel 2.5 Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Semanggi..................
Tabel 2.6 Penduduk Kelurahan Semanggi menurut Pendidikan………….
Tabel 2.7 Mutasi Penduduk Kelurahan Semanggi....................................
Tabel 2.8 Banyaknya Pemeluk Agama Kelurahan Semanggi..................
Tabel 2.9 Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ibu menyusui
dalam penggunaan susu formula untuk bayi.............................
Tabel 2.10 Penggunaan Susu Formula oleh Ibu Menyusui.....................
40
41
42
42
56
83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
ABSTRAK
Reni Nugraheni Utami. D0307062. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Ibu Menyusui dalam Penggunaan Susu Formula untuk Bayi di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.
Penggunaan susu formula untuk bayi saat ini sudah menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, baik yang mampu maupun yang kurang mampu.Banyak faktor yang melatarbelakangi ibu menyusui dalam melakukan tindakan menggunakan susu formula untuk bayi. Menurut data UPT Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta tahun 2011 didapati bahwa presentase jumlah bayi 0-6 bulan yang diberi ASI eksklusif di Kelurahan Semanggi hanya 8 % dari jumlah bayi secara keseluruhan di wilayah ini.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan secara jelas dan nyata tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ibu menyusui dalam penggunaan susu formula untuk bayi di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang sedang menyusui yang tinggal di daerah Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. pengambilan sampel yaitu dengan Purposive sampling dengan sampel sebanyak 6 orang, yang terdiri dari 2 orang ibu yang menyusui secara ekslusif, 2 orang ibu yang menyusui sambil menggunakan susu formula dan tidak bekerja dan 2 orang ibu menyusui yang menggunakan susu formula dan bekerja.
Hasil penelitian di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta menunjukkan bahwa tindakan ibu menyusui dalam menggunakan susu formula untuk bayi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, meliputi pengetahuan ibu menyusui tentang ASI ekslusif yang masih kurang, ibu merasa ASI yang dimilikinya kurang cukup untuk bayi, dan kesibukan ibu nekerja nafkah. Sedangkan faktor eksternal, meliputi pemberian susu formula yang dilakukan di Rumah Sakit atau Posyandu pada bayi, Rumah Sakit, Posyandu dan tenaga kesehatan menyarankan agar ibu yang ASI nya tidak cukup untuk menambah dengan susu formula dan lingkungan sekitar ibu menyusui yang menyarankan ibu menyusui untuk memberikan susu formula pada bayi. Kesadaran dan pengetahuan mereka akan pentingnya ASI eksklusif masih rendah disertai dengan banyaknya ibu yang bekerja, dan gaya hidup ibu zaman modern yang cenderung ingin yang praktis dan konsumtif menyebabkan semakin banyaknya ibu menyusui di daerah ini yang memberikan susu formula untuk bayi.
Diharapkan agar ibu menyusui dapat memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan dan meningkatkan pengetahuan mengenai ASI eksklusif, bagi tenaga kesehatan diharapkan agar dapat meningkatkan pendidikan kesehatan tentang ASI eksklusif dengan memperhatikan faktor internal dan lingkungan pada masyarakat khususnya kepada ibu-ibu menyusui di daerah Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta serta bagi pemerintah diharapkan agar dapat menumbuhkan kesadaran ibu-ibu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
memiliki bayi untuk mau memberi ASI Eksklusif dan memberikan penyuluhan kepada keluarga yang memiliki bayi tentang manfaat dan tujuan ASI Eksklusif bagi bayi dan ibu, dan lebih tegas lagi dalam mengatur pemasaran/promosi produk susu formula untuk bayi berusia dibawah 6 bulan.
Kata Kunci :Tindakan , Ibu menyusui, Susu formula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
ABSTRACT
Reni Nugraheni Utami. D0307062. Factors that Influence the Actions of Breastfeeding Mother’s in the Use of Infant Formulas in Losari Area, Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon Sub District, Surakarta City. Sociology Study Program of Social and Political Sciences Faculty, Surakarta Sebelas Maret University, 2011.
The use of infant formulas are now spread to all levels of society, both capable andless capable. Many factors underlying breastfeeding mothers in performing the act of using infant formulas. According to the data of UPT Puskesmas Sangkrah of Surakarta City in 2011, it can be found that the percentage proportion of 0-6 month baby given exclusive lactation in Kelurahan Semanggi is only 8% of total number of babies in this area as a whole.
This study belongs to a descriptive qualitative research aiming to describe clearly how the Factors that Influence the Actions of Breastfeeding Mother’s in the Use of Infant Formulas in Losari Area, Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon Sub District, Surakarta City. The population of research was all breastfeeding mothers living in Losari Area, Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon Sub District, Surakarta City. The sample was taken using purposive sample technique with 6 respondents as the sample, which consists of two mothers who breastfeed exclusively, two mothers who breastfeed while using infant formula and do not work and two mothers who breastfeed who use formula milk and it works.
The result of research in in Losari Area, Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon Sub District, Surakarta City shows that the results showed that the act of breastfeeding mothers in the use of infant formulas is affected by factors internal and external factors. Internal factors, including knowledge of breastfeeding mothers on exclusive breastfeeding is still lacking, mother feel they have insufficient milk for babies, and busy mother working living. While external factors, including formula feeding conducted in the Hospital or IHC in infants, hospitals, integrated health and health professionals recommend that breastfeeding mothers is not enough to add with the milk formula and the environment surrounding breast-feeding mothers are advised nursing mothers to give milk formula in infants.. Their awareness and knowledge of the exclusive breastfeeding importance are still low with the growing number of working mother and mothers’ life style in modern age tending to be practical and consumptive leading to the growing number of breastfeeding mothers who gives formula milk to their babies in this area.
It is expected the breastfeeding mothers can give breastfeed exclusively up to six months and improve their knowledge about exclusive breastfeed. The physician is expected to improve their health education about exclusive breastfeed by considering the internal and environment factors within the society particularly the breastfeeding mothers in Losari Area, Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon Sub District, Surakarta City, while the government is expected to grow the awareness
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
among the mothers with babies of giving exclusive breastfeed and give illumination to the family with babies about the benefit and objective of exclusive breastfeed for baby and mother, and regulate the marketing/promotion of formula milk product promotion more firmly for the baby under 6 months age.
Keywords: Action, Breastfeeding Mother, Formula Milk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu kegiatan pembangunan yang berlangsung saat ini adalah
pembangunan di bidang kesehatan. Semua usaha kesehatan masyarakat bertujuan
agar setiap warga masyarakat dapat memperoleh kesehatan yang baik sesuai
dengan yang diharapkan. Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan
masyarakat yang berkaitan dengan mutu hidup dalam keluarga. Masalah
kesehatan yang saat ini banyak terjadi yaitu masalah kurang gizi. Angka kesakitan
dan kematian yang tinggi pada bayi, menurunnya daya kerja fisik serta
terganggunya perkembangan mental adalah akibat langsung atau tidak langsung
dari masalah kurang gizi. Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan karena
selain makanan yang kurang juga karena Air Susu Ibu (ASI) banyak diganti
dengan susu formula dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan.
Hal ini pertanda adanya perubahan sosial dan budaya yang negatif dipandang dari
segi gizi.
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bayi pada awal usia
kehidupannya. Hal ini tidak hanya karena ASI mengandung cukup zat gizi tetapi
juga karena ASI mengandung zat imunologik yang melindungi bayi dari infeksi.
Praktek menyusui di negara berkembang telah berhasil menyelamatkan sekitar 1,5
juta bayi pertahun. Setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi Indonesia dan 1,3 juta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
bayi di seluruh dunia dapat diselamatkan dengan pemberian ASI eksklusif.
(Amiruddin,2006)
Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2002 dalam Depkes
(2005), pemenuhan kebutuhan gizi bayi 0-6 bulan mutlak diperoleh melalui ASI
bagi bayi dengan ASI eksklusif. Berdasarkan hal ini maka upaya perbaikan gizi
bayi 0-6 bulan dilakukan melalui perbaikan gizi ibu sebelum dan pada masa
pemberian ASI eksklusif. Sejalan dengan hasil kajian WHO di atas, Menkes
melalui Kepmenkes RI No.450/MENKES/IV/2004 yang menetapkan
perpanjangan pemberian ASI secara eksklusif dari yang semula 4 bulan menjadi
6 bulan.
Seperti halnya nutrisi pada umumnya, ASI mengandung komponen makro
dan mikro nutrien. Yang termasuk makronutrien adalah karbohidrat, protein dan
lemak sedangkan mikronutrien adalah vitamin & mineral. Air susu ibu hampir
90%nya terdiri dari air. Volume dan komposisi nutrien ASI berbeda untuk setiap
ibu, bergantung dari kebutuhan bayi. Perbedaan volume dan komposisi tersebut
juga terlihat pada masa menyusui (kolostrum, ASI transisi, ASI matang dan ASI
pada saat penyapihan). Kandungan zat gizi ASI awal dan akhir pada setiap ibu
yang menyusui juga berbeda. Kolostrum yang diproduksi antara hari 1-5
menyusui kaya akan zat gizi terutama protein. Pada tahun pertama kehidupannya,
bayi sangat rentan terhadap penyakit, sehingga memerlukan perlindungan ekstra
dari ibunya. ASI mengandung sel-sel darah putih dan sejumlah faktor anti-infektif
yang membantu melindungi bayi dari infeksi. ASI juga mengandung antibodi
terhadap berbagai infeksi yang pernah dialami ibu sebelumnya. (Suhardjo, 1992)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Tabel 1.1
Komposisi Air Susu Ibu dan Susu Formula
Kandungan zat gizi ASI Per 100 ml
Susu Formula Per 100 ml
Air g Energi Kalori Protein g Kasein: whey rasio Lemak g Laktose g Retinol g B-Karotenes ug Vitamin D-larut lemak ug larut air ug Vitamin C mg Tiamin mg Riboflavin mg Niacin mg Vitamin B 12 ug Asam folat ug Kalsium mg Besi mg Tembaga ug Seng ug
Enterobacter sakazakii adalah bakteri gram negatif anaerob fakultatif
berbentuk koliform dan tidak membentuk spora. Bakteri ini termasuk dalam famili
Enterobacteriaceae. Sakazakii dikenal dengan nama Enterobacter cloacae
berpigmen kuning. Pada tahun 1980, bakteri ini dikukuhkan dalam genus
Enterobacter sebagai suatu spesies baru yang diberi nama Enterobacter sakazakii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
untuk menghargai seorang bakteriolog Jepang bernama Riichi Sakazakii.
Reklasifikasi ini dilakukan berdasarkan studi DNA hibridisasi yang menunjukkan
kemiripan 41% dengan Citrobacter freundii dan 51% dengan Enterobacter
cloacae. Bakteri sakazakii sangat berbahaya karena bisa menyebabkan radang
selaput otak, infeksi saluran pernapasan bagian bawah, infeksi kulit dan jaringan
lunak, infeksi saluran kemih, infeksi dalam perut, radang jantung, radang sendi,
dan infeksi mata dan juga radang usus pada bayi. (www.wikipedia.com)
Namun kenyataannya, penggunaan susu formula untuk bayi saat ini sudah
menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, baik yang mampu maupun yang kurang
mampu. Gencarnya promosi dan iklan susu formula oleh produsen dan semakin
banyaknya ibu yang bekerja di luar rumah juga semakin meningkatkan
penyebaran penggunaan susu formula untuk bayi di lapisan masyarakat. Promosi
tersebut sering kali menyesatkan sehingga menyebabkan orang salah mengerti dan
menganggap bahwa susu formula itu lebih baik atau kurang lebih sama baiknya
dengan ASI.
Berdasarkan latar belakang di atas diketahui masih banyaknya faktor yang
mempengaruhi ibu menyusui menggunakan susu formula untuk bayi mereka dan
adanya berbagai tindakan ibu menyusui terhadap penggunaan susu formula,
sehingga berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji
tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Ibu Menyusui dalam
Penggunaan Susu Formula untuk Bayi di daerah Losari, Kelurahan
Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta“
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat disimpulkan
perumusan masalah sebagai berikut:
“Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ibu menyusui
dalam penggunaan susu formula untuk bayi di daerah Losari, Kelurahan
Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta?”
C. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian pasti mempunyai tujuan yang akan dicapai.
Dengan tujuan yang jelas tersebut akan mempermudah peneliti dalam melakukan
penelitian. Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian yang akan
dicapai oleh peneliti yaitu :
Untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi tindakan
ibu menyusui dalam menggunakan susu formula untuk bayi di daerah
Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis
maupun praktis sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kegunaan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu sosiologi.
Dalam kaitannya dengan factor-faktor yang mempengaruhi tindakan ibu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
menyusui dalam penggunaan susu formula untuk bayi, diharapkan hasil
penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan, pembanding, pertimbangan, dan
pengembangan bagi penelitian yang mengambil permasalahan yang sama.
2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat secara praktis dalam penelitian ini adalah :
a. Memberikan gambaran obyektif dan nyata tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi tindakan ibu menyusui dalam penggunaan susu formula
untuk bayi di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar
Kliwon, Kota Surakarta
b. Dapat menjadi bahan masukan bagi ibu-ibu maupun pihak yang terkait
untuk menentukan langkah- langkah dalam meningkatkan pemberian
ASI Eksklusif pada bayi.
c. Sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Sosial di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Konsep
1. Tindakan
Menurut Soerjono Soekanto dalam Kamus Sosiologi, tindakan adalah
suatu tingkah laku yang menyangkut atau berkaitan dengan pihak lain. (Soerjono
Soekanto,1983:46)
Tindakan pada dasarnya ialah perbuatan tingkah laku yang dibentuk oleh
pelaku sebagai ganti respon yang didapat dari dalam dirinya. Tindakan disini
merupakan hasil perwujudan dari perilaku atau perubahan perilaku yang
dilakukan oleh seseorang.
2. Ibu Menyusui
Ibu adalah sebutan untuk orang perempuan yang telah melahirkan kita,
wanita yang telah bersuami, panggilan yang lazim pada wanita (Poerwodarminto,
2003)
Menyusui adalah suatu cara yang tidak ada duanya dalam memberikan
makanan yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat serta
mempunyai pengaruh biologis dan kejiwaan yang unik terhadap kesehatan ibu dan
bayi (WHO/UNICEF, 1994).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Dalam penelitian ini menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi
dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan refleks
menghisap untuk mendapatkan dan menelan air susu ibu.
3. Susu Formula
Susu formula adalah susu bayi yang berasal dari susu sapi yang telah
diformulasikan sedemikian rupa sehingga komposisinya mendekati ASI.
European Society for Paediatric Gastroenterology and Nutrition (ESPAGAN)
Committee on Nutrition dalam publikasinya mengenai guidelines on infant
nutrition membagi formula bayi dalam 2 jenis yaitu formula awal dan formula
lanjutan. (Suhardjo, 1992:98).
Formula awal dalam bentuk bubuk setelah dicairkan menurut petunjuk
produsen dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi esensial bagi bayi
sampai umur 4-6 bulan, dan bersama-sama dengan makanan tambahan lainnya
sampai umur I tahun. Formula awal dibagi lagi dalam 2 golongan, formula
adaptasi (adapted) dan formula lengkap.
Umumnya bahan dasar susu formula adalah susu sapi tetapi sebagian
terbuat dari susu kedelai ditambah bahan-bahan lainnya. Susu formula diproduksi
khusus sebagai makanan bayi yang mengalami kelainan-kelainan metabolisme
sejak lahir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
B. Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan teori tindakan sosial yang telah dikemukakan
oleh Max Weber. Teori ini menyebutkan bahwa individu melakukan suatu
tindakan berdasarkan pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas suatu
objek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan sosial adalah tindakan individu
sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan
diarahkan kepada tindakan orang lain. Tindakan individu itu merupakan tindakan
sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atas sasaran dengan sarana-sarana
yang paling tepat. Teori Max Weber ini dikembangkan oleh Talcott Parsons yang
menyatakan bahwa aksi/action itu bukan perilaku/behaviour. Aksi merupakan
tindakan mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses
mental yang aktif dan kreatif. Talcott Parsons beranggapan bahwa yang utama
bukanlah tindakan individu melainkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang
menuntut dan mengatur perilaku itu. Kondisi objektif disatukan dengan komitmen
kolektif terhadap suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial
tertentu. Talcott Parsons juga beranggapan bahwa tindakan individu dan
kelompok itu dipengaruhi oleh system sosial, system budaya dan system
kepribadian dari masing-masing individu tersebut.
Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber berupa tindakan yang nyata-
nyata diarahkan kepada orang lain atau tindakan perulangan dengan sengaja
sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa bisa juga berupa persetujuan
secara pasif dalam situasi tertentu. Menurut Weber, suatu tindakan ialah perilaku
manusia yang mempunyai makna subyektif bagi pelakunya. Suatu tindakan hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dapat disebut tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan perilaku orang lain, dan berorientasi pada perilaku orang lain.
Sasaran tindakan sosial adalah aktor yang berupa seorang individu atau
sekumpulan orang. Tindakan ibu menyusui dalam menggunakan susu formula
untuk bayi tidak terlepas dari beberapa faktor penyebab sebagai pendorongnya
dan hal tersebut juga merupakan bagian dari perubahan sosial dan gaya hidup
modern dalam masyarakat. Dalam hal ini, faktor-faktor yang mempengaruhi ibu
menyusui untuk menggunakan susu formula bayi merupakan suatu pendorong ibu
menyusui melakukan suatu tindakan sosial yaitu memberikan susu formula untuk
bayinya. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor internal (dari dalam individu itu
sendiri) dan faktor eksternal (dari luar individu).
Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi tindakan ibu menyusui dalam menggunakan susu formula untuk
bayi yang diperoleh dari data dan informasi di lapangan. Untuk lebih jelasnya,
dapat dilihat dari bagan kerangka pemikiran berikut ini ::
Bagan 2.1
Kerangka Berfikir
Tindakan ibu menyusui
dalam penggunaan susu
formula untuk bayi
Faktor internal
(faktor dari dalam)
Faktor eksternal
(faktor dari luar)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Dari bagan diatas dapat dilihat bahwa tindakan ibu menyusui dalam
penggunaan susu formula untuk bayi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal yang merupakan pendorong terjadinya suatu tindakan sosial dimana
akhirnya ibu memberikan susu formula pada bayinya.
Jean Baudrillard dalam teorinya tentang masyarakat konsumer menyatakan
bahwa masyarakat yang dibentuk dan dihidupi oleh konsumsi, yang menjadikan
konsumsi sebagai pusat aktivitas kehidupan, dengan hasrat selalu dan selalu
mengkonsumsi. Dalam masyarakat konsumer, objek-objek konsumsi yang berupa
komoditi tidak lagi sekedar memiliki manfaat (nilai-guna) dan harga (nilai-tukar)
Namun lebih dari itu ia kini menandakan status, prestise dan kehormatan (nilai-
tanda dan nilai-simbol).
Nilai-tanda dan nilai-simbol, yang berupa status, prestise, ekspresi gaya
dan gaya hidup, kemewahan dan kehormatan adalah motif utama aktivitas
konsumsi masyarakat konsumer. Masyarakat konsumer yang berkembang saat ini
adalah masyarakat yang menjalankan logika sosial konsumsi, dimana kegunaan
dan pelayanan bukanlah motif terakhir tindakan konsumsi. Melainkan lebih
kepada produksi dan manipulasi penanda-penanda sosial. Individu menerima
identitas mereka dalam hubungannya dengan orang lain bukan dari siapa dan apa
yang dilakukannya, namun dari tanda dan makna yang mereka konsumsi, miliki
dan tampilkan dalam interaksi sosial.
Hidup pada jaman perkembangan pesat industrialisme di negara maju beserta
dampaknya ialah proses globalisasi dalam berbagai bidang kehidupan manusia,
kita menyaksikan pertumbuhan kesejahteraan tingkat hidup bangsa yang sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
maju secara mencolok. Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
perkembangan produksi baik bahan makanan maupun barang kebutuhan hidup
lain-lainnya rupanya berekspansi terus tanpa mengenal batas. Kemajuan ini
memberi keleluasaan bagi kemudahan baik dalam bidang pekerjaan maupun
dalam menghayati kehidupan sehari-hari di rumah. Di sisi lain kemudahan ini
justru menjadi sebuah tantangan bagi kelanggengan pemberian ASI eksklusif bagi
ibu-ibu, terutama ibu yang bekerja. Demi sebuah kemudahan, tak jarang seorang
ibu lebih suka memilih menghentikan pemberian ASI eksklusif dan menggantinya
dengan produk susu formula yang sangat mudah diperoleh di warung atau tempat
perbelanjaan.
C. Penelitian Terdahulu
Sebagai pertimbangan dalam penelitian ini, maka akan dijelaskan beberapa
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tindakan ibu menyusui dalam
penggunaan susu formula untuk bayi. Salah satunya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Ma’Rifatul Azizah tahun 2007, Program Studi Keperawatan,
Universitas Muhammadiyah Surabaya. Penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu Dalam Pemberian Susu Formula di
Wilayah Kerja Puskesmas Wire Kab. Tuban “ ini merupakan penelitian cross
sectional yang pengambilan sampelnya dilakukan secara probability sampling
dengan menggunakan tipe simple random sampling dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penilitian untuk mengidentifikasi factor pendidikan,
pekerjaan dan pengatahuan yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
pemberian susu formula. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh
hasil bahwa dari 44 responden, didapatkan 17 responden yang menempuh
pendidikan SD/SMP, 21 responden yang menempuh pendidikan SMA dan 6
responden yang menempuh pendidikan PT: 27 responden yang bekerja, 17
responden tidak bekerja; 8 responden mempunyai pengetahuan baik, 20 responden
mempunyai pengetahuan cukup dan 16 responden yang mempunyai pengetahuan
kurang; 26 responden mempunyai perilaku baik, 13 responden mempunyai
perilaku cukup, dan 5 responden mempunyai perilaku kurang. Dengan
menggunakan Uji Chi-square program SPSS versi 15,0 dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan dengan perilaku ibu
dalam pemberian susu formula.
Sedangkan Onyechi UA dan Nwabuzor, LC dalam jurnalnya yang
berjudul “ The Effect of Milk Formula Advertisement on Breastfeeding and other
Infant Feeding Practice in Lagos, Nigeria” menjelaskan bahwa :
The two main ways a mother may decide to feed her baby are breastfeeding and formula feeding. The major decision on whether a baby is breast or bottle fed should be made in counsel with the doctor before baby’s birth (Shryock & Swartout, 1970). It is recognized that breast milk is the best food for the baby and authorities have indicated the advantages and disadvantages of both types of infant feeding (ACC/SCN, 2000; Lucas et al., 1992; Pollack, 1994; Green et al., 1995; Shryock and Swartout, 1970). However, the final decision on the feeding preference depends on the mother and her individual circumstances (Homeier et al., 2005; Righard, 1998). Bottle feeding is a substitute while breast feeding is an unequalled and incomparable way of providing ideal food for the health, growth and development of infants (WHO, 2008). Despite this awareness of the benefit of breast feeding, globally less than 40% of infants under 6 months of age are exclusively breastfed (WHO, 2008). There is a further decline on the percentage of women currently that elect to breast feed. This decline is caused by factors such as commercial promotion of infant formula through distribution of hospital discharge packs, coupons for free
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
or discounted formula, television and magazine advertisements (Aniansson et al., 1994).
Advertisement is the most common way in which manufacturing companies market their products (Food Advisory Community, 1991). Infant formula manufacturers use various methods which include, slogans, phrases with health claims, offering free samples, gifts, providing educative materials and incentives to health professionals and health care institutions (Arun, 2000). Hospitals receive infant formula for their nurseries at no charge, a practice that originated in the 1930s and has been criticized by health care professionals as it is a form of advertising (Judith and Ann, 2005; WHO, 1992). Young mothers in many hospitals are provided with complimentary packages that include coupons for free or discounted formula (Donnelly et al., 2000; Ighogboja et al., 1996). These packages contain items such as growth charts, baby hats and refrigerator magnets advertising a particular company that manufactures infant formula. These vulnerable parents receive subtle psychological message that the hospital endorses the purchase and use of these products as necessary items for infants’ growth and development (Ighogboja et al., 1996; Taylor, 1998). Advertisements give the impression that breast feeding is difficult and babies require additional nutrients with breast milk. The mothers respond by choosing milk formula which increases their sales (Judith and Ann, 2005). Some of the companies add fatty acid component found in human breast milk and advertise it as such to increase patronage (Stanley et al., 2007). Despite international codes, legislation and regulations (WHO, 2008) on marketing of breast-milk substitutes to protect and promote breast feeding, there is still aggressive marketing and promotion of infant formula across the globe (WHO, 2008, 1981). (www.agrosciencejournal.com)
(Ada dua pilihan yang mungkin bisa diputuskan oleh ibu untuk
memberi makan bayinya, yaitu menyusui dengan ASI saja dan
memberikan susu formula. Keputusan utama apakah bayi akan diberi ASI
saja atau diberi susu formula seharusnya sudah harus dibuat dengan
berkonsultasi dengan dokter sebelum kelahiran bayi. Dari kedua hal itu
telah diakui bahwa ASI adalah makanan terbaik untuk bayi dan pihak-
pihak yang terkait telah menunjukkan kelebihan dan kerugian dari kedua
jenis makanan bayi tersebut Namun, keputusan akhir tentang hal itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
tergantung preferensi makan pada ibu dan keadaan individunya Susu
formula (susu botol) adalah pengganti sementara ASI yang tiada
bandingnya dan tak tertandingi yang merupakan makanan ideal bagi
pertumbuhan, kesehatan dan pengembangan bayi (WHO, 2008). Meskipun
demikian kesadaran dari manfaat pemberian ASI masih rendah, secara
global dinyatakan bahwa kurang dari 40% bayi di bawah usia 6 bulan yang
diberi ASI eksklusif (WHO, 2008). Saat ini ada penurunan persentase
perempuan yang memilih untuk memberikan ASI. Penurunan ini
disebabkan oleh faktor-faktor seperti promosi komersial susu formula
melalui pembagian rumah sakit, debit pack, kupon gratis atau diskon susu
formula, dari televisi dan iklan majalah
Iklan adalah cara yang paling umum di mana pasar perusahaan
manufaktur memasarkan produk mereka (Makanan Penasehat Komunitas,
1991). Produsen susu formula menggunakan berbagai metode yang
meliputi, slogan, frasa dengan klaim kesehatan, menawarkan sampel
gratis, hadiah, menyediakan bahan edukatif dan insentif untuk profesional
kesehatan dan perawatan lembaga kesehatan (Arun, 2000). Rumah sakit
menerima susu formula pembibitan mereka tanpa dikenakan biaya, sebuah
praktek yang berasal dari tahun 1930 dan telah dikritik oleh para
profesional perawatan kesehatan karena merupakan bentuk iklan. Ibu
muda di banyak rumah sakit disediakan paket dengan gratis yang
mencakup kupon untuk potongan harga susu formula atau untuk
mendapatkan susu formula gratis. Paket-paket ini berisi item seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
pertumbuhan grafik, topi bayi dan iklan yang dibuat dalam bentuk magnet
kulkas merupakan bagian dari cara perusahaan susu formula dalam
memasarkan produknya. Banyak orangtua yang rentan menerima pesan
psikologis halus bahwa rumah sakit mengesahkan pembelian dan
penggunaan dari produk ini sebagai item yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Iklan memberikan kesan bahwa
ASI sulit dan bayi memerlukan nutrisi tambahan dengan susu formula.
Para ibu merespon dengan memilih susu formula yang kemudian
meningkatkan penjualan mereka. Beberapa perusahaan menambahkan
komponen asam lemak dalam produk mereka dan mengiklankan seperti itu
untuk meningkatkan perlindungan mereka. Meskipun kode, undang-
undang dan peraturan internasional (WHO, 2008) pada pemasaran susu
formula telah dilindungi dan ASI telah dipromosikan, masih ada
pemasaran dan promosi susu formula bayi secara agresif di seluruh dunia)
(WHO, 2008, 1981). (www.agrosciencejournal.com)
Selain penelitian-penelitian diatas perlu juga dilihat penelitian yang
dilakukan Sofia Zwedberg dan Lars Naeslund dalam jurnalnya yang berjudul
“Different attitudes during breastfeeding consultations when infant formula was
given: a phenomenographic approach”. Jurnal tersebut menjelaskan bahwa:
Breastfeeding has both a biological and emotional impact on the health of the mother and the child. The close physical contact with the baby and the particular manner in which the child is breastfed are important elements in terms of bonding between mother and child and secure attachment. This connection, or bonding, begins at birth, and increases the child's chances of continuing to receive its mother's care.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
From the health perspective, breastfeeding is an important element of human well-being for both mothers and infants .
WHO and UNICEF believe that antenatal and maternity care organizations are in an excellent position to safeguard and, if necessary, reinstate a culture that promotes breastfeeding, and that they are responsible for doing so. They also believe that health care staff members are in a good position to influence mothers who have recently given birth to begin breastfeeding. Breastfeeding is an indicator of good health, and care personnel are responsible for promoting behaviour that improves health. They must have the requisite knowledge that helps them to support, protect and promote breastfeeding .
Mothers can experience confusion and uncertainty in terms of how to act if staff members give them conflicting breastfeeding counselling. However, there are numerous factors that influence whether mothers breastfeed. Examples are socioeconomic status including for example age, education, civil status and social level as well as attitudes to breastfeeding and how people in the woman's surroundings look upon breastfeeding. Health personnel knowledge in terms of breastfeeding is also significant. Thus, it is important that personnel receive both the time and training needed to adhere to the ten steps of the WHO and UNICEF. There are also reports describing how fresh graduates feel pressure to do what more experienced members of staff say "they have always done", and practice does not always correspond to the Baby Friendly Hospital Initiative (BFHI) practices, even if the hospital has been evaluated and approved . Midwives do not have the time to assist women who are experiencing breastfeeding difficulties because they are working under pressure and within poorly functioning organizations .
In Sweden, the proportion of women exclusively breastfeeding at one week, two, four and six months has been decreasing annually since 1996, both for one week, two, four and six months. This raises the question of how midwives are acting in different breastfeeding situations. Thus the aim of this study is to identify, describe and analyze the attitude midwives have towards the mother, child and breastfeeding when infant formula is given. (Menyusui memiliki dampak baik secara biologis dan emosional
pada kesehatan ibu dan anak. Kontak fisik dekat dengan bayi dan cara
tertentu di mana anak disusui oleh ibu merupakan elemen penting dalam
hal ikatan antara ibu dan anak dan menimbulkan rasa aman pada anak.
Ikatan ini dimulai saat kelahiran, dan meningkatkan kemungkinan anak
untuk terus menerima perawatan ibunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Dari perspektif kesehatan, ASI merupakan elemen penting dari
kesejahteraan manusia untuk ibu dan bayi. WHO dan UNICEF percaya
bahwa organisasi perawatan kehamilan dan bersalin menempati posisi
yang sangat penting untuk menjaga dan, dan jika diperlukan,
mempromosikan kembali budaya untuk menyusui dan mereka
bertanggung jawab untuk melakukannya. Mereka juga percaya bahwa
petugas perawatan kesehatan merupakan posisi yang baik untuk
mempengaruhi ibu yang baru melahirkan untuk mulai menyusui bayinya.
Menyusui merupakan indikator kesehatan yang baik, dan personil
perawatan bertanggung jawab untuk mempromosikan perilaku untuk
meningkatkan kesehatan. Mereka harus memiliki pengetahuan yang
diperlukan yang membantu mereka untuk mendukung, melindungi dan
mempromosikan pemberian ASI .
Ibu dapat mengalami kebingungan dan ketidakpastian dalam hal
bagaimana harus bertindak jika petugas perawatan kesehatan memberikan
ASI bertentangan dengan konseling. Namun, ada banyak faktor yang
mempengaruhi ibu ketika ibu menyusui. Contohnya adalah status sosial
ekonomi termasuk usia misalnya, pendidikan, status dan tingkat sosial
serta sikap untuk menyusui dan promosi susu formula yang dilakukan di
Rumah sakit atau bagaimana pendangan orang-orang di sekitar mereka
terhadap ibu yang menyusui. Pengetahuan petugas kesehatan dalam hal
pemberian ASI juga signifikan. Dengan demikian, penting bahwa petugas
menerima dengan baik waktu dan pelatihan yang dibutuhkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
mengikuti sepuluh langkah dari WHO dan UNICEF. Ada juga laporan
yang menggambarkan bagaimana lulusan baru merasakan tekanan untuk
melakukan apa yang dilakukan oleh petugas yang lebih berpengalaman
yang mengatakan "mereka harus selalu melakukan", dan praktek tidak
selalu sesuai dengan praktek Baby Friendly Hospital Initiative (BFHI),
bahkan apabila rumah sakit telah dievaluasi dan disetujui. Bidan tidak
memiliki waktu untuk membantu perempuan yang mengalami kesulitan
menyusui karena mereka bekerja di bawah tekanan dan dalam buruknya
fungsi organisasi.
Di Swedia, proporsi perempuan yang menyusui eksklusif pada satu
minggu, dua, empat dan enam bulan telah mengalami penurunan setiap
tahun sejak 1996, baik untuk satu minggu, dua, empat dan enam bulan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana bidan bertindak
dalam situasi menyusui yang berbeda)
(www.internationalbreastfeedingjournal.com)
Berdasarkan penjelasan mengenai penelitian tentang gambaran ibu
menyusui terkait dengan penggunaan susu formula, maka peneliti menyimpulkan
bahwa penelitian kali ini tidak jauh berbeda dengan penelitian-penelitian yang
terdahulu. Namun, dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada faktor-
faktor yang mempengaruhi tindakan ibu menyusui dalam penggunaan susu
formula untuk bayi di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar
Kliwon, Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi yang peneliti ambil dalam melakukan penelitian ini adalah di
daerah Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
Lokasi ini dipilih karena terdapat banyak ibu yang sedang menyusui bayi dan di
daerah ini juga pernah diadakan Kelompok Pendukung Ibu sehingga para ibu
dapat saling berbagi terhadap pengalaman selama kehamilan sampai dengan
perawatan bayi.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian deskriptif kualitatif, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk memberikan uraian mengenai gejala sosial sesuai
dengan indikator yang dijadikan dasar penelitian. Dengan mendeskripsikan
kualitas suatu gejala dengan menggunakan ukuran perasaan sebagai dasar
penilaian (Y.Slamet, 2006:7). Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3)
mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati. Penelitian ini hanya untuk menggambarkan
secara jelas dan nyata mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ibu
menyusui dalam penggunaan susu formula untuk bayi di Daerah Losari,
Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
C. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2011 sampai dengan bulan
Agustus 2011. Kegiatannya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :
Tabel 1.2
Waktu penelitian
No Tahapan Penelitian
Bulan
Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1 Tahap Persiapan
a. Persetujuan Judul
b. Penyusunan
Proposal
c. Perijinan
2
Pelaksanaan
Penelitian
a. Pengumpulan Data
b. Analisis Data
3
Penyusunan
Laporan
D. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
1. Populasi
Populasi adalah semua bagian atau anggota dari subyek yang akan
diamati. Populasi bisa berupa orang, obyek, pariwisata, atau apapun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
yang menjadi obyek survey peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu yang sedang menyusui yang tinggal di daerah Losari,
Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
2. Sampel
Sedangkan sampel dalam penelitian ini diambil sebanyak 6 (enam)
orang, yaitu berasal dari ibu yang sedang menyusui bayi berumur 0-12
bulan, yang terdiri dari 2 (dua) orang ibu yang menyusui bayinya secara
eksklusif dan 4 (empat) orang ibu yang tidak menyusui secara eksklusif
(menyusui sambil memberikan susu formula) yang tinggal di daerah
Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
3. Teknik Sampling
Cara pengambilan sampel yaitu dengan Purposive sampling.
