Top Banner
“Native Voice”, Etnografi dan Hasilnya
23

Etnografi dan Native Voice

Aug 09, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 1

“Native Voice”,

Etnografi dan Hasilnya

Page 2: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 2

Native Voice?

Memahami masyarakat yang kompleks. Sampai sekarang ini, etnografi

umumnya diturunkan ke berbagai kebudayaan kecil, non barat. Nilai untuk

mempelajari masyarakat seperti ini sudah dapat diterima. Bagaimanapun, kita

tidak banyak tahu tentang mereka, kita tidak dapat melakukan melakukan

survey atau eksperimen, sehingga mempelajari dengan metode seperti dalam

etnografi tampaknya tepat. Tapi nilai etnografi dalam memahami

kebudayaan kita sendiri sering kali diabaikan.

Bahasa memegang peran penting dalam pengalaman manusia. Dalam

kegiatan penelitian lapangan, bahasa menyusuan catatan lapangan kita dan

masuk kedalam setiap analisis dan wawasan. Bahasa menyerap pertemuan

kita dengan informan. Apapun yang pendekatan yang digunakan peneliti

(pengamatan terlibat,wawancara etnografis, mengumpulkan kisah-kisah

kehidupan, campuran dari berbagai strategi) bahasa masuk kedalam setiap

fase proses penelitian. Seorang peneliti paling tidak dihadapkan pada dua

bahasa (bahasa mereka sendiri dan bahasa yang digunakan informan). Jika

kita membagi pekerjaan penelitian menjadi dua tugas utama, yaitu penemuan

dan deskripsi, maka kita dapat melihat dengan jelas peran penting yang

dimainkan oleh bahasa.

Bahasa lebih dari sekedar alat mengkomuniaksikan realitas, bahasa

merupakan alat menyusun realitas. Bahasa yang berbeda menciptakan dan

mengekspresikan realitas yang berbeda. Bahasa yang berbeda memberikan

pola-pola alternative untuk berpikir dan memahami. Dalam upaya untuk

menemukan realitas budaya suatu kelompok penduduk tertentu, peneliti

menghadapi satu pertanyaan penting; Bahasa apa yang akan saya gunakan

untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencatat makna-makna yang

saya temukan? Jawaban atas pertanyaan ini mempunyai implikasi yang

sangat dalam bagi seluruh perkerjaan penelitian.

Page 3: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 3

Karena penelitian pada mulanya umum dilakukan terhadap masyarakat non-

Barat, maka mempelajari bahasa penduduk asli menduduki prioritas tertinggi.

Mempelajari bahasa menjadi dasar dari penelitian lapangan. Mempelajari

bahasa merupakan langkah paling awal dan penting utuk mencapai tujuan

utama penelitian lapangan mendeskripsikan suatu kebudayaan dengan

batasan-batasan sendiri.

Hasil akhir dari laporan penelitian (terutama yang dilakukan para etnografer)

adalah suatu deskripsi verbal mengenai situasi budaya yang dipelajari.

Bahkan film-fil etnografi tidak mendeskripsikan tanpa berbagai statemen

verbal yang memberitahu penonton hal-hal yang dapat dilihat orang yang

difilmkan dan bagaimana mereka dapat menginterpretasikan suasana yang

disajikan.

Dalam etnografi, peneliti memang diharuskan untuk terlibat dalam

kehidupan masyarakat yang menjadi objeknya untuk periode yang cukup

lama. Di sana dia akan mengamati apa yang terjadi, mendengar apa yang

dikatakan orang-orang, mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data apa

pun yang tersedia dan menjelaskan masalah yang menjadi perhatiannya.

Dari definisi di atas, wajar bila kerangka point of view yang harus digunakan.

Begitupula apabila kita merujuk pada Boas, bahwa “Sekiranya kita benar-

benar bertujuan untuk memahami pemikiran manusia, maka seluruh analisa

pengalaman mestilah diasaskan pada konsep mereka dan bukannya konsep

kita.” James Lull juga menegaskan bahwa salah satu tanggungjawab dari

peneliti etnografi adalah melakukan semua risetnya dalam setting yang

alamiah (natural), dimana tempat perilaku itu berlangsung. Dari berbagai

pertimbangan itulah, sebagian besar antropolog sangat menyarankan

peneliti untuk menggunakan pendekatan ‘emik’ ketimbang ‘etik’. Artinya,

peneliti tetaplah include dalam kehidupan masyarakat obyeknya, namun dia

Page 4: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 4

harus meminimalisir sebanyak mungkin pandangan etiknya terhadap

masyarakat tersebut.

Etnografer biasanya menulis dalam bahasa asli yang digunakannya atau

dalam bahasa khalayak khususnya seperti mahasiswa, ahli, atau masyarakat

umum. Tapi, bagaimana mungkin mendeskripsikan suatu budaya dalam

istilah-istilahnya sendiri sementara menggunakan bahasa asing? Jawabannya

terletak pada kenyataan bahwa setiap deskripsi etnografi merupakan suatu

terjemahan. Demikianlah deskripsi etnografi harus menggunakan istilah-

istilah asli (native) dan makna-maknanya juga menggunakan istilah yang

digunakan oleh etnografer.

Misalnya Malinowski, yang pertama kali mengklaim bahwa antropologi yang

berkaitan dengan pemahaman tentang budaya lain dari titik padang pribumi

atau orang asli yang diteliti, Sejak itu, telah ada harapan bahwa etnografi

belajar untuk berpikir, merasa, dan sering bahkan berperilaku seperti

penduduk asli.

Salah satu pertanyaan yang cukup menjadi perdebatan dalam konteks hasil

dari pencatatan lapangan adalah 'yang manakah merupakan penduduk asli?’.

Sebuah jawaban cepat adalah bahwa dengan pribumi kita hanya merujuk

kepada orang-orang yang di beberapa titik yang dipelajari oleh antropolog

sosial sebagai inhibitants dari ruang sosial tertentu. Semua dari kita adalah

pribumi dalam pengertian ini, kita bahkan dapat menyatakan diri sebagai

milik orang-orang tertentu, dari jenis dan besarnya dipelajari oleh

antropologi.

Pada akhirnya pengetahuan asli budaya lain dapat dipertanyakan, baik dari

faktual dan perspektif epistemologis: ada batas untuk empati. tetapi penting

untuk menekankan bahwa apa pun yang kita mungkin tahu, pemahaman

antropologis benar berbeda dari sekedar mengetahui saja. Inilah pandangan

dari native voice, dengan tegas peneliti mengungkapkan bagaimana keunikan

Page 5: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 5

dari komunitas atau masyarakat yang diteliti. Mengamati dan memahami

dari sudut pandang antropologi, dengan tinggal bersama dengan penduduk

pribumi dalam kurun waktu yang lama, inilah esensi dari penelitian etnografi.

Pada posisi yang tidk jauh berbeda, postmodernisme tidak menempatkan

pandangannya tentang siapa penduduk pribumi. Karena semua hidup di

sebuah desa yang global, dimana kecepatan untuk berkomunikasi dan

berinteraksi itu tanpa jarak dan waktu lagi mampu dijangkau. Inilah yang

disebut dengan zaman globalisasi. Pada bagian lainnya misalnya, orang-orang

diseluruh belahan dunia, yang berada ditempat tinggal mereka masing-

masing, dapat mengetahui berita sosial meskipun sebenarnya mereka juga

memahaminya. Dan itulah point penting dari perbedaan antara mengetahui

dan memahami telah mengklaim bahwa tidak ada pribumi kiri, yang berarti

bahwa tidak ada budaya olates yang satu dapat mengklaim sebagai pribumi.

Page 6: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 6

Kata-kata Depan

Pemahaman mengenai masyarakat manusia merupakan upaya yang selalu

menarik untuk dilakukan. Berbagai pendekatan dan perspektif sudah

ditawarkan, namun tak selalu mampu memberikan jawaban tuntas. Masing-

masing perspektif selalu memberikan pemahaman yang masih parsial.

Di tengah-tengah kesenjangan perpektif seperti itulah etnografi hadir.

Etnografi berusaha memberikan pemahaman tanpa distorsi, karena ia

berangkat dari pemahaman budaya masyarakat yang ingin dipahami, bukan

dari asumsi arbitrer para peniliti. Dalam mana peneliti terkadang

memaksakan konsepsinya kedalam suatu hipotesa yang menafsirkan suatu

budaya masyarakat.

Di Indonesia, etnografi masih kurang dikenal oleh kalangan ilmuwan pada

umumnya. Hanya mereka yang bergerak di ranah antropologi atau

setidaknya dalam ilmu sosial yang akrab dengan genre metode penelitian ini.

Padahal, etnografi, merupakan salah satu kerangka yang mampu

menjelaskan fenomena budaya, bisa digunakan oleh semua bidang ilmu yang

ada, apa pun genrenya.

Yang Dimaksud

Etnografi berasal dari kata ethno yang berarti bangsa atau suku bangsa, dan

graphy yang berarti tulisan. Jadi, etnografi berasal tulisan atau deskripsi

mengenai kehidupan soial budaya suatu suku bangsa. Spradley menyatakan

bahwa etnografi adalah menjelaskan suatu kebudayaan. Namun dalam

perkembangannya etnografi dipahami sebagai kegiatan antropologi di

lapangan dan menjadi kunci bagi antropolog. Ibaratnya seorang antropolog

apabila tidak memiliki pengalaman lapangan, layaknya seorang ahli bedah

yang tidak memiliki pengalaman membedah.

Page 7: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 7

Etnografi, diinjau secara harfiah, berarti tulisan atau laporan tentang suatu

suku bangsa, yang ditulis oleh seorang peneliti atas hasil penelitian lapangan

(field work) selama jangka waktu yang cukup lama dalam penelitian (sekian

bulan atau bahkan dalam kurun 1-2 tahun). Jadi pada dasarnya etnografi

didapat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh seorang etnografer.

Karena uniknya pendekatan metode atau prosedur kerja penelitian yang

digunakan, maka konsep etnografi kemudian dikembangkan menjadi sebuah

pendekatan dan metode dalam penelitian kualitatif. Etnografi yang tadinya

merupakan kajian, studi lapangan dijadikan metode penelitian. Metode

etnografi atau metode kualitatif sering juga disebut metode naturalistik.

Ketika etnografi sebagai metode, gaya penulisannya telah berubah atau,

salah satunya adalah etnografi terfokus. Dalam gaya penulisan etnografi

terfokus, etnografer tidak lagi menggambarkan tujuh unsur kebudayaan

secara keseluruhan, melainkan bisa jadi hanya aspek ekonominya, aspek

religi, aspek kesenian dan aspek lainnya. Setiap subjek yang diteliti atau topik

yang kita pilih dilatar belakangi atau didindingi dengan suatu teori.

Sedangkan dalam gaya penulisan etnografi terintegrasi secara fungsional,

etnografi yang dihasilkan bersifat holistik, yang pada akhirnya akan melihat

pandangan hidup masyarakat bersangkutan secara keseluruhan (mengacu

pada tujuah unsur kebudayaan).

