EVALUASI PENATALAKSANAAN KASUS MUAL-MUNTAH PADA KEMOTERAPI KANKER PARU-PARU DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA TAHUN 2008 Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi ( S. Farm. ) Program Studi Farmasi Oleh : Felisita Anesti Kusumastuti NIM : 068114084 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EVALUASI PENATALAKSANAAN KASUS MUAL-MUNTAH PADA
KEMOTERAPI KANKER PARU-PARU DI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA TAHUN 2008
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi ( S. Farm. )
Program Studi Farmasi
Oleh :
Felisita Anesti Kusumastuti
NIM : 068114084
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
iii
iv
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kalau kau pernah takut mati, sama..
Kalau kau pernah sakit hati, aku juga iya..
Dan sering kali sial datang dan pergi tanpa permisi kepadamu, suasana hati.. tak
peduli..
Kalau kau kejar mimpimu, selalu..
Kalau kau ingin berhenti, ingat tuk mulai lagi..
Tetap semangat, dan teguhkan hati di setiap hari, sampai nanti..
Tetap melangkah, dan keraskan hati di setiap hari sampai nanti.. sampai mati..
(Sampai nanti sampai mati, Letto)
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Yesus Kristus Pelindung dan Penyelamatku
Ayahanda Ch. Minar Lukito
I bunda Agnes Sri Harianti
Gregorius Ardian Purnomo Adi
Antonius Alfian Yuan Dias Priharta
Almamaterku
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Felisita Anesti Kusumastuti
Nomor Mahasiswa : 068114084
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“Evaluasi Penatalaksanaan Kasus Mual-Muntah pada Kemoterapi Kanker Paru-
paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008” beserta perangkat yang
diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk
media lain, mengelolanya dalam bentuk pengkalan data, mendistribusikan secara
terbatas dan mempublikasikannya dalam internet atau media lain untuk
kepentingan akademis tanpa meminta izin dari saya maupun memberikan royalti
kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 2 Februari 2010
Yang menyatakan
vii
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan
berkat, kesabaran, kekuatan, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang penulis susun berjudul
EVALUASI PENATALAKSANAAN KASUS MUAL-MUNTAH PADA
KEMOTERAPI KANKER PARU-PARU DI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA TAHUN 2008.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberi bimbingan, kesehatan, dan
perlindungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak, Ibu, dan mas Dian atas doa, kasih sayang, perhatian, dan dukungannya
baik moril maupun materiil yang selalu diberikan.
3. Direktur RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi
penulis untuk melakukan penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
4. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen
pembimbing yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan
penelitian ini dan meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, dan
memberikan saran demi terselesaikannya skripsi ini.
5. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah
meluangkan waktu untuk menguji, memberikan saran, semangat, dan masukan
viii
yang berharga dalam proses penyempurnaan skripsi ini.
6. Ibu dr. Fenty, M.Kes.,Sp.PK selaku dosen penguji yang telah meluangkan
waktu untuk menguji, member saran, semangat, dan masukan yang berharga
dalam proses penyempurnaan skripsi ini.
7. Karyawan di Diklit dan bagian Catatan Medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
yang telah membantu kelancaran pengambilan data dalam penelitian ini.
8. Uti dan Akung (Alm) beserta keluarga besar di Borobudur atas doa, perhatian,
kasih sayang, dan dukungan untukku.
9. Antonius Alfian Yuan Dias P atas doa, perhatian, cinta dan cita-cita,
kesabaran, serta dukungan yang sangat besar dan berkesan untukku.
10. Reno, terimakasih atas kebersamaan, suka dan duka, dan rasa saling
memotivasi selama penyusunan skripsi ini.
11. Pak Mukmin, Mas Narto, dan Mas Dwi selaku Staff Sekretariat Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma, terimakasih telah membantu dalam
memperlancar administrasi hingga tersusunnya skripsi ini.
12. Teman-teman diskusi sepert Lia, Valida, Fea, Winny, dan Yunni atas
masukan-masukannya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
13. Teman-teman Farmasi angkatan 2006 khususnya minat FKK atas
kebersamaan dan perjuangan menuju cita-citanya yang dihiasi dengan sorak-
sorak semangat yang membara. Terimakasih dan selalu semangat!
14. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis hingga
tersusunnya skripsi ini.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak terdapat
ix
kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu farmasi pada khususnya dan kemajuan ilmu pengetahuan
pada umumnya.
Yogyakarta, 20 Januari 2010
penulis
x
xi
INTISARI
Kemoterapi merupakan salah satu pengobatan kanker paru-paru. Kemoterapi dilakukan dengan memberikan obat-obat sitostatika yang mekanisme
kerjanya akan merusak DNA atau bertindak sebagai inhibitor umum pada pembelahan sel. Kemoterapi ini dapat memberikan efek samping yang merugikan
pasien salah satunya yaitu mual-muntah. Berkaitan dengan hal itu maka dilakukan penelitian mengenai penatalaksanaan mual-muntah pada kemoterapi kanker paru-paru.
Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan mengikuti rancangan deskriptif yang bersifat retrospektif dengan menggunakan data rekam
medik pasien kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008. Analisis data dilakukan secara kualitatif dalam bentuk tabel yang disajikan secara deskriptif dan dievaluasi berdasarkan Drug Related Problems (DRPs).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 terbanyak pada interval tahun 50 - <60 tahun
(33%), pada stadium III yaitu sebanyak 26%, dengan jumlah penyakit penyerta terbanyak adalah hipertensi sebanyak 4 kasus. Ada 27 pasien mengalami mual-muntah pada kemoterapi kanker paru-paru. Dari 27 kasus mual-muntah tersebut
terdapat 48 episode DRPs yaitu butuh tambahan terapi obat sebanyak 27 kasus, obat tidak tepat 20 kasus, dan dosis terlalu tinggi 1 kasus. Presentasi dampak
terapi mual-muntah yaitu 41% masih mual dan 59% membaik. Kata kunci : kanker paru-paru, kemoterapi, mual-muntah, Drug Related Problems
(DRPs)
xii
ABSTRACT
One of lung cancer therapy is chemotherapy. Chemotherapy were executed by cytology medicine that will destroying DNA or personating as
common inhibitor to bisection of cell. This chemotherapy was causing side effects included nausea and vomiting. From that causes, today were performed the
research about the procedure of nausea and vomiting case management in chemotherapy. This research counted the non-experimental research by following the
descriptive design with retrospective characteristic, then using the medical record data from lung cancer patient at RSUP Dr. Sardjito in the period of 2008. The data
analysis were performed by qualitative in the table form which presenting by descriptive and evaluated by Drug Related Problems method (DRPs). The result was presenting lung cancer in RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta in
the period of 2008, there is more in age interval 50 - <60 years old (33%), in III stadium 26%, with the other desease like hypertension became the most, on 4
cases. There were 27 patient feel nausea vomiting, 48 chemotherapy episodes feel DRPs, that 27 cases need for additional drug therapy, 20 cases wrong drug, and 1 cases dosage too high. The effect from nausea-vomiting cases management
presentation 59% becomes better and 41% not yet secured.
Keywords : lung cancer, chemotherapy, nausea-vomiting, Drug Related Problems (DRPs)
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS …………………………. vi
PRAKATA ........................................................................................................ vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................................. x
INTISARI.......................................................................................................... xi
ABSTRAC ......................................................................................................... xii
DAFTAR ISI...................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xx
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxi
BAB I. PENGANTAR
A. Latar Belakang................................................................................ 1
Lampiran 1. Data 10 besar diagnosa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 2008 ……………………………………….. 71
Lampiran 2. Data pasien kasus mual-muntah pada kemoterapi kanker paru-paru
di RSUD Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008…………………. 72
Lampiran 3. Rangkuman DRPs pada penatalaksanaan kasus mual-muntah
kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2008……………………………………………..……….... 93
Lampiran 4. Daftar komposisi obat yang digunakan pada kasus mual-muntah
kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Tahun 2008 ……………………………………………………. 105
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kanker paru-paru merupakan perkembangan yang tidak terkendali dari
sel-sel abnormal dari salah satu atau kedua sisi paru, sementara sel-sel jaringan
paru yang normal tumbuh dan berkembang dalam jaringan paru yang sehat, sel-sel
yang tidak normal tumbuh dan berkembang secara cepat tidak pada jaringan paru
yang normal. Kumpulan sel-sel kanker tersebut merusak dan menganggu kerja
paru (Anonim, 2004). Kanker paru-paru merupakan penyakit yang paling banyak
menyebabkan kematian pada pria-pria dan wanita-wanita di seluruh dunia
dibandingkan dengan kanker jenis lainnya. The American Cancer Society
memperkirakan bahwa 213.380 kasus-kasus baru kanker paru-paru di Amerika
akan didiagnosis dan 160.390 kematian-kematian yang disebabkan kanker paru-
paru akan terjadi pada tahun 2007. Kanker paru-paru sebagian besar adalah suatu
penyakit dari orang tua, hampir 70% dari orang-orang yang terdiagnosis dengan
kondisi ini adalah berumur diatas 65 tahun, kurang dari 3% kasus-kasus terjadi
pada orang-orang dibawah umur 45 tahun (Anonim, 2009a). Di Indonesia, kanker
paru-paru menjadi penyebab kematian utama kaum pria dan lebih dari 70% kasus
kanker itu baru terdiagnosis pada stadium lanjut (stadium IIIB atau IV) sehingga
hanya 5 % penderita yang bisa bertahan hidup hingga 5 tahun setelah dinyataka n
positif (Anonim, 2006a).
