EVALUASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DI UPT PUSKESMAS KECAMATAN BEJI PERIODE JANUARI – DESEMBER 2014 Disusun oleh: Dessy Krissyena, S.Ked 1320221128 Pembimbing: Dr. Hanna Windyantini, MPdKed KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATA MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EVALUASI PROGRAM PENGENDALIAN
TUBERKULOSIS
DI UPT PUSKESMAS KECAMATAN BEJI
PERIODE JANUARI – DESEMBER 2014
Disusun oleh:
Dessy Krissyena, S.Ked 1320221128
Pembimbing:
Dr. Hanna Windyantini, MPdKed
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATA MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN “VETERAN” JAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes, 2011). Penyakit ini
bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi
berbahaya hingga kematian. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang
masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang
bebas TB. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium
tuberculosis ini pun tinggi. WHO menyatakan bahwa Tuberkulosis merupakan
global emergency pada awal tahun 1990-an. Hingga saat ini, TB merupakan
penyakit menular yang masih menjadi tantangan bagi banyak negara di dunia.
Indonesia termasuk sebagai salah satu negara dengan beban TB tinggi di dunia
(Depkes, 2013).
Tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TB (600.000 diantaranya
perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya
perempuan). Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana
sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun). Dunia telah
menempatkan TB sebagai salah satu indikator keberhasilan pencapaian MDGs.
Secara umum ada 4 indikator yang diukur, yaitu Prevalensi, Mortalitas, Penemuan
kasus dan Keberhasilan pengobatan. Dari ke-4 indikator tersebut 3 indikator
sudah dicapai oleh Indonesia, angka kematian yang harus turun separuhnya pada
tahun 2015 dibandingkan dengan data dasar (baseline data) tahun 1990, dari
92/100.000 penduduk menjadi 46/100.000 penduduk. Indonesia telah mencapai
angka 39/100.000 penduduk pada tahun 2009. Angka Penemuan kasus (case
detection rate) kasus TB BTA positif mencapai lebih 70%. Indonesia telah
mencapai angka 73,1% pada tahun 2009 dan mencapai 77,3% pada tahun 2010.
Angka ini akan terus ditingkatkan agar mencapai 90% pada tahun 2015 sesuai
target RJPMN. Angka keberhasilan pengobatan (success rate) telah mencapai
lebih dari 85%, yaitu 91% pada tahun 2009.3 Indonesia mendapatkan Champion
Award for Exeptional Work in the Fight Againts TB yang diperoleh dari USAID
Global Health atas prestasi luar biasa dalam penanggulangan Tuberkulosis (TB).
Penghargaan tersebut diberikan bertepatan dengan Peringatan Hari Tuberkulosis
Sedunia tahun 2013, kepada Pemerintah Indonesia (Depkes, 2013).
Pengendalian TB di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjelajahan
Belanda namun masih terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang
kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Badan Pengobatan Penyakit Paru Paru
(BP-4). Sejak tahun 1969 pengendalian TB dilakukan secara nasional melalui
Puskesmas. Pada tahun 1995, program pengendalian TB mulai menerapkan
strategi pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung (DOTS =
Directly Observed Treatment Shortcourse) yang dilaksanakan di Puskesmas
secara bertahap (Kemenkes, 2015).
Strategi nasional pengendalian TB telah sejalan dengan petunjuk
internasional (WHO DOTS dan strategi baru Stop TB). Strategi yang
direkomendasikan untuk mengendalikan TB (DOTS = Directly Observed
Treatment Shortcourse) terdiri dari 5 komponen yaitu komitmen pemerintah untuk
mempertahankan control terhadap TB; deteksi kasus TB di antara orang-orang
yang memiliki gejala-gejala melalui pemeriksaan dahak; pengobatan teratur
selama 6-8 bulan yang diawasi; persediaan obat TB yang rutin dan tidak terputus;
dan sistem laporan untuk monitoring dan evaluasi perkembangan pengobatan dan
program (Depkes, 2013). Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara
Nasional di seluruh Fasyankes terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam
pelayanan kesehatan dasar (Kemenkes, 2015). DOTS sangat penting untuk
penanggulangan TB selama lebih dari satu dekade, dan tetap menjadi komponen
utama dalam strategi penanggulangan TB yang terus diperluas.
