EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM PELATIHAN KETERAMPILAN MENJAHIT BAGI PENYANDANG TUNAGRAHITA DI YAYASAN ASIH BUDI JAKARTA TIMUR Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Sos) Disusun Oleh: YOGA FEBRI RAMDANI 1112054100017 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H / 2017
139
Embed
EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM PELATIHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40267/1/YOGA FEBRI... · Berdasarkan hasil dari ... 31 6. Peran Instruktur ... 41 4.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM PELATIHAN
KETERAMPILAN MENJAHIT BAGI PENYANDANG TUNAGRAHITA
DI YAYASAN ASIH BUDI JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Sos)
Disusun Oleh:
YOGA FEBRI RAMDANI
1112054100017
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2017
i
ABSTRAK
Yoga Febri Ramdani
1112054100017
Evaluasi Implementasi Program Pelatihan keterampilan Menjahit Bagi
Penyandang Tunagrahita di Yayasan Asih Budi Jakarta Timur
Yayasan Asih Budi Jakarta timur merupakan salah satu lembaga yang yang
menangani penyandang tunagrahita, di Yayasan Asih Budi terdapat 4 program
pelatihan keterampilan salah satunya program pelatihan di Yayasan Asih Budi
adalah menjahit. Peserta dari keterampilan menjahit di Yayasan Asih Budi terdiri
dari penyandang tunagrahita kategori ringan dan kategori sedang, dimana hasil
kaya jahit yang dibuat oleh peserta pelatihan memiliki kualitas yang bagus dan
sudah dipasarkan hingga keluar negeri.
Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
pelatihan keterampilan menjahit di Yayasan Asih Budi dilaksanakan dan
mengevaluasi berdasarkan indikator-indikator evaluasi yang terdiri dari empat
indikator yaitu indikator ketersediaan, indikator relevansi, indikator
keterjangkauan, dan indikator efisiensi untuk mengukur apakah kegiatan pelatihan
keterampilan menjahit telah berjalan baik atau belum. Pendekatan dalam penelitian
ini menggunakan kualitatif jenis deskriptif. Teknik pengumpulan data penelitian ini
merupakan data dari wawancara, observasi dan studi dokumentasi yang diperoleh
dari informan yang terdiri dari satu kepala pelatihan, dua instrukur pelatihan
keterampilan menjahit dan dua peserta pelatihan tunagrahita kategori ringan dan
dua tunagrahita kategori sedang.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelatihan keterampilan menjahit di
Yayasan Asih Budi Jakarta Timur ini berlangsung selama 3 tahun, dalam seminggu
lima hari aktif. Adapun perbedaan kemampuan penyandang tunagrahita kategori
ringan dan kategori sedang, untuk kategori ringan 8 bulan sudah dapat mengikuti
pelatihan dengan baik, sedangkan untuk kategori sedang membutuhkan waktu yang
lebih lama unutk dapat mengikuti pelatihan dengan baik. Berdasarkan hasil dari
indikator evaluasi, dalam indikator keterjangkauan lokasi yayasan Asih Budi sudah
terpenuhi karena akses lokasi yang mudah dijangkau, sedangkan dari indikator
relevansi sudah memenuhi karena alat jahit yang digunakan sudah sesuai dengan
kebutuhan peserta, dari indikator efisiensi sudah terpenuhi karena tenaga instruktur
sudah sesuai dengan keahliannya, dan untuk indikator ketersediaan dalam aspek
sarana dan prasarana yayasan Asih Budi belum terpenuhi karena untuk alat seperti
mesin jahit jumlahnya lebih sedikit dibanding jumlah peserta pelatihan, sedang
dalam aspek kemitraan lembaga belum terpenuhi dan dalam aspek kehadiran
insturkur dan peserta menurut data absensi dan penuturan ibu Ulfa selaku kepala
pelatihan di Yayasan Asih Budi sudah cukup terpenuhi.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah serta inayah-
Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan
para pengikutnya yang senantiasa istiqomah sampai akhir zaman dan yang
membawa ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Peneliti sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan sekalipun peneliti telah berusaha melakukan yang terbaik,
kekurangan baik dari segi isi atau teknik penyusunannya. Untuk itu, kritikan
dan saran yang bertujuan membangun sungguh merupakan masukan bagi
peneliti agar dapat mendapatkan pembelajaran untuk kedepannya agar
menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik lagi.
Berkat keridhoan dari Allah SWT, akhirnya skripsi ini pun terselesaikan.
Serta tak lupa peneliti menyampaikan ungkapan terimakasih kepada pihak yang
telah memberikan bantuan, motivasi, dan arahan-arahan terhadap penyusunan
skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan terimakasih
kepada:
1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Suparto, M. Ed, Ph. D selaku Wakil Dekan Akademik.
Dr Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi
iii
Umum. Dr Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj.
Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Siti Napsyiah, MSW. Selaku Dosen Pembimbing Akademik.
4. Bapak Ismet Firdaus, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, dan
memberikan motivasi kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan seluruh
Civitas Akademika yang telah memberikan sumbangan wawasan
keilmuan dan membimbing saya selama mengikuti perkuliahan di UIN
Syarif Hidayatullah.
6. Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, serta
Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terimakasih
telah membantu saya dalam memberikan referensi buku, jurnal
maupun skripsi.
7. Kedua orang tuaku yang tercinta, yang tak pernah henti memberikan
kasih sayang yang tidak penah putus. Tidak pernah bosan untuk
memperingatkan dan memberikan semangat kepada penulis. Sungguh
kata-kata tidak akan pernah bisa menggambarkan rasa terimakasih
iv
penulis, tidak sanggup pula penulis untuk membalas kebaikan dari
kedua orang tuaku yang tercinta.
8. Kepada Zidan satu-satunya adik laki-laki saya, kepada nenek saya Hj.
Mini yang selalu memberikan dukungan, bibi Irni Febriani, kepada teh
Liza Faramita, Tamara Fauziyah, dan segenap keluarga besar yang
tidak penulis sebutkan namun tidak mengurangi rasa hormat dan rasa
terimakasih saya.
9. Kepada sahabat yang tak lelah memotivasi penulis dalam menulis
skripsi ini Mahmud Yunus, Nikmal Perdana H, Eric Paturahman, M.
Ikbal maulana, Ramdani M.T, Septi Deri (Dyaz), Yayi, Wawan H.
10. Kepada teman-teman seperjuangan Kesejahteraan Sosial angkatan 2012
yang selalu menemani dan memberikan dukungan kepada penulis.
11. Kepada ibu Yani, ibu Ulfa, Ibu Selly, ibu Indah, seluruh peserta
pelatihan, Bapak Supardi dan staff di Yayasan Asih Budi Jakarta Timur,
yang tidak saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas dukungan dan
sudah banyak meluangkan waktu untuk memberikan pengetahuan yang
terkait dengan skripsi ini.
12. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan baik moril
maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
v
Demikianlah skripsi ini peneliti persembahkan. Penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan semua pembaca pada umumnya.
Sekali lagi penulis mengucapkan terimakasih.
Ciputat, 29 Agustus 2017
Yoga Febri Ramdani
1112054100017
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................vi
DAFTAR TABEL...............................................................................................viii
DAFTAR BAGAN...............................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah..................................................7
C. Tujuan dan manfaat penelitian..........................................................7
D. Metodologi penelitian........................................................................9
E. Sistematika penelitian......................................................................14
BAB II LANDASAN TEORI...........................................................................16
A. EVALUASI.....................................................................................16
8-tahun-2016 4 Utami Dewi, “Implementasi Kebijakan Kuota Bagi Penyandang Disabilitas Untuk
Mendapatkan Pekerjaan Di Kota Yogyakarta,” Jurnal Kajian Ilmu Administrasi Negara (2015). h.
68.
3
orang penyandang disabilitas tubuh, 170.120 orang penyandang disabilitas yang
sulit mengurus diri sendiri, dan sekitar 2.401.592 orang mengalami disabilitas
ganda.5
Tunagrahita adalah istilah untuk menyebut seseorang yang mempunyai
kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Tunagrahita dikenal juga dengan istilah
terbelakangan mental karena keterbatasan kecerdasan yang mengakibatkan dirinya
sukar mengikuti program pendidikan disekolah biasa secara klasikal, oleh karena
itu membutuhkan layanan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan dan
pengelompokan anak tersebut.6
Program pelatihan sangat penting termasuk para penyandang disabilitas,
yang dimana jika mereka mendapat akses yang tepat mereka dapat berkembang
susuai dengan kemampuannya, untuk itu diperlukan dukungan-dukungan hal ini
seseuai dengan dalil al-Quran surat An-Nissa ayat 9,
ية خلفهم من تركوا لو الذين وليخش فليتقوا عليهم خافوا ضعاف ا ذر وليقولوا الل سديد ا قول
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang seandainya
mereka meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataaan yang
benar.” (QS: An-Nissa ayat 9)7
5 Jerry J. Tula, “Pelayanan Penyandang Disabilitas Dalam Menggunakan Berbagai
Sarana Aksebilitas” artikel diakses pada 31 Agustus 2016 dari
http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=18765 6 T.Sutjihati, Msi, Psi, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung : PT. Refika Aditama,2006)
h.103. 7 Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta : Departemen Agama RI,2003)
4
Sesuai dengan ayat diatas menegaskan yang melarang meninggalkan atau
menelantarkan, seorang anak/keturunan dalam keadaan lemah. Oleh karna itu, salah
satu cara agar mereka dapat diterima masyarkat luas adalah dengan pelatihan
keterampilan sehingga diharapkan setelah mengikuti kegiatan peserta pelatihan
dapat memiliki bekal yang dapat mereka gunakan untuk diri mereka dalam usaha
mereka untuk diterima dimasyarkat luas.
...students with disabilities in general education settings, while also
mandating their participation in state assessments and attainment of proficiency
in the areas of literacy, mathematics, and science. As a result, students with
disabilities spend most of the school day preparing for tests, rather than learning
skills they need after leaving school. These fundamental life skills take a back
seat to a total academic program, which discounts the need for skills in
preparation for the transition from school to the community.8
...Pelajar disabilitas pada sistem pendidikan pada umumnya, lebih di titik
beratkan kepada pencapaian keahlian dalam area seperti pemberantasan buta huruf,
matematika, dan ilmu pengetahuan. Sebagai hasilnya, pelajar dengan disabilitas
lebih banyak menghabiskan sekolahnya dengan mempersiapkan untuk ujian, dari
pada mempelajari keterampilan yang mereka butuhkan setelah lulus dari sekolah.
Yang menjadi pokok dasar mereka seperti kecakapan hidup tidak diprioritaskan
dalam seluruh program akademik, padahal kebutuhan terhadap skills penting bagi
mereka dalam persiapan menghadapi masa transisi dari sekolah menuju masyarakat
luas.
8 Shelly Meyers, Life Skills Training Through Situated Learning Experiences: An
Alternative Intructional Model, (New Jersey: Richard Stockton College of New Jersey, 2011), h.
142.
5
Para penyandang disabilitas perlu diberikan kesempatan yang sama dengan
masyarakat pada umumnya dalam hal mendapatkan pekerjaan. Dan menghapus
atau meminimalisir anggapan bahwa penyandang disabilitas intelektual tidak bisa
apa-apa, dan karna yang memiliki pemahaman seperti itu banyak. Penyandang
disabilitas memang memiliki kekurangan-kekurangan yang membuatnya tidak
sama dengan orang-orang pada umumnya. Namun bukan berarti kekurangan itu
tidak dapat ditangani, jika mereka sudah medapatkan akses terkait dengan
disabilitasnya. 9 Seperti melalui pelatihan-pelatihan, yang tentunya disesuaikan
dengan jenis disabilitasnya. Pelatihan memang merupakan salah satu upaya untuk
menyejahterakan penyandang disabilitas. Pelatihan keterampilan dibutuhkan untuk
membekali dirinya dengan keterampilan-keterampilan yang akan bisa
membantunya dalam mencari nafkah.
Di Yayasan Asih Budi, terdapat program lanjutan non formal yang berupa
pelatihan keterampilan bagi penyandang tunagrahita yang ingin mengembangkan
keterampilan mereka setelah mereka lulus SMALB. pelatihan keterampilan hidup
(life skill) seperti; program keterampilan tata busana, program keterampilan tata
boga, program keterampilan sablon & percetakan, program keterampilan pelayanan
kebutuhan rumah tangga (house keeping).
