BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan konsep Blum, lingkungan merupakan salah satu faktor yang pengaruhnya paling besar terhadap status kesehatan masyarakat disamping faktor pelayanan kesehatan, faktor genetik dan faktor perilaku. Bahaya potensial terhadap kesehatan yang diakibatkan oleh lingkungan dapat bersifat fisik, kimia ataupun biologi. (Departemen kesehatan RI, 1999) Transisi lingkungan dapat dilihat dengan adanya masalah yang berkaitan erat dengan “traditional hazard” akibat belum terpenuhinya sanitasi dasar seperti air bersih, jamban keluarga, pemukiman sehat, vektor penyakit, dll. Disamping itu, mulai muncul ”modern hazard” yang berupa pencemaran air, udara, dan tanah sebagai akibat industrialisasi serta penerapan teknologi pembangunan. Beban ganda (traditional dan modern hazard) ini makin diperburuk dengan adanya berbagai krisis yang sampai saat ini belum dapat diatasi. Sementara itu, Indonesia juga sedang mengalami “transformasi kesehatan” yang ditandai dengan peningkatan penyakit berbasis lingkungan, yakni penyakit yang berkaitan dengan lingkungan fisik, penyakit-penyakit ini cenderung meningkat bila tidak diambil langkah-langkah antisipatif. (Departemen kesehatan RI,2002) Penyakit-penyakit berbasis lingkungan tersebut antara lain Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Tuberkulosis, Typhoid, Diare, yang masih merupakan penyebab utama kematian. Surkesnas 2001 mengungkapkan peringkat dan besarnya kontribusi penyakit-penyakit tersebut terhadap penyebab kematian. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menduduki peringkat pertama dan menyumbangkan 12,7% kematian. Tuberkulosis menduduki peringkat kedua dan menyumbangkan 9,4% kematian. Penyakit Typhoid menduduki peringkat ketiga dan menyumbangkan 4,3% kematian. Penyakit Diare menduduki peringkat keempat dan menyumbangkan 4% kematian. Secara total penyakit berbasis lingkungan menyumbangakan sekitar 31% atau sepertiga dari 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Berdasarkan konsep Blum, lingkungan merupakan salah satu faktor
yang pengaruhnya paling besar terhadap status kesehatan masyarakat
disamping faktor pelayanan kesehatan, faktor genetik dan faktor perilaku.
Bahaya potensial terhadap kesehatan yang diakibatkan oleh lingkungan
dapat bersifat fisik, kimia ataupun biologi. (Departemen kesehatan RI,
1999)
Transisi lingkungan dapat dilihat dengan adanya masalah yang
berkaitan erat dengan “traditional hazard” akibat belum terpenuhinya
sanitasi dasar seperti air bersih, jamban keluarga, pemukiman sehat, vektor
penyakit, dll. Disamping itu, mulai muncul ”modern hazard” yang berupa
pencemaran air, udara, dan tanah sebagai akibat industrialisasi serta
penerapan teknologi pembangunan. Beban ganda (traditional dan modern
hazard) ini makin diperburuk dengan adanya berbagai krisis yang sampai
saat ini belum dapat diatasi. Sementara itu, Indonesia juga sedang
mengalami “transformasi kesehatan” yang ditandai dengan peningkatan
penyakit berbasis lingkungan, yakni penyakit yang berkaitan dengan
lingkungan fisik, penyakit-penyakit ini cenderung meningkat bila tidak
diambil langkah-langkah antisipatif. (Departemen kesehatan RI,2002)
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan tersebut antara lain Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Tuberkulosis, Typhoid, Diare, yang
masih merupakan penyebab utama kematian. Surkesnas 2001
mengungkapkan peringkat dan besarnya kontribusi penyakit-penyakit
tersebut terhadap penyebab kematian. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) menduduki peringkat pertama dan menyumbangkan 12,7%
kematian. Tuberkulosis menduduki peringkat kedua dan menyumbangkan
9,4% kematian. Penyakit Typhoid menduduki peringkat ketiga dan
menyumbangkan 4,3% kematian. Penyakit Diare menduduki peringkat
keempat dan menyumbangkan 4% kematian. Secara total penyakit
berbasis lingkungan menyumbangakan sekitar 31% atau sepertiga dari
1
total kematian seluruh kelompok umur. (Rihardi S. Pencegahan, www.
Healt.Irc.com, 1998)
Penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi pola kesakitan
dan kematian di Indonesia, mengindikasikan masih rendahnya cakupan
dan kualitas intervensi kesehatan lingkungan, dimana salah satunya adalah
kebutuhan akan air bersih. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan
pokok makhluk hidup sehari-hari. Air yang digunakan untuk kebutuhan
manusia sebagai air minum atau keperluan rumah tangga lainnya harus
mengetahui syarat kesehatan, antara lain bebas dari kuman penyakit dan
tidak mengandung bahan beracun. Air minum yang memenuhi syarat
kesehatan sangat penting dalam mempertinggi derajat kesehatan
masyarakat. (Direktorat penyehatan air. Direktorat jenderal PPM & PLP,
1990)
Mengingat bahwa berbagai penyakit dapat dibawa oleh air kepada
manusia pada saat manusia memanfaatkannya, maka tujuan utama
penyediaan air minum / bersih bagi masyarakat adalah mencegah penyakit
bawaan air. Dengan demikian diharapkan, bahwa semakin banyak liputan
masyarakat dengan air bersih semakin turun morbiditas penyakit bawaan
air. (Juli S, 2004.)
Di Indonesia, liputan penyediaan air bersih telah mulai diperbaiki
sejak Pelita I. Perbaikan ini dimulai dengan liputannya, Indonesia
memulainya dengan melakukan rehabilitasi fasilitas yang ada, dan
kemudian dilakukan pembangunan fasilitas baru. Sampai tahun 1990,
Sarana Air Bersih (SAB) dikelola oleh dua departemen utama, yaitu
Departemen Pekerjaan Umum untuk masyarakat perkotaan dan
Departemen Kesehatan untuk masyarakat pedesaan. Namun sejak Pelita ke
lima, semua urusan konstruksi dan teknis SAB menjadi tanggung jawab
Departemen Pekerjaan Umum, sedangkan Departemen Kesehatan
meningkatkan kualitas manusia pemanfaat SAB. Laporan resmi pada akhir
Pelita IV tentang liputan masyarakat dengan SAB menyebutkan bahwa
liputan SAB di perkotaan mencapai 65 % dan di pedesaan mencapai 30%.
Karena penduduk pedesaan merupakan 70% dari seluruh penduduk
2
Indonesia, maka liputan SAB di seluruh Indonesia hanya mencakup 44%
saja. Sedangkan liputan untuk sanitasi adalah 31% diperkotaan dan 25%
dipedesaan, sehingga liputan untuk sanitasi untuk seluruh Indonesia adalah
26,8%. Evaluasi dampak kesehatan dari sektor ini menunjukkan bahwa
liputan SAB dan Sanitasi terus naik, akan tetapi insiden penyakit bawaan
air juga terus meningkat. (Juli S, 2004)
Data dari statistik kesejahteraan rakyat tahun 2002 (BPS)
menunjukkan bahwa rumah tangga di Indonesia yang menggunakan air
minum dari sumur terlindung 34%, ledeng 18,30%, pompa 14,43%, mata
air terlindung 7,77%, air kemasan sebesar 1,43%, sumur tidak terlindung
12,89%, mata air tidak terlindung 4,64%, air sungai 3,34%, air hujan
2,79% dan sumber lainnya 0,39%. (Departemen kesehatan RI, 2004)
Ini berarti bahwa rumah tangga di Indonesia yang sudah
menggunakan sumber air minum terlindung sebesar 75,93% (air kemasan,
ledeng, pompa, sumur dan mata air terlindung) dan yang masih
menggunakan sumber air minum tidak terlindung sebesar 24,07% (sumur
dan mata air tidak terlindung, air sungai, air hujan dan lainnya).
