Page 1
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 1
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN KOPI (COFFEA SP.) DI KECAMATAN LEMBANG
S. Refitri, D. Sugandi*), Jupri*) [email protected] , [email protected] , [email protected]
Departemen Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Tanaman kopi yang di budidayakan di Kecamatan Lembang berada pada lahan hutan pinus milik perhutani
yang ditanam dengan cara tumpang sari dengan pohon pinus disekitarnya. Budidaya kopi dikelola oleh
pihak perhutani KPH Bandung Utara dengan memberdayakan masyarakat sekitar yang telah dibentuk
kelompok tani LMDH atau Lembaga Masyarakat Desa Hutan. Tanaman kopi ditanam di sekitar lereng
gunung Tangkuban Parahu dengan luas sekitar 450 Ha dengan keadaan lereng beragam mulai dari datar <
8% hingga sangat curam > 40%. Karena tanaman kopi yang dibudidayakan di Kecamatan Lembang berada
pada lereng gunung dan dengan cara tumpangsarindapat mempengaruhi kualitas dari tanaman kopi tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui karakteristik lahan, mengevaluasi kelas kesesuaian lahan
aktual, menganalisis faktor pembatas, dan juga mengevaluasi kelas kesesuaian lahan potensial pada
tanaman kopi di Kecamatan Lembang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan
metode penelitian eksploratif yaitu metode untuk mengetahui keadaan objek penelitian lahan tanaman kopi
secara aktual, maka dari itu memerlukan data yang perlu di eksplor yang berkaitan dengan data fisik seperti
data mengenai temperatur, media perakaran, ketersediaan oksigen dan lain-lain dengan menggunakan
pendekatan kelingkungan atau pendekatan yang berdasarkan pada interaksi organisme dengan lingkungan
dan dikaitkan pada fenomena yang ada dengan perilaku manusia. Tanaman kopi yang budidayakan di
kecamatan lembang memiliki kesesuaian lahan yang beragam, untuk kondisi curah hujan, ketinggian, dan
temperatur berada pada kelas kesesuaian S1 atau sangat sesuai. Selain itu, untuk kadar salinitas dan
sebagian tekstur tanah memiliki kelas kesesuaian S2 atau cukup sesuai, untuk pH tanah, kedalaman efektif,
kejenuhan basa, dan juga kemiringan lereng berada pada kelas kesesuaian S3 atau sesuai marginal. Faktor
pembatas pada tingkat kesesuaian lahan aktual tanaman kopi pada setiap satuan lahan secara umum
didominasi oleh kelas S3 atau sesuai marginal, namun jika ada upaya perbaikan baik dari masyarakat
maupun pemerintah sangat memungkinkan akan terjadi peningkatan pada kualitas lahan yang ditanami oleh
tanaman kopi.
Kata Kunci : Tanaman Kopi, Evaluasi Kesesuaian Lahan, Kelas Kesesuaian lahan, Karakteristik dan
Kualitas Lahan.
Page 2
2 | S. Refitri, dkk
Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi (Caffea sp.) di Kecamtan Lembang
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
ABSTRACT
The coffee plants which were cultivated in Lembang is set in a pine forest owned by Perhutani using multiple
cropping with pine trees around. Coffee cultivation is managed by KPH Perhutani of North Bandung by
empowering inhabitants that has been established as a LMDH farmer group or Lembaga Masyarakat Desa
Hutan. Coffee plants is planted around the slope of Tangkuban Parahu Mountain for approximately 450
Hectare with variety of slope conditions, from < 8% flat until > 40% steep. Because the coffee plants
cultivated in Lembang is planted on the slope of the mountain, multiple cropping is believed to be able to
affect the quality of the coffee plants. The aim of this research is to get the information related to the field
characteristics, to evaluate suitability classes of actual field, to analyze limiting factors, and also to
evaluate suitability classes of potential field of coffee plants in Lembang. The research conducts explorative
method which is implemented in order to get the information related to coffee plants field condition
authentically, such as its temperature, rooting media, oxygen availability, and so on, which needs to be
explored with environment approach, an approach which is based on organism and environment
interaction and linked with a happening phenomenon with human behavior. The coffee plants cultivated in
Lembang has variety of land suitability. The precipitation, the height, and the temperature are in S1
suitability class or in other words, very suitable. The salinity and the soil texture are in S2 suitabilty class
or in other words, sutable enough. The pH of the soil, the effective depth, and the saturation of alkali, and
the declivity is in S3 suitability class or in other words, marginally suitable. The limiting factor in the
suitability level of actual field of coffee plants on every field unit is generally dominated by S3 or marginally
class, but if there is a renovating effort either from the inhabitants or the government, it will increase the
possibility of field quality improvement which is planted by coffee plants.
Keywords : Coffee Plants, Evaluation of Field Suitability, Field Suitability Class, Characteristics and
Quality of Field
PENDAHULUAN
Tanaman memerlukan media tumbuh
yang berupa hamparan tanah atau lahan.
Peningkatan potensi produksi tanaman
melalui rekayasa genetika baik secara
konvensional maupun inkonvensional
merupakan tantangan bagi pemuliaan
tanaman. Penciptaan varietas unggul spesifik
lokasi sangat diharapkan karena setiap lokasi
memiliki ciri khas disamping untuk
memperkaya diversitas hayati. Lahan
dengan tingkat kesuburan rendah, lahan
kering, atau sebaliknya lahan tergenang
merupakan lahan marginal yang terpaksa
digunakan sebagai lahan pertanian di masa
datang. Upaya peningkatan potensi produksi
tanaman secara ekstrinsik selama ini melalui
pengairan, pemupukan, pengendalian
pengganggu, dan pengolahan tanah
merupakan hal yang tidak perlu
diperdebatkan lagi, namun demikian
Page 3
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 3
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
ketersediaan sumberdaya tersebut di masa
depan terasa semakin mencemaskan.
(Purnomo, 2007 , hlm. 4)
Dari beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa meningkatnya
kebutuhan akan lahan dan juga persaingan
dalam penggunaan lahan pada masa
sekarang dan masa yang akan datang baik
untuk pertanian, permukiman dan industri
perlu dipikirkan secara baik-baik untuk
memanfaatkan lahan yang semakin hari
semakin terbatas. Kebutuhan akan lahan
akan selalu meningkat dari tahun ke tahun,
baik lahan basah maupun lahan kering,
kebutuhan lahan dengan tingkat kesuburan
tinggi semakin tahun akan semakin terbatas
maka dari itu diperlukan adanya pengelolaan
terhadap lahan yang baik dan efisien.
Kopi (Coffea sp.) merupakan salahsatu
komoditas ekspor penting dari Indonesia.
Sejak tahun 2013, Indonesia menduduki
peringkat ketiga negara dengan produksi biji
kopi terbesar di dunia dengan produksi biji
kopi terbesar di dunia setelah Brazil dan
Vietnam (Kepala Dinas Perkebunan Provinsi
Jabar) dengan produksi berkisar 540.000 ton
biji kopi per tahun dari 1,3 juta hektar kebun
kopi. Data menunjukkan, Indonesia meng-
ekspor kopi ke berbagai negara senilai US$
588,329,553.00, walaupun ada catatan impor
juga senilai US$ 9,740,453.00 (Prastowo,
dkk. 2010, hlm. 6). Di luar dan di dalam
negeri kopi juga sudah sejak lama dikenal
dan di konsumsi oleh masyarakat.
Kopi pertama kali masuk ke Indonesia
tahun 1696 dari jenis kopi Arabika. Kopi ini
masuk melalui Batavia yang dibawa oleh
Komandan Pasukan Belanda Adrian Van
Ommen dari Malabar – India. Kopi menjadi
komoditas dagang yang sangat diandalkan
oleh VOC. Ekspor kopi Indonesia pertama
kali dilakukan pada tahun 1711 oleh VOC,
dan dalam kurun waktu 10 tahun meningkat
sampai 60 ton / tahun. Produksi kopi di Jawa
mengalami peningkatan yang cukup
signifikan pada tahun 1830-1834 produksi
kopi Arabika mencapai 26.600 ton, dan 30
tahun kemudian meningkat menjadi 79.600
ton dan puncaknya tahun 1880-1884
mencapai 94.400 ton. Perkembangan
kebutuhan kopi di Indonesia sebagai negara
produsen, ekspor kopi merupakan sasaran
utama dalam memasarkan produk-produk
kopi yang dihasilkan Indonedia. Seiring
dengan kemajuan dan perkembangan zaman,
telah terjadi peningkatan kesejahteraan dan
perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia
yang akhirnya mendorong terhadap
peningkatan konsumsi kopi. (Asosiasi
Eksportir Kopi Indonesia, 2015, hlm. 5)
Menurut Hulupi (1999, hlm. 6)
kondisi lingkungan yang paling berpengaruh
Page 4
4 | S. Refitri, dkk
Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi (Caffea sp.) di Kecamtan Lembang
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
terhadap perubahan morfologi,
pertumbuhan, danproduksi kopi adalah
tinggi tempat dan tipe curah hujan.
Perubahan morfologi dan pertumbuhan
tanaman akan mempengaruhi kebiasaan
tanaman. Secara garis besarnya terdapat dua
jenis kopi yang keduanya tumbuh dan
berkembang secara optimal pada dua kondisi
iklim dan tanah yang berbeda. Kedua jenis
kopi tersebut yaitu kopi arabika untuk
dataran tinggi dan kopi robusta untuk dataran
menengah sampai rendah. Pertanaman kopi
sering sangat heterogen dan mutunya rendah
karena benih yang ditanam bukan varietas
anjuran dan tidak sesuai dengan kondisi
lingkungan setempat.
Dari beberapa definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa Indonesia dengan iklim
tropis ini menjadi daerah yang ideal dan
potensial untuk ditanami kopi, seperti di
daerah Jawa, Bali dan Sulawesi Selatan.
Selain itu perkembangan produksi kopi di
Indonesia pun cukup baik. Iklim yang
menentukan seberapa besar tingkat
keberhasilan dalam penanaman kopi karena
kualitas kopi yang baik sangat tergantung
pada jenis bibit yang ditanam dan dapat
mempengaruhi perkembangan hama
penyakit serta produksi.
Untuk mendukung pemasaran kopi
jelang MEA, Dinas Perkebunan Provinsi
Jawa Barat juga telah memberikan 6 juta
benih kopi secara gratis kepada para petani
di Jabar. Pemberian jutaan benih tersebut
akan berlangsung secara berkala hingga
2017 nanti. Menurut kepala dinas pertanian,
perkebunan, dan kehutanan kabupaten
Bandung Barat menuturkan bahwa saat ini
kopi unggulan Bandung Barat berasal dari
tiga daerah, yakni Lembang, Burangrang,
dan Gununghalu. Kopi jenis arabika asal
Kabupaten Bandung Barat dipastikan siap
bersaing di pasar bebas Asia Tenggara
melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN yang
mulai diberlakukan akhir tahun ini. Tiga
ikon kopi unggulan asal daerah ini akan
bergabung menjadi satu dalam bingkai The
Best Coffee of Bandung Barat. Dibawah ini
adalah tabel luas areal tanaman kopi di Jawa
Barat pada tahun 2010:
Tabel 1.1 Luas Areal Tanaman Kopi
di Jawa Barat
Kabupaten/Kota
Perkebunan
Rakyat
Smallholder
Perkebunan
Besar
Swasta
Private
Estate
Luas Area
(Ha)
Luas Area
(Ha)
Kab/Reg
01 Bogor 2.639 6
02 Sukabumi 920 304
03 Cianjur 1.555 22
04 Bandung 8.656 -
05 Garut 2.110 -
06 Tasikmalaya 1.352 -
07 Ciamis 2.144 -
Page 5
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 5
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
08 Kuningan 1.651 5
09 Cirebon - -
10 Majalengka 801 -
11 Sumedang 2.614 30
12 Indramayu 9 -
13 Subang 838 -
14 Purwakarta 371 -
15 Karawang 172 -
16 Bekasi 5 -
17 Bandung
Barat
1.406 -
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, 2010
Dari tabel di atas dapat di ketahui bahwa luas
areal tanaman kopi di Kabupaten Bandung
Barat adalah sebesar 1.406 Ha yang tersebar
di 3 daerah yaitu di Kecamatan Lembang,
Burangrang, dan Gununghalu. (Dinas
Perkebunan Provinsi Jawa Barat, 2010, hlm.
