EVALUASI PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG NO. 60 TAHUN 2009 TENTANG TRAYEK DAN KODE TRAYEK ANGKUTAN KOTA TANJUNGPINANG NASKAH PUBLIKASI Oleh REZA REVI WAHJOE PANGESTOETI RAMADHANI SETIAWAN PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016
21
Embed
EVALUASI PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG NO. …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · ini adalah untuk mengevaluasi Peraturan Walikota Tanjungpinang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EVALUASI PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANGNO. 60 TAHUN 2009 TENTANG TRAYEK DAN KODE TRAYEK
ANGKUTAN KOTA TANJUNGPINANG
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
REZA REVIWAHJOE PANGESTOETIRAMADHANI SETIAWAN
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARAFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJITANJUNGPINANG
2016
2
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa yang
Judul Naskah : EVALUASI PERATURAN WALIKOTATANJUNGPINANG NO. 60 TAHUN 2009 TENTANGTRAYEK DAN KODE TRAYEK ANGKUTAN KOTATANJUNGPINANG
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah danuntuk dapat diterbitkan.
Tanjungpinang, 28 Januari 2016Yang menyatakan,
Dosen Pembimbing I
WAHJOE PANGESTOETI, M.SiNIDN. 0713097001
Dosen Pembimbing II
RAMADHANI SETIAWAN, M.Soc, ScNIDN. 1026058301
3
EVALUASI PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG NO. 60 TAHUN 2009TENTANG TRAYEK DAN KODE TRAYEK ANGKUTAN KOTA TANJUNGPINANG
REZA REVIWAHJOE PANGESTOETIRAMADHANI SETIAWAN
Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 60 Tahun 2009 Tentang Trayek dan Kode TrayekAngkutan Kota Tanjungpinang adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah KotaTanjungpinang yang bertujuan menciptakan kelancaran, ketertiban, dan kenyamanan dalampenyelenggaraan angkutan kota, meningkatkan pelayanan transportasi angkutan bagi masyarakatyang berada jauh dari pusat kota, serta memfungsikan Terminal Sungai Carang. Tujuan penelitianini adalah untuk mengevaluasi Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 60 Tahun 2009 TentangTrayek dan Kode Trayek Angkutan Kota Tanjungpinang.
Dalam penelitian ini, menjabarkan kriteria-kriteria yang terkandung dalam evaluasi kebijakanpublik yang dikemukakan oleh Dunn. Informan dalam penelitian ini ditentukan menggunakanpurposive sampling dengan pertimbangan orang yang dijadikan Informan mengetahuipermasalahan yang berhubungan dengan kebijakan trayek dan kode trayek angkutan di KotaTanjungpinang. Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang dengan 1 orang sebagaiInforman kunci (Key Informan). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalahteknik analisis secara deskriptif kualitatif, yakni penelitian yang dilakukan untuk mengetahui danmemaparkan nilai variabel mandiri yang ditemukan di lapangan, tanpa membandingkan ataumenghubungkan dengan variabel lainnya.
Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat diketahui bahwa Peraturan WalikotaTanjungpinang Nomor 60 Tahun 2009 Tentang Trayek dan Kode Trayek Angkutan KotaTanjungpinang belum mencapai tujuan. Efektifitas dilihat dari hasil yang tidak tercacpai karenamendapat penolakan dari supir dan penumpang dan sosialisasi yang dilakukan masih kurangefektif. Efisiensi dilihat dari penggunaan sumber daya, pegawai dan sarana yang dibutuhkan masihkurang dan perlu ditingkatkan. Kecukupan dilihat dari seberapa jauh usaha yang dilakukan dalammengimplementasikan kebijakan tersebut yang perlu ditelaah ulang karena dianggap merugikansupir dan penumpang. Perataan dilihat dari hasil kebijakan yang dilaksanakan tidak memuaskanpara supir angkutan kota dan masyakarat sebagai penumpang, oleh karena itu mereka menolak jikatrayek ini diterapkan kembali. Responsifitas dilihat dari tanggapan para supir dan masyarakatsebagai penumpang yang sama-sama merasa dirugikan dengan penerapan kebijakan. ketepatandilihat dari penerapan kebijakan yang tidak berhasil dan perlunya upaya dari Pemerintah KotaTanjungpinang dalam memperbaiki kebijakan trayek dan kode trayek angkutan kota.
Kata kunci : Evaluasi, Trayek dan Kode Trayek, dan Angkutan Kota
4
ABSTRACT
Tanjungpinang Mayor Regulation No. 60 of 2009 about Route and TanjungpinangTransportation Route Code was a policy that issued by the the City Government of Tanjungpinangwhich aimed to create a smooth, order and comfort in the operation of public transportation,improving public transportation services for people who are far away from the city center, as wellas for the proper functioning of the Sungai Carang Terminal. Purpose of this research was toevaluate the Tanjungpinang Mayor Regulation No. 60 of 2009 on Route and TanjungpinangTransportation Route Code.
In this research, outlining the criteria that contained in the evaluation of public policies thatwas proposed by Dunn. Informants in this research were determined using purposive samplingwith consideration of the people that will be choosen to be informants know the problemsassociated with the routes policy and transportation route code in Tanjungpinang. In thisresearch, there are 10 informants and 1 of them will be the Key Informant. The data analysistechnique used in this research is descriptive qualitative analysis techniques, that is a studyconducted to determine and provide independent variable values found in the field, withoutcomparing or linking it with other variables.
From this research conducted by the researcher could be showed that Tanjungpinang MayorRegulation No.60 of 2009 about Route and Tanjungpinang Transportation Route Code have notyet reached the goal. Effectiveness seen from the results have not been achieved because of it gotresistance from the drivers and passengers and the socialization are still ineffective. Efficiencyseen from the use of resources, personnel and necessary facilities are still lacking and needs to beimproved. Sufficiency can be seen how far the work had been done in implementing these policiesneed to be reviewed because it is considered detrimental to the drivers and passenger. Equitableseen from the results of the policies implemented did not satisfy the transport drivers and thesociety as a passenger, and therefore they refused if the route is reapplied. Responsivity seen fromthe responses of the driver and the society as passengers alike feel harmed by the policyimplementation. Accuracy seen from the application of policies that still did not work and needsome efforts from the City Government of Tanjungpinang in improving the policy of route and citytransportation route code.
Key words : Evaluation, Route and Route Code, and Transportation
5
A. PENDAHULUAN
Transportasi merupakan hal yang
mutlak diperlukan bagi setiap manusia.
Disadari atau tidak, transportasi merupakan
salah suatu kebutuhan yang penting bagi
manusia karena dapat memudahkan
pergerakan manusia untuk berpindah dari
suatu tempat ke tempat lainnya. Semenjak
dulu hingga sekarang, manusia tidak terlepas
dari kebutuhannya akan transportasi. Mulai
dari transportasi darat, laut dan udara, serta
bisa merupakan kendaraan pribadi hingga
kendaraan umum seperti bus, angkutan kota
dan kereta api.
Kebutuhan akan transportasi umum
bagi masyarakat merupakan tanggung jawab
pemerintah, karena transportasi umum
berkaitan erat dengan pelayanan umum yang
harus disediakan oleh pemerintah untuk
memberikan kemudahan bagi masyarakat
dalam hal transportasi guna menunjang
pergerakan masyarakatnya. Sinambela
(2014:5) menyebutkan bahwa pelayanan
publik adalah pemenuhan keinginan dan
kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara
negara. Untuk memenuhi kebutuhan
transportasi umum, pemerintah dapat
bekerjasama dengan pihak swasta sebagai
penyedia jasa, termasuk penyedia jasa
angkutan kota.
Angkutan kota merupakan salah satu
bentuk dari alat transportasi yang memiliki
fungsi sebagai sarana pergerakan manusia
untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat
lain. Angkutan kota juga merupakan sarana
transportasi alternatif bagi masyarakat
perkotaan, terutama bagi masyarakat yang
tidak memiliki kendaraan pribadi. Angkutan
kota merupakan pilihan alternatif alat
transportasi bagi masyarakat karena tarif
angkutan kota yang relatif murah dan
terjangkau bagi masyarakat. Sehingga
kebutuhan akan sarana dan prasarana ini
sangat diperlukan di wilayah perkotaan,
termasuk di Kota Tanjungpinang.
Angkutan kota merupakan sarana
transportasi umum yang menjadi primadona
bagi masyarakat Tanjungpinang semenjak
puluhan tahun yang lalu. Dengan luas
wilayah 239,5 km2, Tanjungpinang bukanlah
merupakan kota besar sehingga tidak
memerlukan bus atau alat transportasi umum
massal lain dalam mengangkut penumpang
untuk area dalam kota.
Jumlah angkutan umum yang ada di
Kota Tanjungpinang saat ini berjumlah 652
unit yang terbagi dalam 7 (tujuh) Perusahaan
Otto (P.O).
Seperti kota-kota lainnya di Indonesia
yang memiliki trayek angkutan kota,
Pemerintah Kota Tanjungpinang juga
mengeluarkan kebijakan penetapan trayek
dan kode trayek angkutan kota melalui
Peraturan Walikota Nomor 2 Tahun 2009
yang kemudian dirubah menjadi Peraturan
Walikota Nomor 60 Tahun 2009.
Adapun poin perubahan jalur trayek
dari Perwako Nomor 2 Tahun 2009 menjadi
Perwako Nomor 60 Tahun 2009 adalah pada
jalur kembali Trayek A. Yang mana
sebelumnya jalur kembali adalah Sub
Terminal - Jl. Gambir – Jl. Ketapang – Jl.
Bakar Batu – Jl. Brigjen Katamso – Jl. MT
Haryono – Jl. Gatot Subroto – Jl. DI
6
Panjaitan – Terminal Bintan Centre menjadi
Sub Terminal – Jl. Teuku Umar – Jl.
Ketapang – dst. Perubahannya adalah dalam
Perwako Nomor 60 Tahun 2009 angkutan
kota tidak lagi melalui Jalan Gambir.
Kebijakan ini bertujuan untuk
menertibkan angkutan kota yang selama ini
dinilai semrawut karena angkutan kota di
kota Tanjungpinang hanya beroperasi
berputar-putar mengelilingi rute yang ramai
akan penumpang, sedangkan daerah atau
rute yang sedikit penumpang sangat jarang
atau bahkan tidak dilewati oleh angkutan
kota, sehingga sarana angkutan kota belum
sepenuhnya dapat melayani masyarakat
khususnya yang berada di pinggiran kota
dan daerah pemukiman yang jarang
penduduknya. Penetapan trayek dan kode
trayek angkutan kota ini juga bertujuan
untuk memfungsikan terminal Bintan Centre
yang telah selesai dibangun. Selama ini kota
Tanjungpinang hanya memiliki satu trayek
yaitu trayek kota Tanjungpinang.
Penetapan Trayek angkutan kota ini
secara resmi diberlakukan oleh Walikota
Tanjungpinang pada tanggal 5 Agustus
2009. Dalam observasi awal mengenai
penetapan trayek angkutan kota, kebijakan
ini mendapat penolakan dari sopir angkutan
kota dan masyarakat sebagai pengguna jasa
angkutan kota. Sopir angkutan kota
beralasan bahwa dengan adanya trayek
angkutan kota pendapatan mereka menurun
karena banyak penumpang angkutan kota
yang kebingungan dengan trayek angkutan
kota tersebut, sehingga masyarakat lebih
memilih menggunakan ojek atau kendaraan
pribadi dari pada angkutan kota. Mudahnya
masyarakat memiliki kendaraan bermotor,
khususnya sepeda motor, juga mengurangi
minat masyarakat untuk menggunakan
transportasi angkutan kota dalam berpergian.
Dengan adanya penolakan terhadap
penetapan trayek angkutan kota dari para
sopir angkutan kota, Pemerintah Kota
Tanjungpinang melalui Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika
(Dishubkominfo) Kota Tanjungpinang
sebagai pelaksana kebijakan mengambil
langkah dengan menyederhanakan
sementara trayek angkutan kota dari yang
semula berjumlah enam trayek menjadi tiga
trayek angkutan kota.
Untuk ke depannya pihak
Dishubkominfo Kota Tanjungpinang akan
melakukan kajian ulang sistem transportasi
di Tanjungpinang. "Memang sudah tiga kali
sistem trayek yang diterapkan tidak berhasil.
Kita akan bicarakan lagi dengan Organda.
Di samping kita lakukan pengkajian. Ke
depan kita harap Tanjungpinang mempunyai
model trasportasi yang bagus," kata Wan
Samsi. (http://batam.tribunnews.com).
Hal ini bertujuan agar masyarakat
pengguna angkutan kota menjadi terbiasa
dan paham dengan adanya trayek angkutan
kota. Namun hal ini tidak juga membuat
para sopir angkutan kota mengikuti rute
trayek yang telah ditetapkan sesuai dengan
kode trayek masing-masing angkutan kota.
Berdasarkan observasi peneliti di
lapangan, diketahui bahwa sosialisasi yang
minim menjadi alasan mengapa para awak
angkutan kota tidak mengikuti jalur trayek
7
yang telah ditetapkan. Trayek yang telah
disederhanakan menjadi tiga trayek belum
mampu mengatasi kebingungan masyarakat
karena kurangnya sosialiasi dari pemerintah.
Banyak masyarakat yang tidak mengetahui
bahwa jalur trayek angkutan kota telah
disederhanakan sementara menjadi tiga
trayek, serta banyak juga masyarakat yang
masih bingung tentang trayek angkutan kota
karena minimnya sosialisasi dari Pemerintah
Kota Tanjungpinang.
Sosialisasi yang dilakukan Pemerintah
Kota Tanjungpinang melalui Radio
Republik Indonesia (RRI) serta sosialisasi di
sekolah-sekolah SMP maupun SMA yang
ada di Kota Tanjungpinang ternyata masih
belum cukup dalam mensukseskan
kebijakan penetapan trayek angkutan kota.
Dari wawancara singkat yang dilakukan
terhadap masyarakat, hal ini terjadi
dikarenakan masyarakat Kota
Tanjungpinang banyak yang tidak
mendengarkan siaran radio RRI karena
pengaruh televisi serta banyaknya pelajar
SMP maupun SMA yang memakai
kendaraan pribadi, terutama sepeda motor,
untuk pergi ke sekolah dari pada
menggunakan angkutan kota.
Dari observasi awal yang dilakukan
oleh peneliti (pra penelitian), terdapat
beberapa fenomena permasalahan yang
timbul dari adanya penetapan trayek
angkutan kota di Kota Tanjungpinang
sebagai berikut :
1. Biaya transportasi menjadi semakin
mahal. Karena belum ada penyesuaian
tarif baru bagi pengguna jasa
transportasi angkutan kota. Perlu
diketahui bahwa saat ini tarif angkutan
kota di Tanjungpinang untuk jarak
jauh-dekat adalah sama yakni lima ribu
rupiah. Contoh kasus pertama ialah
untuk masyarakat yang tinggal di Jl.
Brigjen Katamso, Jl. M. T. Haryono
hingga Jl. Gatot Subroto (daerah
bawah) dengan tujuan Jl. Pramuka, Jl.
A. Yani dan sekitarnya (daerah atas)
harus naik angkot dua kali. Penumpang
yang biasanya hanya membayar
ongkos angkutan kota sebesar lima ribu
rupiah untuk sekali jalan menjadi
sepuluh ribu rupiah. Oleh karena itu
penumpang lebih banyak menggunakan
ojek dengan ongkos tujuh ribu rupiah
dan kendaraan pribadi untuk
menghemat waktu biaya. Hal ini
menyebabkan turunnya pendapatan
penyedia jasa angkutan kota.
2. Masyarakat/ penumpang dengan tujuan
Tanjungpinang – Kijang. Karena taksi
Kijang tidak lagi diizinkan masuk kota,
maka penumpang harus naik taksi dari
terminal Bintan Centre. Dan untuk
sampai ke terminal penumpang
tersebut harus naik angkutan kota
sehingga biaya transportasi mereka pun
bertambah.
Penolakan-penolakan yang dilakukan
oleh sopir angkutan kota membuat
implementasi kebijakan penerapan trayek
angkutan kota ini tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Angkutan kota tidak
beroperasi sesuai dengan jalur trayek yang
telah ditetapkan dan Terminal Sungai
8
Carang yang telah lama diresmikan menjadi
tidak berfungsi dan terkesan tidak
diperhatikan.
Beberapa kasus tersebut menunjukkan
adanya permasalahan dalam implementasi
Peraturan Walikota Nomor 60 Tahun 2009
tentang Trayek dan Kode Trayek Angkutan
Kota Tanjungpinang. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “EVALUASI PERATURAN
WALIKOTA TANJUNGPINANG NO. 60
TAHUN 2009 TENTANG TRAYEK DAN
KODE TRAYEK ANGKUTAN KOTA
TANJUNGPINANG”.
Berdasarkan uraian latar belakang
penelitian, maka penulis merumuskan
masalah penelitian yang harus dijawab
dalam penelitian ini adalah : Bagaimana
Evaluasi Peraturan Walikota Kota
Tanjungpinang Nomor 60 Tahun 2009
Tentang Trayek dan Kode Trayek Angkutan
Kota Tanjungpinang?
Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi Peraturan Walikota
Tanjungpinang Nomor 60 Tahun 2009
tentang Trayek dan Kode Trayek Angkutan
Kota Tanjungpinang. Dengan adanya
evaluasi terhadap Perwako Nomor 60 Tahun
2009 diharapkan Pemerintah Kota
Tanjungpinang lebih seksama dalam
menetapkan Peraturan tentang transportasi
angkutan kota di Kota Tanjungpinang yang
sesuai dengan keadaan saat ini sehingga
dapat meningkatkan kualitas transportasi
angkutan umum dan menciptakan
keteraturan dalam lalu lintas.
Hasil penelitian ini diharapkan akan
bermanfaat untuk :
1. Aspek Teoritis
Secara konseptual penelitian ini
diharapkan dapat memberikan
pemahaman dan sumbangan
pemikiran sehingga dapat menambah
pengetahuan mengenai konsep teori
evaluasi kebijakan dalam kajian ilmu
administrasi negara.
2. Aspek Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat
memberi masukan kepada
Pemerintah Kota Tanjungpinang
khususnya tentang evaluasi kebijakan
trayek dan kode trayek angkutan kota
sehingga pemerintah kota
Tanjungpinang dapat menentukan
langkah-langkah strategis untuk
mencapai keberhasilan dalam
melaksanakan kebijakan trayek
angkutan kota.
B. LANDASAN TEORI
1. Pelayanan
Secara etimologis, pelayanan berasal
dari kata layan yang berarti membantu
menyiapkan/ mengurus apa-apa yang
diperlukan seseorang, kemudian pelayanan
dapat diartikan sebagai perihal/ cara
melayani. Poerwadarminta dalam
Hardiyansyah (2011:10) pelayanan dapat
diartikan sebagai aktivitas yang diberikan
untuk membantu, menyiapkan dan mengurus
baik itu berupa barang atau jasa dari satu
pihak kepada pihak lain.
9
Pelayanan publik dapat diartikan
sebagai pemberian layanan keperluan orang
atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu sesuai
dengan aturan pokok dan tata cara yang
telah ditetapkan. Dalam KEPMENPAN No.
81 Tahun 1993, pelayanan didefinisikan
sebagai suatu bentuk pelayanan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah di
pusat, daerah, dan di lingkungan Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah dalam bentuk barang dan jasa,
baik dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Sadu dalam Hardiyansayah (2011:11)
pelayanan umum atau pelayanan publik
adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah,
pihak swasta atas nama pemerintah, ataupun
pihak swasta kepada masyarakat, dengan
atau tanpa pembayaran guna memenuhi
kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat.
Menurut KEPMENPAN
No.63/KEP/M.PAN/7/2003 pelayanan
publik adalah segala kegiatan pelayanan
yang dilaksanakan oleh penyelenggara
pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dari beberapa pendapat ahli diatas
dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik
adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik
dalam bentuk barang publik maupun jasa
publik yang pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab dan dilaksanakan oleh
instansi pemerintah di pusat, daerah, Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah maupun swasta atas nama
pemerintah yang bertujuan memenuhi
kebutuhan masyarakat sebagai penerima jasa
maupun dalam rangka pelaksanaan
peraturan perundang-undangan.
2. Kebijakan Publik
Lahirnya suatu pemerintahan karena
adanya suatu komitmen bersama yang
terjadi antara pemerintah dengan rakyatnya.
Komitmen tersebut hanya dapat dipegang
apabila rakyat masih merasakan keberadaan
pemerintah melalui berbagai kebijakannya
yang ditujukan untuk melindungi,
memberdayakan dan menciptakan
kesejahteraan rakyatnya sebagai wujud
pelaksanaan fungsi pemerintah.
Kebijakan publik menurut Dye dalam
Widodo (2012:12) “whatever governments
choose to do or not to do”. Maksudnya
adalah apa pun yang pemerintah pilih untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Edward III dan Sharkansky dalam Widodo
(2012:12) mengemukakan kebijakan publik
adalah “what governments say and do, or
not to do. It is the goals or purpose of
governments programs”. Maksudnya adalah
kebijakan publik adalah apa yang
pemerintah katakan dan dilakukan atau
tidak.
Kartasasmita dalam Widodo (2012:13)
kebijakan merupakan upaya untuk
memahami dan mengartikan (1) apa yang
dilakukan (atau tidak dilakukan) oleh
pemerintah mengenai suatu masalah, (2) apa
yang menyebabkan atau yang
memengaruhinya, dan (3) apa pengaruh dan
dampak dan dampak dari kebijakan tersebut.
10
Menurut Winarno (2012:71) adalah
masalah-masalah yang memiliki dampak
yang luas dan mencakup konsekuensi-
konsekuensi bagi orang-orang yang secara
langsung tidak terlibat.
Dari beberapa pendapat ahli diatas
dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah
apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh
pemerintah terhadap suatu permasalahan
yang berdampak bagi masyarakat.
3. Evaluasi Kebijakan Publik
Widodo (2006:112) dimaksudkan
untuk melihat atau mengukur tingkat kinerja
pelaksanaan suatu kebijakan publik yang
latar belakang dan alasan-alasan diambilnya
suatu kebijakan, tujuan dan kinerja
kebijakan, berbagai instrument kebijakan
yang dikembangkan dan dilaksanakan,
responsi kelompok sasaran dan stakeholder
lainnya serta konsistensi aparat, dampak
yang timbul dan perubahan yang
ditimbulkan, perkiraan perkembangan tanpa
kehadirannya dan kemajuan yang dicapai
kalau kebijakan dilanjutkan atau diperluas.
Subarsono (2005:120) menjelaskan bahwa
evaluasi memiliki beberapa tujuan yang
dapat diperinci sebagai berikut:
1. Menentukan tingkat kinerja suatu
kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat
diketahui derajat pencapaian tujuan dan
sasaran kebijakan.
2. Mengukur tingkat efesiensi suatu
kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat
diketahui berupa biaya dan manfaat
dari suatu kebijakan.
3. Mengukur tingkat keluaran (outcome)
suatu kebijakan. Salah satu tujuan
evaluasi adalah mengukur berapa besar
dan kualitas pengeluaran atau output
dari suatu kebijakan.
4. Mengukur dampak suatu kebijakan.
Pada tahap lebih lanjut, evaluasi
ditujukan untuk melihat dampak dari
suatu kebijakan, baik dampak positif
maupun dampak negatif.
Sebagai bahan masukan (input) untuk
kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir
dari evaluasi adalah untuk memberikan
masukan bagi proses kebijakan ke depan
agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.
Suchman dalam Winarno (2012:233)
mengemukakan enam langkah dalam
evaluasi kebijakan, yakni:
1. Mengidentifikasi tujuan program yang
akan dievaluasi
2. Analisis terhadap masalah
3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan
4. Pengukuran terhadap tingkatan
perubahan yang terjadi
5. Menentukan apakah perubahan yang
diamati merupakan akibat dari kegiatan
tersebut atau karena penyebab yang
lain.
6. Beberapa indikator untuk menentukan
keberadaan suatu dampak.
Widodo (2012:125) menjelaskan
bahwa untuk melakukan evaluasi kebijakan,
program, dan kegiatan setidak-tidaknya
terdapat beberapa tahapan yang harus
dilakukan antara lain sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi apa yang menjadi
tujuan kebijakan, program dan
kegiatan.
11
2. Penjabaran tujuan kebijakan, program,
dan kegiatan ke dalam kriteria atau
indikator pencapaian tujuan.
3. Pengukuran indikator pencapaian
tujuan kebijakan program.
4. Berdasarkan indikator pencapaian
tujuan kebijakan program tadi,
dicarikan datanya di lapangan.
5. Hasil data yang diperoleh dari lapangan
kemudian dilakukan pengolahan, dan
dikomprasi dengan kriteria pencapaian
tujuan. Manakala hasil komparasi
menunjukkan bahwa apa yang menjadi
tujuan kebijakan, program dan kegiatan
yang dicapai, maka implementasi
kebijakan, program dan kegiatan
tersebut dapat dikatakan berhasil.
Menurut Dunn (2003:610) kriteria-
kriteria evaluasi kebijakan publik dapat
digambarkan sebagai berikut :
1. Efektivitas : Apakah hasil yang
diinginkan telah tercapai?
2. Efisiensi : Seberapa banyak usaha
diperlukan untuk mencapai hasil
yang diinginkan?
3. Kecukupan : Seberapa jauh
pencapaian hasil yang diinginkan
memecahkan masalah?
4. Perataan : Apakah biaya manfaat
didistribusikan dengan merata kepada
kelompok-kelompok yang berbeda?
5. Responsivitas : Apakah hasil
kebijakan memuaskan kebutuhan,
preferensi atau nilai kelompok-
kelompok yang berbeda?
6. Ketepatan : Apakah hasil (tujuan)
yang diinginkan benar-benar berguna
atau bermanfaat?
Dalam penelitian ini menggunakan teori
evaluasi kebijakan dari Dunn (2003:610)
dengan kriteria-kriteria evaluasi kebijakan
publik sebagai berikut :
1. Efektivitas adalah hasil dari target yang
dicapai dalam pelaksanaan Perwako
Nomor 60 tahun 2009 tentang Trayek
dan Kode Trayek Angkutan Kota
Tanjungpinang.
2. Efisiensi adalah tercapainya
pencapaian target mengenai sesuatu
dengan pertimbangan kebutuhan
sehingga terwujudnya kebijakan yang
baik, yang dilihat dari jumlah pegawai
dan sarana dalam pelayanan. Adapun
pengukurannya seperti: jumlah
pegawai, dan sarana.
3. Kecukupan adalah kebijakan yang
dilakukan dapat menyelesaikan
masalah.
4. Perataan adalah hasil kebijakan yang
dilaksanakan dapat memuaskan supir
angkutan umum dan masyarakat selaku
pengguna jasa angkutan umum.
5. Responsivitas adalah daya tanggap
dalam pelaksanaan kebijakan untuk
mempermudah pelaksanaan kebijakan
publik. Adapun pengukurannya dapat
dilihat dari daya tanggap supir
angkutan umum dan masyarakat selaku
pengguna jasa angkutan umum.
6. Ketepatan adalah hasil dari
pelaksanaan kebijakan ini memberi
manfaat dalam pelaksanaannya baik
12
pagi pemerintah, supir angkutan umum
maupun bagi masyarakat.
C. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif kualitatif, dimana
peneliti hanya menguraikan dan
menjelaskan penelitian sesuai dengan
kondisi sebenarnya tanpa menghubungkan
atau mengkaitkan terhadap unsur-unsur yang
lain dalam penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Kantor
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kota Tanjungpinang dan
Terminal Bintan Center.
Jenis data dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer adalah data yang diperoleh
dari responden secara langsung melalui
wawancara kepada Key Informan dan
Informan, data primer yang ingin
diperoleh menyangkut :
1. faktor yang mempengaruhi
pelayanan publik terhadap evaluasi
Peraturan Walikota Tanjungpinang
Nomor 60 Tahun 2009
2. faktor penghambat pelayanan publik
terhadap implementasi Peraturan
Walikota Nomor 60 Tahun 2009
b. Data Sekunder Data Sekunder yaitu
data yang diperoleh atau dikumpulkan
penelitian dari sumber-sumber yang
telah ada. Data yang diambil langsung
dari Dishubkominfo Kota
Tanjungpinang yang telah ada dan
diolah dalam kaitannya dengan
penelitian ini yaitu terdiri dari
gambaran umum Dishubkominfo Kota
Tanjungpinang, antara lain :
1. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika Kota
Tanjungpinang
2. Gambaran umum dan Struktur
Organisasi Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika Kota
Tanjungpinang.
Dalam penelitian ini tidak
menggunakan sampel melainkan Informan.
Penentuan Informan sebagai sumber data
dilakukan dengan teknik purposive.
Sugiyono (2009:216) menyebutkan
purposive adalah penentuan sumber data
yang dipilih dengan pertimbangan dan
tujuan tertentu.
Untuk memperoleh data, peneliti
menetapkan Informan yang berjumlah 10
orang yang terdiri dari 1 orang Informan
Kunci (Key Informan) serta 9 Orang
Informan. Adapun yang menjadi
pertimbangan peneliti adalah orang yang
dijadikan Informan adalah Adapun yang
menjadi pertimbangan peneliti adalah orang
yang dijadikan Informan mengetahui
permasalahan yang berhubungan dengan
kebijakan trayek dan kode trayek angkutan
di Kota Tanjungpinang.
Peneliti melakukan pengamatan
langsung terhadap objek penelitian.
Maksudnya pengamatan dengan
menggunakan indera penglihatan yang
berarti tidak mengajukan pertanyaan-
pertanyaan, akan tetapi kegiatan-kegiatan
apa saja yang akan diamati telah dituangkan
dalam kertas observasi.
13
Data yang diperoleh dari responden
dikumpulkan lalu dipisahkan menurut jenis
data, kelompok data, kemudian data tersebut
dianalisis secara Deskriptif kualitatif.
Analisis data penelitian ini dilakukan
melalui sebuah proses yang terdiri dari
beberapa tahap yang dimulai sejak
pengumpulan data, kemudian dikerjakan
secara intensif hingga penelitian selesai
untuk memperoleh kesimpulan.
Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan Model Miles dan Huberman
dalam Sugiyono (2009:246), yaitu :
1. Reduksi data (Data Reduction)
diartikan sebagai proses dimana
peneliti melakukan pemilahan dan
penyederhanaan data hasil
penelitian.
2. Penyajian data (Data Display) yaitu
sekumpulan informasi tersusun
sehingga memberikan kemudahan
dalam penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
3. Penarikan kesimpulan atau
verifikasi (Conclusion Drawing/
Verification) merupakan usaha
untuk memahami data yang
diperoleh. Pada tahap ini peneliti
melakukan penggambaran makna
dari data yang diperoleh.
D. PEMBAHASAN
Pertama, efektivitas adalah hasil yang
dicapai dalam implementasi Peraturan
Walikota Tanjungpinang Nomor 60 Tahun
2009 Tentang Trayek dan Kode Trayek
Angkutan Kota Tanjungpinang. Suatu
kebijakan dikatakan berhasil apabila hasil
yang diperoleh sesuai dengan tujuan dari
kebijakan itu sendiri.
Dari beberapa pendapat Informan dapat
disimpulkan bahwa penerapan Peraturan
Walikota Nomor 60 Tahun 2009 tentang
Trayek dan Kode Trayek Angkutan Kota
Tanjungpinang tidak mencapai tujuan yang
telah ditetapkan karena mendapat penolakan
dari para supir dan juga masyarakat.
Penerapan kebijakan ini dinilai merugikan
berbagai pihak.
Kedua, upaya yang dilakukan dalam
implementasi Peraturan Walikota
Tanjungpinang Nomor 60 Tahun 2009
Tentang Trayek dan Kode Trayek Angkutan
Kota Tanjungpinang. Hal ini dapat dilihat
dari upaya sosialisasi yang dilakukan oleh
pihak implementor kebijakan, Pemerintah
Kota Tanjungpinang yaitu Dinas
Perhubungan Komunikasi dan Informatika.
Hal ini bertujuan agar pengusaha P.O, para
supir, dan masyarakat tahu pelaksanaan dari
kebijakan ini.
Dari beberapa pendapat informan dapat
kita simpulkan bahwa sebelum kebijakan
trayek dan kode trayek ini ditetapkan, Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Kota Tanjungpinang sudah melakukan
berbagai upaya sosialisasi. Adapun upaya
sosialisasi tersebut adalah melakukan
pertemuan dengan mengundang para supir
dan pemilik P.O dan juga perwakilan dari
Organda, menyiarkan di RRI dan Koran,
serta menyebarkan selebaran-selebaran ke
sekolah-sekolah. Namun, upaya tersebut
dinilai masih kurang efektif karena tidak
14
semua supir terlibat dalam acara sosialisasi
dan tidak semua masyarakat paham dengan
adanya kebijakan tersebut.
Efektivitas dalam kebijakan publik
menurut Dunn (2003:610) adalah apabila
hasil yang diinginkan telah tercapai.
Kebijakan trayek dan kode trayek angkutan
kota Tanjungpinang tidak tercapai karena
kebijakan tersebut tidak berjalan sesuai yang
diinginkan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan
wawancara yang dilakukan peneliti di
lapangan, tujuan dari penerapan kebijakan
trayek dan kode trayek sesuai dengan
Perwako Nomor 60 Tahun 2009 yaitu,
meningkatkan pelayanan transportasi di
Kota Tanjungpinang tidak tercapai karena
mendapat penolakan dari pihak supir
angkutan dan sebagian masyarakat. Adanya
penolakan dari sebagian pihak supir karena
penerapan kebijakan trayek dan kode trayek
ini dianggap merugikan mereka dari segi
pendapatan. Dengan adanya kebijakan
trayek, para supir tidak bisa beroperasi
seperti biasanya, karena setiap mobil
angkutan ditentukan jalur operasionalnya.
Upaya yang dilakukan oleh pihak
pemerintah yakni Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika dalam
mensosialisasikan penerapan kebijakan
trayek dan kode trayek dianggap masih
kurang maksimal. Hal ini dikarenakan masih
adanya supir dan masyarakat yang tidak
mengetahui adanya penerapan kebijakan
trayek dan kode trayek. Sehingga ada
sebagian masyarakat yang kebingungan
ketika ingin menggunakan jasa angkutan
tersebut.
Tercapainya pencapaian target
mengenai sesuatu dengan pertimbangan
kebutuhan sehingga terwujudnya kebijakan
yang baik, yang dilihat dari penggunaan
sumber daya yakni pegawai dan sarana yang
menunjang dalam implemetasi Peraturan
Walikota Tanjungpinang Nomor 60 Tahun
2009 Tentang Trayek dan Kode Trayek.
Dalam penggunaan sumber daya, jumlah
pegawai dan sarana sangat dibutuhkan
dalam melaksanakan kebijakan trayek dan
kode trayek ini.
Pertama, jumlah pegawai yang ada
dalam menjalankan tugasnya didukung
dengan keahlian dan pemahaman tentang
pekerjaannya. Dari beberapa pendapat, dapat
disimpulkan bahwa jumlah petugas yang
berada di lapangan masih kurang, hal ini
dibuktikan dengan adanya pos-pos
penjagaan yang tidak dijaga. Petugas yang
bekerja di lapangan bukan hanya bagian dari
bidang perhubungan darat, tetapi dibantu
dari bidang-bidang lainnya. Jika dilihat dari
kemampuan, petugas mampu menjalankan
tugasnya di lapangan, hal ini dibuktikan
dengan petugas mampu menertibkan para
supir yang berada di terminal dan sub
terminal.
Kedua, sarana yang mendukung
terlaksananya kebijakan trayek dan kode
trayek. Sarana dapat dilihat dari keberadaan
halte, papan informasi jalur trayek, stiker
kode trayek, pos penjagaan petugas serta
terminal dan sub terminal yang mendukung
penerapan kebijakan ini.
15
Dari pendapat Informan 1-10 dapat
disimpulkan bahwa sarana dan prasarana
yang ada masih kurang. Terminal dan sub
terminal yang ada dinilai cukup baik, tapi
untuk sub terminal dinilai masih sempit.
Untuk papan informasi jalur trayek,
dapat ditemukan di terminal dan sub
terminal dan juga beberapa titik di sepanjang
jalan. Selain itu, di setiap mobil angkutan
juga disertai stiker informasi jalur trayek dan
kode trayek masing-masing mobil.
Sedangkan keberadaan halte yang ada saat
itu dinilai masih kurang. Halte yang ada
jumlahnya sangat terbatas, dan kondisinya
sudah tidak layak.
Efisiensi dalam kebijakan publik
menurut Dunn (2003:610) adalah seberapa
banyak usaha yang diperlukan untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Usaha yang
dilakukan oleh Dishubkominfo Kota
Tanjungpinang dalam menerapkan kebijakan
trayek dan kode trayek angkutan kota asih
belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah personil di lapangan yang masih
kurang serta sarana dan prasarana yang
masih belum menunjang.
Dari pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti di lapangan, kebijakan trayek dan
kode trayek tidak mencapai target yang
ingin dicapai dikarenakan tidak didukung
oleh jumlah pegawai dan sarana pendukung.
Pegawai yang bertugas melaksanakan
kebijakan trayek dan kode trayek di
lapangan adalah pegawai Bidang
Perhubungan Darat Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika. Sementara
jumlah pegawai yang ada sangat minim,
sehingga dalam pelaksanaannya Bidang
Perhubungan Darat dibantu oleh pegawai
dari bidang lain.
Sarana pendukung kebijakan trayek
dan kode trayek dapat dilihat dari
keberadaan halte, papan informasi jalur
trayek, stiker kode trayek, pos penjagaan
petugas serta terminal dan sub terminal yang
mendukung penerapan kebijakan ini.
Keberadaan sarana ini dinilai masih kurang.
Hal ini dapat dilihat dari kurangnya jumlah
halte yang ada di Kota Tanjungpinang.
Selain itu, kondisi halte yang ada juga sudah
banyak yang tidak layak. Jumlah papan
informasi jalur trayek juga sangat minim.
Sub terminal yang ada di Jalan Merdeka
dinilai sangat sempit, sehingga
menyebabkan kemacetan apabila banyak
angkutan yang menunggu antrian.
Kecukupan adalah seberapa jauh usaha
yang dilakukan oleh Pegawai Dinas
Perhubungan, komunikasi dan Informatika
Kota Tanjungpinang dalam
mengimplementasikan Peraturan Walikota
Tanjungpinang Nomor 60 tahun 2009
tentang Trayek dan Kode Trayek dapat
menyelesaikan permasalahan pelayanan
angkutan dan menertibkan supir angkutan di
Kota Tanjungpinang.
Dari pendapat Informan 1-10, dapat
disimpulkan bahwa para pengusaha P.O,
supir angkutan, dan masyarakat setuju
dengan kebijakan trayek dan kode yang
bertujuan untuk menertibkan para supir
angkutan dan meningkatkan pelayanan
transportasi di Kota Tanjungpinang. Namun,
kebijakan trayek ini harus ditelaah ulang,
16
karena dianggap merugikan beberapa pihak,
yakni dari pihak supir angkutan dan juga
masyarakat.
Kecukupan dalam kriteria kebijakan
publik menurut Dunn (2003:610) adalah
seberapa jauh pencapaian hasil yang
diinginkan memecahkan masalah. Dari
pelaksanaan kebijakan trayek dan kode
trayek di lapangan, dapat dilihat bahwa
dengan adanya kebijakan tersebut pelayanan
transportasi angkutan darat di Kota
Tanjungpinang lebih tertib. Para supir
beroperasi sesuai jalurnya, sehingga daerah/
jalur yang tadinya jarang dilalui oleh
angkutan, dengan adanya jalur trayek maka
ada angkutan yang beroperasi di daerah
tersebut. Namun, hal tersebut tidak berjalan
lama, dikarenakan adanya penolakan dari
para supir untuk melaksanakan Perwako
tersebut. Mereka beranggapan bahwa
dengan adanya pembagian jalur trayek,
dapat mengurangi penghasilan. Hal inilah
yang menyebabkan para supir enggan untuk
melanjutkan operasional berdasarkan jalur
yang telah ditentukan.
Perataan adalah hasil kebijakan yang
dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika dalam
penerapan Peraturan Walikota
Tanjungpinang Nomor 60 Tahun 2009
Tentang Trayek dan Kode Trayek dapat
memuaskan supir angkutan umum dan
masyarakat Kota Tanjungpinang selaku
pengguna jasa angkutan umum.
Dari pendapat Infoman 1-10, dapat
disimpulkan bahwa kebijakan trayek
memberikan dampak yang merugikan bagi
para supir dan masyarakat sebagai pengguna
jasa angkutan, oleh karena itu mereka
menolak jika trayek ini diterapkan kembali.
Padahal tujuan diterapkan trayek dan kode
trayek adalah untuk meningkatkan
pelayanan transportasi di Kota
Tanjungpinang.
Perataan dalam kriteria kebijakan
publik menurut Dunn (2003:610) adalah
apakah manfaat dari suatu kebijakan publik
dirasakan oleh semua kelompok-kelompok
yang berbeda. Penerapan Perwako Nomor
60 Tahun 2009 tentang Trayek dan Kode
Trayek Angkutan di Kota Tanjungpinang
tidak berjalan lancar dikarenakan tidak
memuaskan para supir dan masyarakat. Para
supir merasa dirugikan karena pendapatan
mereka menurun, sedangkan masyarakat
merasa dirugikan karena dengan adanya
pembagian jalur trayek, penumpang dengan
tujuan lintas jalur mereka harus berganti
angkutan di terminal atau sub terminal.
Dengan adanya pergantian atau pindah
angkutan tersebut, penumpang harus
membayar dua kali lipat dari biasanya
sebelum adanya kebijakan trayek dan kode
trayek tersebut.
Responsivitas adalah daya tanggap
dalam pelaksanaan kebijakan untuk
mempermudah pelaksanaan kebijakan
publik. Adapun responsivitas dapat dilihat
dari daya tanggap supir angkutan umum dan
masyarakat sebagai pengguna jasa angkutan
umum.
Pertama, tanggapan para supir
angkutan terhadap diterapkannya Peraturan
Walikota Nomor 60 tahun 2009 tentang
17
Trayek dan Kode Trayek Angkutan Kota
Tanjungpinang.
Dari pendapat Informan 1-10 dapat
disimpulkan bahwa kebijakan trayek dan
kode trayek dianggap merugikan bagi para
supir. Dengan adanya kebijakan trayek dan
kode trayek para supir harus beroperasi
mengikuti jalur yang sudah ditentukan
berdasarkan trayek masing-masing
angkutan, tidak bisa mutar-mutar atau jalur
keliling. Hal inilah yang menyebabkan para
supir pendapatnya berkurang.
Kedua, tanggapan masyarakat sebagai
pengguna angkutan umum terhadap
diterapkannya Peraturan Walikota Nomor 60
tahun 2009 tentang Trayek dan Kode Trayek
Angkutan Kota Tanjungpinang.
Dari beberapa pendapat Informan dapat
disimpulkan bahwa kebijakan trayek dan
kode trayek ini selain merugikan para supir
angkutan, kebijakan trayek juga dianggap
merugikan masyarakat sebagai penumpang.
Jika sebelum adanya kebijakan trayek
penumpang hanya satu kali naik angkutan
sudah sampai ke tempat tujuan, tapi dengan
adanya kebijakan trayek dan kode trayek
yang mengatur jalur angkutan tersebut,
penumpang bisa saja naik angkutan dua kali
apabila lintas jalur. Hal ini menyebabkan
penumpang harus mengeluarkan biaya lebih
untuk membayar ongkos angkutan tersebut.
Responsivitas kebijakan publik
menurut Dunn (2003:610) adalah apakah
hasil kebijakan memuaskan kebutuhan,
preferensi atau nilai-nilai kelompok tertentu.
Penerapan kebijakan trayek dan kode trayek
mendapat penolakan baik dari para supir
maupun masyarakat sebagai penumpang.
Penolakan tersebut dikarenakan para supir
dan penumpang merasa dirugikan. Para
supir berpendapat bahwa dengan adanya
penerapan trayek dan kode trayek
pendapatan mereka menurun. Sedangkan
dengan adanya penerapan trayek dan kode
trayek penumpang harus membayar dua kali
lipat apabila ingin menumpang dengan
tujuan lintas jalur.
Ketepatan adalah hasil dari
pelaksanaan kebijakan Peraturan Walikota
Nomor 60 Tahun 2009 Tentang Trayek dan
Kode Trayek Angkutan Kota Tanjungpinang
ini memberi manfaat dalam pelaksanaannya
baik bagi pemerintah, supir angkutan umum
maupun bagi masyarakat sebagai pengguna
jasa angkutan umum. Ketepatan dapat
dilihat dari berhasil atau tidaknya suatu
kebijakan yang diterapkan. Selain itu, jika
kebijakan tersebut gagal atau tidak berjalan,
maka upaya apa yang harus dilakukan agar
kebijakan tersebut bisa diterapkan.
Pertama, berhasil atau tidaknya suatu
kebijakan. Peraturan Walikota Nomor 60
Tahun 2009 tentang Trayek dan Kode
Trayek Angkutan Kota Tanjungpinang ini
dianggap gagal dilaksanakan karena
kebijakan ini hanya berjalan dalam waktu
yang singkat dan tidak memuaskan bagi
semua pihak.
Dari beberapa pendapat Informan dapat
disimpulkan bahwa kebijakan trayek dan
kode trayek yang diatur dalam Perwako
Nomor 60 Tahun 2009 dinilai gagal. Hal ini
dikarenakan mendapat penolakan dari
sebagian supir dan sebagian masyarakat.
18
Kebijakan trayek dan kode trayek ini hanya
berjalan dalam waktu singkat.
Kedua, upaya yang dilakukan dalam
memperbaiki kebijakan Perwako Nomor 60
Tahun 2009 Tentang Trayek dan Kode
Trayek Angkutan Kota Tanjungpinang.
Dari beberapa pendapat Informan
dapat disimpulkan bahwa kebijakan trayek
dan kode trayek tidak berjalan dikarenakan
ada beberapa permasalahan dalam
penerapannya, diantaranya kurangnya
sosialisasi, pemahaman supir terhadap
kebijakan trayek, sarana dan prasarana serta
pembagian jalur trayek bagi para supir.
Kedepannya, agar kebijakan trayek dan kode
trayek dapat diterapkan kembali, maka
pemerintah Kota Tanjungpinang harus
memperbaiki titik-titik kelemahan dari
penerapan kebijakan tersebut.
