-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota adalah kawasan yang direncanakan dan dibangun untuk
menampung
semua aktifitas manusia dengan jumlah penduduk yang besar dan
akan selalu
mengalami perkembangan. Dalam perkembangannya, kota tidak
terlepas dari
masalah-masalah yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan,
sehingga
harus mendapat perhatian dan penanganan dari pemerintah dan
masyarakat.
Untuk mencapai tingkatan kehidupan masyarakat yang nyaman dan
sehat
diperlukan suatu sistem infrastruktur perkotaan yang baik.
Sebagai kota yang
sedang berkembang pesat, Kota Palu sebagai Ibu Kota Propinsi
Sulawesi Tengah
masih mempunyai permasalahan pada salah satu infrastruktur kota
yaitu sistem
drainase. Masalah ini harus segera ditangani guna mencegah
permasalahan pada
infrastruktur lainnya.
Masalah yang terjadi pada beberapa titik pusat kota adalah
genangan air.
Genangan air terjadi apabila sistem yang berfungsi untuk
menampung genangan
itu tidak mampu mengalirkan debit yang masuk akibat kapasitas
sistem yang
menurun, debit aliran air yang meningkat atau kombinasi dari
keduanya.
Genangan tidak hanya terjadi pada kawasan perkotaan yang
terletak di dataran
rendah bahkan dialami pada kawasan di dataran tinggi.
Hal inilah yang terjadi pada lokasi penelitian yaitu pada ruas
Jalan Basuki
Rahmat yang merupakan daerah dataran tinggi. Sebagai salah satu
jalan protokol
di Kota Palu yang di kedua sisi jalan tersebut terdapat saluran
drainase sebagai
infrastruktur penunjang, sudah mengalami masalah dan masalah ini
menganggu
aktifitas masyarakat dan merusak infrastruktur lainnya.
Masalah yang terjadi adalah sistem drainase yang tidak berfungsi
secara
optimal. Sistem yang dimaksud di sini adalah sistem jaringan
drainase pada
daerah lokasi penelitian. Permasalahan ini akibat dari kinerja
sistem drainase yang
tidak berlangsung sebagaimana fungsi dari drainase tersebut.
-
2
Saluran drainase ruas Jalan Basuki Rahmat merupakan saluran
sekunder
yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari
saluran drainase
yang lebih kecil, namun fungsi ini beralih menjadi saluran
primer ketika menjadi
saluran pembawa air buangan dari saluran drainase sekunder yang
lain (seperti
saluran sekunder pada ruas Jalan Dewi Sartika, Jalan Abd. Rahman
Saleh dan
Jalan Moh. Yamin) sehingga beban saluran drainase ruas Jalan
Basuki Rahmat
semakin besar.
Terlihat pada lokasi penelitian adalah menurunnya kinerja dari
saluran
drainase akibat dari penumpukan sedimen, vegetasi liar pada
saluran, sampah
yang terbawa aliran air (saat hujan) ataupun sampah yang dengan
sengaja dibuang
oleh masyarakat di badan saluran menyebabkan saluran-saluran
menjadi
tersumbat (penyempitan saluran) dan juga dimensi saluran yang
tidak seragam
akibat pembangunan di wilayah Jalan Basuki Rahmat yang merubah
atau
memperbaiki saluran sesuai keinginan pemilik bangunan.
Kondisi topografi daerah penelitian yang memiliki ketinggian
cukup
signifikan antara bagian hulu dan hilir ketika terjadi curah
hujan tinggi aliran air
memiliki kecepatan tinggi, air tidak lagi sempat masuk ke dalam
saluran
(disebabkan pula oleh saluran yang tersumbat dan elevasi saluran
yang lebih
tinggi daripada bahu jalan) mengakibatkan limpasan air pada
badan jalan. Dengan
kecepatan aliran tinggi, seharusnya air mudah mengalir pada
saluran (tidak terjadi
genangan atau banjir) namun yang terjadi setelah hujan berhenti
yang tersisa
adalah sampah-sampah yang berserakan pada badan jalan dan juga
genangan air
pada saluran yang tidak dapat mengalir sehingga air meluap ke
pinggir jalan (ada
juga air yang melewati plat pelintas).
Perubahan tata guna lahan juga berpengaruh pada daerah ini yang
awalnya
dipergunakan untuk daerah pemukiman penduduk sekarang setelah
perkembangan
pesat kota, daerah ini menjadi kawasan perdagangan yang padat
(terkhusus
pembangunan rumah toko yang menjamur). Masalah yang muncul
adalah sistem
drainase yang menjadi saluran tertutup akibat pembuatan
plat-plat pelintas untuk
akses mobilitas menuju lokasi perdagangan. Hal ini mengakibatkan
menurunya
-
3
operasional dan pemeliharaan pada saluran drainase di bawahnya
serta
pemeliharaan yang tidak dilakukan secara berkala.
Penyebab lainnya adalah kesadaran masayarakat akan
kebersihan
lingkungan yaitu dengan sengaja membuang sampah pada pinggir
saluran dan
badan saluran. Sifat acuh tak acuh terhadap masalah inilah yang
menyebabkan
permasalahan drainase menjadi sangat kompleks, padahal masalah
ini juga
berdampak pada masyarakat itu sendiri.
Saat ini telah dilakukan renovasi atau pembangunan kembali
drainase pada
Jalan Basuki Rahmat yaitu dengan mengubah dimensi saluran
drainase. Namun
penulis merasa perlu melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap
sistem drainase
tersebut untuk mengetahui penanganan seperti apa yang cocok
untuk kondisi pada
lokasi penelitian.
Dengan mengacu pada masalah-masalah yang terjadi pada sistem
drainase di
Jalan Basuki Rahmat inilah yang menarik penulis untuk melakukan
evaluasi
terhadap kinerja sistem drainase ruas Jalan Basuki Rahmat yang
ditulis dalam
bentuk tugas akhir.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dalam penulisan ini maka dapat
ditarik rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kinerja sistem drainase ruas Jalan Basuki Rahmat
Palu?
2. Berapa besar debit air hujan dan buangan yang masuk ke dalam
saluran dan
berapa debit yang dapat dialirkan oleh saluran eksisting?
3. Bagaimana penanganan atas masalah pada sistem drainase ruas
Jalan Basuki
Rahmat Palu?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui kinerja sistem drainase pada saluran drainase yang
berada di
Jalan Basuki Rahmat Palu
b. Untuk menentukan besar debit air hujan dan buangan yang masuk
ke
dalam saluran dan besar debit yang dapat dialirkan saluran
-
4
c. Memecahkan masalah yang terjadi serta penanganan yang sesuai
pada
drainase ruas Jalan Basuki Rahmat Palu
2. Manfaat Penelitian
a. Agar masalah yang terjadi pada kinerja sistem drainase ruas
Jalan Basuki
Rahmat dapat diatasi sehingga tidak merugikan masyarakat
sekitar
b. Sebagai bahan referensi dan memberikan rekomendasi kepada
pihak
terkait untuk penanganan masalah dan perencanaan berikutnya yang
lebih
baik
-
5
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak Geografis
Lokasi drainase di Jalan Basuki Rahmat berada di bagian selatan
wilayah
Kota Palu, yang terletak di Kelurahan Birobuli Utara dan Tatura
Utara dengan
jarak tempuh 3 km dari pusat Kota Palu.
Adapun batas-batas dari lokasi penelitian adalah :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Anoa
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Zebra I
c. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Emi Saelan Towua
d. Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Moh. Yamin Dewi
Sartika
Gambar 2.1. Lokasi Penelitian Jalan Basuki Rahmat Palu
Sumber : Kecamatan Palu Selatan
B. Keadaan Topografi
Gambaran mengenai bentuk permukaan tanah pada suatu wilayah
diperhatikan melalui kondisi topografi wilayah tersebut. Untuk
daerah Jalan
Basuki Rahmat terletak pada ketinggian +18 meter sampai +47
meter dari
permukaan air laut dan mempunyai kemiringan barat laut. Beda
tinggi antara
bagian timur ke barat lokasi penelitian cukup signifikan yaitu
30 m dengan
panjang jalan dan panjang saluran drainase 1,725 km.
Lokasi Penelitian
-
6
C. Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan untuk ruas Jalan Basuki Rahmat umumnya
diperuntukan
untuk kawasan perdagangan dan jasa namun beberapa bangunan
pelengkap
dibangun seperti bangunan kesehatan, bangunan pendidikan,
bangunan
peribadatan dan masih ada beberapa rumah tinggal di ruas utama
Jalan Basuki
Rahmat. Data ini dipergunakan untuk menentukan besarnya aliran
permukaan
yang akan menjadi besaran aliran drainase.
Gambar 2.2. Pola Ruang Kota Palu Sampai Tahun 2030
Sumber : Dinas Penataan Ruang dan Perumahan Kota Palu
D. Kependudukan
Menurut data dari Kantor Kecamatan Palu Selatan jumlah penduduk
tahun
2012 untuk Kelurahan Birobuli Utara dengan luas wilayah 709 Ha
sebanyak
19.493 jiwa dari 4.909 KK dan untuk Kelurahan Tatura Utara
dengan luas
wilayah 328 Ha sebanyak 21.996 jiwa dari 5.936 KK.
E. Sarana dan Prasarana
Berikut adalah sarana dan prasarana yang dibangun di lokasi
penelitian ruas
Jalan Basuki Rahmat :
Lokasi Penelitian
-
7
Tabel 2.1 Sarana dan Prasarana di Jalan Basuki Rahmat
No. Sarana / Prasarana Jumlah (Unit)
1.
2.
3.
Pendidikan
Kesehatan
a. Apotek
b. Praktek Dokter
Peribadatan
a. Masjid
b. Gereja
1
4
4
1
1
Sumber : Hasil Pengamatan
-
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Drainase
1. Pengertian Drainase
Drainase berasal dari bahasa Inggris drainage yaitu kata kerja
to drain
yang artinya mengeringkan, menguras, membuang, mengalirkan
atau
mengalihkan air. Dalam bidang teknik sipil, drainase secara umum
dapat
didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi
kelebihan air
yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air
irigasi dari suatu
kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu.
Air hujan yang
jatuh di suatu kawasan perlu dialirkan atau dibuang, caranya
dengan
pembuatan saluran yang dapat menampung air hujan yang mengalir
di
permukaan tanah tersebut (Suripin dalam Adi Yusuf M., 2006).
Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol
kualitas air
tanah dalam kaitannya dengan salinitasi. Jadi, drainase tidak
hanya
menyangkut air permukaan tapi juga air tanah. Untuk drainase
perkotaan
berfungsi mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga tidak
merugikan
masyarakat, lahan dapat difungsikan secara optimal yang dapat
memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia dan tidak merusak sistem
infrastruktur
lainnya (Suripin dalam Adi Yusuf M., 2006).
Prinsip dasar pengaliran/pembuangan air adalah bahwa air harus
secepat
mungkin dibuang dan secara terus-menerus, serta dilakukan
se-ekonomis
mungkin. Ini adalah usaha pencegahan untuk mencegah terjadinya
genangan
air yang menimbulkan endapan sedimen atau sampah rumah tangga
yang
merupakan sumber penyakit.
2. Jenis Drainase
Jenis drainase dapat diklasifikasikan menurut sejarah
terbentuknya,
menurut letak bangunannya, menurut fungsi serta menurut
konstruksi (S.N,
1997).