59). Menurut Pemda Kabupaten Bandung
Barat jika dilihat dari sisi penggunaan lahan
di wilayah Kabupaten Bandung Barat,
penggunaan lahan untuk budidayapertanian
merupakan penggunaan lahan terbesar yaitu
66.500,294 Ha.
Menurut (Kementrian Pertanian, 2014,
hlm. 1) Kecamatan Lembang terletak di
sebelah utara kota Bandung. Lembang
adalah salah satu kecamatan dari Kabupaten
Bandung Barat, provinsi Jawa Barat. Daerah
ini dikelilingi oleh beberapa pegunungan
dengan luas wilayah 10.620.000 hektar,
salah satunya adalah Gunung Tangkuban
Parahu, Kecamatan merupakan kawasan
Agrowisata dengan didukung oleh
pemandangan yang indah. Kecamatan
Lembang berada pada ketinggian antara
1.312 meter hingga 2.084 meter di atas
permukaan laut dengan curah hujan sekitar
100-200 mm/bulan. Termasuk kedalam
wilayah dengan curah hujan tertinggi. Curah
hujan merupakan banyaknya hujan yang
tercurah di suatu daerah dalam jangka waktu
tertentu (Kamus Besar Bahasa
Indonesia).serta rata-rata kelembaban 84-
89%. Wilayahnya berupa perbukitan dengan
kemiringan dari 0% hingga di atas 45%.
Penduduk Lembang yang sebagian
besar bermata pencaharian sebagai petani,
pedagang, pekerja dan sebagainya.
Kecamatan Lembang sendiri memiliki
desa/kelurahan sebanyak 16 desa.
Diantaranya desa Cibodas, Cibogo,
Cikahuripan, Cikidang, Cikole,
Gudangkahuripan, Jayagiri, Kayuambon,
Langensari, Lembang, Mekarwangi,
Pagerwangi, Sukajaya, Suntenjaya,
Wangunharja, dan desa Wangunsari.
(Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka,
2015, hlm. 2)
Menurut Dinas Pertanian Perkebunan
dan Kehutanan (Distanbunhut, 2015, hlm. 3)
Kecamatan Lembang sendiri memiliki
potensi yang besar dalam sektor pertanian
seperti misalnya perkebunan, peternakan dan
kehutanan.Disamping kondisi fisik yang
Page 6
6 | S. Refitri, dkk
Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi (Caffea sp.) di Kecamtan Lembang
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
mendukung untuk pengembangan di bidang
pertanian, jumlah penduduk di kecamatan
Lembang merupakan yang tertinggi yaitu
sebanyak 185.179 jiwa. Salah satunya di
desa Cikole yang mayoritas penduduknya
bermatapencaharian sebagai petani. Desa
Cikole memiliki perkebunan kopi seluas 450
Ha sejak tahun 2000 dengan lahan hak milik
yang berada di lereng Gunung Tangkuban
Parahu pada ketinggian 2.084 m diatas
permukaan laut selain itu pengembangan
kopi dilakukan melalui pola PHBM
(Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)
yang melibatkan LMDH (Lembaga
Masyarakat Desa Hutan).
Dewasa ini, di sepanjang kawasan
Lembang hingga Cikole telah banyak dibuka
berbagai macam daerah wisata termasuk
banyak dikembangkannya bermacam-
macam kedai kopi, salah satunya yang kini
berkembang adalah Rumah Produksi Kopi
Luwak Cikole yang baru di buka pada tahun
2014 dan karena di rumah produksi ini sudah
lama mengimplementasikan cara produksi
kopi luwak yang sesuai dengan Peraturan
Menteri Pertanian RI (Permentan) No
37/KB.120/6/2015 tentang cara produksi
kopi luwak melalui Pemeliharaan Luwak
yang Memenuhi Prinsip Kesejahteraan
Hewan maka dari itu pemerintah menunjuk
Kopi Luwak Cikole sebagai Pilot Model
pengembangan produksi kopi luwak di
Indonesia, selain itu di Rumah Produksi
Kopi Luwak Cikole terdapat budidaya
hingga proses produksi dan dapat
dikonsumsi langsung oleh para konsumen.
Konsumennya pun sudah banyak dari
mancanegara. Selain itu keberadaan Rumah
Produksi Kopi Luwak Cikole sudah di akui
oleh Kementrian Pertanian.Karena lokasi
perkebunan kopi di Kecamatan lembang itu
tepatnya berada di lereng gunung,
penanaman benih kopi dilakukan dengan
cara tumpang sari dengan pohon pinus di
area hutan lindung. Mengingat di Indonesia
lahan dengan ketinggian diatas 1.000 m
diatas permukaan laut pada umumnya
berupa hutan, maka perkembangan kopi
khususnya jenis arabika akan terbatas, selain
itu dikhawatirkan akan terjadi degradasi
lahan, maka dari itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul
“Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman
Kopi (coffea sp.) Di Kecamatan
Lembang”
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
Page 7
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 7
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
1. Bagaimana karakteristik lahan tanaman
kopi (coffea sp.)di Kecamatan
Lembang?
