BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengue merupakan penyakit virus utama yang menyerang manusia disebabkan oleh nyamuk ditemukan lebih dari 100 negara dan mengancam lebih dari 2,5 juta penduduk di negara tropis dan subtropik. Infeksi virus dengue disebabkan oleh 4 tipe serotip (DEN 1-4) yang paling banyak menyebabkan perawatan di rumah sakit dan merupakan penyebab kematian pada anak terbanyak di beberapa negara tropis. Case fatality rate dari demam berdarah dengue sekitar 5%, kebanyakan kasus yang fatal terjadi pada anak-anak. Mayoritas anak yang dirawat karena demam dengue, demam berdarah dengue/ sindrom syok dengue sembuh dengan perawatan suportif yang ketat. 1 Pada tahun 2011 revisi guideline WHO, dengue dibagi menjadi demam dengue, demam berdarah dengue, demam berdarah dengue tanpa syok atau dengan syok dan expanded 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengue merupakan penyakit virus utama yang menyerang manusia disebabkan oleh
nyamuk ditemukan lebih dari 100 negara dan mengancam lebih dari 2,5 juta
penduduk di negara tropis dan subtropik. Infeksi virus dengue disebabkan oleh 4 tipe
serotip (DEN 1-4) yang paling banyak menyebabkan perawatan di rumah sakit dan
merupakan penyebab kematian pada anak terbanyak di beberapa negara tropis. Case
fatality rate dari demam berdarah dengue sekitar 5%, kebanyakan kasus yang fatal
terjadi pada anak-anak. Mayoritas anak yang dirawat karena demam dengue, demam
berdarah dengue/ sindrom syok dengue sembuh dengan perawatan suportif yang
ketat.1
Pada tahun 2011 revisi guideline WHO, dengue dibagi menjadi demam
dengue, demam berdarah dengue, demam berdarah dengue tanpa syok atau dengan
syok dan expanded dengue syndrome (EDS). Manifestasi yang tidak lazim adalah
spektrum yang luas dari infeksi dengue yang mempengaruhi berbagai sistem organ;
kardiovaskular, gastrointestinal, hepar, sistem saraf, paru-paru dan sistem renal.2
Kondisi ini dapat terjadi karena mungkin terkait dengan koinfeksi, komorbid, atau
komplikasi dari syok berkepanjangan. Adapun insiden dengue secara global
terbanyak di Asia Tenggara dan Pasifik Barat yang merupakan 75% dari jumlah
global dengue. Di Amerika 64,6% kasus berada di negara-negara Kutub Selatan, 19%
di Ekuador, 12,5% di Amerika Tengah dan Meksiko dan 3,9% di Karibia, namun
1
untuk insiden EDS secara umum belum dilakukan penelitian lebih lanjut. Di
Indonesia pada tahun 2009, 2010 dan 2011 telah dilaporkan kejadian EDS di Rumah
sakit Dr Soetomo Surabaya dan Rumah Sakit Soerya Sepanjang Sidoarjo. Pada tahun
2009 ada tiga kasus, tahun 2010 ada dua kasus dan tahun 2011 ada dua kasus dengue
dengan manifestasi yang tidak biasa. Beberapa faktor mempengaruhi situasi ini
seperti pemanasan global, peningkatan urbanisasi yang menyebabkan kesadaran
tentang sanitasi lingkungan yang baik. Disamping itu banyak kasus manifestasi tidak
biasa yang ditemukan dan memerlukan prosedur baru untuk membuat diagnosis dan
tatalaksana terbaru. 2,3
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang expanded dengue syndrome, demam dengue dengan
manifestasi tidak biasa.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Penulisan refrat ini bertujuan untuk memahami tatalaksana expanded dengue
syndrome.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu syarat dalam menjalankan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada beberapa
literatur berupa buku teks, jurnal dan makalah ilmiah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditransmisikan
oleh nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus sebagai vektornya, dengan
karakteristik penyakit diantaranya seperti demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi,
adanya rush dan ptechie. Infeksi dengue dapat bermanifestasi berat dengan
keterlibatan organ hati, ginjal, otak, atau jantung, yang dikenal dengan expanded
dengue syndrome. Kondisi ini dapat terjadi karena mungkin terkait dengan koinfeksi,
komorbid, atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan.1,2,4,5
WHO pada tahun 2011 mengklasifikasikan manifestasi klinis infeksi virus dengue
menjadi:2
1. Sindroma virus, yaitu demam sederhana yang tidak khas, yang sulit dibedakan
dengan demam akibat infeksi virus lain.
2. Demam dengue, yaitu demam yang timbul mendadak, tinggi (39-40 <C), terus-
menerus (pola demam kurva kontinua), bifasik, biasanya berlansung 2-7 hari.
Manifestasi perdarahan pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet yang
positif atau beberapa prekie spontan.
3. Demam berdarah dengue (DBD), yaitu demam yang timbul mendadak, tinggi
(39-40 < C), terus-menerus (pola demam kurva kontinua), bifasik, biasanya
berlangsung 2-7 hari. Pada DBD terjadi keboocoran plasma.
3
4. Sindroma Syok Dengue merupakan syok hipovolemik yang terjadi pada DBD,
yang diakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai perembesan
plasma.
