Top Banner
1 EVALUASI SISTEM DRAINASE KOTA KUPANG Bernadeta Tea ABSTRAK Kesalahan dalam Sistem Drainase dapat menyebabkan terjadinya genangan air di suatu lokasi, atau bahkan dapat berakibat pada bencana banjir pada musim penghujan. Oleh karena itu, setiap perkembangan kota atau wilayah harus diikuti dengan perbaikan sistem drainase, tidak cukup hanya pada lokasi yang dikembangkan, melainkan harus meliputi daerah sekitarnya juga. Kota Kupang yang merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur, tercatat juga sebagai kota yang terus menerus dilanda banjir pada musim penghujan setiap tahunnya dan terdapat banyak daerah genangan air. Berdasarkan pembahasan makalah ini, maka kesimpulan dari makalah ini, antara lain: (1) Permasalahan kesalahan drainase di kota Kupang lebih disebabkan faktor kesalahan konstruksi fisik dari pola jaringan dan penerapan dimensi saluran dan sistem saluran drainase, serta kurangnya perawatan yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat kota Kupang. (2) Agar sistem drainase di kota Kupang dapat diperbaiki, maka bentuk evaluasi yang seharusnya dilakukan adalah melakukan pengurukan sedimentasi dan membersihkan sampah pada saluran drainase yang menghambat arah aliran air, mengatur kembali arah aliran saluran dengan menggunakan teknik land grading dan smoothing agar tidak terjadi luapan pada saluran tersebut, mengubah saluran drainase terbuka menjadi saluran drainase tertutup pada daerah yang padat penduduk untuk mencegah pembuangan sampah yang dilakukan oleh masyarakat dan dapat mencegah penakit yang mungkin ditimbulkan dari pembuangan air kotor, mengubah pola jaringan drainase sesuai dengan karakteristik topografi wilayah agar arah aliran ke jaringan primer dapat berjalan lancar. Kata kunci: Drainase, Evaluasi Drainase, Kota Kupang
26

Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

Jul 13, 2016

Download

Documents

Tony Bani

Drainase
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

1

EVALUASI SISTEM DRAINASE KOTA KUPANG

Bernadeta Tea

ABSTRAK

Kesalahan dalam Sistem Drainase dapat menyebabkan terjadinya genangan air di suatu

lokasi, atau bahkan dapat berakibat pada bencana banjir pada musim penghujan. Oleh karena

itu, setiap perkembangan kota atau wilayah harus diikuti dengan perbaikan sistem drainase,

tidak cukup hanya pada lokasi yang dikembangkan, melainkan harus meliputi daerah

sekitarnya juga. Kota Kupang yang merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur,

tercatat juga sebagai kota yang terus menerus dilanda banjir pada musim penghujan setiap

tahunnya dan terdapat banyak daerah genangan air. Berdasarkan pembahasan makalah ini,

maka kesimpulan dari makalah ini, antara lain: (1) Permasalahan kesalahan drainase di kota

Kupang lebih disebabkan faktor kesalahan konstruksi fisik dari pola jaringan dan penerapan

dimensi saluran dan sistem saluran drainase, serta kurangnya perawatan yang dilakukan oleh

pemerintah maupun masyarakat kota Kupang. (2) Agar sistem drainase di kota Kupang dapat

diperbaiki, maka bentuk evaluasi yang seharusnya dilakukan adalah melakukan pengurukan

sedimentasi dan membersihkan sampah pada saluran drainase yang menghambat arah aliran

air, mengatur kembali arah aliran saluran dengan menggunakan teknik land grading dan

smoothing agar tidak terjadi luapan pada saluran tersebut, mengubah saluran drainase terbuka

menjadi saluran drainase tertutup pada daerah yang padat penduduk untuk mencegah

pembuangan sampah yang dilakukan oleh masyarakat dan dapat mencegah penakit yang

mungkin ditimbulkan dari pembuangan air kotor, mengubah pola jaringan drainase sesuai

dengan karakteristik topografi wilayah agar arah aliran ke jaringan primer dapat berjalan

lancar.

Kata kunci: Drainase, Evaluasi Drainase, Kota Kupang

Page 2: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

2

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Drainase didefinisikan sebagai

pembuangan air permukaan, baik secara

gravitasi maupun dengan pompa, dengan

tujuan untuk mencegah terjadinya

genangan, menjaga dan menurunkan

permukaan air, sehingga genangan air

dapat dihindarkan. Drainase perkotaan

berfungsi mengendalikan kelebihan air

permukaan, sehingga tidak merugikan

masyarakat dan dapat memberikan manfaat

bagi kehidupan manusia. Kelebihan air

tersebut dapat berupa air hujan, air limbah

domestik maupun air limbah industri. Oleh

karena itu, drainase perkotaan harus

terpadu dengan sanitasi, sampah,

pengendali banjir kota dan lainnya

(Anonim, 2015).

Pada sebuah kota, Sistem Drainase

Perkotaan harus dikembangkan salurannya

sendiri, mulai dari turunnya air hujan,

masuk ke selokan/parit sampai dengan

meresap ke dalam tanah, kembali atau

mengalir ke sungai dan bermuara di laut.

Karena sebagai sistem, penanganan

drainase tidak dapat dilakukan secara

individual, wilayah per wilayah. Rencana

induk kota harus mampu mengintegrasikan

jaringan air mulai dari hulu sampai dengan

hilir. Oleh karena itu, kebijakan

pemerintah punya pengaruh yang besar

dalam hal memayungi prosedur-prosedur

standar pengendalian air, standar

penyambungan saluran air hujan, air

limbah, atau juga septictank rumah tangga.

Begitu juga dengan masyarakat, partisipasi

dan sikap proaktif akan menentukan

keberhasilan rencana induk kota.

Pengembangan permukiman di

perkotaan yang demikian pesatnya justru

makin mengurangi daerah resapan air

hujan, karena luas daerah yang ditutupi

oleh perkerasan semakin meningkat dan

waktu berkumpulnya air (time of

concentration) pun menjadi jauh lebih

pendek, sehingga pada akhirnya akumulasi

air hujan yang terkumpul melampaui

kapasitas drainase yang ada (Lo Russo,

2009). Kesalahan dalam Sistem Drainase

dapat menyebabkan terjadinya genangan

air di suatu lokasi, atau bahkan dapat

berakibat pada bencana banjir pada musim

penghujan (Wismarini dan Ningsih, 2010).

Saluran drainase dapat dikatakan

bermasalah ketika tidak mampu

mengakomodir debit ketika banjir. Banyak

faktor yang menyebabkan konstruksi

drainase tidak memenuhi kriteria aman.

Pertumbuhan kota dan perkembangan

industri menimbulkan dampak yang cukup

besar pada siklus hidrologi sehingga

berpengaruh besar terhadap sistem

drainase. Sebagai contoh, terdapat

perkembangan beberapa kawasan hunian

yang disinyalir sebagai penyebab banjir

dan genangan di lingkungan sekitarnya.

