Top Banner
TUGAS ETIKA FARMASI Tentang Pelayanan Kefarmasian di Apotek Oleh Anis Najihah (12040006) Dwi Febri Kurniawan (12046904) Ebih Maibana (12040062) Ihwan Lubis (12040029) Nina Winaningsih ( 14046901) Siti Muawanah (12040045) Siti Mutiah (12040046) Syawati (12040050) Sonia Bella Putri (12040049) SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH
35

etika farmasi

Dec 16, 2015

Download

Documents

human_botfly

tugas kuliah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

TUGAS ETIKA FARMASITentang Pelayanan Kefarmasian di Apotek

OlehAnis Najihah (12040006)Dwi Febri Kurniawan (12046904)Ebih Maibana (12040062)Ihwan Lubis (12040029)Nina Winaningsih ( 14046901)Siti Muawanah (12040045)Siti Mutiah (12040046)Syawati (12040050)Sonia Bella Putri (12040049)SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAHTANGERANG2015BAB 1PENDAHULUAN1. Latar BelakangPelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumerotasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional.Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, Ditjen Yanfar dan Alkes, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek. Hal ini sesuai dengan standar kompetensi apoteker di apotek untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat.2. TujuanStandar Pelayanan Kefarmasian di apotek disusun:1. Sebagai pedoman praktik apoteker dalam menjalankan profesi.2. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional3. Melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian3. Pengertian1. Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.2. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.3. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dankosmetika4. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.5. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.6. Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.7. Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.8. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.9. Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah.10. Konseling adalah suatu proseskomunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan.11. Pelayanan residensial (Home Care) adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya.12. Etika merupakan studi tentang nilai dengan pendekatan kebenaran. Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.13. Moral merupakan kualitas perbuatan manusia sesuai atau tidak dengan hati nuraninya. Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Menurut etimologi, moral berasal dari kata mores (Bahasa Latin) yang diartikan sebagai aturan kesusilaan. Kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia.14. Etika Profesi menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai the discpline which can act as the performance index or reference for our control system. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya.15. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.16. Profesional, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi.17. Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja. Kode etik: susunan moral yang normatif yang disebut etika/susila yang dirumuskan.Kode; yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis.Fungsi Kode Etik:1. Memberikan arahan bagi suatu pekerjaan profesi2. Menjamin mutu moralitas profesi di mata masyarakatPenyebab Pelanggaran Kode Etik:1. Apoteker tidak faham/tidak mengetahui kode etik.Misal: melaporkan teman sejawat sehingga mencoreng nama profesi, mengadu domba organisasi.2. Persaingan kerja.Misal: ingin mendapatkan status, sehingga menerima gaji tidak sesuai standar.3. Lemahnya kinerja organisasi profesi dalam pembinaan anggotanya.4. Peraturan perUUan dan sistem regulasi yang kurang kondusif.5. Pekerjaan kefarmasian masih ditempatkan sebagai lahan komersial, bukan sebagai pelayanan profesi.Sanksi Pelanggaran Kode Etik:a. Sanksi moral.b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi.Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti kode ituberasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek sehari-hari control ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam anggota-anggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik profesi dan dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas pertimbangan-pertimbangan lain. Lebih lanjut masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya.Praktik Pelaksanaan Kode Etik :1. Kewajiban Umuma. Sumpah apotekerb. Kode etikc. Menjalankan sesuai standar kompetensi.d. Aktif mengikuti perkembangan dibidang kesehatan dan farmasi.2. Di dalam melaksanakan praktik, apoteker menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan semata bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur kefarmasian.3. Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh baik bagi orang lain.4. Tidak ada praktik kefarmasian dengan prinsip ekonomi (melalui usaha sekecil-kecilnya namun mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya) Tetapi yang terpenting patient safety dengan terapi yang rasionala dengan harga terjangkau.5. Apoteker menjadi sumber informasi.Kesehatan merupakan hak azasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapatkan kesehatan yang baik. Pelayanan kesehatan terdiri dari sub sistem pelayanan medis, sub sistem pelayanan keperawatan dan sub sistem pelayanan kefarmasian serta sub sistem dari profesi kesehatan lainnya.Mutu pelayanan kesehatan akan menjadi lebih baik bila masing-masing profesi kesehatan memberikan pelayanannya kepada pasien berdasarkan pada standar profesi, etika dan norma masing-masing.Profesi farmasi termasuk profesi yang harus ditingkatkan peranannya. Dalam pelayanan kefarmasian profesi farmasi dalam hal ini apoteker, dan asisten apoteker harus memberikan pelayanan bermutu kepada pasien. asisten apoteker yang bekerja pada pelayanan kesehatan merupakan perpanjangan tangan dari sebagian tugas seorang apoteker.Asisten apoteker yang bekerja dibawah pengawasan apoteker merupakan ujung tombak dari pelayanan di apotek, yang akan melayanai pasien dengan baik serta memberikan informasi tentang obat dan perbekalan kesehatan yang ditulis dokter dalam resepnya. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian siperlukan sikap hati-hati dan ketelitian tinggi, karena apabila ada kesalahan akan sangat merugikan pasien bahkan bisa mengancam jiwa pasien.Seorang asisten apoteker yang telah mengucapkan sumpah, memilik ijasah dan mendapat surat ijin kerja yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia harus dapat menjalankan pekerjaannya sesuai tugas dan standar profesinya dan memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di bawah pengawasan apoteker.

BAB IIPELAYANAN1. Pelayanan Resep1. Skrining ResepApoteker melakukan skrining resep meliputi :a. Persyaratan Administratif : Nama, SIP dan alamat dokter Tanggal penulisan resep Tanda tangan/paraf dokter penulis resep Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien Cara pemakaian yang jelas Informasi lainnyab. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberianc. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.2. Penyiapan obat.a. Peracikan.Merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.b. Etiket.Etiket harus jelas dan dapat dibaca.c. Kemasan Obat yang Diserahkan Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.d. Penyerahan Obat.Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.e. Informasi Obat.Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.f. Konseling.Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC,asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.g. Monitoring Penggunaan Obat.Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovasku-lar, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.2. Promosi dan Edukasi.Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/ brosur, poster, penyuluhan, dan lain lainnya.3. Pelayanan Residensial (Home Care).Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

BAB IIIEVALUASI MUTU PELAYANAN

Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:1. Tingkat kepuasan konsumen:dilakukan dengan survei berupa angket atau wawancara langsung.2. Dimensi waktu:lama pelayanan diukur dengan waktu ( yang telah ditetapkan).3. Prosedur Tetap ( Protap ):Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan.Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk: Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat; Adanya pembagian tugas dan wewenang; Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di apotek; Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru; Membantu proses audit.Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut: Tujuan : merupakan tujuan protap. Ruang lingkup : berisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan dengan kompetensi yang diharapkan. Hasil : hal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur. Persyaratan : hal hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan. Proses : berisi langkah-langkah pokok yang perlu dilkuti untuk penerapan standar. Sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian.

CONTOH KASUS UUD ETIKA DAN KESEHATANKasus 1:Pada Apotek A yang berada di jalan Balaraja kabupaten Tangerang. Letaknya sangat strategis berada di tengah kota, buka pelayanan tiap hari jam 16.00 22.00. pasien sangat ramai serta jumlah resep yang banyak dilayani. Setiap hari rata-rata 100 lembar resep. APA juga merupakan PNS dan masuk apotek jam 19.30. Karena banyaknya pasien yang dilayani, penyerahan obat oleh tenaga teknis kefarmasian tidak sempat memberikan informasi yang cukup.Kasus 2:Pada Apotek B yang berada di jalan raya Tigaraksa kabupaten Tangerang. Apotek yang cukup lengkap dan harga terjangkau oleh masyarakat sekitar. Namun, ada keluhan dari beberapa konsumen nya yaitu dengan pelayanan yang di berikan ass.apoteker dan karyawan lainnya dengan cara yang tidak ramah tamah, mereka memasang wajah yang cuek dan jutek. Dikarenakan apoteker nya tidak ada di tempat, maka tidak ada yang memantau kondisi pelayanan apotek. Sehingga konsumen atau pasien yang membeli obat di apotek ini mendapatkan pelayanan yang kurang memuaskan.Kasus 3:Pada Apotek C yang berada di jalan cikupa kabupaten Tangerang. Letaknya strategis dikelilingi oleh banyak masyakat, dan jarak dengan apotek lain nya berjauhan. Dikarenakan hanya apotek ini yang terdekat dan tidak ada saingan, maka apotek merauk keuntungan yg berlipat dari penjualan obat-obatan nya. Hal ini terlihat bahwa apotik hanya mementingkan keuntungan penjualan semata, dan tidak memperdulikan mereka atau konsumen yang kurang mampu dalam kehidupan sehari-harinya dengan harus membeli obt-obat an yang harganya relatif mahal.

Kasus 4:Pada Apotek D yang berada pada jalan Cisoka, apotek ini berdiri sudah cukup lama dan terkenal di daerah nya. Pasien atau konsumen yang memebeli obat silih bergantian, saking sudah banyak pelanggan yang setia dan untuk menjaga agar pelanggan nya tidak pindah ke lain tempat, maka apotek itu melayani konsumen pembeli obat keras dengan bebas tanpa resep dari dokter. Sehingga apotek itu mendapatkan keuntungan yang besar dan tidak takut akan pelanggan nya kabur tanpa memikirkan efek dari melayani pembeli obat keras dengan bebas tanpa resep dari dokter.Berdasarkan permasalahan diatas, kami menemukan beberapa ketidak hubungan antara yang terjadi dengan yang terdapat di peraturan-peraturan yang berlaku mengenai kesehatan dan pelayanan kesehatan. Ditinjau dari sudut etika profesi, sumpah profesi dan peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut :1). Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang KesehatanPasal 5(1) Setiap orang memiliki hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,bermutu, dan terjangkau.Pasal 8Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah dan akan diterimanya dari tenaga kesehatan.Pasal 108(1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan2). Undang-Undang No. 8 Tahun 1998 Tentang Perlindungan Hak dan Kewajiban Konsumen :Pasal 4 Hak Konsumen :(1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;(2) Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi jaminan yang dijanjikan;(3) Hak atas informasi yang benar , jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa;(4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhanya atas barang dan atau jasa yang digunakan;(5) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;(6) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterimanya tidak sesuai dengan perjanjian atau sebagai mana mestinya.Pasal 5 Kewajiban Konsumen :(1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi pemanfaatan barang dan atau jasa demi keamanan dan keselamatan;(2) Beritikad baik melakukan transaksi barang dan atau jasa;(3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;(4) Mengikuti upaya penyelesaian sengketa secara patut.3). Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang PekerjaanKefarmasian:Pasal 1(13)Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.Pasal 20Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis KefarmasianPasal 21(1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.Pasal 51(1) Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker4). KeputusanMenteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004Tentang Standar Pelayanan di Apoteka.Pelayanan resep: apoteker melakukan skrining resep dan penyiapan obat.b.Apoteker memberikan promosi dan edukasic.Apoteker memberikan pelayanan kefarmasian (homecare)5). Kode etik apotekerPasal 3 Setiap apoteker/Farmasis harus sennatiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker/Farmasis Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya .Pasal 5 Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker/Farmasis harus menjauhkan diri dariusaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisiluhur jabatan kefarmasian .6). Lafal sumpah atau Janji Apoteker Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.(7). Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang :Pasal 19 ayat1 Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukantugasnya pada jam buka Apotik, Apoteker Pengelola Apotik harus menunjuk Apoteker pendamping.Pasal 19 ayat 2Apabila Apoteker Pengelola Apotik dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotik menunjuk Apoteker Pengganti.(8). Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasianPasal 1 ayat 13Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.Pasal 20Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan atau TenagaTeknis Kefarmasia.Pasal 21 ayat 2Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.Pasal 51 ayat 1 Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasirumah sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker.Dari kasus di atas Pasien atau konsumen ketika membeli obat di apotek hanya dilakukan oleh asisten apoteker.Hal ini melanggar pasal-pasal di atas. Pelayanan kefarmasian diapotek harus dilakukan oleh Apoteker, jika Apoteker Pengelola Apotek berhalangan hadir seharusnya digantikan oleh Apoteker Pendamping dan jika Apoteker Pendamping berhalangan hadir seharusnya digantikan oleh Apoteker Pengganti bukan digantikan oleh Asisten Apoteker ataupun Tenaga Kefarmasian lainnya. Tenaga Kefarmasian dalam hal ini Asisten Apoteker hanya membantu pelayanan kefarmasian bukan menggantikan tugas Apoteker.Apotek yang tidak memberdayakan apoteker, yaitu apoteker tidak hadir diapotek atau apoteker tidak melakukan pekerjaan kefarmasiannya di apotek. Apoteker tidak melakukan pekerjaan kefarmasiannya seperti pada Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 Pasal 108yang berbunyi Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harusdilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apoteker yang ada tidak melakukan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, penyimpanan, dan pelayanan kepada pasien atas resep dokter serta informasi yangdibutuhkan oleh pasien.Praktek-praktek yang tidak dilakukan oleh apoteker tersebut, termasuk pelanggaran terhadap praktik standar di apotek. Dengan tidak dilakukannya standar pelayanan kesehatan, praktek yang terjadi tidak sesuai dengan Peraturan PemerintahNo. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan KefarmasianPasal 21 dimana Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian. Padahal standar pelayanankesehatan di apotek telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan di Apotek :1) Sumber DayaApotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional yang senantiasa mampu melaksanakan dan memberikan pelayanan yang baik.2) Sarana dan PrasaranaMasyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk menerima konseling dan informasi.3) Pelayanan resep: Apoteker melakukan skrining resep hingga penyiapan obatPelayanan resep yang dilakukan oleh apoteker yang di apotek yang dimulai dari skrining resep meliputi: persyaratan administratif (Nama, SIP dan alamat dokter,tanggal penulisan resep, tanda tangan dokter penulis resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, dan jumlah obat, cara pemakaian yang jelas), kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi,stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian) dan pertimbangan klinis (efek samping, interaksi, kesesuaian). Selain itu, apoteker juga memiliki tugas untuk melakukan penyiapan obat meliputi tahap: peracikan dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat, etiket yang jelas, kemasan obat yang diserahkan dengan rapi dan terjaga kualitas.4) Pelayanan Resep : Apoteker melakukan penyerahan obat.Sebelum obat diserahkan, obat harus dicek kembali antara obat dan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker sambil dilakukan pemberian informasi obatsekurang-kurangnya: cara pemakaian, cara penyimpanan, jangka waktu pengobatan,aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari; dan dilakukan konselinguntuk memperbaiki kualitas hidup pasien.5) Promosi dan EdukasiDalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus berpartisipasi aktif dalam promosi dan edukasi kesehatan.Keamanan yang tidak terjamin atas pelayanan nya kepada pasien, menjadisalah satu point yang kurang dalam proses Pharmaceutical care yang menjadi tanggung jawabnya. Apabila dikaitkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan di Apotek Pasal 1 yang berbunyi Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawablangsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, dan yang dilakukan real maka untuk meningkatkan kualitas hidup pasien melalui pelayanan di apotek tidak tercapai. SANKSIKetika seorang apoteker dalam menjalankan tugasnya dan tidak mematuhi kode etik apoteker, maka sesuai dengan Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal15 yang berbunyi: Jika seorang apoteker baik dengan sengaja maupun tidak disengajamelanggar atau tidak memenuhi kode etik apoteker Indonesia, maka dia wajib mangakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi yang menanganinya (IAI), dan mempertanggung jawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sehingga seorang apoteker bisa mendapatkan sanksi sebagai berikut:1. Teguran dari IAI terhadap apoteker maupun apotek yang bersangkutan.2. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan :a. Pasal 198 : Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenanganuntuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus jutarupiah).b. Pasal 2011). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidanadenda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksuddalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197, Pasal 198,Pasal 199, dan Pasal 2002). Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapatdijatuhi pidana tambahan berupa:a.pencabutan izin usaha; dan/ataub.pencabutan status badan hukum. SOLUSIApoteker yang telah bekerja dan menjadi Apoteker Penanggung Jawab di sebuah apotek, harus mengontrol dan bertanggung jawab seluruhnya terhadap seluruh kegiatankefarmasian yang ada di Apotek.Untuk membantu kerja tersebut, sebaiknya dibuat prosedur tetap yang dibuat olehapoteker dan digunakan secara bersama-sama oleh seluruh tenaga kesehatan yang ada di apotek, meliputi:1. Pemastian bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat.2. Adanya pembagian tugas dan wewenang antara apoteker dengan asisten apoteker.3. Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja diapotek.4. Dapat digunakan alat untuk melatih staf baru.5. Membantu proses audit.

BAB IVKESIMPULAN :Berdasarkan keterangan diatas, praktek kefarmasian di apotek melanggar beberapa ketentuan, yaitu : Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal5, pasal 8 dan pasal 108 Tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 8 Tahun 1998 pasal 4 Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 pasal 1ayat 13, pasal 20, pasal 21 ayat 1 dan 2 dan pasal 19 ayat 1 Tentang PekerjaanKefarmasian, Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/PER/SK/X/2002, Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan diApotek, Kode etik apoteker pasal 3 dan 5, Lafal sumpah atau Janji Apoteker.

DAFTAR PUSTAKAAnonim, 1992,Undang-undang Rl No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Depkes Rl, JakartaAnonim, 1993, Standards for Quality of Pharmacy Services, Internat. Pharm. Fed., TokyoAnonim, 1996, Good Pharmacy Practice in Community and Hospital Pharmacy Settings, WHO, GenevaAnonim, 1996, Training for Trainers on Communication Skills for Pharmacistsand Pharmacy Staff, Ministry of Health SingaporeAnonim, 1997, The Role of the Pharmacist in Self care and Self medication Report of the 3rd WHO Consultative Group on the Role of Pharmacist, WHO, VancouverAnonim, 1998, The Role of the Pharmacist in Self care and Self medication Report of the 4 th WHO Consultative Group on the Role of Pharmacist, Dept. of Ess. Drug and other Med., WHO, GenevaAnonim, 1998, The Role of the Pharmacist in Self care and Self medication Report of the 4 th WHO Consultative Group on the Role of Pharmacist, Dept. of Ess. Drug and other Med., WHO, VancouverAnonim, 2002, Standar Kompetensi Apoteker Komunitas, edisi II, BPP ISFI, JakartaAnonim, YEAR, Pharmacist Patient Consultation Progam, PPCP Unit 1, An Interactive to verify Patient Understanding, National Healthcare OperationAnonim, 1990, The Role of Pharmacist in the Health Care System, WHO, Genev