BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini semakin banyak bermunculan penyakit- penyakit sistemik maupun non-sistemik di Indonesia. Peranan laboratorium sangat penting untuk menganalisa berbagai macam penyakit. Sehingga keberadaan tenaga laboratorium (Analis Kesehatan) semakin penting di dalam suatu Puskemas maupun rumah sakit. Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang akurat, diperlukan tenaga analis yang berkompeten. Kompetensi seorang analis telah diatur di dalam undang-undang, dimana seorang analis harus mampu menguasai 33 kompetensi. Dalam prakteknya, seorang analis harus memiliki ijin dari Menteri Kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Ijin dari Menteri Kesehatan, berupa STR (Surat Tanda 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini semakin banyak bermunculan penyakit-penyakit sistemik
maupun non-sistemik di Indonesia. Peranan laboratorium sangat penting untuk
menganalisa berbagai macam penyakit. Sehingga keberadaan tenaga
laboratorium (Analis Kesehatan) semakin penting di dalam suatu Puskemas
maupun rumah sakit. Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang
akurat, diperlukan tenaga analis yang berkompeten. Kompetensi seorang analis
telah diatur di dalam undang-undang, dimana seorang analis harus mampu
menguasai 33 kompetensi.
Dalam prakteknya, seorang analis harus memiliki ijin dari Menteri
Kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan. Ijin dari Menteri Kesehatan, berupa STR (Surat Tanda Registrasi).
Untuk mendapatkan STR, seorang analis harus menguasai kompetensi analis
yang telah ditetapkan. Agar menghasilkan tenaga analis yang berkompeten,
tenaga analis harus melalui uji kompetensi.
Uji kompetensi merupakan syarat untuk menndapatkan STR. Adanya
STR merupakan pegangan bagi tenaga analis, bahwa mereka telah diakui oleh
Kementrian Kesehatan. Pengakuan dari Kementrian Kesehatan merupakan bukti
legal seorang tenaga kesehatan. Seorang tenaga kesehatan yang telah memiliki
ijin secara legal, dapat memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal
1
kepada masyarakat. Tenaga analis yang telah terdaftar secara legal, harus
mentaati segala peraturan yang berlaku. Termasuk melakukan tugas dan
kewajibannya sesuai dengan keahlian.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis ingin membahas mengenai
“Aspek Legalitas Tenaga Analis Kesehatan dalam Menjalankan Tugas
Profesi” yang kemudian tertuang dalam makalah berikut ini.
1.2. Rumusan Masalah
Mengapa diperlukan proses legalisasi untuk analis kesehatan sebagai profesi?
1.3. Tujuan
1. Untuk dapat menerapkan kemampuannya secara profesional sebagai profesi.
2. Untuk dapat diakui secara legal oleh Kementrian Kesehatan.
1.4. Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
Analis kesehatan merupakan salah satu profesi kesehatan yang bertugas di
laboratorium. Peranan laboratorium sangat penting dalam mendiagnosa berbagai
macam penyakit. Sehingga diperlukan tenaga analis yang berkompeten untuk
menangani berbagai macam pemeriksaan di laboratorium. Analis kesehatan yang
berkompeten harus mampu menguasai 33 kompetensi, yang telah ditetapkan oleh
undang-undang. Kemampuan atau kompetensi dapat diperoleh tenaga analis
kesehatan dari pendidikan atau pelatihan, tetapi kewenangan atau authority sebagai
aspek legalitas seorang tenaga profesi diperoleh dari penguasa atau pemegang otoritas
di bidang tersebut melalui pemberian ijin. Kewenangan memang hanya diberikan
kepada mereka yang memiliki kemampuan, namun adanya kemampuan tidak berarti
dengan sendirinya memiliki kewenangan.
Sebagai dokter, perawat, dan bidan, kompetensi dalam melakukan suatu
tindakan medis seperti melakukan tindakan phlebotomi telah dimilikinya dan
kewenangan melakukannya pun telah dimilikinya tanpa disebutkan secara eksplisit di
dalam sertifikasi kompetensinya dan atau surat ijin praktek profesinya. Sedangkan
bagi analis kesehatan yang bekerja di laboratorium, kompetensi mereka diperoleh dari
pendidikan menengah atau pelatihan atau kursus, sehingga kompetensinya harus
dinyatakan secara tegas di dalam sertifikat kompetensinya. Sertifikat kompetensi
tersebut harus dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang terakreditasi atau oleh
lembaga sertifikasi tertentu.
3
Ada kecenderungan bahwa suatu pekerja di bidang kesehatan akan lebih
mudah diakui sebagai tenaga kesehatan apabila pendidikannya setidaknya mencapai
diploma tiga (D3). Hal ini perlu dilakukan agar konsumen kesehatan terjamin
kepentingan dan keselamatannya. Sementara itu tenaga analis kesehatan merupakan
tenaga kesehatan sebagaimana diatur dalam PP 32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan yang disebutkan dalam BAB II Pasal 2 tentang jenis tenaga kesehatan,
meskipun belum ada permenkes yang mengaturnya lebih lanjut.
Kewenangan melakukan suatu tindakan yang berhubungan dengn medis
sebagai tenaga profesi di dunia kesehatan oleh analis kesehatan belum diakui sebagai
suatu kewenangan yang mandiri, namun harus dianggap sebagai kewenangan yang
memerlukan supervisi dari keprofesian yang menjadi "pemberi kerjanya" sebagai
penanggung-jawabnya. Etika dan standar pekerjaannya pun harus ditetapkan, diatur
dan ditegakkan oleh penanggungjawabnya.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan bahwa : sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan
dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai
pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji
kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau
lembaga sertifikasi (Pasal 61 ayat 3). Lalu dalam penjelasan Pasal 15 disebutkan
bahwa pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian
khusus. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta
4
didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara
dengan program sarjana.
Berbicara mengenai aspek legalitas tenaga analis kesehatan dalam
menjalankan tugasnya sebagai tenaga profesi, kita sebelumnya harus paham apa
makna yang tersirat dari kata “aspek legal” tersebut. Aspek legal dapat didefinisikan
sebagai studi kelayakan yang mempermasalahkan keabsahan suatu tindakan ditinjau
dan hukum yang berlaku di Indonesia. Legal, berasal dari kata leggal (bahasa
Belanda) yang pengertiannya adalah sah menurut undang-undang. Atau menurut
kamus Bahasa Indonesia, legal diartikan sesuai dengan undang-undang atau hukum.
Dari dua sumber pengertian tersebut sama-sama menyebut undang-undang.
Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat kata hukum. Untuk
memberi gambaran berikut ini akan dibahas tentang konsep undang-undang dan
konsep hukum secara garis besarnya.
Hukum itu salah satu tatanan yang ada dalam kehidupan masyarakat dan
merupakan perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan,
tatanan lainnya adalah, tatanan kebiasaan, dan tatanan kesusilaan. Dalam tatanan
hukum, dicirikan oleh penciptaan norma-norma hukum yang dibuat secara sengaja
oleh suatu badan perlengkapan dalam masyarakat yang khusus ditugasi untuk
menjalankan penciptaan atau pembuatan hukum itu dan menghasilkan substansi yang
sah.
Norma hukum yang telah disahkan oleh badan yang ditugasi untuk itu
menjadi sumber hukum yang paling utama dan kegiatan badan itu disebut dengan
5
kegiatan perundang-undangan. Hukum yang dihasilkan oleh proses seperti itu
disebut sebagai hukum yang diundangkan.
Dengan uraian tersebut diatas, maka pengertian aspek legalitas adalah
penggunaan norma hukum yang telah disahkan oleh badan yang ditugasi untuk itu
menjadi sumber hukum yang paling utama dan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan
membantu memenuhi kebutuhan seseorang atau pasien/kelompok masyarakat oleh
tenaga analis kesehatan sebagai tenaga profesi yang sah dibidangnya.
Undang-undang atau peraturan perundangan yang digunakan oleh tenaga
kesehatan termasuk analis kesehatan sebagai dasar pelayanan adalah undang-undang
atau peraturan perundangan yang seharusnya khusus diperuntukannya. Sehingga
akan muncul berbagai macam undang-undang dari berbagai macam profesi, misalnya
saat ini sudah ada UU Praktik Kedokteran dan seterusnya tentu akan disusul dengan
profesi lain yang belum memiliki undang-undang dan diharapkan kedepannya akan
ada undang-undang yang mengatur lebih lanjut dan jelas tentang tenaga analis
kesehatan.
Berikut dijelaskan beberapa aspek legalitas yang mendukung tenaga analis
kesehatan dalam menjalankan tugasnya sebagai tenaga profesi di dunia kesehatan.
Aspek tersebut meliputi standarisasi kompetensi, etika dan standar profesi yang harus
dimiliki tenaga analis kesehatan, pembinaan dan pengawasan, tanggung jawab
hukum, serta inform concent.
A. Standarisasi Kompetensi Analis Kesehatan
Istilah "kompeten" dan "kompetensi" merupakan istilah yang sudah
sangat umum terdengar. Kompeten adalah keterampilan yang diperlukan
6
seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten
memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi
pekerjaan spesifik. Sedangkan kompetensi adalah apa yang seorang mampu
kerjakan untuk mencapai hasil yang diinginkan dari satu pekerjaan. Kinerja atau
hasil yang diinginkan dicapai dengan perilaku ditempat kerja yang didasarkan
pada pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap (attitude) dan sifat-
sifat pribadi lainnya.
Secara umum, kompetensi sendiri dapat dipahami sebagai sebuah
kombinasi antara ketrampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan
(knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat
diamati, diukur dan dievaluasi.
Yang dimaksud dengan kompetensi adalah : seperangkat tindakan cerdas,
penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap
mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan
tertentu. Kompetensi profesional didapatkan melalui pendidikan, pelatihan dan
pemagangan dalam periode yang lama dan cukup sulit, pembelajarannya
dirancang cermat dan dilaksanakan secara ketat, dan diakhiri dengan ujian
sertifikasi (Keputusan Mendiknas Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti
Pendidikan Tinggi).
Standar Kompetensi
Standar kompetensi adalah pernyataan yang menguraikan
keterampilan dan pengetahuan yang harus dilakukan saat bekerja serta
7
penerapannya, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh tempat kerja
(industri).
Dimensi Kompetensi
1. Mampu melakukan tugas per tugas (task skills). Contoh : Mampu
melakukan pengambilan sampel dan memindahkan biakan secara
aseptik.
2. Mampu mengelola sejumlah tugas yang berbeda dalam melaksanakan
pekerjaan (task management skills). Contoh : Mampu melakukan
pengambilan sampel dan memindahkan biakan secara aseptik.
3. Mampu menanggapi kelainan dan kerusakan dalam pekerjaan sehari-
hari (contingency management skills). Contoh : Sedang memindahkan
biakan, gas habis. Menggunakan lampu spiritus untuk sterilisasi ose.
4. Mampu mengahadapi tanggung jawab dan harapan dari lingkungan
kerja termasuk bekerjasama dengan orang lain (Job role Environment