2. Bagaimana kelas kesesuaian lahan
aktual tanaman kopi (coffea sp.)di
Kecamatan Lembang?
3. Faktor pembatas apa saja yang
mempengaruhi kesesuaian lahan
tanaman kopi (coffea sp.) di Kecamatan
Lembang?
4. Bagaimana kelas kesesuaian lahan
potensial tanaman kopi (coffea sp.)di
Kecamatan Lembang?
METODE PENELITIAN
Berada Kecamatan Lembang tepatnya di
Desa Cikole merupakan bagian paling timur
dari Kabupaten Bandung Barat yang terdiri
dari 16 desa diantaranya Lembang, Jayagiri,
Kayuambon, Wangunsari,
Gudangkahuripan, Sukajaya, Cibogo,
Cikole, Cikidang, Wangunharja, Cibodas,
Suntenjaya, Mekarwangi, Langensari, dan
Pagerwangi, dengan luas wilayah sekitar
9.587,2 Ha.
1. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara-cara
berpikir, yang telah dipersiapkan secara baik
untuk mengadakan penelitian dan mencapai
tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2009,
hlm. 3) bahwa setiap penelitian mempunyai
tujuan dan kegunaan tertentu. Secara umum
tujuan penelitian ada tiga macam yaitu
bersifat penemuan berarti data yang
diperoleh dari penelitian itu adalah data yang
betul-betul baru yang sebelumnya belum
pernah diketahui. Pembuktian berarti data
yang diperoleh itu digunakan untuk
membuktikan adanya keraguan terhadap
informasi atau pengetahuan tertentu dan
pengembangan berarti memperdalam dan
memperluas pengetahuan yang telah ada.
Menurut Arikunto (2006, hlm. 7)
menjelaskan bahwa “penelitian eksploratif
merupakan penelitian yang bertujuan untuk
menggali secara luas tentang sebab-sebab
atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya
sesuatu” metode penelitian eksploratif
adalah penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui suatu objek secara spesifik.
Menurut Sugiyono (2007, hlm. 49)
mengatakan bahwa penelitian eksploratif
ditujukan untuk mencari sebab atau hal-hal
yang mempengaruhi suatu objek dan dipakai
manakala kita belum mengetahui secara
persis dan spesifik mengenai objek
penelitian kita.
Penelitian ini menggunakan metode
eksploratif karena penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui keadaan objek penelitian
(lahan tanaman kopi) secara aktual, maka
dari itu peneliti dirasa memerlukan data yang
Page 8
8 | S. Refitri, dkk
Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi (Caffea sp.) di Kecamtan Lembang
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
perlu di eksplor di lapangan yang berkaitan
erat dengan data fisik di lokasi penelitian,
diantaranya data mengenai iklim seperti
temperatur, curah hujan, dan kelembaban,
dan juga data fisik tanah yang didalamnya
terkait dengan unsur-unsur tanah seperti
media perakaran, bahaya erosi, toksisitas,
gambut, salinitas, alkalinitas, dan penyiapan
lahan maka dari itu peneliti menggunakan
metode eksploratif.
A. Pendekatan Geografi yang
Digunakan
Pendekatan geografi yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu menggunakan
pendekatan kelingkungan yaitu pendekatan
yang berdasarkan pada interaksi organisme
dengan lingkungan, dan dikaitkan dengan
fenomena yang ada dan juga perilaku
manusia. Karena pada dasarnya lingkungan
geografi mempunyai dua sisi, sisi perilaku
manusia mencakup dua aspek, yaitu
pengembangan gagasan dan kesadaran
lingkungan, dan karena penelitian ini
menggunakan pendekatan keruangan karena
berkaitan dengan aspek lingkungan, maka
dari itu hal-hal yang perlu diidentifikasi oleh
peneliti ketika di lapangan adalah kondisi
fisik yang mendorong terjadinya fenomena
ini seperti jenis tanah, topografi, vegetasi di
lokasi penelitian.
B. Populasi dan sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2011, hlm. 115)
mengatakan bahwa populasi adalah wilayah
generalisasi terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu.Ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Populasi adalah keseluruhan subyek dalam
penelitian. Adapun populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh satuan lahan
dalam lingkup Desa Cikole.
Metode yang digunakan adalah satuan
lahan (unit lahan). Satuan lahan ini diperoleh
berdasarkan hasil penampalan atau tumpang
susun antara peta jenis tanah, peta
kemiringan lereng, peta curah hujan dan peta
penggunaan lahan.
2. Sampel
Menurut Pabundu Tika (2005, hlm. 24)
sampel atau contoh adalah sebagian dari
objek atau individu-individu yang mewakili
suatu populasi.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Sampel dilakukan jika populasi besar dan
penelitian tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi. (Sugiyono,
2011, hlm. 118).
Sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti. Berdasarkan
Page 9
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 9
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
pengertian diatas, dapat disimpulkan sampel
adalah bagian populasi yang hendak diteliti
dan mewakili karakteristik populasi.Apabila
populasi penelitian berjumlah kurang dari
100 maka sampel dapat diambil antara 10-
15% atau 20-55% atau lebih. Arikunto
(2010, hlm. 134)
Sampel dalam penelitian ini adalah
lahan perkebunan kopi di Desa Cikole.
Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah menggunakan
purposive sampling, yaitu pengambilan
sampel yang sebelumnya telah ditentukan
oleh peneliti karena ada pertimbangan
tertentu.
Untuk menentukan peta sampel wilayah
sebelumnya dilakukan pembuatan peta
satuan lahan hasil penampalan dari peta
penggunaan lahan, curah hujan, kemiringan
lereng dan jenis tanah.