Purposive sampling berguna untuk mendapatkan responden yang tepat,
yang menguasai permasalahan penelitian yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Dalam penelitian ini sampel yang diambil sebanyak 6 (enam)
orang ibu yang menyusui bayi yang berumur 0-12 bulan, yang terdiri
dari 2 (dua) orang ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif, 2 (dua)
orang ibu menyusui sambil memberikan susu formula dan bekerja, serta
2 (dua) orang ibu menyusui sambil memberikan susu formula dan tidak
bekerja. Dan sebagai informan yaitu diambil 2 (dua) orang Kader
Posyandu yang tinggal dan berada di daerah Losari, Kelurahan
Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta dan 2 (dua) orang
staff kesehatan Rumah Sakit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
E. Sumber Data
Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan sumber data sebagai berikut:
a. Kata- kata dan tindakan subjektif
Data ini merupakan data utama yang tidak tertulis tetapi merupakan
pengalaman lisan yang dinyatakan oleh para informan.
b. Data tertulis
1) Data Primer
Data primer diperoleh penulis dari hasil wawancara atau interview
dengan responden maupun informan yaitu ibu-ibu yang sedang
menyusui bayi berumur 0-12 bulan dan kader Posyandu di daerah
Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota
Surakarta
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang mendukung, menjelaskan serta
mempunyai hubungan yang erat dengan bahan primer yang terdiri
dari buku – buku, arsip, dokumentasi, penelitian terdahulu dan
berbagai data yang relevan bagi pemecahan permasalahan dalam
penelitian. Data sekunder dapat diperoleh dari hasil penemuan
peneliti diluar wawancara serta pengumpulan data dari referensi
buku, artikel, media massa, jurnal, internet, hasil penelitian dan
lain sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
F. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk, pendekatan, dan jenis penelitian ini dan sumber
data yang dipergunakan maka pengumpulan data meliputi:
1. Observasi tidak berpartisipasi
Dalam penelitian ini yang paling penting adalah pengumpulan
informasi atau data dan peneliti tetap berdiri sebagai orang luar dalam
situasi sosial yang tengah di observasi. Peneliti mengamati dan
mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan
responden yang meliputi berbagai kegiatan dan peristiwa yang terjadi
serta keadaan lingkungan di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi,
Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta yang menjadi objek
penelitian.
2. Wawancara Mendalam
Teknik wawancara ini tidak dilakukan dengan struktur yang ketat
dan formal, agar informasi yang dikumpulkan memiliki kedalaman
yang cukup. Metode ini digunakan peneliti karena untuk memperjelas
materi ataupun peristiwa yang dapat digunakan analisis. Dalam teknik
ini peneliti mengajukan pertanyaan- pertanyaan terhadap segala sesuatu
kepada informan hingga informasi yang dikumpulkan cukup memadai.
Metode pengumpulan data kualitatif yang tidak dirancang secara
khusus, sehingga pada saat dilakukan pengumpulan data, pertanyaan
dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan data yang akan
dikumpulkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
3. Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data untuk memperoleh data sekunder dengan cara
mempelajari dokumen, literature (studi pustaka), laporan- laporan,
foto dokumentasi dan sebagainya.
G. Validitas Data
Validitas data dilakukan dengan menggunakan teknik trianggulasi data.
Trianggulasi merupakan teknik keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu
yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu (Moleong, 1995 : 178). Triangulasi menurut Patton (1984) ada 3
macam triangulasi data yaitu :
1. Data triangulation (membandingkan sejumlah data untuk melihat
mana yang benar)
2. Investigation triangulation (menggunakan sejumlah peneliti
kemudian membandingkan satu sama lain)
3. Methodological triangulation (menggunakan sejumlah metode untuk
memperoleh kebenaran)
Triangulasi data digunakan untuk menjaga kebenaran dan kemurnian data,
dengan cara data yang sudah dikumpulkan diadakan pengecekan ulang (semacam
audit atas data yang berhasil dikumpulkan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
H. Teknik Analisa Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
Naturalistic Inquiry (NI). Analisa data akan melalui tiga alur yaitu yaitu reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data yaitu proses
pemilihan, pemusatan perhatian, dan transformasi data yang muncul dari catatan
tertulis di lapangan. Merupakan bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasikan data hingga kesimpulan dapat ditarik dan diversifikasi.
Penyajian data yang digunakan adalah bentuk teks naratif yaitu menyeleksi,
menyingkirkan hal yang tidak perlu dan mengadakan pembobotan terhadap data
yang diperoleh. Selanjutnya ditarik kesimpulan dan verifikasi yaitu dengan cara
merefleksi kembali dari apa yang telah ditemukan di lapangan untuk memperoleh
kebenaran.
Bagan 1.1
Model Analisis Interaktif
Sumber: Sutopo,2002
Penarikan Kesimpulan
Pengumpulan Data
Reduksi Data Penyajian Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi
1. Gambaran Umum Kota Surakarta
a. Kondisi Geografis
Secara Geografis Kota Surakarta terletak diantara 110 45' 15"-110 45'35"
Bujur Timur dan 70 36' - 70 56' Lintang Selatan. Kota Surakarta terletak sekitar
65 km timur laut Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang. Kota Surakarta
sendiri adalah salah satu kota di Propinsi Jawa Tengah yang letaknya cukup
strategis yakni menjadi jalur penghubung kota-kota di Jawa Timur dengan
Propinsi Yogyakarta dan kota-kota di Propinsi Jawa Tengah baik yang di jalur
pantai utara maupun pantai selatan. Letak Kota Surakarta yang strategis tersebut
menjadikannya sebagai jalur perdagangan dan banyak didirikan industri di
sekitarnya (se-Eks-Karisidenan Surakarta) termasuk di dalamnya ialah industri
susu formula.
Batas administrasi Kota Surakarta adalah sebagai berikut :
a. Sebelah utara : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Karanganyar
b. Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar
c. Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo
d. Sebelah Barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
b. Letak dan Luas
Kota Surakarta terletak di daerah Propinsi Dati II Jawa Tengah bagian
Selatan dan merupakan penghubung antara Daerah Propinsi Jawa Tengah
bagian Timur dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan keadaan lalu
lintas yang cukup ramai. Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di
Jawa Tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang maupun
Yogyakarta. Dari mobilitas yang tinggi dan padat tersebut Kota Surakarta
juga menjadi jalur perdagangan sehingga banyak penduduknya yang aktif
bekerja dalam bidang perdagangan.
Luas Kota Surakarta yaitu 4404,06 hektar yang terdiri dari lima kecamatan
dan 51 kelurahan meliputi :
a. Kecamatan Laweyan Terdiri dari 11 kelurahan, dengan luas wilayah
sebesar 863,8 Ha, meliputi Kelurahan Pajang, Laweyan, Bumi,
(Sumber : Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi, Mei 2011)
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa jumlah penduduk Kelurahan
Semanggi sebanyak 34.011 orang tersebut terbagi ke dalam berbagai kelompok
umur. Dari sekian banyak kelompok umur yang ada, jumlah yang terbanyak
adalah umur 30-39 tahun, yaitu menunjukkan jumlah sebanyak 5.840 orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2. Mata pencaharian Penduduk
Tabel 2.5
Mata Pencaharian Penduduk (Bagi umur 10 tahun ke atas)
Mata Pencaharian Jumlah Pengusaha 689
Buruh Industri 3.552 Buruh Bangunan 3.197
Pedagang 4.405 Pengangkutan 1.584
PNS/ABRI 288 Pensiunan 339 Lain-lain 3.456 Jumlah 17.510
(Sumber : Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi, Mei 2011)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa di Kelurahan Semanggi terdapat
beranekaragam mata pencaharian penduduk. Sebagian besar penduduk Kelurahan
Semanggi bermata pencaharian sebagai pedagang dengan jumlah sebanyak 4.405
orang, buruh industri sebanyak 3.552 dan buruh bangunan sebanyak 3.197 orang.
Secara umum, sebagian besar penduduk wanita di Kelurahan Semanggi adalah
pedagang di bidang tekstil (di Pasar Klewer).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
3. Pendidikan Penduduk
Tabel 2.6
Penduduk Menurut Pendidikan (Bagi umur 5 tahun ke atas)
Pendidikan Jumlah Tamat akademi/Perguruan Tinggi
Tamat SLTA Tamat SLTP
Tamat SD Tidak tamat SD Belum tamat SD
Tidak sekolah
3.218 8.205 7.148 2.582 3.082 5.590
0 Jumlah 29.825
(Sumber : Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi, Mei 2011)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 2.582 orang adalah tamat
SD. Sedangkan penduduk yang menamatkan pendidikan sampai jenjang SLTP
sejumlah 7.148 orang, lulusan SLTA sebanyak 8.205 orang dan penduduk yang
melanjutkan pendidikannya sampai dengan Perguruan Tinggi sebanyak 3.218
orang. Sedangkan yang belum tamat SD sejumlah 5.590 orang dan penduduk
yang tidak tamat SD sebanyak 4.610 orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
4. Mutasi Penduduk
Tabel 2.7
Mutasi Penduduk
Mutasi Laki-laki Perempuan Jumlah Pindah 28 64 92 Datang 21 46 67 Lahir 18 18 36 Mati
-> 5 tahun 10 13 23 -<5 tahun (Sumber : Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi, Mei 2011)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kelahiran di Kelurahan Semanggi
mencapai angka yang seimbang antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan
dengan jumlah keseluruhan yaitu 36 orang. Sedangkan angka kematian untuk bayi
di Kelurahan Semanggi ini tidak ada. Dengan begitu angka kelahiran bayi di
Kelurahan Semanggi ini tinggi dan terus ertambah setiap bulannya.
5. Kepercayaan Penduduk
Tabel 2.8
Banyaknya Pemeluk Agama
Agama Jumlah Islam 29.703
Kristen 2.531 Katholik 1.730 Budha 9 Hindu 31
Lainnya 5 Jumlah 34.009
(Sumber : Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi, Mei 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa di Kelurahan Semanggi sebagian
besar masyarakatnya memeluk agama Islam dengan jumlah 29.703, kemudian
Kristen dengan jumalah 2.531, dan Katholik sebanyak 1.730.
4. Gambaran Perilaku Menyusui bagi Ibu yang Bekerja di Surakarta
Kesibukan dengan pekerjaan, sering sekali membuat seorang ibu lupa dan
tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Kenaikan tingkat partisipasi
wanita dalam angkatan kerja dan adanya emansipasi dalam segala bidang kerja
serta meningkatnya kebutuhan masyarakat menyebabkan turunnya kesediaan
menyusui dan lamanya menyusui
Walaupun kepada ibu telah diajarkan bagaimana mempertahankan
produksi ASI, yaitu dengan memompa ASI peras / perahnya selama ibu bekerja
dan malam hari lebih sering menyusui. Ternyata ibu yang bekerja, lebih cepat
memberikan susu formula. Alasan yang dipakai ialah supaya membiasakan bayi
menyusu dari botol bila nanti ditinggal bekerja. Masalah ibu yang bekerja
memang terdapat hampir di seluruh dunia, kecuali di negara-negara Skandinavia
dimana ibu mendapat cuti selama masih menyusui bayinya (Suharyono
dkk,1992).
Salah satu yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah pengaruh dari
kelompok acuan atau lingkungan. Hal ini termasuk faktor eksternal yang
mempengaruhi perilaku seseorang. (Saiffuddin Azwar, 1995). Tempat bekerja
adalah sebuah kelompok yang sangat mempengaruhi perilaku seseorang,
dikarenakan adanya kepentingan dari kedua belah pihak. Begitupun dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
perilaku menyusui bagi ibu yang bekerja, sangat tergantung dengan bagaimana
perlakuan tempat dia bekerja memberikan fasilitas untuk tetap bisa menyusui.
Peran dari tempat bekerja terhadap pemberian ASI sangatlah penting.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh yayasan KAKAK di semua kabupaten
di Surakarta pada umumnya perusahaan memberikan cuti untuk melahirkan
selama 3 bulan, 40 hari dan ada juga yang diberikan selama 2 bulan dan 1 bulan,
bahkan ada yang tidak diberikan cuti dan berdasarkan informasi, tidak ada
responden yang diberi cuti selama 4 bulan atau lebih.
Fasilitas lain yang bisa diberikan tempat kerja untuk memfasilitasi
karyawan perempuan yang menyusui adalah dengan adanya Tempat Penitipan
Anak (TPA), bilik menyusui dan pemberian waktu istirahat untuk menyusui bagi
ibu yang mempunyai bayi. Dan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh yayasan
KAKAK diperoleh informasi bahwa sebagian besar tempat bekerja tidak memiliki
Tempat Penitipan Anak untuk karyawan yang mempunyai bayi.
Dalam pemberian ASI terutama ASI eksklusif, masalah yang prinsipil
adalah bahwa ibu-ibu membutuhkan bantuan informasi yang mendukung sehingga
menambah pengetahuan ibu serta keyakinan ibu bahwa mereka dapat menyusui
bayinya secara eksklusif, tugas ini akan berdampak positif bila petugas kesehatan
berpengetahuan yang cukup untuk memberikan informasi yang diperlukan oleh
ibu menyusui.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
5. Peran Posyandu terhadap Ibu Menyusui di Daerah Losari
Daerah Losari memiliki Posyandu yang berjumlah 4 yang terdapat di
masing-masing RW. Posyandu di daerah Losari benama Posyandu Matahari, yang
dikelompokkkan masing-masing sesuai dengan RW yang ada. Posyandu ini
dikelola oleh para kader Posyandu yang merupakan perwakilan dari masing-
masing RT dalam satu RW di daerah Losari.
Secara umum, Posyandu di daerah Losari ini mempunyai program untuk
perbaikan gizi balita/anak, penimbangan berat badan, penyuluhan dan
imunisasi/suntik untuk bayi/balita yang diadakan oleh Puskesmas Sangkrah.
Program perbaikan gizi dilakukan dengan memberikan makanan tambahan untuk
diberikan pada ibu bayi dan makanan tersebut bervariasaisetiap bulannya, seperti
bubur kacang hijau, bubur sungsum, telur asin, sop, dan lain-lain. Posyandu aktif
diadakan setiap satu bulan sekali dan biasanya dilaksanakan pada hari minggu.
Peran Posyandu sendiri sangat besar terhadap ibu yang menyusui, yaitu
para kader Posyandu secara aktif mengunjungi ibu setelah melahirkan dan
memberikan saran untuk dapat menyusui bayi mereka secara ekslusif selama 6
bulan tanpa diberi makanan atau minuman tambahan apapun, para kader
Posyandu juga memberikan informasi yang berkaitan dengan permasalahan
menyusui bayi, seperti teknik menyusui yang benar, cara agar ASI dapat keluar
dan upaya untuk menambah jumlah ASI. Meskipun demikian, masih banyak ibu
yang tetap memberikan susu formula untuk bayi dengan alasan pekerjaan mereka
yang tidak dapat ditinggalkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
6. Peran Puskesmas terhadap Ibu Menyusui di Daerah Losari
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan yang terinstitusionalisasi
mempunyai kewenangan yang besar dalam peningkatan jumlah ibu yang
menyusui bayi secara ekslusif . Fungsi Puskesmas terdiri dari tiga yaitu sebagai
pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan dan pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama.
Dalam penelitian ini, Puskesmas yang mendukung peningkatan ASI
eksklusif adalah Puskesmas Sangkrah. Puskesmas Sangkrah ini merupakan salah
satu Puskesmas yang berada di Kecamatan Pasar Kliwon. Puskesmas Sangkrah
merupakan salah satu dari 17 puskesmas yang terdapat di Kota Surakarta. Puskesmas
ini menjadi salah satu puskesmas terdekat di wilayah Kelurahan Semanggi sehingga
sebagian besar masyarakat di wilayah tersebut memeriksakan kesehatannya di
puskesmas ini.
Secara administratif Puskesmas Sangkrah berbatasan dengan :
- Utara : Wilayah kerja UPT Puskesmas Purwodiningratan Kecamatan
Jebres
- Selatan : Wilayah kerja UPT Puskesmas Gajahan Kecamatan Pasar
Kliwon
- Timur : Wilayah kerja Kabupaten Sukoharjo
- Barat : Wilayah kerja UPT Puskesmas Gajahan Kecamatan Pasar
Kliwon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Peran Puskesmas Sangkrah dalam rangka peningkatan ASI Ekslusif dilakukan
dengan cara mengadakan penyuluhan di masing-masing Posyandu pada wilayah
binaan kerjanya. Wilayah binaan kerja dari Puskesmas Sangkrah, meliputi
Kelurahan Sangkrah, Kelurahan Semanggi dan Kelurahan Kedunglumbu. Pada
Kelurahan Semanggi terutama di daerah Losari, peran dari Puskesmas Sangkrah
sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu yang menyusui mapun yang mempunyai anak balita.