2
Salah satu penanganan kanker paru-paru adalah melalui kemoterapi.
Kemoterapi merujuk pada pemberian obat-obat yang menghentikan pertumbuhan
sel-sel kanker dengan membasmi mereka atau mencegah mereka
membelah/membagi. Kemoterapi mungkin diberikan sendirian, sebagai suatu
adjuvant pada terapi operasi, atau dalam kombinasi dengan radioterapi.
Kemoterapi menyebabkan terjadinya pelepasan substansi serotonin (5-
HT), dan zat kimia lain dalam usus yang dapat menstimulasi pusat muntah dan
dapat menyebabkan muntah (Anonim, 2006a). Sekitar 70% sampai 80% pasien
yang menerima kemoterapi mengalami mual-muntah, dan 10% sampai 44% dari
jumlah tersebut pasien mengalami mual dan atau muntah tipe anticipatory
(DiPiro, 2005). Tingginya angka kejadian mual dan muntah akibat kemoterapi
menjadi dasar pentingnya dilakukan penelitian mengenai penatalaksanaan mual
dan muntah pada kemoterapi kanker paru-paru.
Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang berada di
Jalan Kesehatan 01 Sekip Yogyakarta 587333. RSUP Dr. Sardjito mempunyai
pelayanan terpadu spesialis kanker di Instalasi Kanker “Tulip” dan merupakan
rumah sakit rujukan yang memiliki banyak kasus yang menarik untuk dievaluasi
penatalaksanaannya terutama kasus mual dan muntah. Visi dari RSUP Dr.
Sardjito yaitu menjadi salah satu rumah sakit unggulan dalam bidang pelayanan,
pendidikan dan penelitian di Asia Tenggara tahun 2010 yang bertumpu pada
kemandirian, sedangkan misinya yaitu memberikan pelayanan kesehatan yang
paripurna, bermutu dan terjangkau masyarakat, melaksanakan pendidikan dan
pelatihan di bidang kesehatan untuk menghasilkan SDM yang berkualitas,
3
menyelenggarakan penelitian dan pengembangan IPTEK Kesehatan yang
berwawasan global, meningkatkan kesejahteraan karyawan; dan meningkatkan
pendapatan untuk menunjang kemandirian rumah sakit (Anonim, 2009c). Menurut
data 10 besar diagnosa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008, peringkat
pertama diduduki oleh kemoterapi kanker. Dapat dikatakan bahwa pada tahun
2008 sebagian besar pasien datang ke RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta untuk
melakukan program kemoterapi kanker. Semakin banyak kasus kemoterapi
memungkinkan semakin banyak pula kejadian Drug Related Problems (DRPs)
pada penanganan efek samping kemoterapi. Berdasarkan hal tersebut maka
dilakukan penelitian tentang evaluasi penatalaksanaan mual dan muntah sebagai
efek samping kemoterapi pada pasien kanker paru-paru agar dapat tercapainya
pengobatan yang optimal.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
a. Seperti apakah profil pasien kanker paru-paru yang mengalami mual-
muntah di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 yang meliputi
umur, stadium, penyakit penyerta, dan riwayat merokok?
b. Seperti apakah profil pengobatan kasus kemoterapi kanker paru-paru
yang mengalami mual-muntah di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun
2008 meliputi golongan obat, jenis obat, dan kelas terapi?
4
c. Seperti apakah strategi penatalaksanaan mual-muntah pada kemoterapi
kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 meliputi
terapi obat, golongan, dan jenis obat yang diberikan?
d. Seperti apakah DRPs yang timbul pada penatalaksanaan kasus mual-
muntah pada kemoterapi kanker paru-paru yang meliputi keadaan: butuh
tambahan terapi obat, tidak perlu terapi obat, pilihan obat tidak tepat,
dosis terlalu rendah, adverse drug reactions, dosis terlalu tinggi?
2. Keaslian Karya
Berdasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian
mengenai penatalaksanaan kasus mual dan muntah pada kemoterapi kanker
paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 belum pernah
dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai penatalaksanaan kasus mual dan muntah pada kemoterapi
kanker paru-paru.
b. Manfaat praktis
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam usaha peningkatan mutu pelayanan kesehatan dalam hal
penatalaksanaan kasus mual-muntah pada kemoterapi kanker paru-paru.
5
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi
penatalaksanaan kasus mual-muntah pada kemoterapi kanker paru-paru di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan profil pasien kanker paru-paru yang mengalami mual-
muntah di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 yang meliputi umur,
stadium, penyakit penyerta, dan riwayat merokok.
b. Menggambarkan profil pengobatan kasus kemoterapi kanker paru-paru
yang mengalami mual-muntah di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun
2008 meliputi golongan obat, jenis obat, dan kelas terapi.
c. Menggambarkan strategi penatalaksanaan kasus mual dan muntah pada
kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008
meliputi terapi obat, golongan, dan jenis obat yang diberikan.
d. Menggambarkan DRPs yang timbul pada penatalaksanaan kasus mual dan
muntah pada kemoterapi kanker paru-paru yang meliputi keadaan: butuh
tambahan terapi obat, tidak perlu terapi obat, pilihan obat tidak tepat, dosis
terlalu rendah, adverse drug reactions, dosis terlalu tinggi.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kanker Paru-paru
1. Definisi
Kanker paru-paru adalah tumor padat yang berasal dari sel-sel epitel bronkial.
Berdasarkan perbedaan sejarah dan respon terapinya kanker paru-paru dibedakan menjadi
non-small cell cancer dan small cell lung cancer (SCLC) (DiPiro, 2009).
Gambar 1. Kanker Paru-paru (Joshi, 2008).
7
1. Epidemiologi
Prevalensi kanker paru-paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun
2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua
kanker baru yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28%
dari seluruh kematian akibat kanker), di Inggris prevalensi kejadiannya
mencapai 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4
terbanyak, di RS Dharmais Jakarta tahun 1998 menduduki urutan ke 3 sesudah
kanker payudara dan leher rahim. Angka kematian akibat kanker paru-paru di
seluruh dunia mencapai kurang lebih satu juta penduduk tiap tahunnya.
Karena sistem pencatatan kita yang belum baik prevalensi pastinya belum
diketahui tetapi klinik tumor dan paru di Rumah Sakit merasakan benar
peningkatannya. Di negara berkembang lain dilaporkan insidennya naik
dengan cepat antara lain karena konsumsi rokok berlebihan seperti di China
yang mengkonsumsi 30% rokok dunia. Sebagian besar kanker paru-paru
mengenai pria (65%) dengan life time risk 1:13 dan pada perempuan 1:20
(Amin, 2006).
Sebuah artikel menceritakan bahwa kemampuan untuk bertahan hidup
selama lima tahun dari penderita NSCLC bervariasi tergantung dari
stadiumnya. Stage I memiliki survival terbaik yaitu mendekati 50%. Kira-
kira 25% dari pasien stadium II dapat bertahan selama 5 tahun dan 8% untuk
pasien stadium III. Penelitian mengatakan hanya 2% pasien stadium IV dapat
bertahan hidup selama lima tahun. Pada jenis SCLC sebanyak 10-50% dari
pasien stadium terbatas dan antara 1-2% untuk SCLC stadium extensive
8
(Valentino, 2010). Kemampuan ketahanan hidup selama 2 tahun juga
dipaparkan pada sebuah penelitian di Rumah Sakit Kanker Dharmais yang
hasilnya 10,02% untuk stadium IV dan 25,96% untuk stadium ≤ IIIB (Rasyid,
2001).
2. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain penyebab kanker paru-paru yang
pasti belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat
yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping
adanya faktor lain separti sistem kekebalan tubuh, genetik, dan lain- lain
(Amin, 2006).
Umumnya kanker paru-paru disebabkan oleh karsinogen yang berasal
dari rokok. Prevalensi merokok di Amerika adalah 28 % untuk laki- laki dan
25% untuk perempuan keduanya dari kalangan usia 18 tahun ke atas, dan 38%
untuk perokok usia pelajar SMA. Resiko perkembangan kanker paru-paru
meningkat sekitar 13 kali lipat pada perokok aktif dan sekitar 1,5 kali lipat
pada perokok pasif yang terpapar asap rokok dalam waktu yang lama.
Penyakit chronic obstructive pulmonary, yang juga berhubungan dengan
rokok, meningkatkan resiko kanker paru-paru menjadi semakin luas (Minna,
2001). Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari
dengan tingginya insiden kanker paru-paru. Dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok
berat akan menderita kanker paru-paru. Perokok pasif pun akan beresiko
terkena kanker paru-paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25
tahun pada usia dewasa akan terkena kanker paru-paru dua kali lipat
9
dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang hidup dengan
suami/pasangan perokok juga terkena resiko kanker paru-paru 2-3 kali lipat.
Diperkirakan 25% kanker paru-paru dari bukan perokok adalah berasal dari
perokok pasif. Insiden kanker paru-paru pada perempuan di USA dalam 10
tahun terakhir juga naik menjadi 5% per tahun, antara lain karena
meningkatnya jumlah perempuan perokok dan sebagai perokok pasif
(Amin,2006).
Usaha untuk menghimbau orang-orang supaya tidak merokok sudah
dilakukan tetapi menghentikan merokok memang hal yang sangat sulit, karena
kebiasaan merokok menggambarkan kekuatan sifat adiksi terhadap nikotin
sehingga mencegah orang untuk memulai merokok adalah tindakan yang lebih
efektif, dan upaya itu perlu ditargetkan untuk anak-anak (Minna, 2001).