C. Variabel Penelitian
Variable penelitian adalah segala
sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti sebagai
objek penelitian untuk dikaji dan dipelajari
sehingga kita mendapat informasi yang akan
mendukung suatu penelitian. (Sugiyono,
2011) menyatakan bahwa “Variabel
penelitian merupakan segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulannya”.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka
variabel dalam penelitian ini adalah:
D. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini
dilakukan dengan mencocokan antara
karakteristik dan kualitas lahan tanaman
kopi di daerah penelitian yang dicocokan
dengan syarat tumbuh tanaman kopi,
sehingga akan diperoleh kelas-kelas
kesesuaian lahan untuk tanaman kopi. Kelas
kesesuaian lahan dalam penelitian ini akan
dibagi menjadi 4 kelas yaitu, kelas
kesesuaian lahan S1 yang berarti sangat
sesuai, S2 cukup sesuai, S3 sesuai marginal,
N tidak sesuai.
Dalam evaluasi ini langkah awalnya
adalah dengan pemetaan satuan lahan. Peta
satuan lahan didapatkan dengan cara
mengoverlaykan peta kemiringan lereng,
peta jenis tanah, peta curah hujan dan peta
penggunaan lahan.
Kelas
Kesesuaian
Lahan Persyaratan
Tanaman Kopi
Karakteristik
dan Kualitas
Lahan
Page 10
10 | S. Refitri, dkk
Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi (Caffea sp.) di Kecamtan Lembang
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan dari hasil penelitian ini adalah
untuk memperoleh kejelasan atas apa yang
telah diteliti dilapangan.
1. Kondisi Fisik Daerah Penelitian
a) Letak dan Luas
Lokasi penelitian berada di Kecamatan
Lembang tepatnya di Desa Cikole
merupakan bagian paling timur dari
Kabupaten Bandung Barat. Desa Cikole
terletak pada koordinat 107 ̊ 37’ 30” BT –
107 ̊ 39’ 30” BT dan 6 ̊ 46’ 00” LS – 6 ̊ 48’
30” LS (Peta RBI, 2001) dengan luas
wilayah sekitar 8,06 Km². Kecamatan
Lembang berada pada ketinggian antara
1.312 meter hingga 2.084 meter di atas
permukaan laut dengan suhu rata-rata
tahunan berkisar antara 17 ̊ – 27 ̊ C dan
kelembaban antara 84-89%. Topografi
wilayah 100 persen dari jumlah
desa/kelurahan di Kecamatan Lembang
berupa wilayah bukit dengan kemiringan
lereng beragam mulai dari 0% hingga di atas
45%. Luas wilayah Kecamatan Lembang
sekitar 9.587,2 Ha yang tersebar pada 16
desa. Sebagian besar dari luas wilayahnya
digunakan untuk pertanian lahan kering.
(Statistik daerah Kecamatan Lembang,
2015) Secara geografis Kecamatan Lembang
berbatasan dengan:
Sebelah utara : Kabupaten Subang
Sebelah timur : Kabupaten subang
dan Kabupaten Bandung
Sebelah barat : Kecamatan
Parongpong
Sebelah selatan : Kota Bandung
b) Iklim
Menurut klasifikasi iklim junghuhn yang
berdasarkan pada ketinggian, Kecamatan
Lembang berada pada iklim zona sejuk,
karena berada pada ketinggian 1500 mdpl.
Menurut klasifikasi iklim metode Schmidt
dan Ferguson Hasil perhitungan menunjukan
angka Q = 142,8 maka dalam klasifikasi
iklim Schmidt dan Ferguson termasuk ke
dalam tipe iklim B karena dalam nilai
perhitungan Q berada pada 0 < 142,8 < 0,143.
maka dari itu curah hujan di lokasi penelitian
dengan waktu pengamatan 12 tahun termasuk
dalam kategori tipe iklim A dengan keadaan
iklim sangat basah dan vegetasi berupa hutan
hujan tropika.
c. Topografi
Berdasarkan pada peta dan hasil pengamatan
lokasi penelitian Kecamatan Lembang yang
memiliki ketinggian antara 1.312 hingga
2.084 mdpl. Kelas kemiringan lereng terbagi
atas 4 kelas, yaitu kelas 1 datar (3-8%), kelas
2 landai (8-15%), kelas 3 agak curam (15-
Page 11
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 11
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
30%), kelas 4 curam (30-45%), dan kelas 5
sangat curam (> 40%)
d. Kondisi Geologis
Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah
Potensi Terjadi Gerakan Tanah di Provinsi
Jawa Barat bulan Februari 2015 (Badan
Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi), Kecamatan Lembang
termasuk zona potensi terjadi gerakan tanah
menengah sampai tinggi artinya pada daerah
ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah
hujan di atas normal, terutama pada daerah
yang berbatasan dengan lembah sungai,
gawir, tebing jalan atau jika lereng
mengalami gangguan dan gerakan tanah
lama dapat aktif kembali (Badan Geologi,
2015). Secara umum batuan penyusun di
lokasi penelitian terdiri dari batuan
Gunungapi Kuarter, Batuan Gunungapi Plio
(Plistosen), dan Batuan Gunungapi Neogen
(Mio-Plio).
e. Tanah
Tanah-tanah di lokasi penelitian
umumnya terbentuk dari hasil erupsi gunung
Tangkuban Parahu, untuk di lokasi
penelitian sendiri, tanah yang tersusun
adalah tanah andosol. Menurut (Joko, 2015)
tanah andosol sendiri terbentuk karena
proses andosolization atau proses yang
terjadi akibat pengendapan mineral dari
sebuah pelapukan vulkanik dan campuran
logam serta humus. Komposisi dari tanah
andosol sendiri yaitu memiliki mineral yang
terkandung didalamnya diantaranya
beberapa logam alumunium (Al), besi (Fe),
dan Si.