Penelitian lapangan merupakan ciri dari antropologi sosial budaya. Dari

disebuah desa di Papua sampai di jalan-jalan kota besar seperti Jakarta, ahli

antropologi berada di tempat di mana penduduk tinggal dan melakukan

penelitian lapangan. Hal ini menunjukkan bahwa gambaran layaknya seorang

peneliti dalam kegiatannya mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menikmati

berbagai masakan asing baginya, mempelajari bahasa baru, menyaksikan

berbagai upacara, membuat catatan lapangan, mencuci pakaian, menulis

surat kerumah, melacak garis keturunan, mengamati pertunjukkan,

mewawancarai informan, dan berbagai hal lainya. Berbagai macam aktifitas

Page 8: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 8

ini seringkali mengaburkan tugas utama, yaitu melakukan penelitian

etnografi.

Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan

utama aktifitas ini adalah memahami suatu pandangan hidup dari sudut

pandang penduduk asli. Sebagaimana dikemukakan oleh oleh Malinowski,

tujuan etnografi adalah memahami sudut pandang penduduk asli,

hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangannya

mengenai dunianya. Oleh karena itu, penelitian etnografi melibatkan aktifitas

belajar mengenai dunia yang orang yang telah belajar melihat, mendengar,

berpikir dan bertindak dengan cara-cara yang berbeda. Tidak hanya

mempelajari masyarakat, lebih dari itu, etnografi berarti belajar dari

masyarakat.

Etnografi tidak hanya berfokus pada organisasi internal dengan

membanding-bandingkan sistem sosial untuk mendapatkan kaidah-kaidah

umum atau teori-teori deduktif seperti evolusi, fungsionalisme dan

strukturalisme yang kesemuanya mencoba mencari kaidah-kaidah, hukum-

hukum yang bisa disederajatkan dengan teori-teori atau metode-metode

natural atau metode alamiah yang kemudian digugat karena tidak mungkin

dapat diterapkan pada masyarakat, apalagi masyarakat luar Eropa. Dalam

etnografi, bentuk sosial dan budaya masyarakat terdapat dalam fikiran

masyarakat itu sendiri, sedangkan dalam etnografi modern yang

menggunakan metode penelitian alamiah dan sangat sulit menjangkau hal

ini. Kita harus mencari metode penelitian yang lebih teliti, lebih akurat dan

pandangan-pandangan yang pluralistik tentang berbagai macam dan bukan

satu macam saja. Sehingga dalam melakukan penelitian, memang kita

menggunakan metode observasi atau pengematan, tetapi hal yang

terpenting adalah mengorek keluar budaya yang ada dalam fikiran

masyarakat. Sebab dari fikiran itulah kemudian menjadi pedoman munculnya

segala macam perilaku, kejadian-kejadian, benda-benda yang dapat kita

Page 9: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 9

amati dan kita dapat berpartisipasi disitu. Dianjurkan disini bahwa bahasa

melalui daftar kata-kata setempat merupakan jalan paling tepat untuk masuk

kedalam dan mengorek budaya keluar dari fikiran masyarakat.

Inti dari etnografi adalah upaya memperhatikan makna tindakan dari kejadian

yang menimpa orang yang ingin kita pahami. Beberapa makna ini

terekspresikan na ini terekspresikan secara langsung dalam bahasa dan

banyak diterima dan disampaikan hanya secara tidak langsung melaui kata

dan perbuatan. Tetapi dalam setiap masyarakat, orang tetap menggunakan

sistem makna yang kompleks ini untuk mengatur tingkah laku mereka, untuk

memahami diri mereka sendiri dan untuk memahami orang lain., serta untuk

memahami dunia di mana mereka hidup. Sistem makna ini merupakan

kebudayaan mereka, etnografi selalu mengimplikasikan bentuk atau corak

kebudayaan dalam deskripsinya. Penelitian antropologis untuk menghasilkan

laporan tersebut begitu khas, sehingga kemudian istilah etnografi juga

digunakan untuk mengacu pada metode penelitian untuk menghasilkan

laporan tersebut.

Etnografi – Kebudayaan, Hubungannya?

Kebudayaan, sebagai pengetahuan yang dipelajari orang sebagai anggota

dari suatu kelompok, tidak dapat diamati secara langsung. Orang-orang

dimana mempelajari kebudayaan mereka dengan mengamati orang lain,

mendengarkan mereka, dan kemudian membuat kesimpulan. Etnografer

melakukan hal yang sama, yaitu dengan memahami hal yang dilihat dan

didengarkan untuk menyimpulkan hal yang diketahui orang. Perbuatan ini

meliputi pemikiran atas kenyataan/hal yang kita pahami atau atas hal yang

kita asumsikan.anak-anak memperoleh kebudayaan mereka dari orang

dewasa dan membuat kesimpulan mengenai berbagai aturan budaya untuk

bertingkah laku, dengan kemahiran bahasa, proses belajar itu akan semakin

cepat. Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer membuat kesimpulan

Page 10: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 10

kebudayaan dari 3 sumber yakni: 1) Berupa hal-hal yang dikatakan orang; 2)

Cara orang bertindak; dan 3) Berbagai benda atau artefak yang digunakan

orang

Penting untuk diungkapkan bahwa mempelajari budaya yang eksplisit

dengan menggunakan cara orang berbicara tidak menghilangkan perlunya

kita membuat kesimpulan. Mempelajari budaya eksplisit hanya

mempermudah tugas yang harus dilakukan

Bagaimanapun, sebagian besar kebudayaan terdiri atas pengetahuan implisit.

Kita mengetahui semua berbagai hal sehingga kita tidak dapat menceritakan

atau mengungkapkan secara langsung. Etnografer kemudian harus membuat

kesimpulan mengenai hal yang diketahui orang dengan cara mendengarkan

yang mereka katakan, dengan mengamati tingkah laku mereka, dan dengan

mempelajari berbagai artefak dan manfaatnya. Dengan merujuk pada

penemuan pengetahuan budaya yang implisit itu.