Hal ini disebabkan karena perkembangan

urbanisasi menyebabkan perubahan tata

guna lahan, sedangkan siklus hidrologi

sangat dipengaruhi oleh tata guna lahan

(Pungut dan Widyastuti, 2013). Oleh

karena itu, setiap perkembangan kota atau

wilayah harus diikuti dengan perbaikan

sistem drainase, tidak cukup hanya pada

lokasi yang dikembangkan, melainkan

harus meliputi daerah sekitarnya juga.

Banyak kawasan rendah yang semula

berfungsi sebagai tempat parkir air

(retarding pond) dan bantaran sungai kini

menjadi tempat hunian. Kondisi ini

akhirnya akan meningkatkan volume air

permukaan yang masuk ke saluran drainase

dan sungai. Hal ini dapat dilihat dari air

yang meluap dari saluran drainase, baik di

perkotaan maupun di permukiman, yang

menimbulkan genangan air atau bahkan

banjir (Anonim, 2015).

Kota Kupang yang merupakan ibukota

Provinsi Nusa Tenggara Timur, tercatat

juga sebagai kota yang terus menerus

dilanda banjir pada musim penghujan

Page 3: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

3

setiap tahunnya dan terdapat banyak

daerah genangan air (Anonim, 2014).

Berbagai upaya pemerintah yang bersifat

struktural (structural approach), ternyata

belum sepenuhnya mampu menanggulangi

masalah banjir di kota Kupang.

Penanggulangan banjir umumnya

merupakan penyediaan bangunan fisik

pengendali banjir untuk mengurangi

dampak bencana dan kebijakan non fisik

yang mencakup partisipasi masyarakat

dalam penanggulangan banjir, namun

implementasinya dianggap belum baik dan

belum sesuai dengan kebutuhan

masyarakat dan keadaan lingkungan fisik,

sehingga efektifitasnya dipertanyakan.

Dinas Pekerjaan Umum Kota Kupang,

menyatakan bahwa banjir di kota Kupang

terjadi karena perubahan alih fungsi lahan

yang cukup besar untuk kawasan indutri

dan pemukiman mengakibatkan

tertutupnya lapisan tanah asli oleh lapisan

kedap air, sehingga merubah arah aliran air

permukaan yang menjadikan limpasan air

yang cukup besar apabila curah hujan

terlalu tinggi dan berujung pada terjadinya

banjir.

Berhubungan dengan pengembangan

sistem drainase perkotaan, maka banjir dan

genangan air yang terus terjadi di kota

Kupang mengindikasikan bahwa terdapat

kesalahan dengan pengembangan sistem

drainase di Kota Kupang yang tidak sesuai

dengan perkembangan lingkungan fisik

dan lingkungan sosial ekonomi kota,

sehingga perlu diadakannya evaluasi

terhadap sistem drainase di Kota Kupang.

Oleh karena itu, penulis terdorong untuk

menulis makalah yang berjudul “Evaluasi

Sistem Drainase Kota Kupang”.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan banjir atau genangan di

wilayah kota Kupang pada umumnya tidak

terlepas dari sistem pengelolaan drainase.

Akumulasi sampah dan sedimentasi, serta

perubahan fungsi lahan menjadi kawasan

permukiman dan industri menyebabkan

kapasitas saluran drainase yang ada tidak

dapat lagi menampung lagi limpasan air

hujan dan buangan kegiatan rumah tangga.

Wilayah Kota Kupang memiliki 21 titik

wilayah rawan banjir. Berdasarkan

frekuensi kejadiannya, banjir di daerah

tersebut adalah merupakan banjir rutin

yang selalu terjadi hampir setiap tahun

terutama pada saat musim hujan

sebagaimana yang disajikan pada gambar 1

berikut ini.

Page 4: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

4

Gambar 1. Peta Rawan Bencana Kota Kupang.

Karakteristik sungai-sungai di kota

Kupang umumnya merupakan sungai

dengan gradien yang kecil sehingga aliran

permukaan lambat, kondisi geologi tertentu

yang terkait dengan kecepatan peresapan

air ke dalam tanah dari rendah hingga

tinggi, adanya sedimentasi pada badan

sungai sehingga daya tampung sungai

berkurang, serta pengaruh pasang surut air

laut. Sejauh ini kejadian banjir belum

menimbulkan dampak yang berarti,

karena daerah sekitar muara sungai-sungai

tersebut masih kurang berpenghuni.

Namun demikian, diketahui pula bahwa di

daerah rawan tersebut sudah memiliki

sistem drainase yang bertujuan untuk

mencegah terjadinya banjir dan genangan

air akibat luapan air pada musim

penghujan sebagaimana yang disajikan

pada gambar 2 berikut:

Page 5: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

5

Gambar 2. Peta Jaringan Drainase Kota Kupang.

Semua permasalahan mengenai

kelebihan air seperti banjir dan genangan

pada wilayah perkotan, merupakan bentuk

dari permasalahan drainase yang sangat

kompelks, sebab terjadinya banjir ataupun

genangan bukan saja disebabkan oleh

adanya masalah pada aspek teknis

(infrastruktur), namun juga terkait dengan

masalah lingkungan, sosial, ekonomi,

perilaku/budaya dan kelembagaan

masyarakat, sehingga pengendalian banjir

merupakan tanggung jawab semua pihak

dan harus dilakukan secara komprehensif.

Oleh karena itu, keberhasilan sistem

drainase perkotaan sangat bergantung pada

model perencanaan dan evaluasi yang

dilakukan.

Berdasarkan hal yang telah dipaparkan

di atas, maka penulis mencoba

merumuskan beberapa pokok

permasalahan dalam penulisan makalah

ini, yaitu:

1. Dimana letak kesalahan dari sistem

drainase di kota Kupang, sehingga

banjir dan genangan air terus terjadi?

2. Bagaimana bentuk pengembangan

sistem drainase yang seharusnya

dilakukan di kota Kupang?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah

ini antara lain:

1. Mengetahui kesalahan dari sistem

drainase yang ada di kota Kupang.

Page 6: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

6

2. Mengetahui bentuk pengembangan

sistem drainase yang sesuai dengan

karakteristik kota Kupang.

2. Pembahasan

2.1. Karakteristik Kota Kupang

2.1.1. Karakteristik Fisik

Kota Kupang merupakan ibu kota

Provinsi Nusa Tenggara Timur yang

terletak di Pulau Timor, tepatnya pada

10°36’14” - 10°39’58” Lintang Selatan dan

123°32’23” - 123°37’01” Bujur Timur.

