Faktor Dominan Kejadian Obesitas Balita Usia 25-59 Bulan di Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji Kota Depok Tahun 2015 Rheta Veda Nugraha, Engkus Kusdinar Achmad, dan Triyanti Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia E-mail: [email protected]Abstrak Pada masa globalisasi muncul masalah gizi ganda terutama banyak terjadi di negara berkembang. Obesitas pada anak akan berdampak signifikan dan komplikasinya akan berlanjut di masa depan. Obesitas pada anak dapat berlanjut menjadi obesitas dewasa dan menyebabkan timbulnya risiko penyakit degeneratif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan terhadap kejadian obesitas balita usia 25-59 bulan di Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji Kota Depok. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode systematic random sampling. Pengumpulan data menggunakan timbangan berat badan digital injak yang telah dikalibrasi dengan Seca, microtoise, dan kuesioner penelitian disertai formulir food recall 24 jam. Uji statistik yang digunakan yaitu uji chi-square untuk analisis bivariat dan uji regresi logistik ganda untuk analisis multivariat. Besar sampel yang dalam penelitian ini adalah 96 balita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 10,4% balita usia 25-59 bulan mengalami obesitas. Variabel yang memiliki hubungan bermakna yaitu ASI eksklusif, waktu pemberian MPASI pertama, durasi pemberian ASI, asupan energi, dan obesitas orangtua. Variabel yang menjadi faktor dominan pada kejadian obesitas balita usia 25-59 bulan di Kelurahan Kukusan adalah obesitas orangtua. Dominant Factor of Childhood Obesity Incidence Aged 25-59 Months in Kukusan Village, Beji, Depok City 2015 Abstract Globalization era has make double burden nutritional problem especially in developing countries. Childhood obesity and its complications have a significant impact and it will continue in the future. Obesity in children can continue into adult obesity and causing the risk of degenerative diseases. The aim was to determine the most dominant factor on the incidence of childhood obesity aged 25-59 months in Kukusan, Beji, Depok. Cross- sectional design was used in this study. Sampling was conducted using systematic random sampling. Collecting data using digital weight scales calibrated with Seca, microtoise, and questionnaire with 24-hour food recall form. The statistical test used is chi-square for bivariate analysis and multiple logistic regressions for multivariate analysis. Total samples were 96 children. Results showed that 10,4% children aged 25-59 months are obese. Variables that significantly related were exclusive breastfeeding, timing of the first complementary foods, breastfeeding duration, energy intake, and parental obesity. Variable which became the dominant factor in childhood obesity incidence aged 25-59 months in Kukusan was parental obesity. Keywords: Children; kukusan; obesity; parental obesity; 25-59 months Pendahuluan Obesitas pada anak akan berdampak signifikan dan komplikasinya akan berlanjut di masa depan. Obesitas sangat terkait dengan berkembangnya penyakit kardiovaskular, Faktor dominan ..., Rheta Veda Nugraha, FKM UI, 2015
15
Embed
Faktor Dominan Kejadian Obesitas Balita Usia 25-59 Bulan ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Faktor Dominan Kejadian Obesitas Balita Usia 25-59 Bulan di Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji Kota Depok Tahun 2015
Rheta Veda Nugraha, Engkus Kusdinar Achmad, dan Triyanti
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Pada masa globalisasi muncul masalah gizi ganda terutama banyak terjadi di negara berkembang. Obesitas pada anak akan berdampak signifikan dan komplikasinya akan berlanjut di masa depan. Obesitas pada anak dapat berlanjut menjadi obesitas dewasa dan menyebabkan timbulnya risiko penyakit degeneratif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan terhadap kejadian obesitas balita usia 25-59 bulan di Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji Kota Depok. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode systematic random sampling. Pengumpulan data menggunakan timbangan berat badan digital injak yang telah dikalibrasi dengan Seca, microtoise, dan kuesioner penelitian disertai formulir food recall 24 jam. Uji statistik yang digunakan yaitu uji chi-square untuk analisis bivariat dan uji regresi logistik ganda untuk analisis multivariat. Besar sampel yang dalam penelitian ini adalah 96 balita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 10,4% balita usia 25-59 bulan mengalami obesitas. Variabel yang memiliki hubungan bermakna yaitu ASI eksklusif, waktu pemberian MPASI pertama, durasi pemberian ASI, asupan energi, dan obesitas orangtua. Variabel yang menjadi faktor dominan pada kejadian obesitas balita usia 25-59 bulan di Kelurahan Kukusan adalah obesitas orangtua.