Telah banyak kemajuan yang dicapai dalam pengendalian TB di Indonesia
tetapi tantangan masalah TB ke depan tidaklah semakin ringan. Tantangan
tersebut diantaranya berupa meningkatnya koinfeksi TB-HIV, kasus TB-MDR,
kelemahan manajemen dan kesinambungan pembiayaan program pengendalian
TB. Walaupun jumlahnya sudah berhasil ditekan, tapi jumlah pasien TB dan
kematiannya masih juga cukup banyak. Oleh karena itu, pengendalian TB
memerlukan partisipasi semua pihak dan dukungan seluruh lapisan masyarakat.
1.2 Masalah
Belum adanya evaluasi program Pengendalian Tuberkulosis di
Puskesmas Beji tahun 2014 serta untuk melihat sejauh mana keberhasilan
puskesmas dalam program Pengendalian TB.
1.3 Tujuan
I.3.1. Tujuan umum
Melakukan evaluasi program Pengendalian Tuberkulosis agar
dapat diketahui pelaksanaan dan tingkat keberhasilannya di Puskesmas
Beji.
I.3.2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pelaksanaan dan pencapaian program Pengendalian
Tuberkulosis di Puskesmas Beji
b. Mengetahui masalah-masalah pada program Pengendalian
Tuberkulosis di Puskesmas Beji
c. Mengetahui kemungkinan penyebab masalah-masalah dari program
Pengendalian Tuberkulosis di Puskesmas Beji dan membuat prioritas
masalah
d. Membuat alternatif pemecahan masalah untuk program Pengendalian
Tuberkulosis di Puskesmas Beji
1.4 Manfaat
1.4.1.Manfaat bagi Puskesmas
a. Mendapatkan masukan mengenai pelaksanaan dan masalah-masalah
yang dihadapi selama pelaksanaan program Pengendalian Tuberkulosis
di Puskesmas Beji
b. Mendapatkan alternatif penyelesaian masalah dalam pelaksanaan
program Pengendalian Tuberkulosis Puskesmas Beji.
c. Sebagai bahan masukan untuk melakukan penyuluhan kesehatan guna
meningkatkan keberhasilan program Pengendalian Tuberkulosis
Puskesmas Beji pada tahun-tahun berikutnya.
1.4.2.Manfaat bagi Universitas
Sebagai tempat penyelenggaraan tugas kedokteran terutama dalam
kepaniteraan kedokteran komunitas serta siap bekerja di masyarakat.
1.4.3.Manfaat bagi penulis
a. Penulis dapat melakukan evaluasi program puskesmas dengan
mengaplikasikan ilmu kesehatan komunitas
b. Mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan program Pengendalian
Tuberkulosis di Puskesmas Beji
c. Penulis dapat mengidentifikasi masalah dan memberikan alternatif
penyelesaian masalah sebagai masukan untuk pelaksanaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Pengendalian Tuberkulosis
2.1.1.Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex (PDPI, 2006).
2.1.2.Epidemiologi Tuberkulosis
Global Tuberculosis Report 2014, melaporkan bahwa Indonesia
masuk dalam 10 besar negara dengan insidensi tertinggi. Indonesia
merupakan negara kelima dengan Insidensi TB di dunia setelah India,
China, Nigeria, Pakistan (WHO, 2014). Angka ini menunjunkkan bahwa
angka insidensi TB di Indonesia masih tinggi. Meskipun memiliki beban
penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara
High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang
mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan
pengobatan pada tahun 2006 (Kemenkes, 2011).
2.1.3.Tujuan dan Sasaran Pengendalian TB
Tujuan dari Pengendalian TB adalah Menurunkan angka kesakitan
dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan
kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Depkes RI,
2011).