Secara administratif, Kota Kupang terdiri

dari 4 Kecamatan dan 49 Kelurahan,

dengan luas wilayah 260,127

km²/26.012,74 Ha, terdiri dari matra darat

seluas 165,337 km²/16.533,70 Ha dan

Matra laut 94,790 km²/9.479,03 Ha.

Adapun tata batas administrasi wilayah

kota Kupang berdasar pemetaan dan

pemasangan patok tata batas wilayah kota

Kupang adalah:

1. Sebelah Utara: berbatasan dengan

Teluk Kupang.

2. Sebelah Selatan: berbatasan dengan

Kecamatan Kupang Barat dan

Kecamatan Nekamese Kabupaten

Kupang.

3. Sebelah Timur: berbatasan dengan

Kecamatan Kupang Tengah dan

Kecamatan Taebenu Kabupaten

Kupang.

4. Sebelah Barat: berbatasan dengan

Kecamatan Kupang Barat Kabupaten

Kupang dan Selat Semau.

Pembagian wilayah administratif kota

Kupang ditunjukkan pada Tabel 1 dan

gambar 3 berikut ini.

Tabel 1. Luas Wilayah dan Jumlah Kelurahan Kota Kupang Menurut Kecamatan Tahun 2009 No Kelurahan Luas Wilayah (km²) Persentase (%)

1 Kecamatan Alak 70,397 42.58

Naioni 28,107 39,93

Manulai 2 17,314 24,60

Batupalat 7,433 10,56

Alak 10,449 14,84

Manutapen 1,371 1,95

Mantasi 0,200 0,28

Fatufeto 0,459 0,65

Nunhila 0,373 0,53

Nun Baun Delha 0,821 1,17

Nun Baun Sabu 1,422 2,02

Namosain 2,448 3,48

2 Kecamatan Maulafa 55,674 33.67

Fatukoa 16,775 30,13

Sikumana 4,123 7,41

B e l o 5,751 10,33

Kolhua 13,023 23,39

Penfui 7,247 13,02

Naimata 3,082 5,54

Maulafa 2,672 4,80

Oepura 2,097 3,77

Naikolan 0,904 1,62

3 Kecamatan Oebobo 20,913 12.65

Bakunase 2,054 9,82

Airnona 0,913 4,37

Naikoten I 1,142 5,46

Page 7: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

7

Naikoten II 0,483 2,31

Kuanino 0,479 2,29

Nunleu 0,547 2,62

Fontein 0,570 2,73

Oetete 0,738 3,53

Oebobo 1,564 7,48

Fatululi 1,723 8,24

Oebufu 3,259 15,58

T D M 1,524 7,29

Kayu Putih 1,837 8,78

Liliba 4,079 19,50

4 Kecamatan Kelapalima 18,352 11.10

Airmata 0,304 1,66

L L B K 0,113 0,62

Bonipoi 0,140 0,76

Merdeka 0,113 0,62

Solor 0,150 0,82

Tode Kisar 0,168 0,91

Oeba 0,321 1,75

Fatubesi 0,397 2,16

Nefonaek 0,406 2,21

Pasir Panjang 0,933 5,08

Kelapa Lima 2,762 15,05

Oesapa 4,369 23,81

Oesapa Barat 2,225 12,13

Oesapa Selatan 1,118 6,09

Lasiana 4,834 26,34

Jumlah 165,337 100,00

Luas Matra Laut 94,790

LUAS KOTA KUPANG 260,127

Sumber : Kupang Dalam Angka 2009, BPS Kota Kupang

Luas Wilayah Hasil Perhtungan GIS Pada Citra Quickbird Kota Kupang 2009

Page 8: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

8

Gambar 3. Peta Administrasi Kota Kupang

Peruntukan wilyah dari luas wilayah

kota Kupang adalah 735,57 Ha sebagai

kawasan Industri, 10.127,40 Ha kawasan

pemukiman, 5.090,05 Ha jalur hijau,

219,70 Ha perdagangan, 112,50 Ha

pergudangan, 480 Ha pertambangan, 670,1

Ha pelabuhan laut/udara, 275,67 Ha

pendidikan, 209,47 Ha

pemerintahan/perkantoran dan 106,54 Ha

untuk keperluan lain-lain (Anonim, 2014).

Page 9: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

9

Gambar 4. Peta Penggunaan Lahan Kota Kupang

Curah hujan rata-rata di wilayah Kota

Kupang berkisar antara 3 – 4 mm/tahun.

Curah hujan bulanan berkisar antara 2,4 –

236 mm dengan waktu curah hujan

minimum terjadi pada bulan Juli sekitar 2,4

mm, sedangkan curah hujan maksimum

terjadi di bulan Desember sekitar 236 mm.

Untuk lebih jelasnya mengenai curah hujan

dan hari hujan yang terjadi di Kota Kupang

dalam kurun waktu 10 tahun dapat dilihat

pada Tabel 2 dan 3 berikut ini.

Tabel 2. Data curah hujan rata-rata pada tahun 1999 – 2008 di kota Kupang No Bulan Tahun

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1. Januari 442,9 571,6 362,1 234,0 312,4 95,3 112,4 497,2 236,2 235,4

2. Pebruari 701,8 589,7 321,1 548,6 714,7 463,8 229,5 151,9 120,6 851,4

3. Maret 443,1 439,7 139,1 231,9 313,1 309,5 128,4 351,5 424,6 149,8

4. April 107,7 163,2 18,6 48,9 28,6 249,2 25,5 106,7 38,0 50,0

5. Mei 0,0 75,1 0,0 -- 0,0 12,7 2,1 40,5 0,0 -

6. Juni 0,0 0,0 49,4 -- 20,4 -- 0,0 8,3 11,2 8,6

7. Juli 0,0 -- 19,5 -- 0,2 -- -- - 2,4 -

Page 10: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

10

8. Agustus 0,0 -- 0,0 -- -- -- -- - 0,0 -

9. September -- -- -- 42,9 0,2 -- -- - - 0,0

10 Oktober 60,9 26,0 29,3 -- 55,3 21,9 20,6 2,5 - 3,0

11 Nopember 184,1 156,8 192,8 131,8 108,3 113,8 113,4 40,3 64,4 130,8

12 Desember 220,1 157,9 195,9 146,7 663,9 284,2 297,9 245,5 236,5 481,0

Jumlah 2.160,8 2.180,0 1.327,8 1.384,8 2.217,1 1.550,4 929,8 1444,4 1.133.9 1910,0

Sumber : Kupang Dalam Angka 2000 - 2009, BPS Kota Kupang

Tabel 3. Hari hujan menurut bulan pada tahun 1999 – 2008 di kota Kupang

No Bulan TAHUN

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1. Januari 24 28 25 26 19 17 21 26 20 20

2. Pebruari 26 24 19 23 22 23 25 15 8 26

3. Maret 22 24 17 12 16 16 18 20 16 25

4. April 13 18 5 5 2 1 2 10 6 6

5. Mei 1 14 2 - 4 1 2 5 1 -

6. Juni 3 1 4 - 6 - 1 3 5 5

7. Juli 1 - 5 - 3 - - - 1 -

8. Agustus 1 - 1 - - - - - 1 -

9. September - - - 2 1 - - - - 1

10 Oktober 5 1 5 - 5 3 4 1 - 2

11 Nopember 13 18 16 7 9 10 15 3 11 19

12 Desember 22 11 16 18 25 19 26 18 22 24

JUMLAH 131 139 115 93 112 90 114 101 91 128

Sumber : Kupang Dalam Angka 2000 - 2009, BPS Kota Kupang

Secara topografis, Kota Kupang

sebagian besar berada pada ketinggian 100

– 350 m dpl pada bagian selatan,

sedangkan pada bagian utara berkisar

antara 0 – 50 m dpl, dengan tingkat

kemiringan antara 0 – 30 persen (Anonim

b, 2005). Gambaran sebaran kondisi

topografi wilayah Kota Kupang yang

ditunjukkan dari garis kontur dan titik tinggi

tempat-tempat yang berada di wilayah Kota

Kupang dapat dilihat pada gambar 5 berikut

ini.

Page 11: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

11

Gambar 5. Peta Topografi Kota Kupang

Berdasarkan peta kondisi topografi

wilayahnya, maka bila disusun pembagian

atau klasifikasi informasi kemiringan

lereng dalam wilayah Kota Kupang

sebagai berikut :

1. Kemiringan lereng 0 – 10%

Wilayah kota Kupang yang memiliki

rentang kemiringan lereng 0 – 10%

tersebar pada wilayah-wilayah pesisir

pantai bagian barat dan utara. Dari bagian

barat dimulai dari daerah Tenau hingga

Tg. Bululutung, sepanjang pantai utara

Kota Kupang dari Namosain hingga

Lasiana. (dan Kearah Selatan), dan sedikit

bagian di wilayah Kota Kupang.

2. Kemiringan lereng 10 – 20%

Wilayah Kota Kupang dengan rentang

kemiringan lereng 10 – 20% tersebar di

wilayah bagian tengah kota.

3. Kemiringan lereng 20 - 30%

Wilayah Kota Kupang dengan rentang

kemiringan lereng 20 – 30% umumnya

tersebar di wilayah bagian selatan kota.

Jenis tanah di kota Kupang terdiri dari

bahan keras dan bahan non vulkanis, yakni

jenis mediteran/rencinal/liotsol (Anonim,

2014). Morfologi kota Kupang merupakan

dataran bergelombang yang didominasi

oleh daerah perbukitan sedimen. Kondisi

morfologi kota Kupang ditunjukkan pada

gambar 5 berikut ini.

Page 12: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

12

Gambar 6. Peta Kondisi Morfologi Kota Kupang

Kestabilan lereng dari suatu

daerah/kawasan, antara lain dipengaruhi oleh

faktor yang berperan/berpengaruh terhadap

terjadinya gerakan tanah, yaitu faktor

dalam yang antara lain sifat fisik

tanah/batuan (termasuk tingkat

pelapukan batuan, tebal tanah

pelapukan, kesarangan tanah/batuan),

struktur geologi (kekar dan sesar) dan

kemiringan lereng, sedangkan faktor luar

yang dapat memicu terjadinya gerakan

tanah seperti curah hujan, vegetasi

penutup, penggunaan lahan, kegempaan,

penggalian/penambangan dan aktifitas

pembangunan lainnya (Anonim b, 2005).

Selanjutnya dengan memperhatikan faktor-

faktor di atas, maka wilayah kajian dapat

dibagi menjadi 3 (tiga) zona potensi

gerakan tanah, seperti yang ditunjukkan

pada gambar 7 berikut ini.

Page 13: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

13

Gambar 7. Peta Gerakan Tanah Kota Kupang

1. Zona Potensi Gerakan Tanah Rendah

a. Merupakan daerah dengan potensi

gerakan tanah rendah, tidak terdapat

lereng yang dapat terjadi gerakan

tanah, secara umum daerahnya stabil.

b. Meliputi daerah dataran pantai,

rawa, sungai dan daerah dataran

batuan sedimen, dengan kemiringan

lereng secara umum tidak lebih dari

5%, secara setempat pada tebing dan

lembah sungai ada kemiringan lereng

hingga mencapai 15%.

c. Daerah ini dibentuk oleh endapan

aluvial dan batu gamping koral,

kemampuan meresapkan air rendah

hingga tinggi dan tanah pelapukan batu

gamping relatif tipis (antara 0,5 – 1,0

meter).

d. Berada pada sudut lereng yang

tedal, seperti pada tebing dan

lembah sungai, lereng terpotong

bangunan/jalan, serta kondisi batuan

yang terkekarkan, dapat terjadi erosi

dan gerakan tanah (longsoran tanah dan

runtuhan batuan) dengan dimensi kecil.

2. Zona Potensi Gerakan Tanah

Menengah

a. Merupakan daerah dengan potensi

gerakan tanah sedang, dibanyak tempat

terdapat lereng-lereng yang

mempunyai kecenderungan untuk

terjadi gerakan tanah, secara umum

daerahnya kurang stabil.

Page 14: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

14

b. Meliputi daerah dataran bergelombang

dan perbukitan berelief halus-sedang,

dengan kemiringan lereng antara 15 -

30%, secara setempat ada kemiringan

lereng lebih dari 30%.

c. Daerah ini dibentuk oleh batu gamping

koral dan napal, kemampuan

meresapkan air rendah dan tanah

pelapukan batuan relatif tebal hingga

2,0 meter dan ada yang lebih dari 2,0

meter, dan terutama pada napal dalam

keadaan basah bersifat mudah luruh

dan mudah hancur.

d. Kondisi alami lereng-lereng pada

daerah ini mudah untuk terjadi gerakan

tanah (longsor) yang diakibatkan oleh

faktor kemiringan lereng, kondisi

batuan dan keairan, dan apabila dipicu

oleh adanya gangguan pada lereng,

seperti pemotongan lereng untuk

bangunan, jalan, saluran air,

penggundulan vegetasi penutup dan

terjadinya erosi.

e. Gerakan tanah yang dapat terjadi

berupa longsoran bahan rombakan,

longsoran tanah, runtuhan batuan dan

rayapan tanah, dengan dimensi kecil

hingga cukup besar dan meliputi

daerah yang cukup luas.

3. Zona Potensi Gerakan Tanah Tinggi

a. Merupakan daerah dengan potensi

gerakan tanah tinggi, secara umum

kondisi lerengnya tidak stabil dan di

banyak tempat telah terjadi gerakan

tanah (longsor).

b. Meliputi daerah perbukitan berelief

kasar, dengan kemiringan lereng antara

30 -70%.

c. Daerah ini dibentuk oleh batu lempung

bersisik, tanah pelapukan batuan

ketebalannya antara 3,0 – 6,0 meter dan

setempat ada yang mencapai 10,0

meter, sebagian besar berupa material

lempung yang kedap air, tanah/batuan

dalam keadaan basah mudah luruh dan

membubur dan sebagian bersifat

mengembang.

2.1.2. Karakteristik Sosial

Jumlah penduduk di Kota Kupang

berdasarkan hasil proyeksi penduduk pada

tahun 2013 mencapai 378.425 jiwa.

Selama periode 2012 – 2013, laju

pertumbuhan penduduk per tahun

mengalami peningkatan dari 3,58% pada

tahun 2012 dan kemudian menjadi 4,58%

pada tahun 2013, dimana pada setiap km²

ditempati penduduk sebanyak 2.099 orang

pada tahun 2013. Secara singkat pola

penyebaran penduduk kota Kupang

ditunjukkan pada gambar 8 berikut ini.

Page 15: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

15

Gambar 8. Peta Penyebaran Penduduk Kota Kupang

Salah satu bentuk masalah

kependudukan ditandai dengan

pertambahan penduduk yang

penyebarannya secara proporsional tidak

merata, perpindahan penduduk dari desa ke

kota (urbanisasi) juga akan menimbulkan

problema sosial, ekonomi, politik dan

budaya bagi kota yang didatangi dan desa

yang ditinggalkan serta struktur penduduk

yang lebih membesar pada usia muda.

Penduduk yang semakin bertambah

disertai arus urbanisasi yang tinggi, akan

menimbulkan masalah dalam hal

penyediaan sarana permukiman yang

mendesak, terutama di daerah perkotaan.

Di sisi lain, dengan bertambah pesatnya

pembangunan kota, dengan arus urbanisasi

yang tinggi dibarengi dengan terjadinya

kecenderungan meningkatnya

pembangunan industri baru menyebabkan

bertambahnya beban bagi lingkungan

perkotaan.

Page 16: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

16

Gambar 9. Peta Intensitas Bangunan di Kota Kupang

Pembukaan industri baru

menyebabkan semakin berkurangnya

lahan untuk permukiman. Tingginya harga

tanah di pusat kota serta rendahnya

pendapatan per kapita menyebabkan

masyarakat cenderung mencari areal

permukiman di daerah pinggiran kota

dengan lingkungan yang tidak memadai,

serta sarana penunjang yang sangat minim.

Konsekuensi dari keadaan tersebut, maka

banyak orang yang terpaksa membangun

pada lahan yang tidak direncanakan

semula. Keadaan itu menjadikan

lingkungan perumahan tidak teratur dan

tidak memiliki prasarana yang jelas seperti

jalan lingkungan, sumber air

bersih, saluran pembuangan air kotor,

persampahan dan sebagainya. Suatu daerah

permukiman yang tidak memiliki prasarana

yang memadai akan menimbulkan berbagai

masalah baik ditinjau dari segi kesehatan,

keindahan dan kenyamanan, maupun dari

segi hukum yang berlaku. Dengan

demikian maka tidaklah mengherankan

jika pada suatu permukiman kumuh timbul

berbagai kasus dengan jumlah dan jenis

yang cukup tinggi (Tato, 2014). Pola

sebaran kawasan kumuh di kota Kupang

ditunjukkan pada gambar 10 berikut ini.

Page 17: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

17

Gambar 10. Peta Intensitas Bangunan di Kota Kupang

2.2 Sistem Drainase

2.2.1. Pengertian

Drainase berasal dari bahasa Inggris

drainage yang berarti mengalirkan,

menguras, membuang atau mengalihkan

air. Dalam bidang teknik sipil, drainase

dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan

teknis untuk mengurangi kelebihan air,

baik yang berasal dari air hujan, rembesan,

maupun kelebihan air irigasi dari suatu

kawasan/lahan, sehingga fungsi

kawasan/lahan tidak terganggu.

Dirunut dari hulunya, bangunan sistem

drainase terdiri dari saluran penerima

(interceptor drain), saluran pengumpul

(collector drain), saluran pembawa

(conveyor drain), saluran induk (main

drain), dan badan air penerima (receiving

waters). Di sepanjang sistem sering

dijumpai bangunan lainnya, seperti

gorong-gorong, siphon, jembatan air

(aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air,

bangunan terjun, kolam tandon dan stasiun

pompa. Secara fungsional sulit

memisahkan secara jelas antara sistem

drainase dan pengendalian banjir, namun

secara praktis dapat dikatakan bahwa

drainase menangani kelebihan air sebelum

masuk ke alur-alur besar atau sungai. Saat

ini sistem drainase sudah menjadi salah

satu infrastruktur perkotaan yang sangat

penting. Kualitas manajemen suatu kota

dapat dilihat dari kualitas sistem drainase

yang ada, dengan sistem drainase yang

baik dapat membebaskan kota dari

genangan air.

Page 18: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

18

2.2.2. Macam-macam Drainase

1. Menurut Asalnya

Menurut asalnya drainase dibedakan

menjadi dua yaitu:

a. Saluran alam (natural) b. Saluran buatan (artificial)

Gambar 11. Saluran Air Alami Gambar 12. Saluran Air Buatan

2. Menurut Konstruksi

a. Saluran terbuka

Lebih cocok untuk drainase air hujan yang

terletak di daerah yang mempunyai luasan

yang cukup, ataupun untuk drainase air

non-hujan yang tidak membahayakan

kesehatan/ mengganggu lingkungan.

Gambar 13. Saluran Drainase Terbuka

b. Saluran tertutup

Umumnya dipakai untuk aliran kotor (air

yang mengganggu kesehatan/lingkungan)

atau untuk saluran yang terletak di

kota/permukiman.

Gambar 14. Saluran Drainase Tertutup

2.2.3. Jenis-jenis Drainase

1. Land dan Smoothing

Land grading (mengatur tahap kemiringan

lahan) dan land smoothing (penghalusan

permukaan lahan) diperlukan pada areal

lahan untuk menjamin kemiringan yang

berkelanjutan secara sistematis yang

dibutuhkan untuk penerapan saluran

drainase permukaan. Studi menunjukkan

bahwa pada lahan dengan pengaturan

saluran drainase permukaan yang baik

akan meningkatkan jarak drainase pipa

sampai 50%, dibandingkan drainase pipa

tanpa dilakukan upaya pengaturan saluran

Page 19: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

19

drainase permukaan terlebih dahulu. Untuk

efektifitas yang tinggi, pekerjaan land

grading harus dilakukan secara teliti.

Ketidakseragaman dalam pengolahan lahan

dan areal yang memiliki cekungan

merupakan tempat aliran permukaan (run

off) berkumpul, harus dihilangkan dengan

bantuan peralatan pengukuran tanah. Pada

tanah cekungan, air yang tak berguna

dialirkan secara sistematis melalui

saluran/parit (terbuka) yang disebut

sebagai saluran acak yang dangkal

(shallow random field drains), dari shallow

random field ditch air dialirkan lateral

outlet ditch, selanjutnya diteruskan

kesaluran pembuangan utama (Main outlet

ditch). Outlet ditch: umumnya saluran

pembuangan lateral dibuat 15 – 30 cm

lebih dalam dari saluran pembuangan acak

dangkal. Overfall: jatuh air dari saluran

pembuangan lateral ke saluran

pembuangan utama dibuat pada tingkat

yang tidak menimbulkan erosi, bila tidak

memungkinkan harus dibuat pintu air, drop

spillway atau pipa.

2. Drainase Acak (Random Field Drains)

Merupakan bentuk pengelolaan untuk

mengatasi masalah cekungan dan lubang-

lubang tempat berkumpulnya air. Lokasi

dan arah dari saluran drainase disesuaikan

dengan kondisi topografi lahan.

Kemiringan lahan biasanya diusahakan

sedatar mungkin, hal ini untuk

memudahkan peralatan traktor pengolah

tanah dapat beroperasi tanpa merusak

saluran yang telah dibuat. Erosi yang

terjadi pada kondisi lahan seperti di atas,

biasanya tidak menjadi masalah karena

kemiringan yang relatif datar. Tanah bekas

penggalian saluran, disebarkan pada bagian

cekungan atau lubang-lubang tanah untuk

mengurangi kedalaman saluran drainase.

3. Drainase Pararel (Pararelle Field

Drains)

Digunakan pada tanah yang relatif datar

dengan kemiringan kurang dari 1 – 2 %.

Sistem ini dikenal sebagai sistem

bedengan. Saluran drainase dibuat secara

pararel dan kadang kala jarak antara

saluran tidak sama. Hal ini tergantung dari

panjang dari barisan saluran drainase untuk

jenis tanah pada lahan tersebut, jarak dan

jumlah dari tanah yang harus dipindahkan

dalam pembuatan barisan saluran drainase

dan panjang maksimum kemiringan lahan

terhadap saluran (200 meter).

2.2.4. Pola Jaringan

1. Siku

Dibuat pada daerah yang mempunyai

topografi sedikit lebih tinggi dari pada

sungai. Sungai sebagai saluran pembuang

akhir berada akhir berada di tengah kota.

Gambar 15. Pola Jaringan Siku Drainase

2. Pararel

Saluran utama terletak sejajar dengan

saluran cabang. Dengan saluran cabang

(sekunder) yang cukup banyak dan

pendek-pendek, apabila terjadi

perkembangan kota, saluran-saluran akan

dapat menyesuaikan diri.

Gambae 16. Pola Jaringan Pararel Drainase

Page 20: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

20

3. Grid Iron

Untuk daerah yang sungainya terletak di

pinggir kota, sehingga saluran-saluran

cabang dikumpulkan dulu pada saluran

pengumpulan.

Gambar 17. Pola Jaringan Grid Iron Drainase

4. Alamiah

Sama seperti pola siku, hanya beban sungai

pada pola alamiah lebih besar

Gambar 18. Pola Jaringan Alamiah Drainase

5. Radial

Pada daerah berbukit, sehingga pola

saluran memencar ke segala arah.

Gambar 19. Pola Jaringan Radial Drainase

2.2.5. Fungsi Drainase Perkotaan Secara

Umum

1. Mengeringkan bagian wilayah kota dari

genangan sehingga tidak menimbulkan

dampak negatif.

2. Mengalirkan air permukaan ke badan

air penerima terdekat secepatnya.

3. Mengendalikan kelebihan air permukan

yang dapat dimanfaatkan untuk

persedian air dan kehidupan akuatik.

4. Meresapkan air permukaan untuk

menjaga kelestarian air tanah

(konservasi air).

5. Melindungi sarana dan prasarana yang

sudah terbangun.

2.2.6. Berdasarkan Fungsi Layanan

1. Sistem Drainase Lokal

Yang termasuk sistem drainase lokal

adalah saluran awal yang melayani suatu

kawasan kota tertentu seperti permukiman,

areal pasar, perkantoran, areal industri dan

komersial. Sistem ini melayani areal

kurang dari 10 ha. Pengelolaan sistem

drainase lokal menjadi tanggung jawab

masyarakat, pengembang atau instansi

lainnya.

2. Sistem Drainase Utama

Yang termasuk dalam sistem drainase

utama adalah saluran drainase primer,

sekunder, tersier beserta bangunan

pelengkapnya yang melayani kepentingan

sebagian besar warga masyarakat.

Pengelolaan sistem drainase utama

merupakan tanggung jawab pemerintah

kota.

3. Pengendalian Banjir (Flood Control)

Sungai yang melalui wilayah kota yang

berfungsi mengendalikan air sungai,

sehingga tidak mengganggu dan dapat

memberi manfaat bagi kehidupan

masyarakat. Pengelolaan pengendalian

menjadi tanggung jawab Direktorat

Jenderal SDA.

2.2.7. Berdasarkan Fisiknya

1. Sistem Saluran Primer

Adalah saluran utama yang menerima

masukan aliran dari saluran sekunder.

Dimensi saluran ini relatif besar. Akhir

saluran primer adalah badan penerima air.

2. Sitem Saluran Sekunder

Adalah saluran terbuka atau tertutup yang

berfungsi menerima aliran air dari saluran

tersier dan limpasan air dari permukaan

sekitarnya, dan meneruskan air ke saluran

Page 21: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

21

primer. Dimensi saluran tergantung pada

debit yang dialirkan.

3. Sitem Saluran Tersier

Adalah saluran drainase yang menerima air

dari saluran drainase lokal.

2.2.8. Pembangunan Sistem Drainase

1. Prinsip Utama

Kapasitas sistem harus mencukupi, baik

untuk melayani pengaliran air ke badan

penerima air, maupun ntuk meresapkan air

ke dalam tanah. Untuk mencapai kapasitas

yang memadai dilakukan perencanaan

berdasarkan prinsip hidrologi dan

hidrolika. Pembangunan sistem drainase

perkotaan perlu memperhatikan fungsi

drainase sebagai prasarana kota yang

didasarkan pada konsep berwawasan

lingkungan. Konsep ini antara lain

berkaitan dengan usaha konservasi sumber

daya air, yang pada prinsipnya

menendalikan air hujan agar lebih banyak

yang diresapkan ke dalam tanah sehingga

mengurangi jumlah limpasan, antara lain:

a. Dengan membuat bangunan resapan

buatan, kolam retensi dan penataan

lansekap. Pembuatan Kolam Retensi

dan Sistem Polder disusun dengan

memperhatikan faktor sosial ekonomi

antara lain perkembangan kota dan

rencana prasarana dan sarana kota.

Kelayakan pelaksanaan Kolam Retensi

dan Sistem Polder harus berdasarkan

tiga faktor antara lain : biaya

konstruksi, biaya operasi dan biaya

pemeliharaan.

b. Sedapat mungkin menggunakan sistem

gravitasi, hanya dalam hal sistem

gravitasi tidak memungkinkan, baru

digunakan sistem pompa.

c. Meminimalisasi pembebasan lahan.

d. Meminimalkan aliran permukaan dan

memaksimalkan resapan.

e. Letak sistem memenuhi kriteria

perkotaan dan memiliki kesempatan

untuk perluasan sistem. Dalam

pelaksanaannya harus mempehatikan

segi hidrolik dan tata letak dalam

kaitannya dengan prasarana lainnya

(jalan dan utilitas kota).

f. Stabilitas sistem harus terjamin, baik

dari segi struktural, keawetan sistem

dan kemudahan dalam operasi dan

pemeliharaan.

2. Parameter Penentuan Prioritas

Penanganan

Parameter genangan, meliputi tinggi

genangan, luas genangan, dan lamanya

genangan terjadi.

Parameter frekuensi terjadinya genangan

setiap tahunnya.

3. Faktor Medan dan Lingkungan

a. Topografi: Pembangunan drainase pada

daerah datar harus memperhatikan

sistem pengaliran dan ketersediaan air.

b. Kestabilan tanah: pembangunan di

daerah lereng pegunungan harus

memperhatikan masalah longsor yang

disebabkan oleh kandungan air tanah.

4. Rencana Induk

Rencana Induk sistem drainase perkotaan

adalah perencanaan menyeluruh sistem

drainase pada suatu wilayah perkotaan,

untuk perencanaan 25 tahun. Lingkupnya

adalah sistem drainase utama saja yang

berada dalam suatu daerah administrasi.

5. Studi Kelayakan

Perencanaan sistem drainase perkotaan

satu atau lebih daerah pengaliran air untuk

waktu 5 atau 10 tahun.

6. Lingkupnya diarahkan pada daerah

prioritas yang telah ditentukan dalam

rencana induk.

Kajian meliputi kelayakan teknik,

kelayakan keuangan/sosial ekonomi,

kelayaan kelembagan serta kelayakan

lingkungan.

Page 22: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

22

7. Perecanaan Teknik

Perencanaan teknis dibuat untuk daerah

prioritas yang telah mempunyai studi

kelayakan atau rencana kerangka (outline

plan). Jangka waktu perencanaan untuk 2

sampai 5 tahun. Rencana teknis harus

membuat persyaratan teknis dan gambar

teknis, kriteria perencanaan dan langkah-

langkah konstruksi.

Dalam perencanaan dan pembangunan

suatu drainase perlu strategi yang dapat

diandalkan sehingga sistem drainase

berjalan dengan lancar tanpa timbulnya

permasalahan di kemudian hari. Adapun

yang harus diperhatikan yaitu:

1. Penyiapan rencana induk sistem

drainase yang terpadu antara sistem

drainase utama maupun lokal dengan

pengaturan dan pengelolaan sungai.

2. Mengembangkan sistem drainase yang

berwawasan lingkungan. Adapun

gambar alur perencanaanya sebagai

berikut:

Gambar 20. Perencanaan Drainase

2.3. Evaluasi Drainase Kota Kupang

Saluran drainase di Kota Kupang

terdiri dari jaringan drainase saluran

tertutup dan saluran drainase terbuka.

Kondisi yang sudah ada ini dianggap sudah

tidak mampu lagi mengatasi aliran

pembuangan air permukaan. Dalam

kaitannya untuk mengalirkan limpasan air

permukaan/hujan serta pencegahan banjir

dan genangan, di wilayah Kota Kupang

dilalui oleh beberapa aliran sungai dan

prasarana saluran drainase yang dibangun

pemerintah kota. Selanjutnya dalam

mengalirkan air permukaan, sungai/kali di

kota Kupang didukung oleh prasarana

saluran drainase yang dibangun berupa

saluran buatan (berkonstruksi beton) dan

saluran alam (tanah) dengan lebar saturan

Page 23: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

23

relatif lebih kecil (0,5 – 1 meter). Saluran

ini biasanya menerus pada pinggiran

sepanjang jalan-jalan utama di Kota

Kupang. Badan sungai dan jaringan

drainase di Kota Kupang selain berfungsi

menerima dan mengalirkan limpahan air

permukaan juga berfungsi sebagai tempat

pembuangan limbah domestik, industri

maupun aktivitas perkotaan lainnya

(Anonim b, 2005).

Hasil Analisis Satuan

Kemampuan Lahan (SKL) sistem Drainase

kota Kupang yang dilakukan oleh Bappeda

kota Kupang, menyatakan bahwa sebagian

besar lahan di kota Kupang tidak

mempunyai kemampuan dalam

meresapkan dan memasukan air hujan ke

dalam tanah, di samping itu juga kondisi

tanah yang selalu jenuh air, sehingga pada

lahan ini kemungkinan untuk terjadi

genangan air sangat besar, terutama pada

daerah dataran, sehingga di daerah-daerah

tersebut terdapat lahan yang sering

mengalami banjir terutama pada musim

hujan maupun tergenang pada saat pasang

air laut (banjir rob), padahal daerah dataran

rendah ini umumnya terdapat

perkampungan penduduk yang

berkelompok dan cukup rapat (Anonim b,

2005). Selain itu, menurut pengamatan

yang dilakukan oleh penulis disimpulkan

kegagalan sistem drainase di kota Kupang

juga disebabkan oleh beberapa faktor,

antara lain:

1. Masyarakat pada umumnya masih

banyak yang menganggap bahwa

saluran air hujan itu adalah sebagai

tempat untuk membuang sampah

dengan harapan bahwa sampah

tersebut akan hanyut oleh air banjir.

2. Pembangunan kawasan pemukiman

yang umumnya tidak memperhatikan

area peresapan atau infiltrasi air

permukaan, karena lebih banyak

diganti dengan semen sebagai lapisan

kedap air.

Gambar 21. Pola pemukiman di kota Kupang pada area rawan banjir

3. Arah aliran air ang tidak disesuaikan

dengan keadaan topografi sehingga air

tidak mengalir dengan baik kea rah

saluran yang lebih besar, sehingga

menyebabkan genangan ataupun

luapan air.

Gambar 22. Keadaan arah aliran drainase di kota Kupang pada area rawan banjir

Page 24: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

24

4. Adanya sedimen/lumpur yang tertimbun di dasar saluran.

Gambar 23. Keadaan sedimen dalam saluran drainase di kota Kupang

5. Adanya ketidaktepatan pola jaringan

drainase berdasarkan karakteristik fisik

dalam suatu wilayah tertentu.

