BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya. Salah satu yang mengatur hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering digunakan secara bergantian. Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan yang mendasari prinsip- prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktek profesional. (Doheny et all, 1982). Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan. Konsekuensi dari hal tersebut tentunya setiap keputusan dari tindakan keperawatan harus mampu dipertanggung jawabkan dan dipertanggung gugatkan dan setiap penganbilan keputusan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang
mempunyai bidang garap pada kesejahteraan manusia yaitu
dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat
maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup
sehari-hariya. Salah satu yang mengatur hubungan antara
perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral
sering digunakan secara bergantian.
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan
standar dan prinsip-prinsip yang menjadi penuntun dalam
berprilaku serta membuat keputusan untuk melindungi
hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi
termasuk juga keperawatan yang mendasari prinsip-
prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar
praktek profesional. (Doheny et all, 1982).
Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial
dengan masyarakat, yang berarti masyarakat memberi
kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan
pelayanan yang dibutuhkan. Konsekuensi dari hal
tersebut tentunya setiap keputusan dari tindakan
keperawatan harus mampu dipertanggung jawabkan dan
dipertanggung gugatkan dan setiap penganbilan keputusan
1
tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan
ilmiah semata tetapi juga dengan mempertimbangkan
etika.
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat
digunakan sebagai acuan bagi perlaku seseorang yang
berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang
dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan
tanggungjawanb moral. (Nila Ismani, 2001)
Sehingga dalam bekerja, perawat harus mengetahui
tentang prinsip-prinsip etika keperawatan, ethical
issue dalam praktik keperawatan, dan prinsip-prinsip
legal dalam praktik keperawatan.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah
yang dapat kami angkat yaitu :
1. Apa saja prinsip-prinsip etika keperawatan?
2. Apa saja ethical issue dalam praktik
keperawatan?
3. Apa saja prinsip-prinsip legal dalam praktik
keperawatan?
I.3 Tujuan
2
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip etika
keperawatan
2. Untuk mengetahui apa saja ethical issue dalam
praktik keperawatan
3. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip
legal dalam praktik keperawatan
I.4 Manfaat
Makalah Etika Keperawatan ini diharapakn
mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan
mengenai Etika Keperawatan dalam proses
keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
3
II.1 Prinsip-Prinsip Etika Keperawatan
a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan
bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu
membuat keputusan sendiri. Orang dewasa
dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat
sendiri, memilih dan memiliki berbagai
keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh
orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk
respek terhadap seseorang, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak
secara rasional. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang
menuntut pembedaan diri. Praktek profesional
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai
hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang
perawatan dirinya.
b. Beneficience (Berbuat baik)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu
yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari
kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan
atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh
diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi
4
pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara
prinsip ini dengan otonom.
c. Nonmaleficience (Tidak merugikan)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan
bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
Prinsip untuk tidak melukai orang lain berbeda
dan lebih keras daripada prinsip untuk
melakukan yang terbaik. Resiko fisik,
psikologis, maupun sosial akibat tindakan dan
pengobatan yang akan dilakukan hendaknya
seminimal mungkin.
d. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang
sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam
prkatek profesional ketika perawat bekerja
untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
e. Moral Right
Moral right menyangkut apa yang benar dan salah
pada perbuatan, sikap, dan sifat. Tanda utama
5
adanya masalah moral, adalah bisikan hati
nurani atau timbulnya perasaan bersalah, malu,
tidak tenang, dan tidak damai dihati. Standar
moral dipengaruhi oleh ajaran, agama, tradisi,
norma kelompok, atau masyarakat dimana ia
dibesarkan.
f. Nilai dan Norma Masyarakat
Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan
seseorang tentang penghargaan terhadap suatu
standar atau pegangan yang mengarah pada
sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai dalam
suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai
yang dianggap penting dan sering diartikan
sebagai perilaku personal. Values (nilai-nilai)
yang idealsatau idaman, konsep yang sangat
berharga bagi seseorang yang dapat memberikan
arti dalam hidupnya.avlues merupakan sesuatu
yang berharga bagi seseorang, dan bisa
mempengaruhi persepsi,motivasi,pilihan dan
keputusannya. Salary dan McDonnel
(1989),values yang di sadari menjadi pengendali
internal seseorang adn bertingkah, membuat
pilihan dan keputusan.
6
II.2 Ethical Issue dalam Praktik Keperawatan
1. Euthanasia
Istilah euthanasia berasal dari bahasa
yunani “euthanathos”. Eu artinya baik, tanpa
penderitaan ; sedangkanthanathos artinya mati
atau kematian. Dengan demikian, secara
etimologis, euthanasia dapat diartikan kematian
yang baik atau mati dengan baik tanpa
penderitaan.Ada pula yang menerjemahkan bahwa
euthanasia secara etimologis adalah mati cepat
tanpa penderitaan.
Banyak ragam pengertian euthanasia yang sudah
muncul saat ini. Ada yang menyebutkan bahwa
euthanasia merupakan praktek pencabutan
kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang
dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau
menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya
dilakukuan dengan cara memberikan suntikan yang
mematikan. Saat ini yang dimaksudkan dengan
enthanasia adalah bahwa seorang dokter
mengakhiri kehidupan pasien terminal dengan
memberikan suntikan yang mematikan atas
7
permintaan pasien itu sendiri, atau dengan kata
lain euthanasia merupakan pembunuhan legal.
Belanda, salah satu Negara di Eropa yang maju
dalam pengetahuan hukum kesehatan
mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan
yang dibuat oleh Euthanasia Study Group dari KNMG
(Ikatan Dokter Belanda), yaitu :
Euthanasia adalah dengan sengaja tidak
melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup
seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu
untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup
seorang pasien, dan ini dilakukan untuk
kepentingan pasien itu sendiri.
A. Jenis-jenis Euthnasia
Euthanasia dapat digolongkan menjadi
beberapa jenis, sesuai dengan dari mana sudut
pandangnya atau cara melihatnya.
1. Dilihat dari cara pelaksanaannya,
euthanasia dapat dibedakan atas :
a. Euthanasia pasif
8
Euthanasia pasif adalah perbuatan
menghentikan atau mencabut segala
tindakan atau pengobatan yang sedang
berlangsung untuk mempertahankan hidup
pasien. Dengan kata lain, euthanasia
pasif merupakan tindakan tidak
memberikan pengobatan lagi kepada pasien
terminal untuk mengakhiri hidupnya.
Tindakan pada euthanasia pasif ini
dilakukan secara sengaja dengan tidak
lagi memberikan bantuan medis yang dapat
memperpanjang hidup pasien, seperti
tidak memberikan alat-alat bantu hidup
atau obat-obat penahan rasa sakit, dan
sebagainya.
Penyalahgunaan euthanasia pasif
biasa dilakukan oleh tenaga medis maupun
keluarga pasien sendiri. Keluarga pasien
bisa saja menghendaki kematian anggota
keluarga mereka dengan berbagai alasan,
misalnya untuk mengurangi penderitaan
pasien itu sendiri atau karena sudah
tidak mampu membayar biaya pengobatan.
b. Euthanasia aktif atau euthanasia agresif
9
Euthanasia aktif atau euthanasia
agresif adalah perbuatan yang dilakukan
secara medik melalui intervensi aktif
oleh seorang dokter dengan tujuan untuk
mengakhiri hidup manusia. Dengan kata
lain, Euthanasia agresif atau euthanasia
aktif adalah suatu tindakan secara
sengaja yang dilakukan oleh dokter atau
tenaga kesehatan lain untuk
mempersingkat atau mengakhiri hidup si
pasien. Euthanasia aktif menjabarkan
kasus ketika suatu tindakan dilakukan
dengan tujuan untuk mnimbulkan kematian
dengan secara sengaja melalui obat-
obatan atau dengan cara lain sehingga
pasien tersebut meninggal.
Euthanasia aktif ini dapat pula dibedakan atas :
1) Euthanasia aktif langsung (direct)
Euthanasia aktif langsung adalah
dilakukannnya tindakan medis secara
terarah yang diperhitungkan akan
mengakhiri hidup pasien, atau
memperpendek hidup pasien. Jenis
euthanasia ini juga dikenal
sebagai mercy killing.
10
2) Euthanasia aktif tidak langsung
(indirect)
Euthanasia aktif tidak langsung
adalah saat dokter atau tenaga
kesehatan melakukan tindakan medis
untuk meringankan penderitaan pasien,
namun mengetahui adanya risiko
tersebut dapat memperpendek atau
mengakhiri hidup pasien.
2. Ditinjau dari permintaan atau pemberian izin,
euthanasia dibedakan atas :
a. Euthanasia Sukarela (Voluntir)
Euthanasia yang dilakukan oleh tenaga
medis atas permintaan pasien itu
sendiri. Permintaan pasien ini dilakukan
dengan sadar atau dengan kata lain
permintaa pasien secara sadar dn
berulang-ulang, tanpa tekanan dari
siapapun juga.
b. Euthanasia Tidak Sukarela (Involuntir)
Euthanasia yang dilakukan pada pasien
yang sudah tidak sadar. Permintaan
biasanya dilakukan oleh keluarga
11
pasien.Ini terjadi ketika individu
tidak mampu untuk menyetujui karena
faktor umur, ketidak mampuan fisik dan
mental, kekurangan biaya, kasihan kepada
penderitaan pasien, dan lain sebagainya.
Sebagai contoh dari kasus ini
adalah menghentikan bantuan makanan dan
minuman untuk pasien yang berada di
dalam keadaan vegetatif
(koma). Euthanasia ini seringkali
menjadi bahan perdebatan dan dianggap
sebagai suatu tindakan yang keliru oleh
siapapun juga. Hal ini terjadi apabila
seseorang yang tidak berkompeten atau
tidak berhak untuk mengambil suatu
keputusan, misalnya hanya seorang wali
dari pasien dan mengaku memiliki hak
untuk mengambil keputusan bagi pasien
tersebut.
2. Aborsi
Menjalani kehamilan itu berat, apalagi
kehamilan yang tidak dikehendaki. Terlepas dari
alasan apa yang menyebabkan kehamilan, aborsi
pada umumnya dilakukan karena terjadi
12
kehamilan yang tidak diinginkan. Apakah
dikarenakan kontrasepsi yang gagal, perkosaan,
ekonomi, jenis kelamin atau hamil di luar
nikah.
Untuk kehamilan jiwa diluar nikah atau
karena sudah kebanyakan anak dan kontrasepsi
gagal perlu dipirkirkan kembali krena anak
merupakan anugerah terbesar yang dberikan oleh
Tuhan.
Sebaiknya kita jangan mencari pemecahan
masalah yang pendek / singkat / jalan pintas,
tapi harus jauh menyentuh dasar timbulnya
masalah itu sendiri. Prinsip melegalkan aborsi
sama seperti Prinsip lokalisasi. Banyak celah
yang justru akan dimanfaatkan, karena seks
bebas sudah jadi realita sekarang ini, apalagi
di kota-kota besar.
1) Penyebab Aborsi
Karakteristik ibu hamil dengan aborsi yaitu:
a. Umur Dalam kurun reproduksi sehat dikenal
bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian
maternal pada wanita hamil dan melahirkan
pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5
kali lebih tinggi daripada kematian
13
maternal yang terjadi pada usia 20-29
tahun. Kematian maternal meningkat
kembali sesudah usia 30-35 tahun. Ibu-ibu
yang terlalu muda seringkali secara
emosional dan fisik belum matang, selain
pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang
masih muda masih tergantung pada orang
lain. Keguguran sebagian dilakukan dengan
sengaja untuk menghilangkan kehamilan
remaja yang tidak dikehendaki. Keguguran
sengaja yang dilakukan oleh tenaga
nonprofesional dapat menimbulkan akibat
samping yang serius seperti tingginya
angka kematian dan infeksi alat
reproduksi yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kemandulan. Abortus yang
terjadi pada remaja terjadi karena mereka
belum matur dan mereka belum memiliki
sistem transfer plasenta seefisien wanita
dewasa. Abortus dapat terjadi juga pada
ibu yang tua meskipun mereka telah
berpengalaman, tetapi kondisi badannya
serta kesehatannya sudah mulai menurun
sehingga dapat mempengaruhi janin intra
uterine.
14
b. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat
menimbulkan pertumbuhan janin kurang
baik, persalinan lama dan perdarahan pada
saat persalinan karena keadaan rahim
belum pulih dengan baik. Ibu yang
melahirkan anak dengan jarak yang sangat
berdekatan (di bawah dua tahun) akan
mengalami peningkatan resiko terhadap
terjadinya perdarahan pada trimester III,
termasuk karena alasan plasenta previa,
anemia dan ketuban pecah dini serta dapat
melahirkan bayi dengan berat lahir
rendah.
c. Paritas ibu Anak lebih dari 4 dapat
menimbulkan gangguan pertumbuhan janin
dan perdarahan saat persalinan karena
keadaan rahim biasanya sudah lemah.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
ditinjau dari sudut kematian maternal.
Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari
3) mempunyai angka kematian maternal
lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih
tinggi kematian maternal. Risiko pada
paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan
15
obstetrik lebih baik, sedangkan risiko
pada paritas tinggi dapat dikurangi atau
dicegah dengan keluarga berencana.
Sebagian kehamilan pada paritas tinggi
adalah tidak direncanakan.
d. Riwayat Kehamilan yang lalu Menurut
Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya
abortus lagi pada seorang wanita ialah
73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan
Fraser dan Llewellyn - Jones memberi
prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9%
dan 39% (Wiknjosastro, 2007).
2) Jenis-Jenis Aborsi
a. Aborsi Alamiah atau Spontan
Aborsi alamiah / spontan berlangsung
tanpa tindakan apapun (keguguran). Pada
umumnya aborsi ini dikarenakan kurang
baknya kualitas sel telur maupun sel
sperma.
b. Aborsi Medisinalis
Aborsi medisinalis adalah aborsi yang
terjadi karena brbagai alas an yang
bersifat medis. Aborsi ini dilakukan
16
karena berbagai macam indikasi,
seperti : Abortus yang mengancam
(threatened abortion) disertai
dengan pendarahan yang terus menerus,
atau jika janin telah meninggal (missed
abortion).
c. Aborsi Kriminalis
Pada umumnya aborsi ini terjadi karena
janin yang dikandung tidak dikhendaki
oleh karena berbagai macam alasan.
3. Transplantasi Organ
Transplantasi adalah pemindahan suatu
jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu
tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri
atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan
kondisi tertentu. Transplantasi organ dan
jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik
yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan
ganguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini
adalah terapi pengganti (alternatif) yang
merupakan upaya terbaik untuk menolong
penderita/pasien dengan kegagalan organnya,
karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan
17
dengan pengobatan biasa atau dengan cara
terapi. Hingga dewasa ini transplantasi terus
berkembang dalam dunia kedokteran, namun
tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu
saja, karena masih harus dipertimbangkan dari
segi non medik, yaitu dari segi agama, hukum,
budaya, etika dan moral. Kendala lain yang
dihadapi Indonesia dewasa ini dalam menetapkan
terapi transplatasi, adalah terbatasnya jumlah
donor keluarga (Living Related Donor, LRD) dan
donasi organ jenazah. Karena itu diperlukan
kerjasama yang saling mendukung antara para
pakar terkait (hukum, kedokteran, sosiologi,
pemuka agama, pemuka masyarakat), pemerintah
dan swata.
1) Jenis – jenis Transplantasi Organ
a. Autograf (Autotransplatasi).
Autograf (Autotransplatasi) yaitu
pemindahan suatu jaringan atau organ ke
tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri.
Misalnya operasi bibir sumbing, dimana
jaringan atau organ yang diambil untuk
menutup bagian yang sumbing diambil dari
jaringan tubuh pasien itu sendiri.
18
b. Allograft (Homotransplantasi).
Allograft (Homotransplantasi) yaitu
pemindahan suatu jaringan atau organ
dari tubuh seseorang ke tubuh yang lain
yang sama spesiesnya, yakni manusia
dengan manusia. Homotransplantasi yang
sering terjadi dan tingkat
keberhasilannya tinggi, antara lain :
transplantasi ginjal dan kornea mata.
Disamping itu terdapat juga
transplantasi hati, walaupun tingkat
keberhasilannya belum tinggi. Transfusi
darah sebenarnya merupakan bagian dari
transplntasi ini, karena melalui
transfusi darah, bagian dari tubuh
manusia (darah) dari seseorang (donor)
dipindahkan ke orang lain (recipient).
c. Xenograft (Heterotransplatasi).
Xenograft (Heterotransplatasi) yaitu
pemindahan suatu jaringan atau organ
dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain
yang berbeda spesiesnya. Misalnya antara
species manusia dengan binatang. Yang
sudah terjadi contohnya daah
pencangkokan hati manusia dengan hati
19
dari baboon (sejenis kera), meskipun
tingkat keberhasilannya masih sangat
kecil.
d. Transplantasi Singenik
Transplantasi Singenik yaitu pempindahan
suatu jaringan atau organ dari seseorang
ke tubuh orang lain yang identik.
Misalnya masih memiliki hubungan secara
genetik.
4. Supporting Devices
a. Komponen Yang Mendasari Transplantasi
Ada dua komponen penting yang mendasari
tindakan transplantasi, yaitu:
1) Eksplantasi yaitu usaha mengambil jaringan
atau organ manusia yang hidup atau yang
sudah meninggal.
2) Implantasi yaitu usaha menempatkan
jaringan atau organ tubuh tersebut kepada
bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain
b. Komponen Yang Menunjang Transplantasi
Disamping dua komponen yang mendasari di
atas, ada juga dua komponen penting yang
20
menunjang keberhasilan tindakan
transplantasi, yaitu:
1) Adaptasi Donasi yaitu usaha dan kemampuan
menyesuaikan diri orang hidup yang diambil
jaringan atau organ tubuhnya, secara
biologis dan psikis, untuk hidup dengan
kekurangan jaringan atau oragan.
2) Adaptasi Resepien yaitu usaha dan
kemampuan diri dari penerima jaringan atau
organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat
menerima atau menolak jaringan atau organ
tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti
yang sudah tidak dapat befungsi lagi.
3) Organ atau jaringan tubuh yang akan
dipindahkan dapat diambil dari donor yang
hidup atau dari jenazah orang yang baru
meninggal dimana meninggal sendiri
didefinisikan kematian batang otak.
4) Organ-organ yang diambil dari donor hidup
seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan
darah (transfusi darah). Organ-organ yang
diambil dari jenazah adalah jantung, hati,
ginjal, kornea, pancreas, paru-paru dan
sel otak.
II.3 Prinsip Legal Dalam Praktik Keperawatan : Tort
21
Tort adalah kesalahan yang dibuat kepeda seseorang
atau hak miliknya.
A. Tort intesional
Merupakan tindakan terencana yang melanggar hak
orang lain, seperti kekerasan, ancaman dan
kesalah pahanan.
1. Ancaman adalah intesional yang mengandung
maksud melakukan kontak menyerang dan
membahayakan.
Contoh : perawat mengancam akan tetap
melakukan tindakan x-ray walaupun pasien
tidak menyetujui hal itu.
2. Kekerasan adalah segala sentuhan yang
disengaja dilakukan tanpa ijin. Contoh:
perawat mengancam untuk melakukan injeksi
tanpa persetujuan klien, jika perawat tetap
memberikan injeksi maka itu disebut
kekerasan.
3. Kesalah Pahaman adalah terjadi jika seorang
ditahan tanpa adanya surat resmi. Contoh :
hal ini terjadi ketika perawat menahan klien
dalam area terbatas yang mengganggu kebebasan
klien tersebut.
B. Tort Kuasi-Intensional
22
Merupakan tindakan yang direncanakan, tidak
akan menimbulkan hal yang tidak diinginkan jika
tindakan tersebut dilakukan, seperti
pelanggaran privasi dan pencemaran nama baik.
