Top Banner
LAPORAN UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN (F.2) PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) Oleh : dr. Laeli Kodriyati Pendamping : dr. Wahju Kurniawan, M.Kes
36

F.2.Upaya Kesehatan Lingkungan_laeli

Oct 24, 2015

Download

Documents

laporan puskesmas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

LAPORAN UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN (F.2)PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK(PSN)

Oleh :

dr. Laeli KodriyatiPendamping :

dr. Wahju Kurniawan, M.Kes

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

PUSKESMAS PLUPUH II2013BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup tinggi ini ditemukan pertama kali pada tahun 1950an di Filipina dan Thailand. Saat ini DBD merupakan penyakit yang dapat dijumpai di sebagian besar negara di Asia. Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih dari 20%, namun dengan penanganan yang baik dapat menurun hingga kurang dari 1% (WHO, 2008)

Demam Berdarah dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 30 tahun terakhir dan telah menyebar di seluruh provinsi. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2010, terlihat bahwa pada pola penyakit terbanyak pasien rawat inap di seluruh wilayah di Indonesia, DBD masuk kedalam urutan kedua dengan jumlah kasus pada laki-laki 30.232 kasus dan perempuan sebanyak 28.883 kasus. Selain itu, diperoleh jumlah yang meninggal sebanyak 325 orang (CFR sebesar 0,55%). Pada tahun 2011 Provinsi Jawa Tengah menempati urutan sebelas dengan insidensi rate kasus DBD 7,14 per 100000 penduduk dengan jumlah kasus demam berdarah sebanyak 2.346 kasus. (Depkes RI, 2011).Wilayah kerja Puskesmas Plupuh II merupakan daerah yang mempunyai lahan pertanian dan pekarangan yang luas yg berpotensi menjadi tempat berkembangbiak nyamuk. Jumlah kasus sejak bulan Januari-Juni 2013 terdapat empat kasus DBD. Upaya pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas Plupuh II telah dilakukan dengan gerakan PSN yang keberhasilan gerakan ini dilihat dari nilai ABJ. Tampaknya gerakan PSN di wilayah kerja Puskesmas Plupuh telah berhasil, karena ABJ telah mencapai target. Angka yang diharapkan adalah minimal 95% (Puskesmas Plupuh II, 2013).Perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya. Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas (Depkes RI, 2010)Penyakit DBD belum ditemukan vaksinnya, sehingga tindakan yang paling efektif untuk mencegah perkembang biakan nyamuk ini adalah dengan program pemberantasan sarang nyamuk. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan Pemerintah dalam rangka pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui upaya-upaya pencegahan yang dilakukan secara berkelanjutan, hasilnya belum optimal bahkan masih dijumpai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menelan korban jiwa. Hal ini tentu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) (Tholib, 2010).Fathonah (2009) dalam kajian utama untuk memberantas DBD mengatakan bahwa pengetahuan masyarakat di Indonesia pada umumnya relative masih sangat rendah, sehingga perlu dilakukan sosialisasi berulang mengenai pencegahan DBD. Dalam Sosialisasi Pencegahan DBD, penyuluhan tentang pencegahan DBD harus sering dilakukan agar masyarakat termotivasi untuk ikut berperan serta dalam upaya-upaya tersebut.B. PermasalahanBerdasarkan uraian diatas maka dapat dilihat bahwa terdapat permasalahan tentang bagaimana cara meningkatkan pengetahuan masyarakat wilayah Puskesmas Plupuh II tentang penyakit Demam Berdarah mengenai penyebab, cara penularan, gejala gejala klinis, pengobatan, dan pencegahannya serta meningkatan kesadaran masyarakat pentingnya menjaga lingkungan bebas jentik nyamukC. Tujuana. Tujuan UmumMeningkatkan pengetahuan masyarakat wilayah Puskesmas Plupuh II tentang penyakit Demam Berdarah serta peran dan perilaku yang bisa untuk mencegah dan menanggulangi penyakit Demam berdarah. Sehingga dapat menurunkan angka kejadian demam berdarah dengue di wilayah Puskesmas Plupuh II.b. Tujuan KhususUntuk memenuhi persyaratan sebagai dokter Internship di Puskesmas Plupuh II Kabupaten Sragen.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Demam dengue / Dengue fever ( DF) dan demam berdarah dengue ( DBD) / dengue haemorrhagic fever (DHF), adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi yang disertai penurunan dari sel darah putih, adanya bercak kemerahan di kulit, pembesaran kelenjar getah bening, penurunan jumlah trombosit dan kondisi terberat adalah perdarahan dari hampir seluruh jaringan tubuh. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Suhendro dkk., 2006)B. Etiologi dan Cara penularan 1. EtiologiPenyebab penyakit ini sudah dikenal sejak lama yaitu virus Dengue yang termasuk famili Flaviviridae dan ada 4 serotipe yang diketahui yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-42,3. Semua serotipe virus Dengue ini ditemukan bersirkulasi di Indonesia. Infeksi virus Dengue pada manusia sudah lama ditemukan dan menyebar terutama di daerah tropik pada abad 18 dan 19 seiring dengan pesatnya perkembangan perdagangan antar benua. Vektor penyebar virus Dengue yaitu Aedes aegypti pun ikut menyebar bersama dengan kapal niaga tersebut4. Pada saat terjadi kejadian luar biasa (KLB) beberapa vektor lain seperti Aedes albopictus, Ae.polynesisensis, Ae. scutellaris complex ikut berperan (Sudjana, 2010)2. Vektor