Setiap bulan, staff kesehatan perwakilan dari Puskesmas Sangkrah datang
mengunjungi setiap Posyandu dan memantau tumbuh kembang bayi, mencatat
jumlah kelahiran bayi, angka menyusui ekslusif pada ibu, memberikan imunisasi
atau vitamin A, serta memberikan penyuluhan yang berkaitan dengan kesehatan ibu
dan anak yang kemudian laporan yang diperoleh dari masing-masing Posyandu
dilaporkan secara rutin ke Dinas Kesehatan Kota Surakarta.
Meskipun demikian dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap
petugas gizi di Puskesmas Sangkrah diperoleh pernyataan bahwa selama ini kinerja
Puskesmas masih belum optimal terhadap masalah ASI Ekslusif, angka ASI Ekslusif
juga masih rendah dikarenakan oleh kesadaran ibu-ibu di wilayah Kelurahan
Semanggi masih kurang dan kader Posyandu yang kurang aktif melaporkan
perkembangan ibu dan balita di masing-masing wilayah. Wilayah binaan kerja
Puskesmas Sangkrah yang mencakup banyak sekali penduduk juga merupakan salah
satu masalah yang dihadapi Puskesmas ini, banyaknya kelahiran yang sangat pesat
dan kurangnya kerjasama dengan Kader Posyandu menyebabkan sulitnya Puskesmas
untuk memantau satu persatu ibu-ibu yang menyusui di wilayah binaan kerjanya,
termasuk di Kelurahan Semanggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Deskripsi Identitas Responden dan Informan
Responden dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yang merupakan ibu-ibu
yang sedang menyusui bayi berusia 0-12 bulan yang berasal dari Daerah Losari,
Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Berikut adalah
deskripsi mengenai identitas responden.
1. Responden I ( Ibu Yuli)
Ibu Yuli adalah seorang ibu rumah tangga yang berusia 23 tahun dan
mempunyai satu orang anak perempuan bernama Amelia zifana ramadhani
yang berusia 8 bulan. Ibu Yuli tinggal di Losari RT 02/RW III. Suaminya
bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik. Karena pekerjaannya sebagai
ibu rumah tangga, Ibu Yuli mempunyai banyak waktu luang untuk
mengurus anaknya sehingga sejak awal kehamilan beliau memutuskan
untuk menyusui bayinya secara eksklusif sampai 6 bulan. Selain itu Ibu
Yuli juga sempat mengikuti kegiatan Kelompok Pendukung Ibu yang
pernah diadakan di Daerah Losari sehingga beliau mempunyai
pengetahuan yang cukup dalam merawat dan menyusui bayinya.
2. Responden II (Ibu Sri Haryani )
Ibu Sri Haryani adalah seorang ibu rumah tangga berusia 31 tahun dengan
2 orang anak. Ibu Sri Haryani tinggal di Losari RT 04/RW III. Anak
pertama Ibu Sri Haryani sudah duduk di kelas 1 SMP sedangkan anak
keduanya yang masih disusui berumur 4 bulan bernama Yongki. Dalam
kesehariannya, Ibu Sri Haryani membantu suaminya dirumah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
membuka warung makan di depan rumah mereka sehingga beliau
mempunyai banyak waktu luang untuk mengurus anaknya dan sampai saat
ini beliau masih menyusui bayinya secara ekslusif.
3. Responden III ( Ibu Meliana)
Ibu Meliana adalah seorang ibu berusia 21 tahun yang mempunyai seorang
anak bernama Joel Adfa yang berusia 5 bulan. Ibu Meliana tinggal di
Losari RT 02/RW III. Beliau bekerja sebagai seorang wiraswasta dengan
membuka usaha laundry dirumahnya. Ibu Meliana ini tidak menyusui
bayinya secara eksklusif dengan alasan ASI yang dimiliki tidak keluar dan
tidak cukup untuk bayi sehingga harus diberi susu formula.
4. Responden IV ( Ibu Tri Widiati )
Ibu Tri Widiati adalah seorang ibu rumah tangga berusia 35 tahun yang
mempunyai dua orang anak perempuan yang masing-masing berusia 18
bulan dan 8 bulan yang bernama Syifa. Ibu Tri Widiati tinggal di Losari
RT 05/RW III. Ibu Tri tidak menyusui kedua anaknya secara eksklusif
dengan alasan ASI nya tidak keluar sehingga sejak bayinya berumur
kurang dari 3 bulan sudah diberi susu formula meskipun demikian beliau
masih tetap menyusui namun intensitasnya sudah jarang.
5. Responden V ( Ibu Dwi Prihatin)
Ibu Dwi Prihatin adalah seorang ibu yang berusia 35 tahun. Beliau
mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Joshua Dionisius
Prabowo yang berusia 11 bulan. Ibu Dwi Prihatin tinggal di Losari RT
05/RW III. Ibu Dwi Prihatin bekerja sebagai karyawan di PT. Sadar Jaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Manunggal. Beliau bekerja dari hari Senin sampai Sabtu dari pukul 8 pagi
sampai 5 sore sehingga selama ia bekerja anaknya dititipkan kepada
ibunya. Karena alasan bekerja dan ASI yang diproduksi tidak cukup maka
Ibu Dwi tidak menyusui bayinya secara eksklusif, saat ini beliau menyusui
sepulang dari kerja dan selama bekerja bayinya diberi susu formula.
6. Responden VI ( Ibu Murtiningsih )
Ibu Murtiningsih adalah seorang ibu berusia 32 tahun yang bekerja sebagai
pegawai di kantor notaris. Ibu Murtiningsih tinggal di Losari RT 04/RW
II. Beliau mempunyai seorang anak perempuan bernama Nindi yang
berusia 10 bulan. Beliau bekerja dari hari Senin sampai Jum’at dari pukul
8 pagi sampai 4 sore. Selama beliau bekerja, Nindi dititipkan kepada
Neneknya. Ibu Murtiningsih tidak menyusui bayinya secara eksklusif
dikarenakan beliau bekerja dan ASI nya tidak keluar.
Selain keenam responden diatas, peneliti juga mengambil empat orang
informan untuk membandingkan data guna melihat kebenaran di dalam penelitian.
Informan yang dipilih adalah dua orang kader Posyandu daerah Losari yang aktif
dan secara umum mengerti tentang perkembangan ibu dan bayi di wilayah Losari
dan dua orang staff kesehatan di dua Rumah Sakit yang berbeda, yaitu RSUD
Moewardi dan RS Dr.Oen Surakarta. Berikut adalah identitas dari informan :
1. Ibu Sugeng (Kader Posyandu RW III)
Ibu Sugeng adalah kader Posyandu di daerah Losari RW III (Posyandu
Matahari III ). Beliau berusia 65 tahun dan mempunyai 4 orang anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
perempuan dan 5 cucu. Ibu Sugeng bekerja dengan membuka warung
sederhana di depan rumahnya yang menjual berbagai macam makanan dan
minuman. Sejak Ibu Sugeng pindah dari rumahnya yang lama pada tahun
1996 ke daerah Losari, ia telah ditunjuk oleh warga menjadi kader
Posyandu sampai dengan saat ini sehingga beliau telah cukup banyak
mengetahui tentang perkembangan Posyandu dan mengenal bagaimana
kondisi ibu dan bayi di wilayah ini. Ibu Sugeng juga sangat aktif
mengikuti kegiatan-kegiatan lain yang diadakan di masyarakat, seperti
PKK, Kelompok Pendukung Ibu maupun kegiatan lain di balaikota
Surakarta.
2. Ibu Yuni (Kader Posyandu RW II)
Ibu Yuni adalah kader Posyandu dari daerah Losari RW II (Posyandu
Matahari II ). Beliau berusia 35 tahun dan mempunyai 2 orang anak laki-
laki. Saat ini ibu Yuni bekerja di sebuah tempat konveksi tekstil di dekat
rumahnya. Saat ibu Yuni melahirkan anaknya yang kedua, ibu Yuni
sempat berhenti bekerja karena ingin fokus merawat anaknya dan
memberikan ASI eksklusif, baru setelah anaknya mulai berusia 2 tahun
lebih, beliau mulai kembali bekerja. Ibu Yuni telah aktif menjadi kader
Posyandu selama 13 tahun sampai sekarang, saat itu anaknya yang
pertama baru berusia 1 tahun. Selain menjadi kader Posyandu, Ibu Yuni
juga aktif mengikuti kegiatan-kegiatan lain yang diadakan di wilayahnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
3. Ibu Nur Ekani
Ibu Nur adalah staff kesehatan di RS Moewardi Surakarta dan bertugas di
bangsal perawatan ibu dan anak RS. Moewardi Surakarta. Beliau berusia
36 tahun dan telah bekerja di RS ini selama 9 tahun sehingga beliau
mengetahui bagaimana proses perawatan kesehatan yang berlangsung di
RS ini.
4. Ibu Yustina Rumondor
Ibu Yustina adalah pimpinan dari bangsal perawatan ibu dan anak di RS.
DR.Oen Surakarta. Beliau berusia 42 tahun dan telah bekerja di RS ini
selama lebih dari 10 tahun dan beliau juga memahami secara teknis
mengenai perawatan kesehatan khususnya yang terjadi di bangsal ibu dan
anak di RS ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Ibu Menyusui dalam
Penggunaan Susu Formula Untuk Bayi
Pemberian ASI (Air Susu Ibu) di Indonesia hingga saat ini masih banyak
menemui kendala. Upaya meningkatkan perilaku menyusui pada ibu yang
memiliki bayi masih dirasa kurang. Permasalahan yang utama adalah faktor sosial
budaya, kesadaran akan pentingnya ASI (Air Susu Ibu), pelayanan kesehatan dan
petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung ASI Ekslusif, serta
gencarnya promosi susu formula dan ibu bekerja.
Pemberian ASI menurun seiring dengan meningkatnya penggunaan susu
formula di masyarakat. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan tingkat partisipasi
wanita dalam angkatan kerja dan peningkatan sarana komunikasi dan transportasi
yang memudahkan promosi susu formula serta luasnya distribusi susu formula
yang menyebabkan terjadinya kecenderungan menurunnya kesediaan menyusui
maupun lamanya menyusui baik di pedesaan dan di perkotaan.
Ibu yang menyusui menyadari pentingnya pemberian ASI tetapi budaya
modern dan kekuatan ekonomi yang semakin meningkat telah mendesak para ibu
untuk segera menyapih anaknya dan memilih menggunakan susu formula atau
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) sebagai jalan keluarnya. Menurunnya lama
pemberian ASI dan semakin meningkatnya pemberian susu formula menyebabkan
kerawanan gizi pada bayi dan balita. Banyak individu, masyarakat, institusi atau
produsen susu yang membawa kemunduran dalam penggalakan ASI yang gencar
dilakukan berbagai pihak. Mereka yang tidak mendukung penggalakan ASI secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
nyata telah melanggar hak asasi anak dan ibu, peraturan pemerintah, undang-
undang dan kesepakatan internasional tentang pemberian ASI pada anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh masukan nutrisi,
kekebalan tubuh, sinar matahari, lingkungan yang bersih, latihan jasmani dan
keadaan kesehatan. Bagi pertumbuhan bayi yang penting adalah pemberian
makanan yang berkualitas maupun kuantitasnya agar dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal dan baik. Makanan yang baik bagi bayi baru lahir
sampai usia 6 bulan adalah Air Susu Ibu (ASI), tetapi pada kenyataanya
pemberian ASI eksklusif banyak terdapat kendala. Kendala yang paling banyak
dialami oleh ibu selama masa menyusui adalah semakin banyaknya ibu yang
menggunakan susu formula karena alasan pekerjaan maupun persepsi bahwa ASI
yang dimilikinya tidak cukup/tidak keluar dan promosi susu formula yang
dilakukan baik oleh pihak tempat pelayanan kesehatan maupun oleh produsen
susu formula.
Indonesia, seperti halnya negara berkembang lainnya, juga mengalami
masalah menurunnya kebiasaan menyusui, terutama di daerah perkotaan.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi hal ini, antara lain faktor sosial budaya, dan
ekonomi atau kesibukan kerja sehingga mendorong ibu untuk mengganti ASI
dengan susu formula. Di negara maju, dilaporkan bahwa penurunan kebiasaan
menyusui nampak sejak tahun 1930 an, tetapi kemudian jumlah ibu menyusui
meningkat lagi pada tahun 1970 an, khususnya di kalangan generasi muda
(Suhardjo, 1989). Namun kemudian ternyata hal ini tidak dapat dipertahankan,
ibu-ibu mulai lagi meninggalkan kebiasaan menyusui bayinya. Di negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
berkembang, ada kecenderungan ibu-ibu lebih pendek memberikan ASInya, dan
memberikan susu formula atau Pengganti ASI (PASI). Bagi masyarakat ekonomi
lemah, hal ini banyak mengundang masalah. Mereka tidak mampu menyediakan
susu pengganti yang sesuai, sehingga bayi menderita kurang gizi. Di samping itu
kebersihan sulit terjamin sehingga diare dan penyakit infeksi lainnya mudah
berjangkit. Hal-hal inilah yang sering menyebabkan kenaikan angka kematian
bayi (KAKAK, 2002).
Seperti yang telah diuraikan diatas, daerah Losari, Kelurahan Semanggi,
Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta juga memiliki angka menyusui bayi
yang rendah. Sebagian besar ibu di tempat ini lebih memilih untuk memberikan
susu formula untuk bayinya dengan alasan pekerjaan atau alasan ASI mereka yang
tidak keluar. Dalam penelitian ini, tindakan ibu menyusui dalam menggunakan
susu formula untuk bayi dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan
yang ingin dicapai adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang kurang
mendapat asupan air susu ibu.
Asumsi yang mengatakan bahwa tindakan individu yang dilakukan bukanlah
tanpa tujuan sangat berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh ibu menyusui
khususnya di Derah Losari, Kelurahan Semanggi. Selain itu kendala situasi dan
kondisi yang mendukung atau membatasi individu dalam mencapai tujuan juga
diungkapkan dalam penelitian ini. Maka dengan kondisi seperti ini dapat
dikatakan bahwa tindakan ibu menyusui dalam menggunakan susu formula untuk
bayi di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi memang dipengaruhi oleh adanya
beberapa faktor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Secara umum dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan mengenai
faktor yang mempengaruhi tindakan ibu menyusui dalam penggunaan susu
formula untuk bayi dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.9
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Ibu Menyusui
dalam Penggunaan Susu Formula untuk Bayi
No Faktor Internal Faktor Eksternal 1 Pengetahuan ibu menyusui
tentang ASI Ekslusif yang masih kurang
Pemberian susu formula (Promosi susu formula) yang dilakukan di Rumah Sakit atau Posyandu pada bayi
2 Persepsi ibu menyusui yang
merasa ASI yang dimilikinya kurang cukup untuk bayi
Rumah Sakit dan tenaga kesehatan menyarankan agar ibu yang ASI nya tidak cukup untuk menambah dengan susu formula
3 Kesibukan ibu bekerja nafkah Lingkungan sekitar ibu menyusui
yang menyarankan ibu menyusui untuk memberikan susu formula pada bayi
Sumber : Data Primer diolah Desember 2011
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis maka dapat diketahui
faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ibu menyusui dalam penggunaan susu
formula untuk bayi di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi tindakan ibu menyusui dalam menggunakan susu formula
untuk bayi, antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
a. Faktor internal ibu menyusui
Faktor internal disini meliputi faktor-faktor yang berasal dari dalam ibu
menyusui itu sendiri tentang tindakan menggunakan susu formula untuk bayi.
Faktor internal tersebut antara lain:
1. Pengetahuan ibu menyusui tentang ASI Ekslusif yang masih kurang
Pengetahuan sangat penting perannya dalam memberikan wawasan
terhadap terbentuknya sikap dan akan diikuti dengan tindakan dalam hal
pelaksanaan pemberian ASI maupun penggunaan susu formula. ASI Eksklusif
memiliki banyak sekali manfaat, namun tidak sedikit bayi yang baru berumur
2 bulan sudah diberi makanan pendamping ASI karena ketidaktahuan ibu
terhadap manfaat ASI. Ibu yang mempunyai pengetahuan yang cukup maupun
kurang sangatlah mempengaruhi pemberian ASI pada bayi. Ibu yang memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang cukup diharapkan dapat memiliki sikap
yang positif terhadap pemberian ASI ekslusif sehingga akan menimbulkan
perilaku ibu menyusukan secara Eksklusif pula.
Pengetahuan yang dimiliki ibu menyusui tentang ASI Ekslusif sangat
berpengaruh dalam tindakan ibu menyusui untuk menggunakan susu formula
bayi. Dari 6 responden yang ada, sebagian besar ibu hanya memiliki
pengetahuan yang terbatas tentang ASI Ekslusif. Ini seperti yang dialami oleh
Ibu Meliana dan Ibu Tri Widiati. Ibu Meliana mengungkapkan bahwa :
“ ASI Ekslusif yang aku tahu itu pemberian air susu ibu selama 6 bulan, tapi kalo manfaatnya apa aku belum tahu, dulu aku dapat info tentang ASI waktu dulu di Puskesmas” ( Sumber : Wawancara 27 April 2011 )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Dari pernyataan ibu Meliana dapat diketahui bahwa beliau masih belum
mempunyai banyak pengetahuan tentang ASI eksklusif dan apa yang ia
ketahui masih sangat terbatas. Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh
Ibu Tri Widiati yang mengatakan :
“ Kulo mboten ngertos nopo niku ASI Ekslusif, nek menyusui niku kan manfaate nggih bayi dadi gemuk lan pinter, kulo ngertose niku saking ibu-ibu” ( Saya tidak tahu apa itu ASI Ekslusif, kalau menyusui itu manfaatnya kan bayi jadi gemuk dan pintar, saya tahunya itu dari ibu-ibu ) (Sumber: Wawancara 30 April 2011)
Pernyataan dari Ibu Tri Widiati diatas menunjukkan bahwa ia tidak
mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan ASI Ekslusif, pengetahuan
yang ia miliki sangat terbatas hanya ia dapatkan dari lingkungan tempat
tinggalnya saja.
Selain kedua ibu diatas, empat ibu yang lain telah mempunyai
pengetahuan yang cukup mengenai ASI Ekslusif meskipun masih belum
sepenuhnya memahami, seperti yang diungkapkan oleh Ibu Yuli :
“ ASI Ekslusif itu ASI yang diminum bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan tanpa makanan atau minuman tambahan lain, kalau menurut saya manfaat ASI itu ya hemat, bayi tidak mudah sakit dan lebih sehat, saya tahunnya info tentang ASI itu waktu perkumpulan Kelompok Pendukung Ibu (KP Ibu)” ( Sumber : Wawancara 28 April 2011) Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Sri Haryani, Ibu Murtiningsih
dan Ibu Dwi Prihatin yang mengatakan :
-Ibu Sri Haryani:
“ ASI Ekslusif itu menyusui sampai 6 bulan, manfaat ASI itu ya sebagai pengganti susu formula, makanan bayi yang paling penting, saya dapat informasinya dari perkumpulan KP ibu “ ( Sumber : Wawancara 27 April 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
-Ibu Murtiningsih :
“ ASI Ekslusif menurut saya itu menyusui selama 6 bulan, manfaatnya untuk kekebalan tubuh, saya tahu informasinya itu dari TV” (Sumber : Wawancara 1 Mei 2011)
-Ibu Dwi Prihatin :
“ ASI Ekslusif itu pemberian ASI dari umur 0-6 bulan tanpa makanan tambahan lain, manfaatnya itu sebagai makanan dan minuman utama untuk bayi, saya tahu informasinya itu dari baca buku terus saya itu kan katholik, kalau sebelum menikah itu kan ada kursus persiapan pernikahan, waktu itu juga dikasih tahu soal ASI Ekslusif” (Sumber : Wawancara 1 Mei 2011)
Pernyataan dari keempat ibu diatas menunjukkan bahwa mereka telah
cukup banyak mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan ASI eksklusif
dan manfaatnya bagi bayi meskipun pengetahuan yang mereka miliki masih
terbatas. Ibu yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang ASI Ekslusif
akan lebih memilih untuk tetap menyusui secara ekslusif sedangkan ibu yang
pengetahuannya terbatas akan lebih memilih untuk memberikan susu formula
untuk bayi mereka. Di daerah Losari ini dulu pernah diadakan perkumpulan
Kelompok Pendukung Ibu (KP Ibu) yang diselenggarakan oleh Yayasan
Kepedulian Untuk Konsumen Anak (KAKAK Foundation), dalam
perkumpulan KP Ibu ini para ibu hamil dan menyusui diberikan banyak
pengetahuan tentang ASI Ekslusif dan perawatan bayi, tanya jawab dan
berbagi pengalaman seputar kehamilan dan menyusui sehingga sebagian ibu
yang dulu pernah ikut dalam perkumpulan ini mendapatkan pengetahuan yang
cukup dalam hal menyusui maupun perawatan bayi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Pada kenyataannya, pengetahuan ibu menyusui di Daerah Losari,
Kelurahan Semanggi tentang ASI Eksklusif masih sangat kurang. Banyak ibu
yang belum memahami sepenuhnya tentang manfaat dari ASI ekslusif untuk
bayi sehingga mereka menggunakan susu formula yang dirasa lebih praktis
dibanding dengan menyusui secara ekslusif.
2. Persepsi ibu menyusui yang merasa ASI yang dimilikinya kurang
cukup untuk bayi
Persepsi yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu akan berpengaruh
terhadap citra diri seseorang, dan akan mempengaruhi perilaku dia dalam
menentukan atau mengambil keputusan. (Saifudin Azwar, 1995)
Disamping semua masalah seputar menyusui bayi diatas, persepsi dari
ibu menyusui lah yang paling menentukan berhasil atau tidaknya ASI
eksklusif, karena meskipun dari pihak tempat pelayanan kesehatan sudah
memberikan pelayanan yang terbaik namun jika persepsi ibu sendiri yang dari
awal merasa tidak dapat memberikan ASI eksklusif untuk bayinya, maka
proses pemberian ASI eksklusif pun tidak akan dapat dilakukan. Persepsi
yang dimiliki seorang individu terhadap sesuatu akan mempengaruhi tingkah
lakunya, dan juga orang lain disekitarnya. Persepsi meliputi semua proses
yang dilakukan untuk memahami informasi mengenai lingkungannya.
Tindakan ibu menyusui dalam menggunaan susu formula untuk bayi sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan ibu itu sendiri, semakin tinggi pengetahuan ibu
tentang manfaat dari ASI eksklusif maka akan semakin tinggi pula keinginan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
ibu untuk memberikan ASI eksklusif untuk bayinya. Keinginan yang kuat
tersebut akan mendorong ibu untuk melakukan berbagai upaya agar dapat
memberikan ASI secara eksklusif untuk bayinya dan tidak memberikan susu
formula.
Para ibu menganggap memberikan susu formula untuk bayi adalah hal
yang wajar dan sudah biasa dilakukan saat ini dan menjadi gaya hidup dalam
masyarakat. Terdapat banyak persepsi ibu menyusui terhadap susu formula
untuk bayi. Dari 6 responden yang ada, terdapat 2 orang ibu yang menyusui
bayinya secara eksklusif dan 4 orang lainnya mengaku menggunakan susu
formula untuk bayinya. Ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif, yaitu
Ibu Yuli dan Ibu Sri Haryani. Ibu Yuli mengatakan bahwa :
“Ya, saya menyusui bayi saya secara ekslusif sampai 6 bulan dan sampai sekarang saya masih menyusui, karena saya ingin kasih yang terbaik untuk bayi saya mbak, kalau untuk nambah jumlah ASI saya itu biasanya saya maem sayur-sayuran kayak bayem gitu terus minum kacang ijo, saya tahunya pas dulu di Puskesmas” ( Sumber : Wawancara 28 April 2011)
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Sri Haryani :
“Iya mbak saya masih menyusui terus sampai sekarang, karena ASI paling baik untuk bayi, buat nambah jumlah ASI itu saya makan makanan yang bergizi mbak, sayuran, bayam, sop, pokoke yang bergizi, saya pengennya menyusui terus sampai 12 bulan lebih, tapi tidak nyampe 2 tahun, nanti nek udah 6 bulan mau saya kasih makan tapi ya tetep mau saya susui”” ( Wawancara 27 April 2011)
Namun diantara ibu yang memberikan ASI Ekslusif untuk bayinya
ternyata masih terdapat ibu yang tidak menyusui secara eksklusif dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
memberikan susu formula untuk bayi mereka. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Ibu Meliana :
“ Selama ini bayi saya itu saya kasih susu formula dan ASI, saya kasih bayi saya susu formula itu dari dia lahir , jadi saya menyusui sambil dikasih susu formula, karena air susu saya tidak keluar” (Sumber : Wawancara 27 April 2011 )
Pendapat yang serupa juga diungkapkan oleh Ibu Tri Widiati yang
mengungkapkan :
” Sekarang ini saya pakai susu formula dan kadang masih saya susui juga, Mulai umur 3 lapan (105 hari) sudah saya kasih susu formula karena ASI saya tidak keluar” (Sumber : Wawancara 30 April 2011)
Dari apa yang diungkapkan oleh Ibu Meliana dan Ibu Tri Widiati diatas
dapat diperoleh gambaran bahwa alasan mereka tidak menyusui secara
ekslusif dan memberikan susu formula untuk bayi mereka adalah karena air
susu mereka tidak keluar. Padahal menurut para ahli kedokteran, belum
keluarnya ASI pada hari pertama kelahiran adalah sesuatu yang normal. Hari-
hari pertama ditandai dengan keluarnya kolostrum dengan jumlah yang kecil
tetapi sangat penting untuk antibodi bayi. ASI biasanya baru keluar 2-3 hari
sejak melahirkan. Bayi sendiri secara alami akan tahan selama 2-3 hari sejak
lahir tanpa ASI. Sayangnya, banyak ibu menjadi terlanjur pesimis karena susu
yang tidak langsung keluar itu, seperti yang dialami oleh Ibu Meliana dan Ibu
Tri Widiati. Padahal sebenarnya hal tersebut adalah normal, namun karena
pengetahuan ibu yang terbatas dan kurangnya informasi tentang manajemen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
laktasi yang benar maka mereka lebih memilih untuk memberikan susu
formula.
Secara umum, apabila seorang bayi kurang mendapat ASI sebenarnya
bukan ibunya yang tidak dapat memproduksi ASI sebanyak yang diperlukan.
Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai hal, misalnya karena posisi menyusui
yang tidak benar. Posisi yang dimaksud adalah posisi mulut bayi terhadap
putting ibu, bukannya posisi badan bayi terhadap badan ibu. Produksi ASI
dirangsang oleh pengosongan payudara, berlaku prinsip supply and demand,
sehingga semakin banyak ASI dikeluarkan, akan makin banyak pula ASI
diproduksi. ASI diproduksi sesuai dengan jumlah permintaan dan kebutuhan
bayi. Maka apabila bayi berhenti menghisap ASI, payudara ibu pun juga akan
berhenti memproduksi ASI. (KAKAK, 2002)
Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat
mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih
menggunakan susu formula sebagai jalan keluarnya. Dari semua hal yang
mempengaruhi tindakan ibu menggunakan susu formula untuk bayi, faktor
keyakinan ibu dalam menyusui merupakan faktor yang penting. Jika dari awal
ibu menyusui sudah merasa ASI yang dimilikinya tidak akan mencukupi
kebutuhan bayi atau bayi mereka terus menangis, rewel, dan sebagainya, maka
mereka akan memutuskan untuk menggunakan susu formula sebagai minuman
tambahan untuk bayi karena mereka merasa bayi mereka tidak puas dengan
ASI yang mereka miliki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Hal ini juga dialami oleh ibu menyusui di Daerah Losari, Kelurahan
Semanggi, selain alasan pekerjaan, ibu menyusui juga merasa ASI yang
mereka miliki tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi sehingga mereka
menggunakan susu formula saat bayinya masih berusia kurang dari 6 bulan.
Bayi mereka yang sering menangis dan rewel menyebabkan mereka berpikir
bahwa bayi masih belum puas menyusu pada ibu sehingga mereka melakukan
tindakan pemberian susu formula.
3. Kesibukan ibu bekerja nafkah
Kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya
emansipasi dalam segala bidang kerja dan di kebutuhan masyarakat
menyebabkan turunnya kesediaan menyusui dan lamanya menyusui. Di
banyak negara, nampak bahwa wanita yang bekerja merupakan faktor
penghambat dalam program menyusui. Banyak wanita kota yang
meninggalkan kebiasaan menyusui bukan karena bekerja, tetapi karena minum
susu formula dianggap sebagai suatu kemajuan. Dan ternyata pola ini
kemudian diikuti oleh wanita desa yang pindah ke kota.
Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil/melahirkan
mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir sudah harus
kembali bekerja dan jika ini terus berlanjut dapat mengganggu upaya
pemberian ASI eksklusif .
Dari keenam responden yang ada, ada 2 orang ibu yang bekerja di luar
rumah, yaitu Ibu Murtiningsih dan Ibu Dwi Prihatin. Karena alasan pekerjaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
ini maka mereka memilih untuk menggunakan susu formula bagi bayinya
selama mereka bekerja. Berikut pernyataan dari Ibu Murtinigsih dan Ibu Dwi
Prihatin :
- Ibu Murtiningsih : “Saya itu kerja sebagai pegawai di kantor notaris. Saya ambil cutinya 2 bulan dan memang dari kantor ngasih cutinya cuma 2 bulan saja. Saya kan dulu pernah keguguran dan kehamilan saya juga agak bermasalah jadi sebelum melahirkan kurang setengah bulan saya sudah ambil cuti, bayi usia kurang dari 2 bulan sudah saya tinggal kerja, terus dirawat sama mbah’e selama saya kerja dan memang dari lahir sudah dikasih susu formula karena ASI saya keluarnya cuma dikit” (Sumber : Wawancara 1 Mei 2011)
-Ibu Dwi Prihatin : “ Kulo kerjo wonten PT Sadar Jaya Manunggal dados karyawan. Kulo angsal cuti namung 2 bulan, niku memang kebijakan saking perusahaan. Pas kulo kerjo, anak’e kulo niku kulo titipke mbah’e dados nek awan kudu diparingi susu formula, nek wangsul nyambut damel lagi kulo susoni piyambak” (Saya kerja di PT Sadar Jaya Manunggal sebagai karyawan. Saya dapat cuti cuma 2 bulan dan itu memang kebijakan dari perusahaan. Sewaktu saya bekerja, anak saya itu saya titipkan pada neneknya, jadi pas siang tetap harus pakai susu formula, baru kalau saya sudah pulang saya susui sendiri) (Sumber : Wawancara 1 Mei 2011)
Berdasarkan pernyataan dari Ibu Murtiningsih dan Ibu Dwi Prihatin diatas
jelas sekali menggambarkan bahwa kebijakan perusahaan di tempat mereka
bekerja hanya memberikan waktu untuk cuti hamil dan menyusui selama 2
bulan dan waktu tersebut menjadi alasan untuk ibu tidak dapat menyusui
anaknya secara eksklusif karena mereka dituntut oleh perusahaan untuk
kembali bekerja setelah cuti 2 bulan sehingga mereka terpaksa memberikan
susu formula untuk bayinya dan menitipkan bayi pada nenek si bayi. Mereka
juga mengaku bahwa ASI yang mereka produksi hanya sedikit karena waktu
menyusui mereka yang tidak dilakukan secara rutin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Alasan ibu menyusui yang bekerja menyebabkan ibu tidak dapat
memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan diatas adalah tidak tepat sebab dari
sejumlah penelitian lain ternyata banyak ibu-ibu yang bekerja berhasil
memberikan ASI ekslusif pada bayinya selama 6 bulan. Bahkan beberapa ibu
bekerja tidak memerlukan tambahan pada cuti hamil 3 bulannya untuk dapat
tetap memberikan ASI ekslusif sampai 6 bulan. Pada ibu bekerja, cara lain
untuk tetap dapat memberikan ASI ekslusif pada bayi ialah dengan
memberikan ASI perahnya selama ibu bekerja. Selama ibu di tempat kerja
sebaiknya ASI diperah minimum 2x15 menit. Memerah ASI sebaiknya hanya
menggunakan jari tangan, tidak menggunakan pompa yang berbentuk
terompet. ASI perah tahan 6-8 jam di udara luar, 24 jam di dalam termos
berisi es batu, 48 jam di dalam lemari es dan 3 bulan apabila nerada dalam
freezer. (Roesli, 2000). Namun kebanyakan ibu yang bekerja lebih memilih
menggunakan susu formula karena ibu tidak ’telaten’ untuk memerah ASI dan
susu formula dinilai lebih praktis diberikan saat ibu bekerja di luar rumah.
Covention on Matermity Protection, International Labour Organization
(Konvensi Perlindungan Maternal ILO) menyatakan bahwa ibu bekerja
seharusnya memperoleh cuti hamil minimal 12 minggu sebelum kembali
bekerja. Sedangkan, pada konvensi tahun 2000, lama cuti hamil ditingkatkan
menjadi 14 minggu. Tempat kerja atau perusahaan yang mendukung tenaga
kerjanya untuk menyusui bayinya disebut sebagai ‘Tempat Kerja Sayang
Bayi’ (Mother Friendly Work Place). Hal ini dapat terwujud bila memenuhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
ketentuan seperti yang tercantum pada Undang Undang Ketenaga-kerjaan
tahun 2003 dan peraturan-peraturan lain, antara lain :
1. Pemimpin peduli dan mendukung tenaga kerja wanita dalam pemberian
ASI
2. Perusahaan mempunyai kebijakan tentang ijin menyusui dalam waktu
kerja, penyesuaian jenis dan waktu kerja, cuti cukup, jaminan tetap kerja,
upah sama.