5. Expanded dengue syndrome (EDS) merupakan manifestasi klinis yang
melibatkan organ seperti hati, ginjal, jantung, maupun otak yang berhubungan
dengan infeksi dengue dengan atau tidak ditemukannya tanda kebocoran plasma.
EDS dapat berupa penyulit infeksi dan manifestasi klinis yang tidak lazim (unusual
manifestation). Penyulit infeksi berupa kelebihan cairan, sedangkan manifestasi
klinis yang tidak lazim ialah ensefalopati dengue, perdarahan hebat, infeksi ganda,
kelainan ginjal, dan miokarditis.
2.2 Epidemiologi
Penyakit dengue terutama ditemukan didaerah tropik dan subtropik dengan sekitar 2,5
milyar penduduk yang beresiko untuk terjangkit penyakit ini. Di dunia, dalam tiga
dekade terakhir, terjadi peningkatan angka kejadian penyakit tersebut di berbagai
negara yang dapat menimbulkan kematian sekitar kurang dari 1%. Diperkirakan
setiap tahun sekitar 50 juta manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 diantaranya
memerlukan rawat inap, dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak.4
Insiden beberapa kasus dengue di beberapa negara di dunia diantaranya Di
Amerika 64,6% kasus berada di negara-negara Kutub Selatan, 19% di Ekuador,
12,5% di Amerika Tengah dan Meksiko dan 3,9% di Karibia. Di Amerika Utara
dengue sering terlihat di Texas dan Hawaii. Mediterania Timur dan Timur dan Afrika
Barat juga merupakan daerah endemik. Insiden Dengue di Asia Tenggara dan Pasifik
4
Barat lebih dari 75% dari jumlah global dengue.2 Asia Tenggara dengan jumlah
penduduk sekitar 1,3 milyar rmerupakan daerah endemis, Indonesia bersama dengan
Bangladesh, India, Maladewa, Myanmar, Sri Langka, Thailand dan Timur Leste
termasuk dalam kategori endemik A (endemik tinggi). Di Negara tersebut penyakit
dengue merupakan alasan utama rawat inap dan salah satu penyebab utama kematian
pada anak.3,4
Di Indonesia, selama kurun waktu empat tahun (2008-2012) telah dirawat
13.940 pasien yang terdiri atas demam dengue (DD) 5.931, DBD 5.844 dan sindrom
syok dengue (SSD) 2.165 pasien. Kelompok umur terbanyak adalah 5-14 tahun yaitu
9.036 (64,8%).4
Kasus Expanded Dengue Syndrome di Indonesia pada tahun 2009, 2010 dan
2011 telah dilaporkan kejadian EDS di Rumah sakit Dr. Soetomo Surabaya dan
Rumah Sakit Soerya Sepanjang Sidoarjo. Pada tahun 2009 ada tiga kasus, tahun 2010
ada dua kasus dan tahun 2011 ada dua kasus dengue dengan manifestasi yang tidak
biasa.3,4 Angka kematian kasus infeksi dengue tertera pada tabel :
Tabel 2.2. Angka kematian DD, DBD, dan SSD yang di rawat di enam rumah sakit pendidikan, tahun 2008-2013
Manifestasi Klinis Jumlah Kasus Meninggal
Kasus %
Demam dengue 5.931 5 0,08
Demam berdarah dengue
5.844 21 0,36
Sindrom syok dengue 2.165 169 7,81
Jumlah 13.940 195 1,39
5
Sumber : Data Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP DR, Hasan Sadikin, RSUP Dr. Soetomo, RSUP Dr. Sarjito, RSUP Dr. Karyadi, dan RSUP Dr. Mohammad Hosein. Dikutip dari : Sri RH, Ismoedijanto M, Alex C. Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014.
Angka kematian kasus infeksi dengue yang dirawat 1,39%. Apabila dilihat
dari kasus SSD saja, tampak bahwa angka kematian masih cukup tinggi yaitu 7,81%
dari seluruh kasus SSD. Penyebab kematian selain SSD, dilaporkan pada beberapa
kasus adanya manifestasi klinis yang tidak lazim (unusual manifestation/expanded
dengue syndrome) seperti ensefalopati dengue dan koagulasi intra-vaskular
diseminata (KID), serta beberapa kasus disertai komorbid yakni infeksi HIV dan
sepsis.4
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Dengue telah diakui sebagai salah satu ancaman kesehatan masyarakat yang paling
signifikan yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditularkan ke manusia melalui
gigitan dari nyamuk Aedes aegypty yang merupakan vektor utama, meskipun ada
spesies lain seperti Aedes albopticus. Pada saat ini nyamuk Aedes aegipty merupakan
nyamuk domestik yang mempunyai afinitas tinggi untuk menggigit manusia
(antropofilik) serta dapat menggigit lebih dari satu individu (multiple-bite) untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya. Pola hidup seperti ini menyebabkan nyamuk
tersebut menjadi vektor yang sangat potensial untuk menularkan virus dengue dari
satu individu ke individu lain. Hanya nyamuk betina yang menggigit manusia. Aedes
6
albopticus selain dapat menularkan keempat jenis virus dengue, juga merupakan
vektor untuk 22 spesies arbovirus.4,5
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi
klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan (mild undifferentiated
febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam
pada infeksi dengue belum sepenuhnya dimengerti.10
2.6.1.3 Perdarahan Intra Serebral
Mekanisme yang mengakibatkan perdarahan intraserebral pada infeksi dengue
sebagian besar terkait dengan gangguan hemostasis: trombositopenia,
pemanjangan clotting times dengan atau tanpa disseminated intravascular
17
coagulation, atau kegagalan organ multiple dan sindrom kebocoran kapiler.