-
9
(a). Menurut Sejarah Terbentuknya
1. Drainase Alamiah
Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat
bangunan-
bangunan penunjang yang terbentuk oleh gerusan air yang
bergerak
karena adanya grafitasi yang lambat laun membentuk jalan air
yang
permanen seperti sungai.
2. Drainase Buatan
Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu
sehingga
memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan
batu,
gorong-gorong dan lain-lain.
(b) Menurut Letak Bangunan
1. Drainase Permukaan Tanah
Saluran yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi
untuk
mengalirkan air limpasan permukaan.
2. Drainase Bawah Permukaan
Saluran drainase yang bertujuan untuk mengalirkan air
limpasan
permukaan melalui media di bawah permukaan tanah,
dikarenakan
alasan-alasan tertentu.
(c) Menurut Fungsi
1. Single Purpose
Yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air
buangan,
misalnya air hujan saja atau jenis air buangan lain seperti :
limbah
domestik, limbah industri dan lain-lain.
2. Multi Purpose
Yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air
buangan
baik secara bercampur maupun bergantian.
(d) Menurut Konstruksi
1. Saluran Terbuka
Yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang
terletak di
daerah yang mempunyai luasan yang cukup ataupun untuk drainase
air
-
10
buangan yang tidak membahayakan kesehatan atau mengganggu
lingkungan sekitar.
2. Saluran Tertutup
Yaitu saluran pada umumnya sering dipakai untuk air kotor (air
yang
mengganggu kesehatan lingkungan) atau untuk saluran yang
terletak di
tengah kota.
B. Sistem Drainase
Sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan
air yang
berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari
suatu kawasan
atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Dirunut dari
hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima
(interseptor
drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa
(conveyor drain),
saluran induk (main drain) dan badan air penerima (receiving
waters) (Suripin
dalam Adi Yusuf M., 2006).
Sesuai fungsi dan sistem kerjanya, jenis saluran dapat dibedakan
menjadi
(S.N, 1997) :
1. Interceptor drain (saluran tersier)
Saluran interceptor drain adalah saluran yang berfungsi sebagai
pencegah
terjadinya pembebanan aliran air dari suatu daerah terhadap
daerah lain di
bawahnya. Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan pada
bagian yang
relative sejajar dengan garis kontur. Outlet dari saluran air
ini biasanya
terdapat di saluran collector atau conveyor atau langsung di
drainase alam.
2. Collector drain (saluran sekunder)
Saluran collector adalah saluran yang berfungsi sebagai
pengumpul debit yang
diperoleh dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirya
dibuang ke
saluran conveyor (pembawa).
3. Conveyor drain (saluran primer)
Saluran conveyor adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa
air buangan
dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan
daerah
yang dilalui. Letak saluran conveyor ini dibagian terendah
(lembah) dari suatu
-
11
daerah sehingga secara efektif dapat berfungsi sebagai pengumpul
dari anak
cabang saluran yang ada.
Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur air, baik alur
alam
maupun alur buatan yang hulunya terletak di kota dan bermuara di
sungai yang
melewati kota tersebut atau bermuara ke laut di tepi kota
tersebut. Drainase
perkotaan melayani pembuangan kelebihan air pada suatu kota
dengan cara
mengalirkannya melalui permukaan tanah (surface drainage) atau
lewat di bawah
permukaan tanah (sub-surface drainage), untuk dibuang ke sungai,
laut atau
danau. Kelebihan air tersebut dapat berupa air hujan, air limbah
domestik maupun
air limbah industri. Oleh karena itu, drainase perkotaan harus
terpadu dengan
sanitasi, sampah, pengendalian banjir kota dan lain-lain. (Halim
Hasmari, 2011)
Secara umum sumber-sumber air buangan kota dibagi dalam
kelompok-
kelompok diantaranya (S.N, 1997) :
1. Dari rumah tangga
2. Dari perdagangan
3. Dari industri sedang dan ringan
4. Dari pendidikan
5. Dari kesehatan
6. Dari tempat peribadatan
7. Dari sarana rekreasi
Untuk menghindari terjadinya pembusukan dalam pengaliran air
buangan
harus sudah tiba di bangunan pengolahan tidak lebih dari 18 jam,
untuk daerah
tropis. Dalam perencanaan, estimasi mengenai total aliran air
buangan dibagi
dalam 3 (tiga) hal yaitu (S.N, 1997) :
1. Air buangan domestik : maksimum aliran air buangan domestik
untuk daerah
yang dilayani pada periode waktu tertentu.
2. Instalasi air permukaan (hujan) dan air tanah (pada daerah
pelayanan dan
sepanjang pipa).
3. Air buangan industri dan komersial : tambahan aliran maksimum
dari daerah-
daerah industri dan komersial.
-
12
Pada sistem buangan kelebihan air yang perlu diperhatikan ada
dua macam
air buangan, yaitu air hujan dan air kotor (air bekas). Sistem
buangan kelebihan
air tersebut dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu (S.N,
1997) :
1. Sistem Terpisah
Sistem buangan air hujan dan air kotor dilayani oleh sistem
saluran masing-
masing secara terpisah. Pemilihan sistem ini didasarkan atas
beberapa
pertimbangan antara lain : periode musim hujan dan kemarau
terlalu lama,
kualitas yang jauh berbeda antara air buangan dan air hujan.
Keuntungan : Sistem saluran mempunyai dimensi yang kecil
sehingga
memudahkan pembuatannya dan operasinya, penggunaan
sistem terpisah mengurangi bahaya bagi kesehatan
masyarakat, pada instalasi pengolahan air buangan tidak ada
tambahan beban kapasitas, karena penambahan air hujan dan
pada sistem ini untuk saluran air buangan bisa direncanakan
pembilasan sendiri, baik pada musim kemarau maupun pada
musim hujan.
Kerugian : Harus membuat 2 sistem saluran sehingga
memerlukan
tempat yang luas dan biaya yang cukup besar.
2. Sistem Tercampur
Pada sistem ini air hujan dan air kotor disalurkan melalui satu
saluran yang
sama. Pemilihan sistem ini didasarkan atas pertimbangan, antara
lain debit
masing-masing air buangan relatif kecil sehingga dapat
disatukan.
Keuntungan : Hanya diperlukan satu sistem penyaluran air
sehingga dalam
pemilihannya lebih ekonomis.
Kerugian : Diperlukan areal yang luas untuk menempatkan
instalasi
tambahan untuk penanggulangan di saat-saat tertentu.
3. Sistem Kombinasi
Merupakan sistem buangan yang terdiri dari buangan dan saluran
air hujan
dimana kedua saluran ini dibuat secara terpisah dan dihubungkan
dengan pipa
penerima. Sehingga pada musim hujan, air hujan akan tercampur
dengan air
-
13
buangan melalui pipa penerima tersebut ke dalam saluran air
buangan, dalam
hal ini air hujan akan berfungsi sebagai pengencer atau
penggelontor.
Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam menentukan pemilihan
sistem
adalah :
1. Perbedaan yang besar antara kuantitas air buangan yang akan
disalurkan
melalui jaringan penyalur air buangan dan kuantitas curah hujan
pada daerah
pelayanan
2. Umumnya di dalam kota dilalui sungai-sungai dimana air hujan
secepatnya
dibuang ke dalam sungai-sungai tersebut
3. Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi
air hujan
yang tidak tetap
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka secara
teknis dan
ekonomis sistem yang memungkinkan untuk diterapkan adalah sistem
terpisah
antara air buangan rumah tangga dengan air buangan yang berasal
dari air hujan.
Jadi air buangan yang akan diolah dalam bangunan pengolahan air
buangan hanya
berasal dari aktivitas penduduk dan industri.
Adapun pola jaringan sistem drainase yang dibedakan menjadi 6
(enam)
macam yang dapat dipakai untuk pembuatan sistem drainase
perkotaan yang
tergantung pada letak atau posisi kota serta sungai-sungai yang
ada di kawasan
kota tersebut (S.N, 1997).
1. Sistem Alamiah
Letak saluran utama ada di bagian rendah (lembah) dari suatu
daerah yang
secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang
saluran yang
ada. Dimana saluran cabang dan saluran utama merupakan saluran
alami.
Gambar 3.1. Pola Jaringan Drainase Alamiah
Saluran Utama
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Cabang
-
14
2. Sistem Siku
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi
dari
sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada di tengah
kota.
Gambar 3.2. Pola Jaringan Drainase Sistem Siku
3. Sistem Paralel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan
saluran cabang
(sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila
terjadi
perkembangan kota saluran-saluran akan dapat menyesuaikan
diri.
Gambar 3.3. Pola Jaringan Drainase Sistem Paralel
4. Sistem Grid Iron
Untuk daerah-daerah dimana sungai di pinggir kota sehingga
saluran-saluran
cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.
Gambar 3.4. Pola Jaringan Drainase Sistem Grid Iron
5. Sistem Radial
Sistem ini sesuai untuk daerah bukit sehingga pola saluran
memancar ke
segala arah.
Saluran Utama
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Cabang
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Utama
Saluran Cabang
Saluran Pengumpul
-
15
Gambar 3.5. Pola Jaringan Drainase Sistem Radial
6. Sistem Jaring-jaring
Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah
terhadap
daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa saluran penerima
(interceptor
drain) yang kemudian ditampung ke dalam saluran penampung
(collector
drain) dan selanjutnya alirkan menuju saluran pembawa (conveyor
drain).
Gambar 3.6. Pola Jaringan Drainase Sistem Jaring-jaring
C. Hidrologi Perkotaan
Hidrologi merupakan ilmu tentang kehadiran dan pergerakan air di
alam
dalam bentuk presipitasi, transpirasi, aliran permukaan dan
aliran tanah. Hujan
merupakan salah satu proses yang terbentuk dalam siklus
hidrologi.
1. Debit Air Hujan
Dalam perhitungan debit air hujan diperlukan analisis hidrologi
untuk
mengetahui besarnya limpasan permukaan maksimum. Analisa
hidrologi
bertujuan agar tidak terjadi perencanaan yang berlebihan dari
perencanaan
yang sebenarnya dengan resiko yang semakin besar biaya
konstruksinya atau
sebaliknya yang berarti biaya konstruksi murah namun membawa
resiko
kegagalan yang lebih besar, baik struktural maupun fungsional.
Analisa
hidrologi meliputi uji abnormalitas, analisa frekwensi curah
hujan, waktu
Saluran Penerima
Saluran Penampung
Saluran Pembawa
-
16
konsentrasi, kala ulang hujan, intensitas curah hujan, koefisien
pengaliran,
luas daerah pengaliran dan besar debit air hujan.
a. Uji Abnormalitas
Dari hasil perhitungan curah hujan daerah, data yang diperoleh
perlu diuji
untuk mengetahui apakah data curah hujan daerah yang abnormal.
Untuk
memperkirakan adanya data curah hujan yang abnormal
diperlukan
pengujian pada data curah hujan harian maksimum dan curah
hujan
harian minimum.
Prosedur perhitungan uji abnormal (Rekayasa Hidrologi,
III-9)
Log (X + b) = Log (X0 + b) . Sx (3.1)
1) Data curah hujan daerah yang ada diranking dari kecil ke
besar,
singkirkan nilai terbesar dan terkecil kemudian
dilogaritmakan.
2) Menghitung harga Log X0 dengan persamaan :
Log X0 = .. (3.2)
3) Menghitung harga b, dengan persamaan :
b = .. (3.3)
dimana :
bi = .. (3.4)
m : angka bulat (dibulatkan ke angka yang terdekat ... (3.5)
4) Menghitung harga X0 dengan persamaan :
X0 = .. (3.6)
5) Menghitung harga X02 dengan persamaan :
X02 = .. (3.7)
6) Menghitung derajat standar deviasi (Sx) dengan persamaan
:
Sx = .. (3.8)
7) Menghitung Laju abnormalitas (0) dengan persamaan
0 = 1 (1 0)1/n
.. (3.9)
-
17
8) Membandingkan besarnya nilai dengan nilai 0
a. Jika nilai lebih kecil dari nilai 0 berarti data abnormal
(dihilangkan)
b. Jika nilai lebih besar dari nilai 0 berarti data tidak
abnormal
(dipakai)
Keterangan :
X0 = data curah hujan daerah setelah dirangking (mm)
n = jumlah data yang digolongkan
X = data curah hujan yang diuji (mm)
0 = laju resiko, biasanya diambil 5%
Sx = derajat standar deviasi
= laju abnormalitas
0 = harga batas untuk penyingkiran
= laju koefisien derajat abnormalitas
Xs = data terbesar
Xt = data terkecil
b = harga limit bawah
b. Analisis Frekwensi Curah Hujan
Analisis frekuensi diperlukan untuk menetapkan hujan rancangan
dengan
periode ulang tertentu dari serangkaian data curah hujan.
Untuk
menganalisa probabilitas hujan dan banjir digunakan beberapa
metode
teoritis. Secara umum distribusi teoritis dibagi atas 2 macam
yaitu diskrit
dan kontinyu. Distribusi kontinyu dapat berupa distribusi log
normal,
distribusi gumbel dan distribusi Log Pearson Type III. Namun
dalam
bahasan ini, hanya metode Gumbel dan Log Pearson Type III yang
akan
dibahas secara terperinci.
Namun sebelum menggunakan macam analisis frekuensi perlu
dikaji
persyaratannya. Adapun pengujian sebaran data untuk dapat
menggunakan analisis frekuensi adalah dihitung
parameter-parameter
statistic Cs, Cv, Ck untuk dapat menentukan macam analisis
frekuensi.
-
18
Syarat untuk Metode Gumbel Ck = 5,40 dan Cs = 1,14 ; sedangkan
Log
Pearson III harga Cs dan Cv nya bebas (Rekayasa Hidrologi,
VI-4)
S = .. (3.10)
Cs = .. (3.11)
Ck = .. (3.12)
Cv = .. (3.13)
1) Metode Gumbel
Untuk menghitung besarnya curah hujan rancangan pada suatu
daerah, Gumbel telah merumuskan suatu metode untuk
menghitung
curah hujan tersebut berdasarkan nilai-nilai ekstrim yang
diambil dari
analisis hasil pengamatan curah hujan di lapangan. Adapun
prosedur
perhitungan dari metode Gumbel adalah :
1. Menghitung curah hujan maksimum rerata
2. Menghitung simpangan baku
3. Menghitung nilai K dengan persamaan :
Sn
YnYtK
.. (3.14)
4. Menghitung curah hujan rancangan, dengan persamaan Gumbel
:
xK.SxX oT
.. (3.15)
Keterangan :
XT = curah hujan rancangan dengan periode ulang T tahun (mm)
Yt = reduced variate (fungsi periode ulang)
=
Tr
Tr 1lnln , disajikan dalam tabel .. (3.16)
Yn = reduced mean yang tergantung dari besarnya sampel .
Sn = reduced standard deviation, tergantung dari besarnya
sampel
-
19
Sx = simpangan baku
K = faktor penyimpangan Gumbel
xo = curah hujan maksimum rerata (mm)
Tabel 3.1. Hubungan antara Kala Ulang dengan Faktor Reduksi
Kala Ulang (Tahun) Faktor Reduksi (Yt)
2
5
10
25
50
100
0.3665
1,4999
2,2502
3,1985
3,9019
4,6001
Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, hal 148
Tabel 3.2. Simpangan Baku Tereduksi, Sn
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0,94
1,06
1,11
1,14
1,16
1,17
1,18
1,19
1,20
0,96
1,06
1,11
1,14
1,16
1,17
1,18
1,19
1,20
0,98
1,07
1,11
1,14
1,16
1,17
1,18
1,19
1,20
0,99
1,08
1,12
1,14
1,16
1,17
1,18
1,19
1,20
1,00
1,08
1,12
1,14
1,16
1,18
1,18
1,19
1,20
1,02
1,09
1,12
1,15
1,16
1,18
1,18
1,19
1,20
1,03
1,09
1,13
1,15
1,16
1,18
1,19
1,19
1,20
1,04
1,10
1,13
1,15
1,17
1,19
1,19
1,19
1,20
1,04
1,10
1,13
1,15
1,17
1,18
1,19
1,19
1,20
1,05
1,10
1,13
1,15
1,17
1,18
1,19
1,20
1,20
Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, hal 148- 149
Tabel 3.3. Rata-Rata Tereduksi, Yn
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 n
.495
.523
.536
.543
.548
.552
.554
.556
.558
.560
.499
.525
.537
.544
.549
.552
.555
.557
.558
.503
.526
.538
.544
.549
.552
.555
.557
.558
.507
.528
.538
.545
.549
.553
.555
.557
.559
.510
.529
.539
.545
.550
.553
.555
.557
.559
.512
.530
.540
.546
.550
.553
.555
.558
.559
.515
.532
.541
.546
.550
.553
.556
.558
.559
.518
.533
.541
.547
.551
.554
.556
.558
.559
.520
.534
.542
.547
.551
.554
.556
.558
.559
.522
.535
.543
.548
.551
.554
.556
.558
.559
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, hal 148- 149
2) Metode Log Pearson III
Dalam perhitungan ini, memerlukan beberapa parameter yaitu
berupa derajat penyimpangan, nilai tengah (harga rata-rata)
dan
-
20
standar deviasi. Adapun langkah-langkah perhitungannya
adalah
sebagai berikut:
1. Mengubah data curah hujan n buah dari x1, x2, x3,...,xn
menjadi
bentuk logaritma yaitu log x1, log x2, log x3,..., log xn
2. Menghitung harga rerata, dari data curah hujan yang telah
diubah
ke dalam bentuk logaritma dengan persamaan :
log xo =
n
1i
ixlogn
1
.. (3.17)
3. Hitung standar deviasi, dengan persamaan :
S log x =
1n
xlogxlogn
1i
2
oi
.. (3.18)
4. Hitung koefisien penyimpangan, dengan persamaan :
Cs =
3)(n2)(n1)(n
xlogxlogn
1i
3
oi
.. (3.19)
5. Menghitung logaritma curah hujan dengan persamaan :
log XT = log xo + KTr . S log x .. (3.20)
Harga KTr diperoleh dari tabel hubungan antara Cs dengan
kala
ulang.
6. Hitung nilai anti log dari XT, untuk mendapatkan curah
hujan
rancangan dengan kala ulang T tahun.
c. Waktu konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan
air
dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol
yang
ditentukan di bagian hilir suatu saluran. (S.N, 1997)
Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi :
a. Inlet time (t0) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk
mengalir di
atas permukaan tanah menuju saluran drainase
-
21
b. Conduit time (td) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk
mengalir
di sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan
dibagian
hilir
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus :
tc = t0 + td .. (3.21)
Keterangan :
tc = lamanya waktu konsentrasi (menit)
t0 = waktu yang dibutuhkan oleh air untuk mengaliri permukaan
tanah
ke saluran terdekat (menit)
td = waktu yang dibutuhkan oleh air untuk mengalir di dalam
saluran
pada lokasi yang ditinjau (menit)
Untuk mengetahui t0 dan td dipakai rumus (Imam Subarkah, 1980)
:
t0 = 0,0195 ( )0,77
(menit) .. (3.22)
td = 0,0195 ( )0,77
(menit) .. (3.23)
Keterangan :
L = jarak pengaliran permukaan (meter)
L = panjang saluran (meter)
S = kemiringan permukaan tanah pengaliran
S = kemiringan dasar permukaan
Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi
oleh
faktor-faktor berikut ini :
1. Luas daerah pengaliran
2. Panjang saluran drainase
3. Kemiringan dasar saluran
4. Debit dan kecepatan aliran
Dalam perencanaan drainase waktu konsentrasi sering dikaitkan
dengan
durasi hujan, karena air yang melimpas mengalir di permukaan
tanah dan
saluran drainase sebagai akibat adanya hujan selama waktu
konsentrasi.
-
22
d. Kala Ulang Hujan
Suatu data hujan adalah (X) akan mencapai suatu harga tertentu
(Xi) atau
kurang dari (Xi) dari perkiraan terjadi sekali dalam kurun waktu
T tahun.
Maka T tahun ini dianggap sebagai periode ulang dari (Xi).
Pada
umumnya periode ulang yang dipergunakan menurut fungsi saluran
serta
daerah tangkapan hujan yang akan dikeringkan. (S.N, 1997)
1. Saluran tersier : periode ulang 2 tahun
2. Saluran sekunder : periode ulang 5 tahun
3. Saluran primer : periode ulang 10 tahun
Penentuan periode ulang tersebut didasarkan pada
pertimbangan
ekonomis. Berdasarkan prinsip dalam penyelesaian masalah
drainase
perkotaan dari aspek hidrologi, sebelum dilakukan analisa
frekwensi
untuk mendapatkan besaran hujan berdasarkan pada durasi harian,
jam-
jaman atau menitan.
e. Intensitas Curah Hujan
Dalam menghitung intensitas curah hujan dipakai data-data
hasil
perhitungan curah hujan maksimum pada periode ulang. Menurut
Dr.
Mononobe intensitas hujan (I) di dalam rumus rasional dapat
dihitung
dengan rumus :
I = ( )2/3 .. (3.24)
Keterangan :
I = intensitas curah hujan (mm/hari)
tc = lamanya curah hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
f. Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran merupakan nilai banding antara bagian hujan
yang
membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi.
Besaran
ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan jalan, jenis
dan kondisi
tanah. Pemilihan koefisien pengaliran harus memperhitungkan
kemungkinan adanya perubahan tata guna lahan di kemudian hari.
Harga-
-
23
harga dari koefisien pengaliran C untuk berbagai penggunaan
lahan
seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.4.Hubungan Kondisi Permukaan Tanah dan Koefisien
Pengaliran
No. Kondisi Permukaan Tanah Harga C
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Jalan beton dan jalan aspal
Jalan kerikil dan jalan tanah
Bahu Jalan :
a. Tanah berbutir halus b. Tanah berbutir kasar c. Batuan keras
d. Batuan lunak Daerah perkotaan
Daerah pinggir kota
Daerah industri
Pemukiman padat
Pemukiman tidak padat
Taman dan kebun
Persawahan
Perbukitan
Pegunungan
Atap
0,70 0,95 0,40 0,70
0,40 0,65 0,10 0,20 0,75 0,85 0,60 0,75 0,70 0,95 0,60 0,70 0,60
0,90 0,40 0,60 0,40 0,50 0,20 0,40 0,45 0,60 0,70 0,80 0,75 0,90
0,75 0,95
Sumber : Imam Subarkah 1980
g. Besar Debit Air Hujan
Dalam mendimensi saluran harus dihitung jumlah air hujan yang
akan
ditampung. Debit banjir maksimum dari saluran dihitung
berdasarkan
rumus rasional :
Q = 0,00278.C.I.A (m3/detik) .. (3.25)
Keterangan :
Q = debit banjir maksimum (m3/detik)
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan selama konsentrasi waktu banjir
(mm/jam)
A = luas daerah pengaliran (Ha)
0,00278 adalah angka koefisen
2. Debit Air Buangan
Air buangan yang dimaksud adalah air bekas yang berasal dari
lingkungan
yang ditinjau. Dari sumber air tersebut dapat berupa gabungan
dari cairan dan
-
24
air yang membawa buangan dari rumah tangga, tempat tinggal,
daerah
perkantoran, daerah kelembagaan dan dari daerah rekreasi.
Untuk daerah penelitian tidak terdapat daerah industri dan
daerah perkantoran
sehingga air buangan yang dihasilkan berupa air buangan rumah
tangga yang
terdiri dari air kamar mandi, dapur, bekas cucian dan air
buangan dari daerah
perumahan dan pertokoan. Untuk itu dalam menentukan air buangan
tersebut
diperlukan perkiraan jumlah dan kepadatan penduduk yang berada
di wilayah
tinjauan pada masa yang akan datang.
a. Analisa Perkiraan Jumlah Penduduk
Dalam memperkirakan jumlah penduduk untuk masa sekarang
diambil
berdasarkan jumlah penduduk yang didapatkan dari pihak terkait.
Dengan
3 metode berikut, dapat diperkirakan jumlah penduduk pada tahun
yang
akan direncanakan.
1. Metode Aritmatika
Metode ini memperkirakan pertumbuhan penduduk dengan jumlah
yang sama untuk setiap tahun.
Pn = Po . (1 + r.n) .. (3.26)
2. Metode Geometri
Metode ini memperkirakan pertumbuhan penduduk yang
menggunakan dasar bunga-berbunga, jadi angka pertumbuhan
pendudukan sama setiap tahun.
Pn = Po . (1 + r)n .. (3.27)
3. Metode Eksponensial
Metode ini memperkirakan pertambahan penduduk secara terus
menerus setiap tahun dengan angka pertumbuhan yang konstan.
Pn = Po . er.n .. (3.28)
Keterangan :
Pn = jumlah penduduk pada tahun n
Po = jumlah penduduk pada awal tahun
n = periode waktu dalam tahun
r = angka pertumbuhan penduduk
-
25
b. Besarnya Debit Air Buangan
Besarnya debit air buangan yang dialirkan ke saluran
drainase
mempunyai fluktuasi yang berbeda-beda, dalam hal ini tergantung
pada
jumlah penduduk pemakai air yang dilayani dengan segala
aktifitasnya.
Untuk menghitung besarnya debit buangan rumah tangga
digunakan
rumus :
Q = P x D x A .. (3.29)
Keterangan :
Q = debit rata-rata
P = kebutuhan air bersih (Liter/unit/hari)
A = luas area (Ha)
D = kepadatan penduduk
Tabel 3.5. Rata-rata Aliran Air Buangan dari Daerah
Pemukiman
Sumber Unit Jumlah aliran ltr/unit/hari
Antara Rata-rata
1. Tempat tinggal keluarga
- rumah pada umumnya
- rumah yang lebih baik
- rumah mewah
- rumah pondok
2. Rumah gandengan
3. Hotel, penghuni tetap
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
190 350
250 400
300 550
100 240
120 200
150 220
280
310
380
190
150
190
Sumber : Sugiharto, 1987
Tabel 3.6. Rata-rata Aliran Air Buangan dari Daerah
Perdagangan
Sumber Unit
Jumlah aliran
ltr/unit/hari
Antara Rata-rata
1. Pusat perbaikan
kendaraan
2. Gedung perpisahan
3. Hotel
4. Kantor
5. Rumah makan
6. Rumah sewaan
7. Toko
8. Pusat perbelanjaan
Kendaraan
Pekerjaan
Tamu
Pekerja
Pekerja
Pengunjung
Penghuni
Pekerja
Pekerja
30 5
35 65 150 65 30 50 30 65 8 15
90 190 30 50 30 50
40
55
190
40
55
10
150
40
40
Sumber : Sugiharto, 1987
-
26
3. Analisa Debit Lapangan
Untuk menentukan debit saluran lapangan harus mengukur
secara
langsung di lapangan untuk dimensi saluran eksisting. Hasil
pengukuran
kemudian diolah dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
a. Luas penampang basah (A)
A = (b + z.h)h .. (3.30)
b. Keliling basah saluran (P)
P = b + 2.h. .. (3.31)
c. Jari-jari hidrolis (R)
R = .. (3.32)
d. Rumus pengaliran (V)
Q = A x V .. (3.33)
V = x RxS .. (3.34)
Q = A x x RxS
.. (3.35)
Jadi : Qrata-rata = .. (3.36)
Keterangan :
b = lebar saluran (m)
h = tinggi muka air (m)
A = luas penampang basah (m2)
P = keliling basah saluran (m)
R = jari-jari hidrolis (m)
V = kecepatan rata-rata pada saluran (m/det)
Q = debit aliran (m3/det)
S = kemiringan dasar saluran
n = koefisien manning pada saluran (m/det)
-
27
Tabel 3.7. Nilai Koefisien Kekasaran
Tepi saluran dan deskripsinya Minimum Normal Maksimum
Saluran dilapisi atau dipoles
dengan :
a. Semen 1. Acian 2. Adukan
b. Beton 1. Dipoles 2. Tidak dipoles
c. Dasar Beton dipoles sedikit dengan tebing dari :
1. Adukan batu, semen, diplester
2. Adukan batu dan semen d. Pasangan batu
1. Batu pecah 2. Bati kosong
0,010
0,011
0,015
0,014
0,016
0,020
0,017
0,023
0,011
0,013
0,017
0,017
0,020
0,025
0,025
0,032
0,013
0,015
0,020
0,020
0,024
0,030
0,030
0,035 Sumber : Van Te Chow, 1985
Untuk menjamin fungsinya suatu sistem drainase secara baik
maka
diperlukan bangunan-bangunan pelintas guna mengatur dan
mengontrol
sistem aliran air yang ada. Adapun jenis bangunan pelintas yang
dimaksud
dapat berupa gorong-gorong, sipon, talang dan jembatan.
Keberadaannya
tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya dipengaruhi
oleh fungsi
saluran dan kondisi lingkungan. Salah satu bangunan pelintas
yang
digunakan sistem jaringan saluran adalah gorong-gorong
berpenampang
empat persegi. Fungsi bangunan ini untuk menyalurkan air
melalui/melintasi
jalan raya.
Rumus hidrolis gorong-gorong :
Q = A x V = .. (3.37)
Keterangan :
Q = Debit aliran (m3/det)
A = Luas penampang basah (m2)
V = Kecepatan air dalam gorong-gorong (Vmin = 1,5 m/detik)
R = Jari-jari hidrolis (m)
-
28
S = Kemiringan dasar saluran
n = nilai kekasaran manning
D. Masalah dan Penanganan Sistem Drainase
Pertumbuhan kota dan perkembangan industri menimbulkan dampak
yang
cukup besar pada siklus hidrologi sehingga berpengaruh besar
terhadap sistem
drainase perkotaan. Perkembangan kawasan hunian disinyalir
sebagai penyebab
banjir dan genangan di lingkungan sekitarnya. Hal tersebut
disebabkan karena
adanya perkembangan urbaniasi, menyebabkan adanya perubahan tata
guna lahan.
Oleh karena itu setiap perkembangan kota harus diikuti dengan
perbaikan sistem
drainase, tidak cukup hanya pada lokasi yang dikembangkan tetapi
juga daerah
sekitarnya yang terpengaruh.
1. Masalah dan Tantangan
Sampai dengan saat ini belum ada ketegasan fungsi saluran
drainase,
untuk mengalirkan kelebihan air permukaan/mengalirkan air hujan,
apakah
juga berfungsi sebagai saluran air limbah pemukiman (grey
water).
Sedangkan fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda
dengan air
limbah, yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir
aliran.
Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang
ke saluran
akibat penanganan sampah secara tidak potensial oleh pengelola
sampah dan
masyarakat.
Belum adanya produk pengaturan yang mengatur pembangunan di
areal
lahan basah (wet land) misalnya bebas rawa, situ-situ, embung
dan lain-lain.
Seharusnya diatur apabila akan mengembangkan daerah-daerah
tersebut,
harus digantikan di daerah tangkapan air yang sama, sehingga
tidak
menambah aliran permukaan (run off) (Kementrian PU, 2011).
Permasalah drainase perkotaan bukanlah hal yang sederhana.
Banyak
faktor yang mempengaruhi dan perlu pertimbangan yang matang
dalam
perencanaan, antara lain : (Rato, 2007)
-
29
a. Peningkatan debit
Perubahan atau meningkatnya curah hujan pada daerah setempat dan
juga
air buangan akibat meningkatnya kepadatan penduduk
mempengaruhi
besarnya debit yang masuk ke dalam saluran drainase.
b. Peningkatan jumlah penduduk
Meningkatnya jumlah penduduk perkotaan yang sangat cepat, akibat
dari
pertumbuhan maupun urbanisasi. Peningkatan jumlah penduduk
selalu
diikuti oleh penambahan infrastruktur perkotaan, disamping
itu
peningkatan penduduk juga selalu diikuti oleh peningkatan
limbah, baik
limbah cair maupun pada sampah.
c. Amblesan tanah
Disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan,
mengakibatkan
beberapa bagian kota berada dibawah muka air laut pasang.
d. Penyempitan dan pendangkalan saluran
e. Reklamasi
f. Limbah sampah dan pasang surut
Tantangan yang dihadapi antara lain (Kementrian PU, 2011) :
a. Mencegah penurunan kualitas lingkungan permukiman di
perkotaan yang
bertumpu pada peran aktif dan swadaya masyarakat di upayakan
peran
aktif seluruh pelaku pembangunan
b. Optimalisasi fungsi pelayanan dan efisiensi prasarana dan
sarana drainase
yang sudah terbangun
c. Peningkatan dan pengembangan sistem yang ada, pembangunan
baru
secara efektif dan efisien yang menjangkau masyarakat
berpenghasilan
rendah.
d. Pemerataan pembangunan sub-bidang drainase dengan
memperhatikan
kondisi ekonomi nasional dan daerah setempat
e. Menunjang terwujudnya lingkungan perumahan dan permukiman
yang
bersih dan sehat serta meningkatkan ekonomi masyarakat
berpenghasilan
rendah.
-
30
2. Penanganan Masalah
Upaya untuk mengatasi masalah-masalah drainase seperti tersebut
di
atas, adalah dengan upaya menangkal penyebab banjir yang ada
seperti
tersebut di atas dan pada prinsipnya dapat dibagi menjadi dua
hal utama,
yaitu (Kementrian PU, 2011) :
a. Menerapkan Teknis Hidraulik yang Benar
Penerapan aspek hidraulik ini merupakan upaya untuk
menangani
masalah drainase yang diakibatkan karena keadaan alam yang
ada.