Sasaran strategi nasional pengendalian TB ini mengacu pada rencana
strategis kementerian kesehatan dari 2009 sampai dengan tahun 2014 yaitu
menurunkan prevalensi TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224
per 100.000 penduduk. Sasaran keluaran adalah: (1) meningkatkan
persentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang ditemukan dari 73%
menjadi 90%; (2) meningkatkan persentase keberhasilan pengobatan kasus
baru TB paru (BTA positif) mencapai 88%; (3) meningkatkan persentase
provinsi dengan CDR di atas 70% mencapai 50%; (4) meningkatkan
persentase provinsi dengan keberhasilan pengobatan di atas 85% dari 80%
menjadi 88% (Depkes RI, 2011).
2.1.4. Kebijakan Pengendalian TB
a. Pengendalian TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas
desentralisasi dalam kerangka otonomi dengan Kabupaten/kota sebagai
titik berat manajemen program, yang meliputi: perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan
sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
b. Pengendalian TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS dan
memperhatikan strategi Global Stop TB partnership.
c. Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen daerah
terhadap program pengendalian TB.
d. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap
peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan
pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya MDR-TB.
e. Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian TB dilaksanakan
oleh seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes), meliputi
Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah Balai/Klinik Pengobatan, Dokter
Praktek Swasta (DPS) dan fasilitas kesehatan lainnya.
f. Pengendalian TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama dan
kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan
masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian TB
(Gerdunas TB).
g. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan
ditujukan untuk peningkatan mutu dan akses layanan.
h. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk pengendalian TB diberikan secara
cuma-cuma dan dikelola dengan manajemen logistk yang efektif demi
menjamin ketersediaannya.
i. Ketersediaan tenaga yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk
meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.
j. Pengendalian TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan
kelompok rentan lainnya terhadap TB.
k. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
l. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs
(Depkes RI, 2011).
2.1.5.Strategi
Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi:
a. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu
b. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan
masyarakat miskin serta rentan lainnya
c. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat
(sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private
Mix dan menjamin kepatuhan terhadap International Standards for TB
Care
d. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
e. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan
manajemen program pengendalian TB.
f. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program
TB.
g. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi
strategis (Depkes RI, 2011).
2.1.6.Kegiatan
a. Tatalaksana dan Pencegahan TB
Kegiatan yang dilakukan seperti penemuan kasus tuberkulosis,
pengobatan tuberkulosis, pemantauan dan hasil pengobatan tuberkulosis
Pengendalian infeksi pada sarana layanan, serta pencegahan tuberkulosis.
b. Manajemen Program TB
Kegiatan-kegiatan pada manajemen Program TB antara lain
perencanaan program tuberkulosis, monitoring dan evaluasi program
tuberkulosis, manajemen logistik program tuberkulosis dan
pengembangan ketenagaan program tuberkulosis, serta promosi program
tuberkulosis.
c. Pengendalian TB komprehensif
Kegiatan yang dilakukan antara lain penguatan layanan
laboratorium tuberkulosis, Public - Private Mix (pelibatan semua fasilitas
pelayanan kesehatan), kolaborasi TB-HIV, pemberdayaan masyarakat
dan pasien TB, pendekatan kolaborasi dalam kesehatan paru, manajemen
TB resisten obat, serta penelitian tuberkulosis (Depkes RI, 2011).
2.1.7.Organisasi Pelaksanaan
Organisasi pelaksanaan Pengendalian TB terdiri dari aspek
manajemen program dan aspek tatalaksana pasien TB.
a. Aspek manajemen program
Tingkat Pusat
Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerakan Terpadu
Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Gerdunas-TB) yang merupakan
forum kemitraan lintas sektor dibawah koordinasi Menko Kesra.
Menteri Kesehatan R.I. sebagai penanggung jawab teknis upaya
pengendalian TB. Dalam pelaksanaannya program TB secara Nasional
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, cq. Sub Direktorat Tuberkulosis.
Tingkat Propinsi
Di tingkat propinsi dibentuk Gerdunas-TB Propinsi yang
terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur
organisasi disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Dalam pelaksanaan
program TB di tingkat propinsi dilaksanakan Dinas Kesehatan
Propinsi.
Tingkat Kabupaten/Kota
Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten /
kota yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan
struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan kabupaten / kota.
