5 Pendahuluan Danau rawa pening merupakan danau yang terletak di cekungan terendah lereng Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran. Danau yang memiliki luas genangan sekitar 2.667 ha ini merupakan salah satu danau air tawar terbesar yang pernah ada di Indonesia (Sutarwi. 2008). Danau Rawa Pening memiliki 9 hulu sungai sebagai sub-sub DAS dan 1 sungai sebagai aliran keluarnya. Terdapat 15 desa yang masing-masingnya dialiri oleh 9 hulu sungai tersebut. Selain sebagai penyangga ekologis, hasil studi karakteristik danau Rawa Pening (Balitbang Jateng 2004: III/24) menyatakan adanya ketergantungan masyarakat sekitar terhadap keberadaan danau Rawa Pening. Ketergantungan tersebut antara lain adalah sektor pertanian yaitu melalui pemanfaatan lahan pasang surut. Sektor perikanan yang mana danau dimanfaatkan sebagai kawasan tambak baik ikan maupun udang. Pemanfaatan sebagai PLTA yang bersumber pada ketersediaan sumber air serta banyak pemanfaatan lainnya. Namun pelestarian serta upaya konservasi dari danau ini seakan tertutup oleh eksplorasi manfaat yang cukup tinggi oleh sebagian besar aktivitas manusia. Ketergantungan masyarakat pada danau rawa pening kemudian menyebabkan tekanan penduduk untuk terus memanfaatkan sumber daya yang ada. Akibatnya tekanan penduduk menyebabkan terjadinya perubahan fungsi lahan. Contoh tekanan penduduk terhadap sumber daya alam. antara lain, lahan yang sebenarnya sebagai lahan vegetasi yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air beralih fungsi menjadi lahan pertanian ataupun lahan pemukiman. Eksploitasi lahanpun dilakukan untuk pemenuhan kebutuhannya. Alih fungsi lahan yang menyebabkan terkikisnya jumlah vegetasi mengakibatkan degradasi daya dukung lahan. Belum lagi rendahnya tingkat pengetahuan penduduk mengenai pola penggarapan lahan serta kurangnya pemahaman terhadap dampak jangka panjang. Terjadinya longsor merupakan salah satu akibat dari alih fungsi lahan yang berlebihan. Menurut Sutarwi, 2008, tata guna lahan pada lahan sub DAS Rawa Pening sebagian besar dimanfaatkan untuk tegalan, sawah dan pemukinan. Ketidakimbangan penggunaan lahan inilah yang kemudian diasumsikan sebagai faktor mendasar terjadinya kerusakan lingkungan. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap lahan disekitar danau Rawa Pening dapat terlihat dari besarnya angka sedimentasi yang tentu saja dapat menimbulkan dampak destruktif pada keberlangsungan ekosistem danau. Sumber Rencana Tata Ruang kawasan Rawa Pening tahun 2006 menyatakan bahwa, kontribusi sedimentasi terbesar pada danau Rawa Pening adalah adanya laju erosi
22
Embed
Evaluasi Tata Guna Lahan dan Analisis Vegetasi di Desa ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2736/2/T1_412008017_Full... · memiliki 9 hulu sungai sebagai sub-sub DAS dan 1 sungai
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
Pendahuluan
Danau rawa pening merupakan danau yang terletak di cekungan terendah
lereng Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran. Danau yang
memiliki luas genangan sekitar 2.667 ha ini merupakan salah satu danau air tawar
terbesar yang pernah ada di Indonesia (Sutarwi. 2008). Danau Rawa Pening
memiliki 9 hulu sungai sebagai sub-sub DAS dan 1 sungai sebagai aliran keluarnya.