Kondisi terkait lainnya mungkin termasuk lesi langsung pada jaringan
(ensefalitis) dan vaskulopati. Kemungkinan penyebab perdarahan pada pasien
dalam studi Sanchez, et al bisa berupa inflamasi vaskulopati. 11
2.6.1.4 Trombosis Vena Serebri
Trombosis vena pada infeksi dengue disebabkan karena dehidrasi yang
diakibatkan oleh adanya kebocoran plasma. Oleh karena itu pemberian hidrasi
yang tepat sangat penting pada stadium awal untuk mencegah komplikasi
seperti trombosis vena serebri. Penelitian yang dilakukan di India menemukan
adanya pasien demam dengue dengan trombosis vena serebri. Pasien dengan
keluhan adanya demam selama 10 hari, adanya keluhan diplopia pada mata kiri
dan mengalami nyeri kepala selama 2 hari.12
2.6.2 Perdarahan Masif
Perdarahan pada infeksi dengue dapat ringan sampai berat yang kadang
memerlukan perawatan kedaruratan. Perdarahan hebat umumnya akibat
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan gagal multiorgan seperti
disfungsi hati dan ginjal, hipoksia yang berhubungan dengan syok yang berat
dan berkepanjangan, asidosis metabolik yang disertai dengan trombositopenia.
Adanya aktivasi koagulasi yang luas menyebabkan pembentukan fibrin
intravaskular dan oklusi pembuluh darah kecil yang mengakibatkan timbulnya
thrombosis. Peningkatan penggunaan trombosit pada DIC menyebabkan
makin menurunnya jumlah trombosit dan faktor pembekuan sehingga memicu
perdarahan hebat.3
18
Perdarahan berat pada infeksi dengue umumnya terjadi pada saluran cerna
berupa hematemesis, hematokezia, dan melena. Perdarahan samar pada
saluran cerna yang terjadi bersama dengan hemokonsentrasi umumnya sulit
untuk didiagnosis. Adanya perdarahan internal atau tersamar pada saluran
cerna harus dicurigai apabila evaluasi klinis dan pemberian cairan yang
adekuat, namun terjadi kondisi sebagai berikut :
a. Pasien dengan syok refrakter (syok yang tidak berhasil diatasi dengan
pedoman syok pada umumnya), dan memiliki hemoglobin dan hematokrit
rendah atau penurunan hemoglobin dan hematokrit.
b. Pasien dengan tekanan sistolik atau diastolik yang meningkat artau normal
namun denyut nadi masih cepat.
c. Pasien dengan penurunan hematokrit lebih dari 10% selama pemberian
cairan.3
Aktivasi kaskade koagulasi selama infeksi virus mungkin dapat membatasi
penyebaran infeksi. Namun, pembekuan yang berlebihan dapat menyebabkan
penyebaran koagulasi intravaskular dan perdarahan berikutnya, seperti
selama demam dan demam berdarah dengue.3
2.6.3 Kelainan pada Ginjal
2.6.3.1 Nefropati
Nefropati dapat terjadi akibat kompleks antigen-antibodi yang ditemukan di
glomerulus, respon imun in situ tersebut memicu kerusakan struktur
glomerulus. Pada studi kasus ditemukan kebanyakan infeksi dengue yang
19
memicu kerusakan ginjal diikuti oleh syok, rabdomiolisis dan hipotensi.
Hematuria mikroskopis merupakan temuan utama pada nefropati. Kelainan
mikroskopis termasuk hematuria dan proteinuria dapat menetap selama
beberapa bulan atau tahun nefropati akan mengalami perbaikan. Pada kasus
terbaru, proteinuria akan hilang pada hari ke-19 dan mikroskopis hematuria
hilang setelah 6 bulan.13
2.6.3.2 Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase teminal syok sebagai akibat
dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Acute Kidney Injuri (AKI)
merupakan komplikasi buruk infeksi dengue pada anak-anak, ditandai dengan
penurunan jumlah urin, peningkatan kadar ureum dan kreatinin.1 Proteinuria
dan sedimen urin yang abnormal adalah manifestasi ginjal yang paling umum
pada pasien dengan demam berdarah.3
Beberapa jenis AKI pada infeksi dengue telah dilaporkan yang mencakup
nekrosis tubular akut, yang mungkin berhubungan dengan edema interstitial
dan infiltrasi mononuklear, glomerulonefritis akut, mikroangiopati trombotik,
dan gagal ginjal myoglobinuric dalam konteks kegagalan multiorgan. Kondisi
yang paling umum yang terkait dengan cedera ginjal akut adalah syok
berkepanjangan dengan asidosis metabolik, dan Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC) parah yang menyebabkan hipoksia/ iskemia dan
menyebabkan beberapa disfungsi organ. Dalam kasus-kasus dari cedera ginjal
akut akibat infeksi dengue langka, dan sebagian besar diagnosis nekrosis
20
tubular akut dibuat atas dasar klinis. Mekanisme keterlibatan ginjal pada anak
dengan demam berdarah tanpa perdarahan atau hipotensi masih belum jelas.
Jessie et al, menemukan bahwa virus dengue dapat menyebabkan invasi
langsung pada ginjal. Penelitian meneliti adanya lokalisasi seluler virus
dengue dalam jaringan manusia yang terinfeksi dengan menerapkan
imunohistokimia dan teknik hibridisasi in situ dalam spesimen jaringan yang
mengalami infeksi dengue yang telah dikonfirmasi secara serologis atau
virologi. Di ginjal antigen virus terdeteksi sebagai deposit granular diskrit
dalam sel lapisan dalam tubulus.3
2.6.4 Miokarditis
Mekanisme patologis dan kejadian miokard manifestasi tidak jelas. Gangguan
irama dapat berupa sinus takikardia, sinus bradikardia, gangguan konduksi
atrioventrikular, fibrilasi atrium bersama dengan atrium dan ventrikel ektopik.
Kerusakan miokard jarang terjadi, bisa akibat langsung dari invasi virus yang
menyebabkan kerusakan pada serat otot. Otopsi pada post mortem yang
dilakukan mengungkapkan adanya perubahan histologis berbeda dalam
miokardium yang menunjukkan edema interstitial dengan sel inflamasi
infiltrasi dan nekrosis serat miokard. Gangguan penyimpanan kalsium dalam
sel yang terinfeksi juga berkontribusi terhadap kerusakan miokard.14
Kalsium juga memainkan peran penting dalam fungsi jaringan
miokard. Keterlibatan jantung pada infeksi dengue telah dibahas dalam
banyak studi, meskipun sedikit yang diketahui tentang patogenesis
sebenarnya. Miokarditis dengue mungkin hadir dengan berbagai gejala
21
termasuk perubahan elektrokardiografi (sinus bradikardia, takikardia, inversi
T-gelombang elektrokardiografi (EKG), efusi perikardial, gangguan fungsi
diastolik, dan tingkat patologis peningkatan Creatine Phosphokinase Band
Miokard (CPK-MB). Ada beberapa teori yang menjelaskan adanya
ketidakteraturan dalam penyimpanan Ca2+ dalam sel miokard yang terinfeksi
dapat langsung berkontribusi terhadap perkembangan miokarditis. Salgado et
al, berusaha untuk menguji hipotesis bahwa otot lurik adalah target infeksi
dengue dan adanya perubahan dalam homeostasis kalsium juga dikaitkan
dengan disfungsi miokard pada infeksi dengue.14
Disfungsi miokard dapat dilihat pada penderita DBD, sekitar 20% dari
penderita DBD memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri kurang dari 50%, dan
cenderung kembali normal dalam beberapa minggu. Mekanisme patogenik
disfungsi jantung belum jelas; adanya perubahan tonus otonom dan hipotensi
berkepanjangan diduga memiliki peranan penting. Kelainan elektrokardiografi
dilaporkan sebanyak 44-75% pada pasien DBD, dan perpanjangan interval PR
atau sinus bradikardia dapat terjadi, dan beberapa melaporkan adanya blok
atrioventrikular.4
Pada awalnya, pasien demam dengue dengan komplikasi miokarditis itu
asimptomatik atau mengalami gejala jantung ringan seperti bradikardia,
transient atrioventricular block, dan atau ventricular arrhythmia. Pada
keadaan yang berat, pasien akan mengalami acute pulmonary edema dan atau
syok kardiogenik oleh karena kerusakan sel myocardial yang berat dengan
gagal ventikel kiri.14
22
2.6.5 Tiroktosikosis
Hipertiroid dengan penyakit grave non stigmata dapat terjadi pada demam
dengue. Gejala berupa takiaritmia, kuning, anemia, peningkatan aktivitas
usus pada pasien demam dengue dengan atau tanpa pembesaran tiroid dapat
ditemukan, namun mekanisme pasti belum diketahui.15
Selain itu, di India juga ditemukan kejadian subakut tiroiditis pada demam
dengue yang termasuk ke dalam expanded dengue syndrome. Demam dengue
dengan subakut tiroiditis dicurigai pada pasien pembengkakan kelenjar tiroid
yang terasa nyeri pada perabaan dan disertai adanya gambaran
hipertiroidisme.16
2.7 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Penegakkan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat
sangat penting dalam tatalaksana klinis, surveillans, penelitian, dan uji klinis vaksin.4
2.7.1 Isolasi virus
Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur sel
nyamuk atau pada sel mamalia (vero cell LLCMK2 dan BHK21). Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan yang rumit dan hanya dapat dilakukan pada enam hari
pertama demam.4
2.7.2 Deteksi antigen IgM dan IgG
23
Untuk mendeteksi antibody (IgM dan IgG) penggunaan ELISA (Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay) merupakan cara yang paling banyak digunakan, cara ini
memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi1. Serum antibodi IgM dapat
dideteksi dengan tingkat sensitivitas 96% dan tingkat spesifisitas 97%. Sementara
IgG muncul dengan titer yang rendah pada awal gejala dan meningkat secara
perlahan pada akhir minggu pertama dari onset penyakit.17,18
IgM anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat terdeteksi pada hari
sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah hari ke sembilan puluh. Pada infeksi dengue
primer, IgG anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan dengan IgM anti dengue,
namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan
lama dalam serum. Kinetik NS1 antigen virus dengue dan IgG serta IgM antidengue,
merupakan petunjuk dalam menentukan jenis pemeriksaan dan untuk membedakan
antara infeksi primer dengan infeksi sekunder.4
2.7.3 Deteksi Antigen NS1 (Non-struktural 1)
Protein ini muncul saat awal gejala dan dapat bertahan hingga hari ke-14 setelah
infeksi. Pemeriksaan antigen ini memiliki tingkat sensitivitas 90% dan spesifisitas
100%.11
2.7.4 RT-PCR (Reverse Transcription followed by Polimerase Chain Reaction)
RT-PCR merupakan bagian dari test asam nukleat. Cara ini juga dapat digunakan
untuk mendeteksi materi genetik dari virus dengue. Cara ini diperkirakan memiliki
tingkat sensitivitas lebih baik dari isolasi virus pada kultur sel. Tingkat
24
sensitivitasnya dapat mencapai 93% hingga 100%, tergantung pada jenis serotip yang
diperiksa.11
2.8 Pemeriksaan pada kondisi manifestasi tidak biasa (unusual
manifestation)11
a. Ensefalopati dengue dapat dijumpai peningkatan kadar transaminase
(SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang.
b. Ensefalitis dengue dapat dijumpai virus dengue atau dari jaringan otak
Tabel 2.8 Analisis dan interpretasi pemeriksaan CSS11
Sumber :Sohler MP, Rosadas C, Castro MJC. Neurological Complications In Dengue Infection: a Review For Clinical Practice. Rio de Janiero. 2013: 71(9-B): 667-671. c. Kelainan ginjal ditandai dengan penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin.4
d. Miokarditis pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan asidosis
metabolik dan hipokalsemi4. Diagnosis dari acute myocardial infarction
didasarkan pada peningkatan marker biokimia dari nekrosis myocardial
(serum kreatinin kinase-MB dan atau troponin I dari jantung) dan didapatkan
dari EKG yakni peningkatan gelombang Q atau peningkatan atau penurunan
dari ST segmen. Ketika sudah tegak diagnosis miokarditis atau nekrosis dari
25
myocardial, troponin I itu lebih sensitif dan lebih spesifik dari kreatinin
kinase-MB.14
e. Perdarahan masif saluran cerna ditegakkan adanya perdarahan internal atau
tersamar pada pada saluran cerna harus yang dicurigai apabila setelah evaluasi
klinis dan pemberian cairan yang adekuat.4
2.8 Penatalaksanaan
Penanganan kasus DBD yang utama adalah tindakan promotif dan preventif karena
secara kuratif tidak ada perawatan khusus untuk demam berdarah, pengobatannya
hanya bersifat simptomatis dan suportif. Obat-obatan diberikan untuk meringankan
demam dan rasa sakit. Penderita sebaiknya segera dirawat, dan terutama dijaga
jumlah cairan tubuhnya. Terapi yang dapat diberikan diantaranya antipiretik, surface
cooling dan antikonvulsan.5
2.8.1 Tatalaksana Ensefalopati 4,19,20
1. Mempertahankan oksigenasi dengan pemberian oksigen
2. Mencegah atau mengurangi tekanan intrakranial dengan cara sebagai
berikut :
a. Berikan cairan intravena dengan volume yang dibatasi (restriksi)
tidak lebih dari 80% kebutuhan rumatan untuk mencegah terjadinya
atau memberatnya edema otak selama fase pemulihan dari syok.
Pada enselopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka
bila syok telah teratasi, selanjutnya cairan diganti dengan cairan yang
26
tidak mengandung HCO3 dan jumlah cairan harus segera
dikurangi.Tatalaksana dengan pemberian NaCl 0,9 % : D5 = 1:3
untuk mengurangi alkalosis.
b. Ganti lebih cepat ke cairan koloid apabila nilai hematokrit masih tetap
tinggi atau kebocoran plasma berat.
c. Pemberian diuretik segera pada kasus kelebihan cairan.
d. Posisi pasien dalam keadaan lebih tegak, posisi kepala 30 derajat
lebih tinggi dari tubuh.
e. Intubasi dini bila diperlukan untuk mencegah hiperkarbia dan
mempertahankan jalan nafas.
f. Kortikosteroid seperti deksametason dapat diberikan 0,15 mg/Kg
BB/dosis intravena diberikan setiap 6-8 jam, untuk menggurangi
tekanan intrakranial atau edema otak (apabila tidak ada perdarahan).
3. Mengurangi produksi amoniak dengan pemberian laktulosa 5-10 mL setiap
6 jam.
4. Mempertahankan gula darah pada kadar 80-100 mg/dl. Infus glukosa
direkomendasikan 4-6mg/Kg/Jam.
5. Koreksi gangguan asam basa, ketidakseimbangan elektrolit (hiponatremia
atau hipernatremia, hipokalemia atau hiperkalemia, hipokalsemia) dan
asidosis.
6. Vitamin K1 intravena 3 mg untuk umur < 1 tahun, 5 mg untuk umur < 5
tahun dan 10 mg untuk umur> 5 tahun atau dewasa.
7. Antikonvulsi diberikan untuk mengatasi kejang : fenobarbital, dilatin atau
27
diazepam intravena.
8. Apabila trasnfusi darah diperlukan, sebaiknya fresh red packed cell.
Transfusi trombosit, fresh frozen plasma dapat menyebabkan overload
cairan dan meningkatkan TIK.
9. Terapi antibiotik empiris dianjuran apabila dicurigai terjadi infeksi bakteri
sekunder.
Pada DBD enselopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk
mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100
mg/kgBB/hari + kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari). Apabila obat-obat
tersebut sudah menunjukkan tanda resistan, maka obat ini dapat diganti
dengan obat-obat yang masih sensitif dengan kuman-kuman infeksi
sekunder, seperti cefotaxime, ceftriakson, ampisilin+clavulanat,
amoxillin+clavulanat, dan kadang-kadang dapat dikombinasikan dengan
resistensi vaskuler sistemik. Dosis dopamin 2-10 mg/Kg BB/ hari dan
dobutamin, 10 mg/kg BB/ hari.
c. Digoxin
Menambah kekuatan dan kontraksi ventrikel, mengurangi tonus simpatis,
menurunkan resistensi sistemik dengan vasodilatasi perifer serta menurunkan
resistensi sitemik. Digoxin adalah glikosida jantung dengan efek inotropik
langsung selain efek tidak langsung pada sistem kardiovaskular. Ini bekerja
langsung pada otot jantung, meningkatkan kontraksi sistolik miokard. Tindakan
tidak langsung digoxin yang mengakibatkan peningkatan aktivitas saraf sinus
karotis dan simpatik.
31
Tabel 2.8.4.1 Dosis digoxin pada anak
Umur Total dosis digoxin/mcg/kgBB/hari
Dosis Maintenance digoxin mcg/kgBB/hari
PO IV PO IVPrematur 20 15 5 3-4Neonatus 30 20 8-10 6-8<2 tahun 40-50 30-40 10-12 7,5-9>2 tahun 30-40 20-30 8-10 6-8>10 tahun/dewasa 0,75-1,5 mg 0,5-1 mg 0,125-0,5 mg 0,1-0,4 mg
Sumber : Saxena, Anita. Consesnsus review of Drug Therapy of Cardiac Diseases in Children. All India Institute of Medical Sciences, New Delhi, India.2009.
d. Gamma Globulin
Gamma globulin intravena penting dalam pengobatan miokarditis akut. Ini telah
dikaitkan dengan peningkatan fungsi ventrikel kiri dan ketahanan hidup. Agen
terapi baru sedang dipelajari sebagai salah satu pengobatan miokarditis. Ini
termasuk agen yang menghambat masuknya virus ke sel, antivirus yang
menghambat translasi, transkripsi, atau keduanya dan interferon. Namun, strategi
ini masih dalam tahap awal, hal ini masih dalam tahap penelitian. Dosis yang
digunakan 2mg/Kg BB/24 Jam.
e. ACE Inhibitor
Curah jantung dan resistensi sistemik menentukan tekanan darah. Ketika
resistensi sistemik menurun dengan penurunan afterload, shortening
myocardium dan meningkatkan stroke volume. Oleh karena itu, curah jantung
dapat dipertahankan pada tingkat yang lebih rendah dengan jantung kebutuhan
oksigen miokard rendah. ACE inhibitor menurunkan produksi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat. Tingginya kadar angiotensin II juga telah dikaitkan
dengan kerusakan sel pada pasien dengan miokarditis. Dosis captopril yang
32
digunakan adalah 1-3 mg/Kg BB/Hari dibagi setiap 8 jam. Captopril mengurangi
afterload dan nekrosis miosit. Hal ini bermanfaat dalam semua tahap gagal
vaskuler sistemik, menurunkan tekanan darah, preload dan afterload. Dyspnea
dan toleransi latihan ditingkatkan.