Penerapan teknik hidraulik dimaksud antara lain meliputi :
1. Kegiatan perencanaan agar selalu berpedoman pada kriteria
hidrologi,
kriteria hidraulika dan kriteria struktur yang ada
2. Kegiatan pelaksanaan pembangunan, agar selalu berpedoman
pada
peraturan-peraturan pelaksanaan, spesifikasi administrasi,
spesifikasi
teknik dan gambar-gambar perencanaan yang ada
3. Kegiatan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan agar selalu
berpedoman pada kriteria sistem drainase perkotaan dan
peraturan-
peraturan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang ada.
b. Pembenahan Aspek Non Struktural
Pembenahan aspek non struktural ini merupakan upaya penanganan
pada
permasalahan-permasalahan yang diakibatkan oleh tingkah laku
manusia
dalam pembangunan sistem drainase perkotaan. Pembenahan
aspek
dimaksud diantaranya meliputi:
1. Pemantapan perundangan dengan persampahan, perumahan,
peil
banjir, masterplan drainase, dan lain-lain
2. Pemantapan organisasi pengelola yang ada, secara
berkesinambungan
3. Penyediaan dana yang mencukupi, baik untuk pembangunan
maupun
untuk biaya operasi dan pemeliharaan. Peningkatan peran
serta
masyarakat dan peran serta swasta dalam penanganan drainase
perkotaan,
5. Dan lain-lain.
-
31
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Pengumpulan Data
Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi terkait berupa
data-data
sebagai berikut :
1. Data curah hujan
2. Data peta topografi
3. Data jumlah penduduk
4. Data peta tata guna lahan
Data primer didapatkan dengan melakukan pengukuran dan
observasi
langsung di lokasi penelitian serta tanya jawab dengan
stakeholder-stakeholder
terkait. Data ini berupa :
1. Data dimensi saluran eksisting
2. Data kondisi saluran dan daerah sekitarnya
3. Data daerah genangan dan luapan air
B. Pengolahan Data
Pengolahan data melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Penentuan blok layanan
Penentuan pengaliran dengan memperhatikan topografi lokasi
penelitian, letak
bangunan-bangunan yang ada dan tata guna lahan.
2. Penamaan blok layanan dan saluran
Proses ini dimaksudkan untuk memudahkan proses analisa terhadap
masing-
masing ruas/saluran dan blok layanan pada saat perhitungan debit
air hujan
dan air buangan.
3. Perhiutungan kapasitas saluran eksisting (Qe)
a. Berdasarkan pengukuran lapangan didapatkan data dimensi
saluran berupa
lebar dasar saluran (b), lebar atas saluran (T) dan tinggi
saluran (h)
b. Kemudian data tersebut diolah menggunakan kriteria
perencanaan
hidrolika untuk mendapatkan nilai kapasitas saluran eksisting
(Qe)
-
32
4. Perhitungan debit air hujan (Qh)
a. Hitung luas (A) tiap zona dari masing-masing blok layanan
b. Tentukan koefisien pengaliran permukaan (c)
c. Tetapkan waktu konsentrasi (tc) untuk masing-masing blok
layanan
d. Hitung intensitas curah hujan (I)
e. Tentukan curah hujan andalan (R24)
f. Hitung debit air hujan (Qh) tiap zona menggunakan persamaan
rasional
5. Perhitungan debit air buangan (Qb)
a. Tetapkan data perencanaan lain berupa luas daerah cakupan,
kepadatan
penduduk, debit air buangan rata-rata dan luas blok cakupan
b. Hitung debit air buangan untuk masing-masing blok layanan
6. Penentuan debit air teoritis (Qtr)
a. Debit teoritis merupakan penjumlahan dari debit air yang
diakibatkan oleh
hujan (Qh) dengan debit air yang diakibatkan oleh buangan
penggunaan
manusia (Qb)
b. Penjumlahan debit ini dilakukan untuk masing-masing saluran
yang
bersesuaian dan kemudian dijumlahkan secara kumulatif merujuk
kepada
arah pengaliran dari bagian hulu ke bagian hilir saluran
7. Evaluasi kinerja sistem drainase
a. Evaluasi terhadap kapasitas saluran dilakukan dengan
membandingkan
hasil Qtr dengan Qe. Kapasitas saluran dinilai masih mampu
melayani
debit air yang mungkin terjadi apabila nilai Qe > Qtr dan
sebaliknya
kapasitas saluran dinilai tidak mampu lagi melayani debit air
yang
mungkin terjadi apabila nilai Qe < Qtr
b. Evaluasi terhadap jaringan pengaliran dilakukan dengan
terlebih dahulu
mengetahui sistem drainase yang digunakan, melihat kondisi
jaringan
drainase yang akan mencerminkan kinerja sistem yang ada dan
persoalan
luapan/genangan pada lokasi penelitian
c. Evaluasi terhadap tata letak dan pelengkap bangunan drainase
dilakukan
dengan melihat elevasi mulut saluran terhadap jalan raya, pipa
air buangan
dan inlet yang menuju saluran drainase
-
33
d. Evaluasi terhadap perilaku masyarakat dilakukan dengan
memberikan
gambaran secara umum terhadap keadaan atas masalah yang terjadi
di
lokasi penelitian yang disebabkan oleh perilaku masyarakat.
8. Rekomendasi
Memberikan rekomendasi kepada seluruh pihak atas evaluasi yang
dilakukan
pada sistem drainase di lokasi penelitian berupa teknik
penanganan atas
masalah yang terjadi pada sistem drainase pada lokasi
penelitian.
-
34
C. Bagan Alir Penelitian
Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian
Mulai
Pengumpulan data dan analisa pendahuluan
Kepadatan
Penduduk
Debit Air
Buangan
Debit Air
Teoritis
Perhitungan
Hidrolis
Kapasitas
Saluran
Eksisting
Pemilihan
Metode
Analisa Frekwensi
Analisa
Frekwensi
Intensitas
Curah Hujan
Debit Air
Hujan
Blok Layanan
Tata Guna Lahan
Waktu
Konsentrasi
Koefisien
Pengaliran
Rekomendasi
Data Sekunder
Data Primer
Data Curah Hujan
Peta Topografi
Data
Penduduk
Pengukuran
Lapangan
Qtr : Qe
Selesai
Evaluasi terhadap :
a. Kapasitas Saluran b. Jaringan Pengaliran c. Tata Letak dan
Pelengkap Bangunan d. Perilaku Masyarakat e.
-
35
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perhitungan Kapasitas Saluran Eksisting
Dari hasil pengukuran lapangan pada saluran eksisting (yaitu
saluran lama
pada saluran drainase ruas Jalan Basuki Rahmat sebelum
dilakukan
pembongkaran/perbaikan) diperoleh data sebagai berikut :
1) Nama saluran = Saluran Kn6 (Ruas Basuki Rahmat)
2) Panjang saluran (L) = 205,0 m
3) Kemiringan saluran (S) = 0,0049
4) Dimensi saluran :
a. Lebar atas (T) = 0,90 m
b. Lebar bawah (b) = 0,65 m
c. Tinggi (h) = 0,45 m
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan analisis hidrolika
sebagai
berikut :
Pada perhitungan kapasitas saluran eksisting tidak
memperhitungan tinggi jagaan
untuk saluran.
1) Luas Penampang (A)
Dimana z = = = 0,50
A = (b + z.h)h
= (0,65 + 0,50(0,45)) . 0,45
= 0,394 m2
2) Keliling basah saluran (P)
P = b + 2.h
= 0,65 + 2(0,45)+
= 1,656 m
3) Jari-jari hidrolis (R)
R = = = 0,238 m
-
36
4) Rumus pengaliran (V)
Diambil nilai koefisien kekasaran (n) dari tabel 3.7 untuk tipe
saluran dengan
dasar beton dipoles sedikit dengan tebing dari adukan batu dan
semen nilai
maksimum (dikarenakan kondisi saluran sudah mengalami
penggerusan) yaitu
0,030.
V = x R x S
= ( ) x (0,238) x (0,0049)
= 0,8934 m/detik
5) Debit lapangan (Q)
Q = A x V
= 0,394 x 0,8934
= 0,3518 m3/detik
6) Kapasitas rata-rata saluran (Qe)
Debit lapangan pada setiap saluran dirata-ratakan untuk
memperoleh besar
kapasitas saluran pada kedua ruas saluran drainase.
Saluran Kanan
Qe kanan =
=
= 0,6854 m3/detik
Saluran Kiri
Qe kiri =
=
= 0,9345 m3/detik
Perhitungan untuk kapasitas bangunan silang (gorong-gorong)
sebagai
kontrol untuk jaringan pengaliran. Sebagai contoh diambil
perhitungan kapasitas
gorong-gorong untuk saluran kiri yaitu pertemuan antara saluran
Jalan Basuki
Rahmat dan saluran Jalan Towua sebagai berikut :
-
37
1) Data gorong-gorong :
Panjang gorong-gorong (L) = 15,40 m
Lebar gorong-gorong (b) = 1,20 m
Kedalaman gorong-gorong (h) = 0,60 m
Kemiringan dasar gorong-gorong (S) = 0,0065
2) Pengolahan data
a. Luas penampang (A) = b x h
= 1,20 x 0,60
= 0,720 m2
b. Keliling basah (P) = b + 2h
= 1,20 + 2(0,60)
= 2,400 m
c. Jari-jari hidrolis (R) = = = 0,300 m
d. Kecepatan aliran (V) = x R x S
= ( ) x (0,300) x (0,0065)
= 1,806 m/detik
e. Debit (Q) = A x V
= 0,720 x 1,806
= 1,300 m3/detik
Tabel 5.1. Perhitungan Kapasitas Gorong-gorong
Saluran
Dimensi Eksisting Gorong-gorong
S V
(m/det)
Q
(m3/det) b
(m)
h
(m)
L
(m)
A
(m2)
P (m) R
(m) n
Kanan 1.40 0.80 19.2 1.120 3.000 0.373 0.020 - 1.500 1.680
Kiri 1.20 0.60 15.4 0.720 2.400 0.300 0.020 0.0065 1.806
1.300
Catatan : Untuk saluran kanan digunakan kecepatan minimum untuk
gorong-gorong (Vmin = 1,5
m/det) karena tidak diketahui dimensi untuk bagian hilir,
sehingga kemiringan tidak
dapat diketahui (Tertutup).
-
38
B. Perhitungan Debit Aliran
1. Debit Air Hujan (Qh)
a. Uji Abnormalitas
Prosedur perhitungan uji abnormalitas (Rekayasa Hidrologi,
III-9) :
1) Data curah hujan diurut berdasarkan rangking dan dirubah
dalam
bentuk logaritma curah hujan.
Tabel 5.2. Data Curah Hujan Maksimum Berdasarkan Rangking
Rangking Tahun
Pengamatan
Curah Hujan
(mm)
1 2012 166,00
2 2009 115,20
3 2006 72,20
4 2005 62,20
5 2007 56,70
6 2011 54,90
7 2008 53,00
8 2003 37,20
9 2010 35,50
10 2004 25,30
Sumber : Stasiun Metereologi Mutiara Palu
Dalam uji abnormalitas ini, data terbesar dan terkecil untuk
sementara
dihilangkan.