3. Menyediakan ruang dan sarana menyusui (termasuk lemari es)
4. Menyediakan tempat penitipan bayi
5. Mempunyai petugas penanggung jawab peningkatan pemberian ASI
6. Menyelenggarakan penyuluhan dengan menggunakan paket media
informasi
7. Bantuan lain: lingkungan kerja, perlindungan kerja, pelayanan kesehatan,
pengawasan kebersihan makanan, dsb
Perilaku ibu dalam menyusui juga diperkuat dengan pernyataan dari Kader
Posyandu di daerah Losari, yaitu Ibu Sugeng dan Ibu Yuni yang
mengungkapkan:
- Ibu Sugeng : ”secara keseluruhan wonten mriki niku katah sing mbeto susu formula daripada ibu-ibu sing ASI Ekslusif, alesan utamane nggih ditinggal kerjo niku, dadose dititipke mbahe, dll..” ( Secara keseluruhan di daerah ini itu banyak yang pakai susu formula daripada ibu-ibu yang ASI eksklusif, alasan utamanya itu karena ditinggal kerja, jadi dititipkan neneknya, dan lain-lain) (Sumber : Wawancara 6 Juni 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
- Ibu Yuni : “Nek di daerah mriki niku kathah sing ASI, paling sing formula niku nggih sing kerjo, kadang do dsrunding mbak, sing akeh niku ASI tapi nggih mboten eksklusif mbak, rata-rata kebanyakan ASI meskipun banyak yang dsrunding karena kebanyakan alasane susune tidak keluar, tapi kebanyakan tetep disusui dulu” (Kalau di daerah ini itu banyak yang ASI, paling yang pakai susu formula itu yang bekerja, jadi pakai susu formula dan ASI, yang banyak itu ya ASI tapi tidak eksklusif. Rata-rata kebanyakan tetap menyusui tapi sambil dikasih susu formula karena kebanyakan alasannya air susunya tidak keluar, tapi kebanyakan tetap disusui dulu) (Sumber: Wawancara 13 Juni 2011)
Dari pernyataan semua responden dari apa yang telah diungkapkan oleh
Kader Posyandu diatas menunjukkan bahwa di daerah Losari ini jumlah ibu
yang menyusui bayinya secara ekslusif masih sangat rendah, kebanyakan dari
ibu di daerah ini menyusui bayinya namun tidak secara ekslusif, yaitu masih
diberi tambahan susu formula dengan alasan air susu tidak cukup atau tidak
keluar dan faktor utama mereka adalah karena alasan pekerjaan.
Seperti halnya dengan ibu menyusui di Daerah losari, Kelurahan
Semanggi, sebagian besar dari ibu menyusui di daerah ini bekerja sehingga
mereka memilih untuk menggunakan susu formula untuk bayi mereka karena
lingkungan sekitar mereka yang melakukan hal yang sama sehingga semakin
mendorong ibu untuk memberikan susu formula pada bayi.
Sampai saat ini masih banyak sekali perusahaan yang belum melaksanakan
ketetapan yang telah ditentukan oleh pemerintah tersebut termasuk di
perusahaan tempat ibu menyusui di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi
bekerja, sehingga ibu menyusui yang bekerja tidak dapat melakukan ASI
Ekslusif karena takut dikeluarkan dari perusahaan tempat ia bekerja dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
karena lingkungan kerja yang tidak mendukung terlaksananya pemberian ASI
Ekslusif pada ibu yang menyusui dan ibu menyusui pun juga merasa tidak
memiliki waktu untuk memerah ASI mereka. Faktor inilah yang menjadi
alasan utama ibu untuk memberikan susu formula pada bayi mereka
b. Faktor eksternal ibu menyusui
Faktor eksternal ibu menyusui meliputi faktor-faktor yang berasal dari
luar ibu menyusui yang berhubungan dengan tindakan ibu menyusui dalam
menggunakan susu formula untuk bayi. Faktor eksternal tersebut antara lain :
1. Pemberian susu formula (Promosi susu formula) yang dilakukan di
Rumah Sakit atau Posyandu pada bayi
Pada saat ibu melahirkan atau pada saat persalinan, tempat pelayanan
kesehatan adalah salah satu penentu ibu dalam memberikan ASI kepada
bayinya. Hal ini disebabkan karena tempat pelayanan kesehatan adalah
sebuah awal dimana kontak fisik antara ibu dan bayi terjadi agar ibu dapat
menyusui bayinya dengan baik dan benar. Untuk menunjang keberhasilan
laktasi, bayi hendaknya disusui segera atau sedini mungkin setelah lahir.
Namun tidak semua persalinan berjalan normal dan tidak semua dapat
dilaksanakan menyusui dini
Perlakuan rawat gabung pada bayi juga merupakan hal yang
seharusnya dilakukan oleh Rumah Sakit atau Rumah Bersalin agar ibu dan
melihat perkembangan bayi selama dirawat di RS, namun dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh penulis ditemukan bahwa masih banyak rumah sakit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
yang tidak melakukan rawat gabung pada ibu dan bayi meskipun ibu
melahirkan normal dan pada saat terpisah ruangan dengan bayi, pihak Rumah
Sakit memberikan susu formula kepada bayi.
Perlakuan rawat gabung pada bayi yang baru lahir adalah salah satu
cara untuk memudahkan pemberian ASI, dimana setelah kelahiran, bayi tidak
ditempatkan dalam ruang tersendiri, melainkan disatukan dengan ibunya.
Dengan demikian, orang tua akan lebih mudah dalam mengontrol kebutuhan
bayi akan ASI. Dari wawancara yang dilakukan, sebagian besar rumah sakit
maupun Rumah Bersalin sudah memberikan fasilitas rawat gabung (rooming
in) pada bayi yang baru lahir, walau masih ada juga yang belum memberikan
fasilitas tersebut. Di tempat pelayanan kesehatan dimana mereka
melahirkanpun juga masih ada yang memberikan susu formula untuk
diminumkan pada bayi namun itu hanya sebagian kecil saja. Hampir semua
responden mengaku saat di Rumah Sakit atau Rumah Bersalin mereka
ditempatkan 1 ruangan dengan bayi dan bayi mereka tidak diberi susu
formula. Hanya ibu Murtiningsih yang mengaku tidak ditempatkan 1 ruangan
dengan bayinya saat di Rumah Sakit. Ibu Murtiningsih mengatakan demikian
“ Setelah melahirkan itu saya dipisah dengan bayi, ditaruh di ruang sendiri-sendiri dan dikasih susu formula bendera dari RS padal anak saya lahirnya normal, ya mau gimana lagi mbak, kalau ASIne tidak keluar kan bayi itu harus diberi susu formula jadi saya ya setuju-setuju saja. Awalnya saya coba kasih ASI tapi terus saya kasih susu formula itu terus karena ASI saya tidak keluar“ (Sumber : Wawancara 1 Mei 2011)
Sedangkan Ibu Dwi Prihatin yang melahirkan anaknya yang prematur
mengaku :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
“Untuk malam pertama terpisah karena kan disinar mbak, baru malam berikutnya nembe kaleh kulo. Nggih diparingi susu formula SGM tapi sing BBLR, dados untuk berat bayi lahir rendah, niku kulo paringi sampai 6 bulan terus sak niki gantos Lactogen. Dari Rumah Bersalin niku kulo angsal susu formula SGM BBLR 1 box kecil. Pas wonten ndalem nggih kulo parengke bayi kulo mbak ngantos telas, bar niku kulo tumbas piyambak” (Untuk malam pertama terpisah karena kan disinar mbak, baru malam berikutnya satu ruangan sama saya. Sewaktu dipisahkan itu bayi saya diberi susu formula SGM tapi yang BBLR , jadi untuk berat bayi lahir rendah, itu saya kasih sampai 6 bulan terus sekarang saya ganti Lactogen. Dari Rumah Bersalin itu saya mendapatkan susu formula SGM BBLR 1 box kecil. Sewaktu sudah di rumah ya saya berikan pada bayi saya sampai habis, setelah itu saya beli sendiri) (Sumber : Wawancara 1 Mei 2011)
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian besar tempat pelayanan
kesehatan sudah memberikan fasilitas rawat gabung (rooming in) terhadap ibu
dan bayi, meskipun masih ada tempat pelayanan kesehatan yang tidak
memberikan fasilitas ini, seperti yang dialami oleh Ibu Murtiningsih, setelah
melahirkan ia dipisah dengan bayinya dan selama dipisah bayinya diberi susu
formula dari RS dengan alasan karena ASI dari Ibu Murtiningsih pada saat itu
tidak keluar. Lain lagi dengan Ibu Murtiningsih, Ibu Dwi Prihatin pada awal
kelahiran juga dipisah dengan bayinya namun itu bukan karena tempat
pelayanan kesehatan dimana ia melahirkan tidak memberikan fasilitas rawat
gabung melainkan karena kondisi bayi dari Ibu Dwi Prihatin yang tidak
normal (prematur) sehingga perlu disinar atau dimasukkan inkubator dan
dipisahkan dengan ibunya selama 1 hari dan hari berikutnya saat kondisi bayi
sudah cukup kuat baru ditempatkan satu ruangan dengan ibunya. Selama
dipisahkan dengan ibu Dwi Prihatin, bayinya diberikan susu khusus untuk
berat bayi lahir rendah dari RS dikarenakan lahirnya yang prematur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Apa yang telah dialami oleh Ibu Murtiningsih ternyata juga
dibenarkan oleh pernyataan dari Ibu Yustina Rumondor, kepala bangsal
perawatan ibu dan anak RS Dr. Oen Surakarta.
Berikut pernyataan dari Ibu Yustina :
“Sejak saya menempati bagian bangsal perawatan ibu dan anak, disini juga sudah diberlakukan kebijakan untuk tidak menempatkan ibu dan bayi dalam satu ruangan dikarenakan bayi setelah lahir rentan terinfeksi virus dan bayi membutuhkan ruangan khusus yang steril agar terjaga kesehatannya, maka dari itu bayi hanya diberikan pada ibunya saat jam-jam tertentu saja dan saat di ruang steril bayi akan diberi susu formula oleh perawat yang ada disana. Kebijakan ini sudah daridulu dan saya sendiri tidak tahu bagaimana awal mulanya. Saya disini hanya sebagai pengawas dan memberikan perintah saja.” (Sumber : wawancara 17 November 2011)
Dari pernyataan Ibu Yustina diatas dapat dilihat bahwa di RS Dr.Oen
memang telah mempunyai kebijakan untuk tidak menempatkan ibu dan bayi
dalam 1 ruangan sekalipun kelahirannya normal, dengan alasan kesterilan
ruangan dan kesehatan bayi, dan beliau mengikuti apa yang menjadi
kebijakan di Rumah Sakit.
Namun tidak semua Rumah Sakit mempunyai kebijakan seperti yang
telah diungkapkan oleh Ibu Yustina diatas, di RSUD Moewardi, ibu dan bayi
ditempatkan dalam satu ruangan dan tidak diberi susu formula apapun. Hal
ini disampaikan oleh Ibu Nur selaku staff kesehatan di RSUD Moewardi.
Beliau mengungkapkan :
“Biasanya kalau kelahiran normal itu setelah ibu melahirkan, bayi dibersihkan lalu ditempatkan dalam satu ruangan agar ibu dapat belajar untuk menyusui secara ekslusif dan kami juga tidak memberikan susu formula pada bayi, kecuali dalam operasi caesar atau bayi prematur maka kami harus memberikan susu formula disebabkan karena kondisi ibu dan bayi yang tidak memungkinkan” (Sumber: wawancara 22 November 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Walaupun telah ada peraturan tentang pemasaran pengganti ASI untuk
bayi dibawah 1 tahun berdasarkan Kepmenkes 237 ini, namun dikarenakan
tidak efektifnya pengawasan atas pelaksanaan peraturan ini serta sanksi yang
tidak maksimal, pelanggaran atas peraturan ini pun terjadi di mana-mana,
termasuk di Kota Surakarta. Banyak sekali kita jumpai rumah sakit-rumah
sakit yang menjadi sarana promosi susu formula, sampel gratis dibagikan
dimana-mana dan pelanggaran-pelanggaran lainnya. Hal berikut ini juga
dialami oleh beberapa responden, seperti yang diungkapkan oleh Ibu
Murtiningsih berikut ini :
“Dulu saya dikasih susu bendera kotak kecil dari RS karena waktu habis melahirkan itu ASI saya tidak keluar dan memang dari RS bayi saya langsung dikasih susu bendera itu” (Sumber : Wawancara 1 Mei 2011)
Dari apa yang telah diungkapkan oleh Ibu Murtiningsih diatas
menunjukkan bahwa masih adanya Rumah Sakit yang tidak mengikuti
kebijakan yang telah diatur oleh pemerintah. Apa yang dialami oleh Ibu
Murtiningsih ternyata juga dialami oleh responden lain, yaitu Ibu Yuli yang
mengaku ditawari untuk membeli produk susu formula Lactogen oleh perawat
di Rumah Sakit dimana ia melahirkan sampai akhirnya mertuanya
memutuskan untuk membeli produk tersebut. Namun Ibu Yuli berbeda dengan
Ibu Murtiningsih yang terus memberikan susu formula dari RS kepada
bayinya, meski mertuanya membeli produk susu formula tersebut, Ibu Yuli
tetap memilih untuk menyusui bayinya secara eksklusif dan tidak memberikan
susu formula yang telah dibeli oleh mertuanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Meskipun aturan pemasaran produk pengganti ASI terdapat dalam kode
etik internasional yang juga telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dalam
SK Menteri Kesehatan, namun tetap saja para produsen susu bayi melakukan
promosi secara gencar, bahkan sampai menyediakan susu formula itu di rumah
sakit ataupun klinik-klinik Bersalin.
Dalam pelaksanaannya, promosi susu formula yang dilakukan oleh
produsen ternyata tidak hanya berlangsung di Rumah Sakit atau Rumah
Bersalin melainkan juga terjadi di Posyandu yang ada di masyarakat dengan
persetujuan dari Puskesmas setempat. Hal inilah yang diungkapkan oleh
Kader Posyandu daerah Losari, Ibu Sugeng, yang menyatakan sebagai berikut:
“Riyin niku enten promosi mbak wonten Posyandu, pun sekitar 3 kali, niku sing promosi saking sales, merk susune SGM, carane niku nggih diparingi sithik-sithik ngoten,biasane dikasih wonten adah gudir (agar-agar) cilik ngoten niku terus dimimikke anak’e, terus nek ibu’e ajeng mundut nggih mundut wonten mriku, Puskesmase nggih ngertos, kan niku ijin lapor riyin kaleh Puskesmas” (Dulu itu ada promosi mbak di Posyandu, sudah sekitar 3 kali, itu yang promosi dari sales, merk susunya SGM, caranya itu dikasih sampel sedikit-sedikit, biasanya ditaruh di tempat agar-agar(jelly kecil terus diminumkan ke anaknya, terus kalau ibunya mau beli ya tinggal beli disitu, Puskesmasnya ya tahu, kan itu ijin lapor dulu ke Puskesmas) (Sumber : Wawancara 6 Juni 2011)
Dari apa yang diungkapkan oleh Ibu Sugeng diatas dapat dilihat bahwa di
Posyandu daerah Losari telah sering menjadi sasaran promosi yang dilakukan
oleh sales sebuah produk susu formula dan hal tersebut ternyata diketahui oleh
Puskesmas dan Puskesmas setempat (dalam hal ini yaitu Puskesmas
Sangkrah) memberikan ijin kepada sales tersebut untuk mengadakan promosi
di Posyandu, namun ijin yang diberikan oleh Puskesmas sebenarnya hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
untuk produk susu formula bagi bayi berusia diatas 6 bulan tapi dalam
prakteknya pihak produsen susu formula melalui sales masih saja memberikan
susu tersebut untuk bayi berusia di bawah 6 bulan. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Kader Posyandu daerah Losari yang lain, yaitu Ibu Yuni
yang mengungkapkan bahwa di Posyandu Matahari II tempatnya menjadi
kader juga pernah ada promosi dari produk susu formula yang sama dengan
Ibu Sugeng dan cara yang dilakukan oleh sales juga sama, namun hal itu
hanya terjadi satu kali dan sekarang sudah tidak pernah ada promosi lagi.
Hanya ASI yang paling ideal untuk bayi, maka perubahan yang
dilakukan pada komponen gizi susu sapi harus mendekati susunan zat gizi
ASI. Meskipun para ahli teknologi telah berusaha untuk memperbaiki
susunan zat gizi susu sapi agar komposisinya mendekati susunan zat gizi ASI,
sampai saat ini usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang baik. Salah satu
faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah adanya pembagian susu formula
yang dilakukan oleh petugas kesehatan/ non kesehatan di tempat ibu
melahirkan atau Posyandu yang dibeli oleh responden sehingga akan
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi.
Promosi atau pemberian susu formula pada bayi ternyata juga tidak
hanya dilakukan di Rumah Sakit tapi juga dilakukan di Posyandu, dari
penelitian yang penulis lakukan dan dari informasi yang didapat dari Kader
Posyandu, di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi ini pernah mendapatkan
promosi susu formula dari produsen susu yang datang ke Posyandu di daerah
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan
periklanan distribusi susu formula menyebabkan turunnya angka menyusui
bayi baik di daerah pedesaan/perkotaan. Distribusi dan promosi susu formula
berlangsung terus dan bahkan meningkat tidak hanya di televisi dan media
massa melainkan juga di tempat pelayanan kesehatan masyarakat di
Indonesia, seperti di Rumah Sakit, Rumah Bersalin maupun di Posyandu.
2. Rumah Sakit dan tenaga kesehatan menyarankan agar ibu yang ASI
nya tidak cukup untuk menambah dengan susu formula
Pemerintah dan Peraturan Perundangan serta peraturan lainnya yang
mendukung ASI Eksklusif. Peraturan ataupun kebijakan publik sangat
diperlukan untuk mendukung seorang ibu dapat menyusui secara eksklusif.