Ketepatan suatu kebijakan publik
menurut Dunn (2003:610) adalah apakah
hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar
berguna atau bernilai. Peraturan tentang
penerapan kebijakan trayek dan kode trayek
angkutan kota di Kota Tanjungpinang
dianggap bukan merupakan suatu kebijakan
yang berguna atau bernilai karena dalam
penerapannnya kebijakan tersebut
merugikan beberapa pihak. Hal tersebut
yang mengakibatkan kebijakan trayek dan
kode trayek hanya berlaku dalam waktu
yang singkat.
Implementasi Peraturan Walikota
Nomor 60 Tahun 2009 tentang Trayek dan
Kode Trayek Angkutan Kota Tanjungpinang
ini dianggap gagal dilaksanakan karena
kebijakan ini hanya berjalan dalam waktu
yang singkat dan tidak memuaskan bagi
semua pihak. Kedepannya, agar kebijakan
trayek dan kode trayek dapat diterapkan
kembali, maka pemerintah Kota
Tanjungpinang harus memperbaiki hal-hal
yang menyebabkan kebijakan tersebut gagal
diterapkan di Kota Tanjungpinang. Adapun
hal-hal yang dianggap menyebabkan
kegagalan tersebut adalah pembagian jalur
yang dianggap para supir tidak adil,
kurangnya sosialisasi, kurangnya sarana dan
tidak terlibatnya para supir dalam
perumusan kebijakan tersebut.
E. PENUTUP
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti maka evaluasi Peraturan
Walikota Tanjungpinang Nomor 60 Tahun
2009 Tentang Trayek dan Kode Trayek
Angkutan Kota Tanjungpinang belum
mencapai tujuan, yakni menciptakan
kelancaran, ketertiban dan kenyamanan
dalam penyelenggaraan transportasi,
meningkatkan pelayanan transportasi,
khususnya bagi masyarakat yang berada
jauh dari pusat kota, serta untuk
memfungsikan Terminal Sungai Carang.
Adapun evaluasi kebijakan trayek dan kode
trayek per dimensi adalah sebagai berikut :
a. Efektifitas
Efektifitas dilihat dari hasil yang
dicapai dan upaya yang dilakukan dalam
mensosialisasikan kebijakan trayek dan
kode trayek. Perwako Nomor 60 Tahun
2009 tidak mencapai hasil yang ingin
dicapai karena mendapat penolakan dari
para supir angkutan dan masyarakat
19
sebagai penumpang. Upaya sosialisasi
yang dilakukan masih kurang efektif
karena tidak melibatkan para supir
angkutan.
b. Efisiensi
Efisiensi dilihat dari penggunaan
sumber daya, pegawai dan sarana yang
dibutuhkan. Kebijakan trayek dan kode
trayek tidak mencapai target yang ingin
dicapai dikarenakan tidak didukung oleh
jumlah pegawai dan sarana pendukung.
Jumlah pegawai yang bertugas di
lapangan masih kurang. Sarana
pendukung yang ada juga masih kurang.
c. Kecukupan
Kecukupan dilihat dari seberapa jauh
usaha yang dilakukan dalam
mengimplementasikan kebijakan dapat
menyelesaikan permasalahan pelayanan
angkutan dan menertibkan supir
angkutan di Kota Tanjungpinang.
Kebijakan trayek ini harus ditelaah
ulang, karena dianggap merugikan
beberapa pihak, yakni dari pihak supir
angkutan dan juga masyarakat.
d. Perataan
Perataan dilihat dari hasil kebijakan
yang dilaksanakan dapat memuaskan
supir angkutan umum dan masyarakat
Kota Tanjungpinang selaku pengguna
jasa angkutan umum. Kebijakan trayek
memberikan dampak yang merugikan
bagi para supir dan masyarakat sebagai
pengguna jasa angkutan, oleh karena itu
mereka menolak jika trayek ini
diterapkan kembali.
e. Responsivitas
Responsivitas dilihat dari tanggapan
para supir angkutan dan masyarakat sebagai
penumpang terhadap pelaksanaan kebijakan
trayek dan kode trayek tersebut. Adapun
tanggapan para supir dan penumpang
mereka sama-sama merasa dirugikan dengan
adanya kebijakan tersebut.
f. Ketepatan
Ketepatan dilihat dari berhasil
tidaknya suatu kebijakan dan upaya yang
dilakukan dalam memperbaiki kebijakan
tersebut. Kebijakan trayek dan kode
trayek ini dinilai gagal. Hal ini
dikarenakan mendapat penolakan dari
sebagian supir dan sebagian masyarakat
sehingga hanya berjalan dalam waktu
singkat. Kebijakan trayek dan kode
trayek tidak berjalan dikarenakan ada
beberapa permasalahan dalam
penerapannya, diantaranya kurangnya
sosialisasi, pemahaman supir terhadap
kebijakan trayek, sarana dan prasarana
serta pembagian jalur trayek bagi para
supir.
Berdasarkan hasil penelitian yang
didapat oleh peneliti, maka peneliti
memberikan masukan atau saran yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan bagi
Pemerintah Kota Tanjungpinang yakni
Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan
Informatika dalam meningkatkan pelayanan
transportasi angkutan darat di Kota
Tanjungpinang. Adapun saran-saran tersebut
sebagai berikut :
20
a. Upaya sosialisasi yang dilakukan masih
dinilai kurang efektif. Oleh karena itu,
apabila Pemerintah Kota Tanjungpinang
ingin menerapkan kembali kebijakan
Trayek dan Kode Trayek, maka
sosialisasi yang dilakukan harus
ditingkatkan agar kebijakan tersebut
dapat diterima oleh semua pihak.
b. Jumlah pegawai yang bertugas di
lapangan dan sarana pendukung harus
ditingkatkan mengingat kedua hal
tersebut sangat diperlukan dalam
pelaksanaan kebijakan trayek dan kode
trayek.
c. Pembagian jalur trayek harus ditata
ulang lebih sederhana. Hal ini karena
jalur trayek yang ada dinilai tidak adil,
ada yang dianggap jalur basah dan jalur
kering. Hal tersebut menyebabkan para
supir pilih-pilih dalam pembagian jalur.
d. Jalur trayek angkutan kota yang ada di
Kota Tanjungpinang saat ini dinilai lebih
tepat jika dibagi dalam 2 jalur saja, tidak
sebanyak 6 jalur seperti yang tertuang
dalam Perwako Nomor 60 Tahun 2009.
Hal ini dinilai lebih efektif mengingat
jumlah masyarakat yang menggunakan
angkutan kota dan jumlah angkutan yang
beroperasi sudah jauh berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo, 2006, Politik dan KebijakanPublik. Bandung : AIPI–PUSLITKP2W Lemlit Unpad