Nyamuk penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes (Ae) dari subgenus Stegomya. Vektor adalah hewan arthropoda yang dapat berperan sebagai penular penyakit. Vektor DD dan DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut merupakan nyamuk pemukiman, stadium pradewasanya mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat penampungan air/wadah yang berada di permukiman dengan air yang relatif jernih. Nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak di tempat-tempat penampungan air buatan antara lain : bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum burung, kaleng bekas, ban bekas dan sejenisnya di dalam rumah meskipun juga ditemukan di luar rumah di wilayah perkotaan; sedangkan Ae. albopictus lebih banyak ditemukan di penampungan air alami di luar rumah, seperti axilla daun, lubang pohon, potongan bambu dan sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan, namun juga ditemukan di tempat penampungan buatan di dalam dan di luar rumah (Sukowati, 2010).Nyamuk Ae. Aegypti dan Ae. albopictus mempunyai sifat anthropofilik, artinya lebih memilih menghisap darah manusia, disamping itu juga bersifat multiple feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang dalam satu periode siklus gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali. Sifat tersebut meningkatkan risiko penularan DB/DBD di wilayah perumahan yang penduduknya lebih padat, satu individu nyamukn yang infektif dalam satu periode waktu menggigit akan mampu menularkan virus kepada lebih dari satu orang. (Sukowati, 2010)Gambar 1. Ae. Aegypti

Gambar 2. Siklus Hidup Nyamuk Ae. Aegyptia) Pengendalian Vektor

Vaksin untuk pencegahan terhadap infeksi virus dan obat untuk penyakit DB/DBD belum ada dan masih dalam proses penelitian,sehingga pengendaliannya terutama ditujukan untuk memutus rantai penularan, yaitu dengan pengendalian vektornya. Pengendalian vektor DBD di hampir di semua negara dan daerah endemis tidak tepat sasaran, tidak berkesinambungan dan belum mampu memutus rantai penularan. Hal ini disebabkan metode yang diterapkan belum mengacu kepada data/informasi tentang vektor, disamping itu masih mengandalkan kepada penggunaan insektisida dengan cara penyemprotan dan larvasidasi. . (Sukowati, 2010)Menurut Sukowati (2010), beberapa metode pengendalian vektor telah banyak diketahui dan digunakan oleh program pengendalian DBD di tingkat pusat dan di daerah yaitu:1) Manajemen Lingkungan

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk mengurangi bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor sehingga akan mengurangi kepadatan populasi. Manajemen lingkungan hanya akan berhasil dengan baik kalau dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para pemegang kebijakan dan lembaga swadaya masyarakat melalui program kemitraan. 2) Pengendalian Biologis.

Pengendalian secara Biologis merupakan upaya pemanfaatan agent biologi untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah digunakan dan terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor DB/DBD adalah dari kelompok bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda).

Predator

Predator larva di alam cukup banyak, namun yang bisa digunakan untuk pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya, dan yang paling mudah didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan pemakan jentik. Di Indonesia ada beberapa ikan yang berkembang biak secara alami dan bisa digunakan adalah ikan kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan pemakan jentik yang terbukti efektif dan telah digunakan di kota Palembang untuk pengendalian larva DBD adalah ikan cupang. Meskipun terbukti efektif untuk pengendalian larva Ae.aegypti, namun sampai sekarang belum digunakan oleh masyarakat secara luas dan berkesinambungan. Jenis predator lainnya yang dalam penelitian terbukti mampu mengendalikan larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops, jenis ini sebenarnya jenis Crustacea dengan ukuran mikro. Namun jenis ini mampu makan larva vektor DBD

Bakteri

Agen biologis yang sudah dibuat secara komersial dan digunakan untuk larvasidasi dan efektif untuk pengendalian larva vektor adalah kelompok bakteri. Dua spesies bakteri yang sporanya mengandung endotoksin dan mampu membunuh larva adalah Bacillus thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14) dan B. spaericus (BS). Endotoksin merupakan racun perut bagi larva, sehingga spora harus masuk ke dalam saluran pencernaan larva. Keunggulan agent biologis ini tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran. Kelemahan cara ini harus dilakukan secara berulang dan sampai sekarang masih harus disediakan oleh pemerintah melalui sektor kesehatan. Karena endotoksin berada di dalam spora bakteri, bilamana spora telah berkecambah maka agent tersebut tidak efektif lagi.

3) Pengendalian Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi program pengendalian DBD dan masyarakat. Standar operasional Prosedur fogging yaitu:

a. Tindak lanjut KLB yang dilakukan adalah tidak melakukan fogging fokus, memberikan penyuluhan kepada masyarakat, menaburkan bubuk larvasida (abate) pada tempat-tempat yang diperlukan, dan menggerakan masyarakat untuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang selanjutnya dilakukan PE ke-2 pada 3 minggu yang akan datang sejak tanggal sakit indek kasus. Bila PE ke-2 ditemukan sesuai kriteria 1-5, dilakukan fogging fokus. Untuk penaburan larvasida harus sesuai dosis, yaitu 5 gr untuk 50 liter air. Abatesasi biasanya dilakuan pada tempat-tempat : daerah sulit air, tempat yang sulit untuk dikuras, pada tempat yang orangnya tidak pernah membersihkan penampungan airnya. Sedangkan suatu kasus bisa dijadikan KLB jika ada peningkatan jumlah kasus DBD di suatu daerah 2 kali lipat atau lebih dalam kurun waktu 1 minggu/ bulan dibandingkan minggu/ bulan sebelumnya atau bulan yang sama tahun lalu. b. Bila dari hasil penyelidikan epidemiologi ditemukan penderita DBD lain atau tersangka DBD (penderita panas tanpa sebab yang jelas) lebih dari tiga orang dan house index >5% maka dilakukan penyuluhan, 3 M plus dan pengasapan. Jika tidak ditemukan hanya dilakukan penyuluhan dan kegiatan 3M plus (PSN+larvasida selektif)c. Di wilayah kerja Surakarta terdapat kriteria jika dalam penyelidikan epidemiologi ditemukan kriteria1. Ada tambahan 2 atau lebih kasus DBD dalam # minggu terakhir 2. Adanya tambahan kasus DBD yang meninggal dalam periode 3 minggu terakhir3. Adanya tambahan kasus 1 orang DBD dan adanya 3 orang panas tanpa sebab yang jelas dalam periode 3 minggu terakhir serta house imdex> 5%4. Adanya kasus DBD 1 orang dengan index kasus meninggal5. Index kasus meninggal tetapi tidak ada tambahan kasus6. Ada tambahan 1 kasus DBD tetapi House Index 5% dan ABJ < 95%, maka di daerah tersebut terdapat banyak nyamuk Aedes aegypti yang sangat berisiko menularkan DBD.4. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat merupakan proses panjang dan memerlukan ketekunan, kesabaran dan upaya dalam memberikan pemahaman dan motivasi kepada individu, kelompok, masyarakat, bahkan pejabat secara berkesinambungan. Program yang melibatkan masyarakat adalah mengajak masyarakat mau dan mampu melakukan 3 M plus atau PSN dilingkungan mereka. Istilah tersebut sangat populer dan mungkin sudah menjadi trade mark bagi program pengendalian DBD, namun karena masyarakat kita sangat heterogen dalam tingkat pendidikan, pemahaman dan latar belakangnya sehingga belum mampu mandiri dalam pelaksanaannya. Mengingat kenyataan tersebut, maka penyuluhan tentang vektor dan metode pengendaliannya masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat secara berkesinambungan. Karena vektor DBD berbasis lingkungan, maka penggerakan masyarakat tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa peran dari Pemerintah daerah dan lintas sektor terkait seperti pendidikan, agama, LSM, dll.