Dan setelah mereka selesai mengikuti pelatihan, mereka akan diberikan
sertifikat sesuai bidangnya. Seperti yang disampaikan oleh ibu Ulfa selaku ketua
pelaksana di Yayasan Asih Budi Jakarta Timur. Salah satu dari empat pelatihan
9 Hasil wawancara dengan pak Supardi 7 Desember 2016
6
keterampilan mereka seperti menjahit sudah dipasarkan hingga keluar negeri
seperti Thailand, Brunei, Malaysia dan Vietnam. 10 Dan tentu hal ini telah
membuktikan bahwa penyandang tunagrahita dapat membuat suatu produk yang
berkualitas.
Dalam penelitian ini peneliti akan berfokus pada pelatihan keterampilan
menjahit yang menjadi program pelatihan unggulan di Yayasan Asih Budi Jakarta
Timur. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan merupakan hal yang sangat penting
dalam setiap kegiatan pelatihan yang dapat melakukan penilaian apakah kegiatan
yang sedang dijalankan berjalan baik atau tidak, yang dimana jika selama
pelaksanaan kegiatan berlangsung dengan baik maka dapat menunjang tingkat
keberhasilan dari pelatihan keterampilan menjahit itu sendiri.
Berdasarkan dengan yang telah di jabarkan dari permasalahan diatas
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan pembahasan dengan judul
“EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM PELATIHAN KETERAMPILAN
MENJAHIT BAGI PENYANDANG TUNAGRAHITA DI YAYASAN ASIH BUDI
JAKARTA TIMUR”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam kegiatan penelitian ini akan terfokus pada evaluasi implementasi
program pelatihan keterampilan menjahit bagi penyandang tunagrahita.
10 Hasil wawancara dengan ibu Ulfa 23 januari 2017.
7
2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan pelatihan keterampilan menjahit di Yayasan Asih
Budi?
2. Bagaimana hasil evaluasi implementasi pelatihan keterampilan menjahit
bagi penyandang tunagrahita di Yayasan Asih Budi Jakarta Timur?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui proses pelaksanaan pelatihan keterampilan menjahit di
Yayasan Asih Budi
2. Mengetahui hasil evaluasi impelementasi program pelatihan keterampilan
menjahit bagi penyandang tunagrahita di Yayasan Asih Budi Jakarta Timur.
a. Manfaat Penilitian
a. Segi Akademis
1) Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis, berkaitan dengan konsep
dan metodologi dalam penulisan.
2) Penelitian ini dapat menambahkan sumbangan pengetahuan mengenai
pelaksanaan program pendidikan pelatihan keterampilan bagi penyandang
tunagrahita.
b. Segi Praktis
1) Bahan masukan bagi instansi atau lembaga yang fokus terhadap
penyandang tunagrahita.
2) Memberikan masukan bagi atau lembaga penyelenggara kesejahteraan
anak lainnya dalam rangka peningkatan mutu pelayanan bagi penerima
manfaat.
8
b. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian dan penulisan judul ini, penulis terlebih dahulu
mengadakan tinjauan pustaka terhadap skripsi sebelumnya yang menjadi ide awal
dan referensi penulis dalam penelitian dan karya ilmiah penulis yaitu, :
1) Skripsi yang berjudul “Implementasi Program Pelayanan Bagi Anak
Autis Melalui Sekolah Khusus Di Rumah Autis Bekasi”. Skripsi ini
ditulis oleh Facry Arfan, pada tahun 2014. Skripsi ini berisi tentang
penerapan dan evaluasi hasil dari program pelayanan melalui sekolah
khusus, bagi anak autis di rumah autis bekasi. Sedangkan skripsi yang
penulis tulis adalah mengenai mengevaluasi pelaksanaan pelatihan
keterampilan menjahit tunagrahita di yayasan Asih Budi Duren Sawit
Jakarta Timur.
2) Skripsi yang berjudul “Evaluasi Program Pelatihan Bimbingan
Keterampilan Menjahit Untuk Annak Putus Sekolah di Panti Sosial Bina
Remaja Bambu Apus Jakarta Timur” skripsi ini ditulis oleh Pinasti
Septhian pada tahun 2014. Skripsi ini membahas evaluasi program,
meliputi evaluasi input, evaluasi proses dan evaluasi hasil, sedangkan
penulis lebih befokus kepada hasil dari indikator evaluasi pelaksanaan
pelatihan keterampilan menjahit. Skripsi ini membantu penulis dalam
menganalisis data pada temuan lapangan.
3) Skripsi yang berjudul “Pola Pengasuhan Lembaga Untuk
Mengembangkan Potensi dan Fungsi Sosial Anak Tunagrahita Di SLB-
C Krisna Murti Jakarta” pada tahun 2014. Skripsi ini ditulis oleh Imam
9
Panji Saputro. Skripsi ini lebih membahas lebih mengenai pola
pengasuhan yang dilakukan oleh lembaga kepada anak kepada anak
tunagrahita untuk mengembangkan potensi mereka. Skripsi ini
membantu penulis dalam menyusun teori-teori yang berkaitan dengan
tunagrahita.
c. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dll. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khususnya alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.11
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.
Biasanya bersifat penilaian, analisis nono angka untuk menjalskan makna lebih
jauh dari yang nampak oleh panca indra. Deskriptif juga dapat diartikan
sebagai cara untuk memecahkan suatu masalah yang di teliti dengan
menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta
Dalam penelitian ini penulis berusaha mendeskripsikan atau melihat
fenomena mengenai program pelatihan keterampilan menjahit di Yayasan
Asih Budi Jakarta Timur, dalam penelitian ini penulis berusaha
menggambarkan dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan
pengamatan dilapangan yang berkaitan dengan tema yang penulis teliti.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari sasaran
penelitian. Data yang penulis dapatkan adalah dengan terjun
langsung kelapangan dan melakukan wawancara kepada instruktur
dan peserta pelatihan. Adapun kriteria yang digunakan penulis
dalam memilih sasaran penilitian adalah;
1. Kepala pelatihan keterampilan Yayasan Asih Budi
2. Pelatih atau instruktur menjahit
3. Peserta pelatihan, dalam peserta pelatihan penyandang
tunagrahita atau disabilitas intelektual dibagi menjadi 2
yaitu 1 laki-laki ringan maupun sedang dan 1
perempuan ringan dan sedang. Jadi penulis memiliki
sasaran 4 perserta pelatihan. Yang memiliki kriteria
yaitu, memiliki penilaian yang terbaik dari masing-
masing kategori, baik dari segi emosi maupun
keterampilan menjahit, dan rajin dari segi kehadirannya
pada setiap kegiatan pelatihan
11
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber-sumber pendukung yang berupa
dokumen dari berbagai literatur, buku-buku maupun internet yang
berkaitan dengan penelitian
4. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan bertempat di Yayasan Asih Budi yang
beralamat di Komplek IKIP, Jl. Pendidikan RT 012/02, Duren Sawit, Jakarta
Timur, 13440. Penelitian ini akan berlangsung pada bulan September 2016
sampai dengan bulan 2017.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan interview (wawancara) , observasi (pengamatan), dan dokumentasi.
c. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit atau lebih kecil.
d. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data berbeda dengan
wawancara dan kuesioner yang harus berkomunikasi dengan orang,
12
maka observasi bersifat tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-
obyek alam yang lain.13
Observasi atau pengamatan dalah metode pengumpulan yang
digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
pengindraan. Suatu kegiatan pengamatan baru dikategorikan sebagai
kegiatan pengumpulan data penelitian apabila memiliki kriteria yaitu;
pengamatan digunakan dalam penelitian dan telah direncakan secara
serius, pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah
ditetapkan, serta pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan
dengan proporsisi umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu yang
hanya menarik perhatian.14
Untuk memperoleh data dalam menggunakan teknik obervasi
peneliti akan terjun langsung kelapangan yaitu Yayasan Asih Budi
Jakarta Timur, mengamati secara langsung pelaksanaan pelatihan
keterampilan kepada penyandang tunagrahita. Peneiliti juga
menggunakan beberapa alat bantu, antara lain smartphone yang sudah
dilengkapi kamera, buku tulis yang digunakan sebagai catatan kecil
sehingga membantu peneliti dalam mengingat apa yang dilihat oleh
peneliti saat melakukan observasi.
13 Prof. Dr. Sugiyono, metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D (Bandung:
Alfabeta, 2013), h. 137-145. 14 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 115.
13
e. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar,
atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk
tulisan misalnya catatan hatian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan,
kebijakan. Dokumen yang berbentuk karya misalnya foto, gambar
hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya
karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam penelitian ini berpedoman pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh
Center For Quality Development and Assurance (CeQDA) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Teknik Analisis Data
Bogdan menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami,
dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisa data
dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-
unit melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
14
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat
diceritakan kepada orang lain.15
8. Teknik Keabsahan Data
Dalam menentukan keabsahan data adalah dengan teknik triangulasi.
Dimana triangulasi teknik adalah untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda. Misalnya data yang diperoleh dari wawancara, lalu dicek dengan
observasi, dokumentasi, atau kuesioner. Bila dengan tiga teknik pengujian
kredibilitas data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka
peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang
bersangkutan atau yang lain, memastikan data yang mana yang dianggap
benar, atau mungkin semuanya benar, karena sudut pandangnya berbeda-
beda.16
9. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, secara sistematis
pembagiannya dibagi kedalam lima bab, yang terdiri dari sub-sub bab,
adapun sistematikanya sebagia berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Didalamnya terdapat latar belakang masalah, pembatasan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,
dan sistematika pelelitian skripsi.
15 Prof. Dr. Sugiyono, metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D (Bandung:
Alfabeta, 2013), h.244. 16 Prof. Dr. Sugiyono, metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D (Bandung:
Alfabeta, 2013), h.274.
15
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang digunakan
peneliti sebagai panduan dan melakukan analisa dalam
penelitian ini berkaitan dengan masalah dan objek yang akan
diteliti.
BAB III PROFIL LEMBAGA
Bab ketiga merupakan gambaran umum mengenai lembaga
yayasan asih budi yang penulis teliti.
BAB IV HASIL TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
Dalam bagian penulisan ini menjelaskan secara rinci
mengenai temuan lapangan yang disesuaikan dengan tujuan
penelitian. Temuan lapangan terdiri dari hasil
pengamatan/observasi dan wawancara mendalam terhadap
informan. Data yang dihasilkan kemudian akan dianalisis
dengan tinjauan pustaka yang sebelumnya menjadi
pertimbangan dalam perumusan pedoman pertanyaan dalam
mengkaji informasi.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan atas hasil penelitian dan saran.
Kesimpulan memberikan ringkasan hasil temuan di
lapangan serta pembahasan yang disesuaikan tinjauan
pustaka.
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi
Pengertian evaluasi adalah menilai sesuatu produk sehingga dapat
digambarkan sebagai pengembangan suatu proses dan dalam hal ini putusan nilai
mengambil peranan penting sehingga evaluasi dalam arti luas menyangkut segala
proses yang diteliti.17
Menurut Suharshimi Arikunto bahwa “evaluasi adalah penelitian yang
bertujuan untuk mengukur keefektivitas program yang ditinjau dari hasil program
tersebut. Dengan demikian, penelitian evaluasi dilakukan untuk mengetahui
efektivitas suatu program dengan cara mengukur hal-hal yang berkaitan dengan
keterlaksanaan program tersebut.18
Menurut Sudjana evaluasi merupakan kegiatan penting untuk mengetahui
apakah tujuan yang telah ditentukan telah tercapai, apakah pelaksanaan program
sesuai dengan rencana dan atau dampak apa yang terjadi setelah program
ditentukan.19 Ralph Taylor berpendapat, evaluasi adalah proses yang menentukan
sejauh mana tujuan dalam setiap program dapat tercapai.20
17 Suryatna Rafi’I, Teknik Evaluasi, (Bandung; Angkasa, 1988), Cet,. Ke-10, h.10 18 Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, (Yogyakarta: Bina Aksara, 1998),
h. 8. 19 H.D. Sudjana, Manajemen Program Pendidiakan Luar Sekolah dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia, (Bandung: Falah Production, 2000), h. 283. 20 Farida Yusuf Tayib Nafis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Program
Pendidikan dan Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.2.
17
Melakukan evaluasi tidak harus dilakukan dilaksanakan menunggu tahap
akhir program, tetapi juga bisa dilakukan pertengahan program kegiatan apabila
ditemukan indikasi-indikasi kejanggalan atau penyimpangan-penyimpangan yang
tidak sesuai degnan sasaran yang telah ditentukan. Hal ini didasarakan pada
pertimbangan jika hanya dilakukan pada akhir kegiatan, maka kesalahan dann
kekurangan pada proses pelaksanaan kegiatan semakin lama menjadi besar dan
semakin berat perbaikannya. Oleh karna itu, melalui evaluasi terhadap kekurangan
dari yang kecil ini akan lebih mudah pemecahannya dan tidak akan menganggu
kelancaran proses dan tahapan kegiatan berikutnya. Penilaian hasil fungsinya
adalah untuk membantu penanggung jawab program dalam mengambil keputusan,
meneruskan, memodifikasi atau menghentikan program, penilaian hasil
memerlukan perbandingan hasil program dengan tujuan yang telah ditetapkan.21
Bedasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan evaluasi
adalah suatu kegiatan untuk mengukur atau menilai keberhasilan pelaksanaan suatu
program agar dapat diketahui apakah tujuan yang sebelumnya sudah ditentukan
sudah tercapai atau belum.
2. Jenis-Jenis Evaluasi
a. Evaluasi Input
Evaluasi ini memfokuskan pada berbagai unsur yang masuk dalam
pelaksanaan suatu program. Tiga unsur utama yang terkait dengan evaluasi
21 Elly Irawan. Dkk, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1995), h.
43.
18
input adalah, peserta program, staff dan program. Dalam kaitan evaluasi
input program tedapat empat kriteria yang perlu dikaji: 1) Tujuan program,
2) Penilaian terhadap kebutuhan program, 3) Standar dari suatu praktek
yang terbaik 4) Biaya untuk pelaksanaan program.
b. Evaluasi Proses
Dalam evaluasi ini dilakukan untuk menilai bagaimana proses yang
telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan. 22
Evaluasi proses menurut Pietrzak dkk, memfokuskan diri pada aktivitas
program antara klien dengan staff terdepan (line staf) yang merupakan pusat
dari pencapaian tujuan (objektif) program. Tipe evaluasi ini diawali dengan
analisis dari sistem pemberian layanan dari suatu program.
Dalam upaya mengkaji nilai komponen pemberian layanan, hasil
analisis harus dikaji berdasarkan kriteria yang relevan seperti standar
praktik terbaik, kebijakan lembaga, tujuan proses dan kepuasan peserta.
c. Evaluasi Hasil
Evaluasi hasil ini dilakukan untuk menilai seberapa jauh tujuan-
tujuan yang sudah dirancanakan tercapai, yakni diarahkan pada keseluruhan
dampak dari suatu progran terhadap penerima layanan. Sehingga untuk
evaluasi ini yang menjadi pertanyaan utama adalah:
22 Elly Irawan. Dkk, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1995), h.
18.
19
a. Kapan program dapat dikatakan berhasil,
b. Bagaimana anggota akan menjadi berbeda setelah mengikuti
program tersebut.23
Evaluasi ini juga digunakan untuk mengukur keberhasilan
pencapaian suatu program yang telah ditetapkan, dan menentukan apakah
program diteruskan, dimodifikasi atau dihentikan.
3. Indikator evaluasi
Secara umum, indikator dapat didefinisikan sebagai suatu alat ukur
untuk menunjukan atau menggambarkan sesuatu keadaan dari suatu hal
yang menjadi pokok perhatian. Indikator dapat menyangkut sesuatu
fenomena sosial, ekonomi, penelitian, proses usaha peningkatan kualitas.
Indikator dapat berupa, angka, atribut atau pendapat yang dapat
menunjukan suatu keadaan.24
Terkait dengan kriteria keberhasilan yang digunakan untuk suatu
proses evaluasi, Feurstein dalam Isbandi Rukminto mengajukan beberapa
indikator yang perlu dipertimbangkan. Indikator dibawah ini adalah
sembilan indikator yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi suatu
kegiatan.25
23 Pinasti Septhian, “Evaluasi Program Bimbingan Keterampilan Mrnjahit Untuk Anak
Putus Sekolah di Panti Sosisal Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur”, (Skripsi S1 Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2014), h.26-28. 24 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarkat. Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, cet 1,
2005), h.126. 25 Isbandi Rukminto Adi, Intervensi Komunitas & Pengembangan Masyarakat Sebagai
Upaya Pemberdayaan Masyarakat Edisi Revisi 2012, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet 2,
2013) h. 186-188.
20
a. Indikator ketersediaan, dalam indikator ini menunjukan apakah
unsur yang seharusnya ada dalam suatu proses itu benar-benar ada.
b. Indikator keterjangkauan. Indikator ini melihat layanan yang
ditawarkan masih berada dalam keterjangkauan pihak yang
membutuhkan.
c. Indikator efisiensi. Indikator ini menunjukkan apakah sumber daya
dan aktivitas yang dilaksanankan guna mencapai tujuan
dimanfaatkan secara tepat guna (efisien) atau tidak memboroskan
sumber daya ada dalam mencapai tujuan.
d. Indikator relevansi. Indikator ini menunjukkan seberapa relevan
ataupun tepatnya sesuatu yang teknologi atau layanan yang
ditawarkan.
e. Indikator pemanfaatan. Indikator ini melihat seberapa banyak suatu
layanan yang sudah disediakan oleh pihak pemberi layanan,
diperguanakan (dimafaatkan) oleh kelompok sasaran.
f. Indikator cakupan. Indikator ini menunjukan proporsi orang-orang
yang membutuhkan sesuatu dan menerima layanan tersebut
g. Indikator kualitas. Indikator ini menunjukan standar kualitas dari
layanan yang disampaikan ke kelompok sasaran.
h. Indikator upaya. Indikator ini menggambarkan berapa banyak upaya
yang sudah ditanamkan dalam rangka mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan.
21
i. Indikator dampak. Indikator ini melihat apakah yang kita lakukan
benar-benar memberikan suatu perubahan di masyarakat.
4. Manfaat Evaluasi
Manfaat evaluasi menurut Feurstein dalam Isbandi Rukminto
terdapat 10 alasan mengapa evaluasi perlu dilakukan, yaitu:
a. Pencapaian, guna apa yang sudah dicapai.
b. Mengukur kemajuan yakni melihat kemajuan dikaitkan dengan objek
(tujuan) program.
c. Meningkatkan pemantauan agar tercapai manajemen yang lebih baik.
d. Mengindektifikasi kekurangan dan kelebihan agar dapat memperkuat
program itu sendiri.
e. Melihat apakah usaha sudah dilakukan secara efektif guna melihat
perbedaan apa yang telah terjadi setelah diterapkan suatu program.
f. Biaya dan manfaat melihat apakah biaya yang dikeluarkan cukup masuk
akal.
g. Mengumpulkan informasi, guna merencanakan dan mengelola kegiatan
program secara lebih baik.
h. Berbagi pengalaman, guna melindungi pihak lain terjebak dalam kesalahan
yang sama atau untuk mengajak seseorang untuk ikut melaksanakan metode
yang serupa bila metode yang dijalankan telah berhasil dengan baik.
i. Meningkatkan keefektifan, agar dapat memberikan dampak yang lebih luas.
22
j. Memungkinkan terciptanya perencanaan yang lebih baik. Karena
memberikan kesempatan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat,
komunitas fungsional dan komunitas lokal.26
B. Implementasi Program
1. Pengertian Implementasi
Implementasi merupakan aktivitas, aksi, tindakan dari sebuah rencana yang
sudah disusun secara matang dan terperinci. Secara sederhana pelaksanaan bisa
diartikan penerapan. Implementasi biasanya dilakukan jika perencanaan sudah
dianggap siap. 27 Faktor pelaksanaan merupakan hal yang penting dalam
menentukan keberhasilan suatu program untuk diwujudkan.28
Menurut The Liang Gie pelaksanaan adalah usaha-usaha yang dijalankan
untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan
dan ditetapkan dengan melengkapi segala kebutuhan alat-alat yang diperlukan,
dimana pelaksanaannya, kapan waktunya dimulai dan berakhir, dan bagaimana
cara dilaksanakan.29
2. Pengertian program
Program merupakan sederetan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan
untuk mencapai kegiatan tertentu.30 Dengan kata lain, bahwa program merupakan
26 Ibid, h. 127. 27 Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002) h. 70. 28 Bintoro Tjokromidjojo, Teori Strategi Pembangunan Nasional, (Jakarta: PT Gunung
Agung, 2000) h.199. 29 The Liang Gie, dan Sutarto, Pengertian, Kedudukan dan Perincian Ilmu Administrasi,
(Yogyakarta: Karya Kencana, 1997) h. 191. 30 Surharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendididkan, (Yogyakarta: Bina Aksara,
1998), h.26.
23
deretan rencana-rencana yang dilakukan oleh sebuah badan atau lembaga dalam
mencapai tujuannya.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka implementasi program adalah
sebuah penerapan atau pelaksanaan dari perencanaan-perencanaan yang sudah
dianggap siap sebelumnya, yang dilakukan oleh sebuah organisasi atau lembaga
agar mencapai suatu keberhasilan dalam mencapai tujuannya.
Dengan demikian, implementasi program dalam penelitian ini kita dapat
melihat bagaimana lembaga yang terkait melaksanakan program yang
sebelumnya telah direncanakan agar tercapainya suatu tujuan.
C. Tunagrahita
1. Pengertian Tunagrahita
Arti harfiah dari kata tuna adalah merugi, sedangkan grahita adalah pikiran.
Dengan kata lain, tunagrahita ditandai oleh ciri-ciri utamanya adalah kelemahan
dalam berfikir atau bernalar. Akibat dari kelemahan tersebut penyandang tungrahita
memiliki kemampuan belajar dan adaptasi sosial di bawah rata-rata. Menurut
Munzayanah, tunagrahita adalah mengalami gangguan dalam perkembangan,
dalam daya berfikir serta seluruh kepribadianya, sehingga mereka tidak mampu
hidup dengan kekuatan mereka sendiri di dalam masyarakat meskipun dengan cara
hidup sederhana.31
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan dibawah rata-rata. Istiah tersebut sesungguhnya memiliki
arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasanya jauh dibawah
Pengembangan SDM (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 31.
31
f. Latihan dibagi-bagi menjadi sebuah penguasaan dan latihan untuk
mengulang hasil belajar.
g. Kegiatan latihan harus hidup, menarik dan menyenagkan.
h. Latihan juga dianggap sebgai upaya sambilan untuk dilakukan seenaknya
secara insidental. Maksudnya latihan dapat dilakukan semaunya dan kapan
saja dalam kapasitas lebih kecil untuk mengulang suatu materi.
i. Latihan dapat mencapai kemajuan berkat ketekunan dan kedisipllinan yang
tinggi.
j. Latihan yang dilaksanakan lebih berhasil, bila unsur emosi sedapat mungkin
dikurangi.
5. Model Pelatihan
Model pelatihan adalah suatu bentuk pelaksanaan pelatihan yang di
dalamnya terdapat pelatihan dan tata cara pelaksanaannya. Bedasarkan kategori dan
jenis pelatihan lalu ditentukan suatu model pelatihan. Masing-masing model
memiliki tujuan dan prosedur penyelnggaraan yang berbeda-beda, yang
dilakasanakan sesuai kebutuhan. Model-model pelatihan tersebut adalah sebagai
berikut:40
a. Vestibule Training (off the job training): model pelatihan ini
diselenggarakan dalam suatu ruangan khusus yang berada diluar tempat
kerja biasa, namun meniru kondisi-kondisi kerja sesungguhnya. Yang
bertujuan untuk melatih tenaga kerja secara tepat.
40 Oemar Hamalik, Pengembangan Sumber Daya Manusia Manajemen Pelatihan
Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h.20-22.
32
b. Apprentice Training: latihan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
arus pegawai baru yang tetap dan serba bisa. Prosedur latihan dalam
kelas. Praktik kerja lapangan berlangsung dalam jangka waktu yang
lama dengan pengawasan terus menerus.
c. Public vocational Training: tujuannya adalah memberikan latihan
kepada calon tenaga kerja. Pelatihan dikaitkan dengan kebutuhan
organisasi atau perusahaan.
d. On the job training (latihan sambil bekerja): bertujuan untuk
memberikan kecakapan yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu
sesuai dengan tuntutan kemampuan bagi pekerjaan tersebut, dan sebagai
alat untuk kenaikan jabatan.
e. Pre employment training (pelatihan sebelum penempatan): bertujuan
mempersiapkan tenaga kerja sebelum ditempatkan pada organisasi
untuk memberikan latar belakang intelektual, mengembangkan seni
berfikir dan menggunakan akal. Materi lebih luas dan bersifat teoretik.