3. Patofisiologi
Kanker paru-paru berasal dari sel-sel epitel majemuk yang berpotensi
setelah terkena karsinogen akan menyebabkan peradangan kronis yang
mengarah ke genetik dan perubahan sitologi dan akhirnya untuk karsinoma.
Aktivasi protooncogen, inhibisi atau mutasi tumor gen supresor, dan
produksi dari faktor pertumbuhan autokrin berkontribusi pada proliferasi
seluler dan transformasi ganas. Perubahan molekular, seperti mutasi P53 dan
ekspresi berlebihan dari reseptor faktor pertumbuhan epidermal juga
mempengaruhi prognosis penyakit dan respon terhadap terapi.
Merokok merupakan faktor resiko dari 80% kasus kanker paru-paru.
Faktor-faktor risiko lainnya adalah paparan pernapasan terhadap karsinogen
10
misalnya asbes dan benena, faktor- faktor risiko genetik, dan sejarah penyakit
paru-paru lainnya misalnya tuberculosis dan fibrosis paru.
Jenis sel utama adalah SCLC (~ 15% dari semua kanker paru-paru),
adenokarsinoma (~ 50%), karsinoma sel skuamosa (kurang dari 30%), dan
karsinoma sel besar (large cell carcinoma). Tiga jenis yang terakhir
dikelompokkan bersama-sama dan disebut sebagai NSCLC (DiPiro, 2009).
4. Tanda dan ge jala
Tanda dan gejala kanker paru-paru dapat dikelompokkan menjadi tiga
subdivisi yaitu pulmonary, extrapulmonary, dan sindrom paraneoplastik.
Membedakan antara kelas-kelas ini penting karena dapat membantu dalam
menentukan tingkat keparahan penyakit, panduan pilihan pengobatan, dan
mempengaruhi prognosis.
a. Gejala pulmonary
Merupakan gejala karena efek langsung dari tumor primer yang sering
muncul pertama dan yang paling umum. Gejala ini antara lain:
1) Batuk
2) Nyeri dada
3) SVC obstruksi
4) Sesak napas
5) Disfagia
6) Hemoptisis
7) Pleura efusi
11
b. Gejala extrapulmonary
Setelah tumor menginvasi jaringan di luar rongga pleura, itu dapat
menghasilkan beragam gejala, antara lain:
1) Nyeri tulang
2) Adrenal insufisiensi
3) Kebingungan
4) Perubahan kepribadian
5) Pembesaran kelenjar getah bening
6) Berat badan menurun
7) Kejang
8) Mual
9) Gejala focal neurologis
10) Horner’s syndrome
11) Kelelahan
12) Sakit kepala
13) Muntah
14) Nodul kulit bawah kulit
c. Sindrom paraneoplastik
Sindrom paraneoplastik merupakan gejala yang bukan merupakan hasil
dari efek langsung dari tumor ini disebut sindrom paraneoplastik. Gejala ini
mungkin disebabkan oleh bahan yang dikeluarkan oleh tumor atau sebagai
respons terhadap tumor dan sering terjadi di jaringan jauh dari lokasi
keganasan. Sindrom paraneoplatik banyak tejadi dan mempengaruhi
12
berbagai sistem, termasuk endokrin, neurologis, kerangka, ginjal,
metabolik, vaskular, dan sistem hematologi.
Gejala klinis terlihat tidak umum sampai kanker paru-paru tumor
menjadi besar dan / atau metastasis. Ini adalah kunci faktor dalam buruknya
prognosis yang terkait dengan kanker paru-paru. Pasien yang didiagnosis
klinis pada tahap awal lebih mungkin untuk merespon pengobatan daripada
mereka di tahap-tahap selanjutnya. Oleh karena itu, pada diagnosis kanker
paru-paru sangat penting dilakukan pemeriksaan sebelumnya dan
identifikasi tanda dan gejala awal. Teknik penyaringan belum cukup halus
untuk menunjukkan tingkat tinggi dari sensitivitas dan spesifisitas sehingga
mengidentifikasi pasien kanker paru-paru pada presentasi gejala adalah
yang paling penting (Chisholm-Burns, 2008).
5. Diagnosis
Prosedur diagnosis pada kanker paru-paru meliputi:
a. Foto rontgen dada secara posterior-anterior (PA) dan lateral
Pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker
paru-paru.penelitian dari Mayo Clinic USA, menhatakan bahwa 61% tumor
paru terdeteksi dalam pemeriksanaan rutin dengan foto rongent dada biasa
sedangkan pemeriksaan sitologi sputum hanya bisa mendeteksi 19%.
b. Pemeriksaan Computed Tomography dan Magnetic Resonance Imaging
Pemeriksaan CT Scan pada torak lebih sensitif daripada pemeriksaan
foto dada biasa karena bisa mendeteksi kelainan atau nodul dengan
diameter antara 3 mm, walaupun positif palsu untuk kelainan sebesar itu
13
mencapai 25-60%. Bila fasilitas ini memungkinkan, pemeriksaan CT Scan
bisa sebagai pemeriksaan skrining kedua setelah foto dada biasa.
Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dikerjakan,
karena hanya terbatas untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi ke
dalam vertebra, medula spinal, mediastum, di samping biayanya juga
mahal.
Pemeriksaan MRI torak tidak lebih superior dibandingkan CT Scan
torak.Saat ini sedang dikembangkan teknik imaging yang lebih akurat yakni
Positron Emission Tomography (PET) yang dapat membedakan tumor
jinak dan ganas berdasarkan perbedaan biokimia dalam metabolisme zat-zat
seperti glukosa, oksigen, protein, asam nukleat.
Tumor yang kurang dari 1 cm, agar sulit dideteksi karena ukuran kecil
tersebut kurang diresolusi oleh PET Scanner. Sensitivitas dan spesifitas
cara PET ini dilaporkan 83-93% sensitif dan 60-90% spesifik. Beberapa
positif palsu juga ditemukan pada lesi inflamasi dan infeksi seperti
aspergilosis dan tuberkulosis. Sungguhpun begitu dari beberapa penelitian
diketahui bahwa PET mempunyai nilai akurasi lebih baik daripada
pemeriksaan CT Scan.
c. Pemeriksaan Bone Scanning
Pemeriksaan ini diperlukan apabila diduga ada tanda-tanda metastasis
ke tulang. Insiden tumor Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) ke tulang
dilaporkan sebesar 15%.
14
d. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada
keluhan seperti batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu menghasilkan hasil
positif karena tergantung pada letak tumor terhadap bronkus, jenis tumor,
teknik mengeluarkan sputum, jumlah sputum yang diperiksa (dianjurkan
pemeriksaan 3-5 berturut-turut), dan waktu pemeriksaan sputum (sputum
harus segar).
Pada kanker paru-paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum
yang baik dapat memberikan hasil positif sampai 67-85% pada karsinoma
sel skuamosa. Pemeriksaan sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin
dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru-paru.
e. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru-
paru untuk mendapatkan spesimennya dapat dengan cara biopsi melalui
bronkoskopi (Amin, 2006).
6. Stadium
The American Joint Committee on Cancer telah menegakkan sebuah
dasar pengklasifikasian stadium dari kanker paru-paru ke dalam ukuran dan
luas tumor (T), adanya kelenjar getah bening (KGB) yang terlibat (N), dan ada
atau ketiadaan metastase (M). Faktor TNM ini untuk menunjukkan perbedaan
kelompok stadium.
15
Tabel I. TNM (Tumor, Node, Metastase) International Staging System untuk
kanker paru-paru (DiPiro, 2005).
Tabel II. Klasifikasi kanker paru-paru berdasarkan TNM (DiPiro, 2005).
Keterangan:
Tx : positif terdapat tumor ganas, tetapi tidak terlihat adanya lesi Tis : carcinoma in situ
T1 : tumor, diameter < 3 cm T2 : tumor, diameter > 3 cm atau terdapat atelektasis pada distal hilus
T3 : tumor ukuran apapun meluas ke pleura, dinding dada, diafragma, perikardium, < 2 cm dari carina, terdapat etelektasis total.
T4 : tumor ukuran apapun invasi ke mediastinum, janutng, great vessel, trakhea, esofagus, badan bagian tulang belakang, atau carina, atau terdapat efusi pleura malignant
No : tidak ada keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) yang terlibat N1 : metastasis KGB bronkopulmoner atau ipsilateral hilus N2 : metastasis KGB mediastinal atas sub carina
N3 : metastasis KGB mediastinal kontra lateral atau hilus atau KGB skaleneus atau supraklavikular
Mo : tidak ada metastasis jinak M1 : metastasis jinak pada organ (otak, hati, dll)
7. Penatalaksanaan Terapi
Pengobatan kanker paru-paru memiliki tujuan kuratif, paliatif, dan
suportif. Pada tujuan kuratif, terapi kanker menyembuhkan atau
memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup
16
pasien. Sedangkan tujuan paliatif, terapi kanker mengurangi dampak kanker,
meningkatkan kualitas hidup. Pada terapi suportif, terapi kanker menunjang
pengobatan kuratif paliatif dan terminal seperti pemberian nutrisi, tranfusi
darah dan komponen darah, growth factors obat anti nyeri dan anti infeksi.
Hasil yang ingin dicapai adalah mengeradikasi sel kanker (Amin, 2006).
Terdapat beda fundamental perangai biologis Non Small Cell Lung
Cancer (NSCLC) dengan Small Cell Lung Cancer (SCLC) sehingga
pengobatannya harus dibedakan.
Staging TNM yang didasarkan pada ukuran tumor (T), kelenjar getah
bening yang terlibat (N), dan ada tidaknya metastase bermanfaat sekali dalam
penentuan tatalaksana NSCLC. Staging dimulai dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti dengan perhatian khusus kepada keadaan
sistemik, kardio pulmonal, neurologi, dan skeletal.
Terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium I atau II. Survival
pasien yang dioperasi pada stadium I mendekati 60%, pada stadium II 26-37%
dari IIA 17-36,3%. Pada stadium IIIA masih ada kontroversi mengenai
keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum epsilateral atau dinding torak
terdapat metastase.
Pasien stadium IIIB dan IV tidak dioperasi. Combined modality therapy
yaitu gabungan radiasi, kemoterapi dengan operasi (dua atau tiga modalitas)
dilaporkan memperpanjang survival dari studi-studi yang masih berlangsung.
Pada beberapa kasus yang inoperable, radioterapi dilakukan sebagai
pengobatan kuratif dan bisa juga sebagi terapi adjuvan/paliatif pada tumor
17
dengan komplikasi seperti mengurangi efek obstruksi/penekanan terhadap
pembuluh darah/bronkus.
Pasien dengan metastase sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat tumor
sudah merambat sebatas sayatan operasi maka radiasi post operasi dianjurkan
untuk diberikan. Radiasi preoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor pada
pancoast tumor atau stadium IIIB dilaporkan bermanfaat dari beberapa sentra
kanker.
Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari
stadium IIIA dan untuk pengobatan paliatif. Kemoterapi adjuvan diberikan
mulai dari stadium II dengan sasaran lokoregional tumor dapat direseksi
lengkap, cara pemberian diberikan setelah terapi lokal definitif dengan
pembedahan, radioterapi atau keduanya (Amin, 2006).
A. Kemoterapi
Salah satu pengobatan kanker paru yaitu dengan kemoterapi. Tujuan
kemoterapi adalah mengendalikan dan mengurangi jumlah sel kanker. Kemoterapi
dilakukan dengan obat sitostatika yang akan merusak DNA atau bertindak sebagai
inhibitor umum pada pembelahan sel. Kemoterapi dapat dilakukan secara tunggal
maupun kombinasi (Prayogo, 2003).
Pemberian obat kemoterapi tidak sama dengan pemberian obat lain. Obat-
obat kemoterapi merupakan toksik untuk semua sel sehingga selain membunuh
sel-sel kanker juga mengganggu sel normal. Mekanisme kerja obat kemoterapi
pada umumnya berdasarkan atas gangguan pada salah satu proses sel yang
normal, karena tidak ada perbedaan kualitatif antara sel kanker dengan sel normal
18
maka semua antikanker bersifat mengganggu sel normal (sitotoksik), mekanisme
obat kemoterapi tersebut adalah:
1. Alkilator, mekanisme kerjanya dengan memindahkan gugus alkil ke bagian-
bagian sel tumor. Alkilasi DNA diduga merupakan interaksi utama yang dapat
membunuh sel tumor.
2. Antimetabolit, anti purin dan anti pirimidin mengambil tempat dari purin dan
pirimidin dalam pembentukan nukleosida, sehingga mengganggu berbagai
reaksi penting dalam tubuh. Metabolisme purin dan pirimidin lebih tinggi pada
sel kanker daripada sel normal sehingga penghambatan sintesis DNA sel
kanker oleh obat ini lebih kuat dibanding terhadap sel normal. Contoh dari
obat golongan ini adalah metotreksat, antagonis purin (6-thiopurin, fludarabin,
atau Granisetron 1-2 mg p.o atau 1 mg p.o bid atau 0,01 mg/kg (maks. 1 mg) i.v
Dolasetron 100 mg p.o atau 1,8 mg/kg i.v atau 100 mg i.v dan
dexamethasone 8mg atau 5-HT3 antagonis reseptor di hari ke 2-4 atau aprepitant 80mg di hari
2-3dengan atau tanpa dexamethasone 8mg di hari 2-4,
dengan atau tanpa lorazepam
57
pada hari.
16 Mual-muntah
tipe akut (kategori
emetic high risk)
Pasien sudah diberi
dexamethasone 2 ampul (40ml).
Menurut guideline, mual-
muntah tipe ini dapat diterapi dengan Aprepitan 125 mg p.o
hari 1, Dexamethasone 12 mg p.o/i.v hari 1, Antagonis 5 HT3 dan dexamethasone 8mg di hari
ke 2-4 ditambah aprepitant 80mg di hari 2 dan 3, dengan
atau lorazepam hari ke 1-4. Pasien sudah mendapatkan dexamethasone. Sehingga
Memberikan tambahan terapi berupa Aprepitan dan Antagonis
5HT3. Berikan sesuai dosis dan aturan pakai sesuai ketentuan.
1b, 6, 7,
9a dan 9b
Mual-muntah
tipe anticipatory
Pasien
mendapatkan dexamethasone dan
ondansetron sebelum kemoterapi.
Menurut guideline, mual-
muntah anticipatory dapat dicegah dengan memberikan
Alprazolam 0,5-2 mg p.o malam hari atau Lorazepam 0,5-2 mg pada malam hari sebelum dan
pagi saat kemoterapi diberikan. Apabila sudah terjadi maka
metode nonfarmakologi seperti hipnosis, relaksasi dengan terapi musik dapat dicoba.
Pasien ini perlu diberikan obat antiemetik untuk mencegah
mual-muntah yang lebih hebat pada saat pasca kemoterapi.
8b dan
10
Mual-muntah
tipe delayed (kategori
emetic low risk)
Pasien tidak diberi
obat antiemetik atau diresepkan
antiemetik saat pulang untuk mencegah kejadian
mual-muntah yang tidak termonitor
oleh tenaga medis.
Menurut guideline, pasien yang
mual-muntah tipe ini perlu diberi obat metochlopramide
dengan atau tanpa diphenhydramine, dexamethasone 12 mg, atau
prochlorperazine dengan atau tanpa lorazepam.
58
Tabel XXI. DRPs Obat tidak tepat pada kasus kemoterapi kanker paru-
paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008
No Kasus Problem Assessment Recommendation
2 Mual-muntah tipe
anticipatory
Pasien diberi vomceran®
(Ondancetron HCl). Ondansetron
dan dexamethasone bukan pilihan obat
yang tepat untuk mencegah mual-
muntah anticipatory.
Menurut guideline, mual-muntah anticipatory dapat
diterapi dengan memberikan alprazolam 0,5-2 mg p.o
malam hari atau lorazepam 0,5-2 mg pada malam hari sebelum dan pagi saat
kemoterapi diberikan. Apabila sudah terjadi maka
metode nonfarmakologi seperti hipnosis, relaksasi dengan terapi musik dapat
dicoba.
1a, 4, 5, 16,
17a, 17b, 17c, 20a.
Mual-muntah
tipe akut (kategori emetic moderat risk)
Pasien diberi
Sotatic®(metochlopramide). Menurut guideline,
metochlopramide bukan pilihan obat
yang tepat untuk mengatasi mual-muntah tipe akut.
Mual tipe ini perlu diberi 5-
HT3 antagonis reseptor (ondansetron, granisetron, dolasetron, atau
palonosetron), dexamethasone 12mg dan
aprepitan 125mg, dengan atau tanpa lorazepam sebelum kemoterapi.
8a Mual-muntah tipe akut
(emetic moderat risk)
Pasien diberi omeprazole dan
ondansetron 1 ampul (8mg/4ml). Menurut guideline,
omeprazole bukan pilihan obat yang
tepat untuk mengatasi mual-muntah tipe akut
ini.
Pasien sudah mendapatkan ondansetron sehingga
memerlukan tambahan berupa dexamethasone 12mg dan aprepitan 125mg
dengan atau tanpa lorazepam.
15 Pasien
mengalami mual tipe akut
(emetic high risk).
Pasien
mendapatkan injeksi Sotatic®
(metochlopramide HCl). Menurut
Mual tipe ini perlu diberi
Aprepitan 125 mg p.o hari 1, Dexamethasone 12 mg
p.o/i.v hari 1, Antagonis 5 HT3 dan dexamethasone
59
guideline,
metochlopramide bukan pilihan obat
yang tepat untuk diberikan pada kasus mual-
muntah tipe ini.
8mg di hari ke 2-4 ditambah
aprepitant 80mg di hari 2 dan 3, dengan atau
lorazepam hari ke 1-4. Pasien sudah mendapat ondansetron 8mg, sehingga
perlu diberi tambahan terapi berupa aprepitan,
dexamethasone, dengan atau tanpa lorazepam.
12, 13, 3a,
18
Pasien
mengalami mual tipe
delayed (emetic high risk)
Pasien
mendapatkan obat yaitu
metoclopramid. Metochlopramide bukan pilihan obat
yang tepat untuk mengatasi mual-
muntah pada kasus ini.
Menurut guideline, mual-
muntah tipe delayed akibat penggunaan obat
kemoterapi emetic high risk dapat diterapi dengan Aprepitan 125 mg p.o hari
1, Dexamethasone 12 mg p.o/i.v hari 1, Antagonis 5
HT3 dan dexamethasone 8mg di hari ke 2-4 ditambah aprepitant 80mg di hari 2
dan 3, dengan atau lorazepam hari ke 1-4.
6, 1b, 7, 9a, dan 9b
Pasien mengalami mual tipe
anticipatory
Pasien mendapatkan dexamethasone
dan ondansetron sebelum
kemoterapi. Dexamethasone dan ondansetron
bukan pilihan obat yang tepat untuk
mencegah mual-muntah anticipatory.