Dalam pelaksanaan program TB di tingkat Kabupaten/Kota
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b. Aspek Tatalaksana pasien TB
Dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit, BP4/Klinik dan Dokter
Praktek Swasta.
Puskesmas
Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk kelompok
Puskesmas Pelaksana (KPP) yang terdiri dari Puskesmas Rujukan
Mikroskopis (PRM), dengan dikelilingi oleh kurang lebih 5 (lima)
Puskesmas Satelit (PS). Pada keadaan geografis yang sulit, dapat
dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) yang dilengkapi tenaga
dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.
Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum, Balai/Baiali Besar Kesehatan Paru
Masyarakat (B/BKPM), dan klinik lannya dapat melaksanakan semua
kegiatan tatalaksana pasien TB.
Dokter Praktek Swasta (DPS) dan fasilitas layanan lainnya.
Secara umum konsep pelayanan di Balai Pengobatan dan DPS
sama dengan pelaksanaan pada rumah sakit dan Balai Penobatan
(klinik).
2.1.8.Penemuan Kasus Tuberkulosis
Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang
memiliki gejala:
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru,
dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke Fasyankes dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien
TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung.
Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB
dengan salah satu atau lebih kriteria suspek dibawah ini:
1. Pasien TB yang gagal pengobatan kategori 2 (kasus kronik)
2. Pasien TB tidak konversi pada pengobatan kategori 2.
3. Pasien TB dengan riwayat pengobatan TB di fasyankes Non DOTS.
4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1.
5. Pasien TB tidak konversi setelah pemberian sisipan.
6. Pasien TB kambuh.
7. Pasien TB yang kembali berobat setelai lalai/default.
8. Pasien TB dengan riwayat kontak erat pasien TB MDR
9. ODHA dengan gejala TB-HIV.
Setelah menjaring mereka yang memiliki gejala, tahap selanjutnya
adalah pemeriksaan dahak. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk
menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan
potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu
(SPS).
S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di Fasyankes.
S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
2.1.9.Diagnosis Tuberkulosis
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Selanjutnya, diagnosis TB Paru pada
orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada program
TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan
dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya
berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu
memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis (Depkes, 2011).
Diagram 2.1 Alur Diagnosis TB Paru
2.1.10. Pengobatan Tuberkulosis
a. Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis
(OAT). Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip
sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pemeriksaan seperti stetoskop, senter, timbangan, tersimeter, dan termometer
2. Sarana non medis: ruangan dilengkapi dengan ruang tunggu yang terbuka , ruang periksa pasien , ruang laboratorium, ruang suntik, ruang obat, tempat untuk memeriksa, lemari
1. Tersedia
2. Tersedia
(-)
penyimpanan obat, bangku untuk ruang tunggu, status, alat tulis, buku catatan
3. Sarana penyuluhan: brosur, poster
4. Sarana khusus pencatatan dan pelaporan
5. Laboratorium
3. Tersedia, walaupun hanya 1 poster.
4. Tersedia
5. Tersedia
Metode Pengobatan penderita Tuberkulosis Paru sesuai dengan pedoman pemberantasan penyakit Tuberkulosis Paru :
Pembinaaan dan pelatihan kader Pencatatan dan pelaporan kasus Tuberkulosis Paru
a. Penemuan tersangka TB dilakukan secara pasif dengan pasien datang sendiri ke puskesmas dan secara aktif oleh kader yang terlatih jika menunjukan gejala khas TB.
b. Sudah sesuai prosedurc. Sudah sesuai prosedurPenyuluhan kesehatan :a. Sudah dilakukan namun
kurang efisienb. Jarang dilakukanSudah dilakukanSudah dilakukan
(+)
Tabel 5.3 Konfirmasi penyebab masalah pada komponen proses
Unsur Tolok Ukur PencapaianPenyebab Masalah
Perencanan Adanya perencanaan
operasional yang
jelas: jenis kegiatan,
target kegiatan,
waktu kegiatan.
Perencanaan sudah dibuat (-)
Organisasi Adanya struktur pelaksana program Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas