FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG TELAH MENERAPKAN ISO 9001:2008 STUDI KASUS: BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI TESIS Ali Yudhi Hartanto NPM 1206185053 FAKULTAS EKONOMI MAGISTER MANAJEMEN KONSENTRASI OPERASI UNIVERSITAS INDONESIA JULI 2014
120
Embed
FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PENERAPAN TOTAL · PDF filefaktor-faktor penghambat penerapan total quality management pada instansi pemerintah yang telah menerapkan iso 9001:2008 studi kasus:
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT PADA INSTANSI
PEMERINTAH YANG TELAH MENERAPKAN ISO 9001:2008 STUDI KASUS:
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI
TESIS
Ali Yudhi Hartanto
NPM 1206185053
FAKULTAS EKONOMI MAGISTER MANAJEMEN KONSENTRASI OPERASI
UNIVERSITAS INDONESIA JULI 2014
i Universitas Indonesia
FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT PADA INSTANSI
PEMERINTAH YANG TELAH MENERAPKAN ISO 9001:2008 STUDI KASUS:
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Manajemen
Ali Yudhi Hartanto NPM 1206185053
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
KEKHUSUSAN OPERASI UNIVERSITAS INDONESIA
JULI 2014
ii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Ali Yudhi Hartanto
NPM : 1206185053
Tanda Tangan :
Tanggal : 11 Juli 2014
iii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh : Nama : Ali Yudhi Hartanto NPM : 1206185053 Program Studi : Magister Manajemen Judul Tesis : Faktor-Faktor Penghambat Penerapan Total Quality
Management Pada Instansi Pemerintah Yang Telah Menerapkan ISO 9001:2008 Studi Kasus: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bahan persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Manajemen pada Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ir. Muslim Efendi Harahap, MSIE, MBA ( )
Ketua Penguji : Dr. Setyo Hari Wijanto ( )
Anggota Penguji : Rizqiah Insanita, MM ( )
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 11 Juli 2014
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat Iman, Islam
serta segala doa dimohonkan kepadaNya dan shalawat serta salam semoga selalu
tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, cahaya di atas cahaya, manusia
teladan sepanjang zaman sehingga penulis dapat menyelesaikan karya akhir
berjudul “Faktor-Faktor Penghambat Penerapan Total Quality Management Pada
Instansi Pemerintah Yang Telah Menerapkan ISO 9001:2008 Studi Kasus: Badan
Pengawas Obat Dan Makanan RI”.
Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan dengan baik berkat adanya
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sejak masa perkuliahan sampai pada
penyusunan tesis. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Ir. Muslim Efendi Harahap, MSIE, MBA selaku dosen pembimbing
penulisan karya akhir yang memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam rangka menyelesaikan karya khir ini.
2. Bapak Dr. Setyo Hari Wijanto dan Ibu Rizqiah Insanita, MM selaku dosen
penguji yang telah memberikan masukan berharga bagi penulis terhadap
penulisan tesis ini.
3. Ibu Dr. Tengku Ezni Balqiah selaku selaku ketua program Magister
Manajemen Universitas Indonesia.
4. Seluruh dosen dan pegawai Program Magister Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia yang telah memberikan seluruh
dedikasinya untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.
5. Bapak Drs. Djoko Triyono, Apt, MM dan Ibu M. Linda Sitanggang, Apt,
Ph.D serta Ibu Dra. Dewi Prawitasari, Apt, M.Si atas perkenannya
memberikan dukungan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang magister.
6. Seluruh rekan-rekan di MM UI terutama kelas F-121 dan MO-121 dan
khususnya teman diskusi penyusunan tesis Azhar, Reiny, Ira, Iria, Utha
dan Crispina atas kebersamaan dan perjuangan selama perkuliahan.
v Universitas Indonesia
7. Keluarga terkasih, Farida Kurniawati, Alvina Lintang Dharmastuti dan
Aditya Iqbal Dharmapradana atas cinta dan kebahagiaan yang dimiliki
serta kesabaran menantikan penulis menyelesaikan pendidikan.
8. Rekan-rekan Inspektorat Badan POM, Inspektur, Auditor dan teman di
Sub Bagian Tata Usaha, Sdr. Nunik, Nina, Devi, Ibu Ana, Pak Agus, Pak
Joko, Dodi, Willy dan Abi atas bantuan dan pengertiannya untuk selalu
menyelesaikan dengan hasil sangat baik setiap penugasan kantor.
Penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Mohon maaf atas segala kesalahan yang telah penulis
perbuat baik disengaja maupun tidak disengaja selama menyelesaikan studi di
Magister Manajemen Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa manusia adalah tempat khilaf dan salah sehingga tidak
ada suatu ciptaan makhluk yang sempurna, oleh karenanya kritik dan saran yang
membangun bagi kesempurnaan karya akhir tetap diharapkan.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 11 Juli 2014
Nama : Ali Yudhi Hartanto
NPM : 1206185053
vi Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN HAK CIPTA KARYA ILMIAH SIVITAS AKADEMIKA UNIVERSITA INDONESIA
Karya ilmiah ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang-Undang
Karya ilmiah yang berjudul :
Faktor-Faktor Penghambat Penerapan Total Quality Management Pada Instansi
Pemerintah Yang Telah Menerapkan ISO 9001:2008 Studi Kasus: Badan
Pengawas Obat Dan Makanan RI.
Dengan penulis Ali Yudhi Hartanto (Fakultas Ekonomi)
Yang diumumkan pertama kali kepada publik melalui sidang Tesis pada tanggal
23 Juni 2014 di Jakarta, merupakan karya ilmiah milik Ali Yudhi Hartanto
sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia yang Hak Ciptanya dilindungi
Undang-Undang.
Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
Pasal 35 ayat (4) dan Penjelasannya bahwa
“Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta”
Pendaftaran Ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak
ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Hal itu berarti suatu
Ciptaan baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar tetap dilindungi.
vii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Ali Yudhi Hartanto
NPM : 1206185053
Program Studi : Magister Manajemen
Fakultas : Ekonomi
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
FAKTO-FAKTOR PENGHAMBAT PENERAPAN TOTAL QUALITY
MANAGEMENT PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG TELAH
MENERAPKAN ISO 9001:2008 STUDI KASUS: BADAN PENGAWAS OBAT
DAN MAKANAN RI
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database) merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : 11 Juli 2014
Yang menyatakan
(Ali Yudhi Hartanto)
viii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Ali Yudhi Hartanto Program Studi : Magister Manajemen Judul : Faktor-Faktor Penghambat Penerapan Total Quality
Management Pada Instansi Pemerintah Yang Telah Menerapkan ISO 9001:2008 Studi Kasus: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Pembimbing : Ir. Muslim Efendi Harahap, MSIE, MBA Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai organisasi pelayanan publik telah mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2008. Kemudian dirasakan bahwa ISO 9001:2008 lebih menitikberatkan pembuktian kepatuhan terhadap standar dan belum mengakomodasi kebutuhan Badan POM akan pemenuhan ekspektasi pelanggan serta peningkatan kinerja organisasi secara berkelanjutan. Oleh karenanya penerapan TQM, konsep manajemen kualitas yang lebih luas penting untuk dikembangkan. Meskipun disadari penerapannya di sektor publik memerlukan adaptasi dan modifikasi. Penelitian bertujuan mengetahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam implementasi TQM sebagai pengembangan dari penerapan ISO 9001:2008 serta mempertimbangkan strategy improvement yang dapat dilakukan. Penelitian mereplikasi model yang dikembangkan Ngai dan Cheng (1995), menggunakan kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup dengan jawaban skala likert lima poin. Responden ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data dari 266 responden kemudian dilakukan uji reliabilitas, uji validitas, uji korelasi, dan uji regresi berganda dengan menggunakan bantuan software SPSS versi 14. Penelitian mendapatkan hasil faktor hambatan dengan koefisien regresi infrastruktur -0,401, manajerial -0,338, dan organisasional -0,229 bersama-sama mempengaruhi penerapan TQM dengan koefisien korelasi majemuk sebesar 0,708 dengan R square senilai 0,501. Kenaikan nilai faktor hambatan akan diikuti penurunan nilai penerapan TQM. Sehingga model penelitian ini berhasil mengidentifikasi faktor penghambat penerapan TQM di Badan POM. Kata Kunci : Badan POM, Faktor Hambatan, TQM, ISO 9001:2008, SPSS v 14.
ix Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Ali Yudhi Hartanto Study Program : Magister of Manajement Title : Factors Barrier That Influences Implementation of Total
Quality Management In Government Agencies That Have Implemented ISO 9001:2008 Case Study: National Agency of Drug and Food Control In Indonesia.