Menurut guideline, pasien dengan mual-muntah anticipatory perlu diberi
Alprazolam 0,5-2 mg p.o malam hari atau
Lorazepam 0,5-2 mg pada malam hari sebelum dan pagi saat kemoterapi
diberikan. Apabila sudah terjadi maka metode
nonfarmakologi seperti hipnosis, relaksasi dengan terapi musik dapat dicoba.
60
Tabel XXII. DRPs dosis terlalu tinggi pada kasus kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008
No Kasus Problem Assessment Recommendation
16 Mual-muntah tipe akut emetic
high risk)
Pasien diberi 2 ampul dexamethasone (=
40 mg) setiap 12 jam.
Menurut guideline, dosis dexamethasone 12mg. Perlunya dilakukan
penyesuaian dosis sesuai ketentuan.
D. Dampak Terapi Kasus Mual-Muntah pada Kemoterapi Kanker
Paru-paru
Pada penelitian ini dampak terapi dilihat dari dampak terapi mual-
muntah pada setiap kali kemoterapi. Hasilnya didapat hasil persentase dampak
terapi mual-muntah pada kemoterapi yaitu 41% masih mual dan 59% membaik.
Salah satu penyebab belum membaiknya keluhan mual-muntah adalah pasien
tidak diberi antiemetik sebagai tindakan pencegahan maupun pengobatan di
rumah sakit atau saat keluar dari rumah sakit.
Gambar 8. Persentase dampak terapi kasus mual-muntah pada kemoterapi kanker paru-paru
61
Menurut standar, terapi perlu dilakukan peresepan antiemetik sebagai
upaya pencegahan mual-muntah pada kemoterapi dan perlu dilakukannya
monitoring kejadian mual-muntah yang tidak termonitor oleh tenaga medis. Pada
penelitian banyak ditemukan pasien pulang setelah kemoterapi selesai, sehingga
mual-muntah dapat terjadi diluar monitor tenaga medis.
Selain dampak terapi mual-muntah pada setiap kali kasus kemoterapi
pada pasien kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008,
evaluasi terhadap dampak terapi mual-muntah pada pasien yang pernah
mengalami mual-muntah di program kemoterapinya juga dilakukan dalam
penelitian ini. Dampak terapi mual-muntah tersebut dilihat dari keberhasilan atau
ketidakberhasilan terapi dalam menangani mual-muntah di seri kemoterapi
selanjutnya. Ringkasan dampak terapi itu disajikan dalam bentuk tabel berikut:
Tabel XXIII. Riwayat mual-muntah pada pasien kanker paru-paru di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2008.
No No kasus Seri kemoterapi Mual-muntah
1 1.a III ˅
1.b IV ˅
2
IV
V
2 VI ˅
3
I
3.a II ˅
3.b IV ˅
4 4 II ˅
III
5 5 II ˅
6 I
62
II
6 IV ˅
7 I
7 II ˅
8 8.a I ˅
II
8.b III ˅
IV
V
VI
9 I
9.a II ˅
9.b IV ˅
10 I
10 II ˅
III
11 I
II
11 IV ˅
V
VI
12 12 I ˅
13 13 I ˅
II
IV
V
14 14 I ˅
15 15 I ˅
16 16 I ˅
63
Keterangan :
: pasien yang mengalami mual-muntah secara konstan : pasien yang mengalami mual-muntah yang semakin hebat di
seri kemoterapi selanjutnya
: pasien yang mengalami mual-muntah pada kemoterapi pertama dan tidak dapat diamati perkembangan dampak
terapinya : pasien yang mengalami penurunan mual-muntah di seri kemoterapi selanjutnya (terjadi keberhasilan terapi mual-
muntah)
Tabel di atas menceritakan bahwa pada penelitian terdapat 3 pasien
mengalami mual-muntah yang konstan, hal itu dapat diartikan penanganan mual-
muntah yang diterima belum dapat mencegah timbulnya mual-muntah pada seri
kemoterapi selanjutnya. Sebanyak 7 pasien mengalami mual-muntah yang makin
hebat di seri kemoterapi selanjutnya. Ada kemungkinan bahwa pasien mengalami
trauma pada penanganan mual-muntah yang gagal di seri awal kemoterapi,
sehingga dapat mengakibatkan mual-muntah yang lebih hebat di kemoterapi-
kemoterapi selanjutnya. Selain trauma, akumulasi dari paparan obat kemoterapi
dapat menyebabkan efek samping yang lebih hebat. Sedangkan sebanyak 5 pasien
mengalami mual-muntah pada kemoterapi I. Pada pasien ini tidak dapat dilakukan
pengamatan dampak terapi karena pasien baru menjalani kemoterapi sebanyak
17
17.a II ˅
IV
17.b V ˅
17.c VI ˅
18 I
18 II ˅
19 19 I ˅
20 20.a II ˅
20.b III ˅
64
satu kali. Sisanya, sebanyak 5 pasien mengalami penurunan kejadian mual-
muntah pada kemoterapi-kemoterapi selanjutnya. Hal ini dapat diartikan bahwa
penanganan mual-muntah yang diberikan mengalami keberhasilan. Keberhasilan
terapi mual-muntah pada kasus kemoterapi dapat meningkatkan kenyamanan
pasien sehingga mampu meningkatkan respon terapi kanker.
E. Rangkuman Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penatalaksanaan mual-
muntah pada kemoterapi pasien kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008. Jenis penelitian ini yaitu non-eksperimental dengan
mengikuti rancangan deskriptif yang bersifat retrospektif. Pengambilan data
dilakukan dengan mencatat rekam medis pasien kemudian menganalisisnya
dengan melihat pada Drug Related Problems (DRPs) yang dialami pasien selama
menjalani kemoterapi. Pasien yang paling banyak pada interval umur 50 - <60
tahun yaitu sebesar 33%. Kanker paru-paru yang ditemukan dalam penelitian ini
umumnya stadium III sebesar 26%. Sejumlah 48% dari total kasus penelitian
tidak diketahui tingkat stadiumnya dikarenakan tidak adanya keterangan dalam
rekam medis. Penyakit penyerta yang paling banyak ditemui adalah hipertensi
sebanyak 4 kasus. Sedangkan riwayat merokok yang diketahui adalah perokok
pasif sebanyak 11% dan perokok aktif 15%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain obat-obat kemoterapi
digunakan juga obat yang lain sebagai pendukung dalam program kemoterapi di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Obat-obat itu adalah obat gastrointestinal dan
sistem hepatobilier 100% ; obat sistem kardivaskular dan hematopoietik 55,5%;
65
obat saraf pusat 33,3%; obat antiinfeksi 29,6%; vitamin dan mineral 29,6%; obat
pernafasan 14,8%; nutrisi 14,8%; hormon kortikosteroid 3,7%; obat sistem
endokrin dan metabolik 3,7%; serta obat lain- lain 29,6%.
Dari 27 kasus mual-muntah sebanyak 15 kasus mual tanpa disertai
muntah, 1 kasus muntah, dan 11 kasus mual disertai muntah. Terdapat 48 episode
DRPs yaitu butuh tambahan terapi obat sebanyak 27 kasus, obat tidak tepat 20
kasus, dan dosis terlalu tinggi 1 kasus. Persentase dampak terapi mual-muntah
pada kemoterapi yaitu 41% masih mual-muntah dan 59% membaik.
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kasus pasien kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008
yang mengalami mual-muntah terbanyak terdapat pada umur 50 - <60 tahun
(33%), stadium III sebanyak 26%, jenis penyakit penyerta terbanyak adalah
hipertensi yaitu 4 kasus, dan riwayat merokok sebanyak 15% perokok aktif
dan 11% perokok pasif.
2. Pada penelitian ini ditemukan 11 kelas terapi obat diantaranya yaitu 100%
untuk obat kemoterapi. Persentase yang sama juga ditemui pada penggunaan
obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier. Urutan presentase kedua
sebanyak 55,5% terdapat pada penggunaan obat kardivaskular dan
hematopoietik.
3. Penatalaksanaan mual-muntah disesuaikan dengan guideline National
Comprehensive Cancer Network (NCCN) Clinical Practice Guideline in Oncology
Antiemesis 2009 yang didasarkan oleh jenis obat kemoterapi yang diberikan
terhadap resiko terjadinya mual-muntah dan waktu terjadinya mual-muntah
(akut, delayed, atau breaktrough).
4. Dari 27 kasus mual-muntah tersebut terdapat 48 episode DRPs yaitu butuh
tambahan terapi obat sebanyak 27 kasus, obat tidak tepat 20 kasus, dan dosis
terlalu tinggi 1 kasus. Presentase dampak terapi mual-muntah pasca
kemoterapi sebesar 41% masih mual dan 59% membaik.
67
A. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai penatalaksanaan efek samping mual-
muntah pada kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
pada periode selanjutnya dan bila mungkin dilakukannya penelitian hal yang
sama di RS lainnya secara prospektif.
2. Perlu dilakukannya penelitian mengenai penatalaksanaan efek samping mual-
muntah pada kemoterapi kanker jenis lainnya.
3. Perlu dilakukannya penatalaksanaan mual-muntah akibat kemoterapi sesuai
ketentuan yang ada.
68
DAFTAR PUSTAKA
Adams V and Balko J., 2008, Lung Cancer in Chisholm B., Wells B.G., Schwinghammer,T.L., Malone P.M., Kolesar K.M., Rotschafer J.C., and DiPiro J.T., Pharmacotherapy Principles & Practice, The McGraw_Hill
Companies, Inc., USA, 1323-1339
Amin, 2006, Kanker Paru dalam Buku Ajar Penyakit Dalam,jilid I edisi IV, Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI, Jakarta
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
DiPiro, C.V and Taylor, A.T., 2005, Nausea and Vomiting in DiPiro,J.T., Talbert,
R.L., Yee, G,C., Matzke, G.R., and Posey, L.M., Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 6 th ed The McGraw_Hill Companies, Inc., USA, 665-675
DiPiro, Cecily V. , 2009, Lung Cancer in Wells,B.G., DiPiro, J.T.,
Schwinghammer,T.L., DiPiro, C.V., Pharmacotherapy Handbook , 7th International edition, (Eds), The McGraw_Hill Companies, Inc., USA, 699-703
Finley, Rebecca S and McCun e, J.S.,2005, Lung Cancer in DiPiro, J.T., Talbert,
R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., and Posey, L.M., Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 6th ed The McGraw_Hill Companies, Inc., USA, 2365-2380
Joshi, M., 2008, Minimally Invasive Approach May Accurately Detect Lung
Cancer Stage, www.TopNews.in, diakses tanggal 3 Desember 2009 Minna, 2001, Neoplasms of The Lung in Principles of Internal Medicine vol. 1,
edisi 15th, The McGraw_Hill Companies, Inc., USA, 562-571
Nafrialdi, S.G., 1995, Antikanker dan Immunosupresan dalam Sulistia, G.G., Setiabudy, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi, (Eds), Farmakologi dan Terapi, edisi IV (dgn perbaikan), Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 686-701
Prayogo, N., 2003, Prinsip Pengobatan dan Penatalaksanaan Obat Kemoterapi, dalam Pelatihan Perawatan Pasien Kanker dengan Kemotearpi di RSUP Kanker Dharmais, Jakarta
Rasyid, R.,dkk., 2001, The Characteristic and Two-Year Survival Rate of Lung
Cancer Patients at Dharmais Cancer Hospital in Period January 1998 – November 2001, Jakarta
Sati, M.E.M., 2007, Evaluasi Penatalaksanaan Mual-Muntah Pasca Kemoterapi pada Pasien Kanker Payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada
tahun 2005, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Valentino, S., 2010, Lung Cancer Survival Rate, http://ezinearticles.com/?Lung-
Cancer-Survival-Rate&id=204790, diakses tanggal 19 Januari 2010
Ne % : 78,8 % LYM % : 14,9 % Mo% : 5,4 % Eo : 0,5 %
Ba : 0,4 % Ne # : 8,09.10
3µL
LYM # : 1,53.103µL
Mo# : 0,55.103µL
Eo #: 0,05.103µL
Ba #: 0,04.103µL
Membaik
93
Lampiran 3. Rangkuman DRPs pada penatalaksanaan kasus mual-muntah
kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008
1. Penggolongan kasus DRPs per kasus mual-muntah selama kemoterapi
No RM No kasus Golongan
kasus DRP
1 01.34.72.51 1a IV
1b X
2 00.34.95.94 2 III
3 00.06.51.37 3a VIII
3b I
4 01.18.26.16 4 IV
5 01.33.16.16 5 V
6 01.35.65.92 6 X
7 01.33.93.08 7 X
8 01.35.68.08 8a VII
8b XI
9 01.35.02.99 9a X
9b X
10 01.34.31.67 10 XI
11 01.35.39.94 11 II
12 01.37.74.75 12 VIII
13 00.97.88.94 13 VIII
14 01.37.71.15 14 I
15 01.37.96.32 15 VI
16 01.35.81.74 16 IX
17 01.35.08.66 17a V
17b V
17c V
18 01.34.61.97 18 VIII
19 01.33.29.52 19 II
20 01.32.92.14 20a V
20b II
94
2. Pengelompokan kasus DRPs yang dialami pasien kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008
a). Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca kemoterapi pada kasus I di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2008
Subjektif: No. RM : 01.37.71.15 (no kasus: 14) Umur : 66 tahun Diagnosis : Ca Paru jenis NSCLC stadium IV Dirawat untuk mendapatkan kemoterapi dengan doxorubicin 68,5 mg, cyclophosphamide 548 mg, dan cisplatin 68,5 mg. Pasien mengalami muntah pada hari ke 3 post kemoterapi. Objektif
HGB (4,2-5,4) 11,7 Suhu tubuh : 36,7°C Nadi : 26 kali/menit
Tekanan darah : 110/80 mmHg Nafas : 84 kali/menit Penatalaksanaan:
Pasien tidak mendapatkan obat antimual-muntah untuk keluhan mual yang dialami dan pada saat pulang tidak diresepkan obat antimual-muntah. Penilaian:
1. Doxorubicin, cyclophosphamide, cisplatin merupakan obat sitostatik penyebab mual-muntah kelas sedang (30-90%).
2. Pasien mengalami mual tipe delayed (emetic moderat risk). 3. Pasien memerlukan terapi untuk mengatasi mual-muntah pasca kemoterapi.
Rekomendasi:
1. Menurut guideline, pasien yang mengalami mual-muntah tipe ini diterapi dengan: hari 1 Aprepitan 125 mg p.o (untuk pasien tertentu), Dexametasone 12 mg p.o atau i.v dan Antagonis 5-HT3 (Palonosetron 0,25 mg i.v atau Ondansetron 16-24 mg p.o atau 8-12 mg i.v (maks. 32 mg) ; atau Granisetron 1-2 mg p.o atau 1 mg p.o bid atau 0,01 mg/kg (maks. 1 mg) i.v Dolasetron 100 mg p.o atau 1,8 mg/kg i.v atau 100 mg i.v dan dexamethasone 8mg atau 5-HT3 antagonis reseptor di hari ke 2-4 atau aprepitant 80mg di hari 2-3dengan atau tanpa dexamethasone 8mg di hari 2-4, dengan atau tanpa lorazepam pada hari.
2. Monitor keadaan pasien terutama untuk efek samping mual muntah tidak termonitor oleh tenaga medis.
Kasus ini juga terjadi pada RM no. 00.06.51.37b (no kasus: 3b)
95
b). Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca kemoterapi pada kasus II di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2008
Subjektif: No. RM : 01.32.92.14 b (no kasus : 20b) Umur : 47 tahun Diagnosis : Ca Paru jenis NSCLC stadium IIIB Dirawat untuk mendapatkan kemoterapi dengan Paxus® (Paclitaxel) 231,5 mg dan Cisplatin 48,8 mg. Pasien mengalami mual post kemoterapi. Objektif
Data lab: WBC (4,8-10,8) 10,2.10
3 HGB (4,2-5,4) 9,3
NE (43,0-65) 78,8% = 8,09. 103 HCT (12,0-16,0) 29,8 %
LY (20,5-45,5) 14,9 % = 1,53. 10
3
MCV (81,0-99,0) 81,9
MO (5,5-11,7) 5,4 % = 0,55. 103 MCH (27,0-31,0) 25,5
BA (0,2-1,0) 0,4 % = 0,04.103 MCHC (32,0-
36,0) 31,2
RBC (4,7-6,1) 3,64.106 PLT (150-450) 370.10
3
Penatalaksanaan:
Pasien tidak mendapatkan obat antimual-muntah untuk keluhan mual yang dialami dan pada saat pulang tidak diresepkan obat antimual-muntah. Penilaian:
1. Paxus® (Paclitaxel) merupakan obat sitostatik penyebab mual-muntah kelas rendah (10-30%).
2. Cisplatin merupakan obat sitostatik penyebab mual-muntah kelas sedang (30-90%). 3. Pasien mengalami mual tipe akut (emetic moderat risk ). 4. Pasien memerlukan terapi untuk mengatasi mual-muntah pasca kemoterapi.
Rekomendasi: 1. Menurut guideline, pasien yang mengalami mual tipe ini perlu diberi hari 1 Aprepitan
125 mg p.o, Dexametasone 12 mg p.o atau i.v dan Antagonis 5-HT3 (Palonosetron 0,25 mg i.v atau Ondansetron 16-24 mg p.o atau 8-12 mg i.v (maks. 32 mg) ; atau Granisetron 1-2 mg p.o atau 1 mg p.o bid atau 0,01 mg/kg (maks. 1 mg) i.v Dolasetron 100 mg p.o atau 1,8 mg/kg i.v atau 100 mg i.v dan dexamethasone 8mg atau 5-HT3 antagonis reseptor di hari ke 2-4 atau aprepitant 80mg di hari 2-3dengan atau tanpa dexamethasone 8mg di hari 2-4, dengan atau tanpa lorazepam pada hari.
2. Meresepkan antimual-muntah untuk dibawa pulang dengan menyesuikan dosisnya sesuai yang telah disebutkan di atas.
Kasus ini juga terjadi pada RM no. 01.35.39.94 c (no kasus: 11), dan 01.33.29.52 (no kasus: 19).
96
c). Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca kemoterapi pada kasus III di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2008
Subjektif: No. RM : 00.34.95.94 c (no kasus: 2) Umur : 59 tahun Diagnosis : Ca Paru jenis NSCLC stadium IV Dirawat untuk mendapatkan kemoterapi dengan docetaxel 120 mg dan carboplatin 450 mg. Pasien diberi Vomceran® (Ondansetron) 8 mg i.v, dexamethasone 10mg i.v sebelum kemoterapi. Pasien mengalami mual dan muntah sebelum kemoterapi. Objektif:
HGB (4,2-5,4) 11,7 Suhu tubuh : 36,7°C Nadi : 26 kali/menit
Tekanan darah : 110/80 mmHg Nafas : 84 kali/menit Penatalaksanaan:
Pasien mendapatkan injeksi Vomceran® 8 mg tiap 12 jam sekali selama 10 hari.