Dominant Factor of Childhood Obesity Incidence Aged 25-59 Months in Kukusan Village, Beji, Depok City 2015
Abstract
Globalization era has make double burden nutritional problem especially in developing countries. Childhood obesity and its complications have a significant impact and it will continue in the future. Obesity in children can continue into adult obesity and causing the risk of degenerative diseases. The aim was to determine the most dominant factor on the incidence of childhood obesity aged 25-59 months in Kukusan, Beji, Depok. Cross-sectional design was used in this study. Sampling was conducted using systematic random sampling. Collecting data using digital weight scales calibrated with Seca, microtoise, and questionnaire with 24-hour food recall form. The statistical test used is chi-square for bivariate analysis and multiple logistic regressions for multivariate analysis. Total samples were 96 children. Results showed that 10,4% children aged 25-59 months are obese. Variables that significantly related were exclusive breastfeeding, timing of the first complementary foods, breastfeeding duration, energy intake, and parental obesity. Variable which became the dominant factor in childhood obesity incidence aged 25-59 months in Kukusan was parental obesity.
memiliki hubungan yang bermakna secara statistik (p-value < 0,05) dengan obesitas balita.
Tabel 4. Analisis Multivariat Variabel Independen dengan Obesitas Balita Usia 25-59 Bulan di Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji Kota Depok Tahun 2015 (n=96)
Variabel Sig OR
Waktu pemberian MPASI pertama (1) 0,098 31,931 Waktu pemberian MPASI pertama (2) 0,23 4,854 Durasi pemberian ASI (1) 0,183 5,95 Durasi pemberian ASI (2) 0,445 2,497 Asupan energy 0,083 13,414 Durasi tidur 0,194 10,325 Obesitas orangtua (1) 0,05 24,457 Obesitas orangtua (2) 0,011 83,511 Persepsi ibu terhadap obesitas 0,371 2,305
Tabel 4 menerangkan bahwa variabel independen yang berhubungan bermakna
dengan kejadian obesitas balita adalah variabel obesitas orangtua yang keduanya obesitas.
Sedangkan variabel lainnya pada pemodelan dalam Tabel 4 yaitu pemodelan akhir sebagai
variabel konfounding. Selain itu, Tabel 4 juga menunjukkan bahwa variabel obesitas orangtua
merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap obesitas balita.
Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan proporsi obesitas pada balita usia 25-59 bulan sebesar
10,4% menggunakan indikator BB|TB. Hasil penelitian ini lebih kecil bila dibandingkan
dengan prevalensi gemuk pada balita secara nasional yaitu sebesar 11,9% (Kemenkes RI,
2013). Tetapi bila ditelaah, angka 11,9% merupakan kejadian gemuk dengan z-score > +2 SD
dan kejadiannya pada balita secara keseluruhan yaitu dari usia 0-5 tahun sedangkan pada
penelitian ini angka 10,4% merupakan kejadian obesitas dengan z-score > +3 SD yang
kejadiannya pada balita usia 25-59 bulan saja. Masih jarang penelitian mengenai obesitas
pada balita khususnya anak pra sekolah, banyak penelitian mencantumkan status gizi balita
Faktor dominan ..., Rheta Veda Nugraha, FKM UI, 2015
namun kategori overweight dan obesitas digabungkan atau dengan menggunakan indikator
yang berbeda yaitu IMT|U.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif berhubungan
bermakna dengan obesitas balita. Penelitian Saputri (2013) menunjukkan bahwa durasi ASI
eksklusif berhubungan signifikan atau bermakna dengan obesitas pada anak usia 4-5 tahun
berdasarkan IMT|U (p=0,01). Anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berisiko 4,23 kali
untuk mengalami obesitas dibandingkan anak yang mendapatkan ASI eksklusif. Penelitian
tersebut sejalan dengan penelitian ini yang menunjukkan hubungan yang bermakna (p=0,045).
Bayi yang mengonsumsi ASI akan bisa mengatur asupan kalori sesuai dengan kebutuhannya
dan ibu pun percaya bahwa apabila bayi berhenti minum artinya kebutuhan nutrisinya sudah
tercukupi. Sedangkan ibu yang bayinya menyusu dengan botol umumnya kurang yakin ketika
botol susu sudah kosong apakah bayi sudah mendapat asupan nutrisi yang cukup (IDAI,
2013). Peningkatan berat badan akan terjadi lebih cepat pada bayi yang diberi susu botol atau
formula karena orangtua cenderung memaksa bayi menghabiskan yang diberikan.
Hubungan antara waktu pemberian MPASI pertama dengan obesitas balita usia 25-59
bulan secara statistik bermakna untuk pemberian MPASI pada saat anak berusia 16-23
minggu tetapi tidak bermakna untuk pemberian MPASI pada saat anak berusia < 16 minggu.
Penelitian Hediger, et al. (2001) juga menunjukkan hubungan yang bermakna untuk
pemberian MPASI pertama dengan penurunan 0,1% risiko kegemukan pada setiap bulan
penundaan.
Hubungan antara durasi pemberian ASI dengan obesitas balita usia 25-59 bulan secara
statistik signifikan atau bermakna untuk durasi < 6 bulan tetapi tidak bermakna untuk durasi
6-23,9 bulan. Hasil penelitian ini mendukung beberapa penelitian terdahulu seperti Susilowati
(2009) di Indonesia dengan indikator BB|TB dan penelitian Procter & Holcomb (2008) di
Kansas yang menyatakan hasil serupa untuk anak usia 4 tahun. NHS (2014) menyatakan
bahwa semakin lama ibu menyusui bayinya, semakin lama perlindungan berlangsung dan
semakin besar manfaatnya.
Hasil penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang bermakna antara berat lahir
dengan obesitas pada balita usia 25-59 bulan di Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji Kota
Depok. Dilihat dari proporsi kejadian obesitas lebih banyak terjadi pada balita dengan berat
lahir lebih tinggi, semakin tinggi berat lahirnya semakin tinggi pula proporsi kejadian
obesitas. Hal ini sejalan dengan penelitian Ningsih (2012) yang menemukan hubungan tidak
bermakna antara berat lahir dengan obesitas balita usia 6-59 bulan di Jakarta meskipun dalam
penelitiannya diungkapkan bahwa proporsi obesitas lebih banyak pada balita dengan berat
Faktor dominan ..., Rheta Veda Nugraha, FKM UI, 2015
lahir rendah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Armstrong & Reilly (2002) dan
Simon, et al. (2008) yang menerangkan bahwa semakin tinggi berat lahir maka risiko untuk
menjadi obesitas saat balita menjadi lebih besar.
Parsons (1999) menyatakan bahwa bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) akan berisiko mengalami obesitas di kemudian hari akibat janin yang kekurangan
makanan pada masa kandungan akan tumbuh menjadi individu yang dapat mengatur tubuh
untuk menyimpan lemak lebih banyak dan menggunakannya dengan lebih hemat dibanding
bayi dengan berat lahir normal. Bayi dengan BBLR ini akan menjadi obesitas apabila
diberikan penanganan yang salah yaitu bayi diberi asupan energi tinggi untuk mengejar
ketertinggalan pertumbuhan. Pada penelitian ini, tidak terdapat balita yang mengalami BBLR
saat kelahirannya dan distribusi berat lahirnya cenderung homogen dengan kesemuanya
berada dalam berat lahir normal yaitu 2500-4000 gram.
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang bermakna antara asupan energi
dengan obesitas pada balita usia 25-59 bulan di Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji Kota
Depok. Asupan makanan dan energi yang dihabiskan untuk aktivitas merupakan satu-satunya
komponen yang menentukan energi intake dan energi expenditure (Sherry & Dietz, 2004).
Asupan yang melebihi AKG berpotensi menyebabkan obesitas apalagi jika anak jarang
melakukan aktivitas fisik. Menurut Behrman, et al. (1999), simpanan lemak tubuh bertambah
saat masukan energi melebihi pengeluaran, keadaan ini biasa terjadi bila ada keseimbangan
energi positif dalam waktu yang lama.
Analisis uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara
durasi menonton televisi ≤ 1 jam, 1,1-3,9 jam, dan ≥ 4 jam dengan obesitas pada balita usia
25-59 bulan di Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji Kota Depok. Pola aktivitas yang minim
berperan besar dalam peningkatan risiko obesitas pada anak. Obesitas akan lebih mudah
diderita oleh anak yang kurang beraktivitas fisik maupun olahraga karena jumlah kalori yang
dibakar lebih sedikit dibandingkan kalori yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi
sehingga berpotensi menimbulkan penimbunan lemak berlebih dalam tubuh (Wahyu, 2009).
Kebiasaan menghabiskan waktu untuk menonton televisi dalam rentang atau durasi
waktu yang lama menjadi salah satu penyebab minimnya aktivitas fisik pada anak. Terlebih
bila anak menonton televisi didampingi dengan makanan camilan, hal ini akan menyebabkan
kecenderungan anak menjadi obesitas lebih besar karena anak tidak bisa mengontrol jumlah
makanan yang masuk (Soetjiningsih, 1995). Menonton televisi dalam waktu yang lama
membuat tubuh tidak banyak bergerak sehingga menurunkan metabolisme (Kurniawati,
2014). Penelitian di Kelurahan Kukusan ini mempunyai sebaran data cenderung homogen
Faktor dominan ..., Rheta Veda Nugraha, FKM UI, 2015
pada rentang 2-4 jam/hari, hanya sedikit yang kurang atau lebih dari angka tersebut sehingga
hasilnya menunjukkan tidak bermakna.
Hasil uji statistik pada penelitian ini memperlihatkan bahwa durasi tidur tidak
memiliki hubungan yang bermakna dengan obesitas balita usia 25-59 bulan di Kelurahan
Kukusan Kecamatan Beji Kota Depok, hal ini sejalan dengan Kaufman-Shriqui, et al. (2012).
Kurang tidur menyebabkan gangguan metabolisme dan endokrin (peningkatan kadar ghrelin
dan penurunan leptin) sehingga meningkatkan nafsu makan, intake makanan, dan berikut
peningkatan berat badan (Van Cauter, et al., 2008). Hubungan tidak bermakna dapat
disebabkan oleh jumlah sampel yang sedikit sehingga variasi data juga kurang atau data
cenderung homogen.
Hasil uji statistik pada penelitian ini memperlihatkan bahwa obesitas orangtua baik
salah satu maupun keduanya memiliki hubungan yang bermakna dengan obesitas balita usia
25-59 bulan di Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji Kota Depok. Hal ini sesuai dengan
Soetjiningsih (1995) yang menjelaskan bahwa kecenderungan menjadi gemuk akibat salah
satu orangtua obesitas membuat anak mempunyai risiko 40% lebih tinggi menjadi obesitas
dan menjadi lebih tinggi yaitu 80% apabila kedua orangtua obesitas.
Safer, et al. (2001) memaparkan pula bahwa kemungkinan menjadi obesitas lebih
tinggi pada anak-anak yang mempunyai orangtua obesitas dibandingkan dengan yang
mempunyai orangtua kurus dan akan lebih tinggi apabila kedua orangtuanya obesitas. Sama
halnya dengan penelitian oleh Zurriaga, et al. (2011) bahwa dibandingkan dengan anak yang
orangtuanya memiliki status gizi normal, anak yang mempunyai ayah atau ibu obesitas lebih
tinggi risikonya dan semakin tinggi pada anak yang kedua orangtuanya obesitas.
McKnight (2006) memaparkan bahwa dilihat dari tingkat kesesuaian IMT, apabila
pada saudara dengan kelebihan jumlah kalori, mereka akan cenderung memproses kalori
dengan cara yang sama. Sementara itu, keterlibatan faktor genetik dalam meningkatkan risiko
obesitas diketahui berdasarkan adanya perbedaan kecepatan metabolisme tubuh antar individu
di mana individu dengan kecepatan metabolisme lambat memiliki risiko lebih besar menjadi
obesitas melibatkan beberapa gen dan latar belakang ras (Wahyu, 2009).
Russo, et al. (2011) menyatakan bahwa obesitas merupakan penyakit kompleks yang
dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan serta interaksi antara keduanya. Obesitas merupakan
interaksi antara kecenderungan genetik ke arah penyimpangan energi efisien dan perubahan
dari lingkungan obesogenic kepada tersedianya makanan dan sedentary behavior yang
merupakan lingkungan modern. Kecenderungan genetik ini dideskripsikan sebagai maladaptif
yang meningkatkan kecenderungan individu untuk obesitas dan gangguan metabolisme.
Faktor dominan ..., Rheta Veda Nugraha, FKM UI, 2015
Terdapat varian genetik tertentu dengan penyimpanan efisien dan pemanfaatan penyimpanan
energi saat lapar tetapi kondisi sekarang ini dari ketersediaan pangan yang meningkat dan
berkurangnya aktivitas fisik, varian genetik ini berisiko lebih besar mengalami gangguan
metabolik dan akhirnya terjadi akumulasi lemak tubuh.
Hasil uji statistik pada penelitian ini memperlihatkan bahwa persepsi ibu terhadap
obesitas tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan obesitas balita usia 25-59 bulan di
Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji Kota Depok. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
oleh Guevara-Cruz, et al. (2012) yang menunjukkan hubungan tidak bermakna antara persepsi
ibu dengan obesitas balita. Kesalahan persepsi ibu dapat mencerminkan kegagalan ibu untuk
mengenali bahwa anak mereka mengalami obesitas, keengganan ibu untuk mengakui bahwa
anaknya obesitas, atau kurangnya pemahaman ibu tentang obesitas itu sendiri. Evaluasi
terhadap persepsi ibu akan mendukung intervensi dini dalam kebiasaan makan anak sehingga
obesitas dapat dicegah.
Pada penelitian ini, balita dengan kedua orangtua obesitas berisiko paling besar
untuk mengalami obesitas pada usia 25-59 bulan setelah dikontrol oleh variabel independen
lainnya. Menurut hasil penelitian Hajian-Tilaki & Heidari (2013) peningkatan usia dan
obesitas orangtua adalah faktor yang paling dominan memengaruhi obesitas pada anak usia 2-
5 tahun. Penelitian ini menyebutkan pencegahan obesitas berbasis keluarga menjadi cara yang
paling efektif untuk menurunkan prevalensi obesitas balita. Orangtua memengaruhi kebiasaan
makan anak dan praktek pemberian makan, hal ini berhubungan dengan berat badan anak.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Zurriaga, et al. (2011) yang menyebutkan
obesitas orangtua sebagai faktor dominan pada kejadian obesitas pada anak usia 2-14 tahun di
Spanyol. Penelitian tersebut menyatakan bahwa banyak studi yang menunjukkan pentingnya
obesitas orangtua sebagai faktor risiko obesitas pada anak. Hal ini disebabkan selain karena
faktor genetik, anggota keluarga berbagi faktor risiko perilaku termasuk di dalamnya asupan
energi dan lemak, pemilihan makanan, dan aktivitas fisik yang mana memengaruhi berat
badan anak.
Pemilihan makanan untuk balita tergantung pada orangtuanya khususnya ibu. Hal ini
merupakan faktor lingkungan yang mendukung faktor genetik yang memang sudah
diturunkan pada anak termasuk kebiasaan makan orangtua, jenis makanan yang dikonsumsi,
frekuensi makan, dan lain-lain. Seidell & Visscher (2005) menyatakan bahwa asupan lemak
tinggi akan menyebabkan akumulasi lemak yang disimpan dalam tubuh dan faktor genetik
berperan dalam respon tubuh untuk menyimpan lemak.