(Departemen kesehatan RI, 2004)
Dalam hubungan dengan penyakit yang ditularkan melalui air,
angka kesakitan maupun kematian karena penyakit diare masih cukup
tinggi. Angka kesakitan 374 per 1000 penduduk, selain itu diare
merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 pada bayi
serta nomor 5 bagi semua umur. (Depkes RI, 2004)
1.2 PERMASALAHAN
Pembangunan kesehatan saat ini mempunyai visi Indonesia sehat
2010, yaitu memberikan jaminan bagi tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Target yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan Pembangunan Kesehatan dalam program penyediaan air
bersih adalah 94%. Kegiatan pokok penyehatan air dalam pelaksanaan
program penyediaan dan pengelolaan air bersih yaitu Pengawasan Kualitas
Air, Perbaikan Kualitas Air dan Pembinaan Pemakai Air. Mengingat pada
3
akhir Pelita ke IV liputan PAB hanya mencakup 44% saja di Indonesia
maka kiranya perlu dilakukan penilaian bagaimana pelaksanaan Program
Pengawasan Kualitas Sumber Air Bersih Keluarga, sejauh mana
keberhasilan program-program tersebut dan faktor apa saja yang
mempengaruhi pelaksanaan dan keberhasilan program tersebut di tingkat
kecamatan.
1.3 TUJUAN
Tujuan umum
Memahami program kesehatan lingkungan subprogram
pengawasan kualitas sumber air bersih keluarga secara menyeluruh serta
dapat mengevaluasi program tersebut agar dapat meningkatkan mutu dan
jangkauan pelayanan kesehatan dalam program pengawasan kualitas
sumber air bersih secara optimal.
Tujuan khusus
1. Diketahuinya masalah dalam pelaksanaan Program Pengawasan Sarana
Air Bersih keluarga .
2. Diketahuinya prioritas masalah dalam pelaksanaan Program
Pengawasan Sarana Air bersih keluarga.
3. Diketahuinya penyebab masalah dalam pelaksanaan program
Pengawasan Sarana Air Bersih keluarga.
4. Dirumuskan alternatif pemecahan masalah bagi pelaksanaan Program
Pengawasan Sumber Air Bersih Keluarga.
5. Terpilihnya prioritas pemecahan masalah.
1.4. MANFAAT
1.4.1 Manfaat Bagi Puskesmas Sukmajaya.
1. Mendapat hasil evaluasi program pengawasan kualitas sarana air
bersih Puskesmas Sukmajaya periode Januari-Desember 2010.
2. Mengetahui Masalah dalam pelaksanaan program pengawasan
kualitas sarana air bersih di Puskesmas Sukmajaya periode Januari-
Desember 2010 beserta penyebab masalah
4
3. Mendapat masukan mengenai cara penyelesaian masalah bagi
pelaksanaan pengawasan kualitas sarana air bersih di Puskesmas
Sukmajaya periode Januari-Juni 2011.
1.4.2 Manfaat Bagi Penulis
1. Mengetahui pelaksanaan program pengawasan kualitas sarana air bersih
di Puskesmas Sukmajaya periode Januari-Juni 2011.
2. Mengetahui cara mengevaluasi program-program puskesmas khususnya
program pengawasan kualitas sarana air bersih di Puskesmas
Sukmajaya periode Januari-desember 2010
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TEORI DASAR
2.1.1 Sumber air dan kualitasnya
Air merupakan sumber daya yang mutlak harus ada dalam kehidupan. Air
di dalam tubuh manusia berkisar 50-70% dari seluruh berat badan, di tulang ( 22
% berat tulang ), di darah dan ginjal (83%). Pentingnya air bagi kesehatan dapat
dilihat dari jumlah air yang ada`didalam organ, seperti 80% dari darah terdiri atas
air, 25% dari tulang, 75% dari urat saraf, 80% dari ginjal, 70% dari hati dan 75%
dari otot adalah air. Kehilangan air untuk 15% dari berat badan dapat
mengakibatkan kematian. Oleh karenanya orang dewasa perlu minum minimum
1,5 – 2 liter air sehari. (Juli S, 2004)
Fungsi air bagi kehidupan manusia antara lain adalah untuk pemakaian
Tabel 7. Sarana yang menyangkut kesehatan lingkungan
Uraian Sukmajaya Depok JUMLAHKELURAHAN BERSIH RAKSARumah Sangat Kurang BersihRumah Kurang BersihRumah Cukup BersihRumah BersihCakupan Rumah (%)Cakupan Rumah Sehat (%)KlasifikasiJAMBAN KELUARGACemplung dan CublukPlengsengan dan CublukLeher Angsa dan CublukLeher Angsa dan Septik tarikMCKTotal Sarana JagaCakupan Sarana (%)Jumlah Pemakai JagaJaga UmumJaga PribadiMCKTotal PemakaiCakupan Pemakai
SARANA PEMBUNGAN AIR LIMBAHSaluran / GotSaluran dan Peresapan
1278392.8746.0549390,2IV
151434-8.006-8.59180,7
-42.955-42.95599,2
3.8964.3518.247
1837752.2614.23793,387,1IV
247313-6.46617.02688
-35.13012535.25597,6
1.8954.5916.486
3101.6145.13510.29193,1588,65IV
398747-14.472115.61784,35
-78.08512578.21098,4
5.7918.94214.733
37
Jumlah SPALCakupan SPAL (%)Cakupan SPAL Sehat (%)Jumlah Pemakai SPALCakupan Pemakai SPAL (%)TEMPAT SAMPAHTidak Kedap AirKedap AirKedap Air dengan PenutupJumlah Tempat SampahCakupan Sarana (%)Cakupan Sarana Sehat (%)
75,4-41.23595,3
3.1086.390-9.4989667,2
81-32.43089,8
2.1833.856-6.0398163,8
78,2-73.66592,55
5.29110.246-15.53788,565,5
Sumber : plkb + kesling
4.2. DATA KHUSUS
Pada Puskesmas Sukmajaya data tentang pengawasan kualitas sarana air
bersih data yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Tabel Sarana Air Bersih
Sarana Air Bersih Mekarjaya Tirtajaya JUMLAH
SGL UmumSGL PribadiSPT/Msn UmumSPT/Msn PribadiPMALedengTotal SaranaCakupan SAB (%)
-----8.9218.921100%
-51-1.282--1.333100%
-51-1.282-8.92110.254100%
Sumber : plkb + kesling
BAB V
38
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 IDENTIFIKASI MASALAH
Masalah ditetapkan jika terdapat kesenjangan antara apa yang
ditemukan/observed (keluaran) dengan apa yang ditargetkan/expected
(tolok ukur) dimana kesenjangan ini akan memperlihatkan observed
(keluaran) lebih buruk atau lebih rendah dari pada yang ditargetkan untuk
dicapai, atau bahkan bila observed jauh lebih baik dari pada yang di
targetkan. Sedangkan penyebab masalah ditentukan bila ada kesenjangan
antara unsur sistem lainnya dengan tolok ukurnya masing-masing. Proses
identifikasi masalah di lakukan secara bertahap, dimulai dari keluaran (out
put) program kerja Puskesmas. Kemudian bila ditemukan kesenjangan
antara tolok ukur dengan data keluaran tersebut maka harus dicari
kemungkinan penyebab masalah pada unsur masukan (input) atau proses.
Tabel 5.1. Evaluasi Keluaran Program Penanggulangan air bersih di
Puskesmas Sukmajaya tahun 2010.
VARIABEL TOLAK UKUR
PENCAPAIAN MASALAH
KELUARAN
1. Cakupan air bersih Jumlah keluarga diperkotaan/ pedesaan yang mengunakan air dari sarana air bersih ----------------------------------x100% Jumlah keluarga di pedesaan/ perkotaan
2. Cakupan inspeksi sarana air bersih (SAB). Jumlah SAB yang diinspeksi ---------------------------------x100% Jumlah SAB yang ada
Perkotaan 80%
Pedesaan 70%
100 %
(seluruh SAB
)
81.300
x100%
82.461
- Cakupan air bersih adalah 99%
143 X100% 16.260
- Cakupan inspeksi SAB adalah
87,65 % dari jumlah SAB yang ada
(-)
(+)
39
3. Cakupan pengambilan sampel air Jumlah SAB yang diambil Sampelnya -----------------------------------x100% Jumlah SAB yang ada
4. Kualitas bakteriologis air bersih: Jumlah sampel air SAB yang memenuhi syarat bakteriologis ------------------------------------x100% Jumlah sampel air yang di Periksa dari SAB sejenis
5. Tingkat risiko pencemaran sarana air bersih: Jumlah SAB sejenis mempunyai risiko dan pencemaran tinggi & amat tinggi. ------------------------------------x100% Jumlah SAB sejenis yang di inspeksi
80% dari SAB
sejenis yang ada
100%
Perlindungan SAB terhadap risik
o pencemar
an 100%
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
(+)
(+)
(+)
Dengan membandingkan hasil pencapaian pelaksanaan program
pengawasan kualitas sumber air bersih keluarga di Puskesmas Sukmajaya
Depok dengan tolok ukur, terlihat kesenjangan pada pada program
pengawasan air bersih keluarga yang di tetapkan sebagai berikut :
1. Cakupan inspeksi sarana air bersih hanya tercapai 87,65 % dari target yang
di tetapkan.