Penilaian: 1. Docetaxel merupakan sitostatika penyebab mual-muntah kelas rendah (10-30%). 2. Carboplatin merupakan sitostatika penyebab mual-muntah kelas sedang (30-90%). 3. Pasien mengalami mual-muntah tipe anticipatory. 4. Menurut guideline, penatalaksanaan mual-muntah anticipatory adalah dengan
memberikan Alprazolam 0,5-2 mg p.o malam hari atau Lorazepam 0,5-2 mg pada malam hari sebelum dan pagi saat kemoterapi diberikan.
5. Ondansetron dan dexamethasone bukan pilihan obat yang tepat untuk mencegah mual-muntah anticipatory.
Rekomendasi: 1. Memberikan obat antimual-muntah untuk mencegah mual-muntah yang dialami oleh
pasien dengan alprazolam 0,5-2 mg p.o pada malam hari atau lorazepam 0,5 mg pada malam hari dan pagi sebelum kemoterapi untuk mencegah mual-muntah yang lebih hebat pasca kemoterapi.
2. Menurut guideline, selain dengan memberikan terapi secara farmakologi, penanganan atau pencegahan mual-muntah anticipatory (mual-muntah sebelum dilakukan kemoterapi) dapat dilakukan dengan terapi musik, relaksasi/sistem desensitisasi, atau hipnotis.
97
d). Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca kemoterapi pada kasus IV di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2008
Subjektif:
No. RM : 01.18.26.16 (no kasus: 4) Umur : 45 tahun Diagnosis : NSCLC stadium IIIB Dirawat untuk mendapatkan kemoterapi dengan Brexel® 120 mg dan carboplatin 600 mg. Pasien mual pasca kemoterapi.
Penatalaksanaan: Pasien mendapatkan obat metochlopramide 10 mg 3x1 dan Narfoz® (Ondansetron) 8mg 3x1untuk dibawa pulang
Penilaian: 1. Brexel® (Docetaxel) merupakan obat sitostatik penyebab mual-muntah kelas rendah
(10-30%). 2. Carboplatin merupakan obat sitotoksik penyebab mual-muntah kelas sedang (30-
90%).
3. Pasien mengalami mual tipe akut (emetic moderat risk). 4. Pasien memerlukan tambahan terapi obat untuk mengatasi mual-muntah pasca
kemoterapi. 5. Menurut guideline, metochlopramide bukan pilihan obat untuk diberikan pada kasus
mual-muntah tipe akut pasca kemoterapi.
Rekomendasi:
1. Menurut guideline, pasien yang mengalami mual tipe ini perlu diberi hari 1 Aprepitan 125 mg p.o, Dexametasone 12 mg p.o atau i.v dan Antagonis 5-HT3 (Palonosetron 0,25 mg i.v atau Ondansetron 16-24 mg p.o atau 8-12 mg i.v (maks. 32 mg) ; atau Granisetron 1-2 mg p.o atau 1 mg p.o bid atau 0,01 mg/kg (maks. 1 mg) i.v Dolasetron 100 mg p.o atau 1,8 mg/kg i.v atau 100 mg i.v dan dexamethasone 8mg atau 5-HT3 antagonis reseptor di hari ke 2-4 atau aprepitant 80mg di hari 2-3dengan atau tanpa dexamethasone 8mg di hari 2-4, dengan atau tanpa lorazepam pada hari.
2. Memberi tambahan obat berupa aprepitan, dexamethasone dengan atau tanpa tambahan lorazepam.
3. Resepkan menurut aturan dosis dan aturan pemakaian. Kasus ini juga terjadi pada RM no. 01.34.72.51 a (no kasus: 1a)
98
e). Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca kemoterapi pada kasus V di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2008
Subjektif:
No. RM : 01.35.08.66 a (no kasus: 17a) Umur : 30 tahun Diagnosis : Adenocarcinoma Dirawat untuk mendapatkan kemoterapi dengan carboplatin 600 mg, doxorubicin, dan cisplatin. Pasien mual pasca kemoterapi.
Objektif Data lab:
WBC (4,8-10,8) 8,05.103 HCT (12,0-16,0) 36,4 %
NE (43,0-65) 65,2% = 5,24.103 MCV (81,0-99,0) 89,2
Penatalaksanaan: Pasien mendapatkan injeksi Sotatic® (metochlopramide HCl) 1 ampul untuk mengatasi keluhan mual.
Penilaian: 1. Doxorubicin, carboplatin, cisplatin merupakan obat sitostatik penyebab mual-muntah
kelas sedang (30-90%).
2. Pasien mengalami mual tipe akut (emetic moderat risk). 3. Pasien memerlukan tambahan terapi obat untuk mengatasi mual-muntah pasca
kemoterapi. 4. Menurut guideline, metochlopramide bukan pilihan obat yang tepat untuk diberikan di
kasus ini.
Rekomendasi: 1. Menurut guideline, pasien yang mengalami mual tipe ini perlu diberi hari 1 Aprepitan
125 mg p.o, Dexametasone 12 mg p.o atau i.v dan Antagonis 5-HT3 (Palonosetron 0,25 mg i.v atau Ondansetron 16-24 mg p.o atau 8-12 mg i.v (maks. 32 mg) ; atau Granisetron 1-2 mg p.o atau 1 mg p.o bid atau 0,01 mg/kg (maks. 1 mg) i.v Dolasetron 100 mg p.o atau 1,8 mg/kg i.v atau 100 mg i.v dan dexamethasone 8mg atau 5-HT3 antagonis reseptor di hari ke 2-4 atau aprepitant 80mg di hari 2-3dengan atau tanpa dexamethasone 8mg di hari 2-4, dengan atau tanpa lorazepam pada hari.
2. Meresepkan obat (dibawa pulang) untuk mengatasi keluhan mual-muntah yang tidak termonitor oleh tenaga medis. Dalam kasus ini pasien pulang setelah kemoterapi.
Kasus ini juga terjadi pada RM no.01.35.08.66 c dan d (no kasus 17 b dan c) ; 01.33.16.16 (no kasus:5); 01.32.92.14 a (no kasus: 20a).
99
f). Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca kemoterapi pada kasus VI di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2008
Subjektif:
No. RM : 01.37.96.32 (no kasus: 15) Umur : 56tahun Diagnosis : NSCLC stadium IIIB Dirawat untuk mendapatkan kemoterapi dengan cyclophosphamid 400/m
2 mg, doxorubicin
60mg/m2, dan cisplatin 60mg/m
2. Pasien mual pasca kemoterapi.
Objektif Data lab:
WBC (4,8-10,8) 7,07.103 HCT (12,0-16,0) 46,9 %
NE (43,0-65) 72,6 % = 5,14.103 MCV (81,0-99,0) 87,8
Penatalaksanaan: Pasien mendapatkan injeksi Sotatic® (metochlopramide HCl) 1 ampul (5mg/mlx2ml) dan ondansetron 1 ampul (8mg/4ml) untuk mengatasi mual.
Penilaian: 1. Doxorubicin, cyclophospamide merupakan obat sitostatik penyebab mual-muntah
kelas sedang (30-90%). 2. Cisplatin 60mg/m
2 merupakan obat sitostatik penyebab mual-muntah kelas tinggi
(>90%).
3. Pasien mengalami mual tipe akut (emetic high risk). 4. Pasien memerlukan terapi tambahan untuk mengatasi mual-muntah pasca kemoterapi. 5. Menurut guideline, metochlopramide bukan pilihan obat yang tepat untuk diberikan
pada kasus mual-muntah tipe ini. Rekomendasi:
1. Menurut guideline, mual tipe ini perlu diberi Aprepitan 125 mg p.o hari 1, Dexamethasone 12 mg p.o/i.v hari 1, Antagonis 5 HT3 dan dexamethasone 8mg di hari ke 2-4 ditambah aprepitant 80mg di hari 2 dan 3, dengan atau lorazepam hari ke 1-4. Pasien sudah mendapat ondansetron 8mg, sehingga perlu diberi tambahan terapi berupa aprepitan, dexamethasone, dengan atau tanpa lorazepam.
2. Meresepkan obat dengan dosis dan aturan pakai sesuai guideline.
100
g). Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca kemoterapi pada kasus VII di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2008
Subjektif:
No. RM : 01.35.68.08 a (no kasus 8a) Umur : 50 tahun Diagnosis : NSCLC stadium IIB Dirawat untuk mendapatkan kemoterapi dengan Paclitaxel 227,5 mg dan carboplatin 470 mg. Pasien mual pasca kemoterapi.
Objektif Data lab:
WBC (4,8-10,8) 12,4.103 HCT (12,0-16,0) 32,8 %
NE (43,0-65) 80,1 % = 9,9.103 MCV (81,0-99,0) 79,6
LY (20,5-45,5) 11 % = 11.103 MCH (27,0-31,0) 27,5
RBC (4,7-6,1) 4,12.106 MCHC (32,0-
36,0) 34,5
HGB (4,2-5,4) 11,3 PLT (150-450) 419.103
Penatalaksanaan:
Pasien mendapatkan obat Omeprazole dan Ondansetron 1 ampul (8mg/4ml) untuk mengatasi masalah mualnya. Penilaian:
1. Paclitaxel merupakan obat sitostatika penyebab mual-muntah kelas rendah (10-30%). 2. Carboplatin merupakan obat sitostatika penyebab mual-muntah kelas sedang (30-
90%).