Dalam perkembangannya penanganan

drainase tidak hanya berkaitan dengan

teknik-teknik pembuangan air berlebih

yang berasal dari air hujan saja, tapi juga

menyangkut semua hal yang mencakup

keberadaan air di darat termasuk

didalamnya adalah buangan air kotor yang

berasal dari aktifitas kehidupan masyarakat

sehari-hari, sehingga tidak dapat

terpisahkan dari aspek sanitasi. Di kota

Kupang sendiri dirasakan bahwa perhatian

terhadap prasarana buangan air kotor

(prasarana sanitasi) relatif kurang jika

dibandingkan dengan prasarana yang lain.

Disadari atau tidak, masih sering terlihat

sistem buangan air kotor yang menyatu

dengan buangan air hujan. Hal ini akan

dapat menimbulkan permasalahan yang

cukup serius berkaitan dengan kesehatan

lingkungan yang selanjutnya akan

menurunkan derajat kesehatan masyarakat.

Untuk itu perlu kiranya dikuasai

pengetahuan dan teknologinya yang dapat

menyelesaikan permasalahan buangan air

kotor dan air hujan ini secara baik. Dengan

memperhatikan hal-hal tersebut di atas,

maka permasalahan drainasi menyangkut

berbagai hal, baik yang merupakan aspek

fisik atau kondisi alam setempat maupun

menyangkut aspek-aspek yang lebih luas

berkaitan kehidupan masyarakat.

Berdasarkan hal yang telah

dipaparkan di atas, maka bentuk perbaikan

dari hasil evaluasi yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

1. Melakukan pengurukan sedimentasi

dan membersihkan sampah pada

saluran drainase yang menghambat

arah aliran air.

2. Mengatur kembali arah aliran saluran

dengan menggunakan teknik land

grading dan smoothing agar tidak

terjadi luapan pada saluran tersebut.

3. Mengubah saluran drainase terbuka

menjadi saluran drainase tertutup pada

daerah yang padat penduduk untuk

mencegah pembuangan sampah yang

dilakukan oleh masyarakat dan dapat

mencegah penakit yang mungkin

ditimbulkan dari pembuangan air kotor.

4. Mengubah pola jaringan drainase

sesuai dengan karakteristik topografi

wilayah agar arah aliran ke jaringan

primer dapat berjalan lancar.

3. Penutup

3.1.Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang dipaparkan

pada bab sebelumnya, maka kesimpulan

dari makalah ini, antara lain:

1. Permasalahan kesalahan drainase di

kota Kupang lebih disebabkan faktor

kesalahan konstruksi fisik dari pola

Page 25: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

25

jaringan dan penerapan dimensi saluran

dan sistem saluran drainase, serta

kurangnya perawatan yang dilakukan

oleh pemerintah maupun masyarakat

kota Kupang.

2. Agar system drainase di kota Kupang

dapat diperbaiki, maka bentuk evaluasi

yang seharusnya dilakukan adalah

melakukan pengurukan sedimentasi

dan membersihkan sampah pada

saluran drainase yang menghambat

arah aliran air, mengatur kembali arah

aliran saluran dengan menggunakan

teknik land grading dan smoothing

agar tidak terjadi luapan pada saluran

tersebut, mengubah saluran drainase

terbuka menjadi saluran drainase

tertutup pada daerah yang padat

penduduk untuk mencegah

pembuangan sampah yang dilakukan

oleh masyarakat dan dapat mencegah

penakit yang mungkin ditimbulkan dari

pembuangan air kotor, mengubah pola

jaringan drainase sesuai dengan

karakteristik topografi wilayah agar

arah aliran ke jaringan primer dapat

berjalan lancar.

3.2.Saran

Adapun saran yang dapat diberikan penulis

dari hasil penulisan makalah ini, antara

lain:

1. Agar pemerintah segera dapat

melakukan perbaikan konstruksi fisik

dari saluran drainase yang ada di kota

Kupang.

2. Agar masyarakat dengan kesadaran

yang lebih tinggi dapat lebih

berpartisipasi dalam menjaga dan

merawat keadaan saluran drainase yang

sudah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1991. Tata Cara Perencanaan

Umum Drainase Perkotaan. Standar

Nasional Indonesia Nomor SNI 2-

2406-1991. Badan Standarisasi

Nasional. Jakarta.

Anonim, 2000. Kota Kupang Dalam

Angka. Badan Pusat Statistik Kota.

Kupang

Anonim, 2001. Kota Kupang Dalam

Angka. Badan Pusat Statistik Kota.

Kupang

Anonim, 2002. Kota Kupang Dalam

Angka. Badan Pusat Statistik Kota.

Kupang

Anonim, 2003. Kota Kupang Dalam

Angka. Badan Pusat Statistik Kota.

Kupang

Anonim, 2004. Kota Kupang Dalam

Angka. Badan Pusat Statistik Kota.

Kupang

Anonim, 2006. Kota Kupang Dalam

Angka. Badan Pusat Statistik Kota.

Kupang

Anonim, 2007. Kota Kupang Dalam

Angka. Badan Pusat Statistik Kota.

Kupang

Anonim, 2008. Kota Kupang Dalam

Angka. Badan Pusat Statistik Kota.

Kupang

Anonim, 2009. Kota Kupang Dalam

Angka. Badan Pusat Statistik Kota.

Kupang

Anonim, 2014. Kota Kupang Dalam

Angka. Badan Pusat Statistik Kota.

Kupang

Anonim, 2015. Drainase Berwawasan

Lingkungan. Kementrian Pekerjaan

Umum. Jakarta.

Anonim a, 2005. Kota Kupang Dalam

Angka. Badan Pusat Statistik Kota.

Kupang

Anonim b, 2005. Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Kupang. Badan

Perencanaan Daerah. Kupang

Page 26: Evaluasi Sistem Drainase Di Kota Kupang - 2

26

Lo Russo, S., 2009, Groundwater in the

Urban Environment: Management

Needs and Planning Strategies.

American Journal of Environmental

Sciences 5, 3:493-499

Pungut., Sri Widyastuti, 2013. Pengaruh

Artificial Recharge Melalui Lubang

Resap Biopori Terhadap Muka Air

Tanah. Jurnal Teknik Waktu Volume

11 Nomor 01 – Januari 2013 – ISSN :

1412-1867.

Tato, Syahriar, 2014. Pemukiman Kumuh

Perkotaan (Problematika Pemukiman

Kumuh Perkotaan).

www.linarbojun.com

Wismarini, Dwiati., Dewi Ningsih, 2010.

Analisis Sistem Drainase Kota

Semarang Berbasis Sistem Informasi

Geografi dalam Membantu

Pengambilan Keputusan bagi

Penanganan Banjir. Fakultas

Teknologi Informasi. Universitas

STikubank. Semarang.