3) Hitung Harga Log X0
Tabel 5.3. Uji Abnormalitas Data Curah Hujan
Rangking Xi Log Xi
1 115,20 2,061
2 72,20 1,859
3 62,20 1,794
4 56,70 1,754
5 54,90 1,740
6 53,00 1,724
7 37,20 1,571
8 35,50 1,550
Jumlah 486,900 14,052
Rata-rata 60,863 1,756
-
39
Log X0 = = = 1,756
X0 = 57,082 mm
4) Hitung Nilai b
m = = 0,8 1 (maka diambil 1 rangking)
Tabel 5.4. Perhitungan nilai b
Xs Xt Xs . Xt Xs + Xt Xs.Xt -
X02
2X0 - (Xs +
Xt) b
1 2 3 4 5 = 3 - X02 6 = 2X0 - 4 7 = 5/6
115,20 35,50 4089,600 150,700 831,266 -36,536 -22,752
Sumber : Hasil Perhitungan
b = = = -22,752
5) Hitung X0
Tabel 5.5. Perhitungan Standar Deviasi
Rangking Xi b xi + b log (xi + b) log (xi + b)2
1 115,20
-22,752
92,448 1,966 3,865
2 72,20 49,448 1,694 2,870
3 62,20 39,448 1,596 2,547
4 56,70 33,948 1,531 2,343
5 54,90 32,148 1,507 2,272
6 53,00 30,248 1,481 2,192
7 37,20 14,448 1,160 1,345
8 35,50 12,748 1,105 1,222
Jumlah 12,040 18,657
Sumber : Hasil Perhitungan
X0 =
= = 1,505
6) Hitung X2
X2 =
= = 2,332
-
40
7) Hitung derajat standar deviasi (Sx)
Sx =
=
= 0,259
8) Laju koefisien derajat abnormalitas ()
Log (X + b) = Log (X0 + b) . Sx
a. Untuk data curah hujan minimum 35,50 mm
Log (X + b) = Log (X0 + b) . Sx
Log (35,50 22,752) = Log (1,505 22,752) . 0,259
Log 12,748 = 1,505 . 0,259 (Diambil nilai X0 karena hasil log
minus)
1,105 = 1,505 + 0,259
= 1,543
b. Untuk data curah hujan maksimum 115,20 mm
Log (X + b) = Log (X0 + b) . Sx
Log (115,20 22,752) = Log (1,505 22,752) . 0,259
Log 92,448 = 1,505 . 0,259 (Diambil nilai X0 karena hasil log
minus)
1,966 = 1,505 + 0,259
= 1,780
9) Hitung laju abnormalitas (0) untuk 0 = 5%
0 = 1 (1 0)1/n
= 1 (1-0,05) 1/8
= 0,006
10) Perbandingan besar nilai dengan nilai 0
a. Untuk data Xe = 35,50 mm didapat = 1,543 berarti > 0 =
0,006,
artinya data tidak dapat disingkirkan
b. Untuk data Xe = 115,20 mm didapat = 1,780 berarti > 0
=
0,006, artinya data tidak dapat disingkirkan
-
41
Dengan demikian berarti tidak ada data hujan yang abnormal,
maka
untuk perhitungan selanjutnya menggunakan 10 data curah
hujan
tersebut.
b. Pemilihan Uji Kesesuaian Metode Analisis Distribusi
Frekwensi
Tabel 5.6. Perhitungan Pemilihan Distribusi Frekwensi
No Xi Xi - x (Xi - x)2 (Xi - x)
3 (Xi - x)
4
1 166,00 98,180 9639,312 946387,691 92916343,545
2 54,90 -12,920 166,926 -2156,689 27864,423
3 35,50 -32,320 1044,582 -33760,903 1091152,390
4 115,20 47,380 2244,864 106361,675 5039416,174
5 53,00 -14,820 219,632 -3254,952 48238,391
6 56,70 -11,120 123,654 -1375,037 15290,411
7 72,20 4,380 19,184 84,028 368,041
8 62,20 -5,620 31,584 -177,504 997,574
9 25,30 -42,520 1807,950 -76874,051 3268684,649
10 37,20 -30,620 937,584 -28708,834 879064,507
Total 678,200 0,000 16235,276 906525,423 103287420,106
Sumber : Hasil Perhitungan
S = = = 42,473
Cs = = = 0,1643
Ck = = = 267,480
Cv = = = 0,6263
Syarat untuk :
- Gumbel : Ck = 5,40 ; Cs = 1,14
- Log Pearson Type III : Cs dan Cv harga bebas
Dengan memperhatikan besaran parameter statistik di atas, maka
sebaran
frekwensi yang paling sesuai adalah metode Log Pearson Type
III.
-
42
c. Analisis Frekwensi Curah Hujan
Tabel 5.7. Perhitungan Curah Hujan dengan Metode Log Pearson
Type III
Tahun Xi Log Xi (Log Xi - Log
Xo)
(log Xi -
log Xo)2
(log Xi - log
Xo)3
2012 166,00 2,220 0,453 0,205 0,093
2009 115,20 2,061 0,294 0,086 0,025
2006 72,20 1,859 0,091 0,008 0,001
2005 62,20 1,794 0,026 0,001 0,000
2007 56,70 1,754 -0,014 0,000 0,000
2011 54,90 1,740 -0,028 0,001 0,000
2008 53,00 1,724 -0,043 0,002 0,000
2003 37,20 1,571 -0,197 0,039 -0,008
2010 35,50 1,550 -0,217 0,047 -0,010
2004 25,30 1,403 -0,364 0,133 -0,048
Jumlah 17,6752 0,000 0,522 0,052
Rata - Rata 1,7675
Sumber : Hasil Perhitungan
1) Harga rerata
Log xo = = = 1,7675
2) Standar deviasi
S log x = = = 0,2408
3) Koefisien penyimpangan
Cs = = = 0,0522
4) Nilai K dari Lampiran I, diperoleh dari Tr 10 Tahun dan Cs =
0,0522
K = 1,296
5) Logaritma curah hujan
Log XT = Log xo + KTr . S Log x
= 1,7675 + 1,296 x 0,2408
= 2,080
-
43
6) Hujan rancangan 10 tahun
Log XT = 2,080
XT = (10)2,080
= 120,117 mm
d. Besar Debit Air Hujan (Untuk saluran Kn6)
1) Waktu konsentrasi
tc = t0 + td
t0 = 0,0195 ( )0,77
td = 0,0195 ( )0,77
= 0,0195 ( )
0,77 =
0,0195 ( )
0,77
= 11,787 menit = 9,122 menit
Maka :
tc = t0 + td
= 11,787 + 9,122
= 20,909 menit
2) Intensitas curah hujan
I = ( )2/3
= ( )2/3
= 5,487 mm/jam
3) Koefisien pengaliran
Daerah layanan saluran drainase meruapakan daerah pemukiman
dan
perdagangan, diambil nilai tengah dengan C sebesar 0,8.
4) Besarnya debit air hujan
Diambil contoh perhitungan untuk Saluran Kn6 dengan luas
layanan
(A) adalah 8,660 Ha.
Q = 0,00278.C.I.A
= 0,00278 x 0,8 x 5,487 x 6,714
= 0,0819 m3/detik
-
44
Maka total debit air hujan yang masuk ke dalam dan dialirkan
saluran
adalah jumlah keselurah debit air dari masing-masing saluran
:
Saluran Kanan
Qh kanan = QARkn1 + QARkn2 + QARkn3 + QBRkn1 + QBRkn2
+ QBRkn3 + QBRkn4 + QBRkn5 + QBRkn6
= 0,0186 + 0,0320 + 0,0444 + 0,0732 + 0,1272 + 0,1075
+ 0,1132 + 0,1337 + 0,0819
= 0,7317 m3/detik
Saluran Kiri
Qh kiri = QARkr1 + QARkr2 + QARkr3 + QARkr4 + QBRkr1
+ QBRkr2 + QBRkr3 + QBRkr4 + QBRkr5
= 0,0155 + 0,0269 + 0,0194 + 0,0355 + 0,1130 + 0,0825
+ 0,0670 + 0,0958 + 0,0648
= 0,5204 m3/detik
2. Debit Air Buangan (Qb)
a. Proyeksi Jumlah Penduduk
Tabel 5.8. Data Penduduk Tahun 2012
Data Penduduk dan Wilayah Birobuli Utara Tatura Utara
Jumlah Penduduk 2012 (jiwa) 19.493 21.996
Pertumbuhan Penduduk (%) 1,90
Luas Wilayah (Ha) 709 328
Sumber : Kecamatan Palu Selatan
1) Metode Aritmatik
Birobuli Utara Tatuta Utara
Pn = P0 (1 + r.n) Pn = P0 (1 + r.n)
= 19.493 x (1 + (0,019x10)) = 21.996 x (1 + (0,019x10))
= 23.197 Jiwa = 26.175 Jiwa
2) Metode Geometri
Birobuli Utara Tatuta Utara
Pn = P0 (1 + r)n Pn = P0 (1 + r)
n
-
45
= 19.493 x (1 + 0,019)10
= 21.996 x (1 + 0,019)10
= 23.530 Jiwa = 26.551 Jiwa
3) Metode Eksponensial
Birobuli Utara Tatuta Utara
Pn = P0 (e)r.n
Pn = P0 (e)r.n
= 19.493 x (1)0,019x10
= 21.996 x (1)0,019x10
= 19.493 Jiwa = 21.996 Jiwa
Tabel 5.9. Proyeksi Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk
Uraian Birobuli Utara Tatura Utara
Jumlah Penduduk 2012 (jiwa) 19.493 21.996
Pertumbuhan Penduduk (%) 1,90
Metode Aritmatik 23.197 26.175
Metode Geometri 23.530 26.551
Metode Eksponensial 19.493 21.996
Diambil yang terbesar, P10 23.530 26.551
Luas Wilayah (Ha) 709 328
Kepadatan Penduduk (jiwa/Ha) 33 81
Sumber : Hasil Perhitungan
b. Debit Air Buangan
Dalam perhitungan air buangan diambil juga untuk contoh
perhitungan
pada saluran basuki rahmat Kn6 dengan data sebagai berikut :
Luas areal (A) = 6,714 Ha
Penduduk yang dilayani (D) = Kepadatan penduduk x Luas areal
= 81 x 6,714
= 543 jiwa
Aliran air buangan (P) = 280 Liter/orang/hari (Tabel 3.5)
= 280 x ( )
= 0,0000324 m3/orang/detik
Sehingga debit air buangan rumah tangga :
Qb = P x D x A
-
46
= (280 x ( )) x 543 x 6,714 = 0,00176 m3/detik
3. Debit Teoritis (Qtr)
Debit teoritis merupakan penjumlahan dari debit air yang
diakibatkan oleh
hujan (Qh) dengan debit air yang diakibatkan oleh buangan
penggunaan
manusia (Qb).
Saluran Kn6, Qtr = Qh + Qb
= 0,0819 + 0,00176
= 0,0837 m3/detik
Total debit air yang masuk ke dalam saluran Kn6 (Debit
komulatif) yaitu :
Qkn6 = 0,7444 m3/detik
C. Evaluasi
1. Evaluasi Terhadap Kapasitas Saluran
Pada saluran drainase sebelah kanan dan kiri arah aliran
diperoleh total
debit lapangan yang dapat ditampung dan dialirkan oleh saluran
eksisting rata-
rata (Qe) berturut-turut adalah 0,6854 m3/detik dan 0,9345 m
3/detik. Untuk
debit teoritis (Qtr) pada ruas tersebut berturut-turut adalah
0,7444 m3/detik dan
0,5267 m3/detik.
Dari hasil tersebut terlihat bahwa kapasitas saluran untuk
saluran kanan
lebih kecil daripada debit air yang akan masuk ke dalam saluran
dan untuk
saluran kiri kapasitas saluran masih mampu menampung debit air
masuk.
Qe kanan = 0,6854 m3/detik < Qtr kanan = 0,7444 m
3/detik
Qe kiri = 0,9345 m3/detik > Qtr kiri = 0,5267 m
3/detik
Evaluasi dilakukan pada saluran penerima akhir yang dianggap
kritis
(kemiringan dan dimensi saluran relative kecil, padahal
merupakan saluran
akhir yang menerima air masuk paling besar) yaitu dalam kelompok
saluran
kanan Kn6.
Pada perhitungan diperoleh debit teoritis komulatif (debit
air
keseluruhan yang akan masuk ke dalam saluran) untuk saluran Kn6
sebesar
0,7444 m3/detik dan kapasitas saluran eksisting sebesar 0,3518
m
3/detik. Nilai
-
47
ini memperlihatkan bahwa kapasitas saluran tidak lagi mampu
menampung air
yang masuk ke dalam saluran (Qtr = 0,7444 > Qe = 0,3518
m3/detik).
Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dikemukakan beberapa hal
yang
memungkinkan hal tersebut terjadi :
a. Karakteristik saluran eksisting yang tidak mencukupi
untuk
menampung seluruh debit yang ada
b. Prinsip sistem drainase yang tidak diterapkan yaitu dimensi
saluran
yang seharusnya semakin besar menuju ke hilir aliran
c. Kapasitas saluran menurun akibat adanya sampah, tanaman
pengganggu dan sedimentasi.
Persoalan lain dibeberapa titik sepanjang saluran ruas Jalan
Basuki
Rahmat terjadi luapan ke badan jalan yaitu meluapnya air sebelum
adanya plat
pelintas yang menyambungkan ke arah Jalan Kesadaran, Jalan
Cendana I,
Jalan Cendana II, dan Jalan Purnawirawan II . Keadaan ini dapat
dikemukan
terjadi akibat sisa-sisa bahan bangunan seperti kayu penyanggah
pembuatan
plat pelintas (bahan beton) yang tidak dikeluarkan setelah
pekerjaan selesai.
Hal inilah yang menyebabkan sampah-sampah yang masuk ke dalam
saluran
dan mengalir terbawa oleh air tersangkut di sisa bahan bangunan
yang tidak
dibersihkan tersebut.
Jika dilihat secara langsung pada lokasi penelitian, tidak semua
saluran
drainase mengalami masalah hanya dibeberapa titik yang telah
dikemukakan
di atas yang mengalami masalah secara teknis sedangkan saluran
lain terlihat
kering dan normal hanya secara aspek sosial saluran tidak
dilakukan
pemeliharaan yang baik.
Dengan evaluasi ini terlihat bahwa saluran yang mengalami
masalah
adalah saluran kanan yang mendapat daerah layanan lebih besar
dan dengan
kondisi dimensi saluran yang tidak lagi seragam, sedimentasi
yang disebabkan
oleh penumpukan sampah yang bercampur dengan kandungan sedimen
yang
terbawa oleh aliran air saat hujan sehingga terjadi pendangkalan
saluran dan
sampah yang berserakan di samping mulut saluran maupun di dalam
saluran
sehingga kapasitas saluran tidak lagi mampu melayani debit air
yang ada.
-
48
Sehubungan dengan telah dilakukannya pembongkaran dan
konstruski
kembali atas saluran drainase di ruas Jalan Basuki Rahmat
tindakan ini
dianggap benar dengan melihat perhitungan sebelumnya serta
memikirkan
perubahan dan perkembangan yang akan terjadi beberapa tahun ke
depan.
Namun yang menjadi permasalahan adalah jika tidak dilakukan
pengerjaan
konstruksi yang benar, operasional dan pemeliharaan yang baik,
dapat
dipastikan keadaan ini akan terulang kembali pada titik-titik
genangan yang
dikemukakan sebelumnya.
Hal-hal seperti pada pekerjaan konstruksi saluran, jika
tidak
dilaksanakan dengan baik, masalah akan tetap muncul (seperti
masalah yang
dikemukakan) yaitu masalah genangan dan luapan timbul akibat
sisa bahan
bangunan pekerjaan yang tidak dibersihkan menyebabkan
tersangkutnya
sampah-sampah menjadi tumpukan sedimen. Dapat dikatakan juga
dengan
sistem tertutup yang diterapkan pada pembangunan kembali saluran
drainase
ruas Jalan Basuki Rahmat memungkinkan tidak terkontrolnya aliran
air di
bawah plat pelintas. Maka keadaan ini dapat memperkecil kembali
kapasitas
saluran drainase yang baru dikerjakan.
2. Evaluasi Terhadap Jaringan Pengaliran
Saluran Drainase pada ruas Jalan Basuki Rahmat merupakan
drainase
buatan dengan pasangan batu, drainase permukaan tanah yang
mengalirkan
air limpasan permukaan, berfungsi multi purpose mengalirkan
beberapa jenis
air buangan dan merupakan saluran terbuka. Sistem buangan
kelebihan air
dengan sistem tercampur yaitu air hujan dan air kotor disalurkan
melalui satu
saluran yang sama. Saluran drainase ini menganut pola jaringan
sistem siku
(topografi lebih tinggi dari sungai dan sungai sebagai saluran
pembuang akhir
berada di tengah kota).
Bagian ini kemudian dijelaskan melalui tabel kondisi jaringan
drainase
yang akan memberikan gambaran mengenai kinerja sistem yang ada
dan tabel
luapan/genangan dan wilayah dampak.
-
49
Tabel 5.10 Kondisi Jaringan Drainase (Mencerminkan Kinerja
Sistem yang ada)
No. Kode Blok
Saluran
Panjang
(m)
Dimensi (m) Jumlah
Peduduk
(Jiwa)
Konstruksi
Saluran Kondisi Tinggi
(h)
Lebar
Atas
(T)
Bawah
(b)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Saluran Kn1
Saluran Kn2
Saluran Kn3
Saluran Kn4
Saluran Kn5
Saluran Kn6
307
302
228
267
404
205
0,50
0,90
0,50
0,70
0,50
0,45
0,80
0,70
0,75
0,70
0,80
0,90
0,50
0,50
0,50
0,50
0,70
0,65
137
583
593
580
657
581
Permanen,
pasangan
batu
Permanen,
pasangan
batu
Permanen,
pasangan
batu
Permanen,
pasangan
batu
Permanen,
pasangan
batu
Permanen,
pasangan
batu
Sepanjang saluran konstruksi masih dalam kondisi baik,
sampah banyak menggenangi saluran di depan Ibtidayah
Yayasan Al-Khaerat, di beberapa titik lain vegetasi liar
tumbuh di samping mulut saluran dan beberapa menjalar ke
dalam saluran.
Sepanjang saluran konstruksi masih dalam kondisi baik, hanya
vegetasi liar yang mengganggu aliran di dalam saluran
drainase.
Di beberapa titik dinding saluran terlihat sudah retak,
penumpukan sedimen pada arah Jl. Batu Bata Indah dan
sampah-sampah yang masuk ke dalam saluran .
Konstruksi saluran sudah tidak bisa terlihat karena telah di
tutupi plat pelintas menuju tempat usaha, pada titik arah
Jl.
Kesadaran terlihat vegetasi liar yang memenuhi dinding
saluran dan sampah yang dibuang tepat di samping mulut
saluran.
Kondisi terparah ada di sepanjang saluran ini, 2 titik
luapan
dan genangan ada di saluran ini. Saluran di bawah plat
pelintas
tersumbat mengakibatkan air meluapkan ke badan jalan dan
menimbulkan bau busuk.
Sebagai saluran akhir, saluran ini dalam kondisi baik,
sampah
masih menjadi masalah utama yang mengganggu kapasitas
saluran serta dimensi saluran yang tidak seragam dan semakin
mengecil menuju hilir saluran. Namun pada kondisi hujan air
menggenang pada daerah ini yang merupakan daerah rendah.
-
50
No. Kode Blok
Saluran
Panjang
(m)
Dimensi (m) Jumlah
Peduduk
(Jiwa)
Konstruksi
Saluran Kondisi Tinggi
(h)
Lebar
Atas
(T)
Bawah
(b)
7.
8.
9.
10.
11.
Saluran Kr1
Saluran Kr2
Saluran Kr3
Saluran Kr4
Saluran Kr5
337
364
239
434
348
0,70
0,70
0,90
0,70
0,70
0,70
0,70
0,90
0,70
0,70
0,50
0,50
0,60
0,50
0,50
228
300
262
304
241
Permanen,
pasangan
batu
Permanen,
pasangan
batu
Permanen,
pasangan
batu
Permanen,
pasangan
batu
Permanen,
pasangan
batu
Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, hanya
bermasalah pada pipa-pipa pembuangan dari rumah warga
yang terlihat tidak rapih.
Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, namun tidak
terlalu terkontrol karena sudah dalam keadaan sistem
tertutup
(pemasangan plat pelintas oleh pemilik bangunan rumah toko).
Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, terlihat
dimensi
saluran lebih besar dari sebelumnya.
Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, namun tidak
terlalu terkontrol karena sudah dalam keadaan sistem
tertutup
(pemasangan plat pelintas oleh pemilik bangunan rumah toko).
Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, sampah sisa
bahan bangunan terlihat menggangu aliran air dalam saluran
dan juga penumpukan sedimen.
-
51
Tabel 5.11 Persoalan Luapan/Genangan dan Wilayah Dampak
No. Daerah
Luapan/Genangan
Penyebab
Luapan/Genangan
Kuantitas
Genangan
Kerugian /
Kerusakan yang
Timbul
Pemecahan Masalah
1.
2.
3.
4.
Depan Ibtidayah Al-
Khaerat
Pertemuan saluran dari
Jalan Cendana II
Pertemuan saluran dari
Jalan Cendana I
Pertemuan saluran dari
Jalan Purnawirawan II
Penumpukan sedimen,
sampah dan vegetasi
liar
Tersumbatnya saluran
di bawah plat pelintas
akibat penumpukan
sedimen dan sampah
Tersumbatnya saluran
di bawah plat pelintas
akibat penumpukan
sedimen dan sampah
dan tertutupnya
saluran menuju tanah
warga.
Tersumbatnya saluran
di bawah plat pelintas
dan tidak masuknya
saluran dari Jl.
Purnawirawan ke Jl.
Basuki Rahmat
Tinggi genangan
di dalam saluran
20 cm dengan
lama genangan
sepanjang hari
Genangan terjadi
sepanjang hari
dengan tinggi
genangan 10 cm
dengan panjang
genangan 50 m.
Genangan terjadi
sepanjang hari
dengan tinggi
genangan 15 cm
Genangan terjadi
sepanjang hari
dengan tinggi
genangan 15 cm
Air menjadi
tercemar dan
menimbulkan bau
busuk
Menggerus jalan
raya dan plat
pelintas serta
mengganggu
pengguna jalan
Menimbulkan bau
busuk
Pengguna jalan
terganggu, lapisan
jalan terkelupas,
menimbulkan bau
busuk
Terlebih dahulu mengeluarkan
sedimen dan sampah yang
menghambat aliran agar air lancar
Mengeluarkan sampah yang
menyumbat pada saluran di bawah
plat pelintas sepanjang saluran
Mengeruk tanah di dalam saluran dan
melarang masyarakat membuat usaha
di atas saluran drainase
Memperhatikan akhir saluran
pembuangan dari Jl. Purnawirawan II
yang akan masuk ke saluran Jl.
Basuki Rahmat. Mengeluarkan
tumpukan sampah dan sedimen di
bawah plat pelintas.
-
52
Saluran drainase ruas Jl. Basuki Rahmat menerima aliran air dari
saluran
drainase Jl. Abd. Rahman Saleh yang diteruskan melalui
gorong-gorong yang
melintas dari arah Jl. Moh. Yamin dan Jl. Dewi Sartika. Kemudian
air
mengalir sepanjang saluran dan berakhir pada saluran drainase
ruas Jl. I Gusti
Ngurahrai yang diteruskan melalui gorong-gorong yang melintas
dari arah Jl.
Emy Saelan dan Jl. Towua yang akan dialirkan langsung ke Sungai
Palu.
Sebagai saluran penerima, saluran drainase ruas Jl. Basuki
Rahmat seharusnya
selalu dalam kondisi baik. Namun akibat masalah-masalah yang
terjadi aliran
air menjadi sangat terganggu.
Dalam hal ini, gorong-gorong menjadi salah satu faktor penting
dalam
penyaluran air saluran drainase yang berada di wilayah jalan
raya. Ketika
sebuah gorong-gorong dengan dimensi tertentu sesuai dengan
kebutuhan air
yang akan melewatinya tidak dapat mengalirkan air dengan baik,
yang terjadi
adalah genangan pada saluran drainase sebelum bangunan
gorong-gorong
yang jika tidak dialirkan secepatnya akan menimbulkan luapan
atau
pencemaran akibat genangan tersebut.
Berdasarkan perhitungan pada kapasitas gorong-gorong (tabel 5.1)
dan
dibandingkan dengan debit komulatif (Qtr) yang akan masuk
(mengalir melalui
gorong-gorong menuju saluran pembawa) untuk saluran kanan
dengan
perbandingan 1,680 m3/detik > 0,7444 m
3/detik dan untuk saluran kiri dengan
perbandingan 1,300 m3/detik > 0,5267 m
3/detik. Dengan melihat perbandingan
tersebut untuk kedua gorong-gorong dianggap masih mampu melayani
debit air
yang akan masuk.
-
53
Yang menjadi permasalah pada bangunan gorong-gorong ini
adalah
kondisi mulut gorong-gorong menjadi sarang bertemunya
sampah-sampah
yang terbawa aliran dan tanaman penggangu yang tumbuh akibat
tumpukan
sedimen yang berada di dalam saluran dan kemiringan
gorong-gorong pada
saluran kanan yang tidak dapat dikontrol dikarenakan bagian
hilir gorong-
gorong dalam kondisi tertutup oleh plat pelintas.
Air yang masuk kemudian dialirkan oleh saluran di Jalan I
Gusti
Ngurahrai dengan dimensi pada saluran kanan 1,5 x 1,5 m dan
saluran kanan
tidak seragam, air dari saluran kiri dialihkan ke saluran
kanan.
Kondisi setelah pengalihan aliran dengan bangunan pelintas pada
Jalan I
Gusti Ngurahrai terlihat air menggenang di depan rumah warga.
Kemungkinan
tidak dilanjutkannya saluran drainase pada saluran kiri adalah
aras tanah yang
lebih tinggi menuju sungai dan lahan yang tidak memungkinkan
dibangun
saluran yang lebih memadai.
Yang menjadi perhatian penulis adalah sehubungan dengan
pekerjaan
pembongkaran dan perbaikan saluran drainase yang dilakukan pada
beberapa
jalan protokol di Kota Palu seperti Jl. Basuki Rahmat sebagai
lokasi penelitian
dan saluran drainase ruas Jl. Emy Saelan dengan merubah dimensi
yang lebih
besar, namun jika keadaan gorong-gorong dan saluran drainase
pada ruas
Jalan I Gusti Ngurahrai tidak dilakukan pembenahan pula yang
seharusnya
menjadi lebih penting untuk melancarkan aliran air, maka kondisi
yang sama
akan tetap terjadi pada lokasi penelitian yaitu genangan dan
luapan air.
Terlebih jika sistem tertutup yang diterapkan tidak dibarengi
dengan
operasional dan pemeliharaan yang baik, maka kemungkinan masalah
yang
muncul lebih besar dan akan lebih rumit pula.
Hal di atas sudah tercermin saat pembongkaran saluran drainase
yang
lama pada lokasi penelitian. Air menggenang terus-menerus
sepanjang hari
seperti tidak ada air yang mengalir ke bagian hilir sehingga
menyulitkan
pengerjaan saluran drainase yang baru. Keadaan inilah yang
dikhawatirkan
akan tetap terjadi terus-menerus jika tidak diterapkan prinsip
saluran drainase
yang benar.
-
54
3. Evaluasi Terhadap Tata Letak dan Pelengkap Bangunan
Saluran drainase pada ruas Jalan Basuki Rahmat menerapkan Pola
Siku.
Yang terlihat dari lokasi penelitian, saluran drainase sepanjang
tepi jalan
terlihat lebih tinggi dari aras tanah di sekitarnya dan penyebab
lainnya adalah
sisa-sisa bahan bangunan yang menumpuk di sisi mulut saluran.
Sebagai
akibatnya saluran hanya menampung aliran limpasan dari jalanan
kecil dan air
buangan rumah tangga meskipun mempunyai kapasitas yang secara
substantif
lebih besar dari yang diperlukan untuk sekedar menjadi drainase
jalanan. Hal
ini mengakibatkan limpasan air hujan dari jalan raya tidak dapat
masuk untuk
mengalir ke saluran drainase dan juga menyebabkan genangan pada
daerah
cekungan dan lebih rendah.
Pipa pembuangan air kotor dari rumah warga yang diletakkan
tidak
benar pada dinding saluran yaitu meletakkannya di atas mulut
saluran, dan
tepat rata dengan dinding saluran mengakibatkan gerusan pada
dinding saluran
oleh air. Keadaan pipa pembuangan yang berada di atas mulut
saluran
menyebabkan aliran tercemar pada daerah sekitar saluran. Air
pembuangan
yang tidak segera masuk ke dalam saluran menimbulkan bau busuk
di sekitar
pipa pembuangan.
Gambar 5.1 Sketsa Melintang Kondisi Tata Letak Saluran
Drainase
Hal di atas terjadi kembali pada pekerjaan perbaikan saluran
drainase
ruas Jalan Basuki Rahmat yang sedang dikerjakan. Pipa pembuangan
tidak
dipasang sebaik mungkin guna mencegah terjadinya masalah
seperti
dikemukakan di atas. Ada juga beberapa saluran drainase jalan
lain yang
ujungnya tidak masuk ke dalam saluran, sehingga air keluar ke
atas plat
pelintas dan kemudian masuk ke dalam lubang pembuangan air
hujan.
CL
900 900
-
55
Pada saat penelitian yang dilakukan sebelum pembongkaran
perbaikan
drainase, hanya terlihat 1 buah inlet pada saluran kanan yang
terdapat di badan
trotoar tepat di depan Gereja Kristus Kasih. Inlet berada di
saluran Kn5
dengan beda tinggi yang besar dan masih dalam keadaan baik.
Inlet ini
difungsikan warga sekitar sebagai masukan dari air luapan yang
terjadi dari
arah Jl. Cendana II (Panjang daerah genangan/luapan 50 m dari
titik luapan
sampai ke inlet). Sangat kurangnya inlet inilah yang juga
menyebabkan air
hujan limpasan dari jalan raya tidak masuk ke dalam saluran
drainase
sebagaimana fungsinya mengakibatkan genangan setelah hujan reda
(seperti
pada daerah rendah di sekitar Masjid Darunnain dan sekitar
traffic light).
Adanya usaha warga yang ditempatkan di atas saluran drainase
juga
sebagai masalah yang mengakibatkan kurang terjaganya saluran
tersebut.
Pemasangan papan reklame (seperti baliho) oleh pihak terkait
yang tidak
memperhatikan batasan sempadan saluran juga mengganggu sistem
drainase.
Hal ini yang sekarang terlihat mengganggu pekerjaan pada
perbaikan drainase
ruas Jalan Basuki Rahmat. Papan reklame di depan Yayasan
Al-Khaerat yang
terlihat pondasi melintang saluran menghalangi aliran air,
hingga sampai
pekerjaan perbaikan selesai kondisi yang sama sebelum pekerjaan
yaitu
genangan air dan bau busuk yang timbul akibat genangan air
tersebut tetap
terjadi. Sama halnya pada arah pertemuan Jalan Basuki Rahmat dan
Jalan
Zebra, terdapat satu buah papan reklame yang tiangnya terbuat
dari rangka
tiang besi yang pondasi tepat berada di sisi mulut saluran,
sehingga pihak
konstruksi drainase tidak dapat langsung mengerjakan
pembongkaran dan
perbaikan pada titik masalah tersebut.
4. Evaluasi Terhadap Perilaku Masyarakat
Dari 3 evaluasi sebelumnya, yang menjadi inti permasalahan yang
lebih
menjadi pemicu terjadinya luapan dan genangan pada saluran
drainase adalah
sampah dan sedimentasi. Dapat dikemukanan hal ini disebabkan
oleh perilaku
masyarakat sekitar yang juga sebagai pengguna dari saluran
drainase tersebut.
Kurangnya perhatian dan kesadaran masyarakat akan bahaya sampah
dari
hasil rumah tangga yang menjadi masalah utama. Perilaku yang
dengan
-
56
sengaja membuang sampah di samping saluran bahkan di dalam badan
saluran
yang tidak dapat dikontrol oleh pihak kebersihan. Semestinya
masyarakat
Kota harus lebih paham dalam menjaga kebersihan guna
kelestarian
lingkungan bukan menjadikan saluran sebagai tempat sampah yang
paling
mudah dan praktis untuk dijangkau.
Para pemilik bangunan rumah toko sebagai tempat usaha mereka,
yang
tidak mengindahkan kebersihan saluran, ketika membangun plat
pelintas
sebagai akses mobilisasi ke usaha mereka tidak melakukan
pembersihan
kembali pada saluran di bawah plat pelintas ataupun saat
pelaksanaan
konstruksi bangunan rumah toko membiarkan sisa-sisa bahan
bangunan
berserakan di dalam saluran yang akan menghambat aliran air.
Hal ini diperparah dengan tingkat kesadaran masyarakat yang
masih
rendah dan masih acuh tak acuh dengan masalah yang di hadapi.
Membiarkan
luapan dan genangan di sekitar rumah dan usaha mereka terus
terjadi tanpa
rasa kesadaran menjaga lingkungan dan mencoba mengatasi masalah
tersebut
dengan sikap gotong-royong, padahal yang terjadi adalah luapan
air tersebut
mencemari lingkungan mereka sendiri.
D. Rekomendasi
Penerapan aspek hidraulik yang benar dan aspek non struktural
adalah
penanganan dasar masalah drainase yang harus diperhatikan oleh
pihak terkait dan
masyarakat sekitar pengguna saluran. Kedua aspek tersebut
mencakup
penanganan secara keseluran jika dilaksanakan sesuai dengan
pedoman-pedoman
yang ada mulai dari kriteria hidrologi, hidraulika, struktur,
pelaksanaan
pembangunan sesuai spesifikasi, pelaksanaan operasional dan
pemeliharaan yang
sesuai dengan kriteria sistem drainase perkotaan serta
pemantapan perundang-
undangan, organisasi pengelola dan penyediaan dana yang
mencukupi untuk
menunjang kegiatan tersebut.
Secara khusus pada kondisi kapasitas saluran yang tidak
mampu
menampung dan mengalirkan air seperti pada kelompok saluran Kn6
(Lampiran
VII), yang perlu dilakukan adalah dengan memperluas dimensi
saluran (A) yang
-
57
lebih besar daripada dimensi saluran sebelumnya dikarenakan
saluran Kn6 ini
adalah salura