Pelatihan diselenggrakan oleh lembaga pendidikan diluar organisasi
perusahaan.
f. Introduction training (latihan penempatan): bertujuan agar memiliki
pengetahuan, tentang praktek dan prosedur yang berlaku dilingkungan
organisasi atau lembaga.
g. Understudy training : untuk menyediakan tenaga kerja yang cakap
dalam pekerjaan jenis tertentu dengan cara bekerja langsung dalam
33
pekerjaan yang bersangkutan, memberikan pelayanan sebagai
asisten/pembantu.
h. Intership training (sistem kemagangan): untuk menyediakan tenaga
kerja yang terdidik dan terlatih dengan cara menempatkan tenaga kerja
yang sedang disiapkan itu sebagai tenaga kerja pada suatu lembaga/
perusahaan selama jangka waktu tertentu dengan bimbingan tenaga ahli.
Dari model – model yang disebutkan diatas tidak semua digunakan dalam
waktu yang bersamaan oleh lembaga. Model yang digunakan sesuai dengan
kebutuhan penyelenggara pelatihan tersebut. Model pelatihan yang digunakan
sesuai ditentukan oleh fungsi dan tujuan latihan tersebut.
Model pelatihan yang dipilih dan diselenggarakan ditentukan oleh fungsi
pelatihan, kebijkan ketenagaan, permasalahan dalam organisasi dan, kagtegori
ketenagaan, dana waktu yang tersedia.
6. Peran Pelatih atau Instruktur
Dalam melakukan pelatihan, pelatih memiliki peran yang sangat penting. Pelatih
atau instruktur bukan hanya sebagai pemberi materi bagi peserta pelatihan tetapi
juga harus dapat melakukan bimbingan dengan baik. Adapun peran pelatih adalah
sebagai berikut:
a. Peranan sebagai pengajar, menyampaikan pengetahuan dengan cara
menyajikan informasinya. Diperlukan berupa konsep-konsep, fakta-fakta
dan informasi lainya yang memperkaya wawasan pengetahuan para peserta.
34
b. Peranan sebagai pemimpin kelas, maka setiap pelatih perlu menyusun
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian selama
berlangsungnya proses pembelajaran.
c. Peranan sebagai pembimbing, pelatih perlu memberikan bantuan kepada
peserta yang mengalami kesulitan atau masalah khususnya dalam kegiatan
belajar, yang pada giliranya diharapkan peserta lebih aktif membimbing
dirinya sendiri.
d. Peranan sebagai fasilitator, berperan menciptakan kondisi lingkungan yang
memungkinkan peserta belajar aktif.
e. Peranan sebagai peserta aktif, pelatih sering melaksankan diskusi kelompok
dan kerja kelompok dalam rangka memecahkan masalah, misalnya:
merumuskan masalah, mencari data dan membuat kesimpulan.
f. Peranan sebagai ekspeditor, melakukan pencarian, penjelajahan dan
penyediaan mengenai sumber-sumber yang diperlukan oleh kelas atau
kelompok peserta.
g. Peranan sebagai pembelajaran, berperan menyusun perencanaan
pembelajaran, mulai dari rencana materi pelatihan disusun berdasarkan
garis besar pedoman pendidikan pelatihan, perencanan harian dan
perencanaan satuan acara pertemuan.
h. Peranan sebagai pengawas, pelatih harus mengawasi kelas secara terus
menerus supaya pembelajaran senantiasa terarah.
35
i. Peranan sebagai motivator, pelatih perlu terus menggerakan motivasi
belajar para peserta, baik selama berlangsungnya proses pembelajaran
maupun di luar kelas pada setiap kesempatan yang ada.
j. Peranan sebagai evaluator pelatih berkewajiban melakukan penilaian pada
awal pelatihan dan selama berlangsungnya proses pelatihan.
k. Peranan sebagai konselor, jika diperlukan dan memungkinkan maka pelatih
dapat juga memberikan penyuluhan tentang kesulitan pribadi dan sosial.
l. Peranan sebagai penyidik sikap dan nilai, sistem nilai yang dijadikan
panutan hidup dan sikap para peserta pelatihan perlu diselidiki.41
Umpan Balik
Dalam melakukan proses pelatihan seorang pelatih atau instruktur
perlu melakukan umpan balik sebagai bentuk respon terhadap aksi dari
peserta pelatihan. Ada enam peluang dimana umpan balik perlu diberikan
selama pelatihan : 42
a. ketika anggota tim tidak mengerti arah yang mereka tuju dan ketika
mereka tidak paham mengenai kinerja kompeten dalam karakteristik
tertentu.
b. Ketika mereka kurang kesadaran diri dan tidak melihat dirinya dengan
cukup jelas untuk memperbaiki kinerja.
c. Ketika mereka terlalu mengkritik diri sendiri atau ketika mereka
terfokus hanya pada interpretasi atau pandangan saja.
41 Oemar Hamalik, Pengembangan Sumber Daya Manusia Manajemen Pelatihan
Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h.145. 42 Kaswan, Pelatihan dan Pengembangan Untuk Meningkatkan Kinerja SDM, (Bandung:
Alfabeta,2011), h. 129.
36
d. Ketika keyakinan mereka menghambat dan menahan mereka untuk
maju.
e. Ketika mereka tak termotivasi untuk berubah, tergoda untuk kembali
ke cara-cara lama, atau membutuhkan penghargaan atas usaha-usaha
mereka.
f. Ketika mereka tidak belajar dari pengalaman mereka.
7. Tujuan pelatihan
Kegiatan pelatihan mempunyai tujuan tertentu, yaitu untuk meningkatkan
kerja peserta yang menimbulkan perubaha perilaku aspek-aspek kognitif,
keterampilan dan sikap. Dalam hal ini tujuan pelatihan bersumber dari kualitas
seperti yang diharapkan antara lain terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut:43
a. Peningkatan semangat kerja
b. Pembinaan budi pekerti
c. Peningkatan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
d. Menigkatkan taraf hidup
e. Menigkatkan kecerdasan
f. Meningkatkan keterampilan
g. Meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan
h. Menciptakan lapangan pekerjaan
i. Memeratakan pembangunan dan pendapatan
43 Oemar Hamalik, Pengembangan Sumber Daya Manusia Manajemen Pelatihan
Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 12-14
37
Selain itu pelatihan juga berguna untuk perubahan kearah yang lebih baik.
Dengan diadakanya pelatihan masyarakat dapat memiliki bekal keahlian sehingga
masyarakat dapat memperoleh penghasilan untuk menghidupi diri sendiri dan
keluarganya, dan menjadikan masyarakat berdaya. Sesuai dengan tujuan dari
pemberdayaan masyarakat yaitu membuat masyarakat mandiri dan berdaya.
E. Keterampilan Menjahit
Pendidikan keterampilan merupakan prinsip pokok dalam pendidikan luar
biasa. Penyandang disabillitas perlu diberikan latihan-latihan keterampilan, yang
dapat dipakai untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
1. Pengertian keterampilan
Keterampilan adalah kegiatan menguasai sesuatu keterampilan dengan
tambahan bahwa mempelajari keterampilan harus dibarengi dengan kegiatan
praktik, berlatih, dan mengulang-ulang suatu kerja. Seseorang memahami semua
asas, metode pengetahuan dan teori mampu melaksanakan praktis adalah orang
yang memiliki keterampilan44
Menurut W. Gulo, keterampilan tidak mungkin berkembang kalau tidak
didukung oleh sikap, kemauan dan pengetahuan. Manusia merupakan pribadi yang
unik, dimana aspek rohaniah, mental intelktual dan fisik merupakan kesatuan yang
utuh.45
44 Drs Syarif Makmur, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Dan Efektivitas
Organisasi: Kajian Penyelenggaraan Pemerintah Desa, ( Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008), h. 70. 45 W.Gulo, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Grafindo, 2002), h. 51.
38
Keterampilan adalah pelajaran yang berisi kemampuan konseptual apresiasi
dan kreatif produktif dalam menghasilkan benda produktif dalam menghasilkan
benda produk kerajinan dan atau produk teknologi yang memberikan penekanan
pada penciptaan benda-benda fungsional dari karya kerajinan, karya teknologi
sederhana, yang bertumpu pada keterampilan tangan.
Keterampilan atau life skills adalah berbagai keterampilan yang atau
kemampuan untuk beradaptasi dan berperilaku positif yang memungkinkan
seseorang mampu menghadapi berbagai tuntunan dan tantangan dalam kehidupan
sehari-hari secara efektif.46
2. Jenis-jenis keterampilan
Keterampilan atau life skills dikelompokan menjadi empat jenis yaitu:47
a. Keterampilan personal (personal skills) yang mencakup ketermpilan
mengenal diri sendiri, keterampilan berfikir rasional dan percaya diri.
b. Keterampilan sosial (social skills) seperti keterampilan melakukan kerja
sama, bertenggang rasa dan tanggung jawab sosial.
c. Keterampilan akademik (academic skills) adalah keterampilan yang
berkaitan dengan melakukan penelitian, percobaan-percobaan dengan
pendekatan ilmiah.
46 Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan, (life skills) Pendidikan Luar Sekolah,
Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah dan Pemerintah Departemen Pendidikan Nasional,
2003, h.5. 47 Departemen Pendidikan Nasional, Konsep pengembangan model integrasi kurikulum
pendidikan kecakapan hidup, badan penelitian dan pengembangan pusat kurikulim, 2007, h. 5.
39
d. Keterampilan vokasional (vocational skills) adalah keterampilan yang
berkaitan dengan suatu bidang kejuruan/keterampilan tertentu seperti
dibidang jahit-menjahit, peternakan, pertanian, dan produksi barang-
barang tertentu.
3. Tujuan Belajar Keterampilan48
a. Untuk mensejahterkan kehidupan peserta keterampilan menjahit dan
dapat meningkatkan ekonomi mereka.
b. Untuk membantu peserta dengan keterampilan atau keahlian hidup
sehingga dapat menjadi modal dasar untuk membuka usaha.
Diharapkan dengan keterampilan yang didapat para peserta dari
pelatihan ini, maka secara otomatis peserta dpat memanfaatkan
keterampilannya untuk berusaha dalam rangka meningkatkan ekonomi
mereka menuju pada pemenuhan kesejahteraannya.
48 Minarti, “Pemberdayaan Perempuan Melalui Program Keterampilan Menjahit oleh
Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera Di Bulak Timur Depok”, Skripsi S1 Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta), 2014. h.39.
40
BAB III
PROFIL LEMBAGA
1. Sejarah lembaga
Yayasan Asih Budi secara resmi berdiri pada tanggal 28 Desember 1957
dengan Notaris R. Kadiman. Pengelolanya berbasis kekeluargaan. Kegiatan yang
dimulai digarasi rumah Keluarga Soerjomiharjo pada tahun 1957 beralih kesebuah
rumah di Jl. Mendut 13, Jakarta Pusat sebagai perolehan hibah dari Ford
Foundation.
Pada tahun 1983 Masa peralihan Asih Budi Under One Roof Activity/
Pengelolaan Bersama Berbagai Jenjang Pendidikan. Diawali dengan suatu kegiatan
terkoordinir antar sekelompok orang tua dengan Tim Ahli dan guru SLB Asih Budi
ditahun 1982 dibentuk panitia program pembangunan SLB Asih Budi dibawah
pimpinan ibu R.A.Aryanto, S.SE, yang kemudian menjadi cikal bakal dari program
kerja yayasan Asih Budi dikemudian hari. Tahun 1983 merupakan awal masa
peralihan dalam pengelolaan dan kepengurusan Yayasan Asih Budi, yang
diwujudkan dalam susunan kepengurusan periode 1983-1992, dengan akte notaris
nomor : 121 tanggal 16 April 1983, notaris Ny Kartini Mulyadi.
Konsep kepenguruasan pada periode ini mulai mengarah kepada konsep
kepengurusan yang profesional di bidangnya masing-masing. Dibawah
kepemimpinan R.A.Aryanto, S.SE. program pendidikan diarahkan kepada upaya
41
“Pemberdayaan Optimal bagi Anak penyandang keterbelakangan mental,
berdasarkan kemampuan dan kebutuhan hidup mereka dimasyarakat.49
Dalam menjalankan program-program pelatihan keterampilan Yayasan Asih
Budi membuat iklim kondusif yang dilakukan melaui upaya:
1. Pembentukan Persatuan Orang Tua yang pertama (PERMATA) tahun 1983
2. Tahun 1984, Asih Budi ditetapkan oleh Depnaker selaku Koordinator
Wilayah KUB Penyandang Cacat
3. Pemetaan siswa sesuai dengan klasifikasi kemampuan siswa
4. Lebih membuka diri dengan masuk menjadi anggota organisasi sosial
seperti BKPLB-BKKKS Prop. DKI Jakarta
2. Visi misi Yayasan Asih Budi
Maksud dan tujuan yayasan Asih Budi pada masa itu adalah: “ membantu
anak-anak yang mengalami kesulitan mengikuti pelajaran pada Sekolah
Umum/regular, yang disebabkan karena kecerdasan mereka yang berada dibawah
rata-rata”
3. Pelatihan Keterampilan di Yayasan Asih Budi
Yayasan Asih Budi memiliki pendidikan formal dan non-formal. Pendidikan
formal mereka adalah berupa SLB-C SMPLB dan SMALB, sedangkan yang non-
formal adalah Sentra Pemberdayaan Sosial dan Vokasional. Sentra Pemberdayaan
Sosial dan Vokasional ini dideklarasikan dari hasil seminar seminar Fokus Group
49 Arsip Dokumen yayasan Asih Budi
42
Discussion antar 3 Perguruan Tinggi, lembaga-lembaga terkait, dalam lokakarya
nasional tunagrahita 11 desember 2011.
Sentra pemberdayaan sosial dan vokasional Asih Budi merupakan wadah
yang disiapkan oleh yayasan Asih Budi untuk mempertajam keterampilan lulusan
SMALB, karna jika dilepas dan langsung dikembalikan ke orang tua di takutkan
keterampilan yang sudah dimiliki akan cenderung hilang. Program SPSV (sentra
pemberdayaan sosial dan vokasional) ini berlangsung selama 3 tahun di akomodir,
di fasilitasi dan operasionalnya dibantu oleh kemsos.50
Yayasan Asih Budi dipercaya untuk mengemban 3 tugas yaitu secara
swadaya, swakarsa dan sekolah pengimbas. Pertama, asih budi secara konvesional
menangani anak-anak disabilitas intelektual yang awalnya ringan namun seiring
perkembangan jaman sehingga ada yang sedang, yang kedua sebagai sebagai
sumber pendidikan inklusi, dan oleh kemendikbud dipercaya atau di amanatkan
sebagai sekolah pengimbas, sekolah pengimbas adalah sekolah baik dari Jakarta
maupun dari luar Jakarta sering berkunjung melakukan studi banding, untuk
membanding-bandingkan apa yang dilakukan oleh sentra bagaimana
perencanaannya apa saja yang akan diberikan, bagaimana pelaksanaan, fungsi
controlling dan evaluasi. Sekolah-sekolah luar biasa ada yang dari bali, kalimatan
selatan dan kalimantan timur sudah pernah melakukan kunjungan ke Yayasan Asih
Budi untuk melakukan studi banding.51
50 Hasil wawancara dengan Bapak Supardi 7 Desember 2016 51 Hasil wawancara dengan Bapak Supardi 7 Desember 2016
43
a. Penetapan Model Pelayanan Diklat Bagi Penyandang Disabilitas
Intelektual
Guna mengoptimalkan pola pelayanan diklat bagi penyandang dissabilitas
intelektual, secara berurutan dilakukan kegiatan antara lain:
1. DNIKS melalui pola pengembangan pemberdayaan sosial Tunagrahita
(P3STG) melakukan pembahasan intensif populasi penyandang disabilitas
intelektual cukup signifikan dibanding dengan anak berkebutuhan khusus
lainya)
2. Program dan pelayanan pendidikan dan pelatihan sementara ini tidak
mengacu kepada kemampuan dan kebutuhan hidup penyandang disabilitas
intelektual dimasyarakat.
3. Hasil bahasan fokus group discussion yang didukung oleh fakultas
psikologi UI, jurusan PLB UNJ, Fak. Kedokteran Anak UGM serta
organisasi-organisasi bidang ketunagrahitaan tentang penyelenggaraan
sentra Pemberdayaan sosial dan Vokasional bagi penyandang disabilitas
intelektual tamatan SMALB/SMKLB menetapkan model Sentra
Pemberdayaan Sosial dan Vokasional penyandang disabilitas intelektual
sebagai Unit latihan Kerja untuk:
Memberikan kesempatan kepada APDI untuk mendapatkan
peningkatan keterampilan (Life Skill)
Memberikan Peluang dan kesempatan untuk memperoleh
“Sertifikasi Kompetensi” pada akhir Diklat, atas
keterampilan yang diminatinya dan dikuasainya
44
Sebagai pembekalan keterampilan nyata untuk diterapkan di
masyarakat luas.
Dengan terbitnya UU kesejahteraan Sosial Nomor : 11 tahun 2009, dimana
DNIKS selaku lembaga pemayung organisasi sosial tingkat nasional, menjadikan
Asih Budi sebagai salah satu anggotanya kemudian memotori kegiatan guna
mencari dan menetapkan model pelayanan diklat bagi kelompok penyandang
disabilitas intelektual yang semakin termajinalkan.
Mengapa dirancang program ini?52
Siswa-siswi lulusan SLA – SLB dan SMK – Plus YAB “belum siap” dan
memerlukan pendidikan lanjutan untuk pengembangan pribadi, sosial dan
keterampilan kejuruan.
Masukan dari para orang tua murid yang mengharapkan adanya program
lanjutan
Program SPSV –YAB sudah mulai dirancang konsepnya sejak tahun 2011
dengan melibatkan team ahli pendidikan perguruan tinggi dan kementrian
sosial.
Targetnya adalah agar melalui program 3 tahun ini, para peserta dapat
mandiri dan aktif berkontribusi di bidang vokasionalnya
Titik berat program pendidikan SPSV – PDI adalah pelayanan meneluruh
baik pengembangan sosial maunpun teknis vokasional.
52 Arsip dokumen yayasan Asih Budi
45
b. Macam-macam program pelatihan keterampilan Yayasan Asih Budi
Guna menunjang perkembangan sistem dan metodologi dalam
penyelenggaraan pendidikan khusus bagi disabilitas intelektual, yayasan asih budi
sekaligus merancang program layanan pelatihan keterampilan hidup (life skills)
terdiri dari:53
Program keterampilan tata busana
Program keterampilan tata boga
Program keterampilan sablon dan percetakan
Program keterampilan pelayanan kebutuhan rumah tangga (house keeping)
c. Tantangan pelaksanaan program dan usulanya
Daya penyerapan dan kecepatan pembelajaran berbeda antara peserta
Dilakukan mentoring dan assessment setiap semester dan melibatkan orang
tua secara aktif
Para pendidik dibekali TOT dan bekerja sama dengan Bidang Pelatihan dan
Produktivitas Disnaker
Akan dibagi kelompok peserta atas hasil assessment dengan metode belajar
pendampingan yang berbeda
Target atau goal program 3 tahun akan berbeda dari para kelompok peserta
ini
53 Brosur Yayasan asih Budi
46
Bagan 1
Mekanisme kegiatan pelatihan keterampilan Yayasan Asih Budi54
54 Arsip dokumen yayasan Asih Budi
sosialisasi Seleksi dan
motivasi
registrasi
assesmen
Pengelempokan
peserta
Komunikasi hasil
assesment
Merancang
rencana individual
Tahap persiapan
Tahap
pelaksanaan
Tahap pengakhiran
DIKLAT sosial dan
keterampilan
Praktik kerja
lapangan
evaluasi
pengakhiran
Membantu PDI
pada dunia usaha
/ kerja
Pemantauan
perkembangan
kemandirian dan
produktivitas PDI
Pemantapan
silabus
47
Susunan Pengurus Yayasan Asih Budi
Dewan Kehormatan : Dra. Sri Soemarsih S.Soedirja
Dewan Pembina
Ketua : Ny, R.A. Aryanto S, SE.
Wk. Ketua : Dra Pia Alisjahbana
Anggota : Drs. S. Martakoesoemah
Drs. Imam Sajono
Drs Bambang Suhermadi
Dewan Pengawas
Ketua : Drs. Suranto
Wk. Ketua : Ir. Hendratmoko M.Si
Dewan Pengurus
Ketua : Ny. Widya Nefianti S., SH.
Wk. Ketua : Ny. Wardani Walujono
Sekertaris I : Drs. Robinson W. Sarangih
Seketaris II : Dra. Dewi Gumanti
Bendahara I : Drs. Humala Pasaribu
48
Bendahara II : Ny. Yanita Wijayatri, SE.
Bendahara III : Ny. Iid Poliningtyas, SE.
Bidang organisasi dan tata kerja : Drs. Indra Harjono
Bidang Pendidikan : Drs. Supardi, MM.
Ny. Shinta Widowati, Sm.Ph. S.pd.
Bidang Usaha dan Hukum : Drs. Bagoes Sarwono
Ny. Angkie Manoppo
Ketua Harian : Drs. Supardi, MM
Pelaksana Kegiatan : Ulfah Nuroni, S.pd.
Ka. Kantor : Drs. Z.A. Sutarti
Struktur Organisasi Sentra Pemberdayaan Sosial dan Vokasional
Ketua : Ibu Widya Nefianti, SH.
Sekertaris : Ulfah Nuroni, S.pd.
Pendamping : Ny. RA. Aryanto S.SE
: Ny. DR. Asmitar machmud
: Drs. Indra Hardjono
: Drs. Z.A Sutarti
49
Ka.Sentra : Ulfah Nuroni, S.pd.
Pengajar
Pengajar Vokasional : Ny. Selly M, S.pd. (Tata Busana)
: Ny. Indah, S.pd. (Tata Busana)
: Ny. Neni Yuningsih (Tata Boga)
: Maryadi S.pd (Ket. Sablon / Percetakan)
: Ny. Erni S.pd (Housekeeping)
Pengajar pendukung : Drs Indra H (Psikologi motivasi)
: Anastasia Retno, SE (kewirausahaan)
: Ny Siwi (Bhs.Inggris)
: Bp. Ahmad dan Bu Ati, S.pd (Agama Islam)
: Jhon Carlos (Agama Kristen)
:Bp. Citro, S.pd (Olahraga)
: Dwi Dika S.pd (Komputer)
:Bp. Muchis dan Bp. Koko (kesenian)
Tenaga Konselor : Ibu Endah Puspo K. S.psi
50
Tabel 1
Daftar siswa SMALB yayasan Asih Budi jakarta timur55
No Nama L/P Tempat Lahir Tgl Lahir Agama
1 Jodi Ariawan L Jakarta 25 Agustus 1996 Islam
2 Zihad Rizki Aulia L Jakarta 14 Februari 1997 Islam
3 Ridho Azka L Jakarta 20 Maret 1997 Islam
4 Deanita Zahra P Jakarta 10 Juli 1998 Islam
5 Chandra Tri Saputra L Jakarta 17 November 1996 Islam
6 Irfan Taufik Marsa L Jakarta 20 November 1996 Islam
7 Angga Dwi Putra L Jakarta 20 Agustus 1995 Islam
8 Kresna Ibrahim L Jakarta 6 Januari 1998 Islam
9 Rifal Azki L Jakarta 20 Maret1997 Islam
10 Ratna Lorenita
Pradipta
P Jakarta 1 Mei 1995 Islam
55 Arsip dokumen daftar siswa yayasan Asih budi
51
Tabel 2
Daftar Peserta Pelatihan di Yayasan Asih Budi Jakarta Timur56
Berdasarkan temuan dilapangan yang dilakukan oleh peneliti, melalui
wawancara, observasi dan dokumen yang penulis dapatkan, bahwa program
keterampilan keterampilan di Yayasan Asih Budi Jakarta Timur merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk membekali peserta dengan keterampilan vokasional
sehingga peserta pelatihan dapat mandiri dan mudah terjun ke masyarakat luas
diharapkan setelah mengikuti program pelatihan keterampilan ini peserta dapat
menjadi tenaga kerja ataupun melakukan usaha mandiri maupun berkelompok yang
dimana hasil produksinya dapat dipasarkan.
Pada bab ini penulis akan memaparkan hasil temuan yang peneliti temukan
mengenai pelaksanaan pelatihan keterampilan menjahit di Yayasan Asih Budi.
Selain itu juga peneliti akan memasukan indikator evaluasi dalam pelaksanaan
program pelatihan keterampilan menjahit ini, terdiri dari indikator-indikator
tersebut terdiri dari indikator ketersediaan, indikator keterjangkauan, indikator
efisiensi, indikator relevansi yang bertujuan sebagai alat ukur untuk menilai dalam
pelaksanaan program pelatihan keterampilan menjahit. Pada bab ini juga peneliti
akan menganalisis model pelatihan yang digunakan yang digunakan di Yayasan
Asih Budi sesuai yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik.
