FAKTA KEBENARAN KORBAN TRAGEDI PERISTIWA 65 Disusun bersama dan diterbitkan oleh LPR-KROB, LPKP 65, Pakorba KATA PENGANTAR Uraian singkat ini disusun dengan maksud untuk mensosialisasikan kebenaran peristiwa sejarah yang terjadi pada tahun 1948 dan tahun 1965 yang dikenal dengan Provokasi Madiun dan Tragedi September 1965, yang oleh Orde Baru dan kroni-kroninya selalu digembar-gemborkan sebagai pemberontakan (makar) PKI sebagaimana yang terjadi pada tahun 1926. Memang pada tahun 1926 PKI memimpin pemberontakan tetapi melawan kaum penjajah Belanda, sehingga membuka wacana perjuangan baru untuk menuntut kemerdekaan, persamaan hak dan berbaikan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia terutama kepada kaum buruh dan tani serta rakyat umumnya, dan untuk itu ribuan kaum komunis ditangkap, disiksa, ditahan dan bahkan dibuang ke Digul Atas (Merauke), sebuah perjuangan, pengorbanan yang tidak sedikit andilnya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Provokasi Madiun dan Tragedi 1965 adalah rekayasa jahat yang berbeda dengan pemberontakan ‟26, karena tahun 1926 adalah gerakan revolusioner rakyat Indonesia melawan kapitalis kolonialis Belanda yang menguasai tanah air di bidang politik, ekonomi, sosial & budaya, sedangkan Peristiwa 1948 dan 1965 adalah gerakan kontra revolusi antek-antek kolonialis, imperialis yang didalangi oleh majikan mereka yaitu neokolonialis Amerika Serikat. Untuk mendapatkan kekuasaan dan mempertahankan antek-antek kolonialis/imperialisme dengan membabi-buta, membelokkan persepsi sejarah, mengelabui pandangan rakyat luas, mengkhianati kebenaran, dengan tutup mata tutup telinga mengatakan “pokoknya PKI berontak”. Peristiwa 65 yang diikuti dengan penangkapan, penyiksaan, penahanan, pembantaian massal maupun perampasan hak-hak korban maupun keturunannya adalah bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, hukum internasional maupun nilai-nilai ajaran agama di dunia yang beradab ini.
23
Embed
FAKTA KEBENARAN KORBAN TRAGEDI PERISTIWA 65gelora45.com/news/G30S-FaktaKebenaran.pdfsehingga timbul ketidakpuasan yang luas terutama karena ada rencana dari Hatta untuk merasionalisasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
FAKTA KEBENARAN KORBAN TRAGEDI PERISTIWA 65
Disusun bersama dan diterbitkan
oleh LPR-KROB, LPKP 65, Pakorba
KATA PENGANTAR
Uraian singkat ini disusun dengan maksud untuk mensosialisasikan kebenaran
peristiwa sejarah yang terjadi pada tahun 1948 dan tahun 1965 yang dikenal
dengan Provokasi Madiun dan Tragedi September 1965, yang oleh Orde Baru
dan kroni-kroninya selalu digembar-gemborkan sebagai pemberontakan (makar)
PKI sebagaimana yang terjadi pada tahun 1926.
Memang pada tahun 1926 PKI memimpin pemberontakan tetapi melawan kaum
penjajah Belanda, sehingga membuka wacana perjuangan baru untuk menuntut
kemerdekaan, persamaan hak dan berbaikan kesejahteraan bagi bangsa
Indonesia terutama kepada kaum buruh dan tani serta rakyat umumnya, dan
untuk itu ribuan kaum komunis ditangkap, disiksa, ditahan dan bahkan dibuang
ke Digul Atas (Merauke), sebuah perjuangan, pengorbanan yang tidak sedikit
andilnya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Provokasi Madiun dan Tragedi 1965 adalah rekayasa jahat yang berbeda
dengan pemberontakan ‟26, karena tahun 1926 adalah gerakan revolusioner
rakyat Indonesia melawan kapitalis kolonialis Belanda yang menguasai tanah air
di bidang politik, ekonomi, sosial & budaya, sedangkan Peristiwa 1948 dan 1965
adalah gerakan kontra revolusi antek-antek kolonialis, imperialis yang didalangi
oleh majikan mereka yaitu neokolonialis Amerika Serikat.
Untuk mendapatkan kekuasaan dan mempertahankan antek-antek
kolonialis/imperialisme dengan membabi-buta, membelokkan persepsi sejarah,
mengelabui pandangan rakyat luas, mengkhianati kebenaran, dengan tutup mata
tutup telinga mengatakan “pokoknya PKI berontak”. Peristiwa 65 yang diikuti
dengan penangkapan, penyiksaan, penahanan, pembantaian massal maupun
perampasan hak-hak korban maupun keturunannya adalah bertentangan dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, hukum internasional
maupun nilai-nilai ajaran agama di dunia yang beradab ini.