Terdapat 15 desa yang masing-masingnya dialiri oleh 9 hulu sungai tersebut. Selain
sebagai penyangga ekologis, hasil studi karakteristik danau Rawa Pening (Balitbang
Jateng 2004: III/24) menyatakan adanya ketergantungan masyarakat sekitar
terhadap keberadaan danau Rawa Pening. Ketergantungan tersebut antara lain
adalah sektor pertanian yaitu melalui pemanfaatan lahan pasang surut. Sektor
perikanan yang mana danau dimanfaatkan sebagai kawasan tambak baik ikan
maupun udang. Pemanfaatan sebagai PLTA yang bersumber pada ketersediaan
sumber air serta banyak pemanfaatan lainnya. Namun pelestarian serta upaya
konservasi dari danau ini seakan tertutup oleh eksplorasi manfaat yang cukup
tinggi oleh sebagian besar aktivitas manusia.
Ketergantungan masyarakat pada danau rawa pening kemudian
menyebabkan tekanan penduduk untuk terus memanfaatkan sumber daya yang
ada. Akibatnya tekanan penduduk menyebabkan terjadinya perubahan fungsi
lahan. Contoh tekanan penduduk terhadap sumber daya alam. antara lain, lahan
yang sebenarnya sebagai lahan vegetasi yang berfungsi sebagai daerah tangkapan
air beralih fungsi menjadi lahan pertanian ataupun lahan pemukiman. Eksploitasi
lahanpun dilakukan untuk pemenuhan kebutuhannya. Alih fungsi lahan yang
menyebabkan terkikisnya jumlah vegetasi mengakibatkan degradasi daya dukung
lahan. Belum lagi rendahnya tingkat pengetahuan penduduk mengenai pola
penggarapan lahan serta kurangnya pemahaman terhadap dampak jangka
panjang. Terjadinya longsor merupakan salah satu akibat dari alih fungsi lahan
yang berlebihan. Menurut Sutarwi, 2008, tata guna lahan pada lahan sub DAS
Rawa Pening sebagian besar dimanfaatkan untuk tegalan, sawah dan pemukinan.
Ketidakimbangan penggunaan lahan inilah yang kemudian diasumsikan sebagai
faktor mendasar terjadinya kerusakan lingkungan.
Kurangnya perhatian pemerintah terhadap lahan disekitar danau Rawa
Pening dapat terlihat dari besarnya angka sedimentasi yang tentu saja dapat
menimbulkan dampak destruktif pada keberlangsungan ekosistem danau. Sumber
Rencana Tata Ruang kawasan Rawa Pening tahun 2006 menyatakan bahwa,
kontribusi sedimentasi terbesar pada danau Rawa Pening adalah adanya laju erosi
yang sangat tinggi. Terjadinya sedimentasi pada danau sangat dipengaruhi oleh
adanya sub DAS dan daerah tangkapan air. Selain sedimen yang berasal dari erosi
sekitar danau Rawa Pening, sedimen juga berasal dari hasil erosi yang dilalui oleh
aliran sungai kemudian masuk ke badan air dan terbawa aliran 9 sub das yang
bermuara dan akhirnya menumpuk di dasar danau rawa pening. Terjadinya erosi
pada daerah sekitar sub das akan mempengaruhi kelulushidupan vegetasi yang
mana sedimen yang terbawa arus akan menutupi akar vegetas yang dilaluinya
disepanjang aliran sungai dan secara langsung maupun tidak langsung akan
mematikan sejumlah organisme yang menghuni area DAS. (Basmi. 1999).
Lahan vegetasi dapat mempengaruhi waktu dan penyebaran aliran air.
Lahan vegetasi dipandang sebagai pengatur aliran air (streamflow regulator),
artinya bahwa lahan vegetasi dapat menyimpan air selama musim hujan dan
melepaskannya pada musim kemarau. (Odum EP. 1993) Konsekuensi logis dari
anggapan seperti itu adalah bahwa keberadaan lahan vegetasi dapat
menghidupkan mata-mata air yang telah lama tidak mengalirkan air, keberadaan
lahan vegetasi juga dapat mencegah terjadinya banjir dan kemudian menjadi
kelihatan logis bahwa hilangnya areal lahan vegetasi akan mengakibatkan
terjadinya kekeringan dan bahkan akan dapat mengubah daerah yang sebelumnya
tampak hijau dan subur menjadi daerah seperti padang pasir (desertification).
Adanya lahan vegetasi di daerah hulu yang merupakan daerah tangkapan air
(catchmen area) merupakan bentuk pencegahan terhadap terjadinya erosi
sehingga dapat menurunkan tingkat aliran sediment yang masuk ke dalam perairan
(Intan. 2009.) Daerah yang memiliki vegetasi penutup yang kurang menyebabkan
tingginya laju erosi. Adanya vegetasi memungkinkan daya cengkram terhadap
lahan/tanah lebih kuat sehingga lahan/tanah tidak mudah longsor dan terikut oleh
aliran air. Namun, aktivitas manusia seperti penggunaan lahan untuk pertanian
maupun tidak adanya pengelolaan lahan vegetasi sebagai daerah tangkapan air
(catchmen area) dapat menyebabkan adanya potensi erosi pada daerah sekitar
lahan sub DAS.
Salah satu desa yang merupakan daerah tangkapan air (catchmen area)
yaitu Rowoboni, kecamatan banyubiru, kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Berdasarkan data RTR Kawasan Rawa Pening pada tahun 2006, laju erosi sungai
Legi dan sungai Galeh yang mengaliri desa Rowoboni mencapai 405, 23
ton/ha/tahun yang masuk kedalam kelas IV kategori berat. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa kontribusi sediment yang berasal dari lahan desa Rowoboni
pada danau Rawa Pening cukup tinggi. Belum lagi sediment yang mengendap pada
sub-sub Das lain yang dialiri oleh kedua sungai tersebut. Untuk wilayah desa
7
Rowoboni sendiri belum diketahui seluruhnya struktur dan komposisi vegetasi
serta pola vegetasi pada desa tersebut.
Berbagai informasi mengenai tata guna lahan serta jenis struktur dan
komposisi vegetasi pada desa Rowoboni dirasa penting mengingat desa ini
merupakan salah satu daerah tangkapan air (catchmen area). Untuk memperoleh
data dapat dilakukan melalui evaluasi tata guna lahan berdasarkan jenis
penggunaan lahan yang didukung pula melalui analisis vegetasi yang bertujuan
untuk mengetahui jenis vegetas dominan. Melalui penelitian ini, diharapkan
mampu memberikan sumbangan informasi mengenai keberadaan vegetasi serta
evaluasi tata guna lahan di desa Rowoboni yang dapat digunakan untuk
pengelolaan dan penataan penggunaan lahan.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di desa Rowoboni kecamatan Banyubiru, kab.
Semarang, Jawa Tengah. Penelitian dengan mengumpulkan data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer berdasarkan hasil observasi langsung pada
desa Rowoboni antara lain jenis penggunaan lahan serta jenis vegetasi maupun
dominansi vegetasi yang ada. Data sekunder didapatkan melalui kantor kepala
desa Rowoboni yang meliputi profil desa, data penggunaan lahan, data demografi,
peta Desa Rowoboni serta wawancara terhadap masyarakat sekitar.
Penentuan Tipe Penggunaan Lahan
Berdasarkan luas dan batas-batas wilayah desa Rowoboni, dilakukan
pengamatan terhadap tipe penggunaan lahan pada tiap-tiap dusun pendukung
yaitu dusun Muncul, dusun Rowoganjar, dusun Rowokasam, dusun Candisari,
dusun Gondangsari dan dusun Sentul. Untuk dusun yang memiliki kemiringan
tertentu dalam hal ini adalah dusun Sentul, digunakan garis transek untuk
mengetahui tipe penggunaan lahan pada ketinggian terendah hingga ketinggian
terendah.
Inventaris Tumbuhan
Berdasarkan luas dan batas-batas wilayah desa Rowoboni, dilakukan
inventaris terhadap jenis vegetasi pada masing-masing tipe penggunaan lahan
kecuali lahan hutan. Hal ini dilakukan karena rata-rata jenis vegetasi pada lahan
selain hutan adalah homogen dan tidak seberagam lahan hutan. Metode inventaris
dilakukan dengan mendata jenis tumbuhan yang terdapat pada setiap jenis lahan.