2. Tidak dilakukannya cakupan pengambilan sampel air.
3. Tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air bersih.
4. Tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran sarana air
bersih.
40
5.2 PENETAPAN PRIORITAS MASALAH
Setelah dilakukan penyajian data dan ditemukannya beberapa masalah,
maka tidak semua masalah tersebut harus diselesaikan karena mungkin
ada masalah yang saling berkaitan dan karena adanya keterbatasan
kemampuan dalam menyelesaikan masalah pokok tersebut. Penetapan
prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan teknik kriteria matriks
(criteria matrix technique) seperti di bawah ini:
Tabel 5.2. Penentuan Prioritas Masalah Program Penanggulangan air bersih
di Puskesmas Sukmajaya tahun 2011.
Daftar Masalah Jumlah (IxTxR)
P S RI DU SB PB PC
Belum tercapainya cakupan inspeksi
SAB.
Tidak dilakukannya cakupan pengam-
bilan sampel air.
Tidak dilakukannya pemeriksaan
tingkat kualitas bakteriologis air bersih.
Tidak dilakukannya pemeriksaan
tingkat resiko pencemaran SAB.
5 5 5 3 4 1 1
4 4 4 1 4 1 1
4 4 4 3 4 1 1
4 4 4 3 4 1 1
22.500
3.840
19.200
19.200
Sumber : Pengantar Administrasi Kesehatan edisi 3
41
P (prevalence/prevalensi)
Belum tercapainya cakupan inspeksi SAB, diberi nilai 5 karena cakupan inspeksi
air bersih di wilayah Puskesmas Sukmajaya Depok masih rendah yaitu
87,65% dari target yang telah ditetapkan yaitu 100%.
Tidak dilakukannya cakupan pengambilan sampel air, diberi nilai 4 karena
pengambilan sampel air yang ditargetkan yaitu 80% dan pada
kenyataannya pengambilan sampel ini tidak dilakukan di puskesmas
Sukmajaya Depok. Pengambilan sampel sendiri sangat penting untuk
mengetahui tingkat risiko pencemaran sumber air bersih sudah sejauh
mana terjadi.
Tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air bersih, diberi nilai
4 karena pemeriksaan kualitas air bersih secara bakteriologis tidak
dilakukan. Target yang diharapkan dapat tercapai untuk kualitas air bersih
yang dinilai dari tingkat kualitas bakteriologis adalah 100%.
Tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran SAB, diberi nilai 4
karena tingkat risiko pencemaran air bersih dengan nilai tinggi dan amat
tinggi mengalami peningkatan pada era 90-an, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan. Hal ini terjadi karena perlindungan SAB terhadap risiko
pencemaran sangat kurang dari yang ditargetkan yaitu 100% SAB
terlindung terhadap pencemaran air.
S (saverity/akibat yang ditimbulkan)
Pada masalah belum tercapainya cakupan inspeksi SAB, diberi nilai 5. Akibat
yang ditimbulkan dari sangat rendahnya cakupan inspeksi sarana air bersih
sangat besar yaitu kemungkinan terjadinya tingkat pencemaran SAB serta
tidak diketahuinya tingkat pencemaran tersebut. Mengingat inspeksi
sanitasi ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan kualitas fisik air
bersih, yang selanjutnya akan diketahui pula tingkat pencemarannya.
Tingkat risiko pencemaran air bersih dikatagorikan sebagai Amat Tinggi
(AT), Tinggi (T), Sedang (S), dan Rendah (R).
Pada masalah tidak dilakukannya cakupan pengambilan sampel air, diberi nilai 4
karena akibat tidak dilakukannya pengambilan sampel air bersih ini maka
42
penggunaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan oleh masyarakat
menjadi rendah. Syarat kesehatan untuk air bersih antara lain adalah
rendahnya risiko pencemaran dan terpenuhi syarat air bersih secara fisika,
kimia dan bakteriologis.
Pada masalah tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air
bersih, diberi nilai 4 karena akibat tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat
bakteriologis air bersih ini dapat meningkatkan terjadinya angka kesakitan
akibat penyakit yang ditularkan melalui air salah satu contohnya adalah
diare.
Pada masalah tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran SAB,
diberi nilai 4 yaitu masyarakat pada umumnya mengkonsumsi air yang
sudah tercemar.
RI (Rate of Increase/kenaikan besarnya masalah)
Belum tercapainya cakupan inspeksi SAB, diberi nilai 5 karena inspeksi SAB
tidak boleh kurang dari 87,65% tetapi harus meningkat hingga mencapai
100%.
Tidak dilakukannya cakupan pengambilan sampel air, diberi nilai 4 karena
diharapkan puskesmas melakukan cakupan pengambilan sampel air bersih
yang selama ini tidak dilakukan.
Tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air bersih, diberi nilai
4 karena diharapkan petugas laboratorium melakukan pemeriksaan tingkat
kualitas bakteriologis air bersih yang diambil sampelnya oleh petugas
kesehatan di puskesmas.
Tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran SAB, diberi nilai 4
karena diharapkan pemeriksaan tingkat risiko pencemaran sarana air
bersih dilakukan oleh petugas kesehatan sebagai rangkaian dari
pemeriksaan bakteriologis.
DU (Degree of Unmeet Need/ Keinginan yang tidak terpenuhi)
Belum tercapainya cakupan inspeksi SAB, diberi nilai 3 karena tingkat
pengetahuan masyarakat terhadap air bersih masih kurang sehingga hal ini
tidak mempengaruhi kebutuhan masyarakat secara langsung terhadap
dilakukannya inspeksi sumber air bersih miliknya.
43
Tidak dilakukannya cakupan pengambilan sampel air, diberi nilai 1 karena
cakupan inspeksi sarana air bersih yang sudah dilakukan hanya sedikit
sehingga banyak masyarakat yang sarana air bersihnya tidak terinspeksi.
Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi cakupan pengambilan
sampel yang tidak terlaksana. Akibatnya tidak ada kebutuhan masyarakat
akan pengambilan sampel air miliknya.
Tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air bersih, diberi nilai
3 karena dengan tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat kualitas
bakteriologis air bersih tidak mempengaruhi keinginan dan kebutuhan
masyarakat secara langsung karena masyarakat tidak berperan serta dalam
pemeriksaan kualitas bakteriologis air bersih.
Tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran SAB, diberi nilai 3
karena masyarakat tidak berperan serta dalam pemeriksaan tingkat risiko
pencemaran sarana air bersih dan masyarakat tidak mengetahui tentang
tingkatan risiko pencemaran ini.
SB (Social Benefit/ Keuntungan Sosial karena selesainya masalah)
Dalam masalah belum tercapainya cakupan inspeksi SAB, cukup besar dan diberi
nilai 4 mengingat dengan meningkatnya cakupan inspeksi SAB maka
informasi tentang pencemaran SAB dapat diketahui dan dapat segera
diatasi, sehingga konsumsi air bersih meningkat dan derajat kesehatan
masyarakat juga meningkat.
Dalam masalah tidak dilakukannya cakupan pengambilan sampel air, cukup besar
dan diberi nilai 4 karena apabila pengambilan sampel air ini dilakukan
dapat diketahui tingkatan – tingkatan pencemaran SAB dan cara
penanggulangannya sehingga derajat kesehatan masyarakat akan
meningkat.
Dalam masalah tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air
bersih, cukup besar dan diberi nilai 4 karena dengan dilakukannya
pemeriksaan kualitas bakteriologis air bersih ini maka angka kesakitan
akibat penyakit yang ditularkan melalui air nantinya akan berkurang dan
tingkat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan meningkat.
44
Dalam maalah tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran SAB,
cukup besar dan diberi nilai 4 yaitu tingkat kesehatan masyarakat akan
lebih terjamin dengan terpantaunya dan diketahuinya faktor – faktor risiko
pencemaran terhadap SAB.