Adanya upaya Pemerintah dalam mengatur pemasaran PASI akan
menghindarkan para ibu dalam menggunakan susu formula selama masa
menyusui. Disamping itu perlu ada kebijakan yang melarang atau membatasi
penggunaan susu formula di fasilitas kesehatan untuk mencapai keberhasilan
menyusu.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, terdapat ibu yang saat
melakukan konsultasi maupun selama di Rumah Sakit disarankan oleh petugas
kesehatan untuk menggunakan susu formula untuk bayi jika ASI yang mereka
miliki tidak cukup. Beberapa rumah sakit memberikan susu formula pada bayi
yang baru lahir sebelum ibunya mampu memproduksi ASI. Hal itu
menyebabkan bayi tidak terbiasa menghisap ASI dari puting susu ibunya, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
akhirnya tidak mau lagi mengkonsumsi ASI. Saran dari petugas kesehatan itu
juga yang menyebabkan ibu berpikir bahwa penggunaan susu formula itu
aman untuk dilakukan sehingga tercipta suatu tindakan untuk menggunakn
suus formula. Berikut penuturan dari Ibu Meliana dan Ibu Tri Widiati yang
mengaku membeli susu formula atas saran dari petugas kesehatan :
- Ibu Meliana : “ dulu kan saya kasih SGM tapi cuma sampai umur 1 minggu, belinya ya di apotik di RS sama kempongnya waktu saya konsultasi, dikasih itu terus nangise rodok jarang, terus saya ganti lactogen karena dikasih tahu mbah’e terus saya coba itu cocok dan perkembangane juga bagus, anaknya lincah” (Sumber : Wawancara 27 April 2011 )
- Ibu Tri Widiati : ”sejak umur 105 hari sudah saya beri susu formula karena air susu saya tidak keluar. Saya pakai susu formula itu dari saya sendiri, dikasih itu ya cocok kok, dicoba dari RS itu kan SGM, kan itu belinya di RS, saya konsultasi, kan katanya kalau tidak keluar ASInya diberi susu formula saja, dicoba SGM dulu, kalau tidak cocok diganti lainnya tapi ternyata cocok-cocok saja” (Sumber: Wawancara 30 April 2011)
Faktor petugas kesehatan juga berpengaruh dalam penggunaan susu
formula untuk bayi, seperti yang dialami oleh Ibu Meliana dan Ibu Tri Widiati
yang mengaku membeli susu formula di Rumah Sakit dimana mereka
melahirkan karena rekomendasi dari petugas kesehatan saat mereka
melakukan konsultasi karena ASI mereka yang tidak keluar. Dokter dan
tenaga medis mempunyai peran yang besar dalam menentukan apakah seorang
ibu akan memberikan susu formula kepada bayinya atau tidak. Dokter dan
tenaga medis adalah pembuat keputusan pada institusi kesehatan bersangkutan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
yang seharusnya ikut bertangung jawab secara langsung dalam masalah
ketergantungan terhadap susu formula bayi.
Saat hal ini ditanyakan kepada staff kesehatan di Rumah Sakit, mereka
membenarkan pernyataan dari responden diatas, karena jika pasien (dalam hal
ini ibu menyusui) mulai mengeluhkan jumlah ASI mereka yang sedikit atau
tidak keluar, secara tidak langsung mereka meminta kepada petugas kesehatan
untuk memberikan saran tentang susu formula apa yang seharusnya mereka
berikan untuk bayi. Meski kadang petugas sudah menyarankan untuk terus
memberikan ASI eksklusif namun cara tersebut ternyata tetap tidak efektif
untuk membuat ibu tidak memberikan susu formula untuk bayinya.
Faktanya, pada hari pertama sebenarnya bayi belum memerlukan cairan
atau makan, sehingga tidak atau belum diperlukan pemberian susu formula
atau cairan lain sebelum ASI keluar ”cukup” (cairan Prelactal feeding).
Pemberian prelactal feeding sebetulnya tidak diperlukan karena hanya
merugikan ibu, yaitu ASI ibu akan lebih lambat terbentuk karena bayi tidak
cukup kuat menghisap, dan merugikan bayi sebab bayi akan kurang mendapat
kolostrum. Bila bayi kurang/tidak mendapat kolostrum, akan lebih sering
menderita mencret atau penyakit lain, terutama bila susu formula tercemar.
Selain itu, bila cairan prelactal diberikan dengan dot, kemungkinan bayi akan
mengalami kesukaran minum pada puting susu ibunya atau bingung puting
(nipple confusion). (Roesli, 2000)
Penerangan mengenai pemberian ASI dan dukungan oleh petugas
kesehatan tentang pelaksanaan ASI yang benar sangat diperlukan bagi ibu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
menyusui. Peranan petugas kesehatan sangat diperlukan dalam hal
penyuluhan mengenai cara merawat dan membersihkan payudara dan agar
ibu tetap terus menyusui anaknya agar ASI-nya keluar dan memberi
penerangan agar ibu tidak memberi susu formula kepada bayi serta nasehat
tentang gizi, makanan yang bergizi untuk ibu menyusui.
3. Lingkungan sekitar ibu menyusui yang menyarankan ibu menyusui
untuk memberikan susu formula pada bayi
Lingkungan menjadi faktor penentu kesiapan dan kesediaan ibu untuk
menyusui bayinya. Tatanan budaya cukup berpengaruh dalam pengambilan
keputusan ibu untuk menyusui atau tidak menyusui. Pengalaman dalam
keluarga ibu tentang menyusui, pengalaman ibu, pengetahuan ibu dan
keluarganya tentang manfaat ASI, dan sikap ibu terhadap kehamilannya
(diinginkan atau tidak), sikap suami dan keluarga lainnya terhadap
pengambilan keputusan untuk menyusui atau tidak. Gaya hidup masyarakat
perkotaan modern yang saat ini terjadi ialah menganggap bahwa penggunaan
susu formula adalah hal yang wajar dan dianggap sebagai suatu kemajuan atau
sebuah peningkatan status sosial.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, masih terdapat ibu yang
menggunakan susu formula karena terpengaruh lingkungan sekitar, terutama
dari lingkungan keluarga. Seperti yang dialami oleh Ibu Meliana berikut ini :
“Dari lingkungan sekitar, ya dari mbah’e...kan anake nangis terus tho udah disusui tapi kok tetap nangis terus kan saya ndak tega, dulu kan saya kasih SGM tapi cuma sampai umur 1 minggu, belinya ya di apotik di RS sama kempongnya, dikasih itu terus nangise rodok jarang, terus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
saya ganti lactogen karena dikasih tahu mbah’e terus saya coba itu cocok dan perkembangane juga bagus, anaknya lincah” (Sumber :Wawancara 27 April 2011 )
Selain Ibu Meliana, Ibu Murtiningsih juga menyatakan memberikan susu
formula karena pengaruh dari tetangga di sekitar rumahnya yang kebanyakan
memberikan susu formula untuk bayi sehingga ia menganggap hal tersebut
adalah hal yang wajar dan bagian dari gaya hidup wanita modern.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, ditemukan
banyaknya masalah seputar menyusui bayi dan penyebab ibu lebih memilih
menggunakan susu formula dibanding memberikan ASI eksklusif, masalah
tersebut diantaranya adalah kurangnya pengetahuan tentang ASI eksklusif,
kurangnya dukungan dari petugas kesehatan maupun tempat pelayanan kesehatan
selama ibu dirawat di Rumah Sakit atau Rumah Bersalin, semakin banyaknya ibu
menyusui yang bekerja dan tempat kerja yang tidak mendukung program ASI
eksklusif, penggunaan susu formula untuk bayi serta promosi susu formula yang
semakin gencar dilakukan.
Mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) merupakan salah satu hak azasi bayi yang
harus dipenuhi. Untuk mendukung hal tersebut telah dikeluarkan berbagai
pengakuan atau kesepakatan baik yang bersifat global maupun nasional yang
bertujuan melindungi, mempromosikan, dan mendukung pemberian ASI. Dengan
demikian, diharapkan setiap ibu di seluruh dunia dapat melaksanakan pemberian
ASI dan setiap bayi di seluruh dunia memperoleh haknya mendapat ASI.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan juga sudah terbukti secara
ilmiah sangat banyak manfaatnya. Anak-anak yang semasa bayi disusui secara
ekslusif umumnya lebih cerdas dan lebih kuat daya tahan tubuhnya terhadap
penyakit dibandingkan anak yang diberi susu formula. Selain itu pemberian ASI
Eksklusif dapat menurunkan angka kematian bayi.
Berdasarkan pengakuan dari responden maupun Kader Posyandu mengenai
persepsi mereka tentang perbedaan bayi yang diberi ASI saja dengan bayi yang
diberi susu formula dapat dilihat bahwa secara umum, bayi yang diberi susu
formula itu memang lebih gemuk dibanding yang disusui secara eksklusif namun
gemuknya tidak alami dan badannya tidak kencang. Selain itu, daya tahan bayi
yang disusui secara eksklusif lebih kuat daripada bayi yang diberi susu formula,
meskipun itu tergantung dari kondisi bayi yang berlainan. Namun dari
pengamatan mereka, bayi yang diberi susu formula lebih sering sakit dibanding
dengan bayi yang hanya diberi ASI saja.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), cakupan
ASI eksklusif enam bulan menurun dari 42,5 persen (1997) menjadi 39,5 persen
(2002). Sementara penggunaan susu formula justru meningkat lebih dari tiga kali
lipat selama lima tahun dari 10,8 persen (1997) menjadi 32,5 persen (Depkes RI,
2002).
Meningkatnya harga susu formula seharusnya membuat masyarakat kembali
menyusui bayi dengan air susu ibu (ASI). Sebab, ASI merupakan nutrisi terbaik
bagi bayi. Kandungan lemak, karbohidrat, zat gizi lain, terutama zat antibodi,
dalam ASI tidak akan diperoleh dalam susu formula mana pun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Pertimbangan ibu menyusui dalam pemilihan susu biasanya adalah masalah
harga yang harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi keluarga serta kesediaan
yang mudah dicari dan distribusi yang berkelanjutan di pasaran. Harga susu tidak
secara langsung berkaitan dengan kualitas kandungan gizinya. Saat ditanya
tentang pengaruh harga susu formula terhadap pemberian ASI, keenam responden
mempunyai pendapat yang berlainan. Ibu yang menyusui secara eksklusif seperti
Ibu Yuli dan Ibu Sri Haryani menyatakan bahwa dengan mereka menyusui berarti
sudah menghemat perekonomian keluarga, susu yang ada dirasa mereka terlalu
mahal sehingga mereka memilih untuk menyusui bayi mereka secara eksklusif.
Harga susu formula yang kian melambung juga berpengaruh terhadap ibu
yang dalam kesehariannya menggunakan susu formula untuk bayi mereka. Karena
harga susu yang semakin naik dan mahal, saat ini ibu Meliana lebih sering
memberikan ASI untuk bayinya daripada diberi susu formula. Sikap yang
dilakukan oleh Ibu Meliana diatas mungkin adalah salah satu dari dampak positif
dari kenaikan harga susu formula untuk bayi karena dengan naiknya harga susu
formula, banyak ibu yamg memilih untuk lebih menyusui bayinya. Namun
disamping itu, masih banyak ibu lain yang masih tetap memberikan susu formula
untuk bayinya dengan alasan karena bayi mereka harus diberi susu formula, susu
formula sudah menjadi sebuah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi sebagai
makanan utama bayi meskipun mereka merasa keberatan dengan harga susu
formula yang semakin lama semakin meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Berikut ini adalah daftar penggunaan susu formula untuk bayi oleh masing-
masing ibu :
Tabel 2.10 Penggunaan Susu Formula oleh Ibu Menyusui
No Nama
Responden Merk susu dan
berat bersih susu Harga susu
1 Ibu Meliana Lactogen 400 gram Rp 32.000 (untuk 1 minggu)
2 Ibu Tri Widiati
SGM 150 gram Rp 11.500 (untuk 3 hari)
3 Ibu Murtiningsih
Susu bendera (Frisian Flag) 800
gram
Rp 83.000 (untuk 3 minggu)
4 Ibu Dwi Prihatin
Lactogen 600 gram Rp. 54.000 (untuk 1 minggu)
Sumber : Data primer diolah November 2011
Dari apa yang telah diungkapkan oleh ibu yang menggunakan susu formula
diatas dapat diketahui bahwa faktor harga susu formula berpengaruh terhadap pola
pemberian ASI, namun karena mereka menganggap bahwa susu formula adalah
suatu kebutuhan pokok bayi yang harus dipenuhi maka mereka akan berusaha
untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan tersebut meskipun harganya dirasa cukup
mahal.
Hal lain yang dirasa penting dalam tindakan ibu menyusui menggunakan
susu formula ialah saat munculnya issue mengenai adanya Enterobacter sakazakii
(E. sakazakii) dalam susu formula bayi dan bubur bayi, membuat banyak kalangan
terutama ibu-ibu menjadi panik. Berdasarkan hasil penelitian para peneliti Institut
Pertanian Bogor (IPB), ditemukan 22,73 persen susu formula (dari 22 sampel) dan
40 persen makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan telah terkontaminasi
Enterobacter sakazakii.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Enterobacter sakazakii dapat ditemukan di beberapa lingkungan industri
makanan (pabrik susu, coklat, kentang, sereal, dan pasta), lingkungan berair,
sedimen tanah yang lembab. Dalam beberapa bahan makanan yang potensi
terkontaminasi bakteri ini antara lain keju, sosis, daging cincang awetan, sayuran,
dan susu bubuk.
Bakteri Sakazakii sangat berbahaya bagi bayi yang berusia 6-12 bulan dan
menurut data yang sudah didapat, angka kematian bayi yang disebabkan oleh
bakteri ini 40-80%. Dalam beberapa wabah dilaporkan 20% sampai > 50% bayi
yang terjangkit penyakit tersebut meninggal. Gejala yang dapat terjadi pada bayi
atau anak di antaranya adalah diare, kembung, muntah, demam tinggi, bayi
tampak kuning, kesadaran menurun (malas minum, tidak menangis), mendadak
biru, sesak hingga kejang. Bayi prematur, berat badan lahir rendah (kurang dari
2.500 gram) dan penderita dengan gangguan kekebalan tubuh adalah individu
yang paling beresiko untuk mengalami infeksi ini. Meskipun juga jarang, bakteri
patogen ini dapat mengakibatkan bakterimeia dan osteomielitis (infeksi tulang)
pada penderita dewasa. (http://dinendras.wordpress.com)
Dari semua responden yang telah diwawancarai, awalnya mereka merasa
takut dan kuatir saat mendengar berita tentang bakteri yang mencemari produk
susu formula. Adanya bakteri itu juga yang membuat ibu yang menyusui bayinya
secara eksklusif menjadi semakin yakin bahwa ASI adalah yang paling baik untuk
bayi dan menjadi semakin tidak ingin memberikan susu formula untuk bayi
mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Namun selain kedua ibu diatas, issue bakteri yang mencemari produk susu
formula juga menimbulkan ketakutan dan kekuatiran pada ibu yang sebelumnya
telah menggunakan susu formula untuk bayi mereka, meskipun awalnya mereka
merasa takut tapi mereka tidak dapat berbuat banyak karena jika bayi mereka
tidak diberi susu formula maka bayi mereka akan terus menangis meminta susu,
bayi mereka sudah terlanjur menjadi ’ketagihan’ susu formula sehingga meskipun
ada issue tentang bakteri tersebut, mereka tetap menggunakan susu formula dan
pada akhirnya mereka berusaha mencari informasi mengenai bakteri tersebut dan
cara bagaimana agar susu formula yang mereka berikan tidak tercemar.
Semua yang telah diuraikan oleh penulis diatas mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi tindakan ibu menyusui dalam penggunaan susu formula untuk
bayi diatas menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh ibu menyusui
merupakan suatu tindakan sosial. Menurut Weber dalam teori tindakan sosial
menyebutkan bahwa suatu tindakan ialah perilaku manusia yang mempunyai
makna subyektif bagi pelakunya. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan
sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku
orang lain, dan berorientasi pada perilaku orang lain. Pertama, tindakan manusia,
yang menurut si aktor mengandung makna yang subyektif. Ini meliputi berbagai
tindakan nyata. Kedua, tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya
dan bersifat subyektif. Ketiga, tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu
situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan
secara diam-diam. Keempat, tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada
beberapa individu. Kelima, tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
terarah kepada orang lain itu. Dalam hal ini, faktor internal dan eksternal dari ibu
menyusui yang telah diuraikan oleh penulis diatas merupakan stimulus yang
mendorong ibu untuk melakukan suatu tindakan untuk menggunakan susu
formula sebagai pengganti ASI.
Tindakan ibu menyusui untuk menggunakan susu formula untuk bayi
dipengaruhi oleh gaya hidup dan banyak persepsi dari lingkungan yang
menganggap penggunan susu formula ialah hal yang wjar dan menjadi sebuah
kemajuan, serta banyaknya ibu menyusui di lingkungan sekitar yang
menggunakan susu formula sehingga situasi dan kebiasaan tersebut diikuti oleh
banyak ibu lainnya sehingga ibu memilih untuk memberikan susu formula untuk
bayinya dengan alasan bahwa air susu yang dimilikinya tidak cukup atau tidak
keluar maupun karena faktor pekerjaan.
Seperti halnya budaya makan, maka budaya menyusui juga dipengaruhi oleh
gaya hidup. Nampaknya di negara berkembang ibu-ibu lebih menyukai makanan
buatan atau pabrik yang dirasa terjamin kebersihannya, dan merasa bangga kalau
dapat memberikan susu formula pada bayinya. Dengan semakin canggihnya
komunikasi dan sistem periklanan yang menyesatkan, ibu-ibu di pedesaan pun
“terkontaminasi” dengan mode ini. Selain itu menyusui dianggap sebagai suatu
adat kebiasaan kolot atau terbelakang oleh sebagian orang. .Maka terjadi
penurunan jumlah ibu-ibu yang menyusui baik di kota maupun di desa. Di banyak
negara berkembang, pada mereka yang lebih menekankan duniawi dan
menganggap susu formula sebagai lambang status, ada kecenderungan ibu-ibu
beralih ke susu formula sebagai pelepasan diri dari tekanan sebagai ibu. Keadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
ini sebenarnya merupakan suatu bukti tekanan modernisasi. Ibu-ibu dalam
ketegangan lingkungan biasanya cemas akan kemampuannya untuk dapat
menyusui atau terus menyusui. Dari banyak pengalaman, ternyata faktor-faktor
sosial budaya, emosi/psikologi lebih berperan daripada faktor pangan dan gizi.
(KAKAK,2002)
Jean Baudrillard dalam teorinya tentang masyarakat konsumer menyatakan
bahwa masyarakat yang dibentuk dan dihidupi oleh konsumsi, yang menjadikan
konsumsi sebagai pusat aktivitas kehidupan, dengan hasrat selalu dan selalu
mengkonsumsi. Dalam masyarakat konsumer, objek-objek konsumsi yang berupa
komoditi tidak lagi sekedar memiliki manfaat (nilai-guna) dan harga (nilai-tukar)
Namun lebih dari itu ia kini menandakan status, prestise dan kehormatan (nilai-
tanda dan nilai-simbol)
Masyarakat konsumer yang berkembang saat ini adalah masyarakat yang
menjalankan logika sosial konsumsi, dimana kegunaan dan pelayanan bukanlah
motif terakhir tindakan konsumsi. Melainkan lebih kepada produksi dan
manipulasi penanda-penanda sosial. Individu menerima identitas mereka dalam
hubungannya dengan orang lain bukan dari siapa dan apa yang dilakukannya,
namun dari tanda dan makna yang mereka konsumsi, miliki dan tampilkan dalam
interaksi sosial.
Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi perkembangan produksi
baik bahan makanan maupun barang kebutuhan hidup lain-lainnya rupanya
berekspansi terus tanpa mengenal batas (Kartodiharjo, 1995). Kemajuan ini
memberi keleluasaan bagi kemudahan baik dalam bidang pekerjaan maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
dalam menghayati kehidupan sehari-hari di rumah. Di sisi lain kemudahan ini
justru menjadi sebuah tantangan bagi kelanggengan pemberian ASI eksklusif bagi
ibu-ibu, terutama ibu yang bekerja. Demi sebuah kemudahan, tak jarang seorang
ibu lebih suka memilih menghentikan pemberian ASI eksklusif dan menggantinya
dengan produk susu formula yang sangat mudah diperoleh di warung atau tempat
perbelanjaan.
Produsen tampaknya sangat jeli dalam melihat kebutuhan konsumen akan
prestise, dan kemudian memanfaatkan untuk pemasaran produk mereka. Thoyibi
(1995) menjelaskan bahwa yang dilakukan oleh produsen produsen pertama kali
adalah mengacaukan konsep kualitas hidup dengan standar hidup, mengacaukan
konsep kebutuhan dengan konsep keinginan yang pemuasannya hanya
menghasilkan kenikmatan sementara dalam hal ini yang dilakukan produsen
dengan cara promosi. Promosi mencoba menarik hal-hal yang seharusnya berada
di wilayah “keinginan” ke dalam wilayah “kebutuhan”. Dengan demikian
konsumen akan berusaha untuk memenuhi keinginannya karena menganggap
keinginan tersebut sebagai kebutuhan. Dalam produk susu formula hal ini tampak
sekali dengan model periklanan yang menonjolkan bahwa produknya
mengandung zat-zat tertentu yang dikatakan sangat bermanfaat bagi kecerdasan
dan pertumbuhan anak. Konsep kecerdasan begitu ditonjolkan untuk memberikan
kesan seakan-akan apabila ingin anak cerdas maka susu formula ini merupakan
jawaban dari kebutuhannya. Walaupun di sisi lain sebenarnya juga diketahui
bahwa tidak ada yang dapat mengungguli kelebihan ASI dalam hal nutrisinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Engel dkk (1994) berpendapat bahwa pembelian tak akan pernah diadakan
kecuali jika kebutuhan yang mendasari diaktifkan dan dipenuhi. Tindakan
membeli tak dapat dijalankan sebelum adanya suatu kebutuhan. Peranan utama
dari upaya pemasaran adalah menempatkan produk akan jasa pada posisi yang
paling menguntungkan berkenaan dengan potensi untuk memenuhi kebutuhan.
Sebagai contoh : banyak wanita tak lagi memberikan ASI nya secara eksklusif
karena alasan ASI sedikit atau bahkan tidak keluar, karena ibu bekerja dan tak ada
TPA (Tempat Penitipan Anak). Sementara untuk pulang pergi dari kantor ke
rumah dipandang tak efektif. Situasi seperti ini menciptakan kebutuhan akan
adanya susu formula yang diharapkan dapat menggantikan ASI. Dan ketika
produk beredar dengan promosi yang luar biasa gencarnya maka ini semakin
mendukung dan mendorong ibu lebih memilih alternatif pengganti susu formula.
Pada akhirnya berkembang menjadi suatu trend gaya hidup yang menunjukkan
prestise kelas sosial tertentu. Misalnya merk susu formula telah menjadi lambang
status dan sosial tertentu.
Telah banyak diketahui bahwa promosi yang dilakukan oleh perusahaan susu
formula untuk bayi seringkali menyesatkan dan berhasil merayu ibu-ibu untuk
menggunakan susu formula. Dari hasil penelitian, promosi tersebut dilakukan di
Posyandu maupun RS dengan memberikan susu formula untuk bayi saat sedang
dirawat di rumah sakit sehingga kebanyakan bayi sudah tidak mau lagi disusui
karena telah terlanjur merasakan susu formula yang diberikan dari pihak rumah
sakit. Di Kota Surakarta, promosi pemanfaatan sumber daya ASI dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
pelestariannya telah lama menjadi program pemerintah. Disamping program-
program penyuluhan dilakukan pula penelitian, walaupun tidak terlalu intensif.
Dari semua yang telah diungkapkan diatas, nampak ada kecenderungan
bahwa kondisi perkotaan telah menurunkan kebiasaan menyusui dan terjadinya
peningkatan penggunaan susu formula untuk bayi yang dilakukan oleh ibu
menyusui karena berbagai faktor diatas. Dalam hal ini, bayi merupakan generasi
penerus bangsa. Oleh karena itu, kualitas generasi penerus perlu dipersiapkan
sedini mungkin. Untuk itu, peranan ibu untuk menyusui dan memberikan ASI
Ekslusif pada bayinya sangatlah besar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tindakan pada dasarnya ialah perbuatan tingkah laku yang dibentuk oleh
pelaku sebagai ganti respon yang didapat dari dalam dirinya. Tindakan disini
merupakan hasil perwujudan dari perilaku atau perubahan perilaku yang
dilakukan oleh seseorang.
Menyusui merupakan salah satu tugas tumbuh kembang seorang perempuan
setelah kelahiran anaknya, namun tidak semua perempuan dapat melaksanakan
tugas tersebut dengan baik karena adanya berbagai faktor. Praktek menyusui
secara eksklusif dipengaruhi oleh persepsi dan pemahaman serta pengetahuan ibu
tentang manfaat menyusui, pengawetan ASI dan bagaimana cara agar ASI tetap
produksi secara baik. Namun faktanya, angka ibu menyusui, khususnya menyusui
eksklusif selama enam bulan, di kota Surakarta terus menurun tiap tahun.
Sebaliknya, penggunaan susu formula sebagai pengganti air susu ibu (ASI) kian
meningkat.
Dari serangkaian data yang diperoleh di lapangan dapat ditarik kesimpulan
bahwa tindakan ibu menyusui dalam menggunakan susu formula untuk bayi
merupakan salah satu perubahan gaya hidup dalam masyarakat modern. Susu
formula dianggap sebagai suatu kemajuan dan wajar dilakukan oleh ibu menyusui
di kota-kota besar, termasuk di Derah Losari, Kelurahan Semanggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi tindakan ibu menyusui dalam penggunaan susu formula untuk
bayi di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota
Surakarta maka dapat ditarik kesimpulan mengenai faktor-faktor tersebut. Antara
lain ialah sebagai berikut :
a. Faktor internal ibu menyusui (faktor yang berasal dari dalam ibu menyusui
itu sendiri), meliputi :
1. Pengetahuan ibu menyusui tentang ASI Ekslusif yang masih kurang.
2. Ibu merasa ASI yang dimilikinya kurang cukup untuk bayi.
3. Kesibukan ibu bekerja nafkah.
b. Faktor eksternal ibu menyusui (faktor yang berasal dari luar ibu
menyusui), meliputi :
1. Pemberian susu formula yang dilakukan di Rumah Sakit atau
Posyandu pada bayi.
2. Rumah Sakit dan tenaga kesehatan menyarankan agar ibu yang ASI
nya tidak cukup untuk menambah dengan susu formula.
3. Lingkungan sekitar ibu menyusui yang menyarankan ibu menyusui
untuk memberikan susu formula pada bayi.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Untuk mengkaji masalah faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ibu
menyusui dalam penggunaan susu formula untuk bayi, peneliti mengunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
teori tindakan sosial yang dikemukakan oleh Max Weber dan teori
masyarakat konsumer yang dikemukakan oleh Jean Baudrillard. Teori Weber
menyebutkan bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan
pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas suatu objek stimulus
atau situasi tertentu. Bahwa manusia jauh sebelum bertindak, mengalami
proses pemaknaan yang kemudian melahirkan dorongan atau motivasi atau
disebut pula sebagai alasan seseorang untuk melakukan tindakan tertentu.
Tindakan sosial dapat dibedakan dari sudut waktu sehingga ada tindakan
yang diarahkan kepada waktu sekarang, waktu lalu atau waktu yang akan
datang. Sasaran tindakan sosial adalah aktor yang berupa seorang individu
atau sekumpulan orang. Sedangkan teori Jean Baudrillard menyatakan bahwa
masyarakat yang dibentuk dan dihidupi oleh konsumsi, yang menjadikan
konsumsi sebagai pusat aktivitas kehidupan, dengan hasrat selalu dan selalu
mengkonsumsi. Dengan demikian konsumen akan berusaha untuk memenuhi
keinginannya karena menganggap keinginan tersebut sebagai kebutuhan.
Nilai-tanda dan nilai-simbol, yang berupa status, prestise, ekspresi gaya dan
gaya hidup, kemewahan dan kehormatan adalah motif utama aktivitas
konsumsi masyarakat konsumer. Nilai-tanda dan nilai-simbol, yang berupa
status, prestise, ekspresi gaya dan gaya hidup, kemewahan dan kehormatan
adalah motif utama aktivitas konsumsi masyarakat konsumer.
Teori yang dipakai oleh penulis diatas relevan dengan penelitian yang
telah dilakukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ibu
menyusui dalam penggunaan susu formula untuk bayi, karena dalam hal ini,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
faktor-faktor yang mempengaruhi ibu menyusui untuk menggunakan susu
formula bayi (meliputi faktor internal dan eksternal) merupakan suatu
pendorong ibu menyusui melakukan suatu tindakan sosial yaitu memberikan
susu formula untuk bayinya dan tindakan ibu menyusui untuk menggunakan
susu formula dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat modern (banyaknya
ibu yang bekerja di luar rumah) dan banyaknya ibu menyusui di lingkungan
sekitar yang menggunakan susu formula untuk menunjukkan bahwa dia
mampu membeli sehingga situasi dan kebiasaan tersebut diikuti oleh banyak
ibu lainnya.
2. Implikasi Metodologis
Penelitian yang berjudul Persepsi Ibu Menyusui terhadap Penggunaan
Susu Formula untuk Bayi ini merupakan studi deskriptif kualitatif, yaitu
penelitian yang menekankan pada suatu analisa dan sekaligus penggambaran
tentang suatu kondisi realitas yang ada, dan menghasilkan data deskriptif
yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati. Pada
penelitian jenis ini, penulis berusaha mengembangkan konsep dan
menghimpun fakta dengan cermat tanpa melakukan hipotesa, tetapi perlu
memandangnya sebagai bagian dari keutuhan. Adapun fokus dari penelitian
ini adalah untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ibu
menyusui dalam penggunaan susu formula untuk bayi di daerah Losari,
Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Dalam metode penelitian kualitatif, peneliti sendiri adalah instrumen
pengumpul data di lapangan dengan cara observasi langsung ke lapangan.
Peneliti mengandalkan teknik wawancara mendalam (in-depth interview)
untuk mengumpulkan data. Wawancara yang mendalam harus dilakukan
peneliti agar dapat benar-benar mengerti bagaimana kondisi para subjek
dalam penelitian ini. Tipe observasi yang peneliti lakukan adalah observasi
berperan pasif, peneliti berperan sebagai pengamat saja. Selain itu peneliti
juga memanfaatkan dokumen atau bahan tertulis secara kepustakaan, dan
data dari Puskesmas atau Posyandu sebagai sumber data. Penelitian dengan
cara ini dirasa relevan dengan penelitian yang dilakukan karena untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ibu menyusui dalam
penggunaan susu formula untuk bayi harus dilakukan dengan observasi dan
wawancara secara mendalam agar penulis dapat benar-benar mengetahui
bagaimana kondisi subjek yang diteliti.
Strategi pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan
strategi pengambilan sampel berdasarkan tujuan atau purposive sampling.
Purposive sampling atau sampel bertujuan, yaitu sampel yang ditarik dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan dan maksud
penelitian. Starategi ini dirasakan penulis cukup tepat untuk memperoleh
data tentang tindakan ibu menyusui dalam penggunaan susu formula untuk
bayi karena sampel yang diambil oleh penulis sudah mewakili karakteristik
responden yang dibutuhkan sesuai tujuan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Agar diperoleh data dengan validitas yang tinggi, maka peneliti
melakukan pengecekan dengan menggunakan trianggulasi, yaitu dengan
pengecekan yang memperbandingkan derajat kepercayaan informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Triangulasi yang telah
dilakukan peneliti adalah dengan mengecek informasi yang diperoleh dari
hasil wawancara para ibu menyusui dengan kader dari Posyandu di wilayah
tempat tinggal mereka dan dengan melakukan pengecekan ulang di Rumah
Sakit tempat responden dirawat selama melahirkan. Peneliti juga berkunjung
dan melakukan krosscek data ke Puskesmas Sangkrah dimana banyak
terdapat ibu menyusui di daerah Losari yang memeriksakan diri disana. Dari
hasil penelitian, informasi yang diberikan oleh kader Posyandu dan staff
kesehatan juga relevan dengan informasi yang diberikan oleh ibu menyusui
selaku para responden atau subyek penelitian.
3. Implikasi Empiris/ Praktis
Penelitian yang telah dilakukan di lapangan mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi tindakan ibu menyusui dalam penggunaan susu formula
untuk bayi ini secara empiris masih menemukan sedikit kendala, terutama
saat penulis melakukan pendekatan terhadap ibu menyusui yang di
wawancarai. Ibu menyusui yang dijadikan responden cenderung tertutup dan
terbatas dalam memberikan jawaban sehingga diperlukan pendekatan khusus
agar ibu menyusui dapat merasa nyaman, namun pada akhirnya semua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
informasi dapat diperoleh dengan pendekatan khusus yang dilakukan oleh
penulis terhadap responden.
Secara umum, masyarakat di daerah Losari, Kelurahan Semanggi, Kota
Surakarta memberikan respon yang positif terhadap penulis karena sebelum
melakukan penelitian, penulis telah melakukan pendekatan terhadap Kader
Posyandu di wilayah ini sehingga masyarakat yang ada di lokasi penelitian
tidak merasa terganggu dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis.
C. Saran
1. Untuk Ibu Menyusui
Bagi ibu menyusui diharapkan agar diharapkan dapat memberikan ASI
secara eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan dan meningkatkan
pengetahuan mengenai ASI eksklusif dengan mencari informasi pada
berbagai bentuk sumber informasi dan media massa sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan sehingga tercipta lingkungan,
kebiasaan dan pengalaman yang mendukung untuk proses pemberian ASI
eksklusif.
2. Untuk Tenaga Kesehatan
Bagi tenaga kesehatan, baik yang berada di Rumah Sakit, Rumah
Bersalin, Puskesmas maupun tempat kesehatan yang lain diharapkan agar
dapat meningkatkan pendidikan kesehatan tentang ASI eksklusif dengan
memperhatikan faktor internal dan lingkungan pada masyarakat khususnya
kepada ibu-ibu menyusui di daerah Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Pasar Kliwon, Kota Surakarta dan diperlukan peningkatan penyuluhan
kesehatan secara umum khususnya tentang ASI dan menyusui kepada
masyarakat, khususnya kepada ibu hamil tentang gizi dan perawatan
payudara selama masa kehamilan dan menyusui, sehingga dapat
meningkatkan angka ASI eksklusif di masyarakat.
3. Untuk Kader Posyandu
Bagi Kader Posyandu, khususnya yang berada di daerah Losari,
Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta diharapkan
agar kader-kader yang ada lebih aktif mengajak para ibu menyusui untuk
datang ke Posyandu secara rutin sehingga dapat memberikan penyuluhan
tentang ASI Eksklusif sehingga pengetahuan ibu menyusui tentang ASI
Eksklusif meningkat.
4. Untuk Pemerintah Kota Surakarta
Bagi pemerintah Kota Surakarta, khususnya dinas kesehatan,
diharapkan agar pihak pemerintah setempat dapat menumbuhkan kesadaran
ibu-ibu yang memiliki bayi untuk mau memberi ASI Eksklusif, bukan
sekedar menumbuhkan sikap setuju saja terhadap pemberian ASI Eksklusif
dan diharapkan agar pihak pemerintah (kecamatan/kabupaten) memberikan
penyuluhan kepada keluarga yang memiliki bayi tentang manfaat dan tujuan
ASI Eksklusif bagi bayi dan ibu, serta lebih tegas lagi dalam mengatur
pemasaran/promosi produk susu formula untuk bayi berusia dibawah 6