Buku Ringkasan Fakta Kebenaran Korban Tragedi Peristiwa 65 ini disusun
berdasarkan:
- Buku-buku dari penulis yang telah ada lebih dahulu,
- Pengalaman dari para korban dan pelaku sejarah,
- Dokumen-dokumen CIA yang telah dibuka untuk umum,
- Dan sumber-sumber lain yang terpercaya
Apabila ingin mendalami lebih mendetail lagi dipersilahkan membaca atau
mencari sumber-sumber lain yang lebih detail namun harus dapat terpercaya
kebenarannya.
Karena itu ringkasan sejarah ‟48, ‟65 ini merupakan salah satu langkah positif
untuk membuka pandangan umum, mengenal dan mengetahui hakekat kebenaran
tentang peristiwa tersebut.
Sumaun Utomo
Ketuan Umum DPP LPRKROB
1. INDONESIA JAMRUD KHATULISTIWA
Indonesia yang demikian luas dengan kekayaan alam yang melimpah merupakan
sasaran yang sangat menarik bagi negara-negara maju untuk bisa
memanfaatkan kekayaan Indonesia, di samping juga memiliki jumlah penduduk
yang demikian banyak sehingga sangat potensial sebagai tenaga kerja yang
murah baik dalam proses produksi maupun sebagai tenaga cadangan diwaktu
perang, di samping sebagai pasar yang potensial bagi hasil-hasil industri
negara-negara maju. Karena kelemahan bangsa Indonesia sendirilah akhirnya
menjadi jajahan bangsa lain (Belanda, Jepang dan lainnya).
2. INDONESIA DI TENGAH PERANG DINGIN
Setelah Perang Dunia II berakhir dan Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya, terjadilah era perang dingin antara blok Barat (kapitalis) dan
blok Timur (sosialis) yang sebenarnya berlanjut sampai era saat ini (tahun 2005)
dengan kadar yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan situasinya. Era
perang dingin ini sangat mempengaruhi rakyat Indonesia, sehingga secara garis
besar rakyat Indonesia juga terbelah dua, yaitu yang setuju dengan paham
kapitalis (golongan kanan) dan yang setuju dengan paham sosialis (golongan
kiri).
Kondisi ini diketahui benar oleh negara-negara maju sehingga mereka
berlomba-lomba menanamkan pengaruhnya di Indonesia, terutama
negara-negara kapitalis sesuai dengan kepentingan negaranya masing-masing.
3. PERISTIWA MADIUN 1948 (KONSPIRASI POLITIK KAUM KOLONIALIS
/ IMPERIALIS MELIKUIDASI RI)
Pada tanggal 29 Januari 1948 Kabinet Hatta dibentuk dengan programnya:
Melaksanakan hasil persetujuan Renville.
Mempercepat terbentuknya Negara Indonesia Serikat (berserikat juga
dengan Belanda)
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang RI (RERA)
Pembangunan.
Pemerintahan Hatta inilah yang dinilai oleh kaum kiri sebagai pemerintahan
yang paling tunduk dan akan menyerahkan kedaulatan RI kepada Belanda,
sehingga timbul ketidakpuasan yang luas terutama karena ada rencana dari
Hatta untuk merasionalisasi TNI kemudian membentuk tentara federal
bekerjasama dengan Belanda.
- Mulai bulan Februari 1948 Kolonel A.H. Nasution bersama Divisi Siliwangi
hijrah dari Jawa Barat menuju Yogyakarta sebagai pelaksanaan dari
perjanjian Renville kemudian ditempatkan tersebar di wilayah Jawa Tengah
dan sebagian Jawa Timur khususnya di daerah yang kekuatan kaum kirinya
cukup kuat seperti di Solo dan Madiun yang dimaksudkan untuk persiapan
membersihkan kaum kiri tersebut. Pasukan Siliwangi tersebut segera
menjadi pasukan elite pemerintah Hatta dengan kelengkapan tempur yang
lebih baik sehingga timbul iri hati pada pasukan di luar Divisi Siliwangi.
- Pada bulan April 1948 terjadi demonstrasi terutama dari pelajar di Jawa
Timur menentang Rasionalisasi dan Rekonstruksi.
- Pada bulan Mei 1948 di Solo tentara Divisi Panembahan Senopati melakukan
demonstrasi menentang RERA.
- Pada tanggal 2 Juli 1948 komandan Divisi Panembahan Senopati Kolonel
Sutarto dibunuh oleh tembakan senjata api orang tak dikenal, kemudian
diikuti dengan penculikan dan pembunuhan terhadap beberapa orang kiri
antara lain Slamet Widjaya dan Pardio serta beberapa perwira dari Divisi
Panembahan Senopati a.l. Mayor Esmara Sugeng, Kapten Sutarto, Kapten
Suradi, Kapten Supardi dan Kapten Mudjono diduga kuat dilakukan oleh
Divisi Siliwangi sebagai kepanjangan tangan pemerintahan Hatta, walaupun
kemudian pembunuh Kolonel Sutarto ditangkap tetapi pemerintah tidak
mengadilinya bahkan oleh Jaksa Agung ketika itu malahan dibebaskan
dengan alasan tidak dapat dituntut secara hukum (yuridisch
staatsrechtelijk).
- Penculikan dan pembunuhan ini terus berlanjut terhadap orang-orang kiri
maupun anggota Divisi Panembahan Senopati sehingga menimbulkan
keresahan dan suasana saling curiga-mencurigai dan ketegangan tinggi.
- Pada tanggal 21 Juli 1948 diadakan pertemuan rahasia di Sarangan Jawa
Timur antara Amerika Serikat yang diwakili oleh Gerard Hopkins (penasihat
urusan politik luar negeri) dan Merle Cochran (Wakil AS di Komisi
Jasa-Jasa Baik PBB) dengan 5 orang Indonesia yaitu: Wakil Presiden Moh.
Hatta, Natsir, Sukiman, R.S. Sukamto (Kapolri) dan Mohammad Rum yang
menghasilkan rencana kompromi berupa likuidasi bidang ekonomi, politik
luar negeri, UUD 45 dan juga Rekonstruksi dan Rasionalisasi (RERA) di
bidang Angkatan Perang dengan menyingkirkan orang-orang (pasukan) yang
dicap sebagai golongan kiri/merah, dan ini terkenal dengan Red Drive
Proposal atau usulan pembasmian kaum kiri.
- Pada tanggal 13 September 1948 terjadilah pertempuran antara Divisi
Panembahan Senopati dibantu ALRI melawan Divisi Siliwangi yang diperkuat
pasukan-pasukan lain yang didatangkan ke Solo oleh pemerintah Hatta.
- Pada tanggal 15 September 1948 dilakukan gencatan senjata yang
disaksikan juga oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman, petinggi-petinggi
militer RI dan juga Residen Sudiro. Divisi Panembahan Senopati mentaati
gencatan sejata namun lawan terus melakukan aksi-aksi yang agresif dan
destruktif.
- Sementara itu sebagian anggota Politbiro CC PKI yang tinggal di Yogyakarta
memutuskan untuk berusaha keras agar pertempuran di Solo dilokalisasi
dan mengutus Suripno untuk menyampaikan hal tersebut kepada Muso, Amir
Syarifudin dan lain-lain yang sedang keliling Jawa. Rombongan Muso
menyetujui putusan tersebut. Jadi dalam hal ini kebijaksanaan PKI sesuai
atau sejalan dan menunjang kebijakan Panglima Besar Jenderal Soedirman.
- Sementara itu penculikan-penculikan dan pembunuhan terhadap
orang-orang dan personil militer golongan kiri semakin mengganas dengan
puncaknya pada tanggal 16 September 1948 markas Pemuda Sosialis
Indonesia (Pesindo) di Jalan Singosaren Solo diserbu dan diduduki oleh kaki
tangan Hatta (Siliwangi) sehingga pertempuran Solo semakin menghebat.
- Aksi pembersihan orang-orang kiri ini tidak hanya terjadi di Solo tetapi
meluas ke Madiun dan daerah lainnya dan hasil RERA ini TNI yang tadinya
berkekuatan 400.000 hanya tinggal 57.000. Sementara itu ancaman
Belanda masih di depan mata terbukti kemudian dengan Agresi Militer
Belanda ke II.
MADIUN
- Oleh pemerintah Hatta didatangkanlah ke Madiun pasukan-pasukan
Siliwangi yang langsung menduduki beberapa pabrik gula, mengadakan
latihan-latihan militer serta menindas para buruh pabrik gula dengan
membunuh seorang anggota Serikat Buruh Gula bernama Wiro Sudarmo
serta melakukan pemukulan-pemukulan dan intimidasi terhadap para buruh.
Penempatan pasukan ini tidak dilaporkan kepada komandan Teritorial
Militer setempat sehingga menimbulkan ketegangan dan kemudian kesatuan
militer setempat yaitu Brigade 29 atas persetujuan Komandan Teritorial
Militer setempat bergerak melucuti pasukan Siliwangi.
- Dalam keadaan panas, kacau dan tak terkendali itu, karena Residen Madiun
tidak ada di tempat dan Walikota sakit, maka pada tanggal 19 September
1948 Front Demokrasi Rakyat (FDR) mengambil prakarsa untuk mengangkat
Wakil Walikota Madiun Supardi sebagai pejabat residen sementara dan
pengangkatan ini telah disetujui baik oleh pembesar-pembesar sipil maupun
militer dan dilaporkan ke pemerintah pusat di Yogyakarta serta dimintakan
petunjuk lebih lanjut. Peristiwa inilah yang mengawali apa yang disebut
sebagai “Peristiwa Madiun”.
- Pada tanggal 19 September 1948 malam hari pemerintah Hatta menuduh
telah terjadi “Pemberontakan PKI” sehingga dikerahkanlah kekuatan
bersenjata oleh Hatta untuk menumpas dan menimbulkan konflik horisontal
dengan korban ribuan orang terbunuh, baik golongan kiri, tentara maupun
rakyat golongan lain.
- Pada tanggal 14 Desember 1948 sebelas orang pemimpin dan anggota PKI
dibunuh di Dukuh Ngalihan Kelurahan Halung Kabupaten Karanganyar
Karesidenan Surakarta pada jam 23.30 yaitu: 1. Amir Syarifudin, 2. Suripno,