1. Pelanggaran privasi.
Pelanggaran privasi adalah melindungi hak
klien untuk bebas dari gangguan terhadap
masalah pribadinya.
Ada 4 tipe pelanggaran pribadi :
1) Gangguan terhadap privasi
2) Peniruan nama
3) Penderitaan tentang fakta pribadi/fakta
yang memalukan
4) Piblikasi palsu tentang seseorang
Contoh : pemberian informasi medis klien
kepada pihak tidak berwenang seperti wartawan
atau atasan klien.
2. Pencemaran nama baik
Pencemaran nama baik adalah publikasi
pernyataan palsu yang merusak reputasi
seseorang. Niat buruk berarti pihak yang
mengeluarkan pernyataan tersebut mengetahui
bahwa pernyataan tersebut adalah palsu dan
23
tetap melakukaknnya. Slander terjadi saat
seseorang memberikan pernyataan palsu secara
lisan. Contohnya seorang perawat
memberitahukan kepada orang lain bahwa
seorang klien menderita penyakit menular
seksual dan hal itu mempengaruhi karir bisnis
klien. Libel adalah pencemaran nama baik
secara tertulis. Contohnya penulisan data
palsu.
C. Tort Nonintensional
1. Malpraktik
Malpraktik adalah praktek kedokteran
yang salah atau tidak sesuai dengan standar
profesi atau standar prosedur oprasional.
Untuk malpraktek kedokteran juga dapat
dikenai hukum kriminal. Malpraktek kriminal
terjadi ketika seorang dokter yang menangani
sebuah kasus telah melanggar undang-undang
hukum pidana. Perbuatan ini termasuk
ketidakjujuran, kesalahan dalam rekam medis,
penggunaan ilegal obat-obatan, pelanggaran
dalam sumpah dokter, perawatan yang lalai,
dan tindakan pelecehan seksual pada pasien.
Adapun pengertian dari malprakrek
lainnya adalah kelalaian dari seorang dokter
24
atau perawat untuk menterapkan tingkat
ketrampilan dan pengetahuannya di dalam
memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan
terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan
dalam mengobati dan merawat orang sakit atau
terluka di lingkungan wilayah yang sama.
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa
malpraktik merupakan batasan yang spesifik
dari kelalaian (negligence) yang ditujukan
kepada seseorang yang telah terlatih atau
berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya
sesuai bidang tugas/pekejaannya. Terhadap
malpraktek dalam keperawatan maka malpraktik
adalah suatu batasan yang dugunakan untuk
menggambarkan kelalaian perawat dalam
melakukan kewajibannya.
Tindakan yang termasuk dalam malpraktek :
1. Kesalahan diagnosa
2. Penyuapan
3. Penyalahan alat
4. Pemberian dosis obat yang salah
5. Alat-alat yang tidak memenuhi standar
kesehatan atau tidak steril.
Dampak yang terjadi akibat malpraktek :
25
1.Merugikan pasien terutama pada fisiknya bisa
menimbulkan cacat yang permanen.
2.Bagi petugas kesehatan mengalami gangguan
psikologisnya, karena merasa bersalah.
3.Dari segi hukum dapat dijerat hukum pidana.
4.Dari segi sosial dapat dikucilkan oleh
masyarakat.
5.Dari segi agama mendapat dosa.
6.Dari etika keperawatan melanggar etika
keperawatan bukan tindakan professional.
2. Persetujuan
Formulir persetujuan (consent) yang
telah ditandatangani dibutuhkan untuk semua
pengobatan rutin, prosedur yang berbahaya
seperti operasi, beberapa program pengobatan
seperti kemoterapi dan penelitian yang
melibatkan klien (TJC,2006). Klien
menandatangani formulir persetujuan umum saat
masuk rawat inap di rumah sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan lain. Klien
atau yang mewakilinya harus menandatangani
formulir persetujuan khusus atau pengobatan
26
sebelum pelaksanaan prosedur tertentu secara
terpisah.
Undang-undang Negara bagian menetukan
persyaratan individu yang secara hukum dapat
memberikan persetujuan untuk pengobatan medis
(Medical Patient Rights Act, 1994). Perawat
harus mengenal dan memahami hukum Negara
serta kebijakan dan prosedur persetujuan di
institusi tempat ia bekerja.
Jika klien menderita tuna rungu, buta
huruf, atau berbicara dalam bahasa asing,
maka harus disediakan tenaga penerjemah untuk
menjelaskan istilah yang tertulis dalam
formulir persetujuan. Anggota keluarga atau
kerabat yang dapat berbicara dalam bahasa
klien sebaiknya jangan menjadi penerjemah
informasi kesehatan. Bantulah klien dalam
membuat pilihan.
3. Informed Consent
Informed consent adalah persetujuan
individu terhadap pelaksanaan suatu tindakan,
seperti operasi atau prosedur dianostik
invasive, berdasarkan pemberitahuan lengkap
tentang risiko, manfaat, alternative, dan
akibat penolakan (Black,2004). Informed
27
consent adalah kewajiban hukum bagi
penyelenggara pelayanan kesehatan untuk
memberikan informasi dalam istilah yang
dimengerti oleh klien sehingga klien dapat
membuat pilihan (Dalinis,2005). Penjelasan
juga menggambarkan alternative pengobatan dan
risiko terkait dalam semua pilihan
pengobatan. Kegagalan memperoleh persetujuan
selain pada keadaan darurat dapat
mengakibatkan timbulnya tuntutan kekerasan.
Tanpa persetujuan tertulis, seorang klien
dapat mengajukan tuntutan terhadap penyedia
pelayanan kesehatan atas kelalaian.
Infored consent merupakan bagian dari
hubungan antara penyedia pelayanan kesehatan
dan klien. Persetujuan ini harus diperoleh
pada saat klien tidak berada dalam pengaruh
obat seperti narkotik. Karena perawat tidak
melakukan operasi atau prosedur medis
langsung, maka pengambilan persetujuan bukan
merupakan tugas perawat. Orang yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur
tersebut juga bertanggung jawab atas
pengambilan informed consent.
4. Masalah Aborsi
28
Pada kasus Roev Wade di tahun 1973,
Mahkamah Agung AS memutuskan adanya hak dasar
bagi privasi, termasuk keputusan wanita untuk
melakukan aborsi. Pengadilan menyatakan bahwa
selama trimester pertama seorang wanita dapat
melakukan terminasi kehamilan tanpa
persetujuan Negara bagian karena risiko
mortalitas alami dari aborsi pada masa ini
lebih kecil dibandingkan kelahiran normal.
Selama trimester kedua, pengadilan berhak
melindungi kesehatan sang ibu sehingga Negara
bagian mengatur pelaksanaan aborsi dan
fasilitasnya. Pada trimester ketiga, janin
telah mampu bertahan hidup sehingga bagian
Negara berhak melindungi janin. Oleh karena
itu, pada trimester ketiga terdapat larangan
aborsi, kecuali terdapat kebutuhan untuk
menyelamatkan nyawa sang ibu.
Pada kasus Webster v Reproductive Health
Service di tahun 1989, pengadilan
mempersempit cakupan kasus Roe v Wade.
Beberapa Negara bagian mewajibkan pemeriksaan
viabilitas atau kemungkinan bayi bertahan
hidup sebelum pelaksanaan aborsi jika fetus
telah berusia 28 minggu. Beberapa Negara
bagian juga mewajibkan pengambilan
29
persetujuan orang tua anak dibawah umur, atau
keputusan pengadilan bahwa anak tersebut
telah matang dan dapat memberikan persetujuan
sendiri.
5. Siswa Keperawatan
Siswa keperawata memiliki tanggung jawab
hukum jika tindakannya membahayakan klien.
Jika bahaya timbul sebagai akibat tindakannya
ata ketiadaan tindakannya, maka siswa,
instruktur, fasilitas kesehatan, dan
institusi pendidikan juga bertanggung jawab
terhadap kesalahan tersebut. Siswa
keperawatan tidak diperbolehkan untuk
menerima tugas yang tidak dipersiapkan
sebelumnya. Instruktur harus mengawasi mereka
selama pembelajaran keterampilan baru.