56
1. Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Menjahit
a. Waktu pelaksanaan
Pada saat peneliti terjun kelapangan pada Rabu, 12 Januari 2017 pelaksanaan
program pelatihan keterampilan menjahit ini dilaksanakan pada hari Senin sampai
hari Jumat dimulai pada pukul 08.00 hingga 15.00 WIB. Sebelum memulai kegiatan
seluruh peserta pelatihan yang beragama Islam melaksanakan sholat dhuha terlebih
dahulu, selanjutnya istirahat dari waktu zhuhur sampai jam 13.30 WIB.57 Durasi
lamanya program pelatihan keterampilan di yayasan Asih Budi dilakukan selama 3
tahun, dan seluruh angkatan peserta pelatihan ditempatkan dalam satu ruangan yang
sama. dilakukan selama 3 tahun, dikarenakan seperti yang dikatakan oleh ibu Ulfa
sebagai berikut:
“... kursus itu kan Cuma 3-6 bulan (untuk orang-orang pada umumnya).
Sedangkan kita kan sampe 3 tahun...”58
Pelatihan yang dilakukan pada penyandang tunagrahita dilakukan selama 3
tahun, hal ini dilakukan mengingat kemampuan peserta pelatihan yang berbeda
dengan orang-orang reguler.
Dan setelah peserta mengikuti pelatihan keterampilan selama 3 tahun maka
akan diberikan sertifikat oleh lembaga, hal ini dikemukakan oleh ibu Ulfa sebagai
berikut:
57 Hasil observasi yayasan Asih Budi 12 Januari 2017 58 Hasil wawancara dengan Ibu Ulfa Kepala pelatihan Yayasan Asih Budi pada 23 Januari
2017
57
“Dalam sertifikat setelah lulus, kalo sertifikat legal nya itu legalnya lembaga
jadi tingkat lembaga, kita mau ngajuin ke DIKBUD bingung, kita kalo bilang
kursus itu kan Cuma 3-6 bulan. Sedangkan kita kan sampe 3 tahun. Kita ke Dikti,
itu kan formal sedangkan kita kan non formal jadi ini masih pergolakan ini. Kita
juga minta ke depnaker juga kursus kan Cuma 6 bulan dengan kita 3 tahun.”59
b. Tenaga instruktur atau pelatih keterampilan menjahit
Instruktur yang ada di pelatihan keterampilan menjahit Yayasan Asih Budi ini
berjumlah 2 orang yang sudah memiliki keahlian di bidangnya, seperti contohnya
adalah ibu Selly beliau merupakan lulusan dari tata busana, beliau sudah menjadi
instruktur di pelatihan keterampilan tata busana di Yayasan Asih Budi sejak tahun
2012, selain itu juga ada ibu Indah beliau juga merupakan lulusan jurusan Tata
Busana dan juga sudah mengajar di Yayasan Asih Budi sejak 4 tahun yang lalu.
Selain itu, dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan menjahit, mereka berdua
sering dibantu oleh Pak Mulyono, beliau merupakan penyandang tunagrahita dan
juga tunarunggu beliau adalah juga alumni dari Yayasan Asih Budi. Seperti, misal
ada yang bermasalah dengan mesin jahit atau obras pak Mulyono suka membantu
dengan memperbaiki alatnya.
Dalam melakukan perekrutan tenaga pengajar seperti instruktur perlu
memenuhi persyaratan seperti yang di utarakan oleh bapak Supardi adalah:
“kompetensi pendidik, harus memenuhi kriteria salah satunya adalah
kualifikasi pendidikan, latar belakang pendidikan itu memang yang di
utamakan. Saya bicara konseptual ya bukan realita kalau untuk yang mengajar
SLB seyogyanya yang lulusan S1 PLB, lalu bagaimana di luar PLB tapi
memiliki kemauan dan motivasinya tinggi untuk membantu anak seperti itu?
Boleh, kalau kompetensi atau hardskill nya nanti bisa saya cas saya latih
melalui workshop dan segala macam. Terkait dengan perekrutan tenaga guru
59 Hasil wawancara dengan Ibu Ulfa Kepala pelatihan Yayasan Asih Budi pada 23 januari
2017
58
kami ingin yang mau, tapi kalau secara profesional yaitu kualifikasinya yang
relevan dulu. Misal seperti tata busana dari lulusan busana dan yang sablon
percetakan dari lulusan seni lukis.”60
Dengan demikian sesuai dengan pernyataan diatas syarat-syarat tersebut telah
dipenuhi oleh 2 instruktur menjahit yang telah disiapkan oleh lembaga dan menjadi
tenaga pengajar tetap dimana tenaga pelatih atau instruktur sudah sesuai dengan
keahlian yang dibutuhkan untuk menjadi pelatih menjahit.
c. Peserta pelatihan
Pada ajaran 2016-2017 jumlah peserta yang terdaftar mengikuti pelatihan
keterampilan menjahit di Yayasan Asih Budi terdapat 22 peserta yang terdiri dari
13 peserta kategori ringan dan 9 peserta kategori sedang. Pembagian antara kategori
sedang dengan kategori ringan berdasarkan hasil tes yang dilakukan oleh psikolog,
maka dari hasil tes tesebut dapat diketahui kategori ketunagrahitaan seseorang. Hal
ini sesuai seperti yang dikemukakan oleh ibu Ulfa, sebagai berikut:
“nah sebelum masuk kesini juga harus ada surat dari psikolog, dari
situ kita bisa tau anak ini tunagrahita ringan atau sedang”61
Dalam persiapan sebelum pelatihan keterampilan dilaksanakan terdapat
assesment yang meliputi; minat, bakat, potensi, kesehatan, keterampilan. Setelah
itu, akan mengkomunikasikan hasil assesment kepada orangtua/keluarga, terkait
rencana pelaksanaan kegiatan yang akan diikuti oleh peserta. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Ibu Ulfa, sebagai berikut:
60 Hasil wawancara dengan bapak Supardi selaku bidang pendidikan Yayasan Asih Budi
pada 7 desember 2016 61 Hasil wawancara dengan ibu Ulfa selaku kepala pelatihan pada 23 Januari 2017
59
“iya kita memang liat dulu, anak ini maunya dimana, bagusnya atau
potensinya dimana misal di jahit kah? Tata boga? Atau yang lain-lain. Kalo
disinikan rata-rata yang ikut pelatihan, dari anak sini (lulusan SMALB yayasan
Asih Budi) juga, dari sana mereka kan kelihatan (minat dari semenjak SMALB)
tuh...”62
Maka hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan beberapa
peserta pelatihan, sebagai berikut:
Ichbal: maunya jahit. 63
Maya: suka banget belajar jahit.64
Zulfina: suka jahit65.
Ivan: enaknya disini (jahit).66
Berdasarkan hal diatas dapat dikatakan bahwa peserta pelatihan yang
mengikuti pelatihan keterampilan menjahit di yayasan Asih Budi, mengikuti
kegiatan pelatihan yang sesuai dengan minat mereka masing-masing.
Untuk menjadi peserta pelatihan di Yayasan Asih Budi terdapat beberapa
kriteria yang harus dipenuhi oleh calon peserta agar bisa menjadi peserta pelatihan
melakukan perkrutan peserta pelatihan keterampilan di Yayasan Asih Budi
terdapat, yaitu antara lain:67
1) Calon peserta yang merupakan penyandang disabilitas intelektual dalam
klasifikasi ringan atau sedang.
62 Hasil wawancara dengan Ibu Ulfa Kepala sentra Yayasan Asih Budi pada 23 januari
2017 63 Hasil wawancara dengan Ichbal selaku peserta pelatihan menjahit di Yayasan Asih
Budi pada 8 februari 2017 64 Hasil wawancara dengan Maya selaku peserta pelatihan menjahit di Yayasan Asih Budi
pada 8 februari 2017 65 Hasil wawancara dengan Zulfina selaku peserta pelatihan menjahit di Yayasan Asih
Budi pada 8 februari 2017 66 Hasil wawancara dengan Ivan selaku peserta pelatihan menjahit di Yayasan Asih Budi
pada 8 februari 2017 67 Arsip dokumen yayasan Asih Budi
60
2) Calon peserta dapat berkomunikasi dan berinteraksi.
3) Calon peserta sehat (surat keterangan dokter yang menyatakan sehat dan
mampu mengikuti pelatihan).
4) Calon peserta bersedia mengikuti assessmen.
5) Orangtua/keluarga wajib memberikan pendampingan kepada peserta
selama dan setelah proses pelatihan keterampilan.
Selain itu biasanya dalam perekrutan peserta pelatihan calon peserta pelatihan
sudah ada mengikuti program pelatihan yang ada di SMALB-C Yayasan Asih Budi,
misal semenjak SMALB calon peserta sudah mengikuti kegiatan menjahit. Setelah
lulus SMALB calon peserta dapat melanjutkan atau mengasah lebih lanjut
keterampilannya. Namun perekrutan peserta pelatihan tidak sebatas hanya dari
SMALB Yayasan Asih Budi, seluruh calon peserta se-Indonesia dapat mendaftar
untuk mengikuti kegiatan pelatihan keterampilan menjahit tentu sesuai dengan
syarat-syarat yang telah disebutkan diatas. hal ini sesuai dengan yang dikemukakan
oleh bapak Supardi selaku dewan bidang pendidikan di Yayasan Asih budi.
“tidak wajib bagi orang tua yang menghendaki (tidak ikut program
pelatihan keterampilan setelah lulus) kami tidak memaksa. Dalam penerimaan
peserta Yayasan Asih Budi tidak hanya yang dari SMALB Asih Budi ada yang
dari luar Asih Budi. kami menerima (peserta calon pelatihan) seluruh
Indonesia...”68
68 Hasil wawancara dengan bapak Supardi selaku bidang pendidikan di yayasan Asih
Budi pada 7 Desember 2016
61
d. Tingkat kemampuan peserta
Dalam tingkat kemampuan peserta pada pelatihan keterampilan menjahit
dibagi menjadi tiga tingkat yaitu baik, cukup baik dan amat baik. Penilaian
dilakukan oleh instruktur pelatihan keterampilan menjahit hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh ibu Ulfa.
“kan kalo ditempat lain itu kan ada terampil dan mahir lain-lain, kalo kita
ada penilaian seperti baik, emm.. cukup baik, dan amat baik. Kalo baik itu masih
dasar gunting pola, jelujur pokoknya masih yang dasar-dasar. Kalo yang cukup
baik itu bisa mengikuti seluruh kegiatan tapi lama, kalo yang amat baik itu bisa
mengikuti seluruh kegiatan dan lebih cepet. Tapi cepetnya disini jangan
disamain loh ya sama kemampuan (orang-orang) pada umumnya”69
e. Model pelatihan
Dalam model pelatihan peneliti menggunakan model pelatihan yang
dikemukakan oleh Oemar Hamalik. Setelah peneliti melakukan observasi70 dan
wawancara di lapangan maka peneliti menyimpulkan vestibule training yang
dimana dalam model pelatihan ini berada diluar tempat kerja biasa namun meniru
kondisi-kondisi kerja sesungguhnya.71
f. Kegiatan pelatihan
Di Yayasan Asih Budi peserta pelatihan sudah di didik untuk memelihara
kebersihan lingkungan kerja. Sebelum dan sesudah melakukan kegiatan pelatihan
peserta sudah diajarkan untuk menjaga kebersihan lingkungan tempat mereka
69 Hasil wawancara dengan Ibu Ulfa selaku kepala pelatihan di Yayasan Asih Budi pada
23 Januari 2017 70 Hasil observasi di Yayasan Asih Budi, Jakarta Timur 18 januari 2017 71 Hasil observasi di yayasan Asih Budi, Jakarta Timur pada 18 Januari 2017
62
melakukan kegiatan, Oleh karena itu, terdapat jadwal piket untuk membersihkan
ruangan pelatihan. Dan setiap hari terdapat dua orang yang bertugas dalam
melakukan pembersihan.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ibu Selly selaku instruktur
pelatihan keterampilan Menjahit.
“hmm... iya, kita juga memang sudah ajarkan anak-anak ini supaya
dibiasain gitu untuk bersih-bersih, jadi biar mereka juga peduli sama
kebersihan lingkungan karna kan lebih nyaman rasanya kalo bersih”72
a) Pemberian Teori
Dalam pemberian teori-teori pada pelatihan keterampilan menjahit di
lakukan awal-awal pelatihan namun pemberian teori-teori tidak serta merta hanya
pemberian penjelasan saja namun juga langsung praktek karna jika instrukur hanya
memberikan penjelasan-penjelasan saja tanpa praktek maka tidak akan efektif.
Dalam metode penyampaian teori juga dibarengi dengan prakteknya. Adapun
pemberian teori ini meliputi seperti, pengenalan bahan-bahan, pengenalan dan
pengoperasian mesin jahit, alat-alat yang digunakan dalam proses kegiatan
menjahit . Hal ini seperti yang diungkapkan oleh ibu Ulfa selaku pelaksana dan ibu
Selly selaku instruktur;
Ibu Ulfa: “Kita teori sambil praktek, teori-teori seperti pengenalan bahan dan
langsung dipraktekan karna kalo tidak begitu mereka bosen. jadi langsung di
praktekan. Lagi pula kan kalo tidak begitu nanti lupa, percuma membuang
waktu.”73
72 Hasil wawancara dengan ibu Selly selaku instruktur menjahit Yayasan Asih Budi pada
12 januari 2017 73 Hasil wawancara dengan ibu Ulfa selaku kepala sentra Yayasan Asih Budi pada 23
januari 2017
63
Ibu Selly : “untuk awal-awal kita memang fokus kasih pengenalan seperti
bahan-bahan pengoperasian mesin jahit gimana cara pakai alat-alatnya...
kalau untuk waktunya (durasi pemberian teori) disini kan kemampuannya
beda-beda jadi kita asah terus aja, yang udah bisa dilanjut jadi semuanya tetep
kita perhatikan.”74
Berdasarkan hal diatas, pemberian materi-materi yang dilakukan oleh
instruktur diberikan pada saat awal-awal latihan namun tidak dapat dipastikan
berapa lama waktunya dikarenakan kemampuan setiap peserta pelatihan yang
berbeda-beda. dimana penyandang tunagrahita berkategori ringan dan sedang
memiliki kemampuan yang berbeda. Maka berdasarkan wawancara peneliti dengan
instruktur keterampilan menjahit ibu Selly waktu pemberian teori ini untuk ringan
dan sedang adalah sebagai berikut:
“untuk yang dasar-dasar seperti pengenalan bahan, cara pake mesin jahit itu
cepet gak lama, sekitar 1 atau 2 minggu karna kalo kita kasih teori-teori aja mereka
gampang bosen, sambil praktek juga kan bisa juga sambil belajar. Mereka juga
anak-anak kita ini gak dari nol banget (pengetahuan menjahit) karna waktu di
SMALB juga mereka anak-anak belajar jahit juga, jadi kami ini tinggal nerusin aja
dari yang SMALB”75
b) Kegiatan praktek pelatihan keterampilan menjahit
Dalam kegiatan praktek pelatihan keterampilan ini, sebenernya sudah
dilakukan sejak pemberian teori namun hanya sebatas dasar-dasarnya saja seperti
bagaimana cara pengoperasian mesin jahit, pengenalan bahan dan jelujur. Maka
dalam kegiatan praktek ini peserta sudah dibimbing oleh pelatih untuk membuat
74 Hasil wawancara dengan ibu Selly selaku instruktur menjahit Yayasan Asih Budi pada
18 januari 2017 75 Hasil wawancara dengan Ibu Selly 18 januari 2017, pukul 10.00 WIB
64
suatu hasil karya jahit. Umumnya karya jahit yang dibuat adalah sarung bantal,
karna pengerjaannya relatif lebih mudah. Saat peneliti melakukan observasi
sebelum memulai kegiatan instrukur bertanya kepada peserta menjahit, apa saja
bahan yang dibutuhkan untuk membuat karya jahit sarung bantal, bertujuan agar
para peserta mengingat kembali menegenai bahan-bahan apa yang dibutuhkan.
Praktek pelatihan ini merupakan hal terpenting dari pelaksanaan pelatihan
dengan kategori ringan dan kategori sedang terdapat perbedaan, seperti penuturan
ibu Selly selaku instruktur pelatihan keterampilan menjahit sebagai berikut:
“untuk yang (tunagrahita kategori) ringan kayak ikbal ini cepet dia
setahun aja udah bisa mengikuti, sebernernya gak sampe setahun malah 8
bulananlah. Bisa mengikuti disini maksudnya udah bisa buat karya jahit
hasilnya juga lumayan rapih, sama (dengan Ikbal) Maya juga dia kan
(tunagrahita kategori) ringan juga. Kalo yang (tungrahita kategori) sedang
ada yang udah dari dulu sampai sekarang menggunting pun sulit, karna
mereka ini (tungrahita kategori sedang) kalo lagi males-malesan jahitnya
gak bisa dipaksa, jadi ya kita diemin aja, soalnya kalo kita tegur mereka
bakal lebih berontak, nanti kalo mereka ngerasa pengan jahit lagi baru
dilanjut, kalo yang ringan kan masih bisa diajak kompromi ditegur masih
denger, Zulfina dia (tunagrahita kategori) sedang tapi punya kemauan dia
itu 2 tahunan lebih lah dia sudah bisa mengikuti. Jadi tergantung kemauan
anak-anak yang kemauannya tinggi bisa lebih cepet”76
Dalam penyampain yang digunakan oleh intruktur dengan peserta selama
proses menjahit dilakukan diruang yang telah disiapkan oleh Yayasan Asih Budi
sebagai berikut:77
76 Hasil wawancara dengan Ibu Selly 18 Januari 2017 77 Studi dokumentasi 18 januari 2017
65
Suasana ruang pelatihan keterampilan menjahit di yayasan Asih Budi Jakarta Timur
Adapun metode penyampaian yang digunakan oleh ibu Selly selaku
instruktur dalam melakukan pelatihan adalah sebagai berikut:
“anak-anak kita bimbing sebenernya gak berbeda jauh seperti guru,
Cuma harus sabar dalam menghadapi anak-anak sambil saya jelasin saya
juga tunjukin gimana prakteknya langsung ke anak-anak. Waktu saya
pertama ngajar disini saya sempet ‘ini saya yang salah ngajar atau gimana’
saya ditenangin sama ibu Ulfa sama senior yang lain juga untuk sabar
anak-anak emang seperti itu. Kalo sekarang sih udah bisa menghadapi
anak-anak, makanya kita juga dalam mengembangkan kemampuan kita,
kita juga tanya senior”78
Selama proses kegiatan pelatihan keterampilan respon peserta pelatihan
sangat serius dalam mengikuti kegiatan pelatihan tidak ada yang bercanda masing-
masing peserta sibuk dengan kegiatan yang sedang mereka lakukan. Instrukutr
terlihat hanya mengawasi dan jika ada peserta yang bertanya atau terlihat kesulitan
maka instruktur segera menghampiri peserta yang kesulitan dan memberikan
arahan-arahan.79 Namun setelah istirahat kegiatan pelatihan berjalan lebih santai,
peserta pelatihan menyalakan musik menggunakan komputer yang terdapat
78 Hasil wawancara dengan ibu Selly 18 Januari 2017 79 Hasil observasi di Yayasan Asih Budi, 23 Januari 2017
66
samping ruang pelatihan jahit agar suasana tidak membosankan, instruktur pun
terlihat tidak merlarang hal ini.
Ibu Selly mengatakan terkadang peserta pelatihan pun terlihat malas atau
bosan mengikuti kegiatan pelatihan menjahit. Berikut adalah pertanyaan dan
tidakan ibu Selly selaku instrukur pelatihan keterampilan menjahit di Yayasan Asih
Budi:
“Kalo males mereka suruh pulang aja, suruh pulang suruh ngepel, kita
semangatin ajalah ka biar gak males. Biasa gitu sih anak-anak ‘kenapa
ngantuk? cuci muka.’ Terus kekamar mandi. Kadang-kadang dia yang
bilang sendiri ‘ngantuk bu cuci muka dulu ya.’ Iya cuci muka’ Terus
mereka cuci muka. Kadang kita yang (mengingatkan) ‘kenapa males banget
pulang aja kalo males’ terus mereka kerja lagi. Karena mereka gak betah
dirumah lebih betah disini, karna kalo disini kan mereka ada kegiatan”80
c) Setelah Mengikuti Kegiatan Pelatihan Keterampilan Menjahit di
Yayasan Asih Budi
Setelah peserta pelatihan keterampilan mengikuti kegiatan pelatihan di
yayasan Asih Budi Jakarta Timur, maka berdasarkan hal 47 Yayasan Asih Budi
akan membantu peserta pelatihan pada dunia Usaha / kerja dan pemantauan
perkembangan kemamdirian dan produktivitas peserta pelatihan. Maka hal ini
sesuai dengan yang di kemukakan oleh ibu Ulfa selaku kepala pelatihan
keterampilan di Yayasan Asih Budi Jakarta Timur, sebagai berikut:
“Disini 3 tahun masa pelatihanya. Setelah itu anak dikasih
serifikat.”81
80 Hasil wawancara dengan ibu Selly 18 Januari 2017 81 Hasil wawancara dengan ibu Ulfa selaku kepala sentra Yayasan Asih Budi pada 23
januari 2017
67
Terdapat 3 pilihan yang disediakan oleh yayasan Asih Budi kepada peserta
pelatihan yang telah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan selama 3 tahun
yaitu menjadi tenaga kerja bebas/berwirausaha, tenaga kerja terlindung atau
Kelompok Usaha Bersama (KUB), dan tenaga kerja mandiri, sepeerti yang
dikemukakan oleh ibu Ulfa selaku kepala pelatihan, sebagai berikut;
“...Setelah kegiatan selesai anak juga punya ada pilihan mau jadi
Tenaga kerja bebas, tenaga kerja terlindung di KUB (Kelompok Usaha
Bersama), kalo KUB kan disini, tenaga kerja mandiri bisa kerja di tempat
lain. kalo menjadi Kelompok usaha bersama tempat tetep disini. Membuat
kelompok 9-10 orang ditemani 1 orang non disabilitas, yang non bisa orang
luar, bisa keluarga siapa, jadi bisa melindungi anak ini jadi leadernya lah.
Mungkin buat anak-anak kita kita ini lebih ke KUB ini. Anak yang masuk
dunia kerja luar kan lingkungan beda.”82
Lamanya pembuatan karya oleh peserta pelatihan
Untuk pembuatan karya hasil jahit menurut penuturan ibu Indah sebagai
instruktur pelatihan berikut:
“Kadang-kadang menjahitnya terlalu lama kira-kira 1 minggu atau
2 minggu.”83
Dalam observasi yang dilakukan oleh penulis selama terjun kelapangan,
tunagrahita kategori ringan lebih cepat menyelesaikan karya jahit dibandingakan
dengan tunagrahita yang berkategori sedang. Tunagrahita kategori ringan bisa
menyelesaikan pembuatan sarung bantal 3 hari sampai 5 hari, sedangkan
tunagrahita kategori sedang bisa 1 sampai dua minggu.
82 Hasil wawancara dengan ibu Ulfa selaku kepala sentra Yayasan Asih Budi pada 23
januari 2017 83 Hasil wawancara dengan ibu Indah 8 Februari 2017
68
Penjualan dan Bagi Hasil Penjualan
Dalam melakukan penjualan hasil karya jahit peserta pelatihan seperti yang
dikatakan oleh ibu Selly Selaku instruktur pelatihan keterampilan Menjahit sebagai
berikut:
“Kita biasanya ikut pameran, diundang dalam acara pameran, dari
orang tua, orang yayasan.”84
Pada saat penulis terjun kelapangan menurut ibu Ulfa peserta memang
sedang agak santai85 dikarenakan sedang tidak ada order jika ada pesanan pasti
mereka semangat. Berikut adalah penjelasannya disampaikan oleh ibu Ulfa;
“Anak memiliki upah kerja dan keuntungan, misal dalam sarung bantal
kursi ada 5 tahapan upahnya 500 kalo anak dapat mengerjakan 2 maka
upahnya 200, jadi satu tahapan 100. Keuntungan 50 % buat si anak, 30 %
pelatihnya, 15 persen untuk yayasan 15 % untuk tambahan modal. Jadi
anak dapet upah dan keuntungan juga. Jadi anak pasti senang kalo ada
order mereka semangat dan senang karna ada duit nya. Tapi kalo
misalnya, ayo kerjakan ini supaya stok banyak mereka santai, tapi kalo
order mereka semangat karna mereka tau ada uangnya, tadi mas nya liat
mereka juga santai kan, yaitu karna lagi gak ada, coba deh liat kalo ada
wuuu.... mereka pasti semangat”86
Dalam proses kegiatan pelatihan keterampilan tentu penyandang tungrahita
tidak bisa disamakan dengan orang reguler pada umumnya. Terdapat perbedaan
seperti yang dikemukakan oleh ibu Ulfa.
84 Hasil wawancara dengan ibu Selly 18 Januari 2017 85 Hasil obervasi di yayasan Asih Budi, jakarta Timur 23 Januari 2017 86 Hasil wawancara dengan Ibu Ulfa 23 januari 2017
69
“untuk hasil jahit penyandang tunagrahita secara kualitas tidak
berbeda jauh dengan orang reguler, tetapi kalo secara kuantitas sangat
jauh, Pernah kita dapet tantangan tiap minggu sekian ratusan item, kita
gak bisa, anak kita gak bisa ngejar, tiap sekolah kan ada KUB (Kelompok
Usaha Bersama) nya tuh, kita lempar kesekolah lain nih tolong kerjakan ini
kerjakan ini, saya liat keterampilannya beda tekniknya beda jadi hasilnya
kan gak akan sama, kalo hasilnya sama semua sama kita bisa protek sama
pemerintah ini khusus untuk penyandang tunagrahita misalnya dimana pun
grahita kerjanya ini. Kalah sama Vietnam dia itu udah, obras buat kaos itu
bagian penyandang.”87
Hal ini sesuai oleh yang dikatakan oleh ibu Ulfa dan ibu Selly.
Ibu Ulfa:“Yang (kategori) sedang juga bisa menjahit, Cuma yang
(berkategori) ringan lebih bisa aja. Kita pake mesin jahit manual tapi pake
dinamo pake listrik juga, tapi yang dinamo itu tidak secepat yang high
speed...”88
Ibu Selly: “kalo yang (kategori) ringan dia lebih cepet jahitnya,
kalo yang (kategori) sedang dia bisa juga cuma gak cepet kayak yang
ringan”89
Sesuai yang telah hasil wawancara dan observasi, bahwa baik penyandang
tunagrahita ringan maupun sedang dapat menjahit jika mereka dilatih. dalam
melakukan proses pengerjaannya jika dibanding orang-orang pada umumnya
penyandang disabilitas intelektual ini tentu tidak bisa disamakan.
g. Tanggapan Peserta
Untuk aspek tanggapan peserta peneliti akan mengemukakan tenggapan
peserta dengan adanya pelatihan keterampilan menjahit di Yayasan Asih Budi.
87 Ibid 88 Ibid 89 Hasil wawancara dengan Ibu Selly 18 januari 2017, pukul 10.00 WIB
70
Berikut adalah tanggapan peserta pelatihan terhadap program pelatihan
keterampilan menjahit:
Ikbal: “asik, bisa bikin bantal, (tempat) tissu”
Zulfina: “bagus, jahitan seneng bikin barang bagus”
Maya: “Seru belajar jahit, bikin bantal, tas, sarung bantal, alas makan, sepatu”
Untuk keberhasilan tercapai atau tidaknya program pelatihan keterampilan
ini tidak dapat ditentukan, karena kemampuan peserta yang berbeda-beda. Oleh
karna itu, kemandirian dan produktivitas dari peserta pelatihan bersifat relatif. Hal
tersebut disampaikan oleh ibu Ulfa, sebagai berikut:
“jika diliat dari program, program kan menuntut harus
menghasilkan anak menjadi mandiri dan produktif. Cuma mandiri itu kan
relatif produktif itukan relatif ya, mandiri tadinya dibantu terus gak dibantu
yakan?, relatif pokoknya lah ya dan produktif juga relatif misal tadinya
sehari belum jadi, sehari udah jadi. Jadi hal itu tergantung dengan anaknya
juga. Jadi menurut kita itu, mandiri dan produktif sesuai dengan
kemampuannya. Tidak bisa disamakan dengan orang reguler, tetap ada
perbedaan.”90
2. Indikator Evaluasi Pelatihan Keterampilan Menjahit di Yayasan Asih
Budi Jakarta Timur
Dalam mengevaluasi kegiatan pelatihan keterampilan menjahit di Yayasan
Asih Budi Jakarta Timur penulis menggunakan 4 indikator evaluasi yaitu indikator
ketersediaan, indikator keterjangkauan, indikator relevansi dan indikator efisiensi.
Dalam aspek ini peneliti akan memaparkan hasil temuan penelitian dan
90 Hasil wawancara dengan bu Ulfa selaku kepala sentra pada 23 Januari 2017, pukul
13.00 WIB
71
menganalisis sesuai dengan teori indikator-indikator evaluasi yang telah peneliti
sebutkan diatas.
a. Indikator ketersediaan
Dalam indikator ini seperti yang telah diungkapkan pada bab 2 hal 21 ,
indikator ini menunjukan apakah unsur yang seharusnya ada dalam suatu proses itu
benar-benar ada. Maka, pada aspek indikator ketersediaan ini peneliti akan
membahas seperti yang disebutkan pelatihan terdiri dari peserta, instruktur dan
lamanya pelatihan. Pada aspek peserta dan instruktur peneliti akan memfokuskan
kepada tingkat kehadiran peserta dan instruktur dalam proses kegiatan pelatihan
keterampilan menjahit. Selain itu, pada aspek indikator ketersediaan ini juga
peneliti akan membahas mengenai sarana dan prasana yang ada di pelatihan
keterampilan menjahit, dan kemitraan atau kerjasama yayasan Asih Budi dalam
kegiatan pelatihan keterampilan menjahit.
a. Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana pada pelatihan keterampilan menjahit di Yayasan
Asih Budi menyediakan berbagai sarana untuk mendukung terlaksananya pelatihan
keterampilan menjahit bagi penyandang disabilitas intelektual, adapun sarana dan
prasarana yang telah disiapkan di Yayasan Asih Budi antara lain:91
1) Ruang praktek menjahit
2) 14 buah alat mesin jahit
3) 1 buah alat obras
91 Hasil observasi peneliti pada 18 januari 2017
72
4) Bahan-bahan seperti busa, kain katun.
5) 14 meja peserta
6) 14 bangku peserta
7) 1 meja instrukur/
8) 2 bangku instruktur
9) Lemari yang digunakan untuk menyimpan hasil karya menjahit
10) Peralatan untuk menjahit seperti:
a) Meteran
b) Kapur
c) Penggaris
d) Jarum
e) Pendedel
f) Benang jahit
g) Gunting
Sarana yang telah disediakan oleh lembaga untuk pelatihan keterampilan
menjahit terdapat 14 mesin jahit yang dapat bekerja dengan baik92, namun jika
dibandingan dengan peserta khususnya pelatihan keterampilan menjahit yang
berjumlah 22 orang maka dari segi sarana yang ada dapat dikatakan kurang
memadai. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh ibu Selly Selaku
instruktur, sebagai berikut:
92 Hasil observasi peneliti 18 januari 2017
73
“...belum (untuk sarana), kurang karena blm satu orang satu. Kalo pas
ujian pas jahit semua kurang mesinnnya. Jadi harus ganti-gantian”93
Maka jika dilihat dari segi indikator ketersediaan maka sarana dan prasarana
yang disediakan oleh lembaga belum memenuhi. Karena sarana dan prasana belum
cukup untuk menampung seluruh peserta pelatihan menjahit dalam satu ruangan
yang telah ditentukan, dan mesin jahit yang berjumlah 14 buah tentu tidak cukup
karena jumlah peserta pelatihan keterampilan menjahit berjumlah 20 orang.
Sedangkan dari segi prasarana ruang pelatihan menjahit cukup luas
sehingga cukup nyaman 94 peserta dalam melakukan kegiatannya namun tidak
cukup untuk menampung seluruh peserta dalam satu waktu. Jika ada peserta
pelatihan yang belum sampai tahap menjahit atau masih menggunting pola, maka
peserta biasanya akan berada di aula tengah yang berada dekat dari ruang pelatihan
keterampilan menjahit, mereka akan menggunakan papan tenis meja yang sedang
tidak dipakai untuk melakukan proses pengguntingan pola, namun tidak semua
peserta menggunting pola di aula ini, jika ruangan praktek masih memadai peserta
dapat melakukannya di ruang pelatihan.95
b. Kehadiran Instruktur dan Peserta Pelatihan
Selama proses pelatihan unsur seperti pelatih dan dan peserta merupakan
hal yang sangat penting yang dapat mempengaruhi berjalannya proses kegiatan
pelatihan agar pelaksanaan pelatihan keterampilan dapat berjalan dengan baik.
93 Hasil wawancara dengan ibu Selly selaku instruktur menjahit Yayasan Asih Budi pada
18 Januari 2017 pukul 10.00 94 Hasil observasi peneliti pada 18 januari 2017
95 Hasil observasi di yayasan Asih Budi, Jakarta Timur, 18 januari 2017
74
Berikut adalah rekapitulasi hasil temuan peneliti mengenai daftar kehadiran dari
instrukur dan peserta pelatihan yang dipilih berdasarkan tingginya tingkat
kehadirannya, pada tahun ajaran 2016-2017, yang berlangsung pada bulan Okrober
sampai bulan Maret 2017.
Tabel 3
Data kehadiran instruktur
Rekapitulasi Absen Instuktur Bulan Oktober 2016 - Maret 2017
Nama Oktober
2016
November
2016
Desember
2016
Januari
2017
Februari
2017
Maret
2017
Ibu
Selly
Alfa: 1
Ijin : 2
Ijin: 1
Sakit: 2
- - Ijin: 2 Ijin: 1
Ibu
Indah
Alfa: 3 Ijin: 2 - Sakit : 2 Sakit: 3 Ijin : 1
Hasil Studi dokumentasi data absensi Yayasan Asih Budi Oktober 2016
sampai Maret 2017
Setelah melihat data kehadiran instrukur dan selama penulis terjun
kelapangan langsung kedua instruktur pelatihan selalu hadir 96 maka dapat
dikatakan instrukur telah memenuhi indikator ketersediaan. Karna kehadiran
instuktur yang telah cukup baik hadir dalam setiap kegiatan pelatihan yang ada. hal
ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Ibu Ulfa:
“kalo untuk (instrukur) jahit kan udah stay disini. kami sudah cukup
puas dengan kinerjanya... alhamdulillah cukup baik kehadirannya, kemauan
96 Hasil observasi peneliti pada 18 dan 25 januari, dan 8 februari 2017
75
untuk mengajarnya juga baik. Makanya anak-anak juga sekarang udah deket
sama instruktur”97
Dan jika kedua instruktur tidak hadir keduanya pada hari yang sama maka
ibu Ulfa akan mengontrol peserta pelatihan seperti dengan cara memberikan tugas
pada mereka. Seperti yang diungkapkan sebagai berikut:
“iya pernah (tidak hadir dua-duanya), kalau sudah begitu saya yang
mengontrol anak-anak. Saya kasih tugas, misal yang kemarin belum selesai
jahitnya suruh dilanjutin, kalo yang sudah jangan ganggu yang belum.
paling saya suruh kerjain apa yang lain gitu”98
Berikutnya, dalam data kehadiran peserta pelatihan keterampilan, peneliti
menggunakan data sampel penelitian yang terdiri dari masing-masing 1 laki-laki
dan 1 perempuan yang mewakili kategorinya masing-masing dari peserta pelatihan
keterampilan yang bekategori tunagrahita sedang dan berkategori tunagrahita
ringan dengan kata lain terdapat 4 sampeal yang peneliti gunakan. Dalam pemilihan
sampel seperti yang diungkapkan di Bab 1 hal 10 pemilihan sampel berdasarkan
dari tingkat kerajinan kehadiran peserta dan kemampuan peserta dalam mengikuti
proses kegiatan pelatihan keterampilan menjahit dari masing-masing kategori
peserta baik dari jenis kelamin maupun kategori tungrahita ringan atau sedang.
Berikut adalah data kehadiran peserta pelatihan yang telah dipilih berdasarkan hal-
hal yang telah disebutkan diatas.
97 Hasil wawancara dengan ibu Ulfa selaku Kepala sentra Yayasan Asih Budi pada 13
ajanuari 2017, pukul 13.00 WIB 98 Hasil wawancara dengan ibu Ulfa selaku Kepala sentra Yayasan Asih Budi pada 13
Januari, pukul 13.00 WIB
76
Tabel 4
Rekapitulasi Absen Peserta Bulan Oktober 2016 - Maret 2017