ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh: Suhaimy Pasaribu NIM: 11150331000029 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M/1441 H
90
Embed
ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK
MUSLIM
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi
Persyaratan Mendapatkan Gelar
Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Suhaimy Pasaribu
NIM: 11150331000029
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441 H
ii
ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK
MUSLIM
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi
Persyaratan Mendapatkan Gelar
Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Suhaimy Pasaribu
NIM: 11150331000029
Dosen Pembimbing
Drs. Ramlan Abdul Gani, M.A.
NIP. 19610614 1992 03 1002
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441 H
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Suhaimy Pasaribu
NIM : 11150331000029
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ETIKA DALIHAN NA
TOU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM adalah benar merupakan
karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya.
Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan
sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan proses yang
semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata
skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.
Jakarta, 20 Agustus 2020
Suhaimy Pasaribu
NIM.11150331000029
iv
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
Menyatakan bahwa:
Nama : Suhaimy Pasaribu
NIM : 11150331000029
Program Studi : Aqidah dan Filsafat Islam
Judul Skripsi : ETIKA DALIHAN NA TOLU DALAM
MASYARAKAT BATAK MUSLIM
Dengan ini menyatakan bahwa mahasiswa tersebut di atas telah menyelesaikan
penulisan skripsi (bab 1-5) dan telah menjalani bimbingan skripsi selama ini. Oleh
karena itu, mahasiswa tersebut telah disetujui untuk maju ke tahap sidang skripsi.
Jakarta, 20 Agustus 2020
Dosen Pembimbing
Drs. Ramlan Abdul Gani, M.A.
NIP. 19610614 1992 03 1002
v
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Etika Dalihan Na Tolu dalam Masyarakat Batak Muslim”
telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal Juni 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag.) pada Program
Studi Aqidah dan Filsafat Islam.
Jakarta, 20 Agustus 2020
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota
Dra. Tien Rohmatin, MA Dra. Banun Binaningrum, M.Pd
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman
pada buku pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam buku Pedoman
Akademik Program Strata 1 Tahun 2017 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
A. Padanan Aksara
Huruf
Arab
Huruf
Latin
Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b Be ب
t Te ث
ts te dan es ث
j Je ج
h h dengan garis bawah ح
kh ka dan ha ر
d De د
dz de dan zet ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
sy es dan ye ش
s es dengan garis di bawah ص
d de dengan garis di bawah ض
t te dengan garis dibawah ط
z zet dengan garis bawah ظ
koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع
gh ge dan ha غ
f Ef ف
q Ki ق
k Ka ك
l El ل
m Em م
n En ى
w We و
h Ha ھـ
Apostrof ` ء
y Ye ي
xiii
B. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti dalam bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Vokal Tunggal
Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah : a أ : â ى...´ : ai
Kasrah : i ى : î و....´ : au
Dhammah : u و : û
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai
berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي Ai a dan i
و Au a dan i
C. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
 a dengan topi di atas ىآ
Î i dengan topi di atas ىي
Û u dengan topi di atas ىى
huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijal, bukan ar-
rijal, al-diwân bukan ad-diwân.
D. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi syaddah itu. Akan tetapi hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
xiv
yang diikuti oleh huruh-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis aḏ-
darûrah melainkan al-ḏarûrah, demikian seterusnya.
E. Ta Marbûṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah ini). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûṯah tersebut
diikuti oleh datkata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah
diikuti kata benda), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat
contoh 3).
No Tanda Vokal Latin Keterangan
ṯarîqah طريقت 1
al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah الجاهعت الإسلاهيت 2
waẖdat al-wujûd وددة الىجىد 3
F. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan
yang berlaku Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan
permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.
Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf
kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya. Contoh: Abû Hâmid Al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid al-Ghazâlî, al-
Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dari EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam
alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak
tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka
demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,
tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin alRaniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
xv
G. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-
kalimat dalam Bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan di atas.
Kata Arab Alih Aksara
dzahaba al-ustâdzu ذھة الأستاذ
tsabata al-ajru ثبج الأجر
al-ẖarakah al-‘asriyyah الذرمت العصريت
asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh أشهد اى لا إله إلا الله
maulâna Malik al-sâliẖ هىلانا هلل الصالخ
yu’atstsirukum Allâh يؤثرمن الله
العقليتالوظاھر Al-maẕâhir al-‘aqliyyah
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.
Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu
dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd; Mohamad
Roem, bukan Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al-Rahmân.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki wilayah yang luas dari Sabang hingga Merauke dan
memiliki penduduk yang sangat banyak, serta mempunyai adat budaya beragam
yang terbagi di beberapa pulau di Indonesia. Seperti adat budaya Batak, adat
budaya Minangkabau, adat budaya Melayu, adat budaya Jawa dan masih banyak
budaya yang lain. Di antara banyak adat budaya terdapat salah satu memiliki
banyak khas yaitu adat budaya Batak di Sumatera Utara. Kekhasan itu bisa
langsung terlihat dari perkawinan, kekerabatan, dan cara mereka bersosialiasi
dengan adat budaya lain serta yang paling penting adalah prinsip dan falsafah
hidup mereka.
Etika di Indonesia beragam, ada daerah yang kuat dengan etikanya
berpangkal kepada adatnya dan ada yang kuat dengan etikanya berpangkal
kepada agama yang berpengaruh di daerah itu.1 Etika secara umum mencakup
semua aktifitas manusia, dalam hal ini manusia di tuntut bagaimana dituntut
untuk hidup menjadi baik di masyarakat. Etika Dalihan Na Tolu lahir di Suku
Batak sebagai solusi terbaik dalam menjalankan hidup. Sehingga Suku Batak
memiliki pola hidup yang unik dibanding dengan suku yang lainnya di
Indonesia. Hal itu terlihat dalam sistem kekerabatannya.
Suku Batak berada di Pulau Sumatra yang terletak di provinsi Sumatra
Utara. Suku Batak terbagi lagi menjadi beberapa sub suku dan masing-masing
mempunyai wilayah masing-masing. Adapun sub sukunya sebagai berikut :
1Sahat Simamora, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987), h.11
2
1. Batak Mandailing, yang mendiami wilayah Mandailing Natal dan
Panyabungan.
2. Batak Angkola, yang mendiami wilayah induk Angkola, Padang
Sidempuan, Sipirok, Padang Lawas, Batang Toru, Sibolga, dan Tapanuli
Tengah.
3. Batak Toba, yang mendiami wilayah daerah tepian Danau Toba, Pulau
Samosir, Si Borong-Borong, Sibolga, dan meliputi dataran tinggi Toba.
4. Batak Pak-Pak, yang mendiami wilayah Dairi, sebagian Tanah Alas, dan
Gayo.
5. Batak Simalungun, yang mendiami wilayah Simalungun.
6. Batak Karo, yang mendiami wilayah datarang tinggi Karo, Deli, Langkat,
Hulu, dan sebagian Tanah Dairi.2
Penduduk Muslim Batak yang mempunyai rata-rata penduduk terbanyak
mendiami wilayah Tapanuli Bagian Selatan: meliputi daerah Mandailing Natal,
Panyabungan, Tapanuli Selatan, Padang Sidempuan, Padang Lawas, Sibolga,
dan Tapanuli Tengah.
Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, masyarakat Batak
sekarang ini sudah dapat ditemui diberbagai wilayah di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena masyarakat Batak memiliki tradisi merantau guna
mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Akan tetapi meskipun sudah tidak
tinggal di wilayahnya, masyarakat Batak tetap memegang teguh adat Dalihan Na
Tolu dan Marga. Dalihan Na Tolu lah yang menjadi pedoman hidup masyarakat
orang Batak, atau tinggal di wilayah yang didiami sendiri dan di perantauan.
2 Nalom Siahaan, Dalihan Na Tolu Prinsip dan Pelaksanannya, (Jakarta: Tulus Jaya, 1982),
h. 10
3
Setiap suku memiliki falsafah hidup masing-masing. Begitu juga suku
Batak Muslim menjadikan falsafah hidup mereka dengan falsafah Dalihan Na
Tolu, yang disebut “Tungku nan Tiga”. Dalihan Na Tolu adalah tungku masak
berkaki tiga, diibaratkan sebagai simbol dari tatanan sosial kemasyarakatan
orang Batak. Ketiga kaki itu sama tinggi dan sama besar supaya ada
keseimbangan. Dalihan na Tolu lah yang menyatukan hubungan kekeluargaan
pada suku Batak. Ada tiga unsur hubungan kekeluargaan yakni Suhut dan
Kanggi, Anak boru, dan Mora. Ketiga unsur ini selalu bergerak serta saling
berhubungan dan tetap tegu dengan adanya sistem kekerabatan ini.3
Sistem kekerabatan yang dimaksud dalam tatanan sosial adalah pola
tingkah laku berdasarkan pengalaman dan penghayatan yang menyatu secara
terpadu dalam wujud fisik dan ideal kebudayaan. Nilai Budaya merupakan
realitas yang ia pegang dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat yang
menyangkut hubungan antara anak dengan ayah, anak dengan ibu, dan pada
hubungan individu dengan individu lainnya serta kelompok. Sebagai sistem
kekerabatan, Dalihan Na Tolu dijadikan pedoman berkomunikasi (berbahasa dan
bertutur), bertindak dan menyelesaikan masalah sosial. Dalam pelaksanaannya
Dalihan Na Tolu lebih sering digunakan dalam acara perkawinan dan kematian.
Kebudayaan Batak Muslim itu memiliki nilai-nilai kehidupan di waktu-
waktu mendatang yakni penerusan dari nilai-nilai kehidupan lampau yang
menjadi faktor penentu sebagai identitasnya. Dalam menjalankan kehidupan,
suku Batak dalam interaksinya sesama manusia dibuatlah nilai-nilai, etika
maupun estetika. Suku Batak mempunyai sistem kekerabatan yang dikenal dan
3Doangsa P.L. Situmeang, Dalihan Na Tolu Sistem Sosial Kemasyarakatan Batak Toba,
(Jakarta: Kerabat, 2007), h. 205
4
hidup hingga sekarang yang dikenal dengan istilah Partuturon (Bertutur).
Peradaban suku Batak di Sumatera Utara maupun yang ada di luar
Sumatra Utara sangat memegang erat sistem kekerabatan. Sistem kekerabatan ini
adalah tradisi peninggalan nenek moyang suku Batak terdahulu yang mana
bertujuan untuk menjaga keharmonisan di dalam kehidupan masyarakat. Maka
dari itu sistem kekerabatan inilah disebut Dalihan Na Tolu. Solidaritas yang
terdapat di suku Batak yakni wujud dari kesadaran masyarakat dalam
melakukan hubungan sosial serta untuk menjaga perdamaian dan keharmonisan.
Di kehidupan masyarakat Batak, Dalihan Na Tolu dijadikan sebagai patokan
dalam bermasyarakat serta juga menimbulkan sikap toleransi, menghargai,
menghormati dan tolong menolong. 4
Melaksanakan ajaran adat Dalihan Na Tolu akan memberikan
pengharapan bagi warga Batak untuk mampu mencapai derajat hatuaon, yakni
ini merupakan konsep kebahagiaan dalam wujud kehormatan dalam diri
seseorang di dalam suatu masyarakat. Hal ini terbukti dari kenyataan hidup
sehari-hari masyarakat Batak yang telah mampu mengatur kehidupannya dengan
mempraktekkan nilai-nilai luhur yang dalam pada Dalihan Na Tolu.5
Prinsip Dalihan Na Tolu dijadikan sebagai konsep dasar suku Batak
mau itu di kampung Halaman dan desa perantauan. Eratnya rasa kekeluargaan
merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang ke setiap anak yang
dilahirkan dari suku Batak. Salah satu yang membuat erat rasa kekeluargaannya
adalah adanya marga disetiap tali turunan. Dengan margalah diketahui kita
4Muhammad Novriansyah Lubis, dkk, “Dalihan Na Tolu Sebagai Kontrol Sosial dalam
Kemajuan Teknologi”, Jurnal Sejarah dan Kebudayaan, Vol. 13, No. 01, 2019, h. 25 5Mangapul Sagala, Injil dan Adat Batak, (Jakarta : Yayasan Bina Dunia, 2018), Cet 2,
h. 51
5
berasal dari tali keturunan siapa. Di dalam buku Horja (Adat Istiadat Dalihan
Na Tolu), Parsadaan Marga Harahap Dohot Anakboru yang diterbitkan pada
tahun 1993, yakni sejak kecil orang Batak sudah dididik untuk senantiasa
memelihara kemesraan dan kehangatan hubungan dengan saudara, kerabat dekat
dan masyarakat. Orang batak merasakan kebahagiaan dan rasa aman apabila
memiliki orang-orang yang dicintainya seperti satu marga. Kekuatan ikatan
kekeluargaan terjadi antara orang dalam satu marga yang berasal dari satu darah
(kandung) maupun satu marga dari keluarga yang berbeda.
Dalihan Na Tolu masih dijalankan oleh masyarakat Batak serta masih
relevan dijalankan pada masa sekarang, karena di dalamnya terkandung aspek
kebersamaan dalam keluarga sesuai dengan tanggung jawab masing-masing.
Didalamnya juga terdapat aspek melayani dan menolong. Jika masyarakat Batak
tetap menerapkan Dalihan Na Tolu maka akan menumbuhkan rasa kasih sayang
yang tinggi satu sama lain. Dilihat dari perkembangan zaman, hilangnya
pengetahuan dan kesadaran pada generasi muda terhadap budayanya sendiri.
Apalagi tidak diajarkannya pelajaran ini di sekolah-sekolah. Sebenarnya masih
banyak terdapat nilai-nilai serta keutamaan-keutamaan yang mesti ditanamkan
oleh generasi muda.
Oleh karena itu, berdasarkan gambaran di atas sangatlah menarik untuk
dijadikan sebagai bahan untuk dibahas lebih lanjut maka penulis menelaahnya ke
dalam skripsi yang berjudul, "Etika Dalihan Na Tolu dalam Masyarakat
Batak Muslim".
6
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka muncul beberapa hal yang ingin
diketahui oleh penulis dalam penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui Ajaran etika Dalihan Na Tolu menjadi falsafah hidup Suku
Batak Muslim.
2. Mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam Dalihan Na Tolu.
3. Mengetahui keutamaan dan kebahagiaan dalam Dalihan Na Tolu.
4. Mengetahui keselarasan antara ajaran etika Dalihan Na Tolu dengan
ajaran Islam.
C. Batasan dan Rumusan Masalah
Agar proposal skripsi ini terarah, tersistemasi, penulis ingin memberi
batasan masalah yang akan dianalisis. Untuk itu pembatasan penulisan skripsi ini
adalah tentang etika Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Muslim.
Dengan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, untuk mengetahui
jawaban dan masalah secara terarah maka dibuat sebuah pertanyaan :
1. Bagaimana Dalihan Na Tolu sehingga menjadi falsafah hidup Suku Batak
Muslim?
2. Apa saja nilai-nilai yang ada pada Dalihan Na Tolu?
3. Bagaimana keutamaan dan kebahagiaan Dalihan Na Tolu?
4. Apakah ajaran Dalihan Na Tolu ini selaras dengan ajaran Islam?
7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam hal ini, penulis mengambil judul skripsi “Etika Dalihan Na Tolu
dalam Masyarakat Batak Muslim”, yang bertujuan untuk menceritakan secara luas
tentang Dalihan Na Tolu, yang terbentuk bukan karena kesepakatan, akan tetapi
Dalihan Na Tolu muncul sebagai kodrat karena adanya pernikahan dan marga.
Dalihan Natolu ini bagi masyarakat Muslim Batak disebut budaya yang tidak
lapuk karena panas dan tidak luntur karena hujan, tahan uji, selalu relevan, dan
sudah mendarah daging. Sehingga Dalihan Na Tolu disebut sebagai etika
deep culture.
Penelitian ini juga dilakukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Strata Satu (S1), namun juga memberikan manfaat pada para
pembaca dengan memperkaya pengetahuan falsafah khususnya Etika Dalihan Na
Tolu pada Masyarakat Muslim Batak. Penulis berharap penelitian ini memberikan
pengetahuan dan wawasan sehingga bisa diaplikasikan dalam masyarakat,
sehingga menjadi manusia yang bermoral.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan tinjauan pustaka, penulis telah menemukan beberapa
buku yang membahas tentang Dalihan Na Tolu, seperti buku yang berjudul Adat
Dalihan Na Tolu Prinsip dan Pelaksanaannya, yang ditulis oleh Drs. Nalom
Siahaan. Di dalam bukunya ia memaparkan tentang adat Batak Dalihan Na
Tolu, dan buku tersebut membahas keistimewaan orang Batak Karena adat
Dalihan Na Tolu. Diantara keistimewaan itu ialah, Pertama: orang Batak adalah
martutur (bertutur) sesamanya, artinya berdasarkan Dalihan Na Tolu merasa
8
berkerabat. Kedua: supaya absah menurut Dalihan Na Tolu maka pernikahan
orang Batak haruslah diresmikan secara adat Batak. Ketiga: marga adalah
warisan suci, dalam arti adat Dalihan Na Tolu tegas melarang diadopsi seorang
yatim piatu (orang Batak) oleh siapapun, kecuali yang semarga dengan sianak.
Selanjutnya yaitu buku yang berjudul Horja (Adat Istiadat Dalihan Na
Tolu), yang ditulis oleh Basyral Hamidy Harahap yang diterbitkan pada tahun
1993. Di dalam bukunya membahas sejak kecil suku Batak sudah dididik untuk
senantiasa memelihara kemesraan dan kehangatan hubungan dengan saudara,
kerabat dekat, dan masyarakat setempat. Letak kebahagiaan bagi orang Batak
adalah apabila memiliki orang-orang yang dicintainya seperti satu marga
dengannya. Kekuatan ikatan kekerabatan terjadi antara orang dalam satu marga
yang berasal dari satu darah maupun satu marga dari keluarga yang berbeda.
Selain buku-buku dan karya-karya, penulis juga telah menemukan karya
akademik dalam bentuk skripsi. Skripsi tersebut ditulis oleh Shinta Romaulina
Nainggolan mahasiswa Universitas Negeri Semarang Fakultas Ilmu Sosial
Program Studi Hukum dan Kewarganegaraan, angkatan 2007. Adapun skripsi
tersebut berjudul “Eksistensi Adat Budaya Batak Dalihan Na Tolu pada
Masyarakat (Studi Kasus Masyarakat Batak Perantauan di Kabupaten Brebes)”.
Di dalam skripsinya, ia membahas bagaimana eksistensi ada budaya Dalihan Na
Tolu sebagai falsafah hidup masyarakat Batak perantauan di kabupaten Brebes?
Adapun hasil penelitiannya ialah masyarakat perantau di kabupaten Brebes
sangat menjunjung tinggi adat budaya yang mereka miliki mulai dari adat
perkawinan, adat kematian, sistem kekerabatan, dan falsafah hidup mereka.
Dalihan Na Tolu ini dijadikan sebagai sarana pengikat tali silaturahmi antar
9
masyarakat Batak.
Tidak hanya itu, penulis juga menemukan karya akademik dalam bentuk
skiripsi yang lain. Skripsi tersebut ditulis oleh Eric Evonsus Simbolon
mahasiswa Universitas Lampung Fakultas Hukum Program Studi Hukum
Perdata, angkatan 2013. Skripsi tersebut berjudul “Peranan Dalihan Na Tolu
dalam Hukum Perkawinan Adat Batak Toba (Studi pada Perkumpulan
Masyarakat Adat Batak Toba di Bandar Lampung)”. Di dalam skripsinya ia
menjelaskan bahwa hukum perkawinan masyarakat adat Batak mengatur tentang
peranan Dalihan Na Tolu. Peranan Dalihan Na Tolu ini merupakan hal yang
tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam suatu
perkawinan yang sah, Dalihan Na Tolu telah menggariskan dan menetapkan
aturan dan ketentuan rinci mengenai berbagai hubungan sosial baik antara suami
dengan istri, antara orang tua dengan saudara-saudara kandung dari masing-
masing pihak. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa prinsip Dalihan Na
Tolu sangat mementingkan kerjasama antar peran dari unsur-unsur Dalihan Na
Tolu itu sendiri yaitu Kahanggi, Anak Boru, Mora.
Kemudian, penulis juga menemukan karya akademik dalam bentuk
junal. Jurnal tersebut ditulis oleh Lelya Hilda yang dikeluarkan pada jurnal
Miqot, Vol. 40, No. 1, Tahun 2016. Jurnal tersebut berjudul “Revitalisasi
Kearifan Lokal Dalihan Na Tolu Masyarakat Muslim Mandailing Dalam
Menjaga Harmonisasi Lingkungan Hidup”. Di dalam jurnalnya ia menjelaskan
bahwa keharmonisan lingkungan hidup masyarakat Mandailing dengan kearifan
lokal Dalihan Na Tolu yang melindungi lingkungan, seperti: Marsialapai,
harangan rarangan, lubuk larangan, dan bahasa daun harus dijaga
10
kelestariannya. Kearifan lokal ini perlu disosialisasikan untuk kalangan pemuda
dengan memperlajarinya dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi sehingga
kelestariannya tetap terjaga. Penanaman nilai-nilai agama juga merupakan
faktor utama dalam mempertahankan kearifan lokal Dalihan Na Tolu.
Adapun yang membedakan tulisan skripsi ini dengan tulisan-tulisan di
atas adalah bahwa penulis memfokuskan tulisan pembahasan terhadap Etika
Dalihan Na Tolu dalam Masyarakat Batak Muslim.
F. Metodologi Penelitian
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini didasarkan pada riset
(library research) yakni proses pengidentifikasian secara sistematis penemuan-
penemuan dan analisis dokumen-dokumen yang membuat informasi berkaitan
dengan masalah penelitian.6
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Primer,
Sekunder, dan lainnya. Data primer merujuk kepada buku berjudul Hukum Adat
Dalihan Na Tolu dan Buku berjudul Horja . Data sekunder, berupa tulisan-tulisan,
baik dalam bentuk buku ataupun artikel yang mengandung pembahasan Dalihan
Na Tolu yang di tulis oleh para Sarjana, peneliti, dan cendikiawan. Data yang lain
adalah jurnal, internet dan lain-lain. Metode yang digunakan oleh penulis yaitu
metode pendekatan kualitatif.
Teknik penulisan skripsi ini disesuaikan dengan pedoman penulisan
skripsi yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Buku Pedoman
(silaturahim), shalatlah malam hari dikala manusia tidur, maka kamu akan
masuksurga dengan selamat. (HR. Ibnu Majah, no. 3251, dinyatakan shahih
oleh Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
Adapun inti dari ajaran Dalihan Na Tolu di sini yakni untuk menjadikan
masyarakat sebagai orang-orang yang saling bersaudara, saling mencintai dan
menyayangi, serta saling menasehati dalam kebaikan. Karena dengan inilah
antara unsur-unsur yang terlibat dalam Dalihan Na Tolu bersatu sehingga
tercapailah kebenaran. Dalihan Na Tolu sampai sekarang masih berperan kuat
dalam membina khususnya masyarakat Batak yang menyangkut pergaulan
hidupnya. 3
3 R. Tambun, Hukum Adat Dalihan Na Tolu, h.35
48
2. Hombar Adat Dohot Ibadat
Bagi masyarakat Batak Muslim, Islam merupakan agama yang
akomodatif terhadap budaya lokal. Hombar adat dohot ibadat salah satu
bentuk perhubungan antara agama dan budaya. Agama tidak dapat dipisahkan
dari ruang lingkup budaya. Sehingga agama menjadi pedoman dalam setiap
tindakan. Falsafah di atas merupakan cerminan pandangan masyarakat Batak
mengenai fungsi Islam dalam kehidupan mereka. Adapun agama Islam
dijadikan sebagai:
a. Pedoman hidup yang paling mendasar, sumber keselamatan, dan
kesejahteraan hidup.
b. Islam sebagai sumber pemahaman kehidupan yang universal dan
bersifat promordial, serta Islam merupakan identitas yang esensial
dan primordial bagi masyarakat.4
Pandangan yang demikiran bisa saja benar apalagi mengacu terhadap
sumber pengetahuan Islam. Pengetahuan agama bagi masyarakat Batak dapat
diperoleh melalui pengajian-pengajian dan pengalaman pelaksanaan tata
budaya adat Batak sendiri seperti: pernikahan dan kematian. Bahwa tata
budaya Batak Muslim semuanya bersumber pada Islam. Jika ada yang
bersumber dari luar Islam, maka ia tidak dihapus dan diwarnai dengan Islam
atau diislamkan, Seperti budaya mangupa. Dengan demikiran, akultutrasi
4 Sumper Mulia Harahap, “Islam dan Budaya Lokal: Studi Terhadap Pemahaman ,
Keyakinan , dan Praktik Keberagaman Masyarakat Batak Angkola di Padang Sidempuan
Perspektif Antropologi, Toleransi: Media Komunikasi Umat Beragama,” Vol. 7, No. 2, 2015, h.
164.
49
Islam dengan budaya batak sudah terjadi sejak awal, sehingga budaya Batak
menjadi dua hal yang inheren dalam kehidupan masyarakat.5
B. Nilai-Nilai Inti Dalihan Na Tolu
Dalam suku bangsa, bahwa nilai inti yang ada biasanya mencerminkan jati
diri suku tersebut. Sedangkan jati diri itu merupakan gambaran khusus seseorang
yang meliputi jiwa dan semangat daya gerak spritual. Di dalam suku Batak, ada
tujuh nilai inti yang mesti ditanamkan, diantaranya:6
1. Nilai Kekerabatan
Nilai kekerabatan atau keakraban diletakkan pada posisi paling utama
dari tujuh nilai inti yang ditanamkan oleh orang Batak. Hal ini terlihat pada
sub suku Batak seperti: Angkola, Mandailing, Toba, dan sub suku lainnya,
bahwa semua menempatkan nilai kekerabatan pada urutan yang paling pokok.
Nilai inti kekerabatan ini terwujud dalam pelaksanaan adat Dalihan Na Tolu.
Hubungan kekerabatan ini dapat terlihat pada tutur sapa, baik karena adanya
hubungan darah maupun pertalian perkawinan.7
Dalam Islam, bahwa Allah telah menjadikan manusia berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku yang mana diharapkan manusia itu bisa saling mengenal.
Allah berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 13:
5 Sumper Mulia Harahap, Islam dan Budaya Lokal: Studi Terhadap Pemahaman ,
Keyakinan , dan Praktik Keberagaman Masyarakat Batak Angkola di Padang Sidempuan
Perspektif Antropologi, Toleransi: Media Komunikasi Umat Beragama, h. 164-165. 6 H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,
(Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2017), h. 96. 7 H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,
h. 96.
50
Artinya:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.8
2. Nilai Agama
Nilai agama pada suku Batak sangat kuat. Sedangkan agama yang
dianut mereka sangat bervariasi. Menurut data (Departemen Agama Sumatera
Utara, 1999), bahwa wilayah yang mayoritas penduduknya menganut agama
Islam seperti: wilayah Agkola dan Mandailing di daerah Tapanuli bagian
selatan. Ada wilayah yang mayoritas penduduknya menganut agama Kristen
seperti wilayah Batak Toba yang meliputi daerah Tapanuli Utara hingga
bantaran danau Toba. Adapun wilayah Suku Batak yang presentase penganut
agamanya seimbang seperti wilayah Batak Simalungun. 9
Ajaran agama telah disosialisasikan kepada anak-anak Suku Batak sejak
masa kecilnya dengan penuh pengawasan. Adapun pengajaran agama
khususnya agama Islam yang diberikan ialah pembelajaran membaca atau
8 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,
(Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2011), h. 514. 9 H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,
h. 97.
51
mengaji Al-Qur’an sejak dini. Dalam acara perkawinan dan kematian sangat
menonjol. Dalam artian tidak ada yang dilebih-lebihkan dalam acara ini.
Apalagi masuknya Muhammadiyah sehingga acara-acara seperti pernikahan
meniadakan yang sifatnya lebih banyak mudhorat, seperti mangupa-upa
dalam prosesi adat (jamuan berupa kepala kambing, ikan mas, telur, dll), hal
ini merupakan ungkapan doa dan syukur agar keluarga senantiasa saling
menyayangi, bahagia, dan mendapatkan anak.
Fenomena kegamaan kadang-kadang menjadi lebih kuat daripada adat,
khususnya dilingkungan masyarakat Mandailing. Lebih dominannya agama
didukung oleh sarana pendidikan keagamaan yakni terdapat banyak pesantren
di daerah Mandailing, Angkola, Sipirok, dan Padanglawas. Bukti yang
terlihat pengaruh agama Islam dalam kehidupan masyarakat Batak
Mandailing yaitu diterimanya perjodohan atau pernikahan semarga. Padahal
pernikahan satu marga secara jelas melanggar adat karena masih berasal dari
satu tubuh. Hal itulah antara suku Batak Mandiling dan Batak Toba sangat
berbeda pendapat persoalan ini. Diterimanya kawin semarga oleh Batak
Mandailing dipengaruhi oleh keyakinan agama yang membolehkan itu. Hal
itu dalam Al-Quran Surah An-Nisa: 23:10
10
H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,
h. 97.
52
Artinya:
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu
yang perepuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;
saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu
yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika
kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka
tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak
kandungmu (menantu); dan menghimpun (dalam perkawinan) dua perempuan
yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.11
3. Nilai Hagabeon
Hagabeon bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu. Nilai
budaya hagabeon diharapkan dapat menikah sehingga ia memperoleh anak,
11
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,
h. 81.
53
kemudian mengawinkan anak-anaknya sehingga dapat memperoleh cucu.
Kebahagiaan dalam Suku Batak tidak lengkap jika belum memperoleh
keturunan. Terlebih dapat anak laki-laki sehingga kelak dapat melanjutkan
cita-cita orang tua dan marganya. Jika seseorang tidak memperoleh keturunan
anak laki-laki, maka terputuslah keturunannya.12
Dalam Islam pun dapat dilihat bahwa tujuan pernikahan tidak lain untuk
memperoleh keturunan yang tentu akan mengharapkan dapat keturunan yang
sholeh dan sholehah sehingga dapat membentuk generasi yang berkualitas,
serta berguna bermanfaat bagi masyarakat.
Allah berfirman dalam surah Al-Furqon ayat 74:
Artinya:
“ Dan orang-orang yang berkata: “ya Tuhan kami , anugrahkanlah kepada
kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”13
Adapun prakteknya hagabeon dalam suku Batak Muslim, yang mana
seseorang berkeinginan untuk dapat menunaikan ibadah haji ke tanah suci
(Mekkah). Apabila dia belum mampu dalam segi materi, maka anak-anaknya
12
H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,
h. 98. 13
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,
h. 366.
54
dapat menunaikan cita-cita orang tuanya. sehinga terwujud keinginan untuk
dapat menunaikan ibadah haji.
4. Nilai Hamoraon
Hamoraon bermakna kehormatan. Nilai kehormatan dalam suku Batak
Muslim terletak pada aspek spritual, material, dan ilmu yang ada pada
seseorang. Banyak harta dan kedudukan jabatan yang tinggi tidak berarti jika
tidak ditopang dengan keutamaan spritual. Pengajarannya yaitu seseorang jika
mempunyai banyak harta, memiliki jabatan, mempunyai keturunan, harus
diiringi dengan jiwa keagamaan serta diiringi sifat tolong menolong. Maka
dia akan dipandang mora (terhormat). Hal ini di suku Batak Muslim sangat
menghormati orang yang memiliki ilmu keagamaan yang tinggi. 14
Dalam Islam, orang yang berilmu mendapatkan hak keistimewaan dari
Allah Swt. Dengan ilmu juga menjadikan kita lebih dihormati dan dihargai
oleh semua orang. Sebab dengan ilmu seseorang akan diangkat
derajatnya. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al-Mujadalah ayat 11:
Artinya:
“Wahai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “berlapang-
lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
14
H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,
h. 98.
55
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “berdirilah kamu”, maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antara kamu dan orang-orang yang beri ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.15
5. Nilai Uhum dan Ugari
Uhum bermakna hukum dan ugari bermakna kebudayaan. Nilai uhum
(hukum) bagi suku Batak sangat mutlak ditegakkan dan diakui sehingga
penerapannya adalah untuk menegakkan keadilan. Nilai keadilan ditentukan
ketaatan kepada ugari serta setia pada janji. Orang Batak yang menghormati
uhum, ugari, dan janjinya dipandang sebagai manusia yang sempurna.
Berkhianat terhadap kesepakatan adat amat tercela dan mendapat sangsi
hukum secara adat. Maka dari itu, orang Batak selalu terang-terangan dan apa
adanya serta tidak banyak basa basi.16
Dalam Islam, adil merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh
setiap manusia dalam rangka untuk menegakkan kebenaran kepada
siapapun,walaupun itu merugikan dirinya sendiri. Adil belarti berpihak dan
berpegang kepada kebenaran.17
Allah berfirman dalam surah An-Nisa ayat 135:
15
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,
h. 543.
16
H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,
h. 99. 17
Anonim, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996),
h.50-51.
56
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu, bapak, dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka
Allah lebih tau kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar
balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.18
6. Nilai Pengayoman
Pengayoman bermakna perlindungan. Dalam suku Batak, pengayoman
wajib diberikan kepada lingkungan keluarga maupun masyarakat. Tugas ini
dipegang oleh semua unsur Dalihan Na Tolu. Pengayom ini utamanya berada
pada pihak mora dan yang diayomi adalah pihak anak boru. Sebenarnya
semua unsur yang terlibat dalam Dalihan Na Tolu, dipandang memilih daya
18
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,
h. 100.
57
untuk saling melindungi. Semua orang menjadi pengayom dan mendapatkan
pengayoman dari sesama kerabatnya.19
Allah SWT berfiman dalam Surah An-Nisa ayat 29-30:
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka diantarakmu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.(29) Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan
aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam nereka. yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah.(30)20
Dalam Masyarakat, potensi untuk berbuat jahat kepada orang lain
sangat besar jika mempunyai kesempatan. Agama Islam mengakui dan
melindungi hak milik seseorang. Maka tidak diperkenankan merampas,
menipu, mencuri, dan lain-lain yang dapat merugikan orang lain. Jadi sesama
19
H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,
h. 99.
20
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,
h. 83
58
orang Batak yang terlibat mau itu posisinya pihak mora, mau itu pihak anak
boru, mereka harus jadi pengayom untuk mereka. Apabila perlindungan
terhadap hak milik dan nyawa dapat berjalan dengan baik, maka hidup
bermasyarakat menjadi tentram, damai, dan harmonis.
7. Nilai Marsisarian
Marsisarian bermakna saling mengerti, menghargai, dan saling
membantu. Dalam bermasyarakat terkhususnya dalam kerabat dekat harus
saling menghargai. Dalam hidup ini masing-masing orang mempunyai
kelebihan dan kekurangan sehingga butuh pengertian tanpa ada yang salah
menyalahkan antar sesama. Konflik memang kerab sering terjadi antar
kerabat dekat maupun orang lain. Hal ini yang harus dikedepankan ialah nilai
prinsip marsisarian.21
C. Keutamaan dan Kebahagiaan
Keutamaan dan Kebahagiaan hanya dapat dapat dimiliki oleh manusia
yang berakal budi. Bahwa mereka dapat menyadari dan mengerti kepuasan yang
mereka alami. Keutamaan selalu mengarahkan manusia serta menciptakan
kebaikan dan tindakan yang baik. Adapun keutamaan dalam hubungan tiga unsur
dalam Dalihan Na Tolu tetap dijaga dan dipelihara, serta hubungan antara unsur
berlangsung atas dasar keseimbangan yang serasi antara hak dan kewajiban.
21
H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,
h. 100.
59
Adapun keutamaan yang selalu dipegang teguh oleh suku Batak agar
keharmonisan hubungan antar unsur Dalihan Na Tolu tetap terpelihara, yaitu:22
1. Manat Markanggi
Manat mempunyai arti teliti, hati-hati, sabar, dan bertenggang rasa.
Sikap maupun perilaku ini harus diperlukan dalam pergaulan sehari-sehari
dengan kerabat kahanggi ini. Karena potensi konflik dalam kalangan kerabat
ini jauh lebih besar jika dibandingan dengan potensi konflik dengan anak
boru dan mora.
Adapun potensi konflik yang sering terjadi dikalangan kerabat ini yakni
biasanya yang berkaitan dengan harta pusaka, iri hati, dan dengki. Sifat ini
dapat terjadi karena bersumber adanya sifat gutgut (nyinyir) dalam hatinya.
Namun, konflik ini dapat terhindar apabila kalangan kerabat kahanggi bersifat
berprilaku teliti, hati-hati, dan sabar. Maka dalam suku Batak, para leluhur
selalu menasehatkan agar keturunannya manat-manat markahanggi.
2. Elek Maranak Boru
Elek mempunyai arti malo mambuat roha (pandai mengambil hati).
Adapun tujuannya agar yang diambil hatinya tetap senantiasa baik dan setia.
Elek maranak boru bermaksud agar dari pihak mora pandai menyenangkan
hati pihak anak borunya. Hal ini penting, sebab anak boru adalah tulang
punggung serta guru segala kegiatan adat dikalangan kerabat mora. Apabila
anak boru tidak ada atau mogok, pasti kegiatan adat semisal pesta pernikahan
akan gagal.
22
Basyral Hamidy Harahap, dkk, Horja: Adat Istiadat Dalihan Na Tolu, (Jakarta: Tim
Koreksi, 1993), h. 102-203.
60
Anak boru bukan hanya sebagai tenaga kerja, pemberi bantuan modal,
dan material lainnya dalam menyukseskan kegiatan adat dalam kerabat mora.
akan tetapi anak boru memegang peranan penting sebagai juru damai dan
pemelihara ketentraman hidup untuk pihak moranya. Dalam menjaga agar
peranan ini berfungsi sebaik-baiknya, maka pihak mora harus elek kepada
anak borunya.
3. Somba Marmora
Somba Marmora maksudnya hormat kepada pihak mora. Yang mana
pihak anak boru harus senantiasa hormat dan tunduk kepada pihak moranya.
Mora dipandang sebagai sumber kehidupan serta kesejahteraan lahir dan
bathin bagi anak boru. Hal itu karena pihak mora telah memberikan anak
gadisnya kepada pihak anak boru yang kemudian melahirkan keturunan anak
boru.
Pihak mora menduduki posisi yang paling terhormat antara ketiga unsur
Dalihan Na Tolu. Leluhur orang Batak selalu menasehatkan keturunannya
agar selalu hormat kepada pihak mora agar kehidupan tetap serasi dan
harmonis. Hal ini dapat tercipta dengan cara senantiasa saling mencintai dan
menghormati.
Bahagia tidak hanya diukur dari kekayaan, kepintaran, dan punya jabatan
yang tinggi. Hidup yang baik selalu mensyaratkan tindakan yang baik, sebab
kodratnya manusia selalu menginginkan dan merindukan untuk berbuat baik.
Dalam halnya keutamaan yang selalu dipegang teguh oleh masyarakat Batak,
61
sehingga menciptakan hubungan antara ketiga unsur menjadi baik, harmonis, serta
tidak akan timbul perpecahan jika selalu menanamkan keutamaan di atas. Hal ini
jika sudah tercipta keutamaan di atas, maka dari pihak-pihak kahanggi, anak boru,
dan mora maka ini merupakan kebahagiaan yang sejati.
D. Ajaran Etika Dalihan Na Tolu dengan Ajaran Islam
1. Tolong Menolong
Dalihan Na Tolu dikenal ajaran untuk saling tolong menolong antara
kerabat sesuai dengan fungsi masing-masing, apakah kedudukannya sebagai
kahanggi, anak boru, dan mora. Adapun bentuk ajarannya seperti: pada acara
pernikahan adanya kerjasama yang baik dari pihak anak boru untuk moranya
dalam menjalankan proses pernikahan. Ini sangat sesuai dengan ayat
Al-Qur’an yang menganjurkan kita untuk saling tolong menolong. Dalam
Surah Al-Maidah ayat 2:
...
Artinya:
“ dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa,
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-
Nya”.23
23
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,
h. 106.
62
Selain itu, Dalihan Na Tolu dijadikan sebagai landasan bermusyawarah
untuk mencapai mupakat yang lebih dikenal dengan mardomu ni tahi, artinya
jika ada keperluan dalam acara adat atau konflik, maka antara pihak anak
boru dan mora dapat bermusyawarah dan mencari mufakat. Dalam surah
As-Syura ayat 38:
Artinya:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah
antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka”.24
Dari ayat di atas jelas bahwa musyawarah sangat dianjurkan, dilihat
dari mekanisme kerjanya ada rasa persatuan, rasa persaudaraan yang tinggi,
rasa tanggung jawab, dan musyawarah. Hal itu, supaya berat sama dipikul,
dan ringan sama dijinjing.
2. Saling Menghargai
Sikap menghargai berarti memberi harga, mengindahkan, memandang
penting. Adapun menghargai orang lain berarti mengindahkan hak asasi diri
sendiri dan orang lain. Sikap saling menghargai adalah kecenderungan
seseorang untuk bereaksi dalam memandang penting orang lain. Manusia
diciptakan oleh Tuhan dengan berbagai perbedaan. Dalam kehidupan
24
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,
h. 485.
63
masyarakat, masing-masing orang dituntut untuk dapat hidup dengan orang
lain dengan berbagai perbedaan. Ada golongan kaya dan ada golongan
miskin. Perbedaan yang ada diri sendiri maupun orang lain dapat
dimanfaatkan untuk saling menyempurnakan.25
Dalam Dalihan Na Tolu, hubungan antar kerabat mau itu pihak
kahanggi, anak boru, dan mora harus saling menghargai. Adat akan
menindak bagi pelaku yang mencemarkan nama baik, baik itu penghinaan
secara lisan ataupun tulisan. Jika terdapat seseorang yang melakukan
pencemaran nama baik maka diberikan hukuman. Adapun yang sangat
berperan dalam persidangan penghukuman ini adalah hatobangon (yang
dituakan), pihak kahanggi dan beserta anak boru dari pihak korban dan
pelaku. Adapun hukumannya berupa: denda atau memberikan makan
masyarakat setempat, bahkan diusir dari kampung karena telah menodai
kesucian. Hal ini tergantung kesepakatan hatobangon. Allah berfirman dalam
surah Al-Hujurat ayat 11:
Artinya:
25
Eddy Soewardi Kartawidjaja, Mengukur Sikap Sosial: Pegangan Untuk Peneliti dan
Praktisi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 4
64
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik
dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah
suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang
mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim”.26
Allah juga berfirman dalam Al-Hujurat ayat 12:
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhila kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? maka tentulah kami merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah
kepada Alla. Sesungguhnya Alla Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang”.27
26
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,
h. 516.
27
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,
h. 517.
65
3. Saling Menghormati
Saling menghormati yaitu sikap dan perilaku untuk menghargai dalam
hubungan antar individu dan kelompok berdasarkan norma dan tata cara yang
berlaku. Sikap saling menghormati merupakan prinsip moral seseorang
dalam kehidupannya. Dia dituntut agar senantiasa menunjukkan sikap hormat
kepada orang lain dalam berbicara maupun dengan bertata krama yang
berlaku agar kelangsungan tatanan sosial terjamin.28
Dalam unsur-unsur pihak yang terlibat dalam Dalihan Na Tolu, baik dia
berposisi sebagai anak boru, ataupun berposisi sebagai mora. Pihak mora
mesti lebih dihormati dalam kehidupan sehari-hari. Keberkahan yang
diperoleh jika menerapkan ajaran ini dan akan mendatangkan suka cita yang
tidak dapat dinilai dengan harta. Bagi mora, penghormatan yang diberikan
oleh pihak anak boru kepadanya menimbulkan kebahagiaan. Allah berfirman
dalam surah Al-Hujurat ayat 10:
Artinya:
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap
Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.29
28
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 70. 29
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,
h. 516.
66
Dalam ayat diatas, Islam sangat menganjurkan agar selalu memperbaiki
hubungan terhadap orang lain. Hormat menghormati menjadi sikap yang
wajib dilakukan agar terciptanya perdamaian dalam kehidupan.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan tentang
etika Dalihan Na Tolu dalam masyarakat Batak Muslim, maka penulis
menyimpulkan yakni pertama, Dalihan Na Tolu adalah tungku masak berkaki
tiga, diibaratkan sebagai simbol dari tatanan sosial kemasyarakatan orang Batak.
Ketiga kaki itu sama tinggi dan sama besar supaya ada keseimbangan. Dalihan na
Tolu lah yang menyatukan hubungan kekeluargaan pada suku Batak.
Kedua, Dalihan Na Tolu menjadi falsafah hidup suku Batak. Bahwa
sistem kekerabatan ini lahir