Seringkali etnografi menggunakan hal yang dikatakan oleh orang dalam

upaya untuk mendeskripsikan budayaan mereka. Kebudayaan yang baik

implisit maupun eksplisit terungkap melalui perkataan, baik dalam komentar

sederhana maupun dalam wawancara panjang. Karena bahasa merupakan

alat utama untuk menyebarkan kebudayaan dari Satu generasi ke generasi

berkutnya, kebanyakan kebudayaan dituliskan dalam bentuk linguistik.

Etnografi adalah suatu kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain.

Etnografi merupakan suatu bangunan pengetahuan yang meliputi teknik

penelitian, teori etnografi, dan berbagai macam deskripsi kebudayaan.

Etnografi berulang kali bermakna untuk membangun suatu pengertian yang

sistematik mengenai semua kebudayaan manusia dari perspektif orang yang

telah mempelajari kebudayaan itu. Dalam tulisan ini kita mengasumsikan

etnografi: pengetahuan dari semua kebudayaan sangat tinggi nilainya.

Asumsi ini membutuhkan pengujian yang cermat. Untuk tujuan apa

Page 11: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 11

etnografer mengumpulkan informasi? Untuk alasan apakah kita berusaha

menemukan apa yang harus diketahui orang untuk melintasi padang rumut di

nusa tenggara dengan mengendarai kuda, hidup di desa suku Amungme di

Papua yang jauh, atau bekerja diberbagai salah satu perusahaan besar di

Jakarta? Siapa saja harus melakukan etnografi?

Kita mulai dengan tujuan antropologi sosial, yaitu untuk mendeskripsikan dan

menerangkan keteraturan serta berbagai variasi tingkah laku sosial. Mungkn

gambaran paling menonjol dari manusia adalah keberagaman dari perilaku

manusia. Mengapa suatu kelompok masyarakat menunjukkan suatu variasi

semacam itu, menciptakan pola perkawinan yang berbeda, meengkonsumsi

makanan yang berbeda, mempercayai tuhan yang berbeda? Dan sebagainya.

Jika kita harus memahami keberagaman tersebut maka kita harus mulai

dengan mendeskripsikannya secara hati-hati. Kebanyakan diversitas dalam

rum harus memahami divertasi ini maka kita harus mulai dengan

mendeskripsikannya secara hati-hati. Kebanyakan diversitas dalam rumpun

manusia muncul, karena diversitas suatu generasi ke generasi berikutnya.

Deskripsi kebudayaan, sebagai tugas utama dari etnografi, merupakan

langkah pertama dalam memahami rumpun manusia.

Oleh karena itu, dalam pengertian yang paling umum, etnografi memberikan

sumbangan secara langsung dalam deskripsi dan penjelasan keteraturan

serta evaluasi dalam tingkah laku sosial manusia. Banyak ilmu sosial memiliki

tujuan yang lebih terbatas. Dalam studi tingkah laku manapun, etnografi

mempunyai peranan penting. Kita dapat mengidentifikasikan beberapa

sumbangannya yang khas.

Menginformasikan teori-teori ikatan budaya. Masing-masing kebudayaan

memiliki cara untuk melihat dunia. Kebudayaan memmberikan kategori,

tanda, dan juga mendefinisikan dunia dimana orang itu hidup. Kebudayaan

mengandung berbagai asumsi mengenai sifat dasar realitas dan juga

Page 12: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 12

informasi yang spesifik mengenai realitas itu. Kebudayaan mencakup nilai-

nilai yang menspesifikasikan hal yang baik, benar, dan bisa dipercaya.. apabila

orang mempelajari kebudayaan, maka sanpai batas-batas tertentu dai

terpenjara tanpa mengetahuinya. Para ahli antropologi mengatakan ha ini

sebagai “ikatan budaya” (culture bond), yaitu hidup dalam realitas tertentu

yang dipandang sebagai “ realitas “ yang benar.

Etnografi sendiri tidak lepas dari ikatan budaya. Namun, etnografi

memberikan deskripsi yang mengungkapkan berbagai model penjelasan

yang diciptakan oleh manusia. Etnografi dapat berperan sebagai penunjuk

yang menunjukkan sifat dasar ikatan budaya teori-teori ilmu sosial.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa etnografi

bukan sekedar mengumpulkan data tentang orang atau kebudayaan,

melainkan menggalinya lebih dalam lagi. Etnografi, baik sebagai laporan

penelitian maupun sebagai metode penelititan, dapat dianggap sebagai

dasar dan asal-usul ilmu antropologi. Kutipan-kutipan kalimat dari beberapa

tokoh besar antropologi seperti di bawah ini akan meyakinkan kita tentang

kebenaran pernyataan di atas. Margaret Mead berkata, ”Anthropology as a

science is entirely dependent upon field work records made by individuals

within living societies” (Antropologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan secara

keseluruhan tergantung pada laporan-laporan kajian lapangan yang

dilakukan oleh indiviu-individu dalam masyarakat-masyarakat yang nyata

hidup)

James Spradley mengatakan bahwa “Ethnograpic fieldwork is the hallmark of

cultural anthropology” (Kajian lapangan etnografi adalah tonggak

antropologi cultural). Jadi singkatnya, belajar tentang etnografi berarti

belajar tentang jantung dari ilmu antropologi, khususnya antropologi sosial.

Menurut Sabitha Marican (2005), etnografi juga dianggap sebagai satu kajian

yang paling asas dalam penyelidikan sosial. Kadang kala ia juga didefinasikan

Page 13: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 13

sebagai penjelasan bertulis mengenai sesuatu budaya tentang adat,

kepercayaan, tingkah laku yang berdasarkan kepada maklumat-maklumat

yang dikumpulkan dari kajian lapangan. Ia adalah kajian deskriptif ke atas

budaya, sub-budaya, institusi atau kumpulan sesebuah masyarakat.

Menurut Creswell (2005), etnografi merupakan bentuk kajian yang praktikal

untuk mengkaji sesuatu kumpulan seperti pendidikan, kepercayaan,

tingkahlaku dan bahasa. Kajian etnografi merupakan bentuk kajian

kualitatif yang digunakan untuk menerangkan, menganalisa dan

meinterpretasi bentuk “culture-sharing” sesuatu kumpulan seperti tingkah

laku, kepercayaan, bahasa, ekonomi, struktur politik, interaksi, kehidupan

dan gaya dalam perhubungan. Untuk memahami “culture-sharing” seseorang

pengkaji perlu meluangkan masa dilapangan untuk interview, memantau dan

medokumentasi bagi memahaminya. Masa yang lama diambil maka data

dapat direkodkan dengan terperinci.

Mengikut Gay (2003), Etnografi merupakan kajian yang menghuraikan

dan menganalisa sesuatu atau sebahagian daripada kebudayaan serta

komuniti dengan mengenalpasti dan menghuraikan kepercayaan dan

amalan harian responden. Kajian etnografi juga perlu mengkaji kedua-dua

kumpulan iaitu respoden dan tempat dimana mereka berinteraksi secara

serentak. Topik dalam kajian etnografi tidak dinyatakan secara khusus pada

awal kajian. Kajian yang dijalankan dalam skala yang kecil dengan bilangan

responden yang terhad dan kontek kajian yang kecil. Pengkaji etnografi mesti

menjalankan kajian dikawasan semulajadi responden dalam tempoh masa

yang tertentu untuk mengumpul data.

Sanders (2004), menyatakan etnografi melibatkan gambaran dan belajar

tentang budaya manusia. Pengkaji sosial menggunakan kaedah etnografi

untuk lebih memahami budaya dan hubungan sosial menerusi pentafsiran

dan praktikal. Keberkesanan kajian etnografi bukan bergantung kepada

Page 14: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 14

perspektif penyelidik tetapi kepada dapatan data. Etnografi pada awalnya

menggunakan disiplin dalam antropologi yaitu meluangkan masa dengan

penduduk tempatan untuk membuat pemerhatian terhadap kehidupan dan

amalan mereka. Biasanya kajian etnografi traditional dilakukan secara

individu dan mengambil masa dari beberapa bulan hingga bertahun untuk

menyiapkannya. Etnografi aplikasi menggunakan kaedah kajian dengan

membawa pengguna untuk mellihat bentuk dan perkembangan sesuatu

produk serta perkhidmatan yang baru bagi meningkatkan pengeluaran

produk. Etnografi aplikasi dilakukan oleh kumpulan yang kecil dan biasanya

dilakukan dalam masa yang singkat iaitu dalam beberapa hari hingga

beberapa bulan.

Soalan-soalan yang sering dikemukakan dan difokuskan dalam penyelidikan

etnografi seperti “apakah budaya kumpulan itu?”. Oleh itu etnografi

mengambarkan apa yang dilakukan sesebuah masyarakat dalam kehidupan

seharian mereka. Ia merupakan potret atau gambaran mengenai manusia.

Dengan demikian, kajian etnografi merupakan kajian yang mengfokuskan

pada penggambaran yang terperinci dan tepat dan bukan berunsur perkaitan

(Sabitha Marican, 2005).

Ciri-ciri khas dari metode penelitian lapangan etnografi ini adalah sifatnya

yang holistic-integratif, thick description, dan analisis kualitatif dalam rangka

mendapatkan native’ points of view (bersifat holistik atau menyeluruh).

Artinya, kajian etnografi tidak hanya mengarahkan perhatiannya pada salah

satu variable tertentu saja. Bentuk holistik didasarkan pada pandangan

bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem yang terdiri dari satu

kesatuan yang utuh. Teknik pengumpulan data yang utama adalah observasi-

partisipasi dan wawancara terbuka dan mendalam, yang dilakukan dalam

jangka waktu yang relative lama, bukan kunjungan singkat dengan daftar

pertanyaan yang terstruktur seperti pada penelitian survey.

Page 15: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 15

Jadi, etnografi adalah upaya untuk mendeskripsikan kebudayaan.

Kebudayaan baik secara implicit maupun secara eksplisit terungkap melalui

bahasa. Bahasa merupakan alat utama untuk menyebarkan kebudayaan dari

satu generasi ke generasi berikutnya yang ditulis dalam bentuk linguistic.

Sehingga, dalam studi etnografi, ethnolinguistik berfungsi untuk menggali

kebudayaan.

Salah Satu Studi Etnografi

Dalam praktek, untuk mencari keterangan mengenai zaman prehistori

sesuatu suku bangsa, maka seorang ahli antropologi cukup membaca

laporan-laporan hasil penggalian dan penelitian para ahli prehistori tentang

daerah umum yang menjadi tempat tinggal suku bangsa yang bersangkutan.

Seorang ahli antropologi yang meneliti masyarakat suku bangsa Bugis

misalnya, akan mencari keterangan mengenai soal asal-mula suku bangsa

Bugis dalam tulisan-tulisan para ahli prehistori tentang daerah Sulawesi

Selatan. Apabila tulisan tersebut tidak ada, atau walaupun ada kurang dapat

memberi bahan keterangan tentang soal asal-mula suku bangsa Bugis, maka

ia terpaksa harus berusaha mencari bahan keterangan lain, yaitu bahan

mengenai dongeng-dongeng suci atau mitologi suku bangsa Bugis. Hal itu

termasuk folklore, dan khususnya kesusasteraan rakyat suku bangsa Bugis.

Dalam mitologi suatu suku bangsa, biasanya terdapat dongeng-dongeng suci

mengenai penciptaan alam, penciptaan dan penyebaran manusia oleh desa-

dewa dalam religi asli suku bangsa bersangkutan. Dongeng-dongeng seperti

itu biasanya penuh peristiwa keajaiban yang jauh dari fakta sejarah. Namun

seorang ahli antropologi harus mampu menginterpretasi dongeng-dongeng

ajaib itu, dan mencari artinya, serta indikasi-indikasi tertentu yang dapat

menunjuk ke arah fakta sejarah yang benar.

Mitologi dan ceritera-ceritera rakyat yang dapat memberi indikasi ke arah

fakta-fakta sejarah dari suatu suku bangsa, dapat hidup secara lisan, dan

Page 16: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 16

kalau suku bangsa yang bersangkutan mengenal tulisan tradisional, dapat

juga secara tertulis. Dengan mitologi dan ceritera-ceritera rakyat yang hidup

secara lisan, seorang peneliti antropologi harus mengumpulkan bahan

tersebut dengan merekam ceritera-ceritera tersebut dari mulut tokoh-tokoh

penduduk tertentu yang mengetahui dongeng-dongeng itu. Sebaliknya,

apabila suku bangsa bersangkutan mengenal tulisan tradisional sehingga

kebudayaan mereka mempunyai suatu kesusasteraan tradisional, maka

peneliti tadi harus juga berusaha membaca dan mempelajari bahan tersebut.

Bahan tersebut seringkali termuat dalam berpuluh-puluh naskah kuno dalam

tulisan tradisional yang perlu dipelajari dan diseleksi dahulu untuk

mendapatkan isinya yang sebenar-benarnya. Untuk pekerjaan yang sudah

sangat teknis sifatnya itu seorang ahli antropologi mememukan bantuan

seorang ahli naskah-naskah kuno, yaitu ahli filologi (philologist).

Ahli antropologi yang meneliti masyarakat suku bangsa Bugis tadi harus juga

berusaha mengumpulkan naskah-naskah Bugis yang biasanya berkisar sekitar

kehidupan masyarakat dan adat-istiadat di kerajaan-kerajaan Bugis

tradisional. Naskah-naskah itu banyak sekali jumlahnya sehingga usaha untuk

memilih naskah-naskah khusus, mana yang relevan bagi penelitiannva dan

mana yang dapat memberi keterangan mengenai asal-mula dan sejarah

orang Bugis, tentu tidak dapat diselesaikan sendiri, dan di sini bantuan

seorang ahli filologi Bugis perlu baginya.

Keterangan sejarah mengenai zaman, waktu suku bangsa bersangkutan

sudah mendapat kontak dengan bangsa-bangsa lain yang menulis tentang

kejadian masyarakatnya, lebih mudah untuk dipergunakan seorang peneliti

antropologi. Biasanya keterangan itu ditulis dalam salah satu bahasa Eropa,

yaitu Inggris, Perancis, Portugis, Spanyol, atau Jerman, atau kadang-kadang

juga dalam bahasa Asia seperti Arab, Persi, Cina dan lain-lain. Bangsa lain

yang mengadakan kontak dengan orang Bugis dan pertama-tama menulis

banyak tentang masyarakat, kebudayaan, dan adat-istiadat Bugis adalah

Page 17: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 17

bangsa Belanda, khususnya para pendeta penyiar agama Kristen Belanda.

Dengan demikian peneliti antropologi suku bangsa Bugis tadi sebaiknya

berusaha membaca karangan-karangan para pendeta Belanda itu guna

mendapat keterangan bagi bab tentang sejarah dalam karangan

etnografinya.

Corak etnografi seperti diatas cukup relevan dengan studi yang dilakukan

Mattulada (2005) mengenai budaya orang Bugis terkait masalah politik dan

kekuasaan. Dengan tidak hanya melihat sisi politik dalam aspek formalitasnya

sebagai bagian tatanan negara, Mattulada mengungkapkan sisi-sisi lainnya

seperti tatanan nilai-nilai, status sosial (dalam sistem kekerabatan dan

stratifikasi sosial) perilaku dan budaya yang sejalan dan bertautan dengan

aspek politik orang Bugis Wajo. Mattulada menitikberatkan pemahamannya

mengenai orang Bugis pada nilai-nilai budaya, adat istiadat dalam

penyelenggaraan negara pada orang Bugis, Mattulada mencoba

memahami kedudukan jalan pikiran dan sikap hidup orang Bugis dalam

bernegara. Metodenya dengan mengungkap berbagai dokumen/naskah

Bugis sejarah (Lontaraq) dan tradisi lisan terutama mengenai Kajailodo

(penasehat kerajaan Bone pada masa lalu).

Selain itu Mattulada juga mengungkap mengenai struktur pelapisan

masyarakat di Sulawesi Selatan menjadi persoalan krusial, apalagi berkaitan

dengan aspek politik. Dalam hal ini, Mattulada merupakan salah satu tokoh

akademisi yang cukup konsen membahasnya mulai dari era kerajaan sampai

era dimana tulisan ini diterbitkan pada tahun 1991 (setidaknya di Indonesia,

bahkan di Sulawesi Selatan yang menurut penulis saat ini telah memasuki era

pasca reformasi yang sudah sangat dinamis perubahannya). Namun kerangka

teoritis dan pendekatan yang digunakan Mattulada masih relevan untuk

dijadikan referensi dalam mengkaji struktur masyarakat terutama bagaimana

melihat kedudukan dan relasi kekuasaan pada masyarakat Sulawesi Selatan

dalam ranah politik kekuasaan.

Page 18: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 18

Mattulada mengajukan tesenya mengenai kedudukan ‘elit’ di Sulawesi

Selatan yang berkenaan dengan ranah aktifitas masyarakat, terutama

tentang proses terbentuknya elit yang memiliki pengaruh dan masing-masing

mempunyai kelompok dalam lingkungan elit tersebut. Tetapi sebenarnya elit

tersebut belum tentu atau bahkan tidak berpengaruh dalam ranah lainnya.

Mattulada dalam artikelnya membuat sebuah taksonomi secara hirarkis

mengenai elit yang ada Sulawesi Selatan yang ia relasikan dengan ranahnya

masig-masing (setidaknya pada era orde baru) yakni: 1) Militer (ABRI); 2)

Admnistrasi-pemerintahan-sipil; 3) pendidikan/cendikiawan, dan ; 4) usaha

dan niaga. Terbentuknya elit tersebut menurut Mattulada, kebanyakan

ditentukan oleh dan dari pihak (pimpinan) atasan, menurut legalitas tertentu

dan aksepabilitasnya dalam masyarakat terutama diperlancar oleh legalitas.

Pada pemahaman tersebut Mattulada menegaskan terbentuknya elit justru

karena relasi dengan otoritas personal tertntu dan bukan munsul pada ranah

normatif sebagaimana idealnya.

Tese diatas, digambarkannya secara transformatif oleh Mattulada untuk

memberikan urutan konstruksi terbentuknya elit. Pemahamannya dibangun

berdasarkan kontiunitas (bahkan diskontiunitas, keterputusan nilai kultur)

dalam sejarah masyarakat Sulawesi Selatan dari era kerajaan, era Hindia-

Belanda, era pasca kemerdekaan sampai orde baru. Mattulada memulai

argumentasinya dengan membagi tipologi kepemimpinan pada masyarakat

Sulawesi Selatan pada era kerajaan (Lontaraq). Pada pemahaman tersebut,

Mattulada ingin memberikan standing point dari proses transformatif

terbentuknya elit, dimana pada era Lontaraq masih didominasi oleh kultur

masyarakat berdasarkan pemahaman terhadap konsepsi to-manurung.

Setidaknya asumsi awal Mattulada ingin memberikan semacam komparasi

perkembangan pembentukan lapisan masyarakat (periode Lontaraq)

Sulawesi Selatan yang akan mempengaruhi dan memberikan warna dan

variasi dan perwujudan elit di Sulawesi selatan di kemudian hari.

Page 19: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 19

Tipologi kepemimpinan yang dipaparkan oleh Mattulada yakni: Gowa

(Makassar), Bone (Bugis), dan Wajo (Bugis). Tipe pertama, Gowa

digambarkan memiliki Sombaya ri Gowa dalam menjalankan kekuasaan

kerajaan dan adapula Bate-Salapang yang mendampingi Sombaya’. Kerabat

keluarga dari Bate-Salapang dalam pelapisan masyarakat Gowa disebut

Ana’karaeng maraEngaya. Dari kalangan yang disebut terakhir, menurut

Mattulada secara potensial timbul orang-orang yang bergerak ke atas

menduduki jabatan yang langsung berpengaruh dikalangan rakyat. Kalangan

inilah yang disebutnya sebagai elit dalam berbagai ranah kehidupan

masyarakat. Tipe kedua, adlah Bone (Bugis) digambarkan tentang adanya

intensifikasi perkawinan dikalangan penguasa anang (kaum) diwilayah Bone

yang kelihatannya seperti perkawinan politik menyebabkan corak

kepemimpinan anang menjadi hilang. Kondisi tersebut berimplikasi terhadap

pola kepemimpinan, dimana semua jabatan kerajaan akhirnya diduduki oleh

kalangan sentral kerajaan (kerabat/keluarga raja) yang kekuasaannya

dibangun berdasarka pertalian dengan raja sentral. Dalam pelapisan

masyarakat Bone, lapisan ana-karung-lah yang ditempatkan sebagai lapisan

teratas. Lapisan ini yang menurut Mattulada yang paling potensial

mempunyai kesempatan menduduki eilt-politik. Tipe ketiga, Wajo menurut

Mattulada tidak mengenal konsepsi to-manurung seperti kerajaan

tetangganya yang lain. Coraknya yang dalam mengelola pemerintahan

kerajaan disebut oleh Mattulada sebagai republik aristrokasi dan kekuasaan

tidak bersifat sentralistik dimana arung matoa (raja) dipilih dari pemimpin-

pemimpin wanua (wilayah) yang wilayahnya menyerupai federasi dan

memiliki dewan yang menyerupai parlemen yag disebut arung-patappulo. Di

Wajo, masih menurut Mattulada, kekuasaan tidak mesti diduduki oleh

keturunan raja, dan bahkan bagi lapisan lainnya selalu terbuka kesempatan

untuk berkembang menempati posisi-posisi strategis dalam kehidupan

masyarakat.

Page 20: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 20

Kesimpulan yang ditarik Mattulada adalah bahwa terbentuknya elite tidak

terlepas dari proses transformatif dari masa lalu. Keberadaan elit masih

dalam rangkaian pola struktur sosial zaman lalu. Perubahan-perubahan yang

terjadi ialah pada cara untuk sampai pada keanggotaan elit tersebut. Pada

zaman dahulu adalah melalui pewarisan tahta dari dari raja secara biologis

dan memunculkan pelapisan ana-karung yang berpotensi sebagai elit dimasa

depan. Setidaknya dengan kalangan inilah yang berreproduksi dengan

meraih beberapa ascribe status dan prestasi lainnya untuk menduduki jabatan

elit di Sulawesi Selatan baik itu dengan memasuki militer (ABRI) sebagai

posisi yang mentereng di masa orde baru, pegawai-admnistrasi-sipil,

pendidikan/cendikiawan dan menjadi pengusaha.

So?

Etnografi, ditinjau secara harfiah, berarti tulisan atau laporan tentang suatu

suku bangsa, yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian

lapangan (field work) selama sekian bulan, atau sekian tahun. Penelitian

antropologis untuk menghasilkan laporan tersebut begitu khas, sehingga

kemudian istilah etnografi juga digunakan untuk mengacu pada metode

penelitian untuk menghasilkan laporan tersebut.

Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan

utama aktifitas ini adalah memahami suatu pandangan hidup dari sudut

pandang penduduk asli. Sebagaimana dikemukakan oleh oleh Malinowski,

tujuan etnografi adalah memahami sudut pandang penduduk asli,

hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangannya

mengenai dunianya. Oleh karena itu, penelitian etnografi melibatkan aktifitas

belajar mengenai dunia yang orang yang telah belajar melihat, mendengar,

berpikir dan bertindak dengan cara-cara yang berbeda. Tidak hanya

mempelajari masyarakat, lebih dari itu, etnografi berarti belajar dari

masyarakat.

Page 21: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 21

Etnografi adalah suatu kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain.

Etnografi merupkan suatu bangunan pengetahuan yang meliputi teknik

penelitian, teori etnografi, dan berbagai macam deskripsi kebudayaan.Dalam

sebuah organisasi seperti organisasi pendidikan, negara, industri atau

politik selalu akan memberikan gambaran untuk suatu tinjauan yang

memerlukan pengumpulan data yang terperinci tentang fenomena yang

sedang terjadi dengan tujuan untuk mendapatkan data lalu menggunakan

data tersebut untuk membuktikan situasi dan norma-norma yang terwujud.

Sasaran etnografi-baru yang diajukan sebagai dalih ialah membuat

pemaparan etnografis menjadi lebih akurat dan lebih replikabel daripada

yang dianggap telah berlaku pada masa sebelumya. Untuk mencapai tujuan

itu, begitu dikemukakan, etnograf harus berupaya mereproduksikan realitas

budaya seturut pandangan, penataan, dan penghayatan warga budaya. Ini

berarti bahwa pemaparan tentang sesuatu budaya tertentu harus

diungkapkan sehubungan dengan kaidah konseptual. kategori, kode, dan

aturan kognitif “pribumi” dan tidak sehubungan dengan kategori konseptual

yang diperoleh dari pendidikan sang antropolog dan dibawa-bawanya ke

kancah penelitian. Dengan demikian, etnografi yang ideal harus mencakup

semua aturan, kaidah dan kategori yang pasti dikenal oleh warga pribumi

sendiri guna memahami bertindak tepat dalam berbagai situasi sosial yang

dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Hanya dengan cara inilah dampak

penyenjangan yang timbul dari preferensi teori dan bias budaya si etnograf

dapat dinetralkan. dan suatu deskripsi yang mencerminkan realitas budaya

“yang sesungguhnya” dapat lebih dipercaya.

Page 22: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 22

REFERENSI

Bereman, G. D. 1968. Etnography : Method and Products Introduction to Cultural Antropology. J.A. Clitun, editor. Buston, Hungton Miflin Company, hlm. 337-373.

Berger, Arthur Asa. 2005. Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer: Suatu Pengantar Semiotika. Penerbit Ombak: Yogyakarta

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Airlangga University Press: Jakarta.

______________. 2007. Penelitian Kualitatif. Prenada Media Group: Jakarta.

Creswell, J. W. 1998. Qualitatif Inquiry and Research Design. Sage Publications, Inc: California.

Denzin, Norman K dan Yvonna S Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative Research. Pustaka Pelajar: Jogkakarta

Gay, L. R., & Airasian, P. (7th ed.). 2003. Educational research. Competencies for analysis and application. Upper Saddle River. Merill Prentice Hall: New Jersey.

Hammersley, M. 1998. Reading Ethnographic Research. Addison Wesley Longman: New York.

Hastrup, Kirsten. 1995. A Passage to Ahnthropology. London Routhledge: London

Kaplan, David. 1999. Teori Budaya. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta: Jakarta

Kuper, Adam & Jessica. 2000. The Sosial Science Encyclopedia. diterjemahkan Ensiklopedi Ilmu Ilmu Sosial, Jilid I & II. PT. RadjaGrafindo Persada: Jakarta.

Mattulada. 1991. Elite di Sulawesi Selatan. Jurnal Antropologi Indonesia No. 48 Tahun XV Januari-April 1991.

_________. 1995. Latoa: Satu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis. Hasanuddin University Press: Ujung Pandang.

Miller, Daniel .1987). Material Culture and Mass Consumption. Blackwell: London.

Page 23: Etnografi dan Native Voice

OVB – Antropologi Universitas Hasanuddin 23

Mulyana, Dedy. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Rosdayakarya: Bandung

Muiel Saville-Troike (1991). Etnografi Komunikasi Suatu Pengenalan. DBP: Syarikat Is: Kuala Lumpur.

Nurhadi, Toeti. 1980. Aku dalam Budaya. Dunia Pustaka Jaya: Jakarta

Sabitha Marican(2005).Kaedah penyelidikan sains social.Petaling Jaya:Prentice Hall.

Sembiring, Sri Alem. 2002. Refleksi Metodologis: Perjalanan Penelitian Menghasilkan Etnografi. Terarsip dalam Digital Library Universitas Sumatera Utara.

Spradley, James. P. 1997. Metode Etnografi. Tiara Wacana Yogyakarta: Yogyakarta

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Penerbit Alphabeta: Bandung