1. Karakteristik Dan Kualitas Lahan
Pada Setiap Satuan Lahan
Kecamatan Lembang sebagai salah satu
lumbungnya sayuran atau hortikultura
merupakan nilai positif bagi kecamatan
Lembang sebagai salah satu income yang
menjadikan potensi daerah di bidang
hortikultura. Beberapa komoditi unggulan
dari kecamatan lembang terutama masalah
produksi yang dihasilkannya, dimana ini
merupakan sektor pertanian andalan dari
kecamatan lembang sebagai lumbungnya
hortikultura di kabupaten bandung barat.
Kualitas hasil tanaman ditentukan oleh
beberapa faktor, salah satunya dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan, kecamatan
Lembang berada pada daerah perbukitan
dengan ketinggian antara 1.312 hingga 2.084
meter diatas permukaan laut dan memiliki
suhu yang rendah, komoditas tanaman yang
ditanam pada umumnya berupa jenis
tanaman yang cocok berada di dataran tinggi
seperti Pinus, Kopi, Kina, sayuran
holtikultura dan lain-lain.
Kecamatan Lembang memiliki
perkebunan kopi seluas 450 Ha sejak tahun
Page 12
12 | S. Refitri, dkk
Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi (Caffea sp.) di Kecamtan Lembang
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
2000 dengan lahan hak milik yang berada di
lereng Gunung Tangkuban Parahu pada
ketinggian 2.084 m diatas permukaan laut
selain itu pengembangan kopi dilakukan
melalui pola PHBM (Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat) yang melibatkan
LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan).
Tanaman kopi kini menjadi salah satu
sumber pekerjaan dan penghasilan tambahan
bagi masyarakat setempat. Meskipun
kecamatan Lembang sudah lama
membudidayakan tanaman kopi namun baru
beberapa tahun terakhir ini mulai mencoba
dipasarkan. Hingga saat ini, kopi asal
Lembang sudah di ekspor hingga ke
Singapura, Korea, Maroko, bahkan dalam
persiapan ekspor ke Amerika Serikat. Kepala
Dinas Pertanian, Perkebunan dan Pertanian
Kabupaten Bandung Barat menuturkan kopi
jenis arabika asal Lembang dipastikan siap
bersaing di pasar bebas Asia Tenggara
melalui Masyarakat Ekonomi Asean yang
mulai diberlakukan akhir tahun ini, kopi
unggulan asal Lembang ini akan menjadi
The Best Coffee of Bandung Barat. Maka
dari itu untuk memperluas lahan tanam untuk
tanaman kopi khususnya tanaman kopi jenis
kopi arabika akan dilaksanakan evaluasi
kesesuaian lahan yang memerlukan
informasi mengenai karakteristik semua
lahan di kecamatan Lembang.
2. Evaluasi Kelas Kesesuaian Lahan
Aktual Untuk Tanaman Kopi (Coffea
sp.) Pada Setiap Satuan Lahan
Berdasarkan hasil identifikasi
menurut informasi yang didapatkan di
lapangan dan hasil analisis laboratorium
maka selanjutnya dapat dilakukan teknik
matching. Teknik matching dilakukan
dengan membandingkan antara karakteristik
dan kualitas lahan yang ditemukan di
lapangan dengan hasil analisis laboratorium
dengan persyaratan tumbuh tanaman. Teknik
matching dilakukan untuk mengetahui
klasifikasi kelas kesesuaian lahan untuk
suatu tanaman pada setiap satuan lahannya.
Dalam penelitian ini dilakukan teknik
matching dengan cara membandingkan
kondisi di lapangan dengan persyaratan
tumbuh tanaman kopi sehingga akan
didapatkan kelas kesesuaian lahan aktual
pada setiap satuan lahan.
Tabel 1.2
Evaluasi Tingkat Kelas Kesesuaian Lahan
Aktual Tanaman Kopi
No. Satuan Lahan Kesesuaian
Lahan Aktual 1. H1A-I S3rne
2. K1A-II S3rn
3. L1A-II S3rne
4. L1A-I S3rne
5. P1A-II S3rne
6. K1A-I S3rn
7. H2A-I S3rne
8. H2A-II S3rne
Page 13
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 13
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
9. H1A-II S3r
10. K2A-II S3r
11. L2A-II S3rne
12. L2A-I S3rne
13. P2A-II S3rne
14. H3A-I S3rn
15. H3A-II S3rne
16. K3A-II S3rne
17. K3A-I S3rne
18. L3A-I S3rne
19. L3A-II S3rne
20. P3A-II S3rn
21. H4A-I S3rn
22. H4A-II S3rn
23. K4A-I S3rne
24. L4A-I S3rn
25. L4A-II S3rn
26. P4A-II S3rn
27. L5A-I S3rn
Hasil Penelitian 2016
3. Faktor Pembatas Lahan Untuk
Tanaman Kopi (Coffea sp.) Di
Kecamatan Lembang
Secara garis besar, tingkat
kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kopi
di Kecamatan Lembang berada pada kelas
S3 atau sesuai marginal. Kelas sesuai
marginal adalah lahan yang mempunyai
pembatas sangat berat apabila dipergunakan
untuk suatu penggunaan lahan tertentu.
Faktor pembatas akan mengurangi nilai
produktivitas ataupun keuntungan yang
diperoleh. Dilihat dari kesesuaian lahan
aktual yang ada saat ini maka sebaiknya
dilakukan perbaikan lahan agar lahan yang
digunakan untuk budidaya tanaman kopi
dapat tumbuh dengan optimal, namun jika
masih memungkinkan tanaman untuk
tumbuh dengan baik, mungkin hanya
diperlukan pengawasan terhadap lahannya
saja. Faktor pembatas pada setiap satuan
lahan di lokasi penelitian sebagian besar
adalah pH tanah, Kejenuhan basa,
kedalaman efektif dan juga kemiringan
lereng.