PB (Public Concern/ Keprihatinan)
Keprihatinan Masyarakat terhadap belum tercapainya cakupan inspeksi SAB
masih kurang oleh karenanya diberi nilai 1. Hal ini disebabkan tingkat
pengetahuan masyarakat tentang penyehatan air bersih masih kurang
Keprihatinan Masyarakat terhadap tidak dilakukannya cakupan pengambilan
sampel air masih kurang oleh karenanya diberi nilai 1 hal ini disebabkan
tingkat pengetahuan masyarakat tentang sampel air yang rendah, dan tidak
pernah dilakukannya cakupan pengambilan sampel air diwilayahnya.
Keprihatinan Masyarakat terhadap tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas
bakteriologis air bersih masih kurang oleh karenanya diberi nilai 1 karena
pengetahuan mereka tentang penyakit berbasis lingkungan kurang.
Keprihatinan Masyarakat terhadap tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko
pencemaran SAB masih kurang oleh karenanya diberi nilai 1 hal ini
disebabkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat masih rendah.
PC (Political Climite/ Suasana Politik)
Dalam belum tercapainya cakupan inspeksi SAB diberi nilai 1 karena cakupan
inspeksi sumber air bersih tidak dipengaruhi dan mempengaruhi secara
langsung oleh keadaan politik.
Dalam tidak dilakukannya cakupan pengambilan sampel air diberi nilai 1 karena
cakupan inspeksi sumber air bersih tidak dipengaruhi dan mempengaruhi
secara langsung oleh keadaan politik.
Dalam tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air bersih diberi
nilai 1 karena pemeriksaan kualitas bakteriologis air bersih tidak
dipengaruhi dan mempengaruhi secara langsung oleh keadaan politik.
Dalam tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran SAB diberi
nilai 1 karena pemeriksaan tingkat risiko pencemaran air bersih ini tidak
dipengaruhi dan mempengaruhi secara langsung oleh keadaan politik. Dari
kriteria kelayakan teknologi/T (technical feasibility) diberi nilai 5 karena
45
semua sarana dan prasarana untuk pemeriksaan tingkat risiko pencemaran
air bersih berupa laboratorium sudah tersedia.
T (Techincal Feasibility/Kelayakan Teknologi)
Belum tercapainya cakupan inspeksi SAB diberi nilai 5 karena semua sarana dan
prasarana untuk melakukan inspeksi sumber air bersih sudah tersedia.
Tidak dilakukannya cakupan pengambilan sampel air diberi nilai 5 karena semua
sarana dan prasarana untuk melakukan pengambilan sampel antara lain
berupa formulir, botol steril, tas/kotak dan peralatan pengukuran kualitas
air bersih dilapangan sudah tesedia.
Tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air bersih diberi nilai 5
karena semua sarana dan prasarana untuk pemeriksaan kualitas
bakteriologis air bersih berupa laboratorium sudah tersedia.
Tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran SAB diberi nilai 5
karena semua sarana dan prasarana untuk pemeriksaan risiko pencemaran
sumber air bersih berupa sudah tersedia.
R (Reseerch Availibiity/ Sumberdaya yang Tersedia)
Belum tercapainya cakupan inspeksi SAB diberi nilai 3 karena sumber daya
manusia yang tersedia untuk mengatasi masalah cakupan inspeksi sumber
air bersih memang masih kurang.
Tidak dilakukannya cakupan pengambilan sampel air diberi nilai 3 karena SDM
yang tersedia untuk mengatasi masalah cakupan inspeksi sumber air bersih
memang masih kurang.
Tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air bersih diberi nilai 5
karena SDM yang tersedia untuk mengatasi masalah pemeriksaan kualitas
bakteriologis air bersih yaitu petugas laboratorium sangat mencukupi.
Tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran SAB diberi nilai 5
karena SDM yang tersedia untuk mengatasi masalah pemeriksaan tingkat
risiko pencemaran air bersih yaitu pegawai laboratorium sangat
mencukupi. Dari scoring masalah diatas, maka prioritas masalah yang
ditetapkan adalah belum tercapainya target cakupan inspeksi SAB di
wilayah Puskesmas Sukmajaya Depok.
46
LINGKUNGANUMPAN BALIK
PROSESINPUT
CAKUPAN INSPEKSI SARANA AIR BERSIH
(SAB)JUMLAH TENAGA
KESEHATAN UNTUK PELAKSANAAN DI
LAPANGAN.
KUALITAS TENAGA PELAKSANA KESLING
YANG MEMILIKI PENGETAHUAN DAN
KETRAMPILAN
DANA OPERASIONAL
SARANA DAN PRASARANA YANG SESUAI DENGAN
KEBUTUHAN
EVALUASI KEBERHASILAN
PROGRAM YANG LALU
PERENCANAAN PROGRAM KESLING SECARA TERTULIS
KOORDINASI ANTARA TENAGA2 KESEHATAN
YANG BERTUGAS UNTUK PELAKSANAAN
KESEHATAN LINGKUNGAN
PELAKSANAAN PROGRAM YANG SESUAI
DENGAN METODE DAN RENCANA YANG TELAH
DITETAPKAN
TINGKAT PENDI-DIKAN, SOSIAL
EKONOMI MAUPUN PERILAKU
MASYARAKAT
PENCATATAN DAN PELAPORAN SECARA
BERKALA
5.3 KERANGKA KONSEP
Untuk mempermudah mengidentifkasi penyebab masalah belum
tercapainya cakupan inspeksi air bersih di puskesmas Sukmajaya Depok
diperlukan kerangka konsep sebagai alur pikir penyebab masalah dengan
menggunakan pendekatan sistem.
47
KETERANGAN
Dari evaluasi program yang masih belum tercapai pada tahun lalu,
merupakan masukan yang penting bagi perencanaan dan pelaksanaan
program tahun berikutnya, sehingga kekurangan-kekurangan yang ada
pada tahun yang lalu dapat disempurnakan pada program tahun berikutnya
sekaligus berfungsi sebagai masukan.
Jumlah tenaga kesehatan akan berpengaruh secara langsung maupun tidak
langsung terhadap cakupan inspeksi sarana air bersih. Sesuai tolok ukur
yang ada, jumlah tenaga kesehatan lingkungan minimal 2 orang. Namun
dalam kenyataannya hanya terdapat 1 orang staf tenaga kesehatan,
sehingga dengan keterbatasan jumlah tenaga kesehatan yang ada tersebut,
pelaksanaan inspeksi sarana air bersih seperti yang tertuang dalam rencana
program tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dengan jumlah
tenaga yang kurang akan berakibat pelaksanaan inspeksi akan memakan
waktu yang lambat sehingga jumlah cakupan inspeksi SAB yang
ditargetkan untuk waktu tertentu tidak dapat tercapai.
Kualitas tenaga kesehatan yang ada akan berpengaruh baik secara
langsung maupun tidak langsung. Tenaga pelaksana kesehatan lingkungan
harus memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dibidang kesehatan
lingkungan yang diperoleh melalui jalur pendidikan khusus. Pengaruh
secara langsung terjadi kepada pelaksanaan tugas, dimana apabila tugas
dilaksanakan oleh orang yang tidak profesional, maka hasilnya pun akan
tidak maksimal baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Sedangkan
pengaruh secara tidak langsung akan terjadi kepada cakupan inspeksi,
dimana target yang telah ditentukan tidak akan dapat tercapai.
48
Dana operasional akan berpengaruh terhadap pelaksanaan, cakupan
inspeksi sarana air bersih, serta penyediaan sarana dan prasarana. Dana
yang dimaksudkan adalah dana yang disediakan oleh pemerintah melalui
APBD, dari dana yang tersedia hanya terpenuhi sebanyak 87,65 % dari
tolok ukur yang telah ditentukan. Kondisi tersebut akan sangat
berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas dilapangan, dimana metoda dan
rencana yang telah dibuat pada akhirnya tidak dapat dilaksanakan karena
biayanya tidak mencukupi. Sedangkan pengaruh langsung juga terjadi
kepada hasil cakupan, karena hasil cakupan yang akan diperoleh hanya
sebatas kemampuan dana yang tersedia, serta sarana dan prasarana
penyediaannya tidak sesuai kebutuhan.