Consellor : Ir. Muslim Efendi Harahap, MSIE, MBA The National Agency for Drug and Food Control (NADFC) as a public service organizations have obtained ISO 9001:2008 certification. And then felt that ISO 9001:2008 emphasizes adherence to proof of compliance with standards and not yet accommodate the needs to fulfillment of customer expectations and sustainable organizational performance improvement. Therefore the implementation of TQM, the concept of a broader quality management essential to develop. Although it was realized that the implementation in the public sector require adaptation and modification. The study aims to understand what factors that become barriers on implementing the concept of TQM and consider the improvement strategy to do. Research replicate the model developed by Ngai and Cheng (1995), using a questionnaire with closed-form questions with answers five-point Likert scale. Respondents determined using purposive sampling technique. Data from 266 respondents were then conducted a reliability test, validity test, correlation test, linearity test, and regression test using SPSS statistical software version 14. Obtain research results the infrastructure, managerial, and organizational barrier factors jointly affect the implementation of TQM with correlation coefficient of 0.708 with a compound R square of 0.501. Infrastruktur coefficiean regression -0,401, managerial -0,338, and organisational -0,229. The increase in the value of barriers factor would be followed by decrease in the value of the implementation of TQM. So that the model is able to identify barriers factor the implementation of TQM in the NADFC. Key Words : Badan POM, Barriers Factor, TQM, ISO 9001:2008, SPSS v 14.
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…...……………………... ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… iii KATA PENGANTAR……………………………………………………… iv HALAMAN PERNYATAAN HAK CIPTA KARYA ILMIAH……...…... vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………... vii ABSTRAK………………………………………………………………….. viii DAFTAR ISI…………………………………...…………………………… x DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. xiii DAFTAR TABEL…………………………………………………………... xiv DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………... xv I. PENDAHULUAN……………………………………………………. 1 1.1 Latar Belakang…………………………………………………. 1 1.2 Identifikasi Masalah……………………………………………. 3 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………...…… 3 1.4 Pembatasan Masalah ………………………………...............… 4 1.5 Metodologi Penelitian………………………………………….. 4 1.5.1 Tempat Penelitian………………………………………. 4 1.5.2 Tahap-Tahap Penelitian ................................................... 5 1.5.3 Desain Penelitian……………………………………….. 5 1.5.4 Teknik sampling………………………………………... 5 1.5.5 Jenis Data …….………….....................………………... 6 1.5.6 Metode Pengumpulan Data……………………………... 6 1.5.7 Analisis Data……………………………………………. 6 1.6 Sistematika Penulisan 6
2 TINJAUAN PUSTAKA...…………………………………………… 8 2.1 Konsep Kualitas………………………………………………... 8 2.1.1 Pengertian Kualitas……………………………………... 8 2.1.2 Kualitas di Sektor Pelayanan Publik……………………. 9 2.2 Internasional Standard Organization seri (ISO) 9000………….. 11 2.2.1 Pengertian ISO 9001:2008……………………………… 11 2.2.2 Prinsip-prinsip Manajemen Kualitas Berdasarkan ISO
9001:2008……………………………………………….
13 2.2.3 Persyaratan Standar dari Sistem Manajemen Kualitas
ISO 9001:2008………………………………………….
15 2.2.4 Manfaat Penerapan Sistem Manajemen Kualitas ISO
9001:2008……………………………………………….
16 2.3 ISO 9000 dan TQM………………….........……………………. 18 2.4 Manajemen Kualitas Total (TQM)……………………………... 23 2.4.1 Definisi TQM…………………………………………… 23 2.4.2 TQM di Sektor Pelayanan Publik…………...………….. 26 2.4.3 Hambatan dalam Implementasi TQM………………….. 29
xi Universitas Indonesia
3 PROFIL BADAN POM……………………………………………... 34 3.1 Latar Belakang…………………………………………………. 34 3.2 Visi dan Misi…………………………………………………… 37 3.3 Gambaran Umum Tugas Pokok dan Fungsi…………………… 38 3.4 Struktur Organisasi ……………………………………………. 41 3.5 Budaya Organisasi..........……………………………………….. 41 3.6 Pernyataan Kebijakan Mutu……………………………………. 42 3.7 Ruang Lingkup ISO 9001:2008………………………………... 42 3.7.1 Lokasi ………………………………………………….. 42 3.7.2 Pelayanan……………………………………………….. 42 3.7.3 Proses…………………………………………………… 43 3.7.4 Standar………………………………………………….. 43
4 METODE PENELITIAN…………………………………………… 45 4.1 Tempat Penelitian………………………………………………. 45 4.2 Desain Penelitian……………………………………………….. 45 4.3 Definisi Operasional dan Hipotesis……………………………. 46 4.3.1 Faktor Penerapan TQM………………………………… 46 4.3.2 Faktor Budaya dan Pegawai……………………………. 47 4.3.3 Faktor Infrastruktur…………………………………….. 48 4.3.4 Faktor Managerial ……………………………………… 49 4.3.5 Faktor Organisasional…………………………………... 50 4.4 Pengumpulan Data……………………………………………... 51 4.4.1 Kuesioner……………………………………………….. 51 4.4.2 Teknik Sampling………………………………………... 52 4.4.3 Jumlah Data…………………………………………….. 53 4.4.4 Jenis data………………………………………………... 53 4.5 Metode Analisis Data…………………………………………... 54 4.5.1 Uji Reliabilitas dan Uji Validitas………………………. 54 4.5.2 Korelasi…………………………………………………. 55 4.5.3 Regresi Berganda……………………………………….. 56
5 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN…………………………. 59 5.1 Pengolahan Data……………………………………………….. 59 5.2 Uji Reliabilitas dan Uji Validitas………………………………. 60 5.2.1 Faktor Penerapan TQM………………………………… 60 5.2.2 Faktor Hambatan Budaya dan Pegawai………………… 61 5.2.3 Faktor Hambatan Infrastruktur…………………………. 62 5.2.4 Faktor Hambatan Manajerial …………………………... 63 5.2.5 Faktor Hambatan Organisasional………………………. 63 5.3 Analisis Korelasi ………………………………………………. 64 5.3.1 Korelasi antara Faktor Hambatan Budaya dan Pegawai
dengan Penerapan TQM………………………. 65
5.3.2 Korelasi antara Faktor Hambatan Infrastruktur dengan Penerapan TQM…………………………………………
65
5.3.3 Korelasi antara Faktor Hambatan Manajerial dengan Penerapan TQM…………………………………………
66
xii Universitas Indonesia
5.3.4 Korelasi antara Faktor Hambatan Organisasional dengan Penerapan TQM……………………………..........…...
Atas penilaian yang dilakukan oleh responden, kemudian dilakukan ‘reverse code’
atas jawaban yang diberikan pada bagian tiga kuesioner.
9.4.2. Teknik sampling
Responden yang dipilih dalam pengumpulan data ditentukan dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Responden dipilih dan ditentukan
berdasarkan kriteria dan tujuan tertentu.
Purposive sampling adalah teknik sampling yang akan digunakan untuk
memperoleh sampel yang tepat sesuai dengan penilaian dari peneliti (Malhotra,
2004 dalam Wijaya, 2009), juga didasari pada argumentasi bahwa itu bukan
bertujuan untuk membuat generalisasi, tetapi ditujukan untuk melakukan
eksplorasi fakta dalam suatu konteks tertentu (Sutopo, 1996, p.37).
53
Universitas Indonesia
9.4.3. Jumlah Data
Generalisasi dan ukuran sampel, selain perannya dalam menentukan kekuatan
statistik, ukuran sampel juga mempengaruhi generalisasi hasil dengan rasio
pengamatan variabel independen. Aturan umum adalah bahwa rasio tidak boleh di
bawah 5:1. Artinya lima pengamatan yang dibuat untuk masing-masing variabel
independen. Meskipun rasio minimum adalah 5:1, tingkat yang diinginkan antara
15 sampai 20 observasi untuk setiap variabel independen. Ketika tingkat ini
tercapai hasilnya harus digeneralisasikan jika sampel representatif (Hair et al.,
2010).
Dalam penelitian ini, data kuesioner minimal yang dikumpulkan adalah sejumlah
24 (dua puluh empat) dikalikan 5 (lima) responden. Sehingga jumlah responden
minimal sejumlah 120 (seratus dua puluh) responden.
9.4.4. Jenis data
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif melalui studi kasus.
Sedangkan pembahasan dilakukan dengan memanfaatkan data primer dan data
sekunder yang berupa data kuantitatif.
Data primer diperoleh dari hasil penyebaran kuisioner. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dikirimkan kepada responden.
Sedangkan cara untuk memperoleh data sekunder terdiri dari:
• Dokumentasi, dilakukan dengan memanfaatkan dokumen tertulis, gambar,
foto yang berkaitan dengan variabel penelitian yang dimiliki oleh Badan
POM.
• Studi pustaka, dilakukan dengan mempelajari, mendalami, dan mengutip teori
ataupun konsep dari sejumlah literatur baik berupa buku, jurnal, majalah,
koran atau karya tulis lainnya yang relevan dengan topik, dan variabel
penelitian.