Program tersebut akan dapat mempunyai daya ungkit dalam memutus rantai penularan bilamana dilakukan oleh masyarakat dalam program pemberdayaan peran serta masyarakat. Untuk meningkatkan sistem kewaspadaan dini dan pengendalian, maka perlu peningkatan dan pembenahan sistem surveilans penyakit dan vektor dari tingkat Puskesmas, Kabupaten Kota, Provinsi dan pusat. Disamping kerjasama dan kemitraan dengan lintas sektor terkait perlu dicari metode yang mempunyai daya ungkit.

PSN adalah suatu cara yang paling efektif dilaksanakan karena:

1. Tidak memerlukan biaya yang besar2. Bisa dilombakan untuk menjadi daerah yang terbersih3. Menjadikan lingkungan bersih4. Budaya bangsa Indonesia yang senang hidup bergotong royong5. Dengan lingkungan yang baik tidak mustahil, penyakit lain yang diakibatkan oleh lingkungan yang kotor akan berkurang. 5. Perlindungan IndividuUntuk melindungi pribadi dari risiko penularan virus DBD dapat dilakukan secara individu dengan menggunakan:

1. repellent,2. menggunakan pakaian yang mengurangi gigitan nyamuk. Baju lengan panjang dan celana panjang bisa mengurangi kontak dengan nyamuk meskipun sementara. 3. Untuk mengurangi kontak dengan nyamuk di dalam keluarga bisa memasang kelambu pada waktu tidur dan kasa anti nyamuk.4. Insektisida rumah tangga seperti semprotan aerosol dan repellent: obat nyamuk bakar, vaporize mats (VP), dan repellent oles anti nyamuk bisa digunakan oleh individu.5. Pada 10 tahun terakhir dikembangkan kelambu berinsektisida atau dikenal sebagai insecticide treated nets (ITNs) dan tirai berinsektisida yang mampu melindungi gigitan nyamuk.

6. Peraturan Perundangan

Peraturan perundangan diperlukan untuk memberikan payung hukum dan melindungi masyarakat dari risiko penularan DB/DBD. Dengan adanya peraturan perundangan baik undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan daerah, maka pemerintah, dunia usaha dan masyarakat wajib memelihara dan patuh. Salah satu Negara yang mempunyai undang-undang dan peraturan tentang vektor DBD adalah Singapura, yang mengharuskan masyarakat untuk menjaga lingkungannya untuk bebas dari investasi larva Aedes. Indonesia dapat terbebas dari risiko penularan DBD, jika dilakukan penyusunan dan sosialisasi peraturan perundangan dan penyuluhan tentang memelihara lingkungan yang bebas dari larva nyamuk secara bertahap. Hal ini mengingat pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu seperti diamanatkan dalam UUD 1945 dan dipertegas di dalam pasal 28 bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia dan dinyatakan juga bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.3. Patogenesis dan patofisiologi

Patogenesis DBD masih belum jelas betul. Berdasarkan berbagai data epidemiologi dianut 2 hipotesis yang sering dijadikan rujukan untuk menerangkannya. Kedua teori tersebut adalah the secondary heterotypic antibody dependent enchancement of a dengue virus infection yang lebih banyak dianut, dan gabungan efek jumlah virus, virulensi virus, dan respons imun inang. Virus dengue masuk kedalam tubuh inang kemudian mencapai sel target yaitu makrofag. Sebelum mencapai sel target maka respon immune non-spesifik dan spesifik tubuh akan berusaha menghalanginya. Aktivitas komplemen pada infeksi virus dengue diketahui meningkat seperti C3a dan C5a mediator-mediator ini menyebabkan terjadinya kenaikan permeabilitas kapiler celah endotel melebar lagi. Akibat kejadian ini maka terjadi ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke extravaskuler dan menyebabkan terjadinya tanda kebocoran plasma seperti hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura, asites, penebalan dinding vesica fellea dan syok hipovolemik Kenaikan permeabilitas kapiler ini berimbas pada terjadinya hemokonsentrasi, tekanan nadi menurun dan tanda syok lainnya merupakan salah satu patofisiologi yang terjadi pada DBD. (Sudjana, 2010)

