1.PENDAHULUAN Adanya perubahan pandangan masyarakat terhadap kesehatan, dari paradigma sakit ke paradigma sehat, membuat sebagian masyarakat mengatakan kesehatan adalah harta yang paling berharga. Mereka mengartikan, bahwa kesehatan itu adalah sebuah investasi. Mereka berani membayar mahal demi kepuasan yang didapatkan dalam pelayanan khususnya pelayanan kesehatan. Pelayanan meliputi apa yang dilakukan oleh profesi pelayanan kesehatan, cara melakukan, perlengkapanan yang dipakai, dan tidak kalah pentingnya adalah hasil yang dicapai dari pelayanan tersebut. Profesi kedokteran dituntut untuk berbuat yang terbaik dalam memberikan pelayanan kesehatan. Rasa kurang puas terhadap profesi kedokteran memunculkan banyaknya kritik sosial di media massa. Yang lebih penting, autokritik dari kalangan profesi kedokteran sendiri tentang kemunduran dari pelayanan tersebut. Kemunduran yang dimaksudkan adalah kemunduran dibidang pengamalan etika kedokteran. Peningkatan teknologi dan ilmu pengetahuan dibidang kedokteran, tidak diikuti dengan peningkatan etika profesinya. Perkembangan etika dikalangan kedokteran perjalanannya tertatih-tatih malahan makin menurun. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi kedokteran dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Pelayanan kedokteran yang berdasarkan etika diperlukan untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1. PENDAHULUAN
Adanya perubahan pandangan masyarakat terhadap kesehatan, dari paradigma sakit
ke paradigma sehat, membuat sebagian masyarakat mengatakan kesehatan adalah harta
yang paling berharga. Mereka mengartikan, bahwa kesehatan itu adalah sebuah
investasi. Mereka berani membayar mahal demi kepuasan yang didapatkan dalam
pelayanan khususnya pelayanan kesehatan. Pelayanan meliputi apa yang dilakukan oleh
profesi pelayanan kesehatan, cara melakukan, perlengkapanan yang dipakai, dan tidak
kalah pentingnya adalah hasil yang dicapai dari pelayanan tersebut. Profesi kedokteran
dituntut untuk berbuat yang terbaik dalam memberikan pelayanan kesehatan. Rasa
kurang puas terhadap profesi kedokteran memunculkan banyaknya kritik sosial di media
massa. Yang lebih penting, autokritik dari kalangan profesi kedokteran sendiri tentang
kemunduran dari pelayanan tersebut. Kemunduran yang dimaksudkan adalah
kemunduran dibidang pengamalan etika kedokteran.
Peningkatan teknologi dan ilmu pengetahuan dibidang kedokteran, tidak diikuti
dengan peningkatan etika profesinya. Perkembangan etika dikalangan kedokteran
perjalanannya tertatih-tatih malahan makin menurun. Hal ini merupakan tantangan bagi
profesi kedokteran dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Pelayanan
kedokteran yang berdasarkan etika diperlukan untuk mendapatkan pelayanan yang
bermutu. Oleh karena itu pemahaman tentang etika sangat penting dilakukan. Penerapan
etika menekankan arti pentingnya nilai-nilai yang terkandung pada pasien sebagai
seorang manusia seutuhnya. Nilai-nilai ini selalu menjadi pertimbangan dan dihormati
oleh siapapun apalagi oleh seorang dokter, sebagai salah satu wujud memberikan
pelayanan yang baik. Dengan demikian didalam memberikan pelayanan kesehatan
setiap dokter akan berperilaku etis profesional dalam penampilan dan tindakannya.
Perilaku etis dan profesional merupakan tingkah laku seorang yang mempunyai
profesi. Tingkah laku ini dilaksanakan saat mereka berada diluar maupun dalam
melaksanakan tugasnya. Perilaku sangat dipengaruhi oleh faktor diri sendiri, faktor
lingkungan serta budaya dimana kita berada. Penerapanan perilaku yang terlalu kaku
dapat menimbulkan suatu penampilan yang eksklusif, sehingga dapat membuat pasien
kurang terbuka untuk berkomunikasi. Perilaku yang dinamis dan masih dalam batas
kewajaran perlu diterapkan dalam menangani pasien. Menghormati budaya yang
1
berlaku, dapat menghilangkan sekat dalam berkomunikasi sehingga komunikasi menjadi
lebih terbuka. Pelayanan kesehatan akan memuaskan, apabila dokter sebagai pemberi
pertolongan mempunyai kemampuan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, serta
adanya sifat yang kooperatif dari pasien.
Etiket komunikasi perlu dijaga, sehingga tidak timbul ketidakpuasan. Karena awal
timbulnya permasalahan dalam hubungan dokter dengan pasien dan atau keluarganya,
bermula dari ketidakpuasan pasien atau keluarganya. Apabila ketidakpuasan itu
berlanjut, permasalahan dalam bidang etika dan hukum antara dokter dengan pasien,
antara dokter dengan keluarga dokter akan muncul. Permasalahan hukum yang bisa
mengganggu hubungan dokter dengan pasien dan atau keluarganya dapat menyangkut
permasalahan hukum pidana, perdata atau administrasi. Mengetahui dan melaksanakan
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap pasien, merupakan suatu cara untuk
mengurangi permasalahan yang muncul. Dokter harus memahami apa yang menjadi
kewajiban dan haknya. Karena biasanya pasien dan atau keluarganya tidak semua
mengerti tentang hak dan kewajibannya, maka merupakan tugas dari seorang dokter
untuk menjelaskannya. Seorang dokter yang telah mengetahui tentang hal itu janganlah
melanggar hak-hak pasien.
Setiap dokter menjungjung tinggi profesinya. Mereka bertindak secara profesional
berdasarkan standar profesi medis yang dimiliki profesi dokter. Disamping standar
profesi medisnya, masing-masing pribadi dokter juga akan membawa kebiasaan-
kebiasaan atau budayanya. Tempat dokter melakukan praktek, dengan siapa dokter
berpraktek, alat apa yang dipakai penting juga diperhatikan. Karena pasien juga dapat
menilai dokternya dari kebersihan tempat praktek dan atau alat alat yang dipakai dokter.
Pengamalan Sumpah Dokter, Kode Etik Kedokteran, dan standar profesi dapat
meminimalisasi bahkan meniadakan permasalahan baik antara dokter dengan pasien,
maupun dengan keluarganya. Keharusan mengamalkan hal tersebut juga dapat
mempercepat tercapainya keinginan pasien untuk sembuh atau meringankan keluhan
pasien.
2
2. BUDAYA, ETIKA DAN ETIKET
A. Pengertian budaya
Indonesia merupakan suatu negara yang kaya akan warisan nenek moyangnya.
Terdiri dari berbagai macam pulau, suku, bahasa, adat istiadat, dan lainnya. Semuanya
itu merupakan warisan yang diturunkan dari pendahulunya. Kebudayaan itu dihormati
dan dipertahankan oleh masyarakat dimana budaya itu berada. Berbicara kebudayaan
Indonesia kita harus ingat bahwa ada juga yang disebut kebudayaan negara lain. Begitu
juga kalau kita tahu kebudayaan timur jangan lupa atau melupakan bahwa ada
kebudayaan barat. Ciri-ciri dari suatu daerah dapat dilihat dari budaya yang mereka
jalankan. Kebudayaan itu tidak sama, karena kebudayaan itu timbul dan tumbuhnya dari
masyarakatnya sendiri. Sedangkan masyarakat terdiri dari kumpulan orang-orang yang
mempunyai tujuan sama. Jadi dapatlah dikatakan kebudayaan masyarakat itu
dipengaruhi oleh budaya orang perseorangan dan budaya perseorangan dapat
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dimana mereka berada.
Harton dan Hunt, seperti yang dikutip oleh Sudarma, (2009) mengatakan kebudayaan
adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para
anggota masyarakat. Para Antropolog mengatakan kebudayaan itu merupakan seluruh
sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar. Misalnya, setiap orang ingin
sehat (gagasan), merasa senang bila sehat, dan merasa menderita bila sakit (rasa), jika
sakit akan mencari obat ke apotek atau ke Rumah Sakit (tindakan), dalam mengobati
pasien dokter menggunakan jarum suntik dan obat (karya). Dilihat dari penjelasan diatas
kebudayaan itu dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu kebudayaan yang berupa
materi ( berwujud) dan non materi (tidak berwujud). Yang berupa materi contohnya
kursi, meja, rumah, dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk kebudayaan non materi
meliputi nilai, norma, serta pengetahuan, bahasa. Koentjaraningrat (2001) memperjelas
wujud dari kebudayaan itu ada empat, yaitu : Pertama, berupa artefak atau benda-benda
fisik. Kedua, berupa sistem tingkah laku atau tindakan yang berpola. Ketiga, sistem
gagasan. Keempat, berupa sistem gagasan yang sudah menjadi ideologis (keyakinan).
Kebudayaan selalu ditandai dengan relativisme. Disitu berlaku pepatah “lain ladang,
lain belalang, lain lubuk, lain ikannya”. Setiap orang atau masyarakat mempunyai
3
budayanya sendiri. Bahkan suatu kebudayaan mendapatkan identitasnya sendiri justru
karena adanya perbedaan dari kebudayaan-kebudayaan lain (Bertens, 2001). Perbedaan
dapat memperkaya kebudayaan-kebudayaan yang ada. Perbedaan yang timbul
merupakan suatu akibat dari adanya perbedaan tempat, waktu dan situasi dimana
kebudayaan itu berada. Pada tempat yang sama budaya masyarakat boleh sama tapi
budaya orang-perseorangan dalam masyarakat itu ada bedanya. Begitu juga tentang
waktu dan situasi. Sebagai contoh pada budaya Bali ada dikenal “Desa, Kala, Patra”.
Desa artinya tempat, Kala artinya waktu, Patra artinya situasi. Budaya dari satu desa
dengan desa lainnya tidak selalu sama, biarpun desa itu bersebelahan. Dalam memilih
waktu untuk kegiatan tertentu selain berpatokan pada hari dan bulan masehi, juga
memakai perhitungan bulan penuh dan bulan mati. Kalau semua patokan itu terpenuhi
alangkah baiknya, tapi cukup sulit untuk mendapatkannya. Sehingga kalau terpenuhi
sebagian saja dari patokan itu, kegiatan akan dilaksanakan. Disinilah diperhitungkan
situasi dan kondisi dalam melakukan kegiatan tersebut.
Kebudayaan menyangkut cara kita mengatur hidup kita sendiri sebagai manusia atau
lebih tepat, sebagai anggota suatu kelompok manusia. Dan cara itu tentu bisa berbeda-
beda. Jadinya kebudayaan itu adalah relatif yang selalu merupakan salah satu diantara
sekian yang ada (Bertens, 2001).
B. Pengertian Etika/Moral
Prinsip-prinsip etika berlaku secara universal, dimana-mana sama. Sulit menerima
bahwa etika itu tergantung dengan tempat, waktu, atau situasi tertentu seperti pada
budaya. Pada etika dikenal apa yang baik dan buruk serta hak dan kewajiban moral.
Tidak ada etika disatu masyarakat baik dan etika dimasyarakat lainnya buruk. Alasannya
etika merupakan sebagai dasar terakhir dari kemanusiaan. Setiap manusia mempunyai
nilai kemanusiaan. Nilai kemanusiaan itu selalu sama dimanapun mereka berada, apapun
kedudukannya. Biarpun seseorang mempunyai kedudukan sangat tinggi dimasyarakat
atau sebaliknya, nilai kemanusiaannya akan sama dan setiap orang mempunyai
martabat yang sama sebagai manusia.
Kata etika atau etik berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti ”yang baik, yang
layak” (Hanafiah dan Amri, 1999). Ini merupakan nilai-nilai yang terkandung didalam
“adat atau kebiasaan”. Sedangkan dalam buku Etika Kedokteran Indonesia yang ditulis
oleh Ratna Suprapti Samil (2001) mengatakan, kata etik atau etika berasal dari dua kata
4
bahasa Latin, yaitu kata mores dan ethos. Umumnya sebagai rangkaian :mores of
community (kesopanan masyarakat) dan ethos of the people (akhlak/moral manusia).
Kata “etik” atau “etika” yang kita gunakan sekarang sebenarnya berasal dari dua
kata Yunani yang hampir sama bunyinya namun berbeda dalam artinya. Yang pertama
berasal dari kata “ethos” yang berarti kebiasaan atau adat, sedangkan yang kedua berasal
dari kata “ethos” atau “ethikos” yang berarti perasaan batin atau kecenderungan bathin
yang mendorong manusia dalam perilakunya (Komalawati, 1988). Jadinya dalam
berperilaku manusia menjalankan perasaannya. Perilaku yang dilakukan secara
berkesinambungan serta diikuti oleh yang lainnya akan menjadi adat kebiasaan bagi
masyarakat yang melakukannya.
Istilah moral biasanya digunakan untuk menentukan batas-batas dalam suatu
tindakan, dan tindakan tersebut dinyatakan apakah benar atau salah, baik atau buruk,
apakah layak dilakukan atau tidak. Moral juga diterjemahkan sebagai tingkah laku yang
telah ditentukan oleh etika (Suseno dan Masruroh, 2010). Dalam hal ini etika berkaitan
dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik. Kebiasaan hidup ini
menyangkut diri pribadi atau manusia sebagai kelompok masyarakat.
Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia etika berarti :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak). Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Papua, etika orang
Timor, etika orang Bali, etika orang Betawi, etika agama Islam, Kristen, Hindu,
Budha, etika bahasa Jawa, bahasa Sasak, bahasa Timor dan etika lainnya, maka yang
dimaksud dengan etika disini bukan etika sebagai ilmu pengetahuan, tetapi etika
sebagai suatu sistem nilai. Sistem nilai ini bisa berfungsi dalam hidup manusia baik
secara perorangan maupun pada taraf sosial kemasyarakatan.
2. Kumpulan asas atau nilai moral (akhlak). Yang dimaksud dengan kumpulan asas atau
nilai moral disini adalah kumpulan dari sikap etis tertentu. Jadinya kumpulan asas
atau nilai moral ini sama dengan kode etik. Misalnya Kode Etik Kedokteran adalah
kumpulan asas atau nilai moral dalam menjalankan profesi sebagai seorang dokter,
Kode Etik Keperawatan, Kode Etik Kebidanan, Kode Etik Notaris, Kode Etik
Advokat, dan lainnya. Semua profesi tersebut mempunyai pedoman etis untuk
menjalankan profesinya.
3. Ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu bila kemungkinan-
kemungkinan etik (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk),
5
yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari,
menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis.
Berdasarkan penjelasan diatas, etika dapat diartikan sebagai suatu tuntunan moral
untuk menjalankan suatu profesi. Pada tuntunan moral ini pengemban profesi wajib
memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi dan perkembangan dari praktek-praktek
yang dilakukan, sebagai tanggungjawab moral yang melekat pada profesi tersebut. Untuk
menjaga agar pengemban profesi menjalankan profesinya sesuai dengan etika
profesinya, perlu dibuat suatu pedoman profesi.
Disamping perlu pedoman-pedoman untuk menjalankaan profesinya, dalam
kesehariannya manusia bertindak dipengaruhi juga oleh norma-norma yang ada, seperti
norma (kaedah) Ketuhanan (Agama), kesusilaan, kesopanan, dan norma hukum.
Norma (Kaedah) Ketuhanan
Merupakan tata cara didalam mengatur kehidupan pribadi didalam mempercayai
atau meyakini kekuasaan gaib, Tuhan Yang Maha Esa. Semua manusia yang
mempercayai Tuhan sebagai segala-galanya, meyakini dan mengabdi kepada
kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Tata cara hidup ini diterima sebagai perintah-
perintah, larangan-larangan, atau anjuran yang berasal dari Tuhan. Pelanggaran
terhadap norma ini berarti menentang perintah Tuhan. Contoh norma agama adalah:
Sembahyanglah sesuai dengan ajaran agamamu, hormatilah sesama manusia,
janganlah engkau membunuh sesamamu.
Norma (Kaedah) Kesusilaan
Norma ini terdapat dalam sanubari manusia itu sendiri, karena manusia merupakan
makhluk sosial dam bermoral. Nilai-nilai kemanusian yang terdapat didalamnya
tidak membedakan suku, agama, rasa, kepercayaan, bangsa, bahasa, dan sebagainya.
Mereka menentukan sesuatu perbuatan tersebut mana yang baik dan mana pula yang
tidak baik, berdasarkan bisikan dari suara hatinya. Contohnya : Berbuatlah yang
jujur, janganlah berbuat tak senonoh, janganlah menyakiti.
Norma (Kaedah) Kesopanan
Pada norma ini sudah ada berhubungan dengan orang/mayarakat. Dasar dari norma
ini adalah kepantasan, kebiasaan, maupun kepatutan yang telah berlaku di
6
masyarakat. Jadinya norma kesopanan adalah tatacara atau ketentuan-ketentuan
hidup yang timbul/berlaku dari pergaulan dalam masyarakat. Contohnya: Minta ijin
memasuki ruangan, yang muda menghormati yang tua, murid menghormati guru.
Norma Hukum
Ketiga norma diatas tidak mampu mengatur semua kepentingan-kepentingan
dimasyarakat dan tidak mempunyai kemampuan untuk memaksa bagi yang
melanggarnya. Masih ada orang-orang yang tidak memperhatikan cemohan dan
celaan dari masyarakat atau mengacuhkan saja dari ketiga norma tersebut. Oleh
karena norma tersebut hanya mempunyai sangsi moral saja. Untuk itu diperlukan
suatu norma lagi yang dapat melengkapi ketiga norma diatas dan mempunyai
kemampuan untuk menghukum. Norma hukum ini mempunyai sifat:
1. Mempunyai sangsi yang diberikan oleh penguasa
2. Sangsi berlaku untuk siapa saja
3. Sangsi dapat berupa hukuman badan, ganti rugi atau membayar sejumlah denda.
Contoh norma hukum:
Pasal 75 UU No. 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek kedokteran
tanpa memiliki Surat Tanda Registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 76 UU No. 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek kedokteran
tanpa memiliki Surat Izin Praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Moral tidak seketika menjadi baik. Moral manusia juga mengalami perkembangan.
Perkembangan moral sudah dimulai dari anak-anak. Piaget seperti yang dikutip oleh
Taher (2003), mengatakan perkembangan moral dan nilai dalam diri anak dibagi menjadi
empat tingkat, yaitu:
7
1. Amoral phase (umur 0-2 tahun).
Pada periode ini anak cenderung melakukan segala sesuatu masih dalam
kecenderungan yang berpusat pada dirinya (self-centered).
2. Ego centric phase (umur 2-7 tahun).
Saat ini anak akan tidak peduli atau acuh dengan peraturan. Merupakan masa yang
dianggap paling menyenangkan (fun). Orientasi moral terarah ke kesenangan saja.
Baik buruk ditentukan oleh kesenangan atau ketidaksenangan yang ditimbulkannya.
3. Heteronomous phase (umur 7-12 tahun).
Anak akan memandang suatu peraturan itu dengan serius. Pandangan terhadap
tingkah laku berpusat pada masalah benar atau salah berdasarkan peraturan yang ada.
Salah bila tidak sesuai dengan peraturan begitu juga sebaliknya. Mereka mulai
mengerti bahwa kesalahan ringan hukumannya ringan dan kesalahan berat
hukumannya berat. Pada masa ini juga berkembang kecenderungan moral untuk
bekerja sama.
4. Automous phase ( umur diatas 12 tahun).
Perkembangan moral anak sudah mulai memahami sesuatu sebagai baik atau buruk
berdasarkan kesesuaiannya dengan suara hatinya. Kreteria yang dipakai adalah
kesesuaian dengan suara hati bukan dengan sesuatu yang dari luar.
C. Pengertian Etiket
Kata etika sering dicampuradukkan dengan etiket. Padahal kedua kata tersebut tidak
boleh disamakan (disetarafkan). Pada etika yang dimaksudkan adalah nilai-nilai yang ada
dan juga norma-norma. Sehingga pada etika tidak dapat diterima suatu relatifitas. Pada
etiket kita akan mengerti sopan santun dalam pergaulan. Relatifitas berlaku pada etiket.
Sebagai contoh, budaya sopan santun dalam pergaulan disuatu daerah yang dianggap
sopan, dianggap tidak sopan didaerah lain. Begitu juga kesopanan berbahasa disuatu
tempat tidak sama dengan tempat lain. Dapat dikatakan etiket itu merupakan tatacara
atau sopan santun dalam melakukan pergaulan yang perlu selalu diperhatikan agar
hubungan menjadi baik.
Bertens, (2005); Putri dan Fanani, (2010), menyatakan adanya perbedaan antara etika
dan etiket yaitu:
1. Etiket menyangkut cara (tata cara) suatu perbuatan yang harus dilakukan manusia.
Misal : ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus
8
menyerahkannya dengan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan
kiri maka saya dianggap melanggar etiket. Sementara etika menyangkut cara
dilakukannya suatu perbuatan, sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri.
Misal : dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa ijin, sama artinya dengan
mencuri. “Jangan mencuri“ merupakan suatu norma etika. Tidak dipersoalkan apakah
mencuri dengan tangan kanan ataupun kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain
disekitar kita). Bila tidak ada orang lain disekitar kita maka etiket tidak berlaku.
Misal: seseorang sedang makan bersama seorang teman sambil duduk diatas meja
makan, maka dia dianggap melanggar etiket. Namun, jika dia makan sambil duduk
diatas meja sendirian tidak melanggar etiket. Sementara etika selalu berlaku, baik
kita sedang sendirian maupun bersama orang lain. Misal: meminjan barang harus
mengembalikan. Barang itu harus dikembalikan biarpun sipeminjam berada
sendirian, bersama orang lain, ataupun sipemilik barang sudah lupa.
3. Etiket mempunyai relatifitas. Yang dianggap sopan dalam satu budaya, bisa saja
dianggap tidak sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan sambil berbicara atau
bersendawa pada satu keluarga ada yang mengatakan kurang sopan, tapi keluarga
lain mengatakan tidak masalah. Sementara etika bersifat absolute. Jangan mencuri,
jangan membunuh, jangan berzina. Prinsip dalam etika tidak bisa ditawar-tawar.
4. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah (luarnya) saja. Orang yang berpegang
pada etiket, bisa juga bersifat munafik. Misal: bisa saja seseorang kelihatan baik,
ramah, berbicaranya santun, tetapi sebenarnya didalam hatinya penuh kebusukan.
Sementara etika memandang manusia dari batiniah (dalam). Orang yang beretika/etis
tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang
sungguh-sungguh baik.
3. PROFESI DAN PROFESSIONAL
A. Pengertian Profesi dan Professional
Tatanan masyarakat merupakan berfungsinya profesi-profesi yang ada dengan baik.
Profesi–profesi itu saling berhubungan menurut fungsinya masing-masing. Profesi
memiliki beberapa arti (Rosjidi, 1993):
9
1. Profesi diartikan sebagai pekerjaan (tetap) untuk memperoleh nafkah baik legal
maupun tidak.
2. Profesi diartikan sebagai setiap pekerjaan untuk memperoleh uang.
3. Dalam artian teknis profesi diartikan sebagai setiap kegiatan tertentu untuk
memperoleh nafkah yang dilaksanakan secara berkeahlian, berkaitan dengan cara
berkarya dan hasil karya dengan mendapatkan imbalan.
Dalam melaksanakan profesinya, pengemban profesi mendasari dirinya dengan
aturan-aturan yang berlaku secara umum dan aturan profesinya. Sedangkan pekerjaan
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh nafkah ataupun uang tetapi
tidak didasari oleh aturan–aturan profesi. Keahlian yang dimiliki oleh profesi tersebut
didapat bisa lewat proses belajar dilembaga pendidikan tertentu, latihan-latihan intensif,
pengalaman-pengalaman atau didapat dari gabungan ketiganya. Adapun kreteria yang
harus dipenuhi untuk mengatakan pekerjaan itu sebagai suatu profesi antara lain (Rosjidi,
1993):
1. Adanya pendidikan yang formal disertai cara pengujian dan memiliki kompetensi
dari orang-orang hasil didikannya.
2. Adanya budaya dalam menggunakan keahlian serta ketrampilan.
3. Kompetensi yang dimiliki digunakan secara bertanggung jawab.
Agar profesi dapat terlaksana dengan baik diperlukan sejumlah sarana-sarana seperti:
organisasi profesi, etika, dan kode etik profesi dengan prosedur penegakannya serta cara
merekrut anggotanya.
B. Ciri-ciri Profesi
Merujuk pendapat Freidson, (1994); Miller dan Beck, (1993) seperti yang dikutip
oleh Sulisno, (1993) profesi mempunyai 13 karakteristik, yaitu:
1. Mempunyai otoritas mengontrol pekerjaannya sendiri
2. Mempunyai ilmu pengetahuan yang berbeda dan eksklusif dari profesi lain
3. Mempunyai kompetensi khusus
10
4. Terdapat periode yang tak terbatas dalam pendidikan dan pelatihan
5. Dapat melaksanakan kontrol kinerja
6. Memberi pelayanan kepada publik
7. Memiliki self regulation
8. Terdapat sistem kredensial untuk mengeluarkan sertifikat kompetensi kepada setiap
anggota profesi
9. Terdapat standar professional sebagai legal reinforsment
10. Terdapat kode etik
11. Terdapat collegialitas
12. Terdapat intrinsic reward
13. Dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
Pengemban profesi itu dituntut bekerja secara profesional, yaitu bekerja berdasarkan
standar profesi dalam menjalankan profesinya. Mereka mengetahui apa yang seharusnya
dilakukan, sehingga mencapai hasil yang baik. Pekerjaannya dilakukan tidak berorientasi
kepentingan untuk mencari keuntungan pribadi. Prinsip rasionalitas/keobyektifan
dijadikan standar normatif. Pengemban profesi memiliki kompetensi yang superior di
masyarakat serta semua pertimbangan profesionalnya didasarkan pada permasalahan
yang dihadapi (universalisme) dengan menjungjung tinggi obyektivitas.
Seseorang dikatakan profesional apabila mereka mengetahui dan tahu akan keahlian
atau ketrampilan/kompetensi yang dimilikinya, mereka menggunakan waktu yang ada
seefektif mungkin untuk menjalankan keahlian atau keterampilannya, bekerja
berdasarkan standar-standar profesi dan mentaati apa yang tertera dalam kode etik
profesinya serta mereka itu mendapatkan penghidupan dari hasil pekerjaannya itu.
c. Dokter Sebagai Profesi
Di masyarakat sering kita mendengar, kalau anak-anak ditanya tentang cita-citanya
lebih sering menjawab ingin menjadi dokter. Apa memang kemauan dari dirinya atau
pengaruh dari orang-orang disekitar atau lingkungannya. Kita tidak tahu pasti. Yang jelas
pada saat ini orang berlomba-lomba melamar ke Fakultas Kedokteran. Artinya banyak
orang berebutan untuk menjadi seorang dokter. Fakultas Kedokteran ibarat menjadi
“sinar” di suatu Universitas. Makin banyak yang menginginkan dan daya tampung yang
dibatasi, akan dapat memunculkan akibat negatif didalam perekrutan mahasiswanya.
11
Agar keinginannya tercapai, mulailah mencari cara-cara yang “tidak sesuai” dengan
norma penerimaan mahasiswa. Keluarga calon mahasiswa kedokteran juga tidak kalah
aktifnya mengejar informasi tentang tata cara penerimaan mahasiswa kedokteran.
Mereka sampai rela “membayar” untuk itu.
Untuk menjadi seorang dokter memang perlu pengorbanan. Tidak saja biaya, waktu,
bahkan keinginan yang lain perlu dinomorduakan demi pendidikan di Fakultas
Kedokteran. Biaya perlu diperhitungkan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah
kemampuan dari mahasiswa untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Oleh karena
kemampuan atau keterampilan tersebut tidak dapat dibeli dengan uang yang berlimpah.
Kalau tidak kuat dengan tantangan ini akan terjadi ketidakpuasan pada diri sendiri
maupun para pendidik di Fakultas. Terjadilah suatu keinginan yang tidak tercapai seperti
bunga “layu sebelum berkembang”. Belum menyelesaikan pendidikan kedokterannya
sudah dikeluarkan dari fakultas (droup out).
Di Fakultas Kedokteranlah mulai dididik untuk menjadi profesi seorang dokter,
sebelum diterjunkan ketengah masyarakat sebagai seorang profesi yang harus berbuat
baik. Dokter bekerja secara mandiri tidak dipengaruhi oleh keuntungan pribadi,
pertimbangan suku, agama, ras, aliran kepercayaan yang lain. Bekerja sebagai dokter
dituntut suatu keobyektifan dari apa yang dilihat, dirasakan dan dikerjakan. Pekerjaan ini
menuruti apa yang ada didalam standar pelayanan kedokteran serta dibingkai oleh kode
etik profesi. Dokter tidak begitu saja bekerja tanpa memperhatikan kehidupannya sendiri.
Seperti yang ada didalam Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang kewajiban dokter
terhadap diri sendiri. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja
dengan baik. Setiap dokter hendaknya senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan tetap setia kepada cita-citanya yang luhur.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dokter juga perlu biaya, sehingga dapat
memelihara kesehatan dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Dokter tidak
meminta ongkos jasa ke pasien tetapi dokter berhak menerimanya sesuai dengan
kemampuan dari pasien tersebut. Pemasangan tarif jasa dari dokter tidaklah patut. Dokter
diperbolehkan menerima imbalan yang lebih dari pasien asalkan diberikan dengan tulus
ikhlas oleh pasien.
Hubungan dokter dengan pasien yang didasarkan atas kepercayaan, merupakan suatu
hubungan yang unik. Disebut unik karena dalam hubungan ini tidak berpatokan pada
hasil, tetapi melihat bagaimana hubungan itu dilaksanakan. Dokter hanya berusaha
12
untuk memberikan pertolongan atau meringankan bahkan menghilangkan sakitnya
pasien, tetapi tercapai atau tidaknya tujuan ini tidaklah pasti. Keadaan yang melekat pada
diri pasien seperti; umur, keadaan penyakit, komplikasi, gaya hidup, sifat, dan
sebagainya sangat mempengaruhi untuk tercapainya tujuan tersebut.
Didalam buku Medical Ethics, (Taher, 2003) ada nasehat dari seorang guru besar.
Beliau sering mengucapkan dimuka kelas waktu mengajar nasehat-nasehat etika profesi.
Jadi dokter itu baik
Jadi pedagang itu baik
Yang tidak baik, bila keduanya dicampur.
Menurut penulis yang beliau maksud dengan kata “dicampur” adalah jika sedang
praktek, seorang dokter juga berperan “campuran”, yakni menjadi seorang dokter dan
pada saat yang sama berperilaku sebagai seorang pedagang. Lebih jelasnya beliau
mengharapkan sebagai sorang dokter janganlah berdagang ditempat praktek. Alasannya
adalah bahwa sebagai seorang dokter, kita sedang berhadapan dengan seorang yang
sedang menderita. Jangan mengambil keuntungan diatas penderitaan orang lain. Terlebih
lagi menambah penderitaannya.
4. KODE ETIK KEDOKTERAN
A. Pengertian Kode Etik
Mengambil pendapat dari Rasjidi, (1993) secara formal yuridis kedudukan
pengemban profesi dan pasiennya adalah sama. Namun secara sosio psikologis dalam
hubungan ini terdapat ketidakseimbangan disebabkan oleh ketidakmampuan pasien atau
klien untuk dapat menilai secara obyektif pelaksanaan kompetensi dari profesi yang
dimintai pelayanan profesionalnya. Jadi hubungan horisontal pengemban profesi dan
pasien sesungguhnya hanyalah merupakan hubungan kepercayaan. Karenanya dalam
menjalankan pelayanan professional, para pengemban profesi dituntut untuk
13
menjiwainya dengan sikap legal etis tertentu. Sikap etis inilah yang dinamakan etika
profesi.
Kepatuhan pada etika profesi bergantung kepada moral pengemban profesi yang
bersangkutan karena pasien tidak dapat menilai. Karenanya kalangan pengemban profesi
itu sendiri membutuhkan adanya suatu pedoman obyektif yang lebih konkret bagi
perilaku profesionalnya yang kemudian diwujudkan dalam seperangkat norma atau
kaidah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban profesi.
Pedoman yang dikode inilah disebut kode etik profesi (disingkat) kode etik baik tertulis
ataupun tidak. Jadi, kode etik merupakan pedoman bagi pengemban profesi didalam
menjalankan profesinya. Kode etik profesi kedokteran adalah pedoman etis bagi dokter
dalam menjalankan profesi kedokteran.
B. Tujuan Kode Etik
Setiap organisasi yang namanya profesi mempunyai kode etik. Kode etik yang
dimiliki oleh ikatan profesi berbeda antara profesi yang satu dengan profesi lainnya.
Sangat tergantung dari kebiasaan, kebudayaan, serta apa peranan profesi tersebut di
masyarakat.
Pembuatan kode etik merupakan tujuan bersama dari anggota profesi, sehingga setiap
anggota wajib untuk mematuhinya. Apa yang menjadi tujuan dari pembuatan kode etik
ini yang utama adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien, sehingga
terjalin suatu komunikasi yang saling pengertian antara pengemban profesi dengan
pasien.
Dapat dikatakan tujuan dari kode etik profesi ini adalah :
1. Menjaga dan menjunjung tinggi martabat dan citra dari profesi bersangkutan.
Setiap anggota profesi berkewajiban untuk menjunjung tinggi profesinya, dengan
tidak melakukan perbuatan yang dapat mencemarkan apalagi meruntuhkan martabat
profesinya.
2. Pengemban profesi perlu juga memelihara kesejahteraannya.
Disini tujuan kode etik profesi untuk menjaga serta memelihara kesejahteraan
anggotanya. Kesejahteraan baik materiil, mental dan spiritual. Pencapaian
kesejahteran ini adalah relative, tergantung dari masing-masing individu. Maka kode
etik melarang perbuatan dalam mencapai kesejahteraan ini dengan mengorbankan
baik pasien, teman sejawatnya atau masyarakat lainnya.
14
3. Sebagai sebuah profesi, fungsi luhurnya adalah memberikan pelayanan atau
pengabdian kepada pasien atau masyarakat.
Pengabdian ini sifatnya dinamis mengikuti perkembangan di masyarakat. Alangkah
baiknya jika pengabdian yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan di masyarakat
dimana pengabdian itu dilakukan. Untuk membuat pengabdian profesi yang dinamis,
kode etik bertujuan untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesinya,
sehingga dengan mudah dapat diketahui apa yang menjadi tugas dan
tanggungjawabnya dalam pengabdian tersebut.
4. Supaya profesi memiliki kompetensi yang tetap terjamin, setiap saat perlu dilakukan
up date.
Kode etik profesi mempunyai tujuan untuk meningkatkan mutu anggota dan mutu
profesi tersebut keseluruhan. Peningkatan mutu ini mencakup peningkatan
kompetensi atau keahlian serta peningkatan etika/moral.
C. Fungsi Kode Etik
Manusia merupakan mahluk sosial sehingga membutuhkan interaksi antar personal
(sesamanya), antar kelompok ataupun personal dengan kelompok. Interaksi memerlukan
suatu pembatasan-pembatasan sebagai pedoman untuk mengatur interaksi, sehingga
tujuan dari interaksi akan tercapai. Adapun fungsi pengaturan dari kode etik ini :
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota tentang profesionalitasnya.
Fungsinya disini bahwa kode etik tersebut mengharapkan anggotanya mampu
mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
2. Dengan adanya kode etik profesi, masyarakat diharapkan tahu tentang tugas dan
kewajiban profesi yang dimintakan tolong untuk menangani dirinya.
Fungsi kontrol masyarakat terhadap profesi diharapkan berjalan seimbang. Yang
menarik dari fungsi kontrol ini, ternyata banyak kalangan masyarakat di negara maju
15
kadang-kadang meminta dokter-dokter yang peduli terhadap pelaksanaan kode etik
untuk memberikan ceramah secara popular kepada mereka tentang medical ethics.
Salah satu tujuan utamanya supaya para pasien mengetahui hak mereka dan etika
kedokteran (Taher, 2003).
3. Suatu kode etik profesi hanya mengatur/berlaku bagi anggota profesi bersangkutan.
Lain profesi lain juga kode etiknya. Masing-masing profesi tidak mencampuri profesi
yang lainnya, tapi untuk bekerja sama dimungkinkan. Sehingga fungsi kode etik
disini, untuk melindungi profesi bersangkutan dari campur tangan lainnya.
D. Kode Etik Kedokteran
1. Sejarah Kode Etik Kedokteran
Kode etik pertama dibidang praktek medik telah dikeluarkan oleh bangsa Babylonia,
yang hidup dilembah Mesopotamia, diantara sungai Euprath dan Tigris (sekitar Baghdad,
Irak sekarang), (Samil, 2001; Taher, 2003; Kusmaryanto, 2002). Pada abad ke-18 SM
telah mempunyai “Code of Law of Hammurabi”. Kode Etik Hammurabi merupakan
sebuah Code of Conduct yang secara jelas dan tegas mengatur sikap yang dituntut dari
seorang dokter, tarif dokter. Disamping itu juga mengatur tentang penghargaan atas
pencapaian dokter khususnya dalam menyembuhkan pasien sesuai dengan kondisi atau
tingkat keparahan pasien pada awal pengobatan. Namun demikian kegagalan yang
dilakukan dokter juga mendapatkan hukuman berupa potong tarif.
Jaman sudah berubah, barangkali kode etik tersebut tidak dapat diterapkan
seluruhnya saat sekarang. Kode etik bersifat dinamis, sesuai dengan perkembangan ilmu
kedokteran dan nilai-nilai peradaban masyarakat yang semakin komplek. Makin
berkembang ilmu pengetahuan makin banyak pula timbul tafsiran-tafsiran, oleh karena
perspektif yang berbeda-beda. Kode etik tidak mungkin memuat semua tafsiran-tafsiran
tersebut, sehingga dibutuhkan suatu keahlian untuk menyusunnya.
Sumpah Hippocrates, kita ketahui lewat sejarah ada lima abad Sebelum Masehi,
diakui banyak pihak memiliki pengaruh yang jauh lebih besar dari “Code of Law of
Hammurabi”. Sumpah Hippocrates ini merupakan suatu pernyataan tentang kelakuan
(conduct) dokter. Sejak saat itu pula perhatian mengenai profesi kedokteran berkembang.
Dalam sumpah ini ada perlindungan terhadap hak pasien dan menimbulkan perasaan
yang lebih dalam dan luhur dari dokter tanpa menjatuhkan hukuman atau sangsi kepada
16
dokter (Samil, 2001). Selain itu diatur pula hubungan antara dokter dengan pasien dan
hubungan antara guru kedokteran dengan murid-muridnya (Taher, 2003).
Perkembangan selanjutnya pada sejarah etik kedokteran, dengan terbitnya Code of
Medical Ethics pada tahun 1803. Thomas Percival merupakan penulis buku ini.
Kepribadiannya, perhatiannya terhadap keadaan sosial, serta hubungannya yang erat
dengan rumah sakit Manchester Infirmary, kesemuanya itu dituangkan dalam publikasi
“Hal Ihwal Profesional dalam Hubungan Rumah Sakit dan Pelayanan Kesehatan”.
2. Kode Etik Kedokteran Indonesia
Dokter–dokter Indonesia pertama kali menyusun sebuah kode etik tahun 1969, dalam
Musyawarah Kerja Susila Kedokteran di Jakarta. Penyempurnaan kode etik dilakukan
secara berkesinambungan yaitu dalam Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran ke-2
di Jakarta. Tahun 1983 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.
434/MENKES/SK/X/1983 tanggal 28 Oktober 1983, Kode Etik Kedokteran Indonesia
berlaku bagi seluruh dokter di Indonesia.
Pada Musyawarah Kerja Nasional IDI XIII, Kode Etik Kedokteran Indonesia
disempurnakan lagi menjadi 19 pasal.
a. Kewajiban Umum 9 pasal
b. Kewajiban Dokter terhadap penderita 5 pasal
c. Kewajiban Dokter terhadap teman sejawat 2 pasal
d. Kewajiban Dokter terhadap Diri Sendiri 2 pasal
e. Penutup 1 pasal
2.1 KEWAJIBAN UMUM DOKTER
Pasal 1.
Setiap dokter harus menjungjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
dokter.
17
Sebelum disumpah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing, calon
dokter tidak berhak memakai gelar dokter. Setiap dokter selalu ingat dan patuh terhadap
sumpah dokter dalam setiap tindakannya, dimanapun mereka berada sebagai seorang
dokter.
Sumpah Dokter Indonesia :
Demi allah saya bersumpah, bahwa :
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan,
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan
kedokteran,
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai
dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter,
Saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat,
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan
karena keilmuan saya sebagai dokter,
Saya akan tidak mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang
bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam,
Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan,
Saya akan berikhtiar dengan sungguh–sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, perbedaan kelamin, politik
kepartaian atau kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita,
Saya akan memberikan kepada guru–guru saya penghormatan dan pernyataan terima
kasih yang selayaknya,
Saya akan perlakukan teman sejawat saya sebagaimana saya sendiri ingin
diperlakukan,
Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia,
Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh – sungguh dan dengan mempertaruhkan
kehormatan diri saya.
Pasal 2.
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran yang
tertinggi.
Tidak ada waktu tanpa belajar. Itulah ungkapan yang cocok diberikan kepada profesi
dokter. Perkembangan ilmu pengetahuan begitu cepatnya. Dokter dituntut mengikuti
18
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membantu menjalankan tugasnya
menurut ukuran tertinggi. Ukuran tertinggi ini meliputi ilmu kedokteran mutakhir, etika
yang berlaku umum, etika kedokteran, hukum sebagai dasar tindakannya, serta nilai-nilai
agama. Semua Ilmu kedokteran yang telah dimilikinya, harus dipelihara dan dipupuk,
sesuai dengan kemampuan dokter tersebut. Pemupukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dapat dilakukan dengan melanjutkan studi, seminar-seminar, penelitian, pengabdian
masyarakat, dan sebagainya. Pengamalan ilmu dan teknologi selalu mengamalkan etika
umum dan etika kedokteran secara tulus-ikhlas, jujur dan rasa cinta terhadap sesama
manusia, serta penampilan tingkah laku, tutur kata dan berbagai sifat lain yang terpuji.
Pasal 3.
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi.
Keuntungan pribadi bukan merupakan tujuan dari profesi dokter. Dalam setiap
tindakannya pertimbangan untung dan rugi dari materi tidak boleh dilakukan oleh
seorang dokter. Sifat dagang yang dalam segala situasi mencari keuntungan, tidak boleh
dipakai dalam praktek kedokteran. Dalam hubungan dengan pekerjaannya semua
perbuatan yang bertentangan dengan Etik Kedokteran harus dihindari, seperti :
a. Mengizinkan penggunaan nama dan profesi sebagai dokter untuk kegiatan pelayanan
kesehatan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, misalnya dengan
namanya melindungi balai pengobatan yang tidak memenuhi syarat yang ditetapkan
oleh Pemerintah.
b. Melakukan tindakan kedokteran yang tidak perlu (berlebihan), dengan maksud
mendapat imbalan jasa (honorarium) yang lebih tinggi, misalnya mempergunakan
peralatan tanpa indikasi medis yang dibutuhkan, yang hanya dimaksud untuk
menipu menagih pembayaran yang lebih besar.
c. Kunjungan ke rumah penderita hendaklah seperlunya saja supaya jangan
menimbulkan kesan seolah-olah dokter mengejar pasien untuk memperbanyak
imbalan jasa. Hal ini perlu diperhatikan terutama oleh dokter perusahaan yang
dibayar menurut banyaknya konsultasi.
d. Melakukan usaha promosi diri sendiri dengan maksud supaya praktek lebih dikenal
orang dan pendapatannya bertambah, misalnya mempergunakan iklan atau
19
mengizinkan orang lain mengumumkan namanya dan atau hasil pengobatannya
dalam surat kabar atau media masa lain.
e. Meminta tanda jadi atau uang muka sebelum melakukan pembedahan atau perawatan
kepada pasien. Tindakan ini dapat menghilangkan hubungan kepercayaan yang
terjadi antara dokter dengan pasien.
Pertimbangan- perimbangan yang dapat dipakai dalam menerima imbalan jasa:
a. Kemampuan dari penderita untuk memberikan imbalan sebagai wujud terima kasih
pasien kepada dokter atas pertolongan yang diberikannya. Kemampuan penderita
dapat diketahui dengan bertanya langsung mempertimbangkan mata pencahariannya,
Rumah Sakit dan kelas perawatan yang dipilih.
b. Berat ringannya tindakan serta tanggung jawab yang dipikul oleh dokter.
c. Apabila memerlukan biaya yang cukup besar, sebaiknya dikemukakan dengan
bijaksana sebelum pemeriksaan atau tindakan dilakukan, dengan melihat suasana
yang mendukung keselamatan pasien saat itu.
d. Tidak ada penyeragaman imbalan jasa dokter. Imbalan jasa dokter juga sifatnya
tidak mutlak. Imbalan jasa dapat diperingan atau sama sekali dibebaskan misalnya :
(1) Jika ternyata bahwa biaya pengobatan seluruhnya terlalu besar untuk penderita.
(2) Karena penyulit-penyulit yang tidak terduga biaya pengobatan jatuh di luar
perhitungan semula.
Dalam hal-hal penderita di Rumah Sakit, dan jika biaya pengobatan seluruhnya
menjadi terlalu berat maka imbalan jasa untuk dokter dapat diperingan atau
dibebaskan sama sekali. Disinilah sifat mementingkan, menguntungkan diri sendiri
(komersialisme) dokter diuji.
e. Bagi penderita yang mengalami musibah akibat kecelakaan, pertolongan pertama
lebih diutamakan daripada imbalan jasa.
f. Apabila terjadi suatu keraguan dalam menentukan imbalan jasa, pertimbangan utama
yang dilakukan adalah perikemanusiaan.
g. Imbalan jasa yang diterima dapat lebih tingi dari imbalan jasa konsultasi biasa bila
dokter dipanggil kerumah pasien, pelayanan waktu hari libur atau malam hari.
Imbalan jasa dokter spesialis pada umumnya lebih banyak daripada imbalan jasa
dokter umum.
20
Menuntut imbalan jasa yang lebih besar tidak ada bedanya dengan menjalankan
kesenangan diatas orang yang menderita. Janganlah menuntut imbalan jasa yang lebih
besar dari pada yang disanggupi penderita. Tidak sesuai dengan martabat jabatan kalau
seorang dokter menerima imbalan jasa yang jauh berlebihan besarnya dari pada yang
lazim, sebab menerima yang berlebihan itu mengurangi wibawa dan kebebasan
bertindak dokter terhadap penderita.
Imbalan jasa dokter yang bertugas memelihara kesehatan para karyawan atau pekerja
suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor: banyaknya karyawan dan
keluarganya, frekuensi kunjungan kepada perusahaan tersebut dan sebagainya.Tidak
jarang pula dokter tidak mengunjungi perusahaan secara berkala, hanya menerima
karyawan yang sakit di tempat prakteknya. Ada imbalan jasa yang tetap besarnya
(“fixum”) tiap-tiap bulan, ada yang menurut banyaknya konsultasi, atau suatu kombinasi
dari kedua cara tersebut.
Imbalan jasa tidak diminta dari :
a. Korban kecelakaan, pada pertolongan pertama,
b. Teman sejawat termasuk dokter gigi dan apoteker dan keluarganya yang menjadi
tanggung jawabnya,
c. Mahasiswa kedokteran, bidan dan perawat.
Selain tersebut di atas, seorang dokter dapat membebaskan imbalan jasa kepada siapa
pun yang dikehendakinya (Adji, 1991).
Pasal 4.
Tidak memuji diri sendiri, tidak menerima imbalan selain daripada yang layak
sesuai dengan jasanya kecuali dengan keiklasan dan kehendak dari pasien.
Dokter tidak diperbolehkan mengatakan dirinya lebih dari yang lainnya. Seperti ilmu
padi, seorang dokter makin “terkenal” mereka makin melihat “kebawah”.
Beberapa perbuatan yang dapat dikatakan sebagai memuji diri sendiri (Adji, 1991):
a. Dengan sengaja menggunakan gelar dokter yang seharusnya ditulis dokter (dr) tetapi
ditulis doktor (DR), sehingga membuat kebingungan bagi orang lain. Dokter (dr)
ialah kata panggilan buat lulusan Fakultas Kedokteran berarti ahli dalam hal penyakit
dan pengobatan, sedangkan doktor (DR) merupakan gelar kesarjanaan strata tiga
21
(III) dapat dimiliki oleh seorang dokter dan keahlian-keahlian dalam bidang
pengetahuan lain.
b. Memperkenalkan diri lewat media tentang cara pengobatan yang dilakukan. Begitu
juga menyebarkan hasil pengobatannya kepada khalayak ramai dengan maksud untuk
mempromosikan diri.
c. Memberi kesempatan kepada orang awam untuk menghadiri pembedahan atau
menyiarkan foto pembedahan dengan maksud memperkenalkan diri kepada khalayak
ramai.
Pasal 5.
Setiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan makhluk
insani, baik jasmani maupun rohani, hanya diberikan untuk kepentingan
penderita.
Seorang dokter dengan kemampuan maksimal yang dimilikinya berusaha
mengurangi keluhan dan kalau bisa menyembuhkan penyakit yang diderita oleh
pasiennya. Usaha yang dilakukan oleh dokter tersebut tidak selalu membawa hasil yang
diharapkan oleh kedua belah pihak. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai
tujuan tersebut dapat berupa:
a. Berusaha mempertebal kepercayaan dan keyakinan penderita bahwa penyakit yang
diderita kemungkinan dapat disembuhkan.
b. Dokter juga boleh mengalihkan perhatian penderita sehingga mereka tidak terlalu
memfokuskan pikirannya kepada penyakitnya. Beberapa kenyataan bahwa badan
manusia mempunyai kemampuan untuk menghindarkan dan menyembuhkan
penyakit (pertahanan autoimum), yaitu menciptakan dan memelihara keadaan dan
suasana supaya pertahanan tubuh tersebut benar-benar dapat menolong penderita.
Pertolongan juga dilakukan dengan memberikan penderita obat-obatan atau tindakan
lainnya.
c. Merupakan juga kewajiban seorang dokter untuk menjauhkan penderita dari
ketergantungan salah satu obat, karena obat yang berlebihan dalam tubuh merupakan
“racun”.
Pasal 6.
22
Setiap dokter harus berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya.
Apabila dokter menemukan suatu cara pengobatan baru atau tindakan baru, sebelum
diumumkan kekhayalak ramai, sebaiknya lebih dulu dilakukan pengujian atau
mendapatkan rekomendasi dari yang berwenang. Baik cara pengobatan atau tindakan
yang ditemukan tersebut akan dicobakan pada manusia, hak asasi sangat perlu
diperhitungkan.
Pasal 7.
Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan
kebenarannya.
Setiap dokter pasti pernah diminta keterangan tertulis mengenai salah satu dibawah
ini:
a. Surat keterngan istirahat
b. Surat keterangan kelahiran
c. Surat keterangan serta derajat kecacatan
d. Menulis kwitansi jasa pengobatan
e. Surat keterangan kesehatan untuk melengkapi surat-surat melamar pekerjaan
f. Visum et repertum
g. Keterangan kesehatan untuk asuransi jiwa, dan lainnya.
Semua keterangan-keterangan tersebut harus ditulis dengan benar sehingga dapat
dipertanggungjawabkan. Dokter harus tetap berpegang pada hati nuraninya sebagai
seorang dokter, sehingga tidak terpengaruh rayuan penderita atau keluarganya untuk
menulis yang tidak benar. Ingat keterangan yang ditulis tersebut akan dipakai sebagai
dasar melakukan “perbuatan” oleh orang yang berkepentingan. Kewajiban mengeluarkan
surat keterangan mengenai kelahiran, kematian serta sebabnya hendaklah diisi
secukupnya menurut keadaan yang sebenarnya, juga dokter berkewajiban melaporkan
adanya penyakit menular, meskipun kadang-kadang pihak keluarga penderita tidak
menyukainya.
Pasal 8.
23
Setiap dokter dalam melakukan pekerjaannya harus mengutamakan/mendahului
kepentingan masyarakat dan memperhatikan seluruh aspek pelayanan kesehatan
yang menyeluruh.
Seluruh aspek pelayanan kesehatan seperti peningkatan kesehatan (promosi),
preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan) serta pemulihan kesehatan (rehabilitasi)
harus dilakukan oleh seorang dokter. Dengan tindakan seperti itu diharapkan seluruh
masyarakat akan mengetahui dan mengerti tentang perawatan kesehatan dirinya.
Dimasyarakat akan tumbuh gagasan-gagasan dari, oleh dan untuk masyarakat dalam
bidang kesehatan. Adanya gagasan ini akan dapat mempercepat tujuan pembangunan
kesehatan yaitu meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Pasal 3 UU No
23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan). Dokter diharapkan menjadi pionir dimasyarakat,
tidak saja dalam bidang kesehatan tapi juga dalam bidang yang lainnya. Mungkin oleh
karena nasehat dari seorang dokter dapat dipercaya oleh masyarakat, sehingga dokter
harus ikut serta dalam segala macam kegiatan sosial.
Pasal 9.
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat dibidang kesehatan dan
bidang lainnya serta dengan masyarakat, harus memelihara saling pengertian
dengan sebaik-baiknya.
Manusia adalah mahluk sosial, begitu juga dokter. Tidak mungkin dalam
memecahkan suatu permasalahan kesehatan dokter bekerja sendirian. Begitu
kompleknya bidang kesehatan, sehingga diperlukan kejasama dengan instansi-instansi
atau dengan profesi-profesi lainnya. Memang dalam melakukan tugas ditempat
pelayanan kesehatan dokter menjadi titik sentralnya, tetapi dokter tidak boleh berlaku
sewenang-wenang terhadap yang lainnya. Hormatilah profesi lainnya, karena dokter
tidak akan dapat merawat penderita sendirian. Koreksi atau tegoran yang mungkin perlu
diberikan bila ada kekeliruan harus dilakukan di luar pendengaran penderita. Semua
perintah dari dokter hendaknya dicatat sehingga tidak menimbulkan salah pengertian.
Konsultasi dengan profesi apoteker dijalin dengan baik, karena tidak semua tulisan
24
dokter dapat dibaca dengan benar apalagi ditulis dengan tergesa-gesa. Tidak jarang
apoteker akan menanyakan ke dokter tentang resep yang ditulis.
2.2 KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PENDERITA
Pasal 10.
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi mahluk
insani.
Dokter mempunyai kewajiban untuk menghormati kehidupan insani dari saat
pembuahan. Sebelum melakukan suatu tindakan, pertimbangkanlah benar-benar untung
ruginya bagi penderita. Meskipun kadang-kadang terpaksa harus melakukan operasi
yang membahayakan, asal tindakan ini diambil setelah dipertimbangkan benar-benar
bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan jiwa penderita selain pembedahan yang
selalu mengandung resiko. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan
jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Menurut
pasal 15 ayat (2) UU no 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan, tindakan medis ini dilakukan
berdasarkan:
a) Indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
b) Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim
ahli.
c) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya
d) Dilakukan di tempat sarana pelayanan kesehatan tertentu.
Apabila mempunyai resiko besar, setiap tindakan diharuskan mempunyai persetujuan
yang tertulis dari penderita atau keluarganya (orang yang dekat dengan penderita).
Manusia diberikan jenis naluri yang sama oleh Tuhan Yang Maha Esa. Manusialah yang
menggunakan naluri tersebut untuk hidupnya, mana yang lebih ditonjolkan. Perputaran
kehidupan dari lahir, hidup dan mati pasti dialami. Seorang dokter betapapun pintarnya,
tidak akan dapat mencegah kematian. Naluri yang terkuat pada setiap makhluk hidup
adalah mempertahankan hidupnya. Untuk itu manusia diberi akal, kemampuan berpikir
serta menggunakan pengalamannya dalam rangka melaksanakan tugasnya berdasarkan
perikemanusiaan, membangun dan memperkembangkan ilmu pengetahuan dan berusaha
menghindarkan diri dari bahaya maut.
25
Dokter harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani,
berarti bahwa baik menurut agama dan undang-undang negara maupun menurut etik
kedokteran seorang dokter tidak dibolehkan :
a. Menggugurkan kandungan (abortus provacatus kriminalis). Tetapi larangan ini tidak
mutlak sifatnya. Abortus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila
merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan jiwa ibu, (abortus provocatus
therapeuticus). Tindakan ini dilakukan ditempat pelayanan kesehatan yang ditunjuk,
berdasarkan pertimbangan team ahli yang dibentuk oleh tempat pelayanan tersebut
(dibuat oleh sekurang-kurangnya dua dokter yang berkompeten untuk itu) dan
mendapat persetujuan tertulis dari wanita hamil dan suaminya atau keluarganya.
b. Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman tidak
mungkin akan sembuh lagi (euthanasia). Bagaimanapun menderitanya penderita
akibat penyakitnya, dokter tidak boleh melakukan euthanasia, karena hal tersebut
termasuk pembunuhan. Memang penderita yang menghendaki untuk itu, tetapi dokter
tetap dipersalahkan karena membantu menghilangkan nyawa.
Di beberapa negara sudah ada yang melegalkan baik itu aborsi (pengguguran
kandungan) dan atau euthanasia. Mereka yang pro euthanasia, berkata bahwa hak hidup
seseorang tersebut adalah miliknya, mereka dapat menghakhiri kapan saja mereka mau.
Begitu juga tentang pengguguran kandungan, mereka mengatakan bahwa calon janin
yang dikandung adalah bagian dari tubuh seorang wanita (pro choice), sehingga mereka
berhak untuk mengaturnya. Sebagai seorang yang beragama dan percaya kepada Tuhan
Yang Maha Esa mempercayai kehidupan tersebut adalah hak dari seorang dokter. Segala
sesuatu yang diciptakanNya diberikan kepada umatNya mengandung makna dan maksud
tertentu. Disinilah Dokter harus mengarahkan dan menjelaskan dengan segala
kepandaian serta kemampuan yang dimiliki untuk meringankan penderitaan penderita
dan memelihara hidup insani.
Pasal 11.
Setiap dokter wajib tulus iklas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan penderita.
Tidak berorientasi keuntungan dalam memberi pertolongan merupakan sifat seorang
dokter. Perlunya pertolongan yang dilakukan dengan ketulus ikhlasan dalam menghadapi
penderita wajib dilakukan. Berdasarkan kepercayaan yang timbul dari penderita akan
26
muncul benih kewibawaan seorang dokter beserta rasa hormat kepadanya. Hal ini perlu
terus dibina serta dikembangkan untuk kebaikan. Perilaku dan kesopanan yang ramah
tamah dan rendah diri sebagai seorang pelindung, dibarengi dengan sikap berwibawa
memerintahkan kepada penderita untuk mentaati perintahnya
Kemurnian hati serta tindakan yang bersusila harus dimiliki dokter, apalagi saat
memberikan pertolongan kepada seorang wanita. Sebaiknya ditemani oleh seorang
tenaga kesehatan atau keluarganya untuk menghindarkan diri dari tuduhan melakukan
sesuatu yang tidak senonoh. Dengan adanya saksi ini dapat mencegah akibat yang
mungkin timbul dalam menjalankan profesi kedokteran.Tidak semua pertolongan pada
wanita harus ada saksinya. Pertolongan yang menuntut kerahasiaan, ketidaksetujuan dari
wanita tersebut perlu dipertimbangkan. Psikoterapi merupakan salah satu contohnya.
Adanya saksi disini justru dapat dianggap melanggar Etik Kedokteran.
Perkembangan ilmu kedokteran yang pesat dan mengagumkan dalam bidang
diagnostik tidak dapat diikuti oleh semua dokter, sehingga komunikasi antar kolega perlu
dilakukan demi keselamatam pasien. Dokter yang merasa tidak mampu jangan sungkan-
sungkan untuk bermusyawarah dengan kolega sesuai dengan kompetensi yang mereka
miliki, tetapi jangan hanya sebagai perantara pasien dengan dokter kolega tersebut,
apalagi sebagai “calo pasien”. Komunikasi dua arah ini akan dapat menambah ilmu bagi
dokter. Pada kesempatan tersebut tampak kepribadian dan budi seseorang dan
kesetiaannya, sifat persaudaraannya terhadap seorang teman sejawat. Untuk mengadakan
konsultasi sebaiknya datang dari dokter yang pertama-tama menangani penyakitnya.
Memberitahukan kepada penderita tentang konsultasi yang akan dilakukan merupakan
hak pasien untuk menolak atau menyetujui. Sebelum menawarkan konsultasi kepada
pasien, jelaskan dengan sejelas-jelasnya mengapa penyakitnya perlu dikonsultasikan,
kemana mereka akan dikonsultasikan dan bagaimana selanjutnya mereka. Pengiriman
penderita harus disertai dengan surat dokter dalam sampul tertutup yang berisi
keterangan yang cukup mengenai penderita. Dokter kolega (konsulen) yang dituju
sepatutnya mengirim kembali penderita disertai pendapatnya secara tertulis, kecuali jika
perawatan penderita selanjutnya dimohonkan kepada dokter kolega (konsulen) yang
dituju. Kekurangan atau kekeliruan yang terjadi pada penanganan pertama seyogyanya
menjadi pengetahuan bagi dokter kolega (konsulen) dan dapat diberitahukan kepada
dokter pertama tetapi tidak diberitahukan kepada penderita.
27
Pasal 12.
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senantiasa
dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau
masalah lainnya.
Pertolongan dokter tidak memandang suku, agama, ras, kepercayaan dari penderita.
Dokter harus mengormati apapun agama serta kepercayaan yang dianut oleh setiap
manusia, termasuk penderita. Tempat dimana dokter melakukan petolongan pasti
mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang tentunya berbeda dengan kebiasaan dokternya.
Janganlah memaksa untuk menjalankan kebiasaan pribadi kepada masyarakat.
Penghormatan terhadap adat kebiasaan ini dapat memberikan bantuan kesembuhan
penderita. Seperti dijelaskan diatas penderita itu merupakan mahluk sosial, mereka akan
merasa lebih nyaman dan aman apabila ada yang mendampinginya. Pendamping ini
diusahakan tidak sampai mengganggu pertolongan yang akan diberikan oleh dokter.
Mereka harus mentaati peraturan dari tempat pelayanan kesehatan. Namun demikian
kalau dikehendaki penderita dengan alasan-alasan yang cukup kuat permintaan tersebut
hendaknya diluluskan. Adakalanya pula penderita menghendaki orang lain, misalnya
seorang penasihat dalam beribadah yang mungkin secara psikis dapat menolongnya.
Dalam hal ini janganlah di halang-halangi bahkan sebaiknya kita harus memberikan
bantuan.
Pasal 13.
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.
Segala sesuatu yang diketahui dari penderita merupakan “kekayaan yang tidak nyata”
dan dipergunakan sebagai pengalaman untuk memberikan pertolongan kepada penderita
lainnya. Kewajiban untuk menyimpan rahasia jabatan ini dituangkan dalam:
a) Sumpah dokter “Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter”
b) Pasal 48 Undang-undang praktik kedokteran (UU No.29 tahun 2004)
(1) Setiap dokter dalam melaksanakan praktek kedokteran wajib menyimpan rahasia
kedokteran.
28
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hokum dalam rangka penegakan hokum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
c) Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran.
d) Pasal 322 KUHP
(1) “Barang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang ia wajib
menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang
maupun yang dulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan
bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah”.
(2) “Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seorang tertentu, maka ia hanya dituntut
atas pengaduan orang itu”.
e) Pasal 1365 KUH Perdata
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain
mewajibkan orang karena salahnya, menerbitkan kerugian itu atau mengganti
kerugian tersebut.
Selayaknya setiap orang yang bekerja mengetahui serta melaksanakan menyimpan
rahasia jabatan ini (bukan hanya dokter saja). Sejak dahulu kala terdapat beberapa
jabatan tertentu, yang mewajibkan para pejabatnya untuk merahasiakan segala sesuatu
yang bersangkutan dengan pekerjaan mereka. Kewajiban tersebut berdasarkan baik pada
kepentingan umum maupun pada kepentingan perorangan. Termasuk golongan pejabat
tertentu itu ialah pejabat tinggi negara, pejabat militer, pendeta, pengacara dan beberapa
pejabat dalam dunia kedokteran seperti dokter, dokter gigi, ahli farmasi dan bidan.
Sebelum memangku jabatannya dilakukan penyumpahan yang antara lain berintikan
kesanggupan untuk menyimpan Rahasia Jabatan. Pelanggaran terhadap wajib simpan
rahasia jabatan ini, berakibat menimbulkan kerugian pihak berkepentingan. Hal ini akan
menjadi lebih serius lagi, mengakibatkan kehilangan pekerjaan bagi yang dirugikan,
sehingga dapat berakibat tuntutan ke pengadilan.
Kewajiban untuk menyimpan rahasia jabatan merupakan kewajiban moril, yang
dapat menimbulkan tuntutan hokum dibelakangnya karena diatur juga dalam peraturan-
peraturan. Seorang dokter berbuat salah kalau tanpa disadari “membuka rahasia” tentang
penderitanya yang kebetulan terdengar oleh majikan penderita itu. Selanjutnya majikan
melepas pegawai tersebut karena takut penyakitnya akan menulari pegawai-pegawai lain.
29
Dengan demikian dokter diajukan ke pengadilan oleh penderita itu. Selain hukum karena
tindak pidana menurut pasal 322 KUHP, dokter itu dapat pula dihukum perdata dengan
diwajibkan mengganti kerugian. Oleh karena itu, semua orang yang dalam
pekerjaannya, bergaul dengan penderita atau sedikit-dikitnya mengetahui keadaan
penderita, sudah selayaknya berkewajiban untuk menjunjung tinggi rahasia jabatan itu.
Pasal 14.
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
kemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.
Seorang dokter memberikan pertolongan tidak hanya dalam bidang kedokteran tapi
juga pada bidang lainnya. Dokter berkewajiban menolong penderita, apa pun yang
dideritanya. Batas tindakan yang diambil terletak pada rasa tanggung jawab yang
didasarkan pada keterampilan dan keahliannya.
Banyak dokter di negeri kita yang bekerja jauh dari pusat ilmu kedokteran. Selain itu
sarana pelayanan medis tidak cukup tersedia, komunikasi juga cukup sulit dilakukan.
Dokter tetap harus mengerjakan segala sesuatu dalam upaya untuk menyelamatkan
seorang penderita.
Tidak semua pertolongan yang diberikannya membuat orang terpenuhi keinginannya.
Apabila terjadi sesuatu pada yang ditolong karena kesalahan penolong, apalagi
menimbulkan kecacatan, dokter juga bisa dituntut untuk mengganti kerugian. Di negara
kita pengaduan seperti ini diharapkan tidak terjadi. Meskipun demikian kemungkinan
adanya pengaduan harus diperhitungkan. Sebab itu segala tindakan harus dapat
dipertanggungjawabkan.
2.3 KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 15.
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Dokter di seluruh dunia mempunyai kewajiban yang sama. Profesi yang mulia ini
menjalankan profesinya secara profesional berlandaskan perikemanusiaan. Tujuannya
untuk meringankan bahkan menghilangkan sakit yang diderita pasien. Semua aspek dari
30
pelayanan kesehatan dari promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dilakukan oleh
dokter. Tidak semua dokter mempunyai kemampuan yang tetap selama hidupnya,
sehingga mereka memerlukan kawan-kawan untuk saling mengisi kekurangan.
Kelahiran dari ilmu kedokteran penuh dengan peristiwa kejujuran, saling percaya serta
penuh ketekunan dan pengabdian yang mengharukan. Setiap dokter memelihara
hubungan baik dengan teman sejawatnya sebagaimana dikatakan dalam salah satu
kalimat dari lafal Sumpah Dokter: “Saya akan perlakukan teman sejawat saya
sebagaimana saya sendiri ingin diperlakukan.”
Hubungan itu dapat saja menjadi kurang harmonis (buruk) karena ada perbedaan
pendapat tentang perawatan penderita, perselisihan mengenai cara mewakili teman
sejawat yang cuti, pembagian tugas, masalah sakit dan sebagainya. Dimohonkan kepada
semua dokter untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul diantara mereka secara
musyawarah kekeluargaan dengan tidak mengorbankan pasien. Tetaplah berpegang pada
kode etik profesi, menjungjung tinggi martabat dan wibawa profesi dokter.
Menyelesaikan masalah dengan bingkai kode etik profesi, dan berusaha menjauhkan
penyelesaiannya melalui pihak luar. Kalau dengan cara demikian tidak terselesaikan,
maka dapat diminta pertolongan Pengurus Ikatan Dokter Indonesia atau Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Merupakan perbuatan sangat tidak terpuji
apabila ada sejawat menjelekkan apalagi mempergunjingkan sejawat lainnya dengan
penderita atau orang lain tentang perbuatannya yang dianggap kurang baik. Sejawat yang
melanjutkan studi ke spesialisasi merasakan sekali pentingnya bimbingan dari sejawat
yang lebih senior atau yang sudah spesialis. Sejawat senior wajib membimbing sejawat
yang lebih muda. Bimbingan ini tidak saja melalui hubungan formal, cara lainnya juga
dapat dilakukan seperti lewat konsultasi rujukan penderita. Janganlah sekalipun juga
mengatakan di muka umum, bahwa ia baru lulus dan tidak mengetahui peraturan.
Seorang penderita dapat mengunjungi dua atau tiga dokter untuk menyembuhkan
penyakitnya, dan pada akhirnya memilih dokter dimana mereka merasa cocok, sesuai
dengan keinginannya. Berusahalah mendengarkan, apabila ada pasien yang menjelekkan
sejawat lainnya, setelah itu berikan penjelasan yang dapat dimengerti oleh pasien atau
keluarganya bahwa “maksud sejawat kita itu tidak begitu”. Seorang dokter merupakan
juga seorang pendidik bagi masyarakat dalam cara menggunakan jasa pelayanan
kedokteran. Dokter yang keliru harus menerima nasihat ataupun teguran dengan lapang
dada asal disampikan dalam suasana persaudaraan. Jangan sekalipun menjatuhkan
31
seorang sejawat dari kedudukannya apalagi dengan menggunakan bantuan dari pihak
lain. Sejawat yang lebih senior dalam umur ataupun ilmu alangkah baiknya membimbing
sejawat juniornya. Pertanyaan sejawat junior baik tertulis ataupun tidak sepatutnya
dijawab dengan sungguh sungguh, sehingga sejawat yang junior mendapatkan tambahan
ilmu dari masalah yang mereka hadapi.
Dalam menjalin hubungan dengan sejawat serta mempererat hubungan baik,
sepatutnya :
a. Setiap dokter harus memenuhi persyaratan yang dibuat oleh organisasi profesi
sebelum menjani praktek profesinya secara professional.
b. Setiap dokter wajib mengunjungi pertemuan–pertemuan untuk menambah ilmu dan
pengetahuan teknologi, memenuhi persyaratan yang disyaratkan profesi serta dapat
menjalin keakraban dengan sejawat.
Pasal 16.
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih penderita dari teman sejawatnya tanpa
persetujuannya.
Pasien yang cocok dengan dokternya biasanya akan merasa kurang puas bila
dilayani oleh dokter lain. Kesetiaan pasien mengunjungi dokternya karena mereka
merasa cocok serta merasa nyaman meminta pertolongan. Apabila mereka tidak cocok,
mereka akan berpindah-pindah dokter sampai mereka menemukan kecocokan.
Berpindah-pindahnya pasien ke dokter lain merupakan hal yang wajar. Dokter yang
dikunjungi belakangan tidak dapat dikatakan mengambil alih pasien dari sejawatnya.
Lain halnya kalau dokter yang dikunjungi belakangan tersebut menasihatkan pasien
untuk mengganti obat yang duluan dan mengharuskan pasien datang lagi, padahal
diketahuinya obat yang diberikan tersebut kandungannya sama dengan obat dari sejawat
duluan. Penggantian obat sebaiknya dilakukan apabila diketahui bahwa obat dokter yang
dikunjunginya duluan tidak bermanfaat bagi kesembuhan pasien.
2.4 KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 17.
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Dokter seharusnya mengetahui tentang dirinya sendiri secara utuh. Perubahan yang
terjadi pada tubuh sudah dapat diprakirakan oleh dokter karena mereka mengetahui
32
gejala-gejala penyakit. Melihat penyakit janganlah seperti peribahasa “semut diseberang
sungai dilihat, gajah dipelupuk mata tidak dilihat”. Melihat sakitnya pasien serta
memberikan pertolongan merupakan kewajiban dasar dari dokter, tapi penyakit pada diri
sendiri harus diperhatikan dan diobati sebelum mengobati pasien. Memberikan
pertolongan saat keadaan penolong sakit akan dapat menurunkan kemampuan dokter
dalam mengetahui penyakit pasien, memberikan obat serta mengetahui akibat-akibat
sampingan obat yang diberikan. Sudah sewajarnya seorang dokter memberi teladan
untuk hidup sehat. Banyak diantara sejawat yang kurang memperhatikan kesehatannya
sendiri. Apabila dokter sakit alangkah baiknya meminta pertolongan ke teman sejawat.
Hilangkanlah perasaan kalau meminta pertolongan ke sejawat lain akan memberatkan
sejawat. Sejawat yang dimintakan tolong ingatlah selalu “Saya akan perlakukan teman
sejawat saya sebagaimana saya sendiri ingin diperlakukan.”
Sebaiknya tiap dokter mengadakan pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk
memelihara kesehatannya. Didalam menjalankan pekerjaan tetap berpegang teguh pada
prosedur yang telah ditentukan demi keselamatan dan keamanan dirinya, misalnya
menggunakan alat pelindung waktu mempergunakan sinar tembus, mencuci tangan
setiap selesai memeriksa penderita dan sebagainya.
Pasal 18.
Setiap dokter hendaknya senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan tetap setia kepada cita-citanya yang luhur.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang, merasuki semua
ruang kehidupan tak terkecuali bidang kedokteran. Perkembangan ini merasuk kesetiap
orang karena teknologi informasi yang semakin maju menjangkau pelosok daerah.
Pasien juga menginginkan penolong untuk menggunakan pengetahuan dan teknologi itu
dipakai menolong dirinya. Sehingga setiap dokter yang menjalankan profesinya
berkewajiban mengikutinya untuk kepentingan sendiri dan penderita, karena penderita
menuntut cara pemeriksaan yang modern dan pengobatan yang sesuai dengan zaman.
Banyak cara untuk menambah ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dilakukan dengan
membaca buku, majalah, dan brosur kedokteran baru. Mengikuti pertemuan klinik,
symposium, seminar dan sebagainya adalah jalan yang baik.
Masih saya ingat petuah salah seorang senior dari Bagian Penyakit Kulit dan
Kelamin yang kebetulan saat itu beliau menjabat sebagai pucuk pimpinan di Fakultas
33
Kedokteran Universitas Udayana. Beliau seorang kebapakan yang membimbing kami
seperti membimbing anak beliau. Beliau mengatakan “ nanti dalam hidup ini kamu tidak
hanya hidup dari bagian yang besar saja, bagian yang kecil juga bisa”. Arti dari nasehat
beliau ini bisa diartikan: pertama setelah menyelesaikan pendidikan dokter dan ingin
spesialisasi, setiap bagian dari spesialisasi tersebut juga dapat untuk mempertahankan
kehidupan secara wajar. Bukan bagian yang besar saja dapat memberikan kehidupan dan
kebahagiaan bagi dokter. Kedua dapat diartikan, walaupun tidak spesialisasi pengalaman
sebagai dokter juga dapat dipakai untuk mengembangkan diri pada karier lainnya.
Banyak dokter mempunyai keahlian selain dibidang kesehatan. Ketiga bisa diartikan
pengabdian dokter tersebut bukan saja dikota-kota, didaerah terpencilpun dapat
dilakukan. Di tempat terpencil kita dapat mengadakan penelitian atau memberi pelajaran
pada sekolah–sekolah dan kelompok masyarakat tentang pendidikan kesehatan. Kadang–
kadang ada yang mempunyai kegemaran tertentu hendaklah hal ini dikembangkan, sebab
banyak diantara sejawat di dunia ini lebih terkenal oleh kegemarannya daripada
jabatannya, misalnya sebagai penulis, ahli musik, dan ada juga sejawat kita yang beralih
profesi. Biarpun mereka pindah profesi, jiwa mementingkan pasien (altruisme) tetap
mereka jalani.
2.5 Penutup
Pasal 19.
Kode Etik Kedokteran Indonesia, yang merupakan kode etik yang sudah tua didunia
ini, hendaknya setiap dokter harus berusaha sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkannya dalam pekerjaan sehari–hari agar martabat profesi tidak akan
kehilangan cahaya dan kesuciannya.
Janganlah disia-siakan kepercayaan yang diberikan penderita, keluarganya serta
masyarakat pada umumnya. Seperti peribahasa “Karena nilai setitik rusak susu
sebelanga.” Oleh karena itu setiap dokter harus menjaga nama baik profesi dengan
menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ilmu, moral,
dan etik. Undang–Undang Negara, Peraturan Pemerintah, Ketentuan–ketentuan moral
dan etik merupakan bingkai yang tidak boleh dilanggar baik sewaktu menjalankan
profesi atau tidak. Melihat kegembiraan serta kebahagiaan dari orang atau keluarga yang
ditolong akan memberikan kepuasan serta kebahagiaan yang melebihi dari yang