Inventaris tumbuhan dilakukan pada tipe penggunaan lahan yang meliputi lahan
pemukiman, lahan persawahan, lahan perkebunan, lahan industri dan lahan
pemanfaatan untuk pariwisata.
8
Analisis Vegetasi
Pada tipe penggunaan lahan hutan, dilakukan metode analisis vegetasi. Hal
ini dilakukan mengingat tingkat diversitas pada hutan yang cukup bergam bila
dibandingkan dengan lahan lainnya yang sebagian besar merupakan vegetasi
homogen.
Untuk tipe penggunaan lahan desa Rowoboni berupa hutan rakyat maka
dibuat plot-plot. Plot yang dibuat didasarkan pada wilayah yang cukup
representatif dari lahan hutan. Pada masing-masing lahan diukur dengan
menggunakan metode petak kuadrat dengan distribusi plot random. Indikator
sampling yang akan dianalisis antara lain memenuhi syarat seperti yang
direkomendasikan Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974), yaitu :
harus cukup luas untuk memuat seluruh jenis yang dimiliki komunitas
tumbuhan tersebut.
habitatnya harus seragam dalam area plot sejauh dapat ditentukan
oleh pandangan seseorang.
tumbuhan penutup harus sedapat mungkin seragam. Sebagai contoh
tidak menunjukan perbedaan yang besar atau tidak terdapat dominasi
suatu jenis pada sebagian areal sampel dan dominasi jenis yang
berbeda pada bagian yang lain.
Dalam setiap petak ukur terdiri dari 4 plot yang masing-masing luasannya
adalah 4 m2, 25 m2, 100 m2, 400 m2. Dilakukan pengamatan pada masing-masing
plot berdasarkan tingkat pohon, tiang (pohon kecil), sapihan dan semai. Parameter
yang diamati meliputi jenis, jumlah individu yang ada dan luas penutupan lahan
oleh suatu tumbuhan. Selain itu juga dilakukan pendataan terhadap herba sebagai
tumbuhan bawah. Untuk jenis jenis vegetasi yang belum dapat dikenali, bagian
tumbuhan diambil untuk diidentifikasi lebih lanjut dengan menggunakan buku
panduan Flora Of Java. Hasil penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan
rumus Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) yaitu sebagai berikut:
Masing-masing tipe penggunaan lahan, akan dihitung tingkat kerapatannya berdasarkan data jumlah individu per luas petak ukur.
Kerapatan masing-masing individu yang berbeda pada tipe lahan akan di ketahui melalui kerapatan relatif tiap individu.
9
Tingkat dominansi vegetasi tiap tipe lahan dianalisis berdasarkan jumlah penutupan suatu jenis vegetas perluas petak.
Tingkat dominansi tiap jenis individu dianalisis berdasarkan jumlah dominansi relatif semua individu yang berada dalam petak.
Tingkat keberadaan suatu individu pada tipe lahan dianalisis berdasarkan jumlah individu tersebut pada tiap-tiap plot yang dibuat.
Tingkat keberadaan relatif suatu individu pada tipe lahan dianalisis berdasarkan perbandingan frekuensi keberadaan individu tersebut dengan keberadaan seluruh jenis individu.
Keanekaragaman jenis dan kemantapan komunitas setiap areal dapat digambarkan dengan mengetahui nilai indeks keanekaragaman jenis.
∑( )
Keterangan : H' = Indeks Keranekaragaman Jenis pi = ni/N ni = Nilai Penting Jenis ke.. N = Jumlah Nilai Penting Semua Jenis.