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk melakukan inspeksi air
bersih antara lain adalah formulir pemeriksaan, botol steril, tas/kotak
pengepakan botol, formulir pengiriman sampel, alat tulis, sarana
transportasi dan sarana pengukuran kualitas air dilapangan. Apabila sarana
dan prasarana yang tersedia mencukupi maka pada pelaksaan inspeksi
sarana air bersih akan sesuai dengan metode dan rencana yang telah
ditetapkan.
Perencanaan program secara tertulis akan berpengaruh terhadap koordinasi
dan pelaksanaan cakupan inspeksi air bersih baik secara langsung maupun
tidak langsung. Perencanaan memuat latar belakang, tujuan, metode
pelaksanaan, sasaran, tenaga, dana, dan alokasi waktu. Perencanaan
program yang telah dibuat sebaiknya dikoordinasikan dengan petugas-
petugas kesehatan yang nantinya akan menjalankan program tersebut
dilapangan, agar dalam pelaksanaanya sesuai dengan metode yang telah
direncanakan dan tercapainya cakupan inspeksi sarana air bersih sesuai
yang diharapkan.
Koordinasi yang tidak jelas antara tenaga kesehatan yang bertugas akan
berpengaruh secara langsung kepada pelaksanaan tugas dilapangan dimana
pada pelaksanaannya akan terjadi kesimpang siuran/kerancuan, kondisi
ini dapat menyebabkan terhambatnya pelaksanaan tugas di lapangan.
49
Dengan terhambatnya pelaksanaan tugas di lapangan, maka koordinasi
yang tidak jelas akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap cakupan
inspeksi SAB, dimana cakupan inspeksi tidak akan tercapai.
Pelaksanaan suatu program harus sesuai dengan rencana maupun metode
yang telah ditetapkan. Pada pengawasan kualitas air bersih ini dilakukan
pendataan dan pemeriksaan sarana air bersih secara berkala minimal
2x/tahun, pengambilan sampel dan pengiriman sampel air ke laboratorium,
analisa laboratorium, pencatatan dan pengolahan hasil kegiatan.
Kenyataannya program pengawasan kualitas air bersih pada
pelaksaannya tidak sesuai dengan rencana antara lain pendataan jumlah
SAB yang tidak sesuai target, tidak dilakukan pengambilan sampel dan
pengiriman sampel kelaboratorium. Akibatnya sudah dapat dipastikan
bahwa program tersebut pasti tidak akan berhasil. Dengan demikian maka
pelaksanaan akan berpengaruh secara langsung terhadap keberhasilan
program yaitu cakupan inspeksi SAB.
Pencatatan dan pelaporan yang sistemik secara berkala merupakan tindak
lanjut dari inpeksi sarana air bersih yang sudah dilakukan sebelumnya.
Bila pelaksanaannya baik maka pencatatan dan pelaporan akan baik pula
begitu sebaliknya.
Kondisi lingkungan akan berpengaruh secara langsung maupun tidak
langsung baik terhadap cakupan inspeksi maupun pelaksanaan. Apalagi
dalam kegiatan ini obyeknya adalah sarana air bersih yang merupakan
kebutuhan pokok seluruh lapisan masyarakat. Pengaruh secara langsung
akan terjadi pada pelaksanaan dilapangan, dimana kepedulian masyarakat
akan sangat diperlukan. Dengan tingkat kepedulian yang rendah maka
akan berpengaruh kepada hasil yang akan dicapai dilapangan, karena
pelaksanaan kegiatan akan menjadi tidak lancar. Pengaruh secara tidak
langsung akan terjadi pada cakupan inspeksi, karena dukungan masyarakat
yang rendah akibat kondisi sosial ekonomi, tingkat pendidikan maupun
pengetahuan yang terbatas, akan mengakibatkan cakupan inspeksi yang
dihasilkan juga akan menurun.
50
5.4 IDENTIFIKASI PENYEBAB MASALAH
Berdasarkan kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan, dicari
beberapa penyebab masalah, baik dari unsur input, proses, umpan balik
dan lingkungan.
Tabel 5.3. Identifikasi Penyebab Masalah Program Penanggulangan air
bersih di Puskesmas Sukmajaya tahun 2010.
VARIABEL TOLAK UKUR PENCAPAIAN MASALAH
INPUT
1. Tenaga
2. Dana
3. Sarana
4. Metoda
Tersedianya minimal 2 orang tenaga pelaksana kesehatan lingkungan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dibidang kesehatan lingkungan.
Tersedianya dana yang cukup berasal dari APBD untuk petugas, yaitu Rp 7.500 x 82.461 kel =Rp 6.184.575
Terdapatnya formulir pemeriksaan dan inspeksi sanitasi air bersih, botol steril, tas/kotak pengepakan botol, formulir pengiriman sampel (formulir detail sample), alat tulis, sarana transportasi dan peralatan pengukuran kualitas air bersih di lapangan ( water test kit ).
Pendataan jumlah dan sarana air bersih, pemeriksaan/inspeksi sarana air secara berkala minimal 2 x setahun, pengambilan air dilapangan, pengiriman sampel ke laboratorium, pemeriksaan sampel air di lapangan, analisa lab, pencatatan dan pengolahan hasil kegiatan,
1 orang staf kesehatan lingkungan yang bertugas sebagai tenaga pelaksana dan melakukan pencatatan serta pelaporan
Dana yang didapatkan cukup untuk melakukan inspeksi ke 143 lokasi.
Terdapat formulir pemeriksaan dan inspeksi sanitasi air bersih, botol steril, tas/kotak pengepekan botol, formulir pengiriman sampel (formulir detail sampel), alat tulis, sarana transportasi dan peralatan pengukuran kualitas air bersih di lapangan (water test kit).
Pendataan jumlah dan sarana air bersih, pemeriksaan/inspeksi sarana air bersih secara berkala minimal 2 x setahun pengambilan sampel air dilapangan, pengiriman sampel ke laboratorium, pemeriksaan sampel air di lapangan, analisa lab, pencatan dan pengolahan hasil kegiatan, membuat
(+)
(+)
(-)
(-)
51
PROSES
1 Perenca-
naan
2 Pengorga-
nisasian
3 Pelaksanaan
4 Pengawas-
an
LINGKUNGAN
membuat laporan hasil kegiatan, saran dan tindak lanjut berdasarkan hasil kualitas air.
Terdapatnya perencanaan program tertulis yang memuat : latar belakang, tujuan, metode pelaksanaan, sasaran, sarana, tenaga, dana, alokasi waktu yang disetujui oleh Dinkes Kota Depok.
Adanya struktur organisasi dan staf pelaksana program, pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas serta koordinasi dengan pihak lain.
Sesuai dengan rencana dan metode yang telah ditetapkan, dilaksanakan secara berkala : pengumpulan data 1 x setahun dan pengawasan kualitas air bersih 2 x setahun.
laporan hasil kegiatan, saran daan tindak lanjut berdasarkan hasil kualitas air.
Perencanaan program tertulis yang memuat latar belakang, tujuan, metode, kegiatan, sasaran, sarana dana, tenaga, waktu yang disetujui Dinkes Kota Depok.
- Terdapat struktur dan pembagian tugas yang jelas
Kepala Puskesmas (dr. Wahyudin) Kepala seksi pelayanan Kes Mas Koordinator Kesehatan
Lingkungan (ibu Neneng.S.)
Staf TU (Ibu Rosmiyati)
- Koordinasi belum jelas.
Sudah dilakukan pengumpulan data mengenai jumlah dan macam SAB 1 x setahun serta sudah dilaksanakannya inspeksi SAB ( walaupun tidak memenuhi target).
Namun belum dilaksanakannya kegiatan pengambilan sampel , pemeriksaan tingkat bakteriologi air bersih dan pemeriksaan tingkat risiko pencemaran SAB.
(-)
(+)
(+)
(-)
52
1. Fisik
2. Non Fisik
UMPAN BALIK
Adanya pencatatan dan pelaporan yang sistemik secara berkala tentang kegiatan pengawasan kualitas air ke tingkat Kodya minimal 3 bulan sekali dan apabila terjadi kejadian luar biasa karena penurunan kualitas air minum
- Semua lokasi sarana air dapat dijangkau dengan sarana transportasi yang ada.
- Iklim tidak mempengaruhi pelaksanaan program.
- Keadaan sosial ekonomi masyarakat dapat mempengaruhi keberhasilan program.
