Top Banner
SKRIPSI ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN Oleh : KHRISIA SAPTARINI F24051118 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
110

F09ksa

Aug 06, 2015

Download

Documents

Frank O'ceng
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: F09ksa

SKRIPSI

ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH

BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES

PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN

Oleh :

KHRISIA SAPTARINI

F24051118

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: F09ksa

KHRISIA SAPTARINI. F24051118. Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi di Wilayah Bogor serta Uji Ketahanannya Terhadap Proses Pendinginan dan Pembekuan. Di bawah bimbingan: Harsi D. Kusumaningrum. 2009

RINGKASAN

Dilihat dari aspek mikrobiologi, suatu produk pangan hewani aman dikonsumsi jika tidak mengandung mikroba patogen, yaitu mikroba yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya. Oleh karena itu kontaminasi mikroba patogen pada pangan hewani seperti daging sapi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan. Salah satu bakteri patogen yang sering ditemukan di daging sapi adalah Salmonella. Pada tahun 2002 ditemukan Salmonella pada 14 dari 404 sampel (3,5%) daging giling di Amerika Serikat, dimana 5 dari 14 isolat yang ditemukan merupakan Salmonella Typhimurium DT 104.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran Salmonella spp. pada daging sapi baik yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket di daerah Bogor dan melihat kemampuan bertahan Salmonella spp. terhadap proses pendinginan dan pembekuan daging sapi.

Pada tahap pertama dilakukan proses pengambilan dan persiapan sampel, analisis total mikroba, dan isolasi Salmonella spp. dari daging sapi yang berasal dari pasar tradisional dan supermarket. Tahap kedua dilakukan evaluasi kemampuan bertahan kultur Salmonellla spp. pada daging sapi selama empat belas hari penyimpanan beku (-16°C) dan selama tujuh hari penyimpanan dingin (6°C).

Analisis total mikroba menunjukkan hasil bahwa rata-rata total mikroba pada sampel daging sapi yang berasal dari 5 pasar tradisional sebesar 7,49 ± 0,49 log CFU/g, sedangkan total mikroba sampel yang berasal dari 10 supermarket rata-rata sebesar 6,09 ± 0,85 log CFU/g. Hasil isolasi Salmonella menunjukkan bahwa tingkat isolasi Salmonella spp. pada 30 sampel yang dianalisis adalah sebesar 16,67%. Berdasarkan uji API 20E, satu sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 99,9% (excellent identification) dan empat sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 89,4% (excellent identification).

Analisis kemampuan bertahan Salmonella spp. pada daging sapi yang dibekukan dan didinginkan menunjukkan bahwa sel Salmonella spp. baik dengan inokulum awal sebesar 3 log CFU/g maupun 6 log CFU/g mampu bertahan pada suhu pembekuan (-16°C) maupun suhu pendinginan (6°C). Kemampuan bertahan Salmonella spp. dapat dilihat dari perubahan jumlah Salmonella spp. yang tidak signifikan (p>0,05). Namun demikian terlihat adanya tren penurunan jumlah Salmonella spp. selama penyimpanan beku yang disebabkan karena sebagian sel Salmonella spp. mengalami kerusakan subletal dan mati. Selain itu pada penyimpanan dingin juga terlihat tren penurunan jumlah Salmonella spp. yang kemungkinan disebabkan karena perlakuan suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan Salmonella spp. dengan menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim pada sistem metabolisme Salmonella spp.

Page 3: F09ksa

KHRISIA SAPTARINI. F24051118. Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi di Wilayah Bogor serta Uji Ketahanannya Terhadap Proses Pendinginan dan Pembekuan. Di bawah bimbingan: Harsi D. Kusumaningrum. 2009

ABSTRACT

Nowadays people must be aware to their choose of food, due to many case affected by salmonella contamination. This research focusing on level of salmonella contamination in beef samples and its survival ability at frozen (-16°C) and refrigeration (6°C) temperature. Beef samples (ground and cut) was collected from 5 traditional market and 10 modern market in Bogor area.

The contamination level was determined by aerobic plate count method and conventional isolation of Salmonella spp. The average of aerobic plate count from traditional market was 7.49 ± 0.49 log CFU/g and from modern market was 6.09 ± 0.85 log CFU/g. Meanwhile, the isolation level of Salmonella spp. with API 20E from total 30 samples reach 16.67%. One sample was indicated 99.9% (excellent identification) of Salmonella spp. while the other 4 samples was indicated 89.4% (excellent identification).

Salmonella spp. in beef samples kept at -16°C and 6°C show that it was good to survive in both temperature, no matter first inoculum in 3 log CFU/g or 6 log CFU/g. Its survival ability can be seen from insignificant change of total Salmonella spp. counted (p>0,05). Keywords : Salmonella spp., beef samples, contamination level, and survival ability.

RINGKASAN

Dilihat dari aspek mikrobiologi, suatu produk pangan hewani aman dikonsumsi jika tidak mengandung mikroba patogen, yaitu mikroba yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya. Oleh karena itu kontaminasi mikroba patogen pada pangan hewani seperti daging sapi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan. Salah satu bakteri patogen yang sering ditemukan di daging sapi adalah Salmonella. Pada tahun 2002 ditemukan Salmonella pada 14 dari 404 sampel (3,5%) daging giling di Amerika Serikat, dimana 5 dari 14 isolat yang ditemukan merupakan Salmonella Typhimurium DT 104.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran Salmonella spp. pada daging sapi baik yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket di daerah Bogor dan melihat kemampuan bertahan Salmonella spp. terhadap proses pendinginan dan pembekuan daging sapi.

Pada tahap pertama dilakukan proses pengambilan dan persiapan sampel, analisis total mikroba, dan isolasi Salmonella spp. dari daging sapi yang berasal dari pasar tradisional dan supermarket. Tahap kedua dilakukan evaluasi kemampuan bertahan kultur Salmonellla spp. pada daging sapi selama empat belas hari penyimpanan beku (-16°C) dan selama tujuh hari penyimpanan dingin (6°C).

Analisis total mikroba menunjukkan hasil bahwa rata-rata total mikroba pada sampel daging sapi yang berasal dari 5 pasar tradisional sebesar 7,49 ± 0,49 log CFU/g, sedangkan total mikroba sampel yang berasal dari 10 supermarket rata-rata sebesar 6,09 ± 0,85 log CFU/g. Hasil isolasi Salmonella menunjukkan bahwa tingkat isolasi Salmonella spp. pada 30 sampel yang dianalisis adalah sebesar 16,67%. Berdasarkan uji API 20E, satu sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 99,9% (excellent identification) dan empat sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 89,4% (excellent identification).

Analisis kemampuan bertahan Salmonella spp. pada daging sapi yang dibekukan dan didinginkan menunjukkan bahwa sel Salmonella spp. baik dengan inokulum awal sebesar 3 log CFU/g maupun 6 log CFU/g mampu bertahan pada suhu pembekuan (-16°C) maupun suhu pendinginan (6°C). Kemampuan bertahan Salmonella spp. dapat dilihat dari perubahan jumlah Salmonella spp. yang tidak signifikan (p>0,05). Namun demikian terlihat adanya tren penurunan jumlah Salmonella spp. selama penyimpanan beku yang disebabkan karena sebagian sel Salmonella spp. mengalami kerusakan subletal dan mati. Selain itu pada penyimpanan dingin juga terlihat tren penurunan jumlah Salmonella spp. yang kemungkinan disebabkan karena perlakuan suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan Salmonella spp. dengan menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim pada sistem metabolisme Salmonella spp.

Page 4: F09ksa

SKRIPSI

ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH

BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES

PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

KHRISIA SAPTARINI

F24051118

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 5: F09ksa

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH

BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES

PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN

Oleh :

KHRISIA SAPTARINI

F24051118

Dilahirkan pada tanggal 4 September 1987

Di Bogor

Tanggal lulus: Juli 2009

Disetujui,

Bogor, Juli 2009

Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum

Dosen Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Page 6: F09ksa

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 September 1987.

Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan

Beny Hanapi dan Nuria Erawati. Penulis menyelesaikan

pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD Taman Rejeki, Ciriung,

Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di

SLTPN 1 Cibinong, Bogor, hingga tahun 2002. Penulis

menamatkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Bogor pada

tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor,

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur

USMI pada tahun 2005.

Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai

kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus Forum Bina

Islami Fateta (FBI-F) sebagai staff Divisi Syiar, staf Badan Pengawas HIMITEPA,

anggota Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB pada tahun 2005, anggota Food

Processing Club Himitepa bidang Es Krim pada tahun 2008 serta berbagai

kepanitiaan, seperti “Lepas Landas Sarjana” tahun 2006 dan 2007, “Masa Perkenalan

Fakultas FATETA” tahun 2007, “Masa Perkenalan Departeman ITP (BAUR) tahun

2007”. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen dalam pelaksanaan praktikum

Mikrobiologi Pangan pada tahun 2008. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan

penelitian dengan judul “Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi di

Wilayah Bogor Serta Uji Ketahanannya Terhadap Proses Pendinginan dan

Pembekuan” di bawah bimbingan Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum.

Page 7: F09ksa

i

KATA PENGANTAR

Puji-pujian serta syukur yang tak terhingga penulis haturkan ke hadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan pertolongan dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen

Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian

Bogor.

Penyusunan skripsi, yang berjudul “ISOLASI Salmonella spp. PADA

SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI

KETAHANANNYA TERHADAP PROSES PENDINGINAN DAN

PEMBEKUAN” ini didasarkan pada pelaksanaan penelitian yang telah

dilaksanakan sejak Nopember 2008 sampai April 2009 di Laboratorium

Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis

sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum selaku dosen pembimbing yang tiada henti-

hentinya memberikan saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis.

2. Dra. Suliantari MS atas kesediaannya sebagai dosen penguji serta saran yang

telah diberikan.

3. Dr. Nugraha Edi Suyatma, STP., DEA atas kesediaannya sebagai dosen

penguji serta saran yang telah diberikan.

4. Mama dan papa yang sangat kucintai, yang tiada henti-hentinya memberikan

kasih sayang, do’a, nasihat, dan dukungan kepada penulis.

5. Adik-adikku (Erick Dwi Putra Hanapi dan Anisa Restu Hanifah) yang sangat

kusayangi.

6. Cici Midah, Om Agung, serta kedua anaknya (Diana dan Hafiz) di Cilangkap.

7. Rachmad Danusubrata yang dengan kesabarannya mampu menjadi tempat

berbagi dalam suka maupun duka.

Page 8: F09ksa

ii

8. Reni Setiawati, Resna Nur Apriani, Galih Eka Pratiwi dan Santy Ernawati

terimakasih atas persahabatan dan kebersamaannya selama di ITP. Aku

menyayangi kalian dan semoga tetap menjadi sahabat selamanya.

9. Teman seperjuanganku: Marcel P. Segara dan Leonardus Adi Wijaya, terima

kasih atas persahabatan dan dukungannya.

10. Kakak-kakak satu bimbingan ( K’Dilla, K’Nanang, K’Aris, Mbak Via, dan

Mas Reza) atas saran dan bantuannya. Senang sekali bisa punya kakak-kakak

seperti kalian.☺

11. Rekan-rekan Salmonellaers (Nina SR, Ikhwan, Olo, Tjan, dan Abigail) atas

semangat, bantuan dan kerja sama selama penelitian.

12. Dosen-dosen IPB terutama dosen-dosen ITP yang telah memberikan ilmu

pengetahuan yang tak ternilai harganya.

13. Teman-teman ITP 42: Fera, Hesti, Venty, Nina N., Atus, Peye, Tiu, Riska,

Icha, Wiwi, Sisi, Indri, Marina, Septi, Rika, Upik, Acuy, Nanda, Midun, Aji,

Harist, Umam, Muji, serta teman-teman ITP 42 lainnya yang tak bisa

kusebutkan satu persatu.

14. Teman-temanku di Wisma Khumaira (Fuzy, Jihan, Rela, Rizki, Dedeh, Mba

Wid, dan Mba Dhenok). Terimakasih atas kebersamaannya.

15. Sella Andriyani Natalia dan keluarga, terimakasih atas kekeluargaan yang

telah terjalin semenjak kita duduk di bangku sekolah dasar hingga saat ini.

16. Mbak Ari, Bu Sari, Mas Edi, Mba Ida, Pak Rojak, Pak Sidik, Pak Wahid, dan

teknisi Lab. ITP lainnya. Terimakasih atas bantuannya.

17. Adik seperguruanku : Prima, Meta dan Oxi

18. Serta teman-temanku lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai

pihak untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi ini. Penulis

juga berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2009

Penulis

Page 9: F09ksa

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………………………………………………………............... i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………...... iii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………...... v

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………….. vi

DAFTAR LAMPIRAN…..……………………………………………………………. viii

I. PENDAHULUAN……………………………………………………………….. 1

A. LATAR BELAKANG……………………………………………………….. 1

B. TUJUAN PENELITIAN……...…………………………………………....... 3

C. MANFAAT PENELITIAN………………………………………………….. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………….. 4

A. SALMONELLA………………………………………………………………. 4

B. SALMONELLOSIS......................................................................................... 7

C. SALMONELLA PADA PRODUK PANGAN BERSUHU RENDAH………. 8

D. DAGING DAN DAGING SAPI…………….………………………………. 10

E. MIKROBIOLOGI DAGING SAPI………………………………………….. 13

F. PEMBEKUAN………………………………………………………………. 14

1. Suhu Pembekuan…………………………………………………………. 15

2. Jenis Pembekuan………………………………………………………….. 16

3. Pengaruh Pembekuan Terhadap Aktivitas Mikroorganisme……………... 16

G. PENDINGINAN……………………………………………………………... 18

III. METODOLOGI PENELITIAN……………………………………………........ 20

A. BAHAN DAN ALAT……………………………………………………....... 20

B. METODE……………………………………………………………………. 21

1. Penelitian Tahap I………………………………………………………... 22

1.1. Pengambilan Sampel………………………………………………... 22

1.2. Analisis Total Mikroba…………………………………………....... 23

1.3. Analisis Salmonella………………………………………………..... 24

2. Penelitian Tahap II………………………………………………………. 28

Page 10: F09ksa

iv

2.1. Konfirmasi Kultur Salmonella spp.……………………… 28

2.2. Penyegaran Kultur…………………………………………………. 29

2.3. Persiapan Kultur Uji Salmonella spp.…………………… 29

2.4. Evaluasi Kemampuan Bertahan Salmonella spp Terhadap Proses

Pendinginan dan Pembekuan……………………………………….. 29

2.5. Pengolahan Data……………………………………………………. 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………….. 31

A. PENELITIAN TAHAP I (Analisis Total Mikroba Dan Isolasi Salmonella

spp. Pada Daging Sapi)..................................................................................... 31

1. Pengambilan Sampel……………………………………………………... 31

2. Analisis Total Mikroba…………………………………………………... 32

3. Isolasi Salmonella Pada Sampel Daging Sapi Potong dan Daging Sapi

Giling.......................................................................................................... 35

B. PENELITIAN TAHAP II (Pengaruh Pembekuan dan Pendinginan terhadap

Salmonella spp. dan Total Mikroba pada Daging Sapi)................................ 47

1. Konfirmasi Kultur Salmonella.................................................................... 47

2. Pengaruh Proses Pembekuan dan Pendinginan Terhadap Salmonella

spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba Pada Daging Sapi......................... 47

2.1. Pengaruh Pembekuan Terhadap Mikroorganisme Daging Sapi

Giling................................................................................................... 48

2.2. Pengaruh Pembekuan Terhadap Jumlah Sel Salmonella

spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba................................................ 49

2.3. Pengaruh Pendinginan Terhadap Jumlah Sel Salmonella

spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba................................................ 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN 60

A. KESIMPULAN................................................................................................ 60

B. SARAN............................................................................................................ 61

VI. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 62

LAMPIRAN...................................................................................................................... 67

Page 11: F09ksa

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik Biokimia Salmonella………………………………………...... 5

Tabel 2. Distribusi Serovar dalam Genus Salmonella………………………………... 6

Tabel 3. Kemampuan Bertahan Berbagai Serovar Salmonella pada Suhu

Pembekuan...................................................................................................... 9

Tabel 4. Kemampuan Bertahan Kultur Murni Organisme Enterik pada Chicken Chow

Mein Pada Suhu -25,5 °C...................................................................... 10

Tabel 5. Produksi Daging Indonesia Tahun 2004-2008................................................ 12

Tabel 6. Komposisi Kimia Daging Sapi.................................................................. 12

Tabel 7. Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging Sapi

Menurut SNI 01/6366/2000............................................................................. 13

Tabel 8. Perbandingan antara Pembekuan Cepat dan Pembekuan Lambat................... 17

Tabel 9. Hubungan antara suhu dan RH penyimpanan daging................................... 19

Tabel 10. Koleksi Sampel Daging Sapi........................................................................... 23

Tabel 11. Kondisi Penyimpanan Sampel Daging Sapi di Pasar Tradisional dan Pasar

Swalayan(supermarket).................................................................................... 31

Tabel 12. Persentase Koloni yang Diduga Salmonella Setelah Uji Konfirmasi Biokimia

Pada Media TSIA Dan LIA………………………………………. 41

Tabel 13. Persentase Salmonella spp. yang Dapat Diisolasi pada Sampel..................... 46

Page 12: F09ksa

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap I……………………………… 21

Gambar 2. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap II.............................................. 22

Gambar 3. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Potong Pasar

Tradisional...............................................................................................

33

Gambar 4. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Potong Pasar

Modern (Supermarket)............................................................................

33

Gambar 5. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Giling Pasar

Modern (Supermarket)............................................................................

34

Gambar 6. Hasil Positif pada Media TTB dan RV................................................... 37

Gambar 7. Pertumbuhan Koloni Tipikal dan Non Tipikal Salmonella pada Media

HEA........................................................................................................

38

Gambar 8. Pertumbuhan Koloni Tipikal Salmonella pada Media XLDA................ 38

Gambar 9. Pertumbuhan Koloni Tipikal Salmonella pada Media BSA................... 39

Gambar 10. Reaksi Positif TSIA (kiri) dan LIA kanan)…………………………… 40

Gambar 11. Histogram Persentase Koloni yang Diduga Salmonella Setelah Uji

Konfirmasi Biokimia pada Media TSIA dan LIA Terhadap Jumlah

Koloni yang Diisolasi dari Media XLDA, BSA, dan HEA……………

42

Gambar 12. Uji Konfirmasi dengan Menggunakan Urea Broth................................. 44

Gambar 13. Hasil Identifikasi Salmonella dengan API 20E Kit................................ 45

Gambar 14. Pengaruh pembekuan (-16°C)terhadap jumlah mikroorganisme pada

daging giling...........................................................................................

48

Gambar 15. Perubahan jumlah sel Salmonella spp. (inokulum awal 3 log CFU/g dan

6 log CFU/g) selama pembekuan daging giling (-16°C).................

50

Gambar 16. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang

dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g selama

pembekuan (-16°C).................................................................................

51

Gambar 17. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang

dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g selama

pembekuan (-16°C).................................................................................

53

Page 13: F09ksa

vii

Gambar 18. Perubahan jumlah sel Salmonella spp. (inokulum awal 3 log CFU/g dan

6 log CFU/g) selama pendinginan daging giling

(6°C)........................................................................................................

55

Gambar 19. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang

dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log cfu/g selama

pendinginan (6°C)...................................................................................

57

Gambar 20. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang

dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log cfu/g selama

pendinginan (6°C)...................................................................................

58

Page 14: F09ksa

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Blangko analisa API 20E Test……………………………………….. 67

Lampiran 2. Hasil analisis total mikroba pada 30 sampel daging sapi……………. 68

Lampiran 3. Hasil identifikasi sampel negatif Urea Broth……………………….. 70

Lampiran 4. Hasil identifikasi isolat dengan perangkat API 20E…………………. 71

Lampiran 5. Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap

pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E..........

73

Lampiran 6. Hasil analisis jumlah total mikroorganisme pada daging sapi giling

selama14 hari pembekuan (-16°C) beserta hasil uji ANOVA………..

83

Lampiran 7. Hasil analisis jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 3 log

CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji

ANOVA……………………………………………………..

84

Lampiran 8. Hasil analisis jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 6 log

CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji

ANOVA……………………………………………………..

85

Lampiran 9. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 3 log CFU/g)

selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji

ANOVA……………………………………………………………....

86

Lampiran 10. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 3 log CFU/g)

selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji

ANOVA……………………………………………………………....

87

Lampiran 11. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 6 log CFU/g)

selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji

ANOVA……………………………………………………………....

88

Lampiran 12. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 6 log CFU/g)

selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji

ANOVA……………………………………………………………....

89

Lampiran 13. Hasil analisis jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 3 log

CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji

ANOVA……………………………………………………..

90

Page 15: F09ksa

ix

Lampiran 14. Hasil analisis jumlah sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 6 log

CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji

ANOVA………………………………………………………………

91

Lampiran 15. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 3 log CFU/g)

selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji

ANOVA……………………………………………………………….

92

Lampiran 16. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 3 log CFU/g)

selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji

ANOVA……………………………………………………………….

93

Lampiran 17. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 6 log CFU/g)

selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji

ANOVA……………………………………………………………….

94

Lampiran 18. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 6 log CFU/g)

selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji

ANOVA……………………………………………………………….

95

Page 16: F09ksa

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pangan hewani disebut aman jika memenuhi kriteria dari beberapa

aspek seperti aspek fisika, kimia, radioaktivitas, maupun mikrobiologi. Dari

aspek mikrobiologi, suatu produk pangan hewani aman dikonsumsi jika tidak

mengandung mikroba patogen, yaitu mikroba yang dapat menyebabkan

gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya. Oleh karena itu

kontaminasi mikroba patogen pada pangan hewani seperti daging sapi

merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan.

Salah satu bakteri patogen yang biasanya mengontaminasi daging sapi

adalah Salmonella. Pada tahun 2002 di Amerika Serikat dilaporkan 42 dari

563 (7,5%) sampel daging sapi giling mengandung Salmonella, sedangkan di

Kanada pada tahun 1988 pernah dilaporkan sebanyak 15 dari 666 sampel

karkas sapi positif mengandung Salmonella (Jay et al., 2005).

Salmonella merupakan bakteri yang paling umum menyebabkan

penyakit keracunan makanan di negara berkembang. Penyakit yang

disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis. Salmonellosis dibagi

menjadi dua grup besar yaitu non-typhoid salmonellosis atau gastroenteritis

dan typhoid salmonellosis atau demam enterik. Pada gastroenteritis infeksi

bakteri terbatas pada epitelium usus sedangkan pada demam enterik infeksi

bakteri terjadi pada keseluruhan sistem (Del Portillo, 2000).

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengestimasi

setiap tahunnya di Amerika Serikat jumlah kasus penyakit salmonellosis non

tifoid dari bahan pangan (foodborne disease) mencapai 1,4 juta kasus, 15.608

harus dirawat dan 553 meninggal (30,6% dari seluruh kasus kematian yang

disebabkan oleh patogen asal pangan). Di Amerika Serikat jumlah kasus

salmonellosis yang tidak dilaporkan diestimasi 38 kali dari jumlah kasus yang

dilaporkan (Mead et al., 1999).

Page 17: F09ksa

2

Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak.

Kerusakan yang menyebabkan penurunan mutu daging segar, terutama

disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut Soeparno (1998) daging

memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme perusak dan

pembusuk karena : mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%), kaya akan

zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda,

mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, kaya akan

mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme dan

memiliki pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (pH

sekitar 5,3-6,5). Salah satu upaya penanganan untuk mempertahankan daya

awet daging dilakukan dengan penyimpanan beku dan pendinginan. Secara

mikrobiologis, penggunaan suhu rendah seperti pembekuan dan pendinginan

dimaksudkan agar aktivitas metabolisme mikroorganisme pada makanan

dapat diperlambat atau dihentikan sama sekali sehingga akhirnya

menyebabkan penurunan jumlah sel mikroba pada makanan tersebut.

Pada kenyataannya, bakteri patogen seperti Salmonella memiliki

ketahanan terhadap suhu penyimpanan beku dan pendinginan, meskipun

secara berangsur-angsur jumlahnya semakin berkurang dengan semakin

lamanya waktu pembekuan. Bell dan Kyriakides (2003) menyatakan bahwa

dalam makanan beku atau pangan yang memiliki aktivitas air yang rendah,

Salmonella dapat bertahan sampai berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Di Indonesia, penelitian untuk mengetahui tingkat cemaran

Salmonella pada daging sapi masih jarang dilakukan. Mengingat besarnya

resiko yang disebabkan oleh infeksi Salmonella maka perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui tingkat cemaran bakteri tersebut pada daging

sapi. Selain itu diperlukan penelitian untuk mengetahui ketahanan bakteri

tersebut (terutama Salmonella spp.) terhadap proses pendinginan dan

pembekuan yang biasanya diterapkan pada penyimpanan daging. Informasi

tentang besarnya tingkat cemaran Salmonella pada produk daging sapi yang

dijual baik pada pasar tradisional maupun pasar swalayan (supermarket) akan

dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat Indonesia dalam membeli dan

mengonsumsi daging sapi.

Page 18: F09ksa

3

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran

Salmonella spp. pada daging sapi yang dijual di pasar tradisional dan pasar

swalayan (supermarket) di wilayah Bogor. Selain itu, penelitian juga

bertujuan untuk mengetahui ketahanan Salmonella spp. terhadap proses

pendinginan dan pembekuan.

C. MANFAAT PENELITIAN

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan mengenai tingkat cemaran Salmonella spp. pada daging sapi

yang dijual di pasar tradisional dan pasar swalayan (supermarket) di wilayah

Bogor. Dengan demikian diharapkan dilakukan tindakan pencegahan

kontaminasi bakteri patogen terutama Salmonella spp. pada daging sapi agar

terjamin keamanannya.

Page 19: F09ksa

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SALMONELLA

Salmonella merupakan bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia

dan hewan lainnya. Habitat utama Salmonella adalah saluran usus hewan

(burung, reptil, hama tanaman) dan manusia. Salmonella juga terdapat di

bagian tubuh yang lain serta di udara terutama udara yang tercemar. Dalam

studi di rumah pemotongan babi, Kampelmacher menemukan Salmonella di

limpa, hati, empedu, sendi, dan feses (Jay et al., 2005).

Salmonella pada makanan ditemukan pada kacang-kacangan, salad

dressing, mayonnaise, susu, dan makanan lainnya (Jay et al., 2005). Selain

itu, Supardi dan Sukamto (1999) menyebutkan bahwa makanan yang sering

terkontaminasi Salmonella yaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil

olahannya, daging ayam, daging sapi, serta susu dan hasil olahannya seperti

es krim dan keju.

Salmonella merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak

membentuk spora, dan termasuk ke dalam kelas Enterobacteriaceae (Jay et

al., 2005). Salmonella berukuran relatif kecil, yaitu sekitar 0,7 – 1,5 x 2,0 –

5,0 µm (Bell dan Kyriakides, 2003). Beberapa strain Salmonella bersifat

dapat memfermentasi laktosa diantaranya yaitu Salmonella Heidelberg,

Salmonella Anatum, Salmonella Sendai, Salmonella Typhimurium dan

Salmonella Newwington. Karakteristik biokimia dari Salmonella dapat dilihat

pada Tabel 1.

Salmonella hidup secara anaerobik fakultatif. Bakteri ini tidak dapat

berkompetisi secara baik dengan mikroba-mikroba umum yang terdapat di

dalam makanan. Oleh karena itu, pertumbuhannya sangat terhambat dengan

adanya bakteri-bakteri lain, misalnya bakteri pembusuk, bakteri genus

Escherichiae dan bakteri asam laktat (Supardi dan Sukamto, 1999).

Page 20: F09ksa

5

Tabel 1. Karakteristik Biokimia Salmonella*

Karakteristik Reaksi

Katalase + Oksidase - Produksi gas dari glukosaa + Indol - Produksi urease - Produksi H2S dari TSIA (Triple Sugar Iron Agar)a + Sitrat sebagai sumber karbon b + Metil Merah + Voges-Proskauer - Lisin dekarboksilase + Ornitin dekarboksilase + + = reaksi positif; - = reaksi negatif a = pengecualian bagi S. Paratyphi A b = pengecualian bagi S. Typhi

*Sumber : Bell dan Kyriakides (2002) di dalam Bell dan Kyriakides (2003)

Salmonella biasanya bersifat motil dan mempunyai flagella peritrikus,

kecuali S. Gallinarum dan S. Pullorum, karena tidak mempunyai flagella.

Selain karena tidak memiliki flagella, jenis Salmonella yang bersifat tidak

motil disebabkan karena kesalahan pemasangan subunit flagella atau

kekurangan fungsi motorik pada anggota selnya (D’Aoust, 2000).

Umumnya Salmonella mampu memfermentasi glukosa dan

monosakarida lainnya dengan menghasilkan gas (Jay et al., 2005). Menurut

Hanes (2003), Salmonella mampu menggunakan sitrat sebagai satu-satunya

sumber karbon di saat genus lainnya membutuhkan sumber karbon kompleks

sebagai sumber nutrisinya. Semua Salmonella kecuali Salmonella Typhi

memproduksi gas selama proses fermentasi. Salmonella mampu mengubah

nitrat menjadi nitrit dan tidak membutuhkan NaCl untuk pertumbuhannya.

Supardi dan Sukamto (1999) menyebutkan bahwa Salmonella

umumnya dapat tumbuh pada media yang memiliki aw di atas 0,94 dan pH

4,1-9,0 dengan pH optimum 6,5-7,5. Nilai pH minimum bervariasi tergantung

pada serotipe, suhu inkubasi, komposisi media, aw, dan jumlah sel. Pada pH

di bawah 4,1, Salmonella akan mati secara perlahan. Selain itu Salmonella

dapat tumbuh pada suhu 5-47°C, dengan suhu optimum 35-37°C. Berbeda

dengan Staphylococcus, Salmonella tidak tahan terhadap kadar garam tinggi.

Page 21: F09ksa

6

Salmonella akan mati jika berada pada media dengan kadar garam di atas 9 %

(Jay et al., 2005).

Menurut (Jay et al., 2005), Salmonella tidak dapat dibedakan dengan

E. coli jika dilihat dengan mikroskop ataupun dengan menumbuhkannya pada

media yang mengandung nutrien umum. Salmonella dapat tumbuh optimum

pada media pertumbuhan yang sesuai dan memproduksi koloni yang tampak

oleh mata dalam jangka waktu 24 jam pada suhu 37°C.

Salmonella sensitif terhadap panas sehingga dapat mati pada suhu

pasteurisasi. Namun Salmonella relatif dapat bertahan hidup pada suhu

rendah. Matches dan Liston (1968) dalam (Jay et al., 2005) melaporkan

bahwa suhu terendah yang masih memungkinkan pertumbuhan adalah 5,3°C

untuk Salmonella Heidelberg dan 6,2°C untuk Salmonella Typhimurium.

Salmonella diklasifikasikan berdasarkan serologi dari H (flagella) dan

antigen O (lipopolisakarida membran dinding sel). Pada tahun 1941 terdapat

100 serotipe Salmonella, kemudian pada tahun 1964 terdapat 9900 serotipe

dan sekarang terdapat sekitar 2400 serotipe Salmonella. Tabel 2 menunjukkan

distribusi serovar dalam genus Salmonella.

Tabel 2. Distribusi Serovar dalam Genus Salmonella*

Spesies Sub spesies Jumlah serovar

Salmonella enterica

Salmonella bongori

enterica salamae arizonae diarizonae houtenae indica

1.427 482 94 319 69 11

20

Total 2.422 *Sumber : D’Aoust, J.Y. (2000) di dalam Lund et al. (2000)

Beberapa serovar dari S. enterica merupakan patogen dengan inang

yang terbatas seperti S. Typhi, S. Paratyphi A, S. Paratyphi B, S. Paratyphi C,

dan S. Sendai hanya menyebabkan penyakit pada manusia. S.

Pullorum/Gallinarum pada babi, S. Abortusuis pada domba, dan S.

Page 22: F09ksa

7

Abortusequis pada kuda. Serovar S. Dublin dan S. Cholerasuis dapat

menginfeksi manusia namun sangat jarang. Serovar S. Typhimurium dan S.

Enteritidis merupakan penyebab utama gastroenteritis dan dapat

menyebabkan penyakit pada manusia, sapi, unggas, domba, babi, kuda, dan

tikus.

Untuk memudahkan mengidentifikasi antara serovar dan spesies, Le

Minor dan Popoff (1987) mengusulkan bahwa nama serovar ditulis dalam

huruf Roman (tidak miring / italic) dan dimulai dengan huruf kapital.

Misalnya Salmonella enteric subsp. enterica serovar (atau ser.) Montevideo

dan Salmonella choleraesuis subsp. choleraesuis serovar (atau ser.)

Montevideo (D’Aoust, 2000).

B. SALMONELLOSIS

Infeksi Salmonella dapat menyebabkan penyakit yang disebut dengan

salmonellosis. Infeksi biasanya disebabkan karena mengonsumsi pangan

mentah atau kurang matang yang telah terkontaminasi atau air yang

mengandung materi fekal. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam suatu

makanan, semakin besar timbulnya gejala infeksi pada orang yang menelan

makanan tersebut, dan semakin cepat waktu inkubasi sampai timbulnya gejala

infeksi (Supardi dan Sukamto, 1999).

Menurut del Portillo (2000) penyakit yang diakibatkan oleh

Salmonella dibagi menjadi dua grup besar yaitu non-typhoid salmonellosis

atau gastroenteritis dan typhoid salmonellosis atau demam enterik. Pada

gastroenteritis infeksi bakteri terbatas pada epitelium usus sedangkan pada

demam enterik infeksi bakteri terjadi pada keseluruhan sistem.

Pang et al. (1995) di dalam del Portillo (2000) menyebutkan bahwa

peristiwa typoid salmonellosis (demam enterik) relatif stabil dengan jumlah

terendah terjadi di daerah negara maju, tetapi peristiwa non-typhoid

salmonellosis (gastroenteritis) relatif meningkat di seluruh negara. Kasus

gastroenteritis (diare) akut terhitung sebanyak 1,3 milyar kasus dengan tiga

Page 23: F09ksa

8

juta jiwa meninggal, sedangkan kasus demam enterik terhitung sebanyak 16

juta kasus dengan kematian sebanyak 600 ribu kasus.

Gejala yang ditimbulkan pada gastroenteritis adalah diare, sakit perut,

demam, dan muntah dengan periode inkubasi 12-36 jam dan lama sakit 2-7

hari. Gejala yang ditimbulkan oleh demam enterik adalah sakit kepala, batuk,

sakit perut, konstipasi, dan demam yang meningkat. Periode inkubasi

bervariasi dari 7-28 hari dan sakit selama 1-8 minggu (Bell dan Kyriakides,

2003).

Endotoksin yang merupakan bagian lipopolisakarida yang terdapat

pada dinding sel Salmonella, diduga merupakan penyebab timbulnya gejala

demam tifus dan salmonellosis lainnya. Beberapa strain Salmonella juga

dapat menimbulkan gejala yang menyerupai gejala intoksikasi yang

ditimbulkan oleh enterotoksin (Supardi dan Sukamto, 1999).

Gejala infeksi Salmonella dimulai dari masuknya sejumlah sel

Salmonella ke dalam saluran pencernaan lalu masuk ke dalam saluran usus.

Bakteri ini kemudian dapat berkembangbiak dengan baik. Bakteri ini dapat

melakukan penetrasi pada saluran usus, terutama pada ileum dan sedikit pada

usus besar sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Sel-sel Salmonella

kadang-kadang dapat menembus sistem pertahanan mukosal dan limfatik dan

dapat mencapai saluran darah sehingga menyebabkan bakterimia atau abses

(Supardi dan Sukamto, 1999).

C. SALMONELLA PADA PRODUK PANGAN BERSUHU RENDAH

Bakteri memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk bertahan

selama proses pendinginan. Bakteri cocci umumnya lebih tahan dibandingkan

dengan bakteri Gram negatif berbentuk batang (Georgala dan Hurst, 1963).

Meski bakteri Gram negatif seperti Salmonella tidak terlalu tahan terhadap

suhu dingin jika dibandingkan dengan bakteri Gram positif, akan tetapi

bakteri Gram negatif dapat bertahan pada makanan beku tergantung pada efek

perlindungan dari makanan (Lund, 2000). Bell dan Kyriakides (2003)

menyatakan bahwa dalam makanan beku atau pangan yang memiliki aktivitas

Page 24: F09ksa

9

air yang rendah, Salmonella dapat bertahan sampai berbulan-bulan, bahkan

sampai bertahun-tahun. Tabel 3 menunjukkan ketahanan berbagai serovar

Salmonella pada suhu rendah.

Tabel 3. Kemampuan Bertahan Berbagai Serovar Salmonella pada Suhu

Pembekuan*

Kondisi Serotipe Pangan Suhu (°C) Waktu

bertahan

Enteritidis Poultry -18 4 bulan

Cholerae-suis Minced beef -18 4 bulan

Typhimurium Chow mein -25 9 bulan

Suhu

Pembekuan

Enteritidis

Typhimurium

Ice cream -23 7 tahun

*Sumber : D’Aoust (1989) di dalam Blackburn dan McClure (2003)

Gunderson dan Rose (1948) melakukan penelitian untuk melihat

kemampuan bertahan enam serovar Salmonella pada produk chicken chow

mein yang disimpan selama 270 hari pada suhu -25,5°C. Hasil penelitian

menunjukkan adanya dua pola pertumbuhan yang terjadi pada keenam

serovar Salmonella tersebut. Pola pertama terjadi pada Salmonella

Typhimurium, Salmonella Gallinarum, dan Salmonella Paratyphi B dimana

Salmonella mengalami peningkatan yang besar sampai masa penyimpanan

dua hari kemudian mengalami penurunan sampai penyimpanan 270 hari. Pola

kedua terjadi pada Salmonella Newington, Salmonella Typhi, dan Salmonella

Anatum dimana Salmonella mengalami penurunan terus menerus selama

masa penyimpanan (Tabel 4).

Menurut D’Aoust (2000), ketahanan Salmonella selama penyimpanan

beku tergantung jenis Salmonella dan jenis produk pangannya. Jumlah sel

akan berkurang secara berangsur-angsur selama penyimpanan beku suhu -

20°C. Ketahanan Salmonella saat pembekuan juga tergantung kondisi

fisiologi sel sebelum dibekukan. Adaptasi S. Enteritidis selama 30 menit pada

suhu rendah (5°C sampai 10°C) sebelum pembekuan cepat (-78°C) akan

Page 25: F09ksa

10

mempertinggi jumlah sel yang bertahan. Kemampuan Salmonella untuk

beradaptasi pada suhu rendah diinduksi oleh adanya sintesis gen csp-A yang

disandi oleh cold shock protein. Gen ini belum diketahui pasti fungsi

spesifiknya pada perlindungan Salmonella terhadap suhu pembekuan.

Tabel 4. Kemampuan Bertahan Kultur Murni Organisme Enterik pada

Chicken Chow Mein pada Suhu -25,5°C*

Jumlah bakteri (105/g) setelah penyimpanan selama waktu tertentu

(hari)

Organisme

0 2 5 9 14 28 50 92 270

Salmonella

Newington

75,5 56,0 27,0 21,7 11,1 11,1 3,2 5,0 2,2

Salmonella

Typhimurium

167,0 245,0 134,0 118,0 11,0 95,5 31,0 90,0 34,0

Salmonella

Typhi

128,5 45,5 21,8 17,3 10,6 4,5 2,6 2,3 0,86

Salmonella

Gallinarum

38,5 87,0 45,0 36,5 29,0 17,9 14,9 8,3 4,8

Salmonella

Anatum

100,0 79,0 55,0 52,5 33,5 29,4 22,6 16,2 4,2

Salmonella

Paratyphi B

23,0 205,0 118,0 93,0 92,0 42,8 24,3 38,8 19,0

*Sumber : Gunderson dan Rose (1948) di dalam Jay et al. (2005)

D. DAGING DAN DAGING SAPI

Menurut Lawrie (1991), daging didefinisikan sebagai bagian dari

hewan potong yang digunakan manusia sebagai bahan makanan. Daging

mempunyai penampakan yang menarik selera dan merupakan sumber protein

hewani berkualitas tinggi. Menurut Standar Perdagangan (1982) daging

merupakan otot yang melekat pada kerangka kecuali otot dari bagian bibir,

hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong.

Page 26: F09ksa

11

Daging dibedakan dari karkas berdasarkan kandungan tulangnya.

Karkas masih belum dipisahkan tulangnya, sedangkan daging tidak

mengandung tulang. Karkas didefinisikan sebagai bagian tubuh hewan yang

telah disembelih, utuh atau dibelah sepanjang tulang belakang dimana kaki,

kepala, kulit, dan organ bagian dalam (jeroan) serta kadang-kadang ekor

dipisahkan.

Daging terdiri dari tiga komponen utama yaitu jaringan otot, jaringan

lemak, dan jaringan ikat. Jaringan otot terdiri dari jaringan otot bergaris

melintang, jaringan otot licin, dan jaringan otot spesial. Jaringan lemak yang

terdapat pada daging dibedakan menurut lokasinya, yaitu lemak subkutan,

lemak intermuskular, lemak intramuskular, dan lemak intraselular. Jaringan

ikat pada daging memiliki fungsi sebagai pengikat bagian-bagian daging serta

mempertautkannya ke tulang. Jaringan ikat yang penting yaitu serabut

kolagen, serabut elastin, dan serabut retikulin (Muchtadi dan Sugiyono,

1992).

Daging sapi adalah daging yang berasal dari sapi yang sehat dan

cukup umur untuk dipotong, tetapi hanya terbatas pada bagian muskulus yang

berserat, tidak termasuk bibir, moncong, telinga dengan atau tanpa lemak

yang menyertainya serta bagian-bagian dari tulang, urat, urat syaraf dan

pembuluh darah (Meyer, 1973). Daging sapi untuk konsumsi pada umumnya

dihasilkan dari jenis sapi pedaging. Tabel 5 menunjukkan produksi daging

Indonesia selama periode 2004-2008.

Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air dan bahan-

bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan-bahan yang mengandung

nitrogen, mineral, garam, dan abu. Lebih kurang 20 % dari semua bahan

padat dalam daging adalah protein.

Komposisi kimia daging tergantung dari spesies hewan, kondisi

hewan, jenis daging karkas, proses pengawetan, penyimpanan, metode

pengepakan, dan kandungan lemaknya. Komposisi kimia daging sapi dapat

dilihat pada Tabel 6.

Page 27: F09ksa

12

Tabel 5 . Produksi Daging Indonesia Tahun 2004-2008 (000 ton)*

Tahun No Jenis Daging 2004 2005 2006 2007 2008

1 Sapi Potong 447,6 358,7 395,8 418,2 352,42 Kerbau 40,2 38,1 43,9 45,9 44,03 Kambing 57,1 50,6 65,0 63,4 69,44 Domba 66,1 47,3 75,2 84,8 62,35 Babi 194,7 173,7 196,0 198,9 235,66 Kuda 1,6 1,6 2,3 2,3 2,57 Ayam Buras 296,4 301,4 341,3 349,0 307,58 Ayam Ras Petelur 48,4 45,2 57,6 63,5 58,29 Ayam Ras Pedaging 846,1 779,1 861,3 918,5 992,710 Itik 22,2 21,4 24,5 25,3 45,2TOTAL 2.020,4 1.817,0 2.062,9 2.069,5 2.169,8

*Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2008)

Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan

sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang mempengaruhi

kualitas daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis

kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik, dan

mineral), dan stres (Soeparno, 1998).

Tabel 6. Komposisi Kimia Daging Sapi*

Komposisi Kadar per 100 g

Kalori (kal) 207

Protein (g) 18,8

Lemak (g) 14,0

Karbohidrat (g) 0

Kalsium (mg) 11

Fosfor (mg) 170

Besi (mg) 2,8

Nilai Vit A (SI) 30,0

Vit. B1(mg) 0,08

Vit C (mg) 0

Air (g) 66.0

*Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981)

Page 28: F09ksa

13

E. MIKROBIOLOGI DAGING SAPI

Jaringan hewan sehat umumnya bebas dari bakteri pada saat dipotong,

tetapi ketika diperiksa daging segar pada tingkat penjual retail selalu

ditemukan berbagai jenis dan jumlah mikroorganisme (Jay et al., 2005).

Sumber kontaminasi mikroorganisme pada daging segar berasal dari pisau

pemotong, bagian yang tersembunyi dari daging, saluran pencernaan, tangan

manusia, wadah, penanganan, dan penyimpanan.

Mikroba yang paling banyak mengkontaminasi daging adalah bakteri,

seperti Enterococcus, Acinetobacter, Aeromonas, Micrococcus, Moraxella,

Leuconostoc, Lactobacillus, Bacillus, Flavobacterium, Clostridium,

Escherichia, Campylobacter, dan Salmonella (Frazier dan Westhoff, 1988).

Permukaan daging yang baru disembelih biasanya mengandung kira-kira 102

sampai 104 bakteri per inci2, dan terutama terdiri dari bakteri mesofilik yang

berasal dari saluran pencernaan dan permukaan luar hewan tersebut.

Persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada daging sapi

menurut SNI 01/6366/2000 ditunjukkan Tabel 7.

Tabel 7. Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging

Sapi Menurut SNI 01/6366/2000*

*Sumber : BSN (2000).

Page 29: F09ksa

14

Kemampuan pertumbuhan mikroorganisme pada daging dipengaruhi

oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi

ketersediaan nutrisi, pH, aktivitas air (aw) yang terdapat dalam daging, potensi

oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi penghambat pertumbuhan

mikroorganisme. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi suhu ruang

penyimpanan, kelembaban relatif, dan kondisi oksigen atmosfer (Jay et al.,

2005).

Kerusakan daging segar biasanya disebabkan oleh bakteri perusak dan

pembusuk seperti Pseudomonas, Alcaligenes, Acinetobacter, Moraxella, dan

Aeromonas, kapang seperti Thamnidium, Mucor, Rhizopus, Cladosporium,

Penicillium, Sporotrichum, dan Chrysosporium, serta khamir seperti Candida

dan Rhodoturula (Jay et al., 2005). Menurut Soeparno (1998) daging

memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme perusak dan

pembusuk karena : mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%), kaya akan

zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda,

mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, kaya akan

mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme dan

memiliki pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (pH

sekitar 5,3-6,5).

F. PEMBEKUAN

Pembekuan dalam teknologi makanan adalah serangkaian proses

penggunaan suhu rendah di bawah titik beku untuk mengolah atau

mengawetkan bahan makanan. Secara mikrobiologis, pembekuan

dimaksudkan agar aktivitas metabolisme mikroorganisme pada makanan

dapat diperlambat atau dihentikan sama sekali. Seperti diketahui aktivitas

metabolisme organisme merupakan reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim

dan kecepatan reaksi ini sangat dipengaruhi oleh suhu. Bila suhu meningkat,

kecepatan reaksi akan meningkat dan bila suhu menurun, kecepatan reaksi

menurun pula. Pada sistem biologi, peningkatan suhu sebesar 10°C pada

tingkat yang tepat akan meningkatkan kecepatan reaksi sebesar dua kali.

Page 30: F09ksa

15

Demikian pula sebaliknya, setiap penurunan suhu sebesar 10°C

mengakibatkan penurunan kecepatan reaksi sebesar dua kali. Penurunan suhu

sampai taraf tertentu dapat menyebabkan terhentinya metabolisme

mikroorganisme, yang selanjutnya berakibat kerusakan atau kematian sel

(Fennema et al., 1976).

Menurut Johnston et al. (1994) proses pembekuan terjadi secara

bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Pada permukaan bahan,

pembekuan berlangsung lebih cepat, sedangkan pada bagian dalam, laju

pembekuan lebih lambat. Proses ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu:

a. Tahap pertama, suhu bahan menurun dengan cepat hingga tercapai

titik beku. Tahap ini dikenal sebagai supercooling period.

b. Tahap kedua, suhu bahan turun secara perlahan yang disebabkan oleh

dua hal: 1) penarikan panas dari bahan mengakibatkan pembekuan air

di dalam bahan; dan 2) terbentukknya es pada bagian luar/permukaan

bahan merupakan penghambat bagi proses pembekuan dari bagian-

bagian di dalamnya.

c. Tahap ketiga, suhu bahan diturunkan sampai di bawah titk beku, yang

idealnya adalah mendekati suhu penyimpanan beku.

1. Suhu Pembekuan

Telah diketahui bahwa tidak semua jenis makanan mempunyai titik

beku yang sama. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pada sifat

alami bahan makanan tersebut dan konsentrasi relatif dari zat terlarut di

dalamnya. Dengan demikian penerapan suhu pembekuan jelas tidak akan

selalu sama pada setiap bahan makanan (Hallowell, 1980).

Pada kenyataannya, walaupun titik beku bahan pangan telah diketahui

namun suhu pembekuan dapat diturunkan lebih rendah daripada titik

bekunya. Hal ini dimungkinkan karena walaupun telah mencapai suhu beku,

sebagian besar air bebas pada bahan makanan tersebut belum membeku.

Semakin besar jumlah air bebas pada makanan yang membeku, semakin baik

pertumbuhan mikroorganisme pada makanan tersebut (Desrosier dan

Tressler, 1977).

Page 31: F09ksa

16

Berdasarkan tingkat suhu yang diterapkan, pembekuan dapat

dibedakan atas tiga tingkat yaitu suhu pembekuan tinggi dengan kisaran suhu

dari 0 sampai -10°C, suhu pembekuan sedang dengan kisaran suhu dari -10

sampai -20°C, dan suhu pembekuan rendah yaitu pembekuan dengan suhu

lebih rendah dari -20°C.

Pertimbangan penggunaan suhu pembekuan tidak dapat dilakukan

hanya dengan melihat kualitas mikrobiologis bahan makanan, tetapi lebih dari

itu yaitu kualitas keseluruhan yang mencakup antara lain tekstur, citarasa,

warna, bau, dan kandungan nutrien.

2. Jenis Pembekuan

Terdapat dua metode dasar dalam pembekuan produk pangan, yaitu

pembekuan cepat dan pembekuan lambat. Pembekuan cepat adalah proses

pembekuan yang dimana suhu produk pangan diturunkan di bawah titik beku

dalam waktu 30 menit, sedangkan pembekuan lambat adalah proses

penurunan suhu sampai di bawah titik beku dalam waktu yang relatif lama

biasanya 3 sampai 72 jam (Jay et al., 2005).

Pembekuan cepat lebih baik daripada pembekuan lambat terutama

terhadap kualitas produk yang dihasilkan karena kristal es yang terbentuk

kecil dan terletak di dalam dan di luar sel, sedangkan pada pembekuan lambat

kristal es yang terbentuk besar dan terletak di luar sel. Kristal es yang besar

dan terletak di luar sel dapat merusakkan dinding sel dan struktur lainnya

sehingga dapat merubah tekstur dan citarasa. Perbandingan dua metode

pembekuan tersebut ditunjukkan pada Tabel 8.

3. Pengaruh Pembekuan Terhadap Aktivitas Mikroorganisme

Pembekuan merupakan metode yang efektif untuk menghambat

pertumbuhan mikroba. Selama pembekuan, mikroorganisme terkonsentrasi di

dalam bagian cairan yang tak terbekukan. Seiring dengan penurunan suhu, air

yang membeku akan semakin banyak sehingga terjadi peningkatan

konsentrasi padatan terlarut di dalam cairan tak terbekukan tersebut.

Akibatnya, air di dalam sel mikroba akan berdifusi keluar (Lund, 2000).

Page 32: F09ksa

17

Menurut Lowry dan Gill (1985), faktor-faktor yang diduga

menyebabkan kerusakan mikroorganisme selama pembekuan antara lain: (1)

suhu yang sangat rendah; (2) pembentukan es ekstraseluler dan intraseluler;

(3) konsentrasi padatan terlarut ekstraseluler dan intraseluler. Selanjutnya

pengaruh faktor-faktor ini ditentukan oleh laju pembekuan dan pelelehan.

Tabel 8. Perbandingan antara Pembekuan Cepat dan Pembekuan Lambat*

No Pembekuan cepat Pembekuan lambat

1. Kristal es yang terbentuk kecil Kristal es yang terbentuk besar

2. Menghalangi atau menekan

metabolisme

Merusak hubungan metabolisme

3. Sel terpapar pada pengaruh osmosis

dalam waktu yang singkat

Sel terpapar pada pengaruh

osmosis dalam waktu yang lama

4. Tidak ada adaptasi terhadap suhu

dingin

Adaptasi terhadap suhu dingin

secara berangsur-angsur

5. Sel mengalami thermal shock Tidak ada pengaruh thermal shock

*Sumber: Jay et al. (2005)

Laju pembekuan yang sangat lambat dapat meningkatkan konsentrasi

padatan terlarut intraseluler. Peningkatan konsentrasi padatan terlarut

menyebabkan air intraseluler berdifusi dari sel. Apabila air tidak dapat

berdifusi keluar sel, maka air tersebut akan mengalami supercooling dan

akhirnya membeku. Selain itu, perubahan sebagian besar air dalam produk

pangan menjadi es menyebabkan persediaan air menjadi sangat terbatas

sehingga terjadi penurunan aw dan akhirnya mikroorganisme akan kesulitan

untuk menyerap makanan (Lund, 2000).

Berdasarkan responnya terhadap pembekuan, mikroba dapat

dibedakan atas empat macam, yaitu: (1) mikroba yang tetap hidup pada

semua kondisi pembekuan dan pelelehan, (2) mikroba yang resisten terhadap

pengaruh pembekuan awal tetapi peka terhadap penyimpanan beku, (3)

mikroba yang peka terhadap pengaruh pembekuan awal dan penyimpanan

beku yang dilakukan pada kondisi yang sama, dan (4) mikroba yang peka

terhadap pembekuan awal dan penyimpanan beku pada semua kondisi.

Page 33: F09ksa

18

Bakteri Gram negatif seperti E.coli, Salmonella dan Vibrio bersifat lebih peka

terhadap pembekuan awal dan penyimpanan beku.

Lund (2000) menyatakan bahwa ketahanan mikroorganisme selama

pembekuan dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme dan komposisi medium

pembekuan. Selain itu dipengaruhi pula oleh status nutrisi, fase pertumbuhan

mikroba sebelum dibekukan, kecepatan pembekuan, suhu pembekuan, lama

pembekuan, kecepatan thawing, metode yang digunakan untuk menentukan

jumlah sel yang hidup, dan media yang digunakan.

Kecepatan pembekuan sangat berpengaruh terhadap sel yang

dibekukan. Apabila pembekuan cukup lambat, sel akan kehilangan air dengan

cepat dan banyak karena peristiwa ekso osmosis. Jika keadaan ini

berlangsung terus, maka isi sel akan menjadi pekat dan akhirnya kering. Pada

pembekuan cepat, kristal es yang terbentuk relatif seragam dan berukuran

kecil dan terjadi baik di luar sel maupun di dalam sel sehingga memperkecil

kemungkinan terjadinya ekso-osmosis.

Mekanisme dekstrusi sel mikroba oleh proses pembekuan cepat

disebabkan oleh beberapa hal, yaitu terbentuknya kristal es dari air bebas,

meningkatnya viskositas di dalam sel, berkurangnya oksigen dan

karbondioksida, perubahan pH, perubahan konsentrasi elektrolit sel,

denaturasi protein sel, rangsangan akibat kejutan dingin, dan kerusakan

metabolisme (Jay et al., 2005).

G. PENDINGINAN

Pendinginan merupakan metode pengawetan pangan (food

preservation) yang paling banyak digunakan. Pendinginan dilakukan dengan

tujuan untuk menghambat terjadinya proses kerusakan yang menyebabkan

penurunan mutu pada bahan pangan. Pendinginan akan dapat

mempertahankan kesegaran serta dapat memperpanjang masa simpan suatu

bahan pangan (Desrosier dan Desrosier, 1977). Faktor yang perlu

diperhatikan dalam pendinginan daging adalah :

Page 34: F09ksa

19

1. Suhu

Suhu pendinginan untuk daging segar biasanya berkisar antara -2 - 5

°C. Semakin rendah suhu, maka pendinginan tersebut semakin baik.

2. Kelembaban relatif (RH)

Kelembaban relatif yang terlalu rendah akan mengakibatkan daging

kehilangan air, sebaliknya bila kandungan air terlalu banyak maka dapat

memacu tumbuhnya mikroba. Hubungan antara suhu dan RH disajikan

pada Tabel 9. Apabila suhu bertambah tinggi, sebaiknya RH harus lebih

rendah untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme.

Tabel 9. Hubungan antara suhu dan RH penyimpanan daging

Suhu (°C) RH (%)

0 92

2 88

4 75

3. Ventilasi

Ventilasi atau kontrol pergerakan udara dalam ruang pendingin

diperlukan untuk mengatur kelembaban relatif rata-rata.

4. Cahaya ultraviolet

Penggunaan lampu ultraviolet dalam ruang pendingin

memungkinkan dikombinasikan dengan suhu dan kelembababan relatif

lebih tinggi. Cahaya ultraviolet diketahui memiliki sifat germisidal.

Pendinginan dapat menghambat kerusakan bahan pangan, salah satunya

dengan cara menghambat aktivitas mikroorganisme yang terdapat pada bahan

pangan tersebut. Ketika suhu diturunkan di bawah suhu optimum pertumbuhan

suatu mikroorganisme, maka fase lag dan waktu generasi mikroba menjadi

meningkat dan kecepatan pertumbuhan mikroba menurun. Saat suhu mendekati

suhu minimum pertumbuhan mikroba, maka pertumbuhan mikroba akan terhenti

(Herbert dan Sutherland, 2000).

Page 35: F09ksa

20

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 sampel

daging sapi yang diperoleh dari berbagai pasar tradisional dan pasar swalayan

(supermarket) di wilayah Bogor. Sampel terdiri dari 20 daging sapi potong

dan 10 daging sapi giling.

2. Media

Media-media yang digunakan untuk analisis Salmonella adalah

Lactose Broth (LB) sebagai media pra pengkayaan, Tetrathionate Broth

(TTB) dan Rappaport Vassiliadis (RV) Broth sebagai media pengkayaan

selektif, Hectoen Enteric Agar (HEA), Xylose Lysine Desoxychholate Agar

(XLDA) dan Bismuth Sulfite Agar (BSA) sebagai media agar selektif, Triple

Sugar Iron (TSI) dan Lysine Iron Agar (LIA) sebagai media konfirmasi

biokimia, Nutrien Agar (NA), dan Urea Broth.

3. Kultur

Kultur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Salmonella spp.

ATCC 14028.

4. Bahan kimia

Bahan-bahan kimia yang digunakan yaitu KH2PO4 (buffer fosfat)

sebagai larutan pengencer, NaOH, paraffin cair (mineral oil) steril, larutan I2-

KI sebagai bahan tambahan media TTB, alkohol 70 % sebagai desinfektan,

akuades untuk melarutkan berbagai macam media, spiritus, minyak imersi

untuk melihat bakteri pada mikroskop dengan perbesaran 1000 kali, bahan-

bahan untuk pewarnaan Gram seperti pewarna kristal violet, larutan lugol,

safranin, dan alkohol 95% serta pereaksi API 20E (Bio-Merieux).

Page 36: F09ksa

21

5. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, oven,

inkubator 35 °C dan 42 °C, refrigerator dan freezer, cool box, stomacher,

vorteks, mikropipet dan tipnya, neraca analitik, tabung reaksi dan raknya,

cawan petri, erlenmeyer, gelas ukur, pipet Mohr, gelas piala, batang

pengaduk, bunsen, ose mata bulat dan lurus, bulb, plastik HDPE steril, pisau,

tutup kapas, botol semprot, dan aluminium foil.

B. METODE PENELITIAN

Secara garis besar penelitian ini terdiri dari dua tahap. Penelitian tahap

I berupa proses pengambilan sampel, analisis total mikroba, dan analisis

Salmonella dari potongan daging sapi yang berasal dari pasar tradisional dan

supermarket di daerah Bogor. Penelitian tahap I mengacu pada

Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2001 untuk analisis total

mikroba dan Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2007 untuk

análisis Salmonella. Penelitian tahap II berupa evaluasi kemampuan bertahan

kultur Salmonella Typhimurium pada daging sapi terhadap proses

pendinginan dan pembekuan. Diagram alir metode penelitian secara garis

besar dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap I

Pengambilan sampel

Persiapan sampel

Analisis Total Mikroba Analisis Salmonella

Identifikasi dengan API 20E

Page 37: F09ksa

22

Gambar 2. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap II

1. Penelitian Tahap I

1.1. Pengambilan Sampel

Sampel yang diteliti akan keberadaan Salmonella dalam penelitian ini

berupa daging sapi potong dan daging sapi giling. Sampel daging sapi

diambil secara acak dengan metode purposive sampling technique dari

wilayah Bogor. Purposive sampling merupakan salah satu non probability

sample yang tidak menghiraukan prinsip-prinsip probability. Pemilihan

sampel tidak secara random dan hasil yang diharapkan merupakan gambaran

kasar tentang suatu keadaan. Teknik purposive sampling ini dilakukan hanya

atas dasar pertimbangan penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang

dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil (Nasution, 2003).

Sampel diambil dari 5 pasar tradisional dan 10 pasar swalayan

(supermarket). Pada pasar tradisional, sampel yang diambil berupa daging

sapi potong, sedangkan pada pasar swalayan diambil sampel daging sapi

potong dan daging giling. Pada pasar tradisional sampel diambil dari dua

orang pedagang, sehingga dari pasar tradisional diperoleh sampel sebanyak

10 sampel. Sedangkan pada pasar swalayan hanya bisa diperoleh satu sampel,

Dikontaminasi dengan kultur murni Salmonella spp. sebanyak 3 log CFU/g dan 6 log CFU/g koloni/g

Didiamkan selama ±30 menit kemudian disimpan pada suhu freezer dan suhu refrigerator

Dianalisis jumlah total Salmonella, total bakteri, dan total mikroba pada H0, H3, H7, H10, dan H14 setelah

dibekukan serta H0, H3, dan H7 setelah didinginkan

Daging sapi

Page 38: F09ksa

23

sehingga dari pasar swalayan (supermarket) diperoleh 20 sampel termasuk

diantaranya 10 sampel daging sapi giling. Total sampel daging sapi yang

dianalisis adalah 30 sampel. Adapun koleksi sampel daging sapi yang

digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Koleksi Sampel Daging Sapi

Sumber Jenis daging Jumlah sampel

Pasar Tradisional Daging potong 10

Supermarket Daging Potong 10

Supermarket Daging giling 10

Total Sampel 30

Proses pengambilan sampel dilakukan dengan membeli 250 gram

potongan daging sapi untuk sampel dari pasar tradisional, satu paket potongan

daging sapi yang telah dikemas dan 250 gram daging sapi giling untuk

sampel dari pasar swalayan (supermarket). Sampel ini kemudian dimasukkan

ke dalam plastik steril yang telah disiapkan untuk mencegah terjadinya

kontaminasi mikroba oleh lingkungan. Sampel kemudian dibawa

menggunakan cool box berisi es batu menuju laboratorium untuk dianalisis.

Penggunaan plastik steril dan cool box berisi es batu bertujuan untuk

mempertahankan jumlah mikroba awal, termasuk Salmonella yang mungkin

ada di dalam sampel daging sapi. Cool box berisi es batu juga bertujuan untuk

memperlambat laju proses pembusukan daging sapi akibat adanya mikroba

pembusuk.

1.2. Analisis Total Mikroba

Analisis total mikroba dilakukan dengan merujuk pada metode

Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2001, dimana 1 ml sampel

dipipet dari pengenceran yang dikehendaki ke dalam cawan petri. Sebanyak ±

12-15 ml media dituang ke dalam cawan petri kemudian cawan petri

digerakkan secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata,

yaitu dengan gerakan seperti angka delapan. Setelah agar membeku, cawan

Page 39: F09ksa

24

diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 35°C selama 48±2 jam. Setelah

inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan

metode Bacteriological Analytical Manual (BAM).

Perhitungan total mikroba dilakukan dengan berbagai ketentuan BAM

(2001), antara lain:

a. Cawan yang normal berisi 25-250 koloni. Semua koloni dihitung termasuk

titik yang berukuran kecil. Pengenceran dan jumlah koloni semua dicatat

untuk setiap cawan.

b. Cawan yang berisi lebih dari 250 koloni dicatat sebagai TBUD (Terlalu

Banyak Untuk Dihitung). Jika tidak ada koloni yang tumbuh maka ditulis

kurang dari 1 kali pengenceran terendah.

c. Rumus perhitungan yang digunakan adalah:

Dimana: N = jumlah koloni per ml/ per gram produk

Σ C = jumlah seluruh koloni yang dihitung

n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama

n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua

D = pengenceran pertama yang dihitung

1.3. Analisa Salmonella (BAM, 2007)

1.3.1. Pre enrichment (Pra Pengkayaan)

Sebanyak 25 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam

kantung plastik steril. Ke dalam plastik tersebut dimasukkan 225 ml

Lactose Broth steril dan dihancurkan dengan menggunakan stomacher

selama 120 detik. Sampel yang telah dihancurkan dipindahkan ke dalam

erlenmeyer steril dan dibiarkan selama 60 ± 5 menit pada suhu ruang

dalam keadaan tertutup kemudian diinkubasi selama 24 ± 2 jam pada suhu

35 ± 2°C.

Page 40: F09ksa

25

1.3.2. Selective Enrichment (Pengkayaan Selektif)

Sebanyak 1 ml sampel dari Lactose Broth yang telah diinkubasi

diinokulasikan ke dalam 10 ml Tetrathionate Broth (TTB) dan divorteks,

kemudian diinkubasi pada suhu 35 ± 2°C selama 24 ± 2 jam.

Sebanyak 0.1 ml dari sampel yang sama diinokulasikan ke dalam 10

ml Rappaport Vassiliadis (RV) Broth dan divorteks, kemudian diinkubasi

pada suhu 42 ± 2°C selama 24 ± 2 jam.

1.3.3. Isolasi Salmonella dengan agar selektif

Sampel yang telah diinkubasi pada masing-masing media pengkayaan

selektif diambil satu ose dan digoreskan secara kuadran pada media Xylose

Lysine Desoxycholate Agar (XLDA), Hektoen Enteric Agar (HEA), dan

Bismuth Sulfite Agar (BSA). Sebelum digores, media pengkayaan selektif

divorteks terlebih dahulu. Ketiga agar selektif tersebut kemudian

diinkubasi pada suhu 35 ± 2°C selama 24 ± 2 jam. Setelah inkubasi, dilihat

apakah ada koloni tipikal yang tumbuh pada masing-masing agar. Ciri-ciri

koloni tipikal Salmonella pada masing-masing agar sebagai berikut:

a. Pada media HEA, koloni berwarna biru kehijauan, dengan atau tanpa

warna hitam di tengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang

besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau tampak sebagai

koloni yang semuanya berwarna hitam

b. Pada media XLDA, koloni berwarna merah muda dengan atau tanpa

warna hitam di tengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang

besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau tampak sebagai

koloni yang semuanya berwarna hitam

c. Pada media BSA, koloni berwarna coklat, abu-abu atau hitam, kadang

tampak berwarna kilau metalik. Sekeliling koloni biasanya akan

berwarna coklat pada awalnya dan akan menjadi hitam dengan

bertambahnya waktu inkubasi, yang disebut halo effect.

Page 41: F09ksa

26

Apabila terdapat koloni tipikal yang tumbuh maka analisa dilanjutkan

dengan uji biokimia awal dengan menggunakan Triple Sugar Iron Agar

(TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA).

Jika koloni tipikal Salmonella tidak ada, dicari koloni Salmonella

yang tidak tipikal sebagai berikut:

a. Pada media HEA dan XLDA, beberapa kultur Salmonella yang tidak

tipikal memproduksi koloni kuning dengan atau tanpa warna hitam di

tengahnya. Jika koloni yang tipikal tidak muncul setelah inkubasi 24 ±

2 jam, diambil 2 atau lebih koloni yang tidak tipikal tersebut.

b. Pada media BSA, beberapa galur yang tidak tipikal memproduksi

koloni hijau dengan sedikit atau tanpa dikelilingi warna gelap pada

media. Jika tidak terdapat koloni yang tipikal maka tidak diambil

koloninya, tetapi diinkubasi lagi selama 24 ± 2 jam. Jika koloni yang

tipikal belum muncul juga maka koloni yang tidak tipikal diambil

setelah diinkubasi 48 ± 2 jam.

1.3.4. Uji Biokimia Awal

Koloni tipikal atau non tipikal yang tumbuh pada media Xylose Lysine

Desoxycholate Agar (XLDA), Hektoen Enteric Agar (HEA), dan Bismuth

Sulfite Agar (BSA), diinokulasikan menggunakan jarum ose steril pada

agar miring TSI dengan menggores dan menusukkannya. Tanpa

pembakaran lagi, jarum ose tersebut diinokulasikan pada LIA miring

dengan cara ditusuk dua kali dan digoreskan. Karena reaksi lysine

decarboxylation harus benar-benar anaerob, maka tusukan pada media

LIA harus mempunyai kedalaman sedikitnya 4 cm.

Inkubasi media TSIA dan LIA miring dilakukan pada suhu 35 ± 2°C

selama 24 ± 2 jam. Tabung ditutup secara longgar untuk memelihara

kondisi aerobik pada waktu inkubasi dan mencegah produksi H2S berlebih.

Reaksi spesifik Salmonella pada agar miring TSIA adalah bagian

permukaan berwarna merah (reaksi basa), bagian dasar agar atau agar

tusuk berwarna kuning (reaksi asam), dan memproduksi H2S (kehitaman

Page 42: F09ksa

27

pada agar kadang hingga menutupi warna dasar agar) dengan atau tanpa

memproduksi gas.

Reaksi spesifik Salmonella pada LIA miring adalah bagian permukaan

dan dasar agar (agar tusuk) berwarna ungu (reaksi basa). Sebagian besar

kultur Salmonella memproduksi H2S pada LIA miring sedangkan beberapa

yang bukan kultur Salmonella menghasilkan reaksi warna merah bata pada

media tersebut.

1.3.5. Uji Biokimia Lanjutan

Koloni spesifik Salmonella pada TSI agar miring diambil satu ose

untuk digoreskan pada Nutrien Agar (NA) miring, lalu diambil kembali

satu ose untuk diinokulasikan ke dalam Urea Broth 2 ml. Inokulasi pada

NA digunakan untuk analisa API Test. Keduanya kemudian diinkubasi

pada suhu 35 ± 2°C selama 24 ± 2 jam.

Setelah diinkubasi, dilihat reaksi pada tabung Urea Broth. Salmonella

tidak merubah warna Urea Broth (reaksi negatif, warna tetap orange),

sehingga apabila Urea Broth berubah menjadi warna merah muda maka

koloni tersebut bukan Salmonella. Koloni yang diduga Salmonella

analisanya dilanjutkan dengan API Test 20E dengan menggunakan

inokulan yang tumbuh pada NA miring.

1.3.6. Uji Konfirmasi dengan Perangkat API 20E

Koloni tipikal pada media NA miring yang berasal dari TSIA dan LIA

digores kuadran pada media NA cawan dan diinkubasi pada suhu 37°C

selama 24 jam. Koloni yang terpisah diambil (±3 koloni) dan dilarutkan ke

dalam 5 ml garam fisiologis kemudian divorteks. Suspensi kultur tersebut

dipipet dan diisikan ke dalam mikrotube (tabung-tabung mikro) strip API

20E dengan jumlah pengisian sesuai dengan kode tulisan mikrotube.

Mikrotube dengan kode CIT, VP, dan GEL yang ditandai dengan kotak di

sekelilingnya diisi dengan suspensi sampai bagian atas tube, sedangkan

mikrotube dengan kode LDC, ODC, ADH, H2S dan URE diisi dengan

suspensi sampai bagian bawah leher tube untuk kemudian dipenuhi dengan

Page 43: F09ksa

28

mineral oil sampai bagian atas tube untuk menghasilkan kondisi anaerob.

Sedangkan untuk mikrotube lainnya, suspensi dimasukkan sampai bagian

bawah leher tube.

Strip mikrotube API yang telah berisi suspensi bakteri kemudian

diinkubasi dalam keadaan lembab selama 18 sampai 24 jam pada suhu

37°C atau 48 jam pada suhu yang sama jika mikrotube pada satu strip API

20E menunjukkan hasil positif kurang dari 3 mikrotube. Setelah itu

perubahan warna kemudian dibaca (beberapa mikrotube diberi reagen

sesuai dengan standar API 20E), dan hasil reaksi ditulis menjadi 7 digit

kode. Tujuh digit kode ini kemudian diterjemahkan dengan menggunakan

Analytical Profile Index atau menggunakan software untuk identifikasi.

Contoh blanko uji dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Penelitian Tahap II

2.1. Konfirmasi Kultur Salmonella spp. ATCC 14028 (BAM, 2007) Tahap konfirmasi dilakukan untuk memeriksa kemurnian kultur yang

akan digunakan. Konfirmasi kultur Salmonella spp. diawali dengan tahap

pewarnaan Gram. Konfirmasi kultur dilanjutkan dengan tahap-tahap

identifikasi Salmonella yang mengacu pada BAM (2007).

Pewarnaan Gram diawali dengan menginokulasikan satu ose kultur ke

atas gelas objek yang telah diberi setetes akuades steril. Kultur kemudian

difiksasi di atas api untuk membuat sel-sel bakteri tersebut melekat pada gelas

objek. Setelah film kultur siap, kemudian diteteskan violet kristal dan

dibiarkan selama 1 menit, lalu bilas dengan akuades dan sisa air yang

tertinggal kemudian dihilangkan lalu ditetesi larutan lugol selama 1 menit.

Setelah dicuci kembali dengan akuades, dihilangkan warnanya dengan

menggunakan alkohol 95% selama 10-20 detik atau sampai warna biru tidak

luntur lagi. Preparat kemudian diwarnai dengan larutan safranin selama 10-20

detik dan dibilas kembali dengan air lalu dikeringkan dengan menggunakan

kertas serap. Preparat yang telah siap kemudian diamati melalui mikroskop

dengan perbesaran 1000 kali dengan penambahan minyak imersi. Di bawah

Page 44: F09ksa

29

mikroskop akan terlihat sel-sel Salmonella berwarna merah dengan bentuk

batang pendek.

Identifikasi Salmonella dilanjutkan dengan menginokulasikan satu ose

kultur pada NA miring ke dalam media NB (Nutrient Broth) dan diinkubasi

pada suhu 37°C selama 24±2 jam. Hasil positif dari media NB digoreskan

secara kuadran pada media HEA lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 24±2

jam. Koloni tipikal kemudian digores dan ditusuk pada agar miring TSIA dan

LIA untuk diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 24±2 jam.

2.2. Penyegaran Kultur (Dewanti-Haryadi et al., 2001)

Kultur Salmonella pada NA miring disegarkan setiap 2 minggu sekali.

Penyegaran dilakukan dengan mengambil 1 ose kultur, digores langsung pada

NA miring yang baru, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24±2

jam. Setelah diinkubasi, kultur kemudian disimpan pada suhu rendah di

dalam lemari es.

2.3. Persiapan Kultur Uji Salmonella spp.

Persiapan kultur dilakukan dengan mengambil sebanyak 1-2 ose

kultur murni Salmonella spp. dari media NA miring lalu dipindahkan ke

dalam media NB, selanjutnya divorteks dan diinkubasi secara statis pada suhu

37°C selama 24 jam. Setelah diinkubasi selama 24 jam, akan diperoleh

Salmonella sekitar 8 log CFU/g. Hasil positif dari media NB diambil

sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer buffer fosfat

sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Pengenceran dilanjutkan sampai

diperoleh konsentrasi kultur yang dikehendaki. Setelah itu kultur uji siap

digunakan.

2.4. Evaluasi Kemampuan Bertahan Salmonella spp. Terhadap Proses

Pendinginan dan Pembekuan

Salmonella spp. yang telah diinokulasikan pada sampel daging

dihitung jumlahnya dengan menggunakan media Hectoen Enteric Agar

(HEA) dalam interval waktu tertentu yaitu pada hari ke-0, ke-3, ke-7, ke-10,

Page 45: F09ksa

30

dan ke-14 untuk sampel daging sapi yang dibekukan dan pada hari ke 0, ke-3,

dan ke-7 untuk sampel daging sapi yang disimpan pada suhu pendinginan.

Sampel daging beku diberi perlakuan thawing dalam waterbath pada suhu

kurang dari 45 oC selama 10 menit sebelum dianalisis sedangkan sampel yang

diberi perlakuan pendinginan langsung dianalisis. Selain jumlah Salmonella

spp., dianalisis juga total bakteri menggunakan media NA dan total mikroba

dengan menggunakan media PCA.

Sampel daging diambil 10 gram dan dimasukkan ke dalam pengencer

buffer fosfat sebanyak 90 ml sehingga diperoleh pengenceran 10-1.

Pengenceran dilanjutkan dan dipupukkan ke media yang sesuai sampai

konsentrasi yang dikehendaki. Perhitungan jumlah Salmonella, total bakteri,

dan total mikroba dilakukan dengan menggunakan Standar Aerobic Plate

Count (BAM, 2001).

2.5. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis ANOVA

one-way lalu dilanjutkan dengan Uji Duncan pada program SPSS 13.0.

Pengolahan data ini dilakukan untuk melihat pengaruh lamanya pembekuan

atau lamanya pendinginan terhadap total Salmonella spp., total mikroba, dan

total bakteri pada sampel daging sapi giling.

Page 46: F09ksa

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN TAHAP I (Analisis Total Mikroba Dan Isolasi Salmonella

spp. Pada Daging Sapi)

1. Pengambilan Sampel

Sampel daging sapi yang digunakan pada penelitian ini berasal dari

pasar tradisional dan pasar swalayan (supermarket) dengan total sampel

sebanyak 30 sampel. Tabel 11 berikut menunjukkan kondisi penyimpanan

sampel daging sapi baik yang berada di pasar tradisional maupun pasar

swalayan (supermarket) pada saat dilakukan pengambilan sampel.

Tabel 11. Kondisi penyimpanan sampel daging sapi di pasar tradisional dan

pasar swalayan (supermarket).

Asal sampel Jenis

daging

n

(jumlah sampel)

Kondisi

sampel

Suhu

penyimpanan

Pasar

tradisional

Daging

potong 10 Segar Suhu ruang

Pasar

swalayan

(supermarket)

Daging

potong 10 Segar

Suhu

refrigerator

Pasar

swalayan

(supermarket)

Daging

giling 10 Segar

Suhu

refrigerator

Pada pasar swalayan (supermarket), terdapat dua jenis sampel daging

sapi yaitu daging sapi potongan dan daging sapi giling. Daging sapi potongan

dijual dalam bentuk siap pakai, dengan dikemas dalam styrofoam dan ditutup

dengan wrapping plastic, sedangkan daging sapi giling dijual dengan

menatanya dalam wadah stainless steel dan tidak ditutup dengan wrapping

plastic. Kedua jenis daging sapi tesebut dikondisikan pada suhu rendah

Page 47: F09ksa

32

dengan menggunakan refrigerator sehingga daging sapi lebih awet. Daging

sapi di pasar swalayan berasal dari rumah pemotongan hewan (RPH)

domestik dan juga luar negeri yang telah bersertifikat halal dari MUI (Majelis

Ulama Indonesia).

Pada pasar tradisional juga ditemukan daging sapi potongan dan

daging giling, namun sampel yang digunakan pada penelitian ini hanya

berupa daging potongan yang berasal dari pasar tradisional. Umumnya,

daging sapi di pasar tradisional dijual dengan menggantungnya dengan

gantungan besi dan ditata di atas meja tanpa pengkondisian suhu rendah,

misalnya dengan penambahan es batu.

2. Analisis Total Mikroba

Analisis total mikroba pada sampel dilakukan untuk mengetahui mutu

mikrobiologi sampel daging sapi. Mutu mikrobiologi suatu produk pangan

perlu diketahui untuk melihat tingkat cemaran mikroba pada produk pangan

tersebut, sehingga dapat diketahui risiko keamanannya apabila dikonsumsi.

Jumlah total mikroba dapat dijadikan sebagai indikator kebusukan

yang mencerminkan mutu dan sebagai indikator daya simpan bahan pangan.

Kontaminasi mikroba pada makanan dapat menyebabkan perubahan kimia

dan menimbulkan bau tidak sedap (Ruslan, 2003). Hasil analisis kuantitatif

mutu mikrobiologi potongan daging sapi yang berasal dari pasar tradisional

dan supermarket serta daging sapi giling yang berasal dari supermarket dapat

dilihat pada Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5. Sedangkan data

selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.

Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa total mikroba pada sampel

potongan daging sapi yang dijual di pasar tradisional berkisar antara 6,68

sampai 8,34 log CFU/g, sehingga diperoleh rata-rata total mikroba sebesar

7,49 log CFU/g dengan nilai standar deviasi sebesar 0,49. Sedangkan

berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa total mikroba 10 sampel daging sapi

potongan yang berasal dari 10 supermarket berkisar antara 4,41 sampai 7,00

log CFU/g sehingga diperoleh rata- rata total mikroba sebesar 5,89 log CFU/g

dengan nilai standar deviasi sebesar 0,89.

Page 48: F09ksa

33

Gambar 3. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Potong

Pasar Tradisional

Gambar 4. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Potong

Pasar Swalayan (Supermarket)

Page 49: F09ksa

34

Gambar 5. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Giling

Pasar Swalayan (Supermarket)

Adapun hasil analisis kuantitatif total mikroba pada 10 sampel daging

sapi giling yang berasal dari 10 supermarket (Gambar 5) menunjukkan bahwa

total mikroba 10 sampel daging sapi giling berkisar antara 4,82 sampai 7,15

log CFU/g, sehingga diperoleh rata-rata total mikroba sebesar 6,29 log CFU/g

dengan nilai standar deviasi sebesar 0,80.

Berdasarkan Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5 dapat dilihat bahwa

total mikroba daging sapi yang dijual di supermarket nilainya lebih rendah

dari total mikroba daging sapi yang dijual di pasar tradisional. Penanganan

yang kurang higienis, kondisi penyimpanan tanpa pendinginan dan berada di

tempat udara terbuka merupakan penyebab utama total mikroba yang tinggi

karena hal tersebut mengkondisikan pertumbuhan mikroba baik pembusuk

maupun patogen seperti Salmonella. Sedangkan pada supermarket,

penanganan daging umumnya lebih higienis, disimpan dengan menggunakan

wadah yang tertutup wrapping plastic dan dilengkapi dengan sistem

pendingin seperti refrigerator, sehingga pertumbuhan mikroba dapat

dihambat.

Page 50: F09ksa

35

Pada Gambar 4 dan Gambar 5 terlihat bahwa total mikroba daging

sapi giling yang dijual di supermarket nilainya lebih besar dari total mikroba

potongan daging sapi yang dijual di supermarket yang sama, karena

penggilingan menyebabkan bertambahnya luas permukaan daging yang dapat

kontak dengan mikroorganisme yang secara alami terdapat pada daging sapi

tersebut maupun dengan mikroorganisme yang berasal dari lingkungan,

tangan pekerja, maupun peralatan pekerja seperti mesin penggiling daging.

Selain itu, luas permukaan yang semakin besar mendukung pertumbuhan

bakteri-bakteri pembusuk yang bersifat aerob. Penyebab lainnya adalah

penggunaan alat penggiling daging yang biasanya tidak didisinfeksi setiap

kali digunakan sehingga banyak mengandung mikroba yang dapat berpindah

dari alat ke permukaan daging sapi pada saat penggilingan daging (Jay et al.,

2005).

Secara keseluruhan, hasil analisis total mikroba pada daging sapi baik

yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket berkisar antara 4,41

sampai 8,34 log koloni/g. Standar TPC (Total Plate Count) maksimal untuk

daging sapi segar berdasarkan SNI 01/6366/2000 adalah 4,00 log koloni/g,

sehingga daging sapi yang dijual baik pada pasar tradisional maupun

supermarket belum memenuhi standar yang telah ditetapkan tersebut. Namun

menurut ICMSF (1986), standar TPC (Total Plate Count) untuk karkas sapi

adalah n=5, c=3, m=105 dan M=106, artinya maksimal 3 sampel dari 5 sampel

yang dianalisis boleh mengandung total mikroba 105 - 106 CFU/g, sehingga

beberapa sampel daging sapi memenuhi syarat TPC yang ditetapkan oleh

ICMSF.

3. Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi Potong dan Daging

Sapi Giling

Salmonella merupakan bakteri yang sering mengontaminasi makanan

seperti telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging ayam,

daging sapi, serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju (Jay et

al., 2005). Salmonella merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan

keracunan pangan.

Page 51: F09ksa

36

Pada penelitian ini dilakukan uji lengkap Salmonella untuk

mengetahui ada tidaknya Salmonella pada potongan daging sapi dan daging

sapi giling yang dijual di pasar tradisional dan supermarket. Dalam SNI

01/6366/2000 ditetapkan bahwa pada daging sapi segar tidak boleh

mengandung Salmonella (Salmonella negatif).

Analisis Salmonella dimulai dari tahap pra pengkayaan. Pada tahap

pra pengkayaan, media yang digunakan adalah Lactose Broth (LB). Tahap

pra pengkayaan dilakukan untuk memperkaya populasi Salmonella karena

diduga Salmonella jumlahnya sedikit pada sampel. Hasil menunjukkan bahwa

dari 30 sampel daging sapi yang ditumbuhkan pada media LB, seluruhnya

menunjukkan kekeruhan (positif).

Tahap selanjutnya adalah pengkayaan selektif dengan menggunakan

dua jenis media yaitu Rappaport Vassiliadis (RV) dan Tetrathionate Broth

(TTB). Kedua media tersebut secara selektif memperkaya jumlah Salmonella

yang terdapat pada sampel. Pada media RV senyawa selektif seperti

malachite green dan magnesium klorida yang dikombinasikan dengan pH

rendah (5,2 ±2) menghambat pertumbuhan mikroba alami yang berasal dari

saluran pencernaan selain Salmonella (D’Aoust, 1989). Selain itu,

pertumbuhan Salmonella didukung juga dengan adanya soy peptone pada

media. Soy peptone yang terdapat pada media RV berfungsi sebagai sumber

nitrogen, karbon, dan asam amino bagi Salmonella (Oxoid Manual, 1995).

Pada media TTB, senyawa selektif berupa garam empedu

menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Selain itu terdapat senyawa

selektif seperti natrium tiosulfat dan tetrationat untuk menghambat

pertumbuhan bakteri koliform. Tetrationat terbentuk di dalam media akibat

penambahan iodin dan kalium iodida (I2-KI). Pada media TTB, Salmonella

dapat tumbuh karena memiliki enzim tetrationat reduktase (Oxoid Manual,

2009). Adanya enzim tetrationat reduktase pada Salmonella menyebabkan

Salmonella tahan terhadap efek toksik dari tetrationat (S4O62-) selama

pengkayaan. Pada kedua media hasil menunjukkan positif apabila terjadi

kekeruhan pada media seperti pada Gambar 6. Hasil menunjukkan bahwa dari

30 sampel isolat dari LB yang diinokulasikan ke dalam media RV dan TTB,

Page 52: F09ksa

37

keseluruhannya menunjukkan hasil positif, yang berupa kekeruhan pada

media RV serta kekeruhan dan pengendapan pada media TTB.

Gambar 6. Hasil Positif pada Media TTB (kanan) dan RV (kiri)

Selanjutnya dilakukan isolasi Salmonella dengan menggunakan tiga

media spesifik yaitu Hektoen Enteric Agar (HEA), Xylose Desoxycholate

Agar (XLDA), dan Bismuth Sulfite Agar (BSA). Koloni tipikal pada media

HEA berwarna biru kehijauan, dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya,

beberapa akan tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap

di tengahnya atau tampak sebagai koloni yang hampir semuanya berwarna

hitam. Koloni tipikal pada media XLDA berwarna merah muda dengan atau

tanpa warna hitam di tengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang

besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau tampak sebagai koloni

yang semuanya berwarna hitam (BAM, 2007). Koloni tipikal dan atipikal

pada media HEA dan XLDA dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Koloni tipikal pada BSA berwarna coklat, abu-abu atau hitam, kadang

tampak berwarna kilau metalik. Sekeliling koloni biasanya akan berwarna

coklat pada awalnya dan akan menjadi hitam dengan bertambahnya waktu

inkubasi, yang dinamakan halo effect. Koloni tipikal pada media BSA dapat

dilihat pada Gambar 9.

Page 53: F09ksa

38

Gambar 7. Pertumbuhan Koloni Tipikal dan Non Tipikal Salmonella pada HEA

Gambar 8. Pertumbuhan Koloni Tipikal Salmonella pada Media XLDA

(www.prise-pcp.org)

Page 54: F09ksa

39

` Pada beberapa cawan berisi media HEA, XLDA, dan BSA yang telah

digores dengan ose berisi kultur dari TTB dan RV, tidak terdapat koloni

tipikal Salmonella, maka media tersebut diinkubasi kembali selama 24 ± 2

jam. Namun setelah diinkubasi, koloni tipikal Salmonella tidak muncul juga,

sehingga diambil koloni yang atipikal tersebut..

Gambar 9. Pertumbuhan Koloni Tipikal Salmonella pada Media BSA

Koloni tipikal maupun tidak tipikal Salmonella yang diisolasi dari

media HEA, XLDA, dan BSA selanjutnya diinokulasikan pada media agar

miring Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA) untuk

konfirmasi biokimia dengan cara gores dan tusuk, kemudian diamati

pertumbuhannya setelah diinkubasi pada suhu 35 ± 2°C selama 24 jam.

Konfirmasi biokimia pada TSIA ditandai dengan terbentuknya warna

merah di bagian permukaan dan warna hitam di bagian dasar tabung

(menghasilkan H2S) serta adanya gas pada agar. Warna merah terjadi karena

Salmonella dapat memfermentasi glukosa yang jumlahnya terbatas dalam

media, sehingga jika glukosa habis bakteri ini menggunakan pepton sebagai

sumber energi yang terjadi di permukaan agar dan menghasilkan produk

sampingan berupa basa (merah). Terbentuknya H2S ditandai dengan warna

Page 55: F09ksa

40

hitam karena kandungan natrium tiosulfat pada agar direduksi oleh H2S yang

kemudian bereaksi dengan garam besi menghasilkan warna hitam.

Konfirmasi biokimia pada LIA ditandai dengan terbentuknya warna

ungu di bagian permukaan dan berwarna hitam di bagian dasar tabung

(menghasilkan H2S). Warna ungu terjadi karena Salmonella dapat

mendekarboksilasi lisin menghasilkan amin kadaverin yang ditunjukkan

dengan berubahnya indikator pH bromkresol ungu menjadi warna ungu.

Reaksi biokimia yang menunjukkan hasil positif dapat dilihat pada Gambar

10 berikut.

Gambar 10. Reaksi positif TSIA (kiri) dan LIA (kanan)

Persentase koloni yang diduga Salmonella setelah uji konfirmasi

biokimia pada media TSIA dan LIA miring disajikan pada Tabel 12. Tabel 12

memperlihatkan hasil bahwa media yang paling banyak menghasilkan uji

positif konfirmasi biokimia adalah koloni tipikal dari XLDA baik dari media

pengkaya selektif RV dan TTB, dimana 7 dari 17 koloni tipikal (41,18%)

yang berasal dari RV dan 5 dari 18 koloni tipikal (27,78%) yang berasal dari

TTB diduga Salmonella. Hasil analisa dari media BSA menunjukkan bahwa 5

dari 29 koloni tipikal (17,24%) yang berasal dari RV dan 1 dari 30 koloni

Page 56: F09ksa

41

tipikal (3,33%) yang berasal dari TTB diduga sebagai Salmonella. Hasil

analisa dari media HEA menunjukkan bahwa 3 dari 8 koloni tipikal (37,50%)

yang berasal dari RV dan 6 dari 27 koloni tipikal (22,22%) yang berasal dari

TTB juga diduga sebagai Salmonella. Dari koloni atipikal yang diuji baik dari

media HEA, XLDA, dan BSA, tidak ada koloni yang tidak tipikal diduga

sebagai Salmonella (0%) setelah uji konfirmasi biokimia dengan media TSIA

dan LIA.

Tabel 12. Persentase koloni yang diduga Salmonella setelah uji konfirmasi

biokimia pada media TSIA dan LIA

Media Tipikal Atipikal %

tipikal

%

atipikal

Positif

TSIA

LIA

%positif

TSIA

LIA

XLDA 17 13 56,67 43,33 7 41,18

BSA 29 1 96,67 3,33 5 17,24 RV

HEA 8 22 26,67 73,33 3 37,50

XLDA 18 12 60,00 36,67 5 27,78

BSA 30 0 100,00 0,00 1 3,33 TTB

HEA 27 3 90,00 10,00 6 22,22

Gambar 11 menunjukkan persentase koloni yang diduga Salmonella

setelah uji konfirmasi biokimia pada media TSIA dan LIA terhadap jumlah

koloni yang diisolasi dari media XLDA, BSA, dan HEA. Berdasarkan hasil

konfirmasi tersebut terlihat bahwa kemungkinan tertinggi mendapatkan

koloni yang diduga Salmonella adalah dengan mengisolasi koloni tipikal dari

media XLDA, dimana media XLDA menunjukkan hasil 34,48% koloni

tipikal diduga Salmonella setelah uji konfirmasi biokimia pada TSIA dan LIA

sedangkan pada media HEA sebesar 29,86% dan media BSA sebesar 10,29%.

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustin (2004),

dimana dari tiga media agar selektif untuk mengisolasi Salmonella pada 50

sampel selada segar, media HEA menunjukkan hasil 28,57% koloni tipikal

diduga Salmonella setelah uji konfirmasi biokimia pada TSIA dan LIA

Page 57: F09ksa

42

miring, sedangkan pada media XLDA sebesar 24,4% dan media BSA sebesar

22,45%.

Gambar 11. Histogram Persentase Koloni yang Diduga Salmonella Setelah Uji

Konfirmasi Biokimia pada Media TSIA dan LIA Terhadap Jumlah

Koloni yang Diisolasi dari Media XLDA, BSA, dan HEA

Namun, hasil isolasi ini sejalan dengan ISO 6579 : 2002 dimana

XLDA merupakan media agar selektif paling utama dalam mendeteksi

Salmonella. Adapun senyawa selektif yang terdapat dalam XLDA adalah

sodium desoksikolat dan natrium tiosulfat yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Gram positif.

Berdasarkan hasil konfirmasi tersebut juga dapat terlihat bahwa

kemungkinan tertinggi mendapatkan koloni yang diduga sebagai Salmonella

adalah dengan mengisolasi koloni tipikal maupun atipikal dari media

pengkaya selektif cair RV yaitu sebesar 27,77%, bila dibandingkan dengan

media cair TTB (16%). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Sylviana (2008), dimana dari dua media pengkaya selektif yang

Page 58: F09ksa

43

digunakan untuk mendeteksi Salmonella pada 40 sampel karkas ayam,

diketahui bahwa media RV (68,52%) lebih efektif dibandingkan dengan

media TTB (23,33%).

Media broth Rappaport Vasiliadis (RV) dalam BAM (2007) sangat

dianjurkan untuk dipakai dalam mendeteksi Salmonella pada daging segar

dan pangan yang mengandung mikroba dalam jumlah tinggi. RV

menggantikan Selenite Cystine Broth (SCB) sebagai media pengkayaan

selektif. Hal ini disebabkan karena dalam SCB terkandung selenium yang

bersifat toksik, sehingga meningkatkan biaya pengolahan limbah, dimana

selenium diklasifikasikan ke dalam limbah berbahaya bagi lingkungan. Selain

itu, dari beberapa studi pada hewan, diketahui bahwa selenium bersifat

embriotoksigenik dan teratogenik (Hammack et al., 1998).

Tidak semua Salmonella akan tumbuh sama baiknya pada semua

media agar cawan selektif untuk menekan tumbuhnya kontaminan non

Salmonella sehingga proses perbaikan dari jenis Salmonella kemungkinan

besar memerlukan dua atau lebih media agar cawan selektif. Kesalahan dalam

deteksi ketika melihat koloni pada media agar cawan juga dapat terjadi karena

tidak ada media selektif yang secara penuh bersifat selektif (Oxoid Manual,

1995).

Hasil yang positif pada media TSIA dan LIA selanjutnya dikonfirmasi

dengan media Urea Broth dan perangkat API 20E untuk memastikannya

sebagai Salmonella. Pengujian dengan Urea Broth bertujuan untuk

mengetahui bahwa organisme yang diuji tidak menghasilkan urease, karena

spesies Salmonella merupakan urease negatif. Urea positif ditunjukkan

dengan berubahnya warna Urea Broth dari kuning (pH 6,8) menjadi merah

atau merah muda (pH 8,1).

Hasil pengujian TSIA dan LIA menunjukkan bahwa koloni positif

dari 30 sampel yang dianalisis, ada 16 sampel yang diduga Salmonella

(53,33%) dan setelah dikonfirmasi dengan Urea Broth, terdapat 15 koloni

sampel (50%) yang positif menunjukkan reaksi negatif. Gambar 12

menunjukkan hasil uji konfirmasi Urea Broth yang positif, sedangkan data

Page 59: F09ksa

44

sampel yang menunjukkan hasil uji konfirmasi Urea Broth negatif disajikan

pada Lampiran 3.

Kultur yang diperoleh setelah uji urease selanjutnya dikonfirmasi

dengan API 20E untuk memastikannya sebagai Salmonella. Perangkat API

20E merupakan rapid test kit untuk mengidentifikasi bakteri-bakteri pada

keluarga Enterobacteriaceae dan bakteri Gram negatif tertentu dengan

memberikan kemudahan untuk inokulasi dan membaca hasil uji yang relevan.

Gambar 12. Uji Konfirmasi dengan Menggunakan Urea Broth

Isolat bakteri yang diperoleh dari sampel terlebih dahulu digoreskan

pada media NA dalam cawan petri untuk mendapatkan koloni terpisah.

Setelah diperoleh satu koloni terpisah, maka koloni tersebut dilarutkan dalam

5 ml larutan fisiologis. Suspensi kultur tersebut kemudian dimasukkan ke

dalam mikrotube dengan volume yang berbeda-beda sesuai dengan kode yang

ada. Hasil identifikasi Salmonella dengan API 20E kit disajikan pada Gambar

13 dan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 4.

Uji API 20E menunjukkan bahwa 5 dari 15 sampel (33,33%)

merupakan Salmonella spp., dimana 1 sampel teridentifikasi sebagai

Salmonella spp. dengan id. 99,9% (excellent identification) dan 4 sampel

Page 60: F09ksa

45

teridentifikasi sebagai Salmonella spp. dengan id. 89,4% (excellent

identification). Sisanya, 9 dari 15 sampel (66,67%) dipastikan bukan

Salmonella spp.

1

2 Keterangan: 1. Salmonella spp. ATCC 14028 2. Bukan Salmonella

Gambar 13. Hasil Identifikasi Salmonella spp. dengan API 20E kit

Tingkat isolasi Salmonella spp. pada 30 sampel yang dianalisis

ditunjukkan dengan hasil identifikasi dengan API 20E kit. Pada Tabel 13

dapat dilihat bahwa tingkat isolasi Salmonella spp. pada sampel daging sapi

diperoleh sebesar 16,67%. Persentase terbesar terdapat pada supermarket

dimana dari 20 sampel terdapat 4 sampel (20%) positif sedangkan pada pasar

tradisional diperoleh 1 dari 10 sampel (10%) positif mengandung Salmonella

spp. Keseluruhan hasil uji Salmonella mulai dari tahap pra pengkayaan

sampai uji API 20E dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 13. Persentase Salmonella spp. yang Dapat Diisolasi pada Sampel

Asal sampel Jenis sampel Jumlah

sampel

Jumlah

sampel yang

positif

Persentase

(%)

Pasar

tradisional

Daging potong 10 1 10

Supermarket Daging potong 10 2 20

Supermarket Daging giling 10 2 20

Total 30 5 16,67

Page 61: F09ksa

46

Angka isolasi ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan isolasi

Salmonella spp. pada sampel daging ayam yang dilakukan oleh Sylviana

(2008) sebesar 55%, dimana dari pasar tradisional diperoleh isolat Salmonella

spp. sebanyak 17 dari 40 sampel (42,5%) sedangkan dari supermarket

diperoleh 5 dari 40 sampel (12,5%).

Pada penelitian ini, tingkat isolasi Salmonella spp. pada sampel

daging yang dijual di supermarket nilainya lebih tinggi (20%) dibandingkan

dengan pasar tradisional (10%) padahal penerapan sanitasi dan higiene pasar

tradisional sangat buruk. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa

faktor, antara lain adalah kondisi yang tidak mendukung pertumbuhan bakteri

Salmonella dan adanya cemaran bakteri lain. Adanya bakteri-bakteri lain

pada daging sapi seperti bakteri pembusuk dan bakteri asam laktat merupakan

salah satu faktor penghambat pertumbuhan Salmonella, sebagaimana yang

diutarakan oleh Ray (2001) bahwa bakteri Salmonella tidak dapat

berkompetisi secara baik dengan bakteri-bakteri yang umum terdapat di

dalam bahan makanan.

Faktor utama yang diduga dapat memungkinkan terjadinya cemaran

Salmonella spp. pada daging sapi yang terdapat di pasar tradisional dan

supermarket adalah kontaminasi Salmonella spp. dari saluran pencernaan

daging sapi itu sendiri terutama pada saat pemotongan, karena habitat utama

Salmonella adalah saluran usus binatang dan manusia (Jay et al., 2005).

Selain itu dapat juga disebabkan akibat air yang digunakan untuk mencuci

karkas atau daging sapi, peralatan yang digunakan seperti pisau, talenan,

wadah, mesin giling, dan cemaran dari pekerja serta kontaminasi silang dari

bahan makanan lainnya saat penyimpanan.

Page 62: F09ksa

47

B. PENELITIAN TAHAP II (Pengaruh Pembekuan dan Pendinginan

terhadap Salmonella spp. dan Total Mikroba pada Daging Sapi)

1. Konfirmasi Kultur Salmonella

Konfirmasi terhadap kultur Salmonella berguna untuk meyakinkan

apakah kultur Salmonella yang dipakai pada penelitian ini adalah kultur

murni Salmonella, tanpa adanya mikroba kontaminan lainnya. Pada penelitian

ini digunakan kultur Salmonella spp.

Konfirmasi kultur Salmonella dilakukan dengan menggunakan

pewarnaan Gram dan uji lengkap Salmonella. Hasil konfirmasi dengan

pewarnaan Gram menunjukkan bahwa kultur yang digunakan adalah bakteri

Gram negatif berbentuk batang pendek yang ditunjukkan dengan adanya sel

berwarna merah karena dapat menyerap safranin. Uji lengkap Salmonella

mengacu pada Bacteriological Analytical Manual (BAM) FDA tahun 2007.

Dari hasil uji lengkap ini diketahui bahwa kultur yang digunakan adalah

kultur murni Salmonella spp. Salmonella spp menghasilkan H2S pada media

TSIA dan LIA serta urease negatif. Setelah diujikan pada API 20E,

teridentifikasi sebagai Salmonella spp dengan persen identifikasi sebesar

99,9% (excellent identification).

2. Pengaruh Proses Pembekuan dan Pendinginan Terhadap Salmonella

spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba Pada Daging Sapi

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel daging sapi

giling yang berasal dari salah satu supermarket di Bogor. Daging giling

diinokulasikan dengan kultur murni Salmonella Typhimurium sebanyak 3 log

CFU/g dan 6 log CFU/g, kemudian masing-masing disimpan di dalam freezer

dan refrigerator.

Secara mikrobiologis, penggunaan suhu rendah seperti pembekuan

dan pendinginan dimaksudkan agar aktivitas metabolisme mikroorganisme

pada makanan dapat diperlambat atau dihentikan sama sekali sehingga

akhirnya menyebabkan penurunan jumlah sel mikroba pada makanan

Page 63: F09ksa

48

tersebut. Penurunan jumlah sel selama pembekuan dan pendinginan dapat

diketahui dengan cara menghitung jumlah sel pada interval waktu tertentu.

2.1. Pengaruh Pembekuan Terhadap Mikroorganisme Alami Daging Sapi

Giling

Jumlah mikroorganisme yang dianalisis adalah mikroorganisme alami

yang berasal dari daging sapi giling segar dan dihitung sebagai Total Plate

Count dengan menggunakan media PCA. Dari Gambar 14 dapat terlihat

bahwa selama empat belas hari pembekuan daging sapi giling, jumlah total

mikroba pada daging sapi giling cenderung menurun, namun berdasarkan uji

statistik, penurunan jumlah total mikroba tersebut tidak signifikan karena

memiliki signifikansi sebesar 0,915 (p>0,05). Untuk mengetahui data

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Gambar 14. Pengaruh pembekuan (-16°C) terhadap jumlah mikroorganisme

pada daging sapi giling

Page 64: F09ksa

49

Penurunan jumlah mikroba yang tidak signifikan menunjukkan

kemampuan bertahan mikroba alami yang terdapat pada daging sapi giling

terhadap proses pembekuan. Namun adanya penurunan jumlah total mikroba

menunjukkan adanya mikroba yang mengalami kerusakan subletal bahkan

kematian akibat proses pembekuan. Pembekuan terutama pembekuan lambat

dapat menyebabkan kematian sel mikroba karena kristal es yang terbentuk

berada pada luar sel (ekstraseluler) dan bentuknya besar-besar sehingga

merusak struktur sel mikroba secara mekanis (Lund, 2000).

Gambar 14 juga memperlihatkan bahwa jumlah awal mikroorganisme

alami pada daging sapi giling cukup tinggi yaitu sebesar 6,46 log CFU/g.

Jumlah mikroorganisme yang tinggi ini disebabkan karena penggilingan

menyebabkan bertambahnya luas permukaan daging yang dapat kontak

dengan mikroorganisme yang secara alami terdapat pada daging sapi tersebut

maupun dengan mikroorganisme yang berasal dari lingkungan, tangan

pekerja, maupun peralatan pekerja seperti mesin penggiling daging. Selain

itu, luas permukaan yang semakin besar mendukung pertumbuhan bakteri-

bakteri pembusuk yang bersifat aerob. Penyebab lainnya adalah penggunaan

alat penggiling daging yang biasanya tidak didisinfeksi setiap kali digunakan

sehingga banyak mengandung mikroba yang dapat berpindah dari alat ke

permukaan daging sapi pada saat penggilingan daging (Jay et al., 2005).

2.2. Pengaruh Pembekuan Terhadap Jumlah Sel Salmonella spp., Total

Bakteri, dan Total Mikroba

Jumlah total sel Salmonella spp., total bakteri, dan total mikroba

cenderung mengalami penurunan selama empat belas hari penyimpanan beku

daging giling. Namun berdasarkan uji ANOVA, penurunan tersebut tidaklah

signifikan karena memiliki signifikansi lebih dari 0,05 (p>0,05). Gambar 15

menunjukkan perubahan jumlah Salmonella spp. baik dengan inokulum awal

3 Log CFU/g maupun inokulum awal 6 Log CFU/g pada daging sapi giling

akibat pembekuan pada suhu -16°C. Untuk data selengkapnya dapat dilihat

pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.

Page 65: F09ksa

50

Gambar 15. Perubahan jumlah sel Salmonella spp (inokulum awal 3 log

CFU/g dan 6 log CFU/g) selama pembekuan daging giling (-16°C)

Berdasarkan Gambar 15 terlihat bahwa pada konsentrasi inokulum 3

log CFU/g, jumlah koloni Salmonella spp. cenderung mengalami penurunan

selama tujuh hari pembekuan, setelah itu cenderung meningkat kembali

sampai hari keempat belas pembekuan. Namun pada konsentrasi inokulum 6

log CFU/g, jumlah koloni Salmonella spp. cenderung mengalami penurunan

sampai hari keempat belas pembekuan. Berdasarkan uji ANOVA, selama

empat belas hari pembekuan tersebut, baik pada sampel daging yang

dikontaminasi inokulum Salmonella spp. sebanyak 3 log CFU/g maupun 6

log CFU/g, jumlah koloni Salmonella spp mengalami penurunan maupun

peningkatan yang tidak signifikan karena memiliki siginfikansi sebesar 0,148

dan 0,175 (p>0,05).

Perubahan jumlah koloni Salmonella spp. yang tidak signifikan

selama empat belas hari pembekuan daging sapi giling menunjukkan

kemampuan bertahan Salmonella spp. pada suhu rendah. Penelitian

Gunderson dan Rose (1948) menunjukkan bahwa beberapa serovar

Page 66: F09ksa

51

Salmonella dapat bertahan pada produk pangan yang disimpan pada suhu

pembekuan diantaranya yakni Salmonella Enteritidis dapat bertahan pada

produk unggas pada suhu -18°C selama empat bulan, sedangkan Salmonella

Typhimurium dapat bertahan pada chicken chow mein pada suhu -25,5°C

selama 270 hari. Menurut Craig et al. (1998), kemampuan Salmonella

bertahan pada suhu rendah dibantu oleh adanya sintesis cold shock proteins.

Gambar 16 menunjukkan perubahan jumlah total bakteri dan total

mikroba pada sampel yang telah dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 3 log

CFU/g, sedangkan Gambar 17 menunjukkan perubahan jumlah total bakteri

dan total mikroba pada sampel yang telah dikontaminasi Salmonella spp.

sebesar 6 log CFU/g. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9

sampai Lampiran 12.

Gambar 16. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging

yang dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 3 log cfu/g selama pembekuan (-

16°C)

Page 67: F09ksa

52

Dari Gambar 16 terlihat bahwa selama empat belas hari pembekuan

sampel daging sapi yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log

CFU/g, jumlah total mikroba dan jumlah total bakteri cenderung menurun.

Penurunan jumlah total mikroba diperoleh sebesar 0,36 log CFU/g

sedangkan penurunan jumlah total bakteri sebesar 0,34 log CFU/g.

Sedangkan dari Gambar 17 terlihat bahwa pada konsentrasi inokulum sebesar

6 log CFU/g, penurunan jumlah total mikroba mencapai 1,02 log CFU/g

sedangkan jumlah total bakteri mengalami penurunan hanya sebesar 0,87 log

CFU/g. Namun, setelah diuji statistik dengan uji ANOVA, penurunan baik

jumlah total mikroba maupun total bakteri selama empat belas hari

pembekuan tersebut tidaklah siginfikan karena memiliki signifikansi sebesar

0,305 dan 0,754 (p> 0,05).

Kecenderungan menurunnya jumlah koloni baik Salmonella spp., total

bakteri, maupun total mikroba pada sampel daging sapi yang dikontaminasi

Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g lebih besar dibandingkan dengan

sampel daging sapi yang dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g.

Hal ini diduga karena semakin banyaknya mikroba pada sampel berarti

semakin tinggi pula tingkat persaingan antar mikroba dalam mendapatkan

nutrisi, sehingga semakin sedikit mikroba yang dapat bertahan pada sampel.

Berdasarkan Gambar 16 diketahui juga bahwa pada hari ke-tiga dan

hari ke-sepuluh pembekuan sampel daging yang dikontaminasi kultur

Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g, jumlah mikroba yang terhitung pada

media PCA nilainya lebih rendah dari jumlah mikroba yang terhitung pada

media NA. Padahal seharusnya jumlah mikroba yang terhitung pada media

PCA lebih tinggi dibandingkan pada media NA.

Kemungkinan penyebabnya adalah pada media PCA bukan hanya

bakteri saja yang tumbuh melainkan kapang dan khamir juga dapat tumbuh

sehingga terjadi persaingan antara bakteri, kapang dan khamir dalam

mengambil nutrisi dan akhirnya jumlah mikroba yang tumbuh tidak terlalu

banyak. Pada media NA, karena bakteri saja yang dapat tumbuh, maka

persaingan dalam mendapatkan nutrisi antar bakteri sama, sehingga

memungkinkan bakteri untuk tumbuh lebih banyak. Dari Gambar 17 dapat

Page 68: F09ksa

53

dilihat hal yang sama yaitu pada hari ke-tiga sampai hari ke-empat belas pada

sampel yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g,

jumlah mikroba yang terhitung pada media PCA nilainya lebih rendah dari

jumlah mikroba yang terhitung pada media NA.

Gambar 17. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging

yang dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 6 log cfu/g selama pembekuan (-

16°C)

Berkurangnya jumlah mikroba alami (bakteri, kapang, dan khamir)

daging giling sapi maupun jumlah Salmonella spp. yang dikontaminasikan

pada daging giling akibat proses pembekuan disebabkan karena sebagian sel

mengalami kerusakan subletal dan mati selama pembekuan. Menurut Bernard

(2000) penurunan ini terjadi karena sel mengalami kerusakan pada membran

terluar sel yang terdiri dari lipopolisakarida sehingga mengakibatkan

kematian sel. Kerusakan ini menimbulkan kematian sel jika sel tidak bisa

kembali seperti semula. Hal ini merupakan akibat dari hilangnya fungsi

membran (kontrol permeabilitas membran), kehilangan magnesium yang

mengakibatkan tidak stabilnya ribosom dan kegagalan proses perbaikan

DNA, serta kehilangan kofaktor yang akan mengganggu proses kontrol

Page 69: F09ksa

54

metabolisme. Jika kondisi ini berlangsung dalam waktu yang lama maka sel

akan mengalami kematian.

Selain itu kematian sel mikroba oleh proses pembekuan dapat

disebabkan oleh beberapa hal yaitu terbentuknya kristal es dari air bebas,

meningkatnya viskositas di dalam sel, berkurangnya oksigen dan

karbondioksida, perubahan pH, perubahan konsentrasi elektrolit sel,

denaturasi protein sel, rangsangan akibat kejutan dingin, dan kerusakan

metabolisme (Jay et al., 2005).

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa baik pada sampel

daging sapi yang dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g maupun

6 log CFU/g, bakteri Salmonella spp. menunjukkan kemampuan bertahan

terhadap proses pembekuan -16°C, karena walaupun terjadi penurunan

jumlah koloni selama pembekuan, namun penurunan tersebut tidak signifikan

(p>0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Gunderson dan Rose

(1948) yang menemukan bahwa Salmonella Newington, Salmonella

Typhimurium, Salmonella Typhi, Salmonella Gallinarum, Salmonella

Anatum, dan Salmonella Paratyphi B mampu bertahan sampai selama 270

hari pada chicken chow mein yang disimpan pada suhu -25,5°C.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Yuliatin (2008) yang

menemukan bahwa Salmonella Paratyphi, Salmonella Enteritidis, dan

Salmonella Lexington mampu bertahan selama 48 jam pada pembekuan es

batu baik pada konsentrasi inokulum sebesar 3 log CFU/g maupun 5 log

CFU/g, walaupun selama 48 jam tersebut terjadi penurunan jumlah koloni

Salmonella yang diujikan.

2.3. Pengaruh Proses Pendinginan Terhadap Jumlah Total Salmonella spp.,

Total Bakteri, dan Total Mikroba

Sampel daging sapi giling yang telah dikontaminasi oleh kultur murni

Salmonella spp. disimpan pada suhu refrigerator (6°C) selama 7 hari dengan

melakukan pengamatan pada hari ke-0, ke-3 dan ke-7. Pengamatan dilakukan

terhadap jumlah Salmonella spp., jumlah total mikroba, dan jumlah total

bakteri.

Page 70: F09ksa

55

Gambar 18 menunjukkan perilaku Salmonella spp. selama

pendinginan baik dengan inokulum awal 3 log CFU/g maupun dengan

inokulum awal 6 log CFU/g selama tujuh hari. Untuk data selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. Perhitungan jumlah koloni

Salmonella spp. dilakukan dengan menggunakan media HEA.

Gambar 18. Perubahan jumlah Salmonella spp. (inokulum awal 3 log CFU/g

dan 6 log CFU/g) selama pendinginan daging giling (6°C)

Secara keseluruhan, dari Gambar 18 dapat dilihat bahwa selama 7 hari

pendinginan daging sapi giling, jumlah sel Salmonella spp. relatif menurun

pada hari ke-tiga dan meningkat kembali pada hari ke-tujuh pada inokulum

awal 3 log CFU/g. Setelah diuji statistik dengan uji ANOVA memang

terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah Salmonella spp. pada hari

ke-3 dengan jumlah Salmonella spp. pada hari ke-0 dan ke-7. Sedangkan pada

sampel daging dengan inokulum awal Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g,

jumlah sel Salmonella spp. cenderung menurun. Setelah diuji statistik dengan

uji ANOVA, penurunan jumlah Salmonella spp. tersebut tidak signifikan

karena memiliki signifikansi sebesar 0,354 (p>0,05).

Page 71: F09ksa

56

Penurunan jumlah Salmonella spp. pada daging sapi giling yang tidak

signifikan menunjukkan kemampuan bertahan Salmonella spp. terhadap

perlakuan suhu rendah (6°C). Namun pada suhu rendah tersebut pertumbuhan

Salmonella spp. cenderung terhambat. Hal ini dapat dilihat dari

kecenderungan menurunnya jumlah sel Salmonella spp. selama tujuh hari

pendinginan. Menurut ICMSF (1996), laju pertumbuhan Salmonella mulai

berkurang pada suhu <15°C, dan terhambat pada suhu <7°C.

Perlakuan suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba

karena suhu rendah menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh

enzim-enzim pada sistem metabolisme mikroba. Hal ini ditegaskan oleh

Fennema et al. (1976) yang menjelaskan bahwa pada sistem biologi,

peningkatan suhu sebesar 10°C pada tingkat yang tepat akan meningkatkan

kecepatan reaksi sebesar dua kali. Demikian pula sebaliknya, setiap

penurunan suhu sebesar 10°C mengakibatkan penurunan kecepatan reaksi

sebesar dua kali. Penurunan suhu sampai taraf tertentu dapat menyebabkan

terhentinya metabolisme mikroorganisme, yang selanjutnya berakibat

kerusakan atau kematian sel.

Kecenderungan menurunnya jumlah sel tidak berlaku pada jumlah

total mikroba dan total bakteri pada sampel daging sapi yang didinginkan.

Pada penelitian ini, jumlah total mikroba dan total bakteri yang terdapat pada

sampel daging cenderung mengalami peningkatan selama pendinginan.

Kecenderungan meningkatnya jumlah total mikroba dan total bakteri pada

sampel daging yang dikontaminasi kultur murni Salmonella spp. sebesar 3

log CFU/g dapat dilihat pada Gambar 19, sedangkan kecenderungan

meningkatnya jumlah total mikroba dan total bakteri pada sampel daging

yang dikontaminasi kultur murni Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g dapat

dilihat pada Gambar 20. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 15 sampai Lampiran 18.

Berdasarkan Gambar 19 terlihat bahwa selama pendinginan, jumlah

total mikroba dan total bakteri pada sampel daging yang dikontaminasi kultur

Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g cenderung mengalami peningkatan.

Peningkatan total mikroba terjadi sebesar 1,26 log CFU/g sedangkan

Page 72: F09ksa

57

6,717,41

7,97

6,57

7,427,84

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0 3 7Lama pendinginan (hari)

Jum

lah

kolo

ni (l

og C

FU/g

)

Total mikroba

Total bakteri

peningkatan jumlah total bakteri sebesar 1,27 log CFU/g. Setelah diuji

statistik dengan uji ANOVA, jumlah total bakteri dan total mikroba tersebut

mengalami peningkatan yang signifikan. Jumlah total bakteri pada sampel

daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g pada

hari ke-0 berbeda nyata dengan jumlah total bakteri pada hari ke-3 dan ke-7.

Sedangkan perbedaan nyata jumlah total mikroba pada sampel daging yang

dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g terjadi antara hari

ke-0 dan hari ke-7.

Pada sampel yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log

CFU/g, jumlah total mikroba mengalami peningkatan sebesar 0,52 log

CFU/g, sedangkan jumlah total bakteri meningkat sebesar 1,00 log CFU/g.

Namun setelah diuji statistik dengan ANOVA, peningkatan jumlah sel yang

signifikan terjadi hanya pada jumlah total bakteri karena memiliki

signifikansi sebesar 0,041 (p≤0,05).

Gambar 19. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging

yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log cfu/g selama

pendinginan (6°C)

Page 73: F09ksa

58

Kecenderungan meningkatnya jumlah total mikroba dan total bakteri

selama pendinginan menunjukkan bahwa selama pendinginan tersebut terjadi

pertumbuhan mikroba. Menurut ICMSF (1981) mikroba yang dapat tumbuh

pada suhu 5°C adalah mikroba jenis psikrofilik dan psikotrofik.

Terjadinya pertumbuhan mikroba psikrofilik dan psikotrofik selama

pendinginan menyebabkan kerusakan pada daging sapi giling yang

didinginkan. Namun menurut ICMSF (1981), pada produk pangan yang

didinginkan hanya mikroba psikotrofik yang dapat menyebabkan kerusakan.

Mikroba psikotrofik yang dapat menyebabkan kerusakan pada daging yang

didinginkan terutama adalah golongan Pseudomonas, Acinetobacter,

Aeromonas, Micrococcus, dan Moraxella.

Gambar 20. Peningkatan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging

yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log cfu/g selama

pendinginan (6°C)

Ciri-ciri kerusakan daging sapi yang terlihat antara lain daging

berlendir, terdapat noda kekuningan dan terjadi cacat warna, serta timbulnya

bau tidak enak (bau busuk) dari daging. Menurut Fardiaz (1992), timbulnya

lendir biasanya disebabkan oleh mikroba genus Pseudomonas dan

Page 74: F09ksa

59

Achromobacter, cacat warna disebabkan oleh Micrococcus dan Pennicillium

dan timbulnya bau busuk pada daging dapat disebabkan oleh Acinetobacter

dan Moraxella.

Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa penurunan jumlah sel

Salmonella spp. baik akibat penyimpanan beku maupun penyimpanan dingin

tidak signifikan karena memiliki signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini

menunjukkan kemampuan Salmonella spp. bertahan pada suhu rendah yang

dibantu oleh adanya sintesis cold shock proteins. Menurut Craig et al. (1998),

pada kondisi suhu rendah Salmonella akan memproduksi cold shock proteins

yang berfungsi sebagai pengantar dan pelindung enzim, protein, asam nukleat

dan ribosom di dalam sel. Protein ini akan melindungi sel dari pengaruh cold

shock yang merusak permeabilitas membran sitoplasma bakteri. Menurut

Ulusu dan Tezcan (2001) gen cold shock proteins (CSPs) pada Salmonella

terdiri dari cspA, cspB, cspC, cspE, dan cspH. Sintesis protein ini diatur pada

konsentrasi transkripsi. Namun sampai saat ini mekanisme protein tersebut

dalam melindungi Salmonella dari efek kerusakan sel akibat pendinginan dan

pembekuan belum diketahui.

Page 75: F09ksa

60

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Rata-rata total mikroba sampel daging sapi yang berasal dari 5 pasar

tradisional sebesar 7,49 log CFU/g dengan nilai standar deviasi 0,49, sedangkan

rata-rata total mikroba sampel daging sapi yang berasal dari 10 supermarket

sebesar 6,09 log CFU/g dengan nilai standar deviasi 0,85. Hasil identifikasi

dengan API 20E menunjukkan bahwa tingkat isolasi Salmonella spp. pada 30

sampel yang dianalisis adalah sebesar 16,67%, dimana 1 sampel teridentifikasi

sebagai Salmonella spp. dengan id. 99,9% (excellent identification) dan 4 sampel

teridentifikasi sebagai Salmonella spp. dengan id. 89,4% (excellent

identification).

Analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bertahan Salmonella spp.

pada pembekuan dan pendinginan sampel daging sapi menunjukkan bahwa sel

Salmonella spp. baik pada konsentrasi inokulum sebesar 3 log CFU/g maupun 6

log CFU/g mampu bertahan pada suhu pembekuan (-16°C) maupun suhu

pendinginan (6°C). Kemampuan bertahan Salmonella spp. dapat dilihat dari

perubahan jumlah Salmonella spp. yang tidak signifikan (p>0,05) pada uji

ANOVA.

Penurunan total mikroba pada sampel daging yang dikontaminasi

Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g adalah 0,36 log CFU/g sedangkan

penurunan jumlah total bakteri sebesar 0,34 log CFU/g. Pada sampel daging yang

dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g, jumlah total mikroba

mengalami penurunan mencapai 1,04 log CFU/g sedangkan jumlah total bakteri

mengalami penurunan hanya sebesar 0,89 log CFU/g. Namun berdasarkan uji

statistik ANOVA, perubahan jumlah total mikroba, dan total bakteri tersebut

tidak signifikan (p>0,05).

Selama pendinginan, jumlah total mikroba dan total bakteri sampel

daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. baik sebesar 3 log CFU/g

Page 76: F09ksa

61

maupun 6 log CFU/g cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah

total mikroba mencapai 1,26 log CFU/g sedangkan jumlah total bakteri mencapai

1,27 log CFU/g. Berdasarkan uji statistik ANOVA, peningkatan jumlah total

bakteri dan total mikroba tersebut signifikan kecuali peningkatan jumlah total

mikroba pada daging sapi giling yang dikontaminasi kultur Salmonella spp.

sebesar 6 log CFU/g (p>0,05).

Pada penyimpanan dingin 6°C terjadi pertumbuhan mikroba yang diduga

bersifat psikotrofik sehingga menyebabkan sampel daging sapi giling mengalami

kerusakan. Ciri-ciri kerusakan daging sapi yang terlihat antara lain daging

berlendir, terdapat noda kekuningan dan terjadi cacat warna, serta timbulnya bau

tidak enak (bau busuk) dari daging.

Berdasarkan evaluasi proses pembekuan dan pendinginan terhadap

jumlah Salmonella spp., jumlah total bakteri, dan jumlah total mikroba, maka

proses pembekuan merupakan proses yang dapat mempertahankan mutu daging

sapi giling.

.

B. SARAN

Adanya cemaran bakteri patogen Salmonella spp. pada daging sapi yang

dijual di pasar tradisional dan pasar swalayan (supermarket) maka diperlukan

evaluasi atau tinjauan ulang terhadap penerapan praktek higiene dan sanitasi

kedua jenis pasar tersebut. Selain itu perlu dilakukan uji ketahanan Salmonella

spp. pada penyimpanan beku dan penyimpanan dingin dengan suhu dan lama

penyimpanan sampel daging sapi yang berbeda.

Page 77: F09ksa

62

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, D. S. 2004. Prevalensi Salmonella Pada Selada Segar di Pasar Tradisional Daerah Bogor dan Evaluasi Prosedur Pengujiannya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Badan Standarisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01/6366/2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.

BAM (Bacteriological Analytical Manual). 2001. Aerobic Plate Count. http://www.cfsan.fda.gov/~ebam/bam-3.html (12 September 2008).

BAM (Bacteriological Analytical Manual). 2003. Food Sampling and Preparation of Sample Homogenate. http://www.cfsan.fda.gov/~ebam/bam-1.html (12 September 2008).

BAM (Bacteriological Analytical Manual). 2007. Salmonella. http://www.cfsan.fda.gov/~ebam/bam-5.html (12 September 2008).

Bell, C. dan A. Kyriakides. 2003. Salmonella. Di dalam: Blackburn, C. dan P. J. McClure. (eds.). 2003. Foodborne pathogens: Hazard, risk analysis and control. Woodhead Publishing Limited. Cambrige, England.

Bernard, M. M. 2000. Injured Bacteria. Di dalam: Lund, B. M., T. C. Baird-Parker, G. W. Gould. (Eds.), The Microbiological Safety and Quality of Food Volume I. Aspen Publishers, Inc. Gaithersburg, Maryland.

Blackburn, C. dan P. J. McClure. 2003. Foodborne pathogens: Hazard, risk analysis

and control. Woodhead Publishing Limited. Cambrige, England.

Bryan, F. L., M. J. Fanelli, H. Riemann. 1979. Salmonella Infections. Di dalam: Bryan, F. L., dan H. Riemann. Foodborne Infections and Intoxications 2nd Edition. Academic Press, New York.

Craig, J. E., D. Boyle, K. P. Francis, dan M. P. Gallagher. 1998. Expression of the cold-shock gene cspB in Salmonella Typhimurium occurs below a threshold temperature. J. Microbiol. 144: 697-704.

Page 78: F09ksa

63

D’Aoust, J. Y. 2000. Salmonella. Di dalam: Lund, B. M., T. C. Baird-Parker, G. W. Gould. (Eds.), The Microbiological Safety and Quality of Food Volume I. Aspen Publishers, Inc. Gaithersburg, Maryland.

D’Aoust, J.Y., 1989. Salmonella. Di dalam : Doyle, M.P. (ed.). Foodborne Bacterial Pathogens. Marcel Dekker, Inc. New York.

Del-Portillo, F. G. 2000. Moleculer and Celluler Biology of Salmonella Pathogenesis. Di dalam Cary, J. W., J. E. Linz, dan D. Bhatnagar. Microbial Foodborne Disease: Mechanisms of Pathogenesis and Toxin Synthesis. Techonomic Publishing Company, Inc. Cancaster, Pennsylvania, USA.

Desrosier, N. W. dan D. K. Tressler. 1977. Freezing of Shellfish In Fundamental of Freezing. AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.

Desrosier, N. W. dan J. N. Desrosier. 1977. The Technology of Food Preservation. AVI Publishing Company, Westport, Connecticut.

Dewanti-Hariyadi, R., N. Andjaya, Suliantari, dan L. Nuraida. 2001. Teknologi Fermentasi: Penuntun Praktikum. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Dickens, D. L., H. L. Dupont, dan P. C. Johnson, 1985. Survival of bacterial enterophatogens in the ice of popular drinks. The Journal of the American Medical Association. Vol. 253 No 21. http:jama.ama-assn.org/cgi/content/abstract.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981.Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Produksi Daging, Telur, dan Susu Tahun 2004-2008 (Indonesia). ditjennak.go.id/bank%5CTabel_5_1.pdf. 26 Februari 2009.

Eley, A. R. 1992. Other Bacterial Pathogens. Di dalam: Eley, A. R., Microbial Food Poisoning. Chapman & Hall, London.

Fardiaz, S. 1992. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. PAU, IPB.

Page 79: F09ksa

64

Fennema, O. R., W. D. Powrie, dan E. H. Morth. 1976. Low Temperature Preservation of Food and Living Matters. Marcel Dekker, New York.

Frazier, W.C. dan P.C Westhoff. 1978. Food Microbiology. Mc Graw Hill Book Co. Inc. New York.

Gaman, P. M dan K.B. Sherrington. 1981. An introduction to Food Science, Nutrition

and Microbiology. In The Food Science. 1981. Pergamon Press. Oxford.

Georgala, D. L. dan A. Hurst, 1963. The Survival of Food Poisoning Bacteria in Frozen Food. J. Appl.. Microbial. 26: 364-358. Di dalam: Jay, J. M., Loessner, M. J., Golden, D. A. 2005. Modern Food Microbiology Seventh Edition. Springer Science and Bussiness Media Inc., USA

Gunderson, M. F. dan K. D. Rose. 1948. Survival ofbacteria in a Precooked Fresh Frozen Food. Food Re. 13:254-263. Di dalam: Jay, J. M., M. J.Loessner, D. A.Golden. 2005. Modern Food Microbiology Seventh Edition. Springer Science and Bussiness Media Inc., USA

Hallowel, E. R. 1980. Cold and freezer Storage Manual. AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.

Hammack, T. S., R. M. Amaguana, G. A. June, P. S. Sherrod, and W. H. Andrews. 1999. Relative effectiveness of selenite cystine broth, tetrathionate broth, and Rappaport-Vassiliadis medium for the recovery of Salmonella from foods with a low microbial load. J. Food Prot. 62:16-21.

Hanes, D. 2003. Nontyphoid Salmonella. Di dalam: Miliotis, M. D., Bier, J. W. (Eds), International Handbook of Foodborne Pathogens. Marcel Dekker, Inc., New York.

Herbert, R. A. dan J. P. Sutherland. 2000. Di dalam : Lund, B.M., T.C. Baird-parker, dan G.W.Gould, , 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food, Vol. I. Aspen Publishers, Inc., Gaitehersburg, Maryland.

ICMSF. 1986. Microorganism in Foods 2. Sampling for Microbiological Analysis Principles and Spesific Applications, 2nd ed. University of Toronto Press, Toronto.

Page 80: F09ksa

65

ICMSF. 1996. Microorganism in Foods 5. Microbiological Spesifications of Food Pathogens. Chapman and Hall, London.

Jay, J. M., M. J. Loessner, dan D. A. Golden. 2005. Modern Food Microbiology Seventh Edition. Springer Science and Bussiness Media Inc., USA

Johnston, W. A., F. J. Nicholson, A. Roger dan G. D. Stroud. 1994. Freezing and Refrigerated Storage in Fisheries. FAO Fisheries Technical Paper-340 Food and Agriculture Organization of The United Nations.

Judge, M. D., E. D. Aberle, J. C. Forrest, H. B. Hedrick, dan R. A. Merkel. 1989. Prnciples of Meat Science. Kendall Hunt Publishing Company, Iowa. USA.

Lawrie, R. A. 1991. Meat Science. Pergamon Press, London.

Lowry, P. D., dan C. O. Gill. 1985. Microbiology of Frozen Meat and Meat Products. Di dalam: Robinson, R. K (ed.). Microbiology of Frozen Foods. Elsevier Applied Science Publishers, England.

Lund, B. M. 2000. Freezing. Di dalam : Lund, B.M., T.C. Baird-parker, dan G.W.Gould, , 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food, Vol. I. Aspen Publishers, Inc., Gaitehersburg, Maryland.

Lund, B. M., T. C. Baird-Parker, dan G. W. Gould. 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food. Vol II. Aspen Publisher, Inc. Gathersburg, Maryland.

Matches, J. R. dan J. Liston. 1968. Low Temperature Growth of Salmonella. J. Food Sci. 33:641-645.

Mead, P. S., L. Slusther, V .Diets, , L. F. McCraig, , J. S. Bresee, , C. Shepiro, P. M. Griffin, dan R. V. Tauxe. 1999. Food related illness and death in united States Emerg. Infect. Dis 5: 607-625.

Meyer, L. H. 1973. Food Chemistry. Charles E. Turtle Co., Tokyo.

Muchtadi, T. R dan Sugiyono. 1992. Penuntun Praktikum Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU, IPB, Bogor.

Nasution, R. 2003. Teknik Sampling. Bahan Internet. http:/www.usu.ac.id/

Page 81: F09ksa

66

Oxoid Manual. 1995. 7th ed. Foodborne Pathogens. Monograph No. 1 Salmonella.

Pang, T., Z. A. Bhutta, B. B Finlay, dan M. Altwegg. 1995. ”Typhoid fever and other salmonellosis: a continuing challenge.” J. Microbiol. 3 (7):253-255.

Popoff, M. Y., dan L. L. Minor. 1997. Antigenic Formulas of The Salmonlla Serovars. Institut Pasteur, Paris.

Ray, B. 2001. Fundamental Food Microbiology, 2nd Ed. CRC Press, Boca Raton.

Ruslan. 2003. Keamanan Mikrobiologi dan Survei Lapang Sayuran Olahan di Daerah Bogor Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Supardi, I. dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Penerbit Alumni, Bandung.

Sylviana. 2008. Prevalensi Cemaran Salmonella Typhimurium Pada Potongan Karkas Ayam dan Efektivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper betle, Linn.) Sebagai Larutan Sanitaiser Alami. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ulusu, N. N. dan Tezcan, F. E. 2001. Cold Shock proteins. J. Med. Sci. Vol 31: 283-290. http://journals.tubitak.gov.tr/medical/issues/sag-31-4-1-0010-22.pdf (25 April 2009).

Yuliatin. F. 2008. Evaluasi Kemampuan Bertahan Salmonella Pada Pembekuan Es Batu. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 82: F09ksa

67 Lam

piran 1. Blangko A

nalisa API 20E Test

Page 83: F09ksa

68

Lampiran 2. Data analisis total mikroba pada 30 sampel daging sapi

No. Kode Sampel CFU/g Nilai Log

1 SP1 2.6 x 104 4.41

2 SP2 7.0 x 106 6.84

3 SP3 2.6 x 105 5.41

4 SP4 3.8 x 105 5.58

5 SP5 2.0 x 106 6.30

6 SP6 1.0 x 107 7.00

7 SP7 4.0 x 104 4.60

8 SP8 3.7 x 106 6.57

9 SP9 1.8 x 106 6.26

10 SP10 8.1 x 105 5.91

11 T1P1 7.8 x 106 6.89

12 T1P2 6.8 x 107 7.83

13 T2P1 1.3 x 107 7.11

14 T2P2 1.9 x 107 7.28

15 T3P1 5.0 x 107 7.70

Page 84: F09ksa

69

Lampiran 2 (Lanjutan). Data Analisis Total Mikroba pada 30 Sampel Daging Sapi

No. Kode Sampel CFU/g Nilai Log

16 T3P2 2.2 x 108 8.34

17 T4P1 4.4 x 107 7.64

18 T4P2 4.5 x 107 7.65

19 T5P1 5.6 x 107 7.75

20 T5P2 4.8 x 106 6.68

21 SG1 9.1 x 104 4.96

22 SG2 1.0 x 107 7.00

23 SG3 2.1 x 106 6.32

24 SG4 5.9 x 106 6.77

25 SG5 1.4 x 106 6.15

26 SG6 2.4 x 106 6.38

27 SG7 6.6 x 104 4.82

28 SG8 5.2 x 106 6.72

29 SG9 1.4 x 107 7.15

30 SG10 4.5 x 106 6.65

Page 85: F09ksa

70

Lampiran 3. Hasil identifikasi sampel yang negatif pada Urea Broth

No.Kode

Sampel

Uji Urea

Broth

1. SP5 -

2. SP6 -

3. SP7 -

4. SP8 -

5. SP10 -

6. T1P1 -

7. T2P1 -

8. T3P1 -

9. T4P1 -

10. T4P2 -

11. SG1 -

12. SG4 -

13. SG5 -

14. SG6 -

15. SG8 -

Page 86: F09ksa

71

Lampiran 4. Hasil Identifikasi dengan API 20E

Kode Sampel Tube

Kontrol T3P1 T4P1 T4P2 SG1 SG4 SG5 SG6 SG8

ONPG - - - - - - - + -

ADH + + + + - + + - + LDC + - - + - + + + + ODC + - - + - + + + + CIT + + + + + - + + + H2S + - - + - + + - + URE - - - - - - - - - TDA - - - - + - - - - IND - - - - + - - - - VP - - - - - - - - -

GEL - + + - - + - - - GLU + - - + + - + + + MAN + - - + - - + + + INO + - - - - - - - + SOR + - - + - - + - + RHA + - - + - - + + + SAC - - - - - - - - - MEL + - - + - - + - + AMY - - - - - - - - - ARA + - - + - - + + +

Indeks Profil API

6704752 2202000 2202000 6704552 0264000 6702000 6704552 5304112 6704752

Identifikasi Salmonella spp. 99.9%

Pseudomonas aeruginosa

77.5%

Pseudomonas aeruginosa

77.5%

Salmonella spp. 89.4%

Providencia alkalifacien

s 89.0%

- Salmonella spp. 89.4%

Hafnia alvei 1 99.9%

Salmonella spp. 99.9%

Page 87: F09ksa

72

Lampiran 4 (Lanjutan). Hasil Identifikasi dengan API 20E

Kode Sampel Tube

Kontrol SP5 SP6 SP7 SP8 SP10 T1P1 T2P1

ONPG - + - - - - - +

ADH + + + + + + - + LDC + + + + + + - + ODC + + + + + + - + CIT + + + + + + + + H2S + - + + + - - + URE - - - - - - - - TDA - - - - - - + - IND - + - - - - + - VP - - - - - - - -

GEL - - - + - - - - GLU + + + - + - + + MAN + + + - + - - + INO + - - - - - + + SOR + + + - + - - + RHA + - + - + - - + SAC - - - - - - - + MEL + - + - + + - + AMY - - - - - - - + ARA + + + - + - - +

Indeks Profil API

6704752 7344502 6704552 6702000 6704552 6300040 0264200 7704773

Identifikasi Salmonella spp. 99.9%

- Salmonella spp. 89.4%

- Salmonella spp. 89.4%

- Providencia stuartii 97.5%

-

Page 88: F09ksa

73

Lampiran 5. Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E

TSIA LIA No. Kode Sampel

Selective Broth Selective Agar

Slant Butt gas H2S Slant Butt gas H2S UB API

Test Kesimpulan

XLDA T A A + - B B - - - BSA T A A - - B B - - - RV HEA T A A + - B B - + -

XLDA T B A + - B A + - - BSA T A A + - B A + - -

1 SP1

TTB HEA T A A + + B A + + -

XLDA AT A A + - B A + - - BSA T A A + - B B + - - RV HEA AT A A + - B B + - -

XLDA AT A A + + B A + - - BSA T A A + + B B + + -

2 SP2

TTB HEA AT A A + + B B + + -

XLDA AT A A + - B B + - - BSA T A A + - B B + - - RV HEA AT A A + - B B + - -

XLDA T A A - - B B + - - BSA T B A + - B A + - -

3 SP3

TTB HEA T B A + - B A + - -

Keterangan: T = tipikal, AT = atipikal, Slant = permukaan agar, Butt = dasar agar, TSIA : A= Asam (kuning), B= Basa (Merah), LIA: A= Asam (kuning), B= Basa (Ungu)

Page 89: F09ksa

74

Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E

TSIA LIA No. Kode Sampel

Selective Broth

Selective Agar Slant Butt gas H2S Slant Butt gas H2S

UB API Test Kesimpulan

XLDA AT A A + - B B - - - BSA T A A + - B B - - - RV HEA AT A A + - B B + - -

XLDA AT A A + - B A + - - BSA T B A + - B A - - -

4 SP4

TTB HEA T A A + - B A + - -

XLDA T A A + - B B - - - BSA T B A + - B B - - - - RV HEA T B A + - B B - - - - -

XLDA T A A - - B B + - - BSA T A A + - B A + - -

5 SP5

TTB HEA T B A + - B B - - - -

XLDA T B A + + B B - + - - BSA T B A + + B B - + - + + RV HEA T B A + + B B - + + -

XLDA AT A A + + B A + + - BSA T B A + - B B - - - -

6 SP6

TTB HEA T B A - - B B + - - -

Keterangan: T = tipikal, AT = atipikal, Slant = permukaan agar, Butt = dasar agar, TSIA : A= Asam (kuning), B= Basa (Merah), LIA: A= Asam (kuning), B= Basa (Ungu)

Page 90: F09ksa

75

Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E

TSIA LIA No.

Kode Sampel

Selective Broth

Selective Agar Slant Butt gas H2S Slant Butt gas H2S

UB API Test Kesimpulan

XLDA T A A + - B A - - - BSA T A A + - B A - - - RV

HEA AT A A + - B A - - -

XLDA T A A + + B A - + - BSA T A A + - B B - - -

7 SP7 TTB

HEA T B A + - B B - - - -

XLDA T B A + + B B - + - - BSA T B A + + B B - + - - RV HEA T B A + + B B - + - + +

XLDA T A A - - B B - - - BSA T B A - + B A - - -

8 SP8

TTB HEA T B A + - B A - - -

XLDA T A A + - B B - - - BSA T A A + - B B - - - RV HEA AT A A + - B B - - -

XLDA AT A A + - B B + + - BSA T A A - - B B - - -

9 SP9

TTB HEA T B A - - B A - - -

Keterangan: T = tipikal, AT = atipikal, Slant = permukaan agar, Butt = dasar agar, TSIA : A= Asam (kuning), B= Basa (Merah), LIA: A= Asam (kuning), B= Basa (Ungu)

Page 91: F09ksa

76

Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E

TSIA LIA No. Kode Sampel

Selective Broth

Selective Agar Slant Butt gas H2S Slant Butt gas H2S

UB API Test Kesimpulan

XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T A A + - B B - + - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal -

XLDA T B A - - B B - - - - BSA T B A + - B A + - -

10 SP10

TTB HEA T B A - - B B - - - - -

XLDA T B A + + B B - + - - BSA T A A + - B A + - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal -

XLDA T B A + + B A + - - BSA T A A + - B A + - -

11 T1P1

TTB HEA T B A + + B B - + - - -

XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T A A + - B B - - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal -

XLDA T B A - - B A - - - BSA T A A + - B B - - -

12 T1P2

TTB HEA T B A + - B A - - -

Keterangan: T = tipikal, AT = atipikal, Slant = permukaan agar, Butt = dasar agar, TSIA : A= Asam (kuning), B= Basa (Merah), LIA: A= Asam (kuning), B= Basa (Ungu)

Page 92: F09ksa

77

Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E

TSIA LIA No. Kode Sampel

Selective Broth

Selective Agar Slant Butt gas H2S Slant Butt gas H2S

UB API Test Kesimpulan

XLDA T B A + + B B - + - - - BSA T A A + - B B - - - RV HEA T B A + + B A - + -

XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T B A + - A + - -

13 T2P1

TTB HEA T B A + - B A + - -

XLDA T B A + + B A - + - BSA T B A + - B A + - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal -

XLDA T A A + + B A + + - BSA T A A + - B A - - -

14 T2P2

TTB HEA T B A + - B A - - -

XLDA T B A + - B B - - - - - BSA T A A + - B B + + - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal -

XLDA T B A - - B A - - - BSA T A A + + B B + + -

15 T3P1

TTB HEA T B A - - B A - - -

Keterangan: T = tipikal, AT = atipikal, Slant = permukaan agar, Butt = dasar agar, TSIA : A= Asam (kuning), B= Basa (Merah), LIA: A= Asam (kuning), B= Basa (Ungu)

Page 93: F09ksa

78

Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E

TSIA LIA No. Kode Sampel

Selective Broth

Selective Agar Slant Butt gas H2S Slant Butt gas H2S

UB API Test Kesimpulan

XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T A A + - B A + - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal -

XLDA T B A + - B A - - - BSA T B A + + B A - - -

16 T3P2

TTB HEA T B A + + B A + - -

XLDA T A A + - B B + - - BSA T A A + - B A + - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal -

XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T A A + - B B + - -

17 T4P1

TTB HEA T B A + + B B - - - - -

XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T A A + - B B - + - RV HEA T B A + + B B - + + -

XLDA T B A + + B B - + - + + BSA T B A + + B B - + + -

18 T4P2

TTB HEA T B A + + B B - + + -

Keterangan: T = tipikal, AT = atipikal, Slant = permukaan agar, Butt = dasar agar, TSIA : A= Asam (kuning), B= Basa (Merah), LIA: A= Asam (kuning), B= Basa (Ungu)

Page 94: F09ksa

79

Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E

TSIA LIA No. Kode Sampel

Selective Broth

Selective Agar Slant Butt gas H2S Slant Butt gas H2S

UB API Test Kesimpulan

XLDA T A A + + B B - + - BSA T A A + + B B - - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal -

XLDA T B A - - B A + - - BSA T A A + - B B - - -

19 T5P1

TTB HEA T B A + - B A - - -

XLDA T A A + + B B - + - BSA T A A + + B B - - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal -

XLDA T B A - - B A + - - BSA T A A + - B B - - -

20 T5P2

TTB HEA T B A + - B A - - -

XLDA T A A + - B B - - - BSA T A A + - B B - - - RV HEA AT A A + - B B - - -

XLDA T B A - - B B - - - - - BSA T A A + + B A + + -

21 SG1

TTB HEA T B B - - B B - - -

Keterangan: T = tipikal, AT = atipikal, Slant = permukaan agar, Butt = dasar agar, TSIA : A= Asam (kuning), B= Basa (Merah), LIA: A= Asam (kuning), B= Basa (Ungu)

Page 95: F09ksa

80

Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E

TSIA LIA No. Kode Sampel

Selective Broth

Selective Agar Slant Butt gas H2S Slant Butt gas H2S

UB API Test Kesimpulan

XLDA AT A A + + B A + + - BSA T A A + + B A + + - RV HEA AT A A + + B A + + -

XLDA AT A A + + B A + + - BSA T A A + + B A + + -

22 SG2

TTB HEA AT A A + + B A + + -

XLDA AT A A + - B B - + - BSA T A A + - B B - - - RV HEA AT A A - - B B - - -

XLDA AT B A + + B A + - - BSA T A A - - B B - - -

23 SG3

TTB HEA T A A - - B A + + -

XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T B A + - B B + - - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal -

XLDA T B A - - B B + - - - - BSA T A A + - B A + - -

24 SG4

TTB HEA T A A + + B A - + -

Keterangan: T = tipikal, AT = atipikal, Slant = permukaan agar, Butt = dasar agar, TSIA : A= Asam (kuning), B= Basa (Merah),L IA: A= Asam (kuning), B= Basa (Ungu)

Page 96: F09ksa

81

Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E

TSIA LIA No. Kode Sampel

Selective Broth

Selective Agar Slant Butt gas H2S Slant Butt gas H2S

UB API Test Kesimpulan

XLDA T B A + + B B - + - + + BSA T A A + + B B - + - RV HEA T B A + + B B + + - -

XLDA AT B A + - B A - - - BSA T B A + - B A + - -

25 SG5

TTB HEA T B A + - B A - - -

XLDA AT - BSA AT - RV HEA AT

Tidak digores karena atipikal -

XLDA T B A + + B B - + - - - BSA T A A + - B B - - -

26 SG6

TTB HEA T B A + - B A - - -

XLDA T A A + - B B - - - BSA T A A + - B B - - - RV HEA AT A A + - B B - - -

XLDA T B A + - B A - - - BSA T A A + - B A + - -

27 SG7

TTB HEA T B A + + B A - - -

Keterangan: T = tipikal, AT = atipikal, Slant = permukaan agar, Butt = dasar agar, TSIA : A= Asam (kuning), B= Basa (Merah),L IA: A= Asam (kuning), B= Basa (Ungu)

Page 97: F09ksa

82

Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E

TSIA LIA UB API Test Kesimpulan

No. Kode Sampel

Selective Broth

Selective Agar Slant Butt gas H2S Slant Butt gas H2S

XLDA T B A + + B B - + - + + BSA T B A + + B B + + - - RV HEA AT A A + - B B + - -

XLDA AT A A + + B B - - - BSA T B A + + B B + + + -

28 SG8

TTB HEA AT B A + + B A - - -

XLDA AT A A + - B B - - - BSA T A A + - B B - - - RV HEA AT A A + - B B - - -

XLDA AT A A + + B A - + - BSA T A A - - B B + - -

29 SG9

TTB HEA T A A - - B B - - -

XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T A A + - B B + - - RV HEA T B A + - B B - - + -

XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T A A + - B A + - -

30 SG10

TTB HEA T A A + - B A + - -

Keterangan: T = tipikal, AT = atipikal, Slant = permukaan agar, Butt = dasar agar, TSIA : A= Asam (kuning), B= Basa (Merah),L IA: A= Asam (kuning), B= Basa (Ungu)

Page 98: F09ksa

83

Lampiran 6. Hasil Analisis Jumlah Total Mikroba pada Daging Sapi Giling Tanpa Perlakuan Selama 14 Hari Penyimpanan Beku (-16°C) beserta Hasil Uji ANOVA

Waktu pembekuan (hari) Media Ulangan` CFU/g log CFU/g

Rata-rata (log

CFU/g) 1 1.4 x 106 6.15 0 2 5.9 x 106 6.77

6.46

1 1.2 x 106 6.08 7 2 5.1 x 106 6.71

6.39

1 7.6 x 105 5.88 14

PCA

2 4.4 x 106 6.64 6.26

ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba

Source Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Corrected Model .042(a) 2 .021 .092 .915

Intercept 243.589 1 243.589 1075.526 .000 Hari_ke .042 2 .021 .092 .915 Error .679 3 .226 Total 244.310 6 Corrected Total .721 5

a R Squared = .058 (Adjusted R Squared = -.570) Post Hoc Tests Duncan

Subset Hari_ke N 1 ke-14 2 6.2600ke-7 2 6.3950ke-0 2 6.4600Sig. .700

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .226. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.

Page 99: F09ksa

84

Lampiran 7. Hasil analisis jumlah total Salmonella spp. (tingkat inokulasi 3 log

CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji ANOVA

Waktu pembekuan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g

Rata-rata (log

CFU/g) 1 8.2 x 103 3.91 0 hari 2 7.3 x 103 3.86

3.89

1 6.8 x 103 3.83 3 hari 2 5.7 x 103 3.76

3.79

1 2.8 x 103 3.45 7 hari 2 3.4 x 103 3.53

3.49

1 2.1 x 103 3.32 10 hari 2 4.5 x 103 3.65

3.49

1 4.7 x 103 3.67 14 hari

HEA

2 1.8 x 103 3.26 3.46

ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba

Source Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Corrected Model .320(a) 4 .080 2.750 .148

Intercept 131.334 1 131.334 4516.292 .000 Hari_ke .320 4 .080 2.750 .148 Error .145 5 .029 Total 131.799 10 Corrected Total .465 9

a R Squared = .687 (Adjusted R Squared = .437) Post Hoc Tests

Duncan Subset

Hari_ke N 1 ke-14 2 3.4650ke-10 2 3.4850ke-7 2 3.4900ke-3 2 3.7950ke-0 2 3.8850Sig. .065

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .029. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.

Page 100: F09ksa

85

Lampiran 8. Hasil analisis jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 6

log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji

ANOVA

Waktu pembekuan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata

(log CFU/g)

1 3.5 x 106 6.54 0 hari 2 5.4 x 106 6.73

6.64

1 1.8 X 106 6.26 3 hari 2 1.1 X 106 6.04

6.15

1 3.1 X 105 5.49 7 hari 2 1.8 X 106 6.26

5.87

1 7.3 x 105 5.86 10 hari 2 1.2 x 106 6.08

5.97

1 1.1 x 106 6.04 14 hari

HEA

2 1.0 x 106 6.00 6.02

ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba

Source Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Corrected Model .716(a) 4 .179 2.462 .175

Intercept 375.769 1 375.769 5165.920 .000 Hari_ke .716 4 .179 2.462 .175 Error .364 5 .073 Total 376.849 10 Corrected Total 1.080 9

a R Squared = .663 (Adjusted R Squared = .394) Post Hoc Tests

Duncan Subset

Hari_ke N 1 2 7 2 5.8750 10 2 5.9700 5.970014 2 6.0200 6.02003 2 6.1500 6.15000 2 6.6350Sig. .367 .064

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .073. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.

Page 101: F09ksa

86

Lampiran 9. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 3 Log CFU/g)

selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji ANOVA

Waktu pembekuan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata

(log CFU/g)

1 2.4 x 106 6.38 0 hari 2 5.8 x 106 6.76

6.57

1 1.8 x 106 6.26 3 hari 2 3.6 x 106 6.56

6.41

1 2.4 x 106 6.38 7 hari 2 3.4 x 106 6.53

6.46

1 1.8 x 106 6.26 10 hari 2 2.4 x 106 6.38

6.32

1 3.6 x 106 6.56 14 hari

NA

2 8.0 x 105 5.90 6.23

ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba

Source Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Corrected Model .135(a) 4 .034 .476 .754

Intercept 409.216 1 409.216 5788.882 .000 Hari_ke .135 4 .034 .476 .754 Error .353 5 .071 Total 409.704 10 Corrected Total .488 9

a R Squared = .276 (Adjusted R Squared = -.304) Post Hoc Tests

Duncan Subset

Hari_ke N 1 14 2 6.230010 2 6.32003 2 6.41007 2 6.45500 2 6.5700Sig. .269

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .071. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.

Page 102: F09ksa

87

Lampiran 10. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 3 Log

CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji ANOVA

Waktu pembekuan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g

Rata-rata (log

CFU/g) 1 3.3 x 106 6.52 0 hari 2 6.5 x 106 6.81

6.67

1 1.5 x 106 6.18 3 hari 2 3.4 x 106 6.53

6.35

1 2.4 x 106 6.38 7 hari 2 3.6 x 106 6.56

6.47

1 1.8 x 106 6.26 10 hari 2 1.9 x 106 6.28

6.27

1 2.8 x 106 6.45 14 hari

PCA

2 1.5 x 106 6.18 6.31

ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba

Source Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Corrected Model .200(a) 4 .050 1.603 .305

Intercept 411.522 1 411.522 13177.145 .000

Hari_ke .200 4 .050 1.603 .305 Error .156 5 .031 Total 411.879 10 Corrected Total .356 9

a R Squared = .562 (Adjusted R Squared = .211) Post Hoc Tests

Duncan Subset

Hari_ke N 1 10 2 6.270014 2 6.31503 2 6.35507 2 6.47000 2 6.6650Sig. .085

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .031. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.

Page 103: F09ksa

88

Lampiran 11. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 6 Log CFU/g)

selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji ANOVA

Waktu pembekuan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log CFU/g)

1 5.5 x 107 7.74 0 hari 2 1.2 x 107 7.08

7.41

1 3.9 x 107 7.59 3 hari 2 1.4 x 107 7.15

7..37

1 9.8 x 106 6.99 7 hari 2 1.2 x 107 7.08

7.04

1 5.8 x 106 6.76 10 hari 2 8.8 x 106 6.94

6.85

1 1.7 x 106 6.23 14 hari

NA

2 7.0 x 106 6.85 6.54

ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba

Source Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Corrected Model 1.064(a) 4 .266 2.523 .169

Intercept 495.757 1 495.757 4703.129 .000 Hari_ke 1.064 4 .266 2.523 .169 Error .527 5 .105 Total 497.348 10 Corrected Total 1.591 9

a R Squared = .669 (Adjusted R Squared = .404) Post Hoc Tests

Duncan Subset

Hari_ke N 1 14 2 6.540010 2 6.85007 2 7.03503 2 7.37000 2 7.4100Sig. .051

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .105. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.

Page 104: F09ksa

89

Lampiran 12. Hasil analisis total mikroba (tingkat inokulasi 6 Log CFU/g) selama

pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji ANOVA

Waktu pembekuan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata

(log CFU/g)

1 6.0 x 107 7.78 0 hari 2 1.5 x 107 7.18

7.48

1 9.7 x 106 6.99 3 hari 2 2.2 x 107 7.34

7.16

1 1.1 x 107 7.04 7 hari 2 2.7 x 106 6.43

6.74

1 1.8 x 106 6.26 10 hari 2 5.7 x 106 6.76

6.51

1 1.5 x 106 6.18 14 hari

PCA

2 5.5 x 106 6.74 6.46

ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba

Source Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Corrected Model 1.550(a) 4 .388 2.733 .150

Intercept 471.969 1 471.969 3327.944 .000 Hari_ke 1.550 4 .388 2.733 .150 Error .709 5 .142 Total 474.228 10 Corrected Total 2.259 9

a R Squared = .686 (Adjusted R Squared = .435) Post Hoc Tests

Duncan Subset

Hari_ke N 1 2 14 2 6.4600 10 2 6.5100 6.51007 2 6.7350 6.73503 2 7.1650 7.16500 2 7.4800Sig. .131 .057

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .142. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.

Page 105: F09ksa

90

Lampiran 13. Data jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 3 log

CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji ANOVA

Waktu pendinginan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata

(log CFU/g)

1 8.2 x 103 3.91 2 7.3 x 103 3.86 0 hari 3 6.2 x 103 3.79

3.86

1 3.7 x 103 3.57 2 2.2 x 103 3.34 3 hari 3 2.3 x 103 3.36

3.42

1 8.1 x 103 3.91 2 7.1 x 103 3.85 7 hari

HEA

3 3.8 x 103 3.58 3.78

ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba

Source Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Corrected Model .317(a) 2 .159 9.381 .014

Intercept 122.250 1 122.250 7224.221 .000 Hari_ke .317 2 .159 9.381 .014 Error .102 6 .017 Total 122.669 9 Corrected Total .419 8

a R Squared = .758 (Adjusted R Squared = .677) Post Hoc Tests

Duncan Subset

Hari_ke N 1 2 3 3 3.4233 7 3 3.78000 3 3.8533Sig. 1.000 .516

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .017. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.

Page 106: F09ksa

91

Lampiran 14. Hasil analisis jumlah sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 6 Log

CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji ANOVA

Waktu pendinginan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata

(log CFU/g)

1 3.6 x 106 6.56 2 5.4x 106 6.73 0 hari 3 1.6x 106 6.20

6.50

1 1.9 x 106 6.28 2 3.8 x 106 6.58 3 hari 3 1.6 x 106 6.20

6.35

1 1.7 x 106 6.23 2 1.1 x 106 6.04 7 hari

HEA

3 2.4 x 106 6.38 6.22

ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba

Source Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Corrected Model .118(a) 2 .059 1.239 .354

Intercept 363.538 1 363.538 7658.801 .000 Hari_ke .118 2 .059 1.239 .354 Error .285 6 .047 Total 363.940 9 Corrected Total .402 8

a R Squared = .292 (Adjusted R Squared = .056) Post Hoc Tests

Duncan Subset

Hari_ke N 1 7 3 6.21673 3 6.35330 3 6.4967Sig. .179

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .047. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.

Page 107: F09ksa

92

Lampiran 15. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 3 Log CFU/g)

selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji ANOVA

Waktu pendinginan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log

CFU/g)

1 2.4 x 106 6.38 2 5.8 x 106 6.76 0 hari 3 3.6 x 106 6.56

6.57

1 6.9 x 106 6.84 2 5.8 x 107 7.76 3 hari 3 4.6 x 107 7.66

7.42

1 7.5 x 107 7.88 2 5.5x 107 7.74 7 hari

NA

3 7.9x 107 7.90 7.84

ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba

Source Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Corrected Model 2.526(a) 2 1.263 12.692 .007

Intercept 476.403 1 476.403 4787.439 .000 Hari_ke 2.526 2 1.263 12.692 .007 Error .597 6 .100 Total 479.526 9 Corrected Total 3.123 8

a R Squared = .809 (Adjusted R Squared = .745) Post Hoc Tests

Duncan Subset

Hari_ke N 1 2 0 3 6.5667 3 3 7.42007 3 7.8400Sig. 1.000 .154

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .100. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.

Page 108: F09ksa

93

Lampiran 16. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 3 Log CFU/g)

selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji ANOVA

Waktu pendinginan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata

(log CFU/g)

1 3.3 x 106 6.56 2 6.5 x 106 6.81 0 hari 3 5.6 x 106 6.75

6.71

1 5.9 x 106 6.77 2 3.2 x 107 7.51 3 hari 3 8.8 x 107 7.94

7.41

1 2.2 x 108 8.34 2 4.0x 107 7.60 7 hari

PCA

3 9.4x 107 7.97 7.97

ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba

Source Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Corrected Model 2.403(a) 2 1.202 7.150 .026

Intercept 487.674 1 487.674 2901.860 .000 Hari_ke 2.403 2 1.202 7.150 .026 Error 1.008 6 .168 Total 491.085 9 Corrected Total 3.412 8

a R Squared = .704 (Adjusted R Squared = .606) Post Hoc Tests

Duncan Subset

Hari_ke N 1 2 0 3 6.7067 3 3 7.4067 7.40677 3 7.9700Sig. .081 .143

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .168. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.

Page 109: F09ksa

94

Lampiran 17. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 6 Log CFU/g)

selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji ANOVA

Waktu pendinginan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata

(log CFU/g)

1 3.0 x 107 7.48 2 5.5 x 107 7.74 0 hari 3 1.2 x 107 7.08

7.43

1 4.2 x 108 8.62 2 2.9 x 108 8.46 3 hari 3 8.5 x 107 7.93

8.34

1 9.8 x 108 8.99 2 1.4 x 108 8.15 7 hari

NA

3 1.4 x 108 8.15 8.43

ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba

Source Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Corrected Model 1.818(a) 2 .909 5.727 .041

Intercept 585.640 1 585.640 3689.716 .000 Hari_ke 1.818 2 .909 5.727 .041 Error .952 6 .159 Total 588.410 9 Corrected Total 2.770 8

a R Squared = .656 (Adjusted R Squared = .542) Post Hoc Tests Duncan

Subset Hari_ke N 1 2 0 3 7.4333 3 3 8.33677 3 8.4300Sig. 1.000 .784

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .159. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.

Page 110: F09ksa

95

Lampiran 18. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 6 Log CFU/g)

selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji ANOVA

Waktu

pembekuan

Media

Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata

(log CFU/g)

1 6.0 x 107 7.78 0 hari 2 1.5 x 107 7.18

7.48

1 1.6 x 108 8.20 3 hari 2 4.9 x 107 7.69

7.95

1 6.8 x 107 7.83 7 hari

PCA

2 1.5 x 108 8.18 8.00

ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba

Source Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Corrected Model .330(a) 2 .165 1.334 .385

Intercept 365.977 1 365.977 2956.988 .000 Hari_ke .330 2 .165 1.334 .385 Error .371 3 .124 Total 366.678 6 Corrected Total .702 5

a R Squared = .471 (Adjusted R Squared = .118) Post Hoc Tests

Duncan Subset

Hari_ke N 1 0 2 7.48003 2 7.94507 2 8.0050Sig. .231

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .124. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.