Hasil dan Pembahasan Desa Rowoboni merupakan salah satu dari 10 Desa di wilayah kecamatan
Banyubiru kabupaten Semarang. Wilayah Desa Rowoboni memiliki luas 522,80 Ha
dengan iklim sedang dan terletak diketinggian 450 M dari permukaan air laut. Desa
Rowoboni memiliki curah hujan rata – rata 2.000 s/d 3.000 mm tiap tahun. Secara
administratif Desa Rowoboni terletak di Kecamatan Banyubiru dengan batas
wilayah sebelah utara Rawa Pening, sebelah barat Desa Tegaron dan Desa
10
Kebondowo, sebelah selatan Desa Kebumen dan Desa Gedong serta, sebelah timur
Desa Kalibeji Kecamatan Tuntang. Masing-masing desa yang membatasi desa
Rowoboni merupakan desa yang memiliki kemiringan hampir 9-45%. Sebagian
besar wilayah Rowoboni merupakan tanah persawahan, hal ini dilatarbelakangi
areal desa yang dikelilingi oleh 4 sungai besar yang bermuara ke danau Rawa
Pening. Desa Rowoboni memiliki sungai yang digunakan untuk sumber irigasi pada
sawah yaitu sungai Legi,Parat, Muncul dan Gondang yangmana berdasarkan
pustaka membawa aliran sedimentasi yang cukup tinggi tiap tahun.
Aspek Sosial a. Populasi Penduduk Jumlah populasi penduduk pada desa Rowoboni tercatat pada tahun 2011
adalah sebanyak 2268 jiwa. Pada tahun sebelumnya jumlah populasi hanya 2232
jiwa sehingga tercatat penambahan penduduk sebanyak 36 jiwa atau mengalami
penambahan sebesar 1.6%.
Sumber : BPS Kab. Semarang 2007-2011.
Gambar 1. Populasi penduduk desa Rowoboni dari tahun ke tahun.
Berdasarkan grafik 1. menunjukkan adanya jumlah populasi yang fluktuatif
selama kurun waktu 5 tahun pada penduduk desa Rowoboni. Adanya jumlah
populasi yang stabil dari tahun 2007 hingga 2008 namun terjadi peningkatan
jumlah penduduk pada tahun 2009 sebanyak 39 jiwa. Penurunan populasi terjadi
pada tahun 2010 menjadi 2232 yang semula berjumlah 2317 pada tahun 2009.
Tahun 2011 berangsur meningkat menjadi 2268 jiwa. Pada analisis data sekunder,
tidak ditemukan penurunan jumlah sex ratio perempuan sehingga menimbulkan
terjadinya penurunan populasi pada tahun 2010. Diketahui bahwa rata-rata usia
produktif perempuan adalah 15-49 tahun. Diasumsikan bahwa penurunan yang
2278 2278
2317
2232
2268
2180
2200
2220
2240
2260
2280
2300
2320
2340
2007 2008 2009 2010 2011
tahun
jum
lah
pe
nd
ud
uk
11
terjadi pada tahun 2010 merupakan jumlah imigrasi akibat terjadinya interupsi air
Danau Rawa Pening ke lahan pemukiman warga tepatnya dusun Rowoganjar
sehingga beberapa kepala keluarga terpaksa pindah dan angka kematian yang
terjadi disepanjang tahun 2010.
b. Tingkat Usia Berdasarkan hasil penelitian, diketahui jumlah yang telah memasuki usia
kerja (16-60 tahun) adalah sebanyak 1314 orang. Jumlah yang lebih banyak bila
dibandingkan dengan jumlah usia tidak bekerja (0-15 tahun) yaitu sebanyak 951
orang dan usia tidak produktif (60+ tahun) yaitu sebanyak 180 orang. Rasio beban
tanggungan dari total jumlah populasi yaitu 2.445 orang oleh kepala keluarga yang
berjumlah 664 KK diasumsikan berjumlah 3.7 (4 orang) yaitu suami, istri dan 2
orang anak. Jumlah pertumbuhan populasi yang terus bertumbuh memungkinkan
beban tanggungan yang tinggi oleh kepala keluarga yang kemudian berbanding
sama dengan jumlah orang yang membantu kegiatan ekonomi.
Tabel 1. Komposisi Penduduk Desa Rowoboni Menurut Tingkat Usia.