Meskipun siswa keperawatan bukan pekerja
rumah sakit, tetapi institusi tetap
bertanggung jawab untuk mengawasi tindakan
siswa keperawatan. Siswa keperawatan
diharapkan melakukan tindakan secara aman
seperti halnya seorang perawat professional.
Staf fakultas bertanggung jawab untuk
memberikan instruksi dan mengawasi siswa,
tetapi pada beberapa situasi tanggung jawab
30
ini juga diemban perawat staf yang bertugas
sebagai pengajar. Setiap sekolah keperawatan
harus memberikan definisi yang jelas mengenai
tanggung jawab fakultas dan pengajar.
Saat siswa bekerja sebagai asisten
perawat, mereka tidak boleh melaksanakan
tugas yang tidak terdapat dalam deskripsi
tugas bagi asisten perawat. Sebagai contoh,
meskipun telah belajar tentang pemberian obat
instramuskular, tetapi siswa tidak boleh
melakukannya. Jika perawat pengawas
memberikan tugas tanpa memastikan kemampuan
siswa tersebut, maka secara hukum ia juga
akan bertanggung jawab. Jika seseorang
meminta siswa yang bertugas sebagai asisten
perawat untuk melaksanakan prosedur yang
belum dapat mereka lakukan secara aman, maka
ia harus menyampaikan informasi tersebut
kepada pengawas agar mereka memperoleh
bantuan.
6. Asuransi Malpraktik
Malpraktik atau asuransi tanggung jawab
profesi merupakan kontrak antara perawat dan
perusahaan asuransi. Asuransu malpraktik
memberikan perlindungan pada perawat saat
31
terlibat tuntutan atas kelalaian professional
atau malpraktik medis. Sebagai bagian dari
kontrak, perusahaan asuransi membayar biaya
persidangan dan pengacara yang mewakili
perawat. Perawat yang dipekerjakan oleh
institusi kesehatan biasanya ditanggung oleh
pihak asuransi institusi tersebut. Perawat
tidak perlu memperoleh asuransi tambahan,
kecuali ia berencana melakukan praktik di
luar institusi. Namun asuransu intitusi
tersebut hanya menanggung perawat yang
bekerja sesuai cakupan pekerjaannya.
7. Masalah Penelantaran dan Penugasan
Kekurangan staf. Selama terjadinya
pengurangan staf atau tenaga kerja, maka akan
timbul masalah kekurangan staf (TJC,2006).
Community Health Accreditation Program (CHAP)
dan standar federal lainnya mewajibkan
institusi untuk memiliki pedoman penentuan
jumlah (rasio) perawat yang dibutuhkan untuk
melayani sejumlah klien tertentu. Masalah
hukum akan terjadi bila terdapat kekurangan
jumlah perawat untuk memberikan pelayanan
atau perawat harus bekerja lembur.
32
Dalam usaha mengatasi hal ini,
California menyusun undang-undang California
Assembly Bill 394 (AB394) yang mewajibkan
penetapan rasio perbandingan perawat dank
lien dalam semua bidang keperawatan akut.
California merupakan Negara bagian pertama
dan satu-satunya yang mengadopsi peraturan
ini. Standar ini diberlakukan sejak 1 Januari
2004. Sekitar 15 negara bagian lainnya sedang
membahas peraturan sejenis. Rasio staf yang
aman terus menjadi masalah dan perhatian bagi
semua perawat (Benko,2004). Jika perawat
diberikan tugas lebih banyak dari seharusnya,
maka mereka harus memberitahukan hal ini
kepada perawat pengawas (Blair,2003).
33
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan
bahwa sebagai seorang perawat yang professional
dalam bertugas dalam bidang pelayanan masyarakat
harus memahami dan menerapkan etika keperawatan
yang digunakan sebagai acuan bagi perlaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik
dan buruk yang dilakukan seseorang dan merupakan
suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.
Selain berpedoman pada etika keperawatan,
dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat, perawat juga harus mengetahui prinsip-
prinsip etika keperawatan, ethical issue dalam
praktik keperawatan dan prinsip-prinsip legal
dalam praktik keperawatan, sehingga nantinya dalam