f. Aritmia bisa diberikan lidokain atau amiodarone
g. Kortikosteroid
Penggunaan agen imunosupresif untuk pengobatan miokarditis virus masih
kontroversial. Beberapa penelitian pada hewan menunjukkan eksaserbasi
sitotoksisitas virus ketika subjek diobati dengan agen imunosupresif. Pada
beberapa kasus pada manusia telah menunjukkan bahwa kondisi pasien membaik
ketika pasien diobati dengan agen ini. Beberapa penelitian memberikan
rekomendasi penggunaan prednisolon 2.5 mg/kg per hari dalam satu minggu
pada anak-anak, setelah itu dosis diturunkan secara bertahap.26
h. Koreksi asidosis dan hipokalsemia
i. Pada pasien yang dicurigai miokarditis harus berhati-hati dalam pemberian cairan
2.8.5 Terapi Lain-lain
Kalsium diperlukan untuk agregasi platelet, meskipun peran yang tepat belum
diketahui pasti. Dalam beberapa kasus pasien yang menderita demam berdarah,
pemberian kalsium karbonat dan vitamin D3 dilaporkan memberikan peningkatan
klinis kondisi pasien dan jumlah trombosit. Dalam sebuah studi terkontrol pada 10
33
pasien dengan gambaran klinis demam berdarah, peningkatan yang signifikan dalam
jumlah trombosit ditemukan setelah pemberian oral kalsium karbonat. Namun secara
umum, belum ada bukti kuat dari manfaat suplemen kalsium dalam dengue, peran
kalsium masih dalam studi lebih lanjut.14
2.8 Prognosis 18, 19, 27,28
Pada kasus EDS ditemukan prognosis nya lebih buruk dari demam dengue. Sehingga
prognosis sangat tergantung dari pengenalan dini dengan cara pemantauan cermat dan
tindakan cepat dan tepat.19
Pada ensefalopati dengue sebagian pasien akan pulih seperti semula,
sedangkan sisanya akan mengalami gejala sisa seperti kelemahan dan kejang.
Ensefalitis dengue yang disertai gejala neurologis membutuhkan waktu pemulihan
yang cukup lama. Kelemahan dapat terjadi pada pasien dengan kelumpuhan saraf. 19
Mortalitas ensefalopati dengue yang pernah dilaporkan di Denmark adalah
sebesar 22% dari jumlah keseluruhan pasien yang didiagnosis.28 Sedangkan penelitian
yang dilakukan di Pakistan, di dapatkan sebanyak 20% kematian pasien yang
didiagnosis dengan ensefalopati dengue dan 5% kematian pasien dengan perdarahan
intaserebral.
Syok dan obesitas memiliki faktor resiko yang besar untuk terjadi gagal ginjal
akut. Pasien yang mampu bertahan dan tidak berlanjut ke gagal ginjal kronik, fungsi
ginjalnya akan kembali seperti semula setelah 1 bulan.27 Kasus Acute Kidney Injury
oleh karena EDS didapatkan sebesarkan 11,3% dan angka morbiditas (disfungsi
34
ginjal menetap) didapatkan sebesar 5%.30 Disimpulkan dari penelitian di Pakistan
bahwa, EDS merupakan penyebab kematian terbanyak dari demam berdarah
dengue.29
Disfungsi miokard dapat terjadi pada pasien dengan dengue miokarditis,
sekitar 20% pasien mengalami penurunan ejeksi fraksi kuarang dari 50%., namun
kelainan ini dapat kembali normal dalam waktu beberapa minggu. Abnormalitas EKG
juga dilaporkan pada 44-75% pasien yang terinfeksi virus.3 Pada pasien DHF disertai
miokarditis harus berhati hati dalam pemberian cairan. Jika terjadi kelebihan cairan
akan mengakibatkan peningkatan angka mortalitas. 18
35
BAB III
KESIMPULAN
Dengue dengan manifestasi tidak biasa yang paling sering pada anak-anak adalah
kelainan neurologis berupa ensefalopati dengue, kelainan jantung berupa miokarditis
dengue, pendarahan gastrointestinal dan kelainan pada ginjal berupa Acute Kidney
Injury (AKI). Diagnosis dengue dengan manifestasi yang tidak biasa dapat dilakukan
dengan pemeriksaan hematologi, MRI, pemeriksaan cairan serebrospinal,
pemeriksaan biokimia jantung, dan fungsi ginjal. Data epidemiologi mengenai
Expanded Dengue Syndrome masih belum jelas.
Tatalaksana Expanded Dengue Syndrome yang meliputi ensefalopati dengue
dengan cara restriksi pemberian cairan, pencegahan udem otak, pencegahan
perdarahan serebral dan pemberian antibiotik. Pada kasus perdarahan masif,
dilakukan pemberian cairan pengganti. Pada kasus kelainan ginjal, dijaga agar
diuresis adekuat atau dengan kata lain mempertahankan keseimbangan cairan dan
mengatasi gangguan elektrolit dan asam basa. Pada kasus miokarditis dapat
ditatalaksana dengan pemberian obat inotropic seperti dopamine, dobutamin,
digoksin, IVIG dan kortikosteroid
Diharapkan dengan penatalaksanaan demam dengue atau demam berdarah
dengue yang tepat dapat mencegah komplikasi yang tidak biasa, komplikasi tidak
biasa tersebut timbul akibat diagnosis awal demam berdarah dengue yang terlambat
atau syok berkepanjangan yang tidak diatasi, tetapi pada Expanded Dengue Syndrome
36
dapat terjadi akibat syok yang berkepanjangan, Expanded Dengue Syndrom ini dapat
terjadi tanpa diawali dengan syok, yang berakibat pada morbiditas dan mortalitas
yang cukup tinggi sehingga diperlukan kewaspadaan yang tinggi terhadap masing-
masing keadaan yang dapat timbul pada Expanded Dengue Syndrom.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kamath, SR and Ranjit, S. Clinical features, complications and atypical manifestations of children with severe forms of dengue hemorrhagic fever in South India. Indian Journal of Pediatrics vol 73. Pg 889-95. 2006
2. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever: comprehensive guidelines. New Delhi: WHO. Pg 9-17. 2014
3. Soegijanto, S dan Chilcia, E. Update management dengue shock syndrome in pediatric cases. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease. Pg 9-22. 2013
4. Rahadinegoro, SR, Ismoedijanto M dan Alex C. Pedoman diagnosis dan tata laksana infeksi virus dengue pada anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014
5. Andra TJ.,et al. Dengue enchepalitis. University of the West Indies Jamaica. Diunduh dari www.interchopen.com pada tanggal 4 September 2015.