3. Pasien mengalami mual tipe akut (emetic moderat risk). 4. Pasien memerlukan terapi untuk mengatasi mual-muntah pasca kemoterapi. 5. Menurut guideline, Omeprazole bukan pilihan obat yang tepat untuk mengatasi mual-
muntah tipe akut pasca kemoterapi Rekomendasi:
1. Menurut guideline, pasien yang mengalami mual tipe ini perlu diberi hari 1 Aprepitan 125 mg p.o, Dexametasone 12 mg p.o atau i.v dan Antagonis 5-HT3 (Palonosetron 0,25 mg i.v atau Ondansetron 16-24 mg p.o atau 8-12 mg i.v (maks. 32 mg) ; atau Granisetron 1-2 mg p.o atau 1 mg p.o bid atau 0,01 mg/kg (maks. 1 mg) i.v Dolasetron 100 mg p.o atau 1,8 mg/kg i.v atau 100 mg i.v dan dexamethasone 8mg atau 5-HT3 antagonis reseptor di hari ke 2-4 atau aprepitant 80mg di hari 2-3dengan atau tanpa dexamethasone 8mg di hari 2-4, dengan atau tanpa lorazepam pada hari.
2. Memberikan tambahan obat berupa Dexamethasone dan aprepitan dengan atau tanpa lorazepam. Meresepkannya sesuai dosis dan aturan pakai sesuai guideline.
101
h). Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca kemoterapi pada kasus VIII di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2008
Subjektif:
No. RM : 01.37.74.75 (no kasus: 12) Umur : 72 tahun Diagnosis : NSCLC stadium III B Dirawat untuk mendapatkan kemoterapi dengan doxorubicin, cyclophospamide, dan cisplatin. Pasien mual dan muntah 2 hari pasca kemoterapi.
Pasien mendapatkan obat yaitu metoclopramid 1 ampul (10 mg/2ml). Penilaian:
1. Doxorubicin cyclophosphamide, dan cisplatin merupakan obat sitostatika penyebab mual-muntah kelas tinggi (>90%)
2. Pasien mengalami mual tipe delayed (emetic high risk). 3. Metochlopramide bukan pilihan obat yang tepat untuk mengatasi mual-muntah pada
kasus ini. 4. Pasien memerlukan tambahan terapi obat untuk mengatasi mual dan muntah yang
dialaminya. Rekomendasi:
1. Menurut guideline, mual-muntah tipe delayed akibat penggunaan obat kemoterapi emetic high risk dapat diterapi dengan Aprepitan 125 mg p.o hari 1, Dexamethasone 12 mg p.o/i.v hari 1, Antagonis 5 HT3 dan dexamethasone 8mg di hari ke 2-4 ditambah aprepitant 80mg di hari 2 dan 3, dengan atau lorazepam hari ke 1-4.
2. Meresepkan obat (dibawa pulang) dengan pengaturan dosis seperti di atas untuk mengatasi keluhan mual-muntah yang tidak termonitor oleh tenaga medis. Karena dalam kasus ini pasien pulang setelah kemoterapi.
Kasus ini juga terjadi pada RM no. 00.97.88.94 a (no kasus:13) ; 00.06.51.37a (no kasus: 3a), dan 01.34.61.97 (no kasus: 18).
102
i). Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca kemoterapi pada kasus IX di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2008
Subjektif:
No. RM : 01.35.81.74 (no kasus: 16) Umur : 65 tahun Diagnosis : NSCLC Dirawat untuk mendapatkan kemoterapi dengan cyclophosphamide, doxorubicin, cisplatin. Pasien mual dan muntah hari pasca kemoterapi.
Penatalaksanaan: Pasien mendapatkan obat yaitu Sotatic® (Metochlopramide) 1 ampul (5mg/ml x2ml), dexamethasone 2 ampul, dan metochlopramide 1 ampul (10 mg/2ml). Penilaian:
1. Doxorubicin, cyclophosphamide, dan cisplatin merupakan obat sitostatika penyebab mual-muntah kelas tinggi (>90%)
2. Pasien mengalami mual tipe akut (emetic high risk). 3. Pasien mendapatkan 2 obat yang jenis dan indikasinya sama yaitu sotatik®
(Metochlopramide HCl) dan injeksi Metochlopramide. 4. Dosis dexamethason berlebih. 1 ampul dexamethasone berisi dexamethasone
4mg/mlx5ml. pemberian pada pasien adalah 2 ampul (= 40 mg) setiap 12 jam.
5. Pasien memerlukan tambahan terapi obat berupa 5-HT3 antagonis reseptor (ondansetron, granisetron, dolasetron, atau palonosetron), dan aprepitan 125mg, dengan atau tanpa lorazepam.
Rekomendasi:
1. Menurut guideline, mual-muntah tipe ini dapat diterapi dengan Aprepitan 125 mg p.o hari 1, Dexamethasone 12 mg p.o/i.v hari 1, Antagonis 5 HT3 dan dexamethasone 8mg di hari ke 2-4 ditambah aprepitant 80mg di hari 2 dan 3, dengan atau lorazepam hari ke 1-4. Pasien sudah mendapatkan dexamethasone.
2. Memberikan tambahan terapi berupa Aprepitan dan Antagonis 5HT3. Berikan sesuai dosis dan aturan pakai sesuai ketentuan. Mengurangi dosis dexamethasone.
103
j). Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca kemoterapi pada kasus X di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2008
Subjektif:
No. RM : 01.35.65.92 b (no kasus: 6) Umur : 51 tahun Diagnosis : NSCLC stadium IIIB Dirawat untuk mendapatkan kemoterapi dengan Brexel® (Docetaxel) 120 mg dan carboplatin 450mg . pasien mendapat dexamethasone 2A dan ondansetron 1A. Pasien mual dan muntah sebelum kemoterapi.
Objektif : TD : 110/70 mm/Hg
Nadi : 100 kali/menit Nafas : 24 kali/menit
Suhu : afebris Penatalaksanaan:
Pasien tidak mendapatkan obat untuk mengatasi mual yang dialaminya. Pasien mendapatkan dexamethasone dan ondansetron sebelum kemoterapi. Penilaian:
1. Brexel® (Docetaxel) merupakan obat sitostatika penyebab mual-muntah tipe rendah (10-30%).
2. Carboplatin merupakan obat sitostatika penyebab mual-muntah tipe sedang (30-90%). 3. Pasien mengalami mual tipe anticipatory. 4. Dexamethasone dan ondansetron bukan pilihan obat yang tepat untuk mencegah
mual-muntah anticipatory. 5. Pasien perlu diberi tambahan terapi obat untuk mengatasi mual yang dideritanya.
Rekomendasi: 1. Menurut guideline, pasien dengan mual-muntah anticipatory perlu diberi Alprazolam
0,5-2 mg p.o malam hari atau Lorazepam 0,5-2 mg pada malam hari sebelum dan pagi saat kemoterapi diberikan. Apabila sudah terjadi maka metode nonfarmakologi seperti hipnosis, relaksasi dengan terapi musik dapat dicoba.
Kasus ini juga terjadi pada RM no. 01.34.72.51b (no kasus:1b) ; 01.33.93.08 b (no kasus:7); 01.35.02.99 b dan c (no kasus: 9a danb).
104
k). Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca kemoterapi pada kasus XI di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2008
Subjektif:
No. RM : 01.34.31.67 b (no kasus:10) Umur : 76 tahun Diagnosis : Adenocarcioma dextra stadium IV Dirawat untuk mendapatkan kemoterapi ke II dengan regimen Paxus® (Paclitaxel). Pasien mengeluhkan mual dan muntah pasca kemoterapi I.
Objektif : Data lab:
WBC (4,8-10,8) 11.103 HCT (12,0-16,0) 28,5 %
NE (43,0-65) 66,8 % = 7,3.103 MCV (81,0-99,0) 81,9
LY (20,5-45,5) 18% = 2,0.103 MCH (27,0-31,0) 26,5
RBC (4,7-6,1) 3,48.106 MCHC (32,0-
36,0) 32,3
HGB (4,2-5,4) 9,2 PLT (150-450) 342.103
Penatalaksanaan:
Pasien tidak mendapatkan obat untuk mengatasi mual dan muntah yang diderita.
Penilaian: 1. Paxus® (Paclitaxel) merupakan obat sitostatika penyebab mual-muntah kelas rendah
(10-30%). 2. Pasien mengalami mual delayed dengan kategori emetic low risk. 3. Pasien perlu diberi obat antimual-muntah untuk menangani mual dan muntah yang
dialaminya.
Rekomendasi:
1. Menurut guideline, pasien yang mual-muntah tipe ini perlu diberi obat metoclopramide dengan atau tanpa diphenhydramine,dexamethasone 12 mg, atau prochlorperazine dengan atau tanpa lorazepam.
2. Meresepkan obat antimual-muntah untuk dibawa pulang sebagai pengobatan mual-muntah yang tidak termonitor oleh tenaga medis. Karena pasien memiliki riwayat mual-muntah tipe delayed maka peresepan obat antiemetik digunakan untuk mencegah kemungkinan kejadian mual-muntah yang serupa.
Kasus ini juga terjadi pada RM no. 01.35.68.08b (no kasus: 8b)
105
Lampiran 4. Daftar komposisi obat yang digunakan pada kasus mual-muntah kemoterapi kanker paru-paru di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008
No Kelas Terapi Golongan Obat Jenis Obat Komposisi Obat
1 Sistem endokrin dan metabolik
Preparat insulin Insultard® Susp netral isophane dari monokomponen insulin manusia. Rekombinan DNA asli.
2 Vitamin & mineral Vitamin B kompleks/dengan vitamin C