54
Universitas Indonesia
9.5. Metode Analisis Data
9.5.1. Uji Reliabilitas dan Uji Validitas (Internal Consistency)
Uji realibilitas merupakan salah satu prosedur uji yang digunakan untuk
mengetahui apakah penelitian yang telah dilakukan terhadap responden melalui
kuesioner dapat dimengerti dengan mudah, juga untuk mengetahui apakah alat
pengukur menunjukkan konsistensi internal dalam instrumen. Instrumen yang
handal dapat menunjukkan bahwa variabel-variabel yang bersifat sementara dan
situasional tidak akan mempengaruhi (Cooper dan Emory, 1996 dalam Wijaya
2009, p.35).
Uji reliabilitas akan menghasilkan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas ini dapat
dicerminkan melalui nilai korelasi yang tinggi. Semakin tinggi nilai korelasi,
maka akan semakin konsisten penelitian yang telah dibuat (Malhotra, 2007 dalam
Wijaya, 2009). Sehingga variabel atau sekumpulan variabel yang diukur konsisten
dalam apa yang dimaksudkan untuk diukur. Jika beberapa pengukuran yang
diambil, maka semua akan konsisten dalam nilai-nilai mereka (Hair et al., 2010,
p.175 dan Trihendradi, 2013).
Uji reliabilitas berbeda dari uji validitas, uji validitas menekankan pada
bagaimana jawaban atas pertanyaan diukur dan bukan dengan apa yang harus
diukur. Validitas ini berkaitan dengan seberapa baik konsep didefinisikan oleh
ukuran (s). Sedangkan reliabilitas berkaitan dengan konsistensi mengukur (s)
(Hair et al., 2010).
Uji validitas, merupakan konsep studi ukuran atau kumpulan set langkah-langkah
yang menggambarkan sejauh mana ia bebas dari kesalahan sistematik atau non
acak (Hair et al., 2010).
Untuk melihat validitas masing-masing pertanyaan, maka apabila nilai
signifikansi antara variabel total dengan variabel masing-masing pertanyaan
memiliki nilai dibawah nilai alfa (0,05). Apabila signifikasi <0,000 dapat
disimpulkan bahwa semua variabel pertanyaan valid (Trihendradi, 2013).
55
Universitas Indonesia
9.5.2. Korelasi
Alat uji ini digunakan untuk mengetahui adakah hubungan yang signifikan antara
manajemen perusahaan yang menerapkan TQM dengan faktor-faktor hambatan
budaya dan pekerja, hambatan infrastruktur, hambatan manajerial dan hambatan
organisasional.
Irianto (2004) mengemukakan bahwa korelasi yang sering digunakan oleh peneliti
adalah korelasi Pearson atau Product Moment Correlation. Hasil perhitungan
korelasi pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok besar
yaitu :
a. Korelasi positif kuat, apabila hasil perhitungan korelasi mendekati + 1 atau
sama dengan 1. Ini berarti bahwa setiap kenaikan skor / nilai pada variabel X
akan diikuti dengan kenaikan skor/nilai variabel Y, dan sebaliknya.
b. Korelasi negatif kuat, apabila hasil perhitungan korelasi mendekati - 1 atau
sama dengan - 1. Ini berarti bahwa setiap kenaikan skor / nilai pada variabel
X akan diikuti dengan penurunan skor/nilai variabel Y, dan sebaliknya.
c. Tidak ada korelasi, apabila hasil perhitungan korelasi mendekati 0, hal ini
berarti bahwa naik turunnya skor/nilai satu variabel tidak mempunyai kaitan
dengan naik turunnya skor/nilai variabel yang lainnya.
Nilai koefisien korelasi (r) menunjukkan kekuatan hubungan sedangkan nilai
signifikansinya (sig.) menunjukkan signifikansi hubungan tersebut. Jika nilai
koefisien korelasinya (r) lebih dari 0,5 maka hubungan antar kedua variabel kuat.
Dan, jika nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka hubungan faktor
hambatan signifikan dengan penerapan TQM (Sarwono, 2007 dalam Wijaya,
2009).
Uji ini dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor-skor setiap butir
pernyataan dengan skor total pada setiap konstruksi (corrected item-total
correlation). Nilai korelasi dapat ditunjukkan melalui koefisien Cranbach’s
Alpha, dimana jika nilainya di atas 0,6 maka data yang telah dikumpulkan
semakin reliabel.
56
Universitas Indonesia
Santoso (2014) mengemukakan bahwa proses analisis faktor mencoba
menemukan hubungan (interrelationship) antara sejumlah variabel-variabel yang
saling independen satu dengan lain. Tahapan analisis faktor yang dilakukan
adalah :
• Menilai korelasi variabel-variabel yang diuji dengan alat uji KMO dan
Bartlett’s test of sphericity dan anti image. Apabila angka KMO dan
Bartlett’s test adalah diatas 0,5 dengan signifikansi dibawah 0,05, maka
variabel dan sampel yang ada bisa dianalisis dengan analisis faktor. Angka
MSA (Measure of sampling adequacy) berkisar 0 sampai dengan 1 dengan
kriteria:
§ MSA=1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel
yang lain.
§ MSA>0,5, variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
§ MSA<0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih
lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.
• Proses factoring extraction menggunakan principal component untuk faktor
penerapan TQM, dan principal axis factoring untuk faktor-faktor penghambat
penerapan TQM. Jumlah faktor yang digunakan adalah 1 faktor.
• Rotation none.
• Factor score yang dipilih adalah regression.
• Option yang digunakan adalah exclude cases listwise.
9.5.3. Regresi Berganda
Hair et al (2010) menerangkan bahwa kemampuan beradaptasi dan fleksibilitas
adalah dua alasan utama untuk regresi penggunaan luas di berbagai macam
aplikasi. Seperti yang akan Anda lihat pada bagian berikutnya, regresi berganda
dapat mewakili berbagai hubungan ketergantungan. Peneliti menggabungkan tiga
fitur :
a. Ukuran sampel, regresi berganda mempertahankan tingkat yang diperlukan
dari kekuatan statistik dan signifikansi praktek/statistik pada berbagai ukuran
sampel.
57
Universitas Indonesia
b. Elemen yang unik dari hubungan ketergantungan (dependence relationship).
Meskipun variabel bebas diasumsikan metrik dan memiliki hubungan linear
dengan variabel dependen, kedua asumsi dapat menciptakan variabel
tambahan untuk mewakili aspek-aspek khusus mewakili aspek khusus dari
hubungan.
c. Sifat variabel independen. Beberapa regresi mengakomodasi variabel bebas
metrik yang diasumsikan tetap di alam serta dengan komponen random.
Untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikatnya
diperlukan perhitungan koefisien korelasi. Dalam regresi linier sederhana,
koefisien korelasi merupakan kuadrat korelasi antara Y dan X, tetapi dalam
regresi linier ganda, koefisien korelasi merupakan sumbangan atau kontribusi
bersama dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya (Irianto, 2004).
Lebih jauh, Irianto (2004) menjelaskan bahwa untuk mengetahui besarnya
kontribusi masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dengan
mempertimbangkan hubungan variabel bebas lainnya, baik terhadap variabel
terikat maupun variabel bebas yang dicari kontribusinya, diperlukan analisis
tersendiri. Korelasi parsial yang pertama menyatakan hubungan antara variabel
bebas pertama dengan variabel terikat dengan menghilangkan pengaruh
(hubungan) variabel bebas kedua dengan variabel bebas pertama dan pengaruh
variabel kedua dengan variabel terikatnya, dan seterusnya. Dengan
menghilangkan pengaruh tersebut maka kontribusi variabel pertama maupun
kedua terhadap variabel terikatnya merupakan kontribusi yang mendekati murni.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam regresi ganda adalah :
1. Sampel harus diambil secara acak (random) dari populasi yang berdistribusi
normal. Normalitas dapat diatasi dengan mengambil sampel banyak, disamping
itu normalitas dapat diketahui dengan uji normalitas.
2. Data variabel terikat harus berskala interval atau skala ratio, sedangkan skala
untuk variabel bebas tidak harus interval atau ratio tetapi bisa juga untuk data
yang berskala lebih rendah.
3. Antara variabel bebas dengan variabel terikatnya mempunyai hubungan secara
teoritis, dan melalui perhitungan korelasi sederhana dapat diuji signifikansi
58
Universitas Indonesia
hubungan tersebut. Jika ternyata antara variabel bebas dengan variabel terikat
tidak mempunyai hubungan sederhana yang signifikan maka korelasi ganda
pun tidak akan signifikan.
4. Persamaan regresi harus linier.
Dengan bantuan SPSS kita akan mendapatkan hasil perhitungan R square dalam
Model Summary. Angka tersebut menjelaskan besarnya pengaruh variabel
independen secara bersama-sama terhadap varibel dependen. Juga diperoleh
koefisien beta yang menjelaskan besarnya pengaruh parsial dari variabel
independen terhadap variabel dependen.
Untuk melihat kemampuan variabel independen dalam model regresi untuk
menjelaskan variabel dependen maka digunakan uji F. Sedangkan untuk melihat
adakah hubungan linier antara variabel independen secara individual dengan
variabel dependen dilakukan Uji t.
Uji hipotesis dengan uji t ini dilakukan dengan membandingkan t hasil penelitian
dengan t tabel. Baik uji F maupun uji t dapat diperkuat dengan melihat angka
signifikansinya (sig.) apakah angka sig tersebut lebih kecil dari taraf
signifikansinya 0.05 maka terdapat hubungan pengaruh antara variabel-variabel
independen dengan variabel dependen.
Gujarati (1978) dalam Wijaya (2009) mengemukakan, untuk menghindari
menghasilkan estimasi data regresi yang bias maka model regresi haruslah
memenuhi asumsi-asumsi klasik. Penelitian ini kemudian menguji asumsi yang
harus dipenuhi untuk menghasilkan data regresi linier yang baik berupa:
(1) Tidak terdapat multikolinearitas, diketahui pada hasil perhitungan koefisien
korelasi sederhana (simple correlation) antar sesama variabel bebas.
(2) Modelnya regresinya merupakan hubungan linear dalam parameter.
59
Universitas Indonesia
BAB 5
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
14.1. Pengolahan Data
Pada penelitian ini, pengumpulan data dilaksanakan dengan menyebarkan
kuesioner kepada responden yang merupakan pegawai di Badan POM. Unit
analisis yang menjadi target dari penyebaran kuesioner ini sejumlah 402
responden.
Kuesioner disebarkan dengan cara purposivesampling kepada unitkerja setingkat
eselon II di Badan POM sejumlah 324 kuesioner. Kuesioner yang dikembalikan
oleh responden sejumlah 266 kuesiner dengan rincian sebagaimana disajikan pada
Tabel 5.1.
Tabel 5.1.Responden Rate
No. Unit Kerja Jumlah Responden Disebar Kembali
1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi 12 3 2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT 12 11 3. Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT 12 7 4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT 12 9 5. Direktorat Pengawasan NAPZA 12 11 6. Direktorat Penilaian OT, Suplemen Makanan dan Kosmetik 12 10 7. Direktorat Standardisasi OT, Kosmetik dan PK 12 12 8. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kosmetik dan PK 12 11 9. Direktorat Obat Asli Indonesia 12 12
10. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 13 13 11. Direktorat Standardisasi Produk Pangan 12 12 12. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan 20 20 13. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya 12 5 14. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan 12 8 15. Biro Umum 24 17 16. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat 12 8 17. Biro Perencanaan dan Keuangan 24 20 18. Biro Kerja Sama Luar Negeri 12 9 19. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan 12 8 20. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional 24 21 21. Pusat Informasi Obat dan Makanan 12 12 22. Pusat Riset Obat dan Makanan 12 12 23. Inspektorat 15 15
JUMLAH 324 266 Sumber: Data Primer (diolah)
Tingkat responden rate kuesioner adalah sejumlah 82,10 %.Selanjutnya penilaian
masing-masing responden atas setiap pertanyaan dikompilasikan dan kemudian
60
Universitas Indonesia
diolah secara statistik dengan bantuan program SPSS versi 14. Uji statistik yang
dilakukan meliputi uji validitas, uji reliabilitas, uji linieritas, uji korelasi, dan uji
regresi linier.
14.2. Uji Reliabilitas dan Uji Validitas
Hasil kuesioner yang telah dikompilasikan dalam penelitian ini selanjutnya
dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji ini dilakukan dengan
mengkorelasikan antara skor-skor setiap butir pernyataan (bagian dua dan tiga -
sebanyak 24 pertanyaan yang terbagi dalam 5 bagian) dengan skor total pada
setiap model konstruksi (corrected item-total correlation).
Uji validitas, pertanyaan setiap butir kuesionerdinyatakan valid apabila memiliki
nilai signifikansi dibawah nilai alfa (0,05). Uji reliabilitas hasil korelasi Pearson
dinyatakan memiliki korelasi positif kuat, jika hasil perhitungan mendekati + 1,
sebaliknya nilai korelasi negatif kuat jika hasil perhitungan mendekati – 1 dan jika
nilai koefisien korelasinya lebih dari 0,5 maka hubungan antar kedua faktor kuat.
Untuk uji KMO dan Bartlett’s test, apabila nilai KMO diatas 0,5 dan dengan
signifikansi dibawah 0,05, maka variabel dan sampel yang ada bisa dianalisis
dengan analisis faktor dan variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih
lanjut.
14.2.1. Faktor Penerapan TQM
Nilai signifikansi faktor penerapan TQM adalah 0,000 lebih kecil daripada alfa
(0,05) yang dapat diartikan bahwa setiap butir pertanyaan dalam faktor penerapan
TQM adalah valid.Nilai korelasi setiap butir pertanyaan pada faktor penerapan
TQM disajikan pada Tabel 5.2.
Nilai korelasi seluruh butir pernyataan terhadap skor total memiliki nilai
mendekati + 1 dan lebih dari 0,5. Hal ini menggambarkan bahwa seluruh butir
pernyataan adalah mempunyai korelasi positif dan kuat.
61
Universitas Indonesia
Tabel 5.2. Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Faktor Penerapan TQM
Faktor Butir Pernyataan Alpha R KMO Bartlett’s Test
Sedangkan nilai reliabilitas (alpha) faktorpenerapan TQM di Pelayanan Publik
senilai 0,772 lebih besar dari 0,6 yang berarti bahwa faktorpenerapan TQM di
pelayanan publikadalah reliabel.
Uji KMO dan Bartlett’s test mendapatkan nilai 0,828 > 0,5 dengan signifikansi
dibawah 0,000 < 0,05, maka variabel dan sampel dapat dianalisis dengan analisis
faktor dan variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
14.2.2. FaktorHambatan Budaya dan Pegawai
Nilai signifikansi faktorbudaya dan pegawai adalah 0,000 lebih kecil daripada alfa
(0,05) yang dapat diartikan bahwa setiap butir pertanyaan dalam faktorbudaya dan
pegawai adalah valid.Nilai korelasi setiap butir pertanyaan pada faktorbudaya dan
pegawai disajikan pada Tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3.Uji Reliabilitas dan Uji Validitas FaktorBudaya dan Pegawai
Faktor Butir Pernyataan Alpha R KMO Bartlett’s Test
Hambatan Budaya dan Pegawai
Kesulitan mengubah budaya 0,761 0,710 0,753 0,000 Penolakan terhadap perubahan 0,778 Kurang komitmen dan keterlibatan pekerja
0,805
Ketidak percayaan pekerja terhadap kualitas
0,758
Sumber: Data Primer (diolah)
Nilai korelasi seluruh butir pernyataan terhadap skor total memiliki nilai
mendekati + 1 dan lebih dari 0,5. Hal ini menggambarkan bahwa seluruh butir
pernyataan adalah mempunyai korelasi positif dan kuat. Sedangkan nilai
62
Universitas Indonesia
reliabilitas (alpha) faktor hambatanbudaya dan pegawai senilai 0,761 yang berarti
bahwa faktor hambatan budaya dan pegawai adalah reliabel.
Uji KMO dan Bartlett’s test mendapatkan nilai 0,753 > 0,5 dengan signifikansi
dibawah 0,000 < 0,05, maka variabel dan sampel dapat dianalisis dengan analisis
faktor dan variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
14.2.3. Faktor Hambatan Infrastruktur
Nilai signifikansi faktorhambatan infrastruktur adalah 0,000 lebih kecil daripada
alfa (0,05) yang dapat diartikan bahwa setiap butir pertanyaan dalam
faktorhambatan infrastruktur adalah valid.Nilai korelasi setiap butir pertanyaan
pada faktorhambatan infrastruktur disajikan pada Tabel 5.4dihalaman berikutnya.
Nilai korelasi seluruh butir pernyataan terhadap skor total memiliki nilai
mendekati + 1 dan lebih dari 0,5. Hal ini menggambarkan bahwa seluruh butir
pernyataan adalah mempunyai korelasi positif dan kuat. Sedangkan nilai
reliabilitas (alpha) faktor hambatan infrastruktur senilai 0,719, lebih besar dari 0,6
yang berarti bahwa faktor hambatan infrastruktur adalah reliabel.
Tabel 5.4.Uji Reliabilitas dan Uji Validitas FaktorHambatan Infrastruktur
Faktor Butir Pernyataan Alpha R KMO Bartlett’s Test
Hambatan Infrastruktur
Kurang pengetahuan tentang sistem kualitas
0,719 0,588 0,757 0,000
Tidak ada sistem umpan balik pelanggan 0,666 Kurangnya pelatihan bertema kualitas 0,626 Tidak adanya penghargaan 0,694 Tidak mengembangkan pengukuran kualitas
0,637
Tidak ada keahlian manajemen kualitas 0,673 Sumber: Data Primer (diolah)
Uji KMO dan Bartlett’s test mendapatkan nilai 0,757> 0,5 dengan signifikansi
dibawah 0,000 < 0,05, maka variabel dan sampel dapat dianalisis dengan analisis
faktor dan variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
63
Universitas Indonesia
14.2.4. Faktor Hambatan Manajerial
Nilai signifikansi faktorhambatan manajerial adalah 0,000 lebih kecil daripada
alfa (0,05) yang dapat diartikan bahwa setiap butir pertanyaan dalam
faktorhambatan manajerial adalah valid.Nilai korelasi setiap butir pertanyaan pada
faktorhambatan manajerial disajikan pada Tabel 5.5 berikut :
Tabel 5.5.Uji Reliabilitas dan Uji Validitas FaktorHambatan Manajerial
Faktor Butir Pernyataan Alpha R KMO Bartlett’s Test
Hambatan Manajerial
Kurangnya komitmen manajemen puncak
0,709 0,691 0,686 0,000
Tidak adanya visi dan misi 0,719 Tingginya turn over eksekutif kunci 0,736 Kurangnya sifat kepemimpinan 0,794
Sumber: Data Primer (diolah)
Nilai korelasi seluruh butir pernyataan terhadap skor total memiliki nilai
mendekati + 1 dan lebih dari 0,5. Hal ini menggambarkan bahwa seluruh butir
pernyataan adalah mempunyai korelasi positif dan kuat. Sedangkan nilai
reliabilitas (alpha) faktor hambatan manajerial senilai 0,709 yang berarti bahwa
faktor hambatan manajerial adalah reliabel.
Uji KMO dan Bartlett’s test mendapatkan nilai 0,686 > 0,5 dengan signifikansi
dibawah 0,000 < 0,05, maka variabel dan sampel dapat dianalisis dengan analisis
faktor dan variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
14.2.5. Faktor Hambatan Organisasional
Nilai signifikansi faktorhambatan organisasional adalah 0,000 lebih kecil daripada
alfa (0,05) yang dapat diartikan bahwa setiap butir pertanyaan dalam
faktorhambatan organisasional adalah valid.Nilai korelasi setiap butir pertanyaan
pada faktorhambatan organisasional disajikan pada Tabel 5.6.
Nilai korelasi seluruh butir pernyataan terhadap skor total memiliki nilai
mendekati + 1 dan lebih dari 0,5. Hal ini menggambarkan bahwa seluruh butir
pernyataan adalah mempunyai korelasi positif dan kuat. Sedangkan nilai
64
Universitas Indonesia
reliabilitas (alpha) faktor hambatan organisasional senilai 0,578 yang berarti
bahwa faktor hambatan organisasional adalah reliabel.
Tabel 5.6. Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Faktor Hambatan Organisasional
Faktor Butir Pernyataan Alpha R KMO Bartlett’s Test
Hambatan Organisasional
Ketidakefektifan komunikasi organisasi 0,578 0,807 0,601 0,000 Adanya territorialism 0,691 Adanya politik organisasi 0,712
Sumber: Data Primer (diolah)
Uji KMO dan Bartlett’s test mendapatkan nilai 0,601 > 0,5 dengan signifikansi
dibawah 0,000 < 0,05, maka variabel dan sampel dapat dianalisis dengan analisis
faktor dan variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
14.3. Analisis Korelasi
Setelah hasil pengujian dinyatakan reliabel dan valid, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan analisis hubungan antar konstruksi faktor hambatan(faktor
hambatan budaya dan pegawai, infrastruktur, manajerial dan organisasional)
dengan faktor penerapan TQM pada pelayanan publik. Hasil penilaian
setiapfaktor hambatan ini dikorelasikan dengan penilaian total pada penerapan
TQM pelayanan publik.Hasil pengujian korelasi antar faktor hambatan dengan
penerapan TQM dengan menggunakan nilai core factordisajikan pada Tabel5.7
berikut :
Tabel 5.7. Korelasi antara Faktor Hambatan dengan Penerapan TQM Faktor Penerapan TQM KMO Bartlett’s
Test Budaya dan pegawai R -0,374 0,861 0,000 sig 0,000 Infrastruktur R -0,644 sig 0,000 Manajerial R -0,633 sig 0,000 Organisasional r -0,565 sig 0,000
Sumber: Data Primer (diolah)
65
Universitas Indonesia
Uji KMO dan Bartlett’s test mendapatkan nilai 0,861 > 0,5 dengan signifikansi
dibawah 0,000 < 0,05, maka variabel dan sampel dapat dianalisis dengan analisis
faktor dan variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
14.3.1. Korelasi antara Faktor Hambatan Budaya dan Pegawai dengan Penerapan TQM
Hubungan korelasi faktor hambatan budaya dan pegawai dengan penerapan TQM
sektor pelayanan publik diketahui dari koefisien korelasinya sebesar-0,374. Nilai
koefisien korelasi (r < 0,5) menunjukkan bahwa hubungan antara kedua faktor
tersebut tidak kuat.
Tabel5.7 menginformasikan bahwa tingkat signifikansi antar faktor sebesar sig.
0,000 <0.005. Data menginformasikan adanya hubungan yang signifikan antara
faktorhambatan budaya dan pegawai dengan penerapan TQM.Namun, dengan
nilai koefisien korelasinya sebesar -0,374 dan signifikansi 0,000 tidak cukup
untuk menjelaskan adanya hubungan atau korelasi faktor hambatan budaya dan
pegawai berpotensi menghambat penerapan TQM.
14.3.2. Korelasi antara Faktor Hambatan Infrastrukturdengan Penerapan TQM
Hubungan korelasi faktor hambatan infrastruktur dengan penerapan TQM sektor
pelayanan publik diketahui dari koefisien korelasinya sebesar -0,644. Nilai
koefisien korelasi (r > 0,5) menunjukkan bahwa hubungan antara kedua faktor
tersebut kuat.
Tabel5.7 menginformasikan bahwa tingkat signifikansi antar faktor sebesar sig.
0,000 < 0.005. Data menginformasikan adanya hubungan yang signifikan antara
faktor hambatan infrastruktur dengan penerapan TQM.Dengan nilai koefisien
korelasi sebesar -0,644 dan signifikansi 0,000 dapat menjelaskan adanya
hubungan atau korelasi antara faktor hambatan infrastrukturyang berpotensi
menghambat penerapan TQM dengan signifikan.
66
Universitas Indonesia
14.3.3. Korelasi antara Faktor Hambatan Manajerialdengan Penerapan TQM
Hubungan korelasi faktor hambatan manajerial dengan penerapan TQM sektor
pelayanan publik diketahui dari koefisien korelasinya sebesar -0,633. Nilai
koefisien korelasi (r > 0,5) menunjukkan bahwa hubungan antara kedua faktor
tersebut kuat.
Tabel5.7 menginformasikan bahwa tingkat signifikansi antar faktor sebesar sig.
0,000 < 0.005. Data menginformasikan adanya hubungan yang signifikan antara
faktor hambatan infrastruktur dengan penerapan TQM.Dengan nilai koefisien
korelasi sebesar -0,633 dan signifikansi 0,000 dapat menjelaskan adanya
hubungan atau korelasi antara faktor hambatan manajerial yang berpotensi
menghambat penerapan TQM dengan signifikan.
14.3.4. Korelasi antara Faktor Hambatan Organisasionaldengan Penerapan TQM
Hubungan korelasi faktor hambatan organisasional dengan penerapan TQM sektor
pelayanan publik diketahui dari koefisien korelasinya sebesar -0,565. Nilai
koefisien korelasi (r > 0,5) menunjukkan bahwa hubungan antara kedua faktor
tersebut kuat.
Tabel5.7 menginformasikan bahwa tingkat signifikansi antar faktor sebesar sig.
0,000 < 0.005. Data menginformasikan adanya hubungan yang signifikan antara
faktor hambatan infrastruktur dengan penerapan TQM.Dengan nilai koefisien
korelasi sebesar -0,565 dan signifikansi 0,000 dapat menjelaskan adanya
hubungan atau korelasi antara faktor hambatan organisasional yang berpotensi
menghambat penerapan TQM dengan signifikan.
14.4. Analisis Regresi
Untuk menganalisis pengaruh faktor hamabtan budaya dan pegawai, hambatan
infrastruktur, hambatan manajerial, serta hambatan organiasional terhadap
penerapan TQM, digunakan analisis regresi linier. Analisis ini terbagi menjadi
dua yaitu analisis pengaruh hambatan tersebut secara bersama-sama dan analisis
67
Universitas Indonesia
pengaruh masing-masing hambatan tersebut secara parsial terhadap penerapan
TQM.
14.4.1. Uji Multikolinearitas
Dengan bantuan program pengolahan data statistik SPSS versi 14, data yang
diperoleh dari penelitian dapat diketahui nilai tolerance dan nilai VIFnya. Hasil
uji multikolinearitas disajikan pada Tabel 5.8.Model regresi diyakini bebas dari
kasus multikolinearitas jika nilai Tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10.
Budaya dan Pegawai 0,688 1,454 Bebas multikolinearitas Infrastruktur 0,460 2,173 Bebas multikolinearitas Manajerial 0,446 2,242 Bebas multikolinearitas Organisasional 0,522 1,917 Bebas multikolinearitas
Sumber: Data Primer (diolah)
Dari hasil pengolahan data statistik, keseluruhan nilai tolerance faktor hambatan
diatas 0,1 dengan rincian sebagai berikut: faktor hambatan budaya dan pegawai
mempunyai nilai tolerance 0,688; faktor hambatan infrastruktur nilai tolerance
0,460; faktor manajerial nilai tolerance 0,446 dan faktor hambatan organisasional
mempunyai nilai tolerance 0,522.
Dari Tabel 5.8 diketahui pula nilai VIF untuk masing-masing faktor hambatan
penerapan TQM sebagai berikut: nilai VIF hambatan budaya dan pegawai sebesar
1,454; faktor hambatan infrastruktur sebesar 2,173; faktor manajerial sebesar
2,242 dan faktor hambatan organisasional mempunyai nilai VIF sebesar 1,917.
Dengan kedua kelompok data tersebut, maka diyakini bahwa model regresi bebas
dari kasus multikolinearitas.
14.4.2. Analisis Regresi Linier Pengaruh FaktorHambatan terhadap Penerapan TQM
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan variabel dependen
berdasarkan variabel-variabel independennya. Analisis regresi linier
68
Universitas Indonesia
menggunakan metode enter yang memasukkan semua variabel independen
sekaligus untuk dianalisis.
Tabel 5.9. Hasil Anova Faktor Hambatan dengan Penerapan TQM
fulfilment,dan customer satisfactionsebagai variabel dependennya.
Nilai korelasi seluruh butir pernyataan bernilai positif dan kuat. Serta nilai
reliabilitas (alpha) senilai 0,772 yang berarti bahwa faktor penerapan TQM di
pelayanan publikadalah reliabel.Sehinggapertanyaan yang disusun dalam faktor
penerapan TQM dapat dimengerti dan dipahami oleh responden di Badan POM.
Meskipun adaptasi penerapan TQM telah dilakukan, namun diyakini tetap
terdapat hambatan dalam pengembangan TQM di sektor pelayanan publik. Ngai
dan Cheng (1995) mengidentifikasi dimensi-dimensi yang dapat berpotensi
sebagai faktor penghambat penerapan TQM tersebut berupa faktor budaya dan
pegawai, faktor infrastruktur, faktor manajerial dan faktor organisasional.
Penelitian selanjutnya dilakukan untuk menilai hubungan korelasi faktor-faktor
hambatan dengan faktorpenerapan TQM sektor pelayanan publik. Penelitian
mendapatkan hasilfaktor hambatan budaya dan pegawai dengan koefisien korelasi
sebesar -0,374; faktor hambatan infrastruktur dengan koefisien korelasi sebesar -
0,644; faktor hambatan manajerial dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,633
dan faktor hambatan organisasional dengan koefisien korelasi sebesar -0,565.
Keseluruhan koefisien korelasi faktor hambatan penerapan TQM bernilai negatif
mendekati - 1, yang dapat diartikan bahwa setiap kenaikan nilai pada faktor
hambatan (independen) akan diikuti dengan penurunan nilai faktor penerapan
TQM di sektor publik. Hal ini menggambarkan bahwa keempat faktor hambatan
tersebut berpotensi menghambat penerapan TQM di Badan POM.
Fakta ini sejalan dengan pengujian data yang dilakukan dengan cara regresi linier.
Analisis data mendapatkan hasil bahwa terdapat faktor yang secara bersama-sama
mempengaruhi penerapan TQM. Faktor tersebut adalah faktor independen
infrastruktur, manajerial, dan organisasional, berpengaruh terhadap penerapan
72
Universitas Indonesia
TQM dengan nilai signifikansi <0,05. Sedangkan faktor hambatan budaya dan
pegawai mempunyai nilai signifikansi sebesar
Nilai koefisien regresi untuk ketigafaktor tersebut bernilai negatif. Koefisien
regresi faktorhambatan infrastruktur sebesar -0,401; koefisien regresi faktor
manajerial sebesar -0,338 dan koefisien regresi faktor organisasional sebesar -
0,229.
Koefisien dengan nilai negatif tersebut berarti mempunyai hubungan yang
berlawanan arah dengan penerapan TQM.Kenaikan nilai dari ketiga
faktorhambatan tersebut akan menghambat penerapan TQM.Sehingga ketiga
faktor hambatan tersebut merupakan faktor yang dapat menghambat penerapan
TQM di Badan POM.
Dengan nilai koefisien korelasi negatif dan koefisien regresi negatif pada tiga
faktor penghambat tersebut, dapat diartikan bahwa di Badan POM terdapat
beberapa faktor yang menghambat penerapan TQM. Faktor hambatandan
variabelnya antara lain :
a. Faktor hambatan infrastruktur yang terdiri dari variabel:
• Kurangnya pengetahuan dan pemahaman sistem manajemen kualitas,
adalah pegawai Badan POM tidak melakukan pencarian, pengembangan
dan bekerjasama dengan stakeholder dalam mengembangkan kualitas
pelayanan publik.
• Tidak ada sistem umpan balik dari konsumen, adalah tidak memiliki
sistem untuk mendapatkan penilaian dan informasi yang berkaitan
dengan hasil layanan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
• Kurangnya pendidikan dan pelatihan kualitas, adalah tidak adanya
pengetahuan tentang mengapa, bagaimana dan mengembangkan
kompetensi di bidang kualitas pelayanan publik.
• Tidak adanya sistem penghargaan dan hadiah, adalah kurangnya insentif
kepada pegawai yang berpartisipasi dan berprestasi dalam pengembangan
kualitas pelayanan publik.
73
Universitas Indonesia
• Tidak mengembangkan pengukuran kualitas, adalah belum optimalnya
monitoring kinerja dan hasil pelayanan publik yang diberikan yang
berkaitan dengan keinginan dan kepuasan pelanggan.
• Tidak memiliki keahlian manajemen kualitas adalah sedikitnya pegawai
yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan pemahaman dalam
menerapkan prinsip-prinsip TQM.
b. Faktor hambatan manajerial terdiri dari variabel:
• Komitmen manajemen puncak, adalah konsistensi pimpinan Badan POM
dalam melaksanakan prinsip-prinsip TQM.
• Tidak adanya visi dan misi, adalah manajemen belum sepenuhnya
memahami mengenai bisnis yang sedang dilakukan organisasi dan ingin
menjadi organisasi yang bagaimana dalam melakukan kegiatan bisnis
tersebut.
• Tingginya tingkat perputaran eksekutif kunci. Promosi dan mutasi adalah
proses penggantian atau pemutasian pegawai untuk menduduki jabatan.
• Tidak adanya sifat kepemimpinan, adalah bahwa sebagian pimpinan
tidak memiliki kecakapan dan pembawaan yang dapat memeberikan
isnpirasi kepada orang lain untuk mengikutinya.
c. Faktor hambatan organisasional terdiri dari variabel:
• Jaringan komunikasi internal maupun eksternal yang tidak efektif,
adalah aliran data, informasi dan pengetahuan antar fungsi-fungsi
organisasi baik vertikal maupun horisontal.
• Territorialism adalah keengganan pegawai menyumbangkan
pemikirannya kepada pegawai di bagian lain apabila merasa
kedudukannya terancam.
• Politik keorganisasian. Politik keorganisasian merupakan kegiatan
seseorang pegawai Badan POM untuk mendapatkan, meningkatkan dan
menggunakan kewenangannya untuk memperoleh hasil yang mereka
inginkan dalam situasi ketidakpastian atau ketidaksetujuan.
74
Universitas Indonesia
Data nilai koefisien regresi faktor budaya dan pegawai yang mempunyai nilai
sebesar 0,027, namun memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,652> 0,05. Hal ini
menunjukkan pula bahwa faktorbudaya dan pegawai yang terdiri dari variabel
kesulitan mengubah budaya, penolakan terhadap perubahan, kurang komitmen
dan keterlibatan pegawai dan ketidakpercayaan pegawai terhadap kualitas juga
tidak terdeteksi sebagai faktor yang berpotensi menghambat penerapan TQM.
Selanjutnya, meskipun model konstruksi faktor hambatan penerapan TQM Ngai
dan Cheng (1995) dalam Wijaya (2009) merupakan faktor hambatan yang lebih
komprehensif dan terstruktur yang peneliti peroleh apabila dibandingkan dengan
faktor hambatan penerapan TQM yang diajukan oleh peneliti lainnya (lihat Tabel
2.1). Namun, hasil pengolahan datamodel regresi linier faktor hambatan
penerapan TQM pelayanan publik di Badan POM hanya memiliki nilai R square
senilai 0,501 (dibulatkan 50%).Sehingga pengaruh keempat faktor hambatan
dapat menjelaskan variasi penerapan TQM hanya sebesar 50%, sedangkan sisanya
sebesar 50% lainnya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam
lingkup model konstruksi penelitian ini.
Dengan kondisi tersebut, diduga masih terdapat ruang untuk melanjutkan
penelitian sejenis dengan menambahkan faktor lain berupa, antara lain:
perencanaan kualitas (Master 1996, Whalen dan Rahim 1994), sumber daya
(Master 1996, Whalen dan Rahim 1994), informasi (Ammar dan Zain, 2002),
struktur organisasi (Arvinder dan Spencer, 1997), identifikasi masalah dan teknik
pemecahan masalah (Tamini dan Sebastianelli, 1998) dan tidak melibatkan suplier
(Adebanjo dan Kehoe, 1998). Faktor-faktor tersebut dapat diduga turut
berpengaruh pada penerapan TQM di instansi pelayanan publik.
75
Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
20.1. Kesimpulan
Nilai korelasi seluruh butir pernyataan penerapan TQM bernilai positif dan kuat.
Serta nilai reliabilitas (alpha) reliabel. Sehingga responden di Badan POM
memahami variabel dalam faktor penerapan TQM di sektor publik seperti yang
dirumuskan oleh Anderson et al (1995) dan Rungtusanathan et al (1998) dalam
Douglas (2004), berupa :
• Visionary leadership, manajemen puncak memiliki kemampuan untuk
membangun, melaksanakan dan memimpin pencapaian visi dan misi yang
didorong oleh perubahan kebutuhan.
• Internal and external cooperation, manajemen membangun komunikasi dan
kerjasama dengan pegawai dan kerjasama dengan pelanggan.
• Learning, manajemen memiliki kemampuan untuk mengenali dan
memelihara pengembangan keterampilan, kemampuan dan pengetahuannya.
• Process management, organisasi memiliki prosedur operasi standar (SOP)
dan aturan perilaku yang menekankan pengelolaan proses atau cara tindakan,
bukan kepada hasil.
• Continous improvement, serta dimensi proses dan outcame dengan variabel
organisasi memiliki kecenderungan untuk melakukan perbaikan yang terus
menerus dan melakukan inovasi proses, produk, dan jasa.
• Employee fulfilment, manajemen berusaha memenuhi kebutuhan pegawai.
• Customer satisfaction, organisasi berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan.
Pengujian faktor hambatan Ngai dan Cheng (1995) di Badan POM dapat
menjelaskan adanya faktor hambatan dalam penerapan TQM. Faktor hambatan
infrastruktur, manajerial, dan organisasional memiliki koefisien korelasi faktor
hambatan penerapan TQM bernilai negatif dan koefisien regresi bernilai negatif.
Secara bersama-sama kenaikan nilai dari ketiga faktor hambatan tersebut akan
menghambat penerapan TQM.
76
Universitas Indonesia
Sehingga di Badan POM, terdeteksi tiga faktor penghambat penerapan berupa :
d. Faktor hambatan infrastruktur yang terdiri dari variabel kurangnya
pengetahuan tentang sistem kualitas, tidak ada sistem umpan balik pelanggan,
kurangnya pelatihan bertema kualitas, tidak adanya penghargaan, tidak
mengembangkan pengukuran kualitas, dan tidak ada keahlian manajemen
kualitas menghambat penerapan TQM.
e. Faktor hambatan manajerial terdiri dari variabel kurangnya komitmen
manajemen puncak, tidak adanya visi dan misi, tingginya turn over eksekutif
kunci, dan kurangnya sifat kepemimpinan menghambat penerapan TQM.
f. Faktor hambatan organisasional terdiri dari variabel ketidakefektifan
komunikasi organisasi, adanya territorialism, dan adanya politik organisasi
menghambat penerapan TQM.
Pengaruh keempat faktor hambatan dalam menjelaskan variasi penerapan TQM
hanya sebesar 50%, sedangkan sisanya sebesar 50% lainnya dijelaskan oleh faktor
lain yang tidak termasuk dalam lingkup model konstruksi penelitian ini. Masih
terdapat faktor hambatan lain yang tidak termasuk dalam lingkup konstruksi
model penelitian ini.
20.2. Saran
a. Untuk Badan POM, peneliti memberikan saran untuk strategy Improvement
dengan menyusun road map berupa :
Perbaikan atas faktor hambatan infrastruktur dengan menyusun rencana aksi
berupa
• Kurangnya pengetahuan dan pemahaman sistem manajemen kualitas,
adalah dengan merencanakan focus group dicision (FGD) dengan
stakeholder Badan POM untuk menyusun, mendefinisikan dan
mengembangkan kualitas.
77
Universitas Indonesia
• Tidak ada sistem umpan balik dari konsumen, adalah merencanakan
focus group dicision (FGD) dengan pelanggan Badan POM dan
sosialisasi atas peraturan pengawasan obat dan makanan secara berkala
serta menyediakan sistem umpan balik pelanggan secara manual dengan
kotak pengaduan dan saran serta melalui website www.pom.go.id.
• Kurangnya pendidikan dan pelatihan kualitas dan tidak memiliki
keahlian manajemen kualitas dengan melanjutkan pelatihan mengenai
ISO 9001:2008 yang dikaitkan dengan keahlian/kompetensi teknis secara
berkala dan mengembangkan pelatihan training of trainer (TOT) kepada
pegawai yang dipilih sehingga pegawai dapat menularkan keahlian ISO
9001:2008 secara mandiri di unit kerjanya. Secara bertahap
diperkenalkan pula pelatihan mengenai Total Quality Management.
• Tidak adanya sistem penghargaan dan hadiah, adalah dengan
memberikan insentif kepada pegawai yang berprestasi dalam
pengembangan kualitas.
• Tidak mengembangkan pengukuran kualitas, adalah mengembangkan
melakukan monitoring kinerja secara individual dan berbasis web yang
dapat diakses oleh semua pihak.
Perbaikan atas faktor hambatan manajerial dengan menyusun rencana aksi
berupa:
• Komitmen manajemen puncak dan tidak adanya visi dan misi, dengan
melibatkan jajaran pimpinan eselon I dan II dalam rapat tinjauan
manajemen (RTM) yang dilaksanakan secara berkala.
• Tingginya tingkat perputaran eksekutif kunci, dengan
mempertimbangkan promosi dan mutasi pegawai sesuai dengan
kebutuhan organisasi Badan POM dan menyiapkan penggantinya dengan
kualifikasi yang sesuai.
• Tidak adanya sifat kepemimpinan, dengan merencanakan pelatihan
kepemimpinan secara berjenjang dan melakukan assessment pegawai
untuk mendapatkan pegawai yang memiliki kecakapan yang sesuai.
78
Universitas Indonesia
Perbaikan atas faktor hambatan organisasional dengan menyusun rencana
aksi berupa:
• Jaringan komunikasi internal maupun eksternal yang tidak efektif,
adanya territorialism dan politik keorganisasian, dengan melaksanakan
learning organisation, outbond yang melibatkan pegawai antar unit dan
jenjang promosi pegawai yang lintas eselon I.
b. Melanjutkan penelitian sejenis dengan menambahkan faktor lain berupa:
perencanaan kualitas, sumber daya, informasi, struktur organisasi,
identifikasi masalah dan teknik pemecahan masalah, dan tidak melibatkan
suplier.
79
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Amar, Kifayah., dan Zain, Zuraidah Mohd. (2002). Barriers to implementing TQM in Indonesia manufacturing organizations. The TQM Magazine 14.6, 367 – 372. Arvinder P.S. Loomba, Spencer, Michael S. (1997). A model for institutional TQM in a state government agency. The International Journal of Quality and Reliability Management 14.8, 753-767. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2010). Dokumen Perencanaan Strategis 2009 – 2014. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2011). Manual Mutu ISO 9001:2008. Caster, Lucy. (1995). Quality in Public Services – Managers’Choices. Ballmoor England. Open University Press. Douglas, Thomas J. & Frendendall, Lawrence D. (2004). Evaluating the deming management model of total quality in services, Decision Sciences. Ehrenberg, Rudolph H., & Stupak, Ronald J. (1994). Total quality management: its relationship to administrative theory and organizational behavior in the public sector. Public Administration Quarterly 18.1, 75. Gaspersz, Vincent. (2001). ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvement. (Cetakan keempat). Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Hair, Joseph F. Jr., Hitam, William C., Babin, Barry J., Anderson, Rolph E. (2010). Multivariate Analisis Data, A Global Perspective. (Seven Ed). Pearson Prentice Hall. http://www.isosh.com/en/project/index1.php?id1=1&id2=1
Irianto, Agus. (2004). Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta. Kencana.
Jacobs, F. R., Chase, R. B., dan Aquilano, N. J. (2008). Operations and Supply management. New York. McGraw-Hill Companies, Inc. Kluse, Christopher. (2009). TQM and the government: the importance of leadership and personal transformation. The Journal For Quality and Participation 32.3, 27 -31. Kotler, Philip. (2000). Marketing Management. New Jersey. Prentice Hall International Inc.
80
Universitas Indonesia
Leitch, John A. (1992). Study indicates tqm is working in the federal government. Tapping The Network Journal 3.4, 6. Magd, Hesham & Curry, Adrienne. (2003). ISO 9001 and TQM - Are They Complementary or Contradictory to Each Other?. The TQM Magazine 15.4, 244. Martinez-Lorente, Angel R. & Martinez-Costa, Micaela. (2004). ISO 9000 and TQM - substitute or complementaries? an empirical study in industrial companies. The International Journal of Quality & Reliability Management 21.2/3, 260-276. Rago, William V. (1994). Adapting total quality management (TQM) to government - another point of view. Public Administration Review, 61. Rago, William V. (1996). Struggles in transformation: a study in TQM, leadership, and organizational culture in a government agency. Public Administration Review 56.3, 227. Santoso, Singgih. (2014). Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi Dengan SPSS (edisi Revisi). Jakarta. Elex Media Komputindo. Sebastianelli, Rose & Tamini, Nabil. (1998). Barriers to TQM: a class level student project. Journal of Education For Business 73.3, 158 – 162. Slack, Nigel., Chambers, Stuart., Johnston, Robert. (2007). Operations Management. (Fifth ed). Edinburgh Gate, England. Prentice Hall. Swiss, James E. (1992). Adapting total quality management (TQM) to government. Public Administration Review 52.4, 356. To, W. M., Lee, Peter K. C., Yu, Billy T. W. (2011). ISO 9001:2000 implementation in the public sector. TQM Journal 23.1, 59 – 72. Ulya, Munzillah. (2004). Analisa Implementasi ISO/TS 16949:2002 Guna Mencapai Total Quality Manajemen di PT Toyo Seal Indonesia. Jakarta. Tesis MM-FE UI. Walton, Marry. (1986). The Deming management Method. New York. Perigee Books. Whalen, M. J. & Rahim, M. A. (1994). Common barriers to implementation and development of a tqm program. Industrial Management 36.2, 19. Wijaya, Haris P. (2009). Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Penghambat Penerapan Total Quality Management Pada Perusahaan Yang Bersertifikat ISO 9000. Jakarta. Tesis MM – FE UI.
H415 Pearson Correlation ,807(**) 1 ,419(**) ,312(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266
H416 Pearson Correlation ,691(**) ,419(**) 1 ,225(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266
H417 Pearson Correlation ,712(**) ,312(**) ,225(**) 1 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,601
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square 81,008 Df 3 Sig. ,000
Factor Matrix(a)
Factor
1 H415 ,758 H416 ,552 H417 ,410
Extraction Method: Principal Axis Factoring. a 1 factors extracted. 23 iterations required.
88
Lampiran 6. Pengujian SPSS Korelasi
Correlations
Penerapan
TQM Budaya dan
Pegawai Infrastruktur Manajerial Organisasio
nal Pearson Correlation Penerapan TQM 1,000 -,374 -,644 -,633 -,565 Budaya dan Pegawai -,374 1,000 ,490 ,475 ,492 Infrastruktur -,644 ,490 1,000 ,690 ,604 Manajerial -,633 ,475 ,690 1,000 ,629 Organisasional -,565 ,492 ,604 ,629 1,000 Sig. (1-tailed) Penerapan TQM . ,000 ,000 ,000 ,000 Budaya dan Pegawai ,000 . ,000 ,000 ,000 Infrastruktur ,000 ,000 . ,000 ,000 Manajerial ,000 ,000 ,000 . ,000 Organisasional ,000 ,000 ,000 ,000 . N Penerapan TQM 266 266 266 266 266 Budaya dan Pegawai 266 266 266 266 266 Infrastruktur 266 266 266 266 266 Manajerial 266 266 266 266 266 Organisasional 266 266 266 266 266
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,861
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square 607,648 Df 10 Sig. ,000
Component Matrix(a)
Component
1 Penerapan TQM -,804 Budaya dan Pegawai ,680 Infrastruktur ,859 Manajerial ,860 Organisasional ,819
Extraction Method: Principal Component Analysis. a 1 components extracted.
89
Lampiran 7. Pengujian SPSS Regresi Linier Model Summary(b)
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 ,708(a) ,501 ,494 ,71157645 a Predictors: (Constant), Organisasional, Budaya dan Pegawai, Infrastruktur, Manajerial b Dependent Variable: Penerapan TQM Coefficients(a)
BAGIAN SATUIDENTITAS RESPONDEN(Lingkari kode angka sesuai persepsi jawaban anda, jawaban hanya diperbolehkan satu tanda saja)
Jenis kelamin: 1. Pria2. Wanita
Umur : …………. Tahun
Pendidikan : 1. S -2/S - 32. S - 1/Profesi3. D1/D2/D34. SLTA
Jabatan : 1. Eselon II2. Eselon III3. Eselon IV4. Fungsional PFM/Auditor/dll5. Fungsional Umum
Keterlibatan dalam QMS Badan POM :(Lingkari kode angka sesuai persepsi jawaban anda, jawaban boleh lebih dari satu tanda)
1. Managemen Representatif2. Auditor Internal3. Tim PMP RB Badan POM4. Tidak terlibat dalam tim QMS dan RB
BAGIAN DUAKUESIONER PENERAPAN MANAJEMEN KUALITAS TOTAL (TQM) di BIDANG PELAYANAN PUBLIK(Lingkari kode angka sesuai persepsi jawaban anda, jawaban hanya diperbolehkan satu tanda saja)
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju Netral Setuju
Sangat Setuju
1 2 3 4 51 Manajemen puncak Badan POM memiliki
kemampuan untuk membangun, melaksanakan dan memimpin pencapaian visi dan misi yang didorong oleh perubahan kebutuhan. (visionary leadership ).
1 2 3 4 5
2 Manajemen Badan POM berusaha untuk membangun komunikasi dan kerjasama dengan pegawai (internal) dan kerjasama dengan pihak pihak ke tiga dan pelanggan (eksternal). (Internal and external cooperation ).
1 2 3 4 5
3 Badan POM memiliki kemampuan untuk mengenali dan memelihara pengembangan keterampilan, kemampuan dan pengetahuannya. (learning ).
1 2 3 4 5
4 Badan POM memiliki prosedur operasi standar (SOP) dan aturan perilaku yang menekankan pengelolaan proses, atau cara tindakan, bukan hasil (process management ).
1 2 3 4 5
5 Badan POM memiliki kecenderungan untuk melakukan perbaikan yang terus menerus dan melakukan inovasi proses, produk, dan jasa. (continous improvement ).
1 2 3 4 5
6 Manajemen Badan POM berusaha memenuhi kebutuhan pegawai (employee fulfilment ).
1 2 3 4 5
7 Badan POM berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan (customer satisfaction ).
1 2 3 4 5
SURVEI PENERAPAN MANAJEMEN KUALITAS TOTAL (Total Quality Management ) di BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI
Keterangan : Res : Nomor responden H27 : Kurangnya pelatihan bertema kualitas Q1 : Visionary leadership H28 : Tidak adanya penghargaan Q2 : Internal and external cooperation H29 : Tidak mengembangkan pengukuran kualitas Q3 : Learning H210 : Tidak ada keahlian manajemen kualitas Q4 : Process management H311 : Kurangnya komitmen manajemen puncak Q5 : Continous improvement H312 : Tidak adanya visi dan misi Q6 : Employee fulfilment H313 : Tingginya turn over eksekutif kunci Q7 : Customer satisfaction H314 : Kurangnya sifat kepemimpinan H11 : Kesulitan mengubah budaya H415 : Ketidakefektifan komunikasi organisasi H12 : Penolakan terhadap perubahan H416 : Adanya territorialism H13 : Kurang komitmen dan keterlibatan pegawai H417 : Adanya politik organisasi H14 : Ketidakpercayaan pegawai terhadap kualitas H25 : Kurang pengetahuan tentang sistem kualitas H26 : Tidak ada sistem umpan balik pelanggan