4. Klasifikasi Kasus dan Berat PenyakitKlasifikasi kasus yang disepakatidalam panduan WHO 2009 adalah:

1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),

2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan3. Dengue berat (severe Dengue)

Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :

Dengue probable :

1. Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue2. Demam disertai 2 dari hal berikut :a. Mual, muntahb. Ruamc. Sakit dan nyerid. Uji torniket positife. Lekopeniaf. Adanya tanda bahaya3. Tanda bahaya adalah :

a. Nyeri perut atau kelembutannya

b. Muntah berkepanjangan

c. Terdapat akumulasi cairan

d. Perdarahan mukosa

e. Letargi, lemah

f. Pembesaran hati > 2 cmg. Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat

Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak jelas)

Kriteria Dengue Berat :

1. Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress pernafasan.2. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi3. Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ lain)Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30 % sedangkan spesifisitasnya mencapai 82 %.5. Gambaran Klinis

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.

Pada Fase FebrisBiasanya demam mendadak tinggi 2 7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.

Fase kritis Terjadi pada hari 3 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.Fase pemulihan

Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali , hemodinamik stabil dan diuresis membaik.

6. Indikasi Rawat Inap

Penderita infeksi Dengue yang harus dirawat inap adalah seperti berikut. Bila ditemukan tanda bahaya, keluhan dan tanda hipotensi, perdarahan, gangguan organ (ginjal, hepar, jantung dan nerologik), kenaikan hematokrit pada pemeriksaan ulang, efusi pleura, asites, komorbiditas (kehamilan, diabetes mellitus, hipertensi, tukak petik dll), kondisi social tertentu (tinggal sendiri, jauh dari fasilitas kesehatanBAB III

INTERVENSI, MONITORING DAN EVALUASI

A. Intervensi

Bentuk Kegiatan : metode intervensi yang dipilih adalah penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit DBD serta cara pencegahan dan penanggulangannya yang dapat dilakukan oleh warga wilayah Puskesmas Plupuh II sebagai bentuk kerja sama untuk pencegahan dan pemberantasan dini kasus DBD. Penyuluhan dilakukan bersamaan dengan dilakukannya kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk ke setiap rumah penduduk. Prioritas masalah : masih kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang penyakit DBD dan perilakunya dalam menjaga kebersihan lingkungan.

Tujuan : meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mencegah dan menanggulangi terjadinya penyakit DBD dan menurunkan angka kejadian DBD di wilayah Puskesmas Plupuh II Kabupaten Sragen Pelaksanaan :

Hari/tanggal: Jumat/ 15 Maret 2013Tempat

: RT 11 Desa PungsariAcara

: Kegiatan PSNIntervensi: Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala gejala klinis, pencegahannya serta pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan air.

Jumlah Peserta : 40 KK Hari/tanggal : Jumat/22 Maret 2013

Tempat : RT 7 Desa PungsariAcara

: Kegiatan PSNIntervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala gejala klinis, pencegahannya serta pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan air.

Jumlah Peserta : 40KK Hari/tanggal : Jumat/ 26 Maret 2013

Tempat : RT 05 Desa SidokertoAcara

: Kegiatan PSN

Intervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala gejala klinis, pencegahannya serta pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan air.

Jumlah Peserta : 40KK Hari/tanggal : Jumat/ 26 April 2012

Tempat : Sidokerto

Acara

: Kegiatan PSN

Intervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala gejala klinis, pencegahannya serta pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan air.

Jumlah Peserta : 20KK

Hari/tanggal : Jumat/ 3 Mei 2013

Tempat : RT 02 Desa Gedongan Acara

: Penelusuran kasus DBD & Kegiatan PSN

Intervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala gejala klinis, pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan air, serta penelusuran kasus DBD.

Jumlah Peserta : 20KK Hari/tanggal : Jumat/ 10 Mei 2013

Tempat : RT 13 Desa Jembangan

Acara

: Kegiatan PSN

Intervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala gejala klinis, pencegahannya serta pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan air.

Jumlah Peserta : 20KK Hari/tanggal : Jumat/ 17 Mei 2013Tempat : RT 12 Desa Bojongharjo

Acara

: Kegiatan PSN

Intervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala gejala klinis, pencegahannya serta pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan air.

Jumlah Peserta : 20 KK

Hari/tanggal : Jumat/ 31 Mei 2013

Tempat : Dukuhgung RT05 Desa Cangkol

Acara

: Kegiatan PSN

Intervensi : Memberikan penyuluhan mengenai penyakit Demam Berdarah Dengue tentang penyebab, cara penularan, gejala gejala klinis, pencegahannya serta pemeriksaan jentik-jentik pada setiap penampungan air.

Jumlah Peserta : 20 KKB. Monitoring

Untuk menilai apakah masyarakat memahami intervensi yang diberikan maka perlu adanya monitoring. Selain itu monitoring juga diperlukan untuk mengetahui apakah masyarakat menerapkan apa yang sudah diberikan dalam kegiatan sehari-harinya. Monitoring dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan kader, bidan atau tokoh masyarakat desa setempat untuk selalu dapat mengingatkan dan menggerakkan warga untuk dapat mencegahan adanya DBD di sekitar wilayah Puskesmas Plupuh II. C. Evaluasi

Setiap anggota keluarga yang dikunjungi antusias dengan kedatangan petugas kesehatan untuk melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk dan pemberian penyuluhan. Secara keseluruhan, intervensi yang diberikan berjalan cukup baik. Banyak dari anggota keluarga yang tidak segan untuk bertanya saat diskusi dilakukan baik pertanyaan tentang apa itu DBD maupun pencegahan dari DBD itu sendiri. Saat penyuluh memberikan pertanyaan kembali kepada setiap anggota keluarga seputar materi yang diberikan, banyak dari peserta yang dapat menjawab secara lancarBAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Indonesia merupakan daerah endemik Demam Berdarah Dengue (DBD/DHF), dimana balita dan anak-anak beresiko tinggi tertular penyakit ini.2. Dibutuhkan kerjasama seluruh warga masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan DBD.3. Kurangnya keterlibatan aparatur desa, tokoh masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan DBD

4. Kurangnya kerjasama lintas sektor terkait seperti pendidikan, agama, pemerintah desa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan DBD5. Intervensi dari tenaga kesehatan kepada masyarakat dapat membantu dalam upaya pencegahan dan pemberantasan DBD. B. Saran

Intervensi tenaga kesehatan seperti penyuluhan dengan peran aktif aparatur desa dan tokoh masyarakat dalam menggerakan warga secara langsung seperti bersama-sama kerja bakti untuk memberantas sarang nyamuk sangat perlu dilakukan erat hubungannya dengan penurunan kejadian DBD terutama di wilayah Puskesmas Plupuh II. DAFTAR PUSTAKADepkes RI. 2010. Buletin jendela epidemiologi.http://www.depkes.go. id/downloads /publikasi/buletin/BULETIN%20DBD.pdf(diakses mei 2013)Depkes RI,2011. Profil Kesehatan Indonesia 2011. http://www.depkes.go.id/ downloads/PROFIL_DATA_KESEHATAN_INDONESIA_TAHUN_2011.pdf (diakses Mei 2013)Fathonah. 2009. Studi Kapasitas Manajemen Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Br4darah Dengue di Puskesmas Kecamatan Pasar Mingggu Tahun 2009. UI

Sudjana, Primal. 2010.Demam Berdarah Dewasa http://www.depkes.go.id/downloads /publikasi/buletin/BULETIN% 20DBD.pdf (diakses mei 2013)Suhendro; Nainggolan, Leonard; Chen, Khie; Pohan, Herdiman. 2006. Demam Berdarah Dengue dalamBuku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. FKUI. Hal:1709-21Sukowati, Supratman. 2010. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Pengendalian di Indonesia. http://www.depkes.go.id /downloads /publikasi/bulletin /BULETIN%20DBD.pdf(diakses mei 2013)Tholib, Abu. 2010. TBC dan DBD, Penyakit Tropis yang Masih Terus Mengancam http://ugm.ac.id/new/?q=id/news/tbc-dan-dbd-penyakit-tropis-yang-masih-terus-mengancam(diakses mei 2013)World Health Organization. 2008. Dengue and Dengue Hemmoragic Fever. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ (diakses mei 2013)

World Health Organization. 2009. Dengue Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control.WHO

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN UPAYA KESEHATAN LINGKUNGANPEMBERANTASAN SARANG NYAMUK

(PSN)Plupuh, Juni 2013

Peserta Program Internship Dokter Indonesia

Pendamping Program Internship Dokter Indonesia

dr. Laeli Kodriyatidr. Wahju Kurniawan, M.KesNIP.19710407 200212 1 007

Lampiran