PRAKTIKUM III TES FUNGSI PENDENGARAN DENGAN GARPU TALA Tujuan Praktikum Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat : 1. Mendemonstrasikan cara untuk melakukan tes pendengaran yang benar. 2. Memahami hasil interprestasi dari hasil percobaaan dari tes pendengaran yang didapat. Alat-alat yang diperlukan: Garpu tala Teori Dasar a. Test Rinne Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes rinne, yaitu : Garputala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya. Garputala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang. Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PRAKTIKUM III
TES FUNGSI PENDENGARAN DENGAN GARPU TALA
Tujuan Praktikum Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat :
1. Mendemonstrasikan cara untuk melakukan tes pendengaran yang benar.2. Memahami hasil interprestasi dari hasil percobaaan dari tes pendengaran yang didapat.
Alat-alat yang diperlukan: Garpu tala
Teori Dasar
a. Test RinneTujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes rinne, yaitu : Garputala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya. Garputala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.
Test WeberTujuan melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani missal: otitis
media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan. Test Swabach
Bertujuan untuk membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus. Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.
Tabel 1. Membedakan Tuli konduktif dan Tuli Sensorineural pada Tes Garputala
Rinne Webber Schwabach
Metode Meletakkan garpu tala yang bergetar di prosesus mastoid hingga subjek tidak mendengar lalu di dipindahkan ke depan telinga
Meletakkan garpu tala yang bergetar pada dahi
Konduksi tulang pasien dibandingkan dengan pemeriksa (normal).
Normal Mendengar vibrasi di udara setelah konduksi tulang selesai.
Mendengar sama pada kedua telinga.
Sama panjang antara pemeriksa dan pasien.
Tuli Konduktif Vibrasi di udara tidak terdengar setelah konduksi di tulang selesai.
Suara terdengar pada telinga sakit karena tidak adanya masking effect pada sisi yang sakit.
Konduksi tulang lebih baik dibandingkan normal (defek konduksi meniadakan masking effect).
Tuli Sensorineural
Vibrasi pada udara terdengar setelah konduksi tulang selesai, sepanjang tuli sarafnya parsial.
Suara terdengar pada telinga normal.
Konduksi tulang lebih buruk dibandingkan normal.
Hasil pemeriksaan
Pemeriksaan Fungsi Pendengaran dengan Garputala
Nama OP Usia Hasil Pemeriksaan Interpretasi
Rinne Weber Schwabach
Aulia Shabrina 20 Positif tidak ada sama dengan Normal
tahun lateralisasi pemeriksa
Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan pada kedua o.p, maka didapatkan interpretasi hasil normal. Hal ini menunjukan tidak adanya kelainan pendengaran pada kedua o.p.
PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN
1. PENDENGARAN
Tujuan PraktikumPada akhir latihan ini, mahasiswa harus dapat:
1. Mengukur ketajaman pendengaran dengan menggunakan audiometri (pemeriksaan audiometri).
2. Membuat kesimpulan mengenai “hearing loss” dari hasil pemeriksaan audiometri sehingga dapat menetapkan apakah pendengaran orang percobaan dalam batas-batas normal atau tidak.
Alat-alat yang diperlukan :
1. Audiometer merek ADC. Lengkap dengan telepon telinga dan formulir.2. Penala berfrekuensi 256:3. Kapas untuk menyumbat telinga.
Teori Dasar
Pemeriksaan audiometri Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerophon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.a. Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :*Audiometri nada murni
Suatu sistem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500,
1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni.
berat>70-90 Kehilangan pendengaran berat>90 Kehilangan pendengaran berat
sekali
*Audiometri tuturAudiometri tutur adalah sistem uji pendengaran yang menggunakan kata-
kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mengukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk menebaknya. Pemeriksa mencatatat presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas.
Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
a) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
b) Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT.
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian.
b. Manfaat audiometriUntuk kedokteran klinik (khususnya penyakit telinga), untuk kedokteran klinik (kehakiman, tuntutan ganti rugi), untuk kedokteran klinik pencegahan, deteksi ketulian pada anak-anak
Keterangan teknis mengenai audiometer.P.VI. 4. 1 Apa guna audiometer dan bagaimana cara kerjanya? Audiometer adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometer, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendengaran. Untuk mendapatkan tingkat pendengaran dengan cara merekam respon dari pasien setelah memberikan pasien tersebut rangsangan auditory dengan berbagai intensitas level.
Pada bagian muka audiometer ADC terdapat berbagai tombol dan skala (lihat gambar) yang berungsi sebagai berikut :Tombol1 (T) : tombol utama (gunanya untuk menghidupkan atau mematikan ala1).Tombol2 (T2) : tombol frekuensi nadaDengan menggunakan T2 ini kita memilih frekuensi nada yang dapat dibangkitkan oleh ala1. Frekuensi tersebut dapat dibaca pada skala (82) yang dinyatakan dalam satuan hertz.
P-VIA. 2 Apa yang dimaksud dengan frekuensi hertz? hertz merupakan satuan frekuensi yang menandakan banyakanya suatu gelombang dalam 1 detik.
Tombol 3 (T3) : tombol kekuatan nada.Dengan tombol ini kita dapat mengatur kekuatan nada, kekuatan nada dapat dibaca pada skala (5) yang dinyatakan dalam decibel.
P-VI.3 Apa yang dimaksud dengan satuan decibel? Desibel (dB) adalah satuan untuk mengukur intensitas suara. Satu desibel ekuvalen dengan sepersepuluh Bel. Huruf "B" pada dB ditulis dengan huruf besar karena merupakan bagian dari nama penemunya, yaitu Bell.Desibel juga merupakan sebuah unit logaritmis untuk mendeskripsikan suatu rasio. Rasio tersebut dapat berupa daya (power), tekanan suara (sound pressure), tegangan atau voltasi (voltage), intensitas (intencity), atau hal-hal lainnya. Terkadang. dB juga dapat dihubungkan dengan Phon dan Sone (satuan yang berhubungan dengan kekerasan suara).
Tombol4 (T4) : tombol pemilih telepon telinga bila tombol ini menunjukan ke “B”, berarti nada yang dihantarkan ketelepon berwarnahitam (black). Bila tombol menunjukan ke “G” yang bekerja hanya telepon kalbu (Grey).Tombol 5 (T5) : tombol penghubung nada. Dengan memutar tombol ini kekiri, nada akan terdengar ditelepon bila tombol dilepas, nada tidak terdengar lagi.
P-VIA. Apa yang dimaksud pemutus nada pemeriksaan? maksud pemutusan nada pada pemeriksaan adalah melepas tombol sehingga nada tidak terdengar lagi untuk menguji apakah o.p benar-benar mendengar atau hanya pura-pura mendengar.
Tata Kerja1. Pemeriksaan menyiapkan alat sebagai berikut:
a. putar tombol utama (T1) pada “Off”.b. putar tombol frekuensi nada (T2) pada 125.c. putar tombol kekuatan nada (T3) pada -10dp.
P-VIA. 5 Apa arti fisikologis intensitas 0 dp pada alat ? 0 db sama dengan tingkat tekanan yang mengakibatkan gerakan molekul udara dalam keadaan udara diam, yang hanya dapat terdeteksi dengan menggunakan instrumen fisika, dan tidak akan terdengar oleh telinga manusia.
Oleh karena itu, di dalam audiologi ditetapkan tingkat 0 yang berbeda, yang disebut 0 dB klinis atau 0 audiometrik. Nol inilah yang tertera dalam audiogram, yang merupakan grafik tingkat ketunarunguan. Nol audiometrik adalah tingkat intensitas bunyi terendah yang dapat terdeteksi oleh telinga orang rata-rata dengan telinga yang sehat pada frekuensi 1000 Hz.
2. Hubungan audiometer dengan sumbu listrik (125V) dan putar T1 ke “ON”, 51 dan 52 akan menyala, bila tidak demikian halnya laporkan pada supervisior.3. Suruhlah orang percobaan duduk membelakangi audiometer dan pasanglah telepon pada telinganya sehingga telepon “Black” ditelinga kiri.4. Berikan petunjuk pada orang percobaan untuk mengacungkan tangannya ke atas pada saat mulai dan selama ia mendengar nada melalui salah satu telepon, dan menurunkan tangannya pada saat nada mulai tidak terdengar lagi.5. Tunggulah 2 menit lagi untuk “memanaskan” alat.6. Putarlah T5 ke kiri dan pertahankanlah selama pemeriksaan.7. Putarlah tombol kekuatan T3 perlahan-lahan searah dengan jarum jam sampai orang percobaan mengacungkan tangannya keatas.8. Teruskanlah memutarkan tombol tersebut sebesar 10 db dan kemudian putarlah tombol T3 tersebut perlahan-lahan berlawanan dengan jarum jam sampai orang percobaan menurunkan tangannya. Catatlah angka db pada saat itu.9. Ulangilah tindakan 7 dan 8 dua kali lagi dan ambillah angka terkecil sebagai “hearing loss” orang percobaan pada frequency 125 Hz.10. Selama percobaan ini lepaskanlah sekali-kali T5 pada waktu orang percobaan mengacungkan tangannya untuk menguji apakah orang percobaan benar-benar mendengar nada atau hanya pura-pura mendengar.11. Ukurlah, “hearing loss” untuk telinga yang sama dengan cara yang sama pula pada requency 250,500,1000,2000,4000,8000,12000 Hz dan catatlah data hasil pengukuran pada formulir yang telah disediakan.12. Ulangi seluruh pengukuran ini untuk telinga yang lain.13. Buatlah audiogram orang percobaan pada formulir yang telah disediakan dengan data yang diperoleh pada pengukuran
Hasil Percobaan dan PembahasanOP. Hendra Hermadin
Dari skema di atas dapat disimpulkan bahwa o.p memiliki kemampuan pendengaran telinga kanan dalam batas normal yang tercatat dalam bentuk angka terkecil (ambang) suara yang masih dapat didengar dalam setiap frekuensi suara yang berbeda. Karena hasil dari pengukuran percobaan dengan alat audiometri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: faktor alat (kondisi dan kualitas baik atau tidak), faktor ruangan yang tidak kedap suara, faktor kemampuan konsentrasi/memusatkan pikiran o.p (sebaiknya konsentrasi o.p tidak terganggu dengan kondisi suara sekitar dan fokus pada pemeriksaan), dan faktor hantaran (udara dan tulang).
Kesimpulan Berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan audiogram o.p dinyatakan normal. Semakin tinggi frekuensi suara maka intensitas yang dapat didengar semakin rendah.
SIKAP DAN KESEIMBANGAN BADAN
I. TUJUAN :
Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat :
1. Mengemukakan pelbagai reaksi perubahan sikap badan katak oleh perangsangan kanalis
semisirkularis dan reaksi 11 menegakkan bada “setelah ekstriparsi labirin
2. Menyebutkan beberapa faktoer yang dapat mempengaruhi rekasi perubahan sikap diatas.
3. Mendemomstrasikan kepentingan kedudukan kepala dan mata dalam mempertahankan
keseimbangan badan pada manusia.
4. Mendemonstrasikan dan menerangkan pengaruh percepatan sudut :
a. Dengan kursi Barany terhadap :
- Gerakan bola mata
- Tes penyimpangan penunjukan tes jatuh kesan (sensasi)