6. Sumamemo SP, Herry G, Sri RS, Hindra IS, editors. 2010. Edisi ke-2. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
7. Shivanthan MC and rajapakse S. Dengue and calcium. 2014. Int J Crit Illn Inj Sci. 2014; 4: 314–316. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4296335/ pada tanggal 8 september 2015
8. Jackson ST,et al. Dengue Encephalitis. Diakses dari http://www.intechopen.com.9. Varatharaj, A. Encephalitis in the clinical spectrum of dengue infection. United
Kingdom; Neuropathology Group Oxford University; 2010; 585-591.10. Withana et al. Dengue fever presenting with acute cerebellitis : a case report.
BMC Research Notes 2014, 7:12511. Sanchez,et al. Cerebellar hemorrhage in a patient during the convalescent phase
of dengue fever. J Stroke. 2014 ;3 : 202–204.Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4200593/ pada 9 September 2015.
12. Vasanthi N, et. al. Unusual presentation of dengue fever-cerebral venous thrombosis. Journal of clinical and diagnostic research.2015;9:9-10. Diakses dari http://www.jcdr.net. Pada tanggal 9 September 2015.
13. Rachmadi et al. Nephropathy and ensephalopaty in an Indonesian patient with dengue viral infection, international journal of integrated health science, 2013;(1),49-52.
14. Ing-Kit Lee, Wen-Huei Lee, Jien-Wei Liu, Kuender D.yang. Acute myocarditis in dengue hemmoragic fever: a case report and review of cardiac complications in dengue-affected patients. International Journal of Infectious Disease.2010.
15. Talib SH,et.al. Expanded dengue syndrome : presenting as overt thyrotoxicosis without stigmata of graves’ disease ( a case report ). IOSR Journal of Dental and Medical Science ( IOSR-JDMS).2013;5:04-06. Diakses dari http:// www.iosrjournlas.org. Pada tanggal 9 September 2015.
16. Assir MZK, Jawa A, and ahmed HI. Expanded dengue syndrome : subacute thyroiditis and intracerebral hemorrhage . BMC Infectious Diseases. 2012;12:1-4. Diakses dari http://www.Biomedcentral.com pada 9 September 2015.
17. Sohler MP, Rosadas C, Castro MJC. Neurological complications in dengue infection: a review for clinical practice. Rio de Janiero. 2013: 71(9-B): 667-671.
18. Varma C, Bhat RY. 2013. Meningitis as primary presentation of dengue infection. Manipal, Karnataka, India. 2013; 3(1): 39.
19. Tropical Medicine and Health Vol. 39 No. 4 Supplement, 2011. The Japanese Society of Tropical Medicine.Review TMH Clinical Manifestations and Management of Dengue/DHF/DSS.
20. Lardo, S. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue dengan Penyulit. Sub SMF/ Devisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Indonesia. CDK-208/vol.40 no 9,th. 2013.
21. Feigin dan cherrys. Textbook of Pediatric Infectious Disease 6Th. Edition. 2010.22. Myung K. Park. Peiatric Cardiology For Practicioners 5Th Edition. 200923. Premaratna R.et al, 2012. Repeated dengue Schock syndrome and dengue
myocarditis responding dramatically to a single dose of methyl prednisolone.
Departement of medicine, Faculty of medicine, University of Kelaniya, Ragama, Sri Langka
24. Hans Raj Pahadiya, et al.Atrial Fibrillation Due to Acute Myocarditis during dengue haemorrhagic fever. Journal of Clinical and diagnosis Research. 2015 Sep, Vol 9(9): OL01-OL02
25. Saxena, Anita. Consesnsus review of Drug Therapy of Cardiac Diseases in Children. All India Institute of Medical Sciences, New Delhi, India.2009.
26. Chen HS, et al. Corticosteroids for viral myocarditis. The Cochrane Collaboration Published by JohnWiley & Sons, Ltd.2013
27. Kamolwish Laoprasopwaltana.2013. The Journal of Pediatric. Outcome of Dengue Hemorrhagic Fever Caused Acute Kidney Injury in Thai Children
28. CAM, B.V et al, Prospective case-control study of encephalopathy in children with Dengue hemorrhagic fever, Am. J. Trop. Med. Hyg., 65(6), 2011, pp. 848–851.
29. Assir, et al. Deaths due to dengue fever at a tertiary care hospital in Lahore Pakistan. Scandinavian Journal of Infectious Disease. Pakistan. 2014
30. Assir, et al. Acute Kidney Injury in dengue virus infection. Clin Kidney Journal. Pakistan. 2012.