Faktor dominan ..., Rheta Veda Nugraha, FKM UI, 2015
Kesimpulan Didapatkan prevalensi obesitas sebesar 10,4% pada subjek penelitian berdasarkan
kriteria BB|TB dengan adanya perbedaan bermakna menurut ASI eksklusif, waktu pemberian
MPASI pertama, durasi pemberian ASI, asupan energi, dan obesitas orangtua. Diketahui
bahwa obesitas orangtua merupakan faktor dominan terhadap kejadian obesitas pada balita
usia 25-59 bulan di Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji Kota Depok tahun 2015.
Saran Pemerintah Dinas Kesehatan Kota Depok khususnya bidang gizi perlu mulai
memerhatikan pencegahan terhadap obesitas balita selain penanganan terhadap balita gizi
buruk. Pada tahap awal, perlu penempatan tenaga gizi dengan latar belakang pendidikan yang
sesuai di Puskesmas, baik petugas di Puskesmas maupun petugas lapangan. Diperlukan
petugas lapangan sebagai penanggungjawab posyandu yang setiap bulannya mengontrol
kegiatan posyandu serta dilakukan pelatihan kader rutin. Dinkes Kota Depok dapat
mengintegrasikan program pemantauan IMT di posyandu secara rutin pada masyarakat umum
utamanya pada orangtua balita. Program pemberdayaan masyarakat seperti kelompok
pendukung ASI (KPASI) perlu dioptimalkan, selain itu adanya pos gizi tidak hanya dilakukan
untuk penanganan gizi buruk tetapi mulai digunakan sebagai penanganan obesitas dan mulai
diadakan pada tiap kelurahan misalnya dengan mengajarkan ibu untuk membuat MPASI yang
sesuai kebutuhan balita.
Setelah ini dapat dilakukan penelitian yang serupa didukung dengan desain penelitian
yang dapat menjelaskan sebab akibat atau penelitian case-control maupun penelitian serupa
dengan jumlah sampel yang lebih besar. Perlu juga diteliti mengenai asupan makan orangtua
sehingga diketahui pula hubungan pola makan orangtua dengan obesitas balita tidak hanya
sekedar status gizinya serta perlu diketahui aktivitas fisik yang biasa dilakukan balita juga
interaksinya dengan asupan energi balita.
Daftar Referensi Armstrong, J., & Reilly, J. J. (2002). Breastfeeding and lowering risk of childhood obesity.
Lancet, 359, 2003-2004.
Behrman, R. E., et al. (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.1 (15th ed.). Jakarta: EGC.
Faktor dominan ..., Rheta Veda Nugraha, FKM UI, 2015
Brophy, S., et al. (2009). Risk factors for childhood obesity at age 5: Analysis of the
Millennium Cohort Study. BMC Public Health, 9(467).
Etelson, D., et al. (2003). Childhood obesity: Do parents recognize this health risk?. Obesity
Research, 11, 1362-1368.
Flynn, J. (2013). The changing face of pediatric hypertension in the era of the childhood
obesity epidemic. Pediatr Nephrol, 28, 1059-1066.
Guevara-Cruz, M., et al. (2012). Association Between Maternal Perceptions and Actual
Nutritional Status for Children in a Study Group in Mexico. Nutr Hosp, 27(1), 209-
212.
Haines, J., et al. (2013). Healthy habits happy homes: randmized trial to improve household
routines for obesity prevention among preschool-aged children. JAMA Pediatr, 167,
1072-1079.
Hajian-Tilaki, K., & Heidari, B. (2013). Childhood Obesity, Overweight, Socio-Demographic
and Life Style Determinants among Preschool Children in Babol, Northern Iran.
Iranian J Publ Health, 42(11), 1283-1291.
Hediger, M. L., et al. (2001). Association Between Infant Breastfeeding and Overweight in
Young Children. JAMA, 285(19), 2453-2460.
Hendarto, A. (2013). Ikatan Dokter Anak Indonesia. Retrieved Maret 17, 2015, from