- Tingkat pendidikan dapat mem-pengaruhi keberhasilan program.
- Perilaku masyarakat dalam me-nggunakan air bersih dapat mempengaruhi keberhasilan program.
Adanya pencatatan dan pelaporan yang diserahkan ke Dinas Kesehatan yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk perbaikan program selanjutnya.
Pencatatan dan laporan sistematik tentang kegiatan pengawasan kualitas air bersih ke Dinkes Depok setiap kali kegiatan selesai dilaksanakan.
- Lokasi sarana air bersih mudah di-jangkau dengan sarana transportasi yang ada.
- Iklim tidak mempengaruhi pelaksanaan program.
- Keadaan sosial ekonomi dan pendi-dikan ,dan perilaku yang rendah mempengaruhi keberhasilan program.
Tidak ada data
(-)
(+)
5.5 PENYEBAB MASALAH
Berdasarkan tabel diatas, ditetapkan penyebab masalah program
pengawasan kualitas sumber air bersih keluarga di Puskesmas Kecamatan
Sukmajaya sebagai berikut :
53
A. Komponen masukan (input) :
- Jumlah tenaga pelaksana kesehatan lingkungan.
Pada Puskesmas Sukmajaya Depok, koordinator dan pelaksana melakukan
pencatatan dan membuat laporan hanya satu orang. Jumlah ini jelas tidak
memenuhi standar yang telah ditentukan untuk program kesehatan
lingkungan.
- Dana yang tidak mencukupi.
Dana yang ada`hanya untuk kegiatan inspeksi 143 lokasi SAB, sedangkan untuk
kegiatan inspeksi sisa lokasi yang ada, pengambilan sampel air maupun
pemeriksaan bakteriologi sampel air tidak tersedia dana. Hal ini tentu tidak
memenuhi persyaratan kegiatan pengawasan kualitas SAB.
- Umpan balik (tidak adanya evaluasi program).
B. Komponen proses :
- Koordinasi antara antara penanggung jawab program dan petugas pelaksana
yang tidak jelas.
- Pelaksanaan program yang dilakukan tidak sesuai dengan metode rencana yang
di tetapkan.
C. Komponen lingkungan.
Tingkat sosial ekonomi, pendidikan dan perilaku masyarakat dalam menggunakan
air bersih yang masih rendah, sehingga dapat mempengaruhi keberhasilan
program.
5.6 PENETAPAN PRIORITAS PENYEBAB MASALAH
Melalui kerangka konsep dan analisa masalah serta menggunakan
pendekatan system penyebab masalah program pengawasan kualitas
sumber air bersih keluarga di Puskesmas Sukmajaya Depok adalah :
54
Komponen masukan (input), penyebab masalah pertama adalah kurangnya jumlah
tenaga pelaksana program. Mengingat sangat sulit untuk menambah
tenaga pelaksana program lebih banyak lagi, maka dianjurkan untuk
mengoptimalkan tenaga kesehatan yang ada melalui peningkatan
pengetahuan dan melatih keterampilan para tenaga kesehatan mengenai
kesehatan lingkungan, khususnya pengawasan kualitas SAB.
Diharapkan untuk masa yang akan datang, program ini tidak hanya dilakukan oleh
satu orang, tetapi diikut sertakan pula tenaga kesehatan yang ada. Selain
itu, penyebab masalah yang lain pada komponen input adalah dana yang
tidak mencukupi. Sebagaimana kita ketahui masalah kurang tersedianya
dana adalah masalah klasik pada hampir semua program-program
pemerintah. Namun hal ini tidaklah selalu dapat dijadikan alasan untuk
tidak dijadikan program.
Diperlukan untuk menggali dan memanfaatkan sumber-sumber dan potensi-
potensi pendanaan swadaya masyarakat yang ada. Selain itu perlu
dilakukan suatu metode sanitasi yang terjangkau sehingga tidak terlalu
memakan biaya yang besar (misalnya memelihara SAB yang ada). Pada
komponen proses, penyebab masalah adalah kurangnya koordinasi antara
penanggung jawab program dan petugas pelaksana.
Dianjurkan kegiatan koordinasi diperbanyak lagi frekuensinya, baik pada saat
perencanaan, saat kegiatan maupun saat evaluasi kegiatan. Kegiatan
koordinasi ini tidak harus formal, namun dapat dilakukan setelah kegiatan
rutin Puskesmas. Kepala Puskesmas beserta kepala seksi yang bertangung
jawab harus secara aktif menanyakan tentang kegiatan-kegiatan yang
direncanakan, sedang berlangsung, maupun evaluasi kepada pelaksana,
begitu juga pelaksana harus secara aktif melaporkan setiap kegiatan
maupun masalah yang ada.
Masalah CxTxRKurangnya jumlah tenaga pelaksana programDana yang tidak mencukupi
55
Kordinasi yang belum jelas dengan pihak lain
Belum dilaksanakannya kegiatan pengambilan sampel , pemeriksaan tingkat bakteriologi air bersih dan pemeriksaan tingkat risiko pencemaran SAB
Keadaan sosial ekonomi dan pendi-dikan ,dan perilaku yang rendah mempengaruhi keberhasilan program
5.7 ALTERNATIF PROGRAM DAN PENENTUAN PRIORITAS
PEMECAHAN MASALAH
Langkah-langkah pemecahan masalah diatas harus direalisasikan dengan
beberapa program/kegiatan baru untuk mengatasinya. Program/kegiatan
baru yang dianjurkan tersebut berdasarkan penyebab masalah, antara lain :
A. Jumlah tenaga yang kurang.
Untuk mengatasi penyebab masalah komponen masukan berupa jumlah tenaga
kerja yang kurang, maka dapat ditentukan dua alternatif jalan keluar yaitu :
1. Mengoptimalkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas.
Tujuan :
Mendaya gunakan tenaga kesehatan yang ada untuk melaksanakan program
kesehatan lingkungan, terutama program pengawasan kualitas sumber air
bersih.
Sasaran :
Tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas (dokter, perawat, peñata
kesehatan lingkungan).
Bentuk kegiatan :
Mengikuti pelatihan tentang penyehatan air yang dilakukan secara
berkala. Selain itu juga dilakukan pelatihan oleh tenaga kesehatan yang telah
mengikuti pelatihan sebelumnya kepada tenaga kesehatan lain.
Waktu kegiatan :
56
Disesuaikan dengan waktu pelatihan, dapat dilaksanakan sebelum atau
sesudah kegiatan rutin Puskesmas. Pelatihan dilakukan sebanyak 2 kali per tahun
agar hasilnya optimal.
Anggaran :
Biaya diperoleh dari APBD dan atau retribusi Puskesmas (swadana).
Dana diperkirakan sekitar Rp. 2000.000
Rincian biaya :
Biaya pelatihan untuk 2 orang x Rp. 1000.000 Rp. 2.000.000
2. Penyehatan tenaga kesehatan diluar Puskesmas (tenaga kontrak)
Tujuan :
Mendapatkan sumber daya tambahan untuk melaksanakan kegiatan
pengawasan sumber air bersih serta mendapatkan informasi dan fasilitas dari
pihak luar yang sudah berpengalaman.
Sasaran :
Tenaga kesehatan yang memperoleh pelatihan dibidang kesehatan
lingkungan.
Bentuk kegiatan :
Tenaga kontrak akan melaksanakan semua kegiatan program mulai dari
perencanaan sampai ketahap pencatatan dan pelaporan. Tenaga kontrak dapat
memfasilitasi tenaga kesehatan yang ada dengan baik. Hasil tenaga kontrak akan
dievaluasi oleh staf Puskesmas. Tenaga kontrak akan mendapat honor dari
Puskesmas.
Anggaran :
Dana berasal dari APBD dan atau retribusi Puskesmas (swadaya).
Dana diperkirakan sebesar Rp. 700.000/bulan
57
Rincian biaya :
Honor tenaga kontrak Rp. 700.000/bulan
Untuk memilih prioritas pemecahan masalah, digunakan kriteria matriks
sebagai berikut :
Tabel 5.4. Penentuan prioritas jalan keluar untuk penyebab masalah
jumlah tenaga pelaksana program yang kurang di Puskesmas Pancoran
Mas Depok periode tahun 2010.
Efektifitas Efisiensi Jumlah
No Daftar alternatif jalan keluar M I V C MxIxV
C
1.
2.
Mengoptimalkan tenaga kesehatan yg ada di Puskesmas.
Pemakaian tenaga kesehatan dari luar Puskesmas (tenaga kontrak)
4 4 3
4 4 4
1
2
48
32
Pada alternatif jalan keluar untuk jumlah tenaga pelaksana program dalam
rangka mengoptimalkan tenaga kesehatan yang ada di puskesmas, ditentukan
besarnya peranan jalan keluar (Magnitude) adalah 4, karena alternatif ini dapat
mengatasi jumlah tenaga pelaksana program untuk pengawasan kualitas sumber
air bersih yang ada. Jalan keluar ini sangat penting (Importancy) dan diberi nilai 4
karena akibat yang ditimbulkan adalah meningkatnya cakupan inspeksi air bersih
yang ada yang pada akhirnya derajat kesehatan masyarakat akan tercapai
khususnya untuk penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air. Untuk sensitivitas
(Vulnerability) diberi nilai 3 karena untuk mengoptimalkan tenaga yang sudah ada
diperlukan waktu yang sangat lama dan rencana yang matang. Sedangkan untuk
komponen C (cost) diberi nilai 1 karena biaya yang dikeluarkan untuk
mengoptimalkan tenaga yang sudah ada tidak terlalu besar, mengingat pelatihan
58
cukup dilakukan terhadap tenaga-tenaga yang sudah tersedia tanpa harus
membayar tenaga dari luar.
Besarnya masalah untuk pemakaian tenaga dari luar (Magnitude) diberi
nilai 4, karena alternative ini dapat mengatasi jumlah tenaga kesehatan untuk
menjalankan program pengawasan kualitas air bersih yang kurang. Pentingnya
jalan keluar (Importancy) diberi nilai 4, karena akibat yang ditimbulkan adalah
meningkatnya cakupan SAB yang dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Untuk sensitivitas (Vulnerability) diberi nilai tinggi yaitu 4 karena
untuk pemakaian tenaga dari luar waktu yang diperlukan tidak lama, hal ini
didasari oleh kemampuan yang sudah dimiliki oleh tenaga kontrak. Sedangkan
untuk komponen C (Cost) diberi nilai 2 karena diperlukan biaya yang cukup besar
untuk membayar tenaga-tenaga kontrak yang direkrut.
B. Dana operasional yang tidak mencukupi.
Untuk mengatasi kekurangan dana dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan
kualitas SAB, dapat ditentukan dua alternatif jalan keluar yaitu:
1. Pendanaan swadaya masyarakat.
Tujuan :
Mendapatkan sumber dana tambahan untuk melaksanakan kegiatan pengawasan
sarana air bersih.
Sasaran :
Petugas kesehatan Puskesmas dan masyarakat
Bentuk kegiatan :
Mencari sumber-sumber dan potensi-potensi yang ada di Puskesmas maupun di
masyarakat untuk kemudian di kembangkan sehingga dapat menghasilkan dana
tambahan yang digunakan untuk kegiatan pengawasan kualitas SAB.
Waktu kegiatan :
Disesuaikan dengan waktu kegiatan masing-masing tenaga kesehatan.
Anggaran :
Dana berasal dari APBD dan atau retribusi Puskesmas (swadaya).
Dana diperkirakan sebesar Rp. 700.000/bulan
2. Metode sanitasi yang tidak memerlukan biaya besar.
59
Tujuan :
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam memelihara dan menjaga SAB yang
ada.
Sasaran :
Tenaga kesehatan Puskesmas, tenaga pelaksana kesehatan lingkungan dan
masyarakat.
Bentuk kegiatan :
Penyuluhan mengenai cara memelihara SAB kepada masyarakat secara berkala.
Waktu dan tempat kegiatan :
Penyuluhan terhadap masyarakat disekitar Puskesmas Pancoran Mas. Penyuluhan
dilakukan sebanyak 2-3 kali per tahun agar masyarakat mendapat infprmasi
tentang sarana air bersih secara optimal.
Anggaran :
Biaya diperoleh dari swadana Puskesmas
Dana diperkirakan sekitar Rp. 750.000
Rincian biaya :
Pembuatan Poster 20 x Rp. 15.000,- Rp. 300.000,-
Pembuatan Leaflet 500 x Rp, 500,- Rp. 250.000,-
Konsumsi Rp. 200.000,+
Rp. 750.000,-
Tabel 13. Penentuan prioritas jalan keluar untuk penyebab masalah jumlah dana
operasional yang tidak mencukupi. .
60
Efektifitas Efisiensi Jumlah
No Daftar alternatif jalan keluar M I V C MxIxV C
1
2
Pendanaan swadaya masyarakat
Metode sanitasi yang tidak membutuhkan biaya besar.
4 4 3
4 4 3
2
1
24
48
Besarnya masalah (Magnitude) pendanaan swadaya masyarakat sebagai
salah satu alternative jalan keluar untuk masalah jumlah dana operasional yang
tidak mencukupi diberi nilai 4, karena alternatif ini dapat mengatasi jumlah dana
yang kurang. Pentingnya masalah (Importancy) diberi nilai cukup tinggi yaitu 4
karena pendanaan yang dilakukan secara swadaya dari masyarakat nantinya akan
meningkatan jumlah cakupan inspeksi sarana air bersih yang ada secara tidak
langsung. Sensitivitas jalan keluar (Vulnerability) diberi nilai 3 karena untuk
pendanaan swadaya diperlukan tenaga (masyarakat) dalam jumlah yang cukup
besar, waktu yang lama dan sumber-sumber atau potensi-potensi yang cukup
banyak untuk dikembangkan agar menghasilkan dana tambahan. Cost (C) diberi
nilai 2 karena biaya yang diperlukan untuk meningkatkan potensi atau sumber
yang ada serta meningkatkan kinerja masyarakat diperlukan biaya yang cukup
besar.
Besarnya masalah (Magnitude) metode sanitasi yang tidak membutuhkan
biaya yang besar diberi nilai 4 karena alternatif ini dapat mengatasi jumlah dana
yang kurang. Pentingnya masalah (Importancy) diberi nilai cukup tinggi yaitu 4
karena dengan adanya penyuluhan sebagai salah satu metode sanitasi yang tidak
membutuhkan biaya besar maka secara tidak langsung mempengaruhi jumlah
sampel yang akan diambil. Sensitivitas jalan keluar (Vulnerability) diberi nilai 3
karena untuk melakukan penyuluhan diperlukan tenaga-tenaga yang memiliki
pengetahuan serta dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya memelihara SAB yang dimilikinya.
Cost (C) diberi nilai 1, tidak diperlukan biaya yang besar untuk melakukan
penyuluhan kepada masyarakat.
C. Koordinasi antara penanggung jawab program dan petugas pelaksana
yangtidak jelas.
Koordinasi yang kurang antara tenaga kesehatan yang melakukan kegiatan
kesehatan lingkungan dengan staf Puskesmas yang lain menyebabkan tujuan
kegiatan tidak terpenuhi, akibat berbagai kendala kegiatan yang tidak dapat diatasi
dengan baik.
61
Alternatif jalan keluar untuk masalah ini adalah:
1. Kegiatan koordinasi antara kepala Puskesmas/kepala seksi pelayanan
kesehatanmasyarakat dengan staf pelaksana kesling.
Tujuan :
Koordinasi untuk perencanaan, organisasi, pelaksanaan monitoring dan
evaluasi kegiatan.
Sasaran :
Tenaga kesehatan Puskesmas yang terkait.
Bentuk kegiatan :
Pertemuan informal antara kepala Puskesmas/kepala seksi pelayanan
kesehatan masyarakat dengan pelaksana kegiatan. Kepala Puskesmas secara aktif
menanyakan proses kegiatan dan memberikan pendapat/solusi terhadap masalah.
Pelaksana kegiatan melaporkan setiap kegiatan yang dilakukan secara terperinci.
Waktu kegiatan :
Dapat disesuaikan setiap ditemukannya masalah pada kegiatan atau setiap
akan dilaksanakan dan selesainya suatu kegiatan.
Anggaran : Tidak Perlu
2. Laporan tertulis dan pertemuan rutin.
Tujuan :
Adanya pelaporan tertulis yang berke-sinambungan yang kemudian
dilakukan evaluasi.
Sasaran :
Penanggung jawab atau tenaga kesehatan Puskesmas yang terkait.
Bentuk kegiatan :
Pelaksanaan kegiatan menyusun dan mempersiapkan laporan tertulis yang
telah dilakukan. Koordinasi dan evaluasi dilakukan dengan memperhatikan
kegiatan dan koordinasi sebelumnya. Selanjutnya diambil kesepakatan pemecahan
masalah dan laporan direvisi. Laporan yang direvisi, selanjutnya akan dijadikan
pedoman kegiatan berikutnya.
Waktu kegiatan :
Setiap selesai melakukan kegiatan pengawasan kualitas SAB.
62
Anggaran :
Berasal dari puskesmas. Jumlah dana diperkirakan sebesar Rp. 100.000
Rincian biaya :
Kertas Rp 10.000,-
Biaya print Rp 5,000,-
Fotokopi 85 x Rp 1000,- Rp 85.000f- +
Total Rp 100.000,-
Tabel 14. Penentuan prioritas jalan keluar untuk penyebab masalah koordinasi
antara penanggung jawab program dengan petugas pelaksana yang tidak jelas.
Efektifitas Efisiensi Jumlah
No Daftar alternatif jalan keluar M I V C MxIxV
C
1.
2.
Pertemuan informal untuk koordinasi.
Laporan tertulis dan pertemuan formal.
4 4 4
4 4 3
1
3
64
16
Besarnya masalah (Magnitude) pertemuan informal sebagai alternatif jalan
keluar untuk masalah koordinasi program diberi nilai 4 karena pertemuan
informal dapat mengatasi masalah kurangnya koordinasi antara penaggung jawab
program dengan petugas pelaksana terkait. Pentingnya masalah (Importancy)
diberi nilai 4 karena apabila masalah ini dapat teratasi maka pelaksaan program
penyehatan air bersih yang sudah direncanakan nantinya tidak menjadi rancu dan
berjalan sesuai dengan rencana dan metode yang telah ditetapkan. Sensitivitas
jalan keluar (Vulnerability) diberi nilai cukup tinggi yaitu 4 karena pertemuan
informal ini sangat mudah dilakukan tanpa mengeluarkan biaya yang besar dan
tanpa menyita waktu dan tempat. Hal ini didasarkan pada tempat yang sudah
tersedia dan pemanfaatan waktu luang diluar jam kerja puskesmas. Biaya (Cost)
diberi nilai 1, seperti yang sudah disinggung diatas jalan keluar ini tidak
63
memerlukan biaya yang besar karena pertemuan dilakukan secara informal tanpa
tempat, waktu dan laporan-laporan yang dibuat secara khusus. Sehingga
pembiayaan untuk alternatif tidak ada.
Besarnya masalah (Magnitude) laporan tertulis dan pertemuan formal
sebagai alternative jalan keluar diberi nilai 4 karena alternatif pemecahan masalah
ini dapat mengatasi kurangnya koordinasi antara penaggung jawab program
dengan petugas pelaksana terkait. Pentingnya jalan keluar (Importancy) diberi
nilai 4 karena dengan dilakukan pelaporan tertulis dan pertemuan secara informal
maka koordinasi akan terjalin secara sistematis dan teratur antara koordinator dn
petugas kesehatan yang terkait. Sensitivitas jalan keluar (Vulnerability) diberi
nilai 3 karena koordinator dan pelaksana harus menentukan tempat khusus untuk
koordinasi dan menetapkan waktu-waktu tertentu dalam pelaksanaan koordinasi
ini. Biaya (Cost) pada alternatif pemecahan masalah ini cukup besar dan diberi
nilai 3 karena pada pelaksaannya harus menyewa tempat-tempat tertentu dan
pendanaan untuk membuat laporan-laporan yang akan dikoordinasikan.
D. Pelaksanaan program yang dilakukan tidak sesuai dengan metode dan rencana
yang ditetapkan.
Hal ini sebenarnya disebabkan oleh jumlah tenaga pelaksana kesehatan
lingkungan yang kurang dan dana operasional yang tidak mencukupi. Sehingga
bila masalah kurangnya jumlah tenaga dan dana teratasi, maka pelaksanaan
progam pengawasan kualitas sarana air bersih dapat dilakukan sesuai dengan
metode dan rencana yang telah ditetapkan.
Program-program diatas dilaksanakan bila sudah disetujui oleh kepala
Puskesmas dan juga dipantau keberhasilannya. Bila hasilnya tidak sesuai dengan
yang diharapkan, maka program harus dievaluasi dan diperbaiki atau dibentuk
program baru yang lebih baik dan sesuai.
Dengan mengatasi semua penyebab masalah diatas melalui perbaikan pada
komponen input, proses, memperhatikan umpan balik, maka kegiatan pengawasan
kualitas sarana air bersih keluarga dapat berlangsung efektif, efisien dan mencapai
tujuan sesuai yang diharapkan.
64
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Dari hasil laporan evaluasi program diatas dapat diambil beberapa
kesimpulan yaitu:
• Pada evaluasi program pengawasan kualitas SAB keluarga di Puskesmas
Sukmajaya Depok didapatkan empat buah masalah pada komponen
keluaran, yaitu: belum tercapainya target cakupan inspeksi sarana air
bersih, tidak dilakukannya pengambilan sampel air, tidak dilakukannya
pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air bersih serta tidak
dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran sarana air bersih.
• Masalah yang kemudian menjadi prioritas yaitu belum tercapainya target
cakupan inspeksi sarana air bersih.
• Penyebab masalah yang diprioritaskan tersebut yaitu komponen input
(jumlah tenaga pelaksana kesehatan lingkungan yang kurang, dana
operasional yang tidak mencukupi), komponen proses (koordinasi antara
penanggung jawab program dan petugas pelaksana yang tidak jelas,
pelaksanaan program yang dilakukan tidak sesuai dengan metode dan
rencana yang ditetapkan), komponen lingkungan (rendahnya tingkat
pendidikan, sosial ekonomi, perilaku masyarakat dalam menggunakan
SAB yang menyebabkan kurangnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya air bersih), umpan balik.
65
6.2 SARAN
Hasil pengamatan di Puskesmas Sukmajaya Depok menunjukkan bahwa
program pengawasan sumber air bersih belum terlaksana dengan baik sesuai
dengan standar manajemen penyehatan air. Untuk itu perlu diadakan perbaikan
dengan cara:
• Mengoptimalkan penggunaan tenaga kesehatan Puskesmas yang ada
dengan cara mrngadakan pelatihan tentang program penyehatan air untuk
mengatasi jumlah tenaga pelaksana kesehatan lingkungan yang kurang.
Melaksanakan pelaksanaan metode sanitasi yang tidak memerlukan biaya
yang besar agar tujuan program dapat terlaksana sesuai dengan yang
diharapkan, walaupun dana yang tersedia tidak mencukupi.
• Meningkatkan koordinasi dan pengorganisasian antara penaggung jawab
program dengan staf pelaksana kesehatan lingkungan.
66
DAFTAR PUSTAKA
Departemen kesehatan RI. Pedoman kerja puskesmas Jilid II. Jakarta; Departemen
kesehatan RI; 1999. p 45-50
Departemen kesehatan RI. Profil kesehatan 2001. Jakarta; 2002
Rihardi S. Pencegahan dan pemberantasan penyakit berbasis lingkungan melalui
JPS-BK; www. Healt.Irc. p 1-3
Direktorat penyehatan air. Direktorat jenderal PPM & PLP. Petunjuk pelaksanaan
pengawasan kualitas air bersih rumah tangga pedesaan. Jakarta; 1990. p 1-
2
Juli S. Kesehatan lingkungan. cetakan ke 6. UGM Jokyakarta; 2004. p 108-9
Departemen kesehatan RI. Profil kesehatan indonesia 2002. Jakarta; 2004
Depkes RI.htm; Menkes resmikan proyek air bersih dan sanitasi untuk umum
masyarakat berpenghasilan rendah
Direktorat jenderal PPM & PLP. Departemen kesehatan RI. Pelatihan penyehatan
air bagi petugas kesehatan lingkungan daerah tingkat II. Jakarta; 1995. p
11- 16, 45 – 59
Azwar A. Pengantar administrasi kesehatan. Edisi Ketiga. Bina Rupa Aksara,
Jakarta; 1996 p 19 – 21.
Azwar A. Sistem Kesehatan. Dalam: pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi