293 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PERUSAHAAN UNTUK MELAKUKAN TRANSFER PRICING Dede Abdul Rosad 1 , Erik Nugraha 1 , Rizki Fajri 2 1 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sangga Buana YPKP, Bandung 2 Magister Ilmu Administrasi, Universitas Pasundan, Bandung [email protected][email protected][email protected]ABSTRACT This study aims to investigate the factors that affect the firm’s decision to do transfer pricing. Transfer pricing arises because there are good and services trancactions between taxpayers who have a special relationship. These practice is done because there are differences in tax rates between parent company and its affiliations. The research method used was an associative descriptive method. The sample technique used was a purposive sampling technique in which multinational companies listed on the Indonesia Stock Exchange from 2011 to 2017 which were sampled by six companies. The data analysis technique used was panel data regression analysis. The results of this study indicate that tax avoidance has a significant positive effect on transfer pricing, exchange rates have a negative and not significant effect on transfer pricing, and leverage has a significant negative effect on transfer pricing. Keywords: Tax Avoidance; Exchange Rate; Leverage; Transfer Pricing ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Praktek transfer pricing timbul karena adanya transaksi barang maupun jasa yang terjadi antar wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa. Praktik ini dilakukan karena adanya perbedaan tarif pajak antara perusahaan induk dan afiliasinnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif asosiatif. Teknik sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling di mana perusahaan multinasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011 sampai 2017 sebanyak enam perusahaan. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan menggunakan analisis regresi data panel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penghindaran pajak mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap transfer pricing, tingkat bunga mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap transfer pricing, dan leverage mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap transfer pricing. Kata kunci: Penghindaran Pajak; Tingkat Bunga; Leverage; Transfer Pricing Jurnal Akun Nabelo: Jurnal Akuntansi Netral, Akuntabel, Objektif Volume 2/Nomor 2/Januari 2020 Jurusan Akuntansi FEB Universitas Tadulako
13
Embed
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PERUSAHAAN …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
293
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PERUSAHAAN
UNTUK MELAKUKAN TRANSFER PRICING
Dede Abdul Rosad1, Erik Nugraha1, Rizki Fajri2
1Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sangga Buana YPKP,
Bandung 2Magister Ilmu Administrasi, Universitas Pasundan, Bandung
This study aims to investigate the factors that affect the firm’s decision to do transfer pricing. Transfer pricing arises because there are good and services trancactions between taxpayers who have a special relationship. These practice is done because there are differences in tax rates between parent company and its affiliations. The research method used was an associative descriptive method. The sample technique used was a purposive sampling technique in which multinational companies listed on the Indonesia Stock Exchange from 2011 to 2017 which were sampled by six companies. The data analysis technique used was panel data regression analysis. The results of this study indicate that tax
avoidance has a significant positive effect on transfer pricing, exchange rates have a negative and not significant effect on transfer pricing, and leverage has a significant negative effect on transfer pricing. Keywords: Tax Avoidance; Exchange Rate; Leverage; Transfer Pricing
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing.
Praktek transfer pricing timbul karena adanya transaksi barang maupun jasa
yang terjadi antar wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa. Praktik ini
dilakukan karena adanya perbedaan tarif pajak antara perusahaan induk dan afiliasinnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif asosiatif. Teknik sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling di
mana perusahaan multinasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2011 sampai 2017 sebanyak enam perusahaan. Sedangkan teknik analisis data
yang digunakan menggunakan analisis regresi data panel. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penghindaran pajak mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap transfer pricing, tingkat bunga mempunyai pengaruh negatif
dan tidak signifikan terhadap transfer pricing, dan leverage mempunyai
pengaruh negatif signifikan terhadap transfer pricing.
Kata kunci: Penghindaran Pajak; Tingkat Bunga; Leverage; Transfer Pricing
Perkembangan perekonomian dunia saat ini berbanding lurus dengan
globalisasi yang terjadi di seluruh dunia. Perkembangan ekonomi yang baik ternyata membuat perusahaan mengikuti arus ekonomi yang ada dan
meningkatkan persaingan antar bisnis. Perusahaan dalam mengembangkan
usahanya akan terus meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan dalam
pencapaian peningkatan laba. Dalam rangka memperkuat basis globalnya,
perusahaan multinasional mendirikan anak perusahaan, cabang, dan
perwakilan usahanya di berbagai negara yang tujuannya untuk memperkuat aliansi strategis dan menumbuhkembangkan pangsa pasar (market share),
ekspor, dan impor produk di berbagai negara (Sumarsan 2013). Salah satu cara
yang dapat dilakukan perusahaan dalam mengembangkan usahanya adalah
dengan melakukan transaksi yang terjadi antar perusahaan, baik transaksi
dalam maupun luar negeri.
Adanya transaksi barang maupun jasa yang terjadi antar wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa menjadi penyebab utama timbulnya praktek transfer pricing. Transaksi pihak hubungan istimewa adalah transaksi antara
pihak-pihak yang dianggap mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak
mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai
pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan dan
operasional. Menurut Ompusunggu dalam Panjalusman, Nugraha, dan Setiawan (2018), pada berbagai bentuk transaksi hubungan istimewa terlihat
upaya pengalihan sumber daya dan penghindaran pajak antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa atau transfer pricing. Selain itu, transaksi-
transaksi dapat juga terjadi dalam lingkungan perusahaan atau antar anggota
(divisi) yang meliputi transaksi penjualan barang dan jasa, dan lisensi hak dan
harta tak berwujud lainnya. Transaksi-transaksi yang terjadi dalam lingkungan perusahaan seperti ini nantinya akan menyulitkan dalam penentuan harga yang
harus ditransfer. Penentuan harga atas berbagai transaksi antar anggota atau divisi tersebut lazim disebut transfer pricing (Marfuah & Azizah, 2014). Namun,
transfer pricing telah diakui sebagai alat strategis yang dapat memudahkan
perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif. Sehingga transfer pricing
menjadi isu yang sangat diperhatikan dalam akuntansi dan perpajakan. Akibatnya perusahaan seringkali melakukan skema transfer pricing yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku sehingga transfer pricing sering
disalahgunakan oleh perusahaan sebagai bentuk penghindaran pajak.
Pajak merupakan salah satu faktor yang mendasari keputusan atas kebijakan transfer pricing perusahaan. Menurut Klassen, Lisowsky, dan Mescall
(2017), penggunaan kebijakan transfer pricing saat ini bertransformasi sebagai
isu pajak internasional yang mana kebijakan transfer pricing digunakan sebagai
alat untuk mengurangi beban pajak secara keseluruhan bagi perusahaan multinasional atau perusahaan berskala global. Marfuah dan Azizah (2014),
perbedaan beban pajak dalam bisnis multinasional sudah biasa terjadi.
Negara-negara dengan perusahaan yang kurang maju sering mengenakan
tarif pajak yang lebih rendah, sedangkan negara-negara dengan perusahaannya
yang maju justru mengenakan tarif pajak yang tinggi. Perusahaan terkadang ingin mendapatkan laba yang tinggi tetapi merasa berat jika membayar pajak
perusahaan yang tinggi. Berdasarkan fenomena tersebut, perusahaan memutuskan untuk melakukan transfer pricing yang merupakan salah satu
strategi perusahaan untuk mengurangi beban pajak mereka. Menurut
Direktorat Jendral Pajak pada Maret 2016, ada sebanyak 2.000 perusahaan
penanaman modal asing (PMA) yang diduga memanipulasi pajak dengan skema transfer pricing atau mengalihkan keuntungan/laba dari Indonesia ke negara
lain dan perusahaan tersebut banyak mengelola sumber daya alam, bergerak di
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perusahaan Melakukan Transfer…
Dede, Erik, Rizki
295
sektor industri, perdagangan dan lainnya. Penyebab perusahaan melakukan transfer pricing adalah perusahaan tersebut merupakan perusahaan afilisasi
yang induk perusahaannya berada di luar negeri sehingga adanya perbedaan
tarif antara Indonesia dan negara sekutu sehingga mereka menjual dengan harga murah. Perusahaan membeli bahan baku dengan harga lebih tinggi. Jadi,
perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia mengalami rugi tetapi
perusahaan di luar negeri mengalami untung. Sedangkan, pada sektor
pertambangan biasanya melakukan importasi barang modal yang memang sangat ditinggikan, sehingga depresiasi yang berpengaruh terhadap cost recovery menjadi lebih tinggi. Potensi lenyapnya penerimaan negara akibat praktik-praktik transfer
pricing atau mengecilkan keuntungan untuk mengurangi kewajiban pajak
ternyata sangat besar. Data Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA)
menyebutkan kerugian negara bisa mencapai Rp 100 triliun setiap tahun.
Kebanyakan pelanggaran pajak ini dilakukan oleh perusahaan multinasional atau perusahaan PMA. Menurut Yustinus Prastowo, Executive Director Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), terdapat sekitar Rp 100 triliun potensi
kehilangan penerimaan pajak dari praktik pelanggaran pajak berupa transfer pricing dan tax planning (perencanaan pajak) setiap tahun. Angka tersebut
bukan data sembarangan melainkan berdasarkan data tahunan Global Financial Integrity yang menyebutkan uang haram yang keluar dari Indonesia
mencapai Rp 150 triliun tiap tahun dan sebanyak Rp 100 triliun berasal dari
penggelapan pajak.
Selain itu, PT Toyota Motor Manufacturing juga diduga melakukan penghindaran pajak melalui transfer pricing, yaitu dengan memainkan harga
transaksi dengan pihak terafiliasi dan menambah beban biaya melalui pembayaran royalti secara tidak wajar. Fenomena transfer pricing yang
dilakukan oleh perusahaan dapat dilihat dari rasio piutang dan hutang kepada
pihak ketiga yang menunjukan bahwa perusahaan tersebut melakukan
transaksi kepada perusahaan afiliasi. Semakin besar rasio piutang dan hutang
kepada pihak ketiga, maka semakin banyak transaksi kepada perusahaan
afiliasinya. Peraturan mengenai masalah transfer pricing yang berhubungan dengan
perpajakan terdapat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 pasal
bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang untuk menentukan kembali
besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi wajib pajak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa (arm’s length principle) dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang
independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya (Panjalusman et al., 2018). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang
diatur dalam Pasal 18 ayat (4) menerangkan bahwa hubungan istimewa antara
wajib pajak badan dapat terjadi karena kepemilikan atau penguasaan modal
saham suatu badan oleh badan lainya sebanyak 25% atau lebih, atau antara beberapa badan yang 25% atau lebih sahamnya dimiliki oleh suatu badan.
Sedangkan untuk wajib pajak perseorangan, hubungan istimewa dapat terjadi
karena hubungan keluarga sedarah dalam garis lurus atau ke samping satu
derajat. Hubungan istimewa yang dimaksud dapat mengakibatkan
kekurangwajaran harga, biaya, atau imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha (Sumarsan, 2013).
Berbagai penelitian tentang keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing sudah dilakukan. Masing-masing penelitian menggunakan
variabel karakteristik yang berbeda sehingga mendapatkan hasil penelitian yang
berbeda. Beberapa penelitian mengenai pajak dan hubungannya dengan keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing telah dilakukan.
Penelitian yang dilakukan oleh Marfuah dan Azizah (2014) dengan berbagai variabel yaitu pajak, tunnelling incentive, exchange rates, dan mekanisme bonus. Faktor lain yang mempengaruhi keputusan perusahaan melakukan transfer pricing ialah leverage. Leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh
perusahaan meggunakan utang dalam pembiayaan. Perusahaan yang memiliki
rasio hutang yang tinggi lebih memilih untuk melakukan kebijakan akuntansi
yang membuat laba perusahaan menjadi semakin tinggi. Maka dari itu, keputusan perusahaan akan transfer pricing dapat lebih besar karena biasanya
transfer pricing ditujukan untuk menghemat pajak atau menghindari beban
pajak yang lebih besar, sedangkan perusahaan akan memilih kebijakan
akuntansi yang dapat membuat laba perusahaan menjadi optimal. Ketika rasio
hutang tinggi maka akan kontradiktif terhadap hasilnya. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan tersebut, adanya research gap dan ketidakkonsistenan
hasil pada penelitian-penelitian terdahulu, penelitian ini menguji ulang faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
penelitian terdahulu tidak menggunakan variabel leverage tetapi menggunakan
variabel tunnelling incentive. Peneliti tidak menggunakan variabel tunneling incentive karena penelitian-penelitian yang sebelumnya tentang pengaruh
tunneling incentive terhadap transfer pricing sebagian besar hasilnya
berpengaruh positif dan signifikan artinya hasilnya bisa dikatakan konsisten.
Peneliti merasa tidak perlu dilakukan pengujian ulang kembali terhadap variabel tunneling incentive. Selain itu, periode yang diamati dalam penelitian
sebelumnya hanya selama tiga tahun yaitu dari 2010-2012 sedangkan penelitian ini meliputi tujuh tahun dari 2011-2017. Pengukuran praktek transfer pricing dalam penelitian sebelumnya menggunakan variabel dummy,
sedangkan dalam penelitian ini menggunakan proksi rasio nilai transaksi pihak berelasi (related party transaction/RPT). Proksi tersebut mengukur transaksi
penjualan dan pembelian di mana akan menimbulkan utang maupun piutang
yang dapat mempengaruhi perhitungan laba akuntansi perusahaan.
B. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Suandy (2011), transfer pricing dapat dibedakan menjadi dua
yaitu definisi yang bersifat netral dan pejoratif. Definisi yang bersifat netral mengasumsikan bahwa transfer pricing adalah murni merupakan strategi dan
taktik bisnis tanpa motif pengurangan beban pajak. Sedangkan, definisi yang bersifat pejoratif mengasumsikan transfer pricing sebagai upaya untuk
menghemat beban pajak dengan taktik, antara lain menggeser laba ke negara
yang tarif pajaknya rendah. Menurut Hubert (2004) dalam Panjalusman, et al (2018), istilah transfer pricing juga sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang
tidak baik (abuse of transfer pricing), yaitu pengalihan atas penghasilan kena
pajak (taxation income) dari suatu perusahaan multinasional ke negara-negara
yang tarif pajaknya rendah dalam rangka untuk mengurangi total beban pajak dari grup perusahaan nasional tersebut. Transfer pricing dapat terjadi dalam
satu grup perusahaan dan antar perusahaan yang terikat dalam hubungan
istimewa. Transfer pricing juga berfungsi sebagai sarana untuk mengkomunikasikan
tujuan kinerja organisasi, memotivasi usaha manajerial departemen, dan
mengevaluasi kinerja departemen. Beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa transfer pricing ialah harga yang melekat pada produk atau
jasa dari satu divisi yang di transfer ke divisi yang lain dalam perusahaan yang sama atau antar perusahaan afiliasi. Transfer pricing merupakan kebijakan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perusahaan Melakukan Transfer…
Dede, Erik, Rizki
297
perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu transaksi baik itu barang,
jasa, harta tak berwujud, atau transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan yang mengikuti transfer pricing pejoratif bertujuan
untuk memaksimalkan keuntungan perusahaan, sedangkan mereka yang menggunakan transfer pricing netral berusaha untuk secara netral dan benar
mengukur profitabilitas anak perusahaan di luar negeri (Buus, 2018). Menurut Suandy (2011), terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam transfer pricing antara lain yaitu memaksimalkan penghasilan global, mengamankan
posisi kompetitif anak atau cabang perusahaan dan penetrasi pasar,
mengevaluasi kinerja anak atau cabang perusahaan mancanegara,
menghindarkan pengendalian devisa, mengurang risiko moneter dan mengatur arus kas anak atau cabang perusahaan yang memadai. Penentuan dalam
berapa jumlah harga yang dihitung atas transfer barang dan jasa antar
perusahaan dalam satu grup pada umumnya tergantung kepada kebijakan.
Penghindaran pajak adalah suatu tindakan yang legal, dalam hal ini sama
sekali tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan dan akan diperoleh penghematan pajak sehingga terhindar dari pengenaan pajak yang lebih besar
atau mungkin sama sekali tidak kena pajak (Zain, 2007). Buus (2018)
mendefinisikan bahwa penghindaran pajak merupakan suatu strategi pajak
yang agresif yang dilakukan oleh perusahaan dalam meminimalkan beban
pajak, sehingga kegiatan ini mungkin memunculkan resiko bagi perusahaan.
Sedangkan Pohan (2013) menyatakan bahwa penghindaran pajak adalah upaya yang dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak
bertentangan dengan ketentuan perpajakan, di mana metode dan teknik yang digunakan cenderung memanfaatkan kelemahan-kelemahan (grey area) yang
terdapat dalam peraturan undang-undang perpajakan itu sendiri untuk
memperkecil jumlah pajak yang terutang. Menurut Suandy (2011), penghindaran pajak adalah rekayasa, ‘tax affairs’ yang masih tetap berada dalam bingkai ketentuan pajak (lawful). Berdasarkan itu, tujuan utama dari
tindakan penghindaran pajak adalah membuat beban pajak yang dibayarkan
menjadi lebih rendah karena perusahaan menganggap pembayaran pajak
sebagai suatu tambahan biaya yang sangat besar atau transfer kekayaan dari
perusahaan kepada pemerintah yang dapat mengurangi laba perusahaan. Ada
beberapa cara untuk melakukan penghindaran pajak menurut Merks (2007 dan Marfuah dan Azizah (2014) diantaranya ialah: (1) substantive tax planning yaitu
dengan memindahkan subjek pajak dan/atau objek pajak ke negara yang memberikan perlakuan pajak khusus atau keringanan pajak (tax heaven country) atas suatu jenis penghasilan; (2) formal tax planning ialah usaha
penghindaran pajak dengan mempertahankan substansi ekonomi dari
transaksi melalui pemilihan formal yang memberikan beban pajak yang paling rendah; dan (3) general anti avoidance rule adalah adanya ketentuan anti avoidance atas transaksi transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping, dan
controlled foreign corporation (Specific Anti Avoidance Rule), serta transaksi yang
tidak mempunyai substansi bisnis. Pada penelitian ini variabel penghindaran pajak akan diproksikan dengan menggunakan effective tax rates (ETR).
Exchange rate atau nilai tukar adalah harga satu satuan mata uang asing
dalam uang dalam negeri. Nilai tukar yang sering digunakan adalah nilai tukar
rupiah terhadap dolar. Dolar adalah mata uang yang relatif stabil dalam
perekonomian. Sistem kurs valuta asing akan sangat tergantung dari sifat pasar. Menurut Vernimmen (2009), exchange rate menunjukkan banyaknya
unit mata uang yang dapat dibeli atau ditukar dengan satu satuan mata uang
lain. Perusahaan yang dalam kegiatan operasionalnya melibatkan mata uang
asing, maka perusahaan tersebut tidak terlepas dari nilai tukar mata uang
asing ke mata uang rupiah. Nilai tukar antar mata uang ini dapat mengalami
perubahan. Perubahan nilai tukar antar mata uang ini dapat berpengaruh besar
terhadap penjualan, biaya, laba, dan kesejahteraan individu.
Selain komplikasi nilai tukar, masalah-masalah internasional khusus dan unik lainnya yang muncul bersumber pada kesempatan dan resiko yang ada
pada investasi dan peminjaman di luar negeri. Oleh karena itu, sub bidang
keuangan internasional berfokus pada masalah yang dihadapi manajer saat
nilai tukar berubah ketika mereka terlibat dalam investasi atau pinjaman di luar negeri. Exchange rate memiliki dua efek akuntansi yaitu untuk
memasukkan transaksi mata uang asing dan pengungkapan keuntungan dan atau kerugian yang dapat mempengaruhi keuntungan perusahaan secara
keseluruhan. Akibatnya, perusahaan multinasional mungkin mencoba untuk mengurangi risiko nilai tukar (exchange rate) mata uang asing dengan
memindahkan dana ke mata uang yang kuat melalui transfer pricing untuk
memaksimalkan keuntungan perusahaan secara keseluruhan (Chan, Landry, & Jalbert, 2011). Variabel exchange rate diukur dari keuntungan atau kerugian
transaksi perusahaan yang menggunakan mata uang asing. Exchange rate
dihitung dari laba atau rugi selisih kurs dibagi dengan laba atau rugi sebelum pajak.
Menurut Kasmir (2012), leverage merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur sejauh mana aset perusahaan dibiayai dengan utang, dengan kata
lain sejauh mana kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh
kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, apabila
perusahaan dibubarkan (dilikuidasi). Pembiayaan dengan utang menimbulkan beban yang bersifat tetap. Sedangkan Vernimmen (2009) menyatakan bahwa rasio leverage mengukur seberapa besar leverage keuangan yang ditanggung
perusahaan. Setiap penggunaan hutang oleh perusahaan akan
berpengaruh terhadap risiko dan pengembalian. Jenis rasio hutang dalam penelitian ini adalah debt to equity ratio. Utang merupakan salah satu tindakan
perusahaan dalam memenuhi sumber pendanaan yang bertujuan untuk menjalankan bisnisnya. Semakin besar utang, maka laba kena pajak akan
menjadi lebih kecil dan insentif pajak atas bunga utang semakin besar.
Pada umumnya, perusahaan menggunakan utang kepada pihak ketiga
dalam menjalankan aktivitas operasi perusahaan. Penambahan sejumlah utang
suatu perusahaan akan menimbulkan beban bunga yang menjadi pengurang beban pajak perusahaan. Heider dan Ljungqvist (2015) meneliti keadaan
perubahan tarif pajak penghasilan perusahaan dan menemukan bahwa kenaikan rasio leverage mengikuti peningkatan tarif pajak perusahaan, akan
tetapi rasio leverage tidak ikut berkurang seiring dengan penurunan tarif pajak
penghasilan perusahaan tersebut. Hal tersebut didukung oleh Vernimmen
(2009) yang menyatakan bahwa semakin besar utang perusahaan maka beban
pajak akan menjadi lebih kecil dikarenakan bertambahnya unsur biaya usaha dan pengurangan tersebut sangat berarti bagi perusahaan yang terkena pajak
tinggi. Oleh karena itu, semakin tinggi tarif bunga akan makin besar
keuntungan yang diperoleh perusahaan dari penggunaan utang tersebut.
Manfaat yang ditimbulkan dari penghematan pajak akibat adanya bunga membawa implikasi meningkatnya penggunaan utang perusahaan. Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai hutang dengan
ekuitas. Rasio ini menggambarkan perbandingan hutang dan ekuitas dalam
pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri
perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Rumus yang digunakan untuk mencari debt to equity ratio ialah perbandingan antara total
hutang dengan total ekuitas.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perusahaan Melakukan Transfer…
Dede, Erik, Rizki
299
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disusun suatu kerangka
pemikiran yang menggambarkan hubungan antar variabel dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
Gambar 1
Kerangka Pemikiran
C. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan asosiatif. Metode deskriptif lebih menekankan analisis pada data numerik (angka) yang diolah yang mana digunakan untuk menguji transfer pricing, tax avoidance,
exchange rate, dan leverage. Sedangkan metode asosatif menekankan pada
pencarian hubungan variabel dengan variabel yang lain. Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data panel. Data panel ialah data yang diperoleh dari gabungan antara jenis data cross section dan time series. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu diperoleh sebanyak enam
perusahaan multinasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-
2017.
Tabel 1
Sampel Penelitian
No Kode Nama Perusahaan
1 ASII Astra International Tbk
2 BRAM Indo Kordsa Tbk
3 DLTA Delta Djakarta Tbk
4 HMSP HM Sampoerna Tbk
5 KLBF Kalbe Farma Tbk
6 MERK Merck Tbk
7 MYOR Mayora Indah Tbk
8 PBRX Pan Brothers Tbk
9 TCID Mandom Indonesia Tbk
10 UNVR Unilever Indonesia Tbk
11 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
Sumber: Data diolah, 2019 Adapun teknik analisis data yang digunakan menggunakan model analisis
regresi data panel yang memfokuskan pada analisis regresi dengan kombinasi data time series dan cross section yang mana populer disebut dengan pooled time series. Ciri khusus pada data time series adalah berupa urutan numerik di
mana interval antar observasi atas sejumlah variabel bersifat konstan dan tetap,
sedangkan data cross section adalah suatu unit analisis pada suatu titik
tertentu dengan observasi atas sejumlah variabel.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis deskriptif adalah analisis data yang bertujuan untuk
mempresentasikan satu deskriptif data dan juga gambaran umum mengenai
data yang diolah agar data menjadi lebih jelas dan mudah dipahami. Analisis
statistik deskriptif berisi deskripsi dari semua data variabel dalam bentuk
mean, minimum, maksimum, dan standar deviasi sebagaimana Tabel 2.
Tabel 2
Hasil Statistik Deskriptif
TP TA ER LV
Mean 0.442535 0.245287 2.05E+11 0.711693 Median 0.559050 0.253561 3.39E+08 0.612016 Maximum 0.973962 0.422477 7.72E+12 1.721957 Minimum 0.001316 0.066277 -2.69E+11 0.108243
Std. Dev 0.361112 0.056684 1.19E+12 0.421359 Sum
18.58647
18.59383
2604.136
2.698069
Sum Sq. Dev 0.091247 0.000092 0.000000 0.259491
Observations
42
42
42
42
Sumber: Data diolah, 2019
Berdasarkan data analisis di atas berisi jumlah data yang digunakan adalah 42 data dari enam perusahaan selama tujuh tahun. Berdasarkan hasil
uji statistik deskriptif tersebut menunjukan bahwa nilai rata-rata variabel transfer pricing adalah sebesar 0,44 yang berarti perusahaan manufaktur yang
diteliti semuanya membuat keputusan untuk melakukan kegiatan transfer pricing dalam kegiatan operasi perusahaannya yang terlihat dalam laporan
tahunannya dengan rata–rata sebanyak 44%. Nilai maksimum dari variabel transfer pricing adalah sebesar 0,97 dan sedangkan nilai minimumnya adalah
sebesar 0,0013. Transfer pricing memiliki hubungan dengan penghindaran pajak di mana
dalam prosesnya transfer pricing dilakukan dengan perusahaan-perusahaan
yang memiliki hubungan istimewa yang berada di luar negeri, karena adanya
perbedaan tarif pajak di antara kedua negara maka perusahaan-perusahaan
yang memliki hubungan istimewa tersebut dapat melakukan penghindaran
pajak. Contohnya adalah perusahaa yang beroperasi di Indonesia menjual sawit dengan harga murah ke perusahaan yang ada di Singapura seharga Rp
50.000.000. Tetapi, di Singapura, dia jual dengan harga yang lebih tinggi
seharga Rp 100.000.000, sehingga labanya jatuh ke perusahaan dia yang ada di
Singapura. Keuntungan diperoleh karena tarif pajak di Singapura lebih rendah.
Berdasarkan penjelasan tersebut sejalan dengan data dalam Tabel 2 yang menjelaskan bahwa nilai rata–rata dari variabel independen yaitu penghindaran
pajak adalah sebesar 0,245 yang menunjukan bahwa perusahaan manufaktur
pada aktivitas operasinya melakukan penghindaran pajak yang terlihat dalam
laporan tahunannya dengan rata-rata sebanyak 24,5%. Hal itu juga
menunjukan bahwa perusahaan memiliki strategi perusahaan yang baik untuk
pelaporan perpajakannya. Nilai maksimum pada penghindaran pajak adalah sebesar 0,42 dan nilai minimum sebesar 0,06.
Exchange rates atau nilai tukar juga memiliki hubungan dengan transfer pricing di mana dalam prosesnya dilakukan antar negara maka akan ada selisih
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perusahaan Melakukan Transfer…
Dede, Erik, Rizki
301
kurs yang disebabkan perbedaan mata uang dan nilai tukarnya maka dapat
mengakibatkan untung atau rugi bagi perusahaan, akan tetapi karena variabel exchange rates dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lain contohnya politik,
inflasi, keadaan alami seperti bencana alam dan sebagainya, maka akan sulit untuk menentukan validitas data exchange rates tersebut karena harus dinilai
dari berbagai kondisi yang dapat mempengaruhinya. Hal tersebut dapat dilihat
juga dari hasil analisis terhadap laba rugi selisih kurs dalam Tabel 2 yang
menunjukan nilai minimum sebesar minus Rp 269.000.000.000, nilai
maksimum sebesar Rp 7.720.000.000.000 dan dengan rata-rata sebesar Rp
205.000.000.000 dan standar deviasi Rp 1.190.000.000.000. Variabel independen yang terahkir yaitu leverage yang diukur dengan debt
to equity ratio (DER) ini juga memliki hubungan dengan transfer pricing di mana.
leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan
meggunakan utang dalam pembiayaan. Terkadang perusahaan yang memiliki
rasio hutang yang tinggi lebih memilih untuk melakukan kebijakan akuntansi
yang membuat laba perusahaan menjadi semakin tinggi. Maka dari itu, keputusan perusahaan akan transfer pricing dapat lebih besar karena biasanya transfer pricing ditujukan untuk menghemat pajak atau menghindari beban
pajak yang lebih besar, sedangkan perusahaan akan memilih kebijakan
akuntansi yang dapat membuat laba perusahaan menjadi optimal ketika
memiliki rasio hutang yang tinggi maka akan kontradiktif hasilnya dengan keputusan transfer pricing. Hasil analisis terhadap leverage menunjukan nilai
minimum sebesar 0,108243, nilai maksimum sebesar 1,7219, dan rata-rata sebesar 0,711693 dan standar deviasi 0,421359.
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel
dependen dan variabel independen keduanya mempunyai distribusi normal
atau tidak. Data peneliti yang baik memiliki distribusi data normal. Untuk
menguji normal data ini bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi
pada nilai residualnya. Berdasarkan hasil pengujian data diperoleh nilai probability sebesar 0,206025 dan nilai J-B sebesar 3,159518. Hal ini
menunjukan bahwa nilai probability 0.206025>0,05, maka berarti data residual
berdistribusi normal dan J-B 3,159518<2 yang berarti signifikan karena lebih
besar dari 2, maka data berdistribusi normal.
Gambar 2
Uji Normalitas
Regresi data panel dapat dilakukan dengan tiga model yaitu common
effect, fixed effect, dan random effect. Masing-masing model memiliki kelebihan
dan kekurangan masing–masing. Pemilihan model tergantung pada asumsi yang
Transfer pricing memiliki hubungan dengan penghindaran pajak di mana
dalam prosesnya transfer pricing dilakukan dengan perusahaan-perusahaan
yang memiliki hubungan istimewa yang berada di luar negeri, karena adanya
perbedaan tarif pajak di antara kedua negara maka perusahaan-perusahaan
yang memliki hubungan istimewa tersebut dapat melakukan penghindaran
pajak. Penjelasan tersebut sesuai dengan hasil uji t pada Tabel 3 yang
menerangkan bahwa nilai indikator variabel penghindaran pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap transfer pricing sebagaimana ditunjukan
oleh angka signifikansinya sebesar 0.0447<0,05 atau α=5% dengan nilai
koefisien regresi 0,442848. Setelah dilakukan uji t, t tabel dicari pada
kebebasan 0,05 maka df=n-k atau 42-4=38. Hasil diperoleh t tabel sebesar 2,02439 dari output didapat t hitung sebesar t 2,129105 sehingga didapatkan t
hitung>t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti penghindaran pajak memiliki pengaruh searah (positif) dan signifikan terhadap transfer pricing
di perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar penghematan pajak maka semakin tinggi pula keputusan perusahaan untuk melakukan kegiatan transfer pricing.
Sebaliknya, semakin kecil penghematan pajak maka akan semakin rendah pula keputusan perusahaan untuk melakukan kegiatan transfer pricing. Hasil
penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
(Marfuah & Azizah, 2014). Tetapi berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2018) yang mengatakan bahwa pajak tidak berpengaruh
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perusahaan Melakukan Transfer…
Dede, Erik, Rizki
303
terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing yang
disebabkan oleh perbedaan indikator pengukuran untuk varibel transfer pricing,
di mana indikator yang peneliti menggunakan untuk mengukur transfer pricing
adalah perbandingan total piutang pihak ketiga terhadap total piutang,
sedangkan indikator yang digunakan dalam penelitian Pratiwi (2018) menggunakan perbandingan total penjualan pihak ketiga terhadap total
penjualan. Exchange rates atau nilai tukar juga memiliki hubungan dengan transfer
pricing karena dalam prosesnya dilakukan antar negara maka akan ada selisih
kurs yang disebabkan perbedaan mata uang dan nilai tukarnya maka dapat
mengakibatkan untung atau rugi bagi perusahaan. Akan tetapi karena variabel exchange rates dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lain contohnya politik,
inflasi, keadaan alami seperti bencana alam, dan sebagainya, maka akan sulit untuk menentukan validitas data exchange rates tersebut karena harus dinilai
dari berbagai kondisi yang dapat mempengaruhinya. Berdasarkan hasil uji t pada Tabel 3 yaitu 4,10 dapat diketahui bahwa nilai indikator variabel exchange rates tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap transfer pricing
sebagaimana ditunjukan oleh angka signifikansinya sebesar 0,8831>0,05 atau α =5% dengan nilai koefisien regresi 0,001549. Setelah dilakukan uji t, t tabel
dicari pada kebebasan 0,05 maka df=n-k atau 42-4=38. Hasil diperoleh t tabel sebesar 2,02439 dari output di dapat t hitung sebesar t 0,148767 sehingga
didapatkan t hitung<t tabel, maka H0 diterima yang berarti exchange rates
memiliki pengaruh tidak searah (negatif) dan tidak signifikan terhadap transfer pricing di perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Semakin naik nilai exchange rates maka nilai transfer pricing turun, sebaliknya
semakin turun nilai exchange rates maka nilai transfer pricing naik. Tetapi itu
tidak signifikan artinya hasil perhittungan dari sampel yang peneliti teliti tidak
dapat mewakili keseluruhan sampel artinya baik itu naik ataupun turun tidak mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan kegiatan transfer pricing pada perusahaan maufaktur multinasional secara keseluruhan yang
terdapat di Bursa Efek Indonesia. Hasil ini juga sama dengan hasil pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Marfuah dan Azizah (2014) yang mengatakan bahwa exchange rates tidak mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing, tetapi berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Chan et al. (2011) dan Pratiwi (2018). Kedua peneliti tersebut
mengatakan bahwa exchange rates berpengaruh positif terhadap transfer pricing. Hal ini disebabkan oleh perbedaan indikator pengukuran untuk varibel
transfer pricing, di mana indikator yang peneliti gunakan untuk mengukur
transfer pricing adalah perbandingan total piutang pihak ketiga terhadap total
piutang, sedangkan indikator yang digunakan dalam penelitian Pratiwi (2018)
menggunakan perbandingan total penjualan pihak ketiga terhadap total penjualan dan indikator yang digunakan dalam penelitian Chan et al. (2011)
menggunakan dummy variable untuk mengukur transfer pricing.
Leverage yang diukur dengan debt to equity ratio (DER) ini juga memliki
hubungan dengan transfer pricing di mana leverage merupakan rasio yang
mengukur seberapa jauh perusahaan meggunakan utang dalam pembiayaan.
Terkadang perusahaan yang memiliki rasio hutang yang tinggi lebih memilih
untuk melakukan kebijakan akuntansi yang membuat laba perusahaan menjadi semakin tinggi. Maka dari itu, keputusan perusahaan akan transfer pricing dapat lebih besar. karena biasanya transfer pricing ditujukan untuk menghemat
pajak atau menghindari beban pajak yang lebih besar sedangkan perusahaan
akan memilih kebijakan akuntansi yang dapat membuat laba perusahaan
menjadi optimal ketika memiliki rasio hutang yang tinggi maka akan kontradiktif hasilnya dengan keputusan transfer pricing. Berdasarkan hasil uji t
pada tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai indikator variabel leverage memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap transfer pricing sebagaimana ditunjukan
oleh angka signifikansinya sebesar 0,0080<0,05 atau α=5% dengan nilai
koefisien regresi -0,165657. Setelah dilakukan uji t, t tabel dicari pada kebebasan 0,05 maka df = n-k atau 42-4=38. Hasil diperoleh t tabel sebesar
2,02439 dari output di dapat t hitung sebesar t -2,914582 sehingga didapatkan t hitung < t tabel, maka H0 ditolak yang berarti leverage memiliki pengaruh
tidak searah (negatif) dan signifikan terhadap transfer pricing di perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat leverage maka akan semakin rendah keputusan
perusahaan untuk melakukan kegiatan transfer pricing. Sebaliknya, semakin rendah tingkat leverage maka akan semakin tinggi keputusan perusahaan
untuk melakukan kegiatan transfer pricing. Hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cahyadi dan Noviari (2018)
serta penelitian yang dilakukan oleh Azzura dan Pratama (2019) yang mengatakan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap transfer pricing.
Tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2018) yang menyatakan bahwa debt convenant (leverage) berpengaruh positif
terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Hal ini disebabkan karena perbedaan indikator pengukuran untuk varibel transfer pricing di mana indikator yang peneliti gunakan untuk mengukur transfer pricing adalah perbandingan total piutang pihak ketiga terhadap total piutang,
sedangkan indikator yang digunakan dalam penelitian Pratiwi (2018) menggunakan dummy variable untuk mengukur transfer pricing.
E. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan lain sebagai berikut: (1) penghindaran pajak memiliki pengaruh searah (positif) dan signifikan terhadap transfer pricing di perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa
semakin besar penghematan pajak maka semakin tinggi pula keputusan perusahaan untuk melakukan kegiatan transfer pricing. Sebaliknya, semakin
kecil penghematan pajak maka akan semakin rendah pula keputusan perusahaan untuk melakukan kegiatan transfer pricing; (2) exchange rates
memiliki pengaruh tidak searah (negatif) dan tidak signifikan terhadap transfer pricing di perusahaan multinasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang
berarti bahwa apapun yang terjadi dengan exchange rates baik itu naik ataupun
turun tidak mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan kegiatan transfer pricing; dan (3) leverage memiliki pengaruh tidak searah (negatif) dan
signifikan terhadap transfer pricing di perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat leverage maka akan semakin rendah keputusan perusahaan untuk melakukan
kegiatan transfer pricing.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah menggunakan sampel hanya
terbatas pada perusahaan manufaktur multinasional yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Oleh karena itu, peneliti selanjutnya dapat
mempertimbangkan untuk meneliti perusahaan multinasional yang terdaftar di
bursa efek selain di Bursa Efek Indonesia (BEI) guna memberikan penelitian yang lebih baik dan bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perusahaan Melakukan Transfer…
Dede, Erik, Rizki
305
Azzura, C. S., & Pratama, A. (2019). Influence Of Taxes, Exchange Rate,
Profitability, And Tunneling Incentive On Company Decisions Of Transferring
Pricing. Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia, 2(1), 123.
https://doi.org/10.32493/JABI.v2i1.y2019.p123-133
Buus, T. (2018). Risks and Transfer Pricing Regulation at The Multinational Enterprises’ Routine Units: A Literature Review. Prague Economic Papers,