4. Evaluasi Kelas Kesesuaian Lahan
Potensial Untuk Tanaman Kopi (Coffea
sp.) Pada Setiap Satuan Lahan
lahan yang semula memiliki faktor
pembatas sesuai marginal (S3) dapat diatasi
dengan berbagai perbaikan, karena lahan
dengan faktor pembatas sesuai marginal (S3)
termasuk kedalam lahan dengan faktor
pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini
akan sangat berpengaruh terhadap
produktivitasnya. Untuk dapat mengatasi
faktor pembatas S3 memerlukan modal
tinggi. sehingga perlu adanya bantuan atau
campur tangan pemerintah atau pihak swasta.
Namun ada beberapa upaya perbaikan yang
dapat dengan mudah dilakukan, seperti untuk
lereng, dapat diatasi dengan cara membuat
terasering atau sengkedan agar tanaman tidak
tumbuh di lahan yang miring atau curam.
Lahan potensial adalah lahan yang produktif
sehingga jika dikelola dengan baik oleh
manusia dapat memberikan hasil yang tinggi
walaupun dengan biaya pengelolaan yang
rendah. Maka dari itu kondisi saat ini
Page 14
14 | S. Refitri, dkk
Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi (Caffea sp.) di Kecamtan Lembang
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
dilapangan sangat memungkinkan untuk
diperbaiki agar pembudidayaan dan
pertumbuhan tanaman kopi memiliki hasil
yang optimal. Untuk semua satuan lahan
aktual di lokasi penelitian rata-rata berada
pada faktor pembatas sesuai marginal (S3),
jika sudah dilakukan upaya perbaikan lahan
maka akan terjadi perbaikan pada lahan di
lokasi penelitian menjadi cukup sesuai (S2)
hingga sangat sesuai (S1).
KESIMPULAN
1. Dalam mengetahui karakteristik dan
kualitas lahan pada setiap satuan lahan di
lokasi penelitian dibutuhkan pengamatan
langsung di lokasi penelitian dan juga uji
laboratorium, untuk menentukan satuan
lahan yang akan diamati peneliti
menggunakan stratified sampling dengan
cara menggabungkan beberapa peta
diantaranya peta penggunaan lahan,
kemiringan lereng, jenis tanah dan juga curah
hujan. maka dapat diketahui nama per-satuan
lahan misalnya L3A-I dengan uraian sebagai
berikut : Ladang,16-25%,Andosol,2000-
2500.
2. Pada kesesuaian lahan aktual tanaman
kopi di Desa Cikole Kecamatan Lembang
beragam dari mulai S1 (sangat sesuai) seperti
pada iklim, curah hujan, ketinggian,
kemudian S2 (sesuai) seperti salinitas dan
sebagian tekstur tanah, dan yang paling
mendominasi adalah S3 atau (sesuai
marginal) seperti kedalaman efektif,
kejenuhan basa, kemiringan lereng dan juga
pH tanah.
3. Untuk faktor pembatas dapat diatasi
dengan cara perbaikan oleh masyarakat
pengelola untuk kedalaman efektif dapat
diatasi dengan cara penggalian tanah yang
lebih dalam agar perakaran dapat lebih
leluasa untuk membangun volume akar yang
lebih luas sehingga jangkauan untuk
mendapatkan hara yang lebih banyak lebih
dapat terjamin, dan untuk kemiringan lereng
agar dapat disiasati dengan cara membuat
sengkedan atau terasering di sekitar lahan
yang curam untuk menghindari terjadinya
tanah longsor. Toksisitas yang merupakan
racun dalam tanah yang dapat menghambat
pertumbuhan tanaman, toksisitas dalam
kualitas lahan ini merupakan salinitas dan di
lokasi penelitian tidak ada kadar salinitas,
karena lokasi nya berada di dataran tinggi dan
cukup jauh dengan laut. Tingkat erosi di
lokasi penelitian termasuk dalam kategori
sangat rendah, kondisi erosi ini dikarenakan
lokasi penelitian yang berdiri di kawasan
konservasi yang sangat terjaga
kelestariannya. wilayah sekitar lokasi
penelitian ditutupi dengan vegetasi yang
rapat sehingga kecil kemungkinan untuk
terjadi erosi, namun pada sebagian lokasi
Page 15
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 15
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
yang mempunyai lereng sangat curam
sebaiknya segera disiasati membuat
sengkedan atau terasering agar ketika hujan
besar, air tidak akan mengalir dengan bebas
dan membuat tanah menjadi longsor. Untuk
pH tanah dapat diatasi dengan memberikan
pengapuran. pemberian kapur bertujuan
untuk meningkatkan pH tanah dari sangat
masam atau masam menjadi pH agak netral
atau netral. Batuan di permukaan dan
singkapan batuan pada lokasi penelitian
terbilang sangat rendah, dan untuk kondisi
tanah gambut di lokasi penelitian rata-rata
ketebalannya < 60 cm. Kemudian untuk
drainase tanah di lokasi penelitian rata-rata
baik dan agak baik.
4. Pada kesesuaian lahan potensial dapat
disimpulkan bahwa lahan yang memiliki
kelas kesesuaian S3 atau sesuai marginal
memiliki peluang untuk diperbaiki, jika pada
lokasi penelitian melakukan berbagai upaya
dalam perbaikan lahan, maka lahan yang
semula berada di kelas S3 (sesuai marginal)
dapat ditingkatkan menjadi S2 ( cukup
sesuai) hingga S1 (sangat sesuai). Untuk
faktor pembatas seperti pH tanah, kedalaman
efektif, kejenuhan basa, dan kemiringan
lereng yang berada pada kelas S3 atau sesuai
marginal.
Peta 1.1. Peta Kesesuaian Lahan Aktual di Kecamatan Lembang
Page 16
16 | S. Refitri, dkk
Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi (Caffea sp.) di Kecamtan Lembang
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
Peta 1.2. Peta Kesesuaian Lahan Potensial di Kecamatan Lembang
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2012. Konservasi Tanah dan Air.
Bogor: IPB Press. Edisi Kedua
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. (2007). Manajemen
Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Badan Pusat Statistik 2014 (BPS Online).
bpsbandungbaratkab.go.id
Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian
Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers
Dinas PU Pengairan. Data Curah Hujan
Stasiun Lembang (2015)
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. Jawa
Barat Dalam Angka Tahun 2010
Djaenudin, D. Dkk.( 2000). Kriteria
Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas
Pertanian. Bogor: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
FAO, 1976. A Framework for Land
Evaluation. Rome: Food and Agriculture
Organization on The United Nations.
Hardjowigeno, S. (1995). Ilmu Tanah.
Jakarta: Akademika Pressindo.
Hulupi, R. (1999). Bahan Tanaman Kopi
yang Sesuai untuk Kondisi Agroklimat di
Indonesia. Jember
Page 17
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 17
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
Jamulya dan Sunanto. (1991). Evaluasi
Sumberdaya Lahan. Fakultas Geografi
Universitas Gajah Mada Yogyakarta
Jawa Barat Dalam Angka. 2013. Badan
Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.
Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka.
2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Bandung Barat.
Kecamatan Lembang Dalam Angka 2015.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung
Barat
Statistik Daerah Kecamatan Lembang Tahun
2015. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Bandung Barat
Pabundu Tika, Moh. (2005). Metode
Penelitian Geografi. Jakarta: Bumi Aksara
Panggabean, Edy. (2011). Buku Pintar Kopi.
Jakarta Selatan: PT Agro Media Pustaka
Prastowo, B. (2010). Budidaya dan Pasca
Panen Kopi. Bogor: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perkebunan.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
(Puslitkoka). (2004). Jember
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
(Puslitkoka). (2006). Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Rafi'i, Suryatna. (1982). Ilmu Tanah.
Bandung: Angkasa
Ritung, Sofyan Dkk. (2007). Evaluasi
Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta
Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh
Barat. Aceh: Balai Penelitian Tanah dan
World Agroforestry Centre
Rubiyo. (2012). Bunga Rampai (Inovasi
Teknologi Tanaman Kopi untuk
Perkebunan Rakyat. Sukabumi:
Balittri
Sunarto, J. d. (1991). Kursus Evaluasi
Sumberdaya Lahan Kemampuan
Lahan. Yogyakarta: Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Sutanto, R. (2005). Dasar-dasar Ilmu Tanah.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Surakhmad. (1994). Pengantar Penelitian
Ilmian dan Dasar Metode Teknik. Transito:
Bandung.
Sitorus, S. R. P., (1985). Evaluasi Sumber
Daya Lahan. Bandung: Tarsito
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta
Tjasyono, B. (2004). Klimatologi. Bandung:
Penerbit ITB.
Woro, T. Y. (1991). Kursus Evaluasi
Sumberdaya Lahan Kesesuaian
Lahan. Yogyakarta: Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada.
Zahriyah, Ainun. Evaluasi Kesesuaian
Lahan Untuk Tanaman Kopi Robusta (Coffea
Page 18
18 | S. Refitri, dkk
Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi (Caffea sp.) di Kecamtan Lembang
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
Canephora) Pada Bentuk Lahan Asal
Volkanis Di Kecamatan Pasrujambe
Kabupaten Lumajang. Jurusan Geografi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial.
Zuriah, N. (2006). Metodologi Penelitian
Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Skripsi :
Erida Tikha Anggarani. 2011. Evaluasi
Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi di
Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung.
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang.
Ida Tiur Marisa Sinaga. (2005). Evaluasi
Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kopi
(Coffea Arabica) dan Coklat (Theobroma
cacao L.) Di Desa Juhar Kecamatan Juhar
Kabupaten Kar. Skripsi Fakultas Ilmu Tanah
Universitas Sumatera Utara.
Muhammad N, Deni. (2013). Evaluasi
Kesesuaian Lahan Tanaman Rambutan.
Skripsi Sarjana pada Fakultas Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas
Pendidikan Indonesia.
Solehudin. (2014). Kajian Erosi di
Kabupaten Bandung. Skripsi Sarjana pada
Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Universitas Pendidikan Indonesia
Jurnal :
Muhammad Nazarul Yanis, Hardy Guchi,
Mariani Sembiring. (2014). Evaluasi
Kesesuaian Lahan Kabupaten Dairi Untuk
Tanaman Kopi Robusta (Coffea Robusta
Lindl.). Jurnal Online Agroekoteknologi
Aminuddin Mane Kandari, La Ode Safuan,
L, M. Amsil. (2013). Evaluasi Kesesuaian
Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Kopi
Robusta (Coffea canephora) berdasarkan
Analisis Data Iklim Menggunakan Aplikasi
Sistem Informasi Geografi. Jurnal
Agroteknos
Sumantri, Dkk. (1999). Prospek Batuan
Volkanik Sebagai Batuan Induk Mineralisasi
Uranium Di Sumatera : Aspek Litologi.
Jurnal.batan.go.id
Sucipto. (2013). Studi Kesesuaian Lahan
Untuk Pengembangan Tanaman Tembakau
di Kecamatan Sambeng Kabupaten
Lamongan. Jurnal Pertanian Agrovigor
Internet :
Anonim. 2012. Macam-macam Pendekatan
Geografi. Unknown-mboh.blogspot.co.id
Wikipedia Bahasa Indonesia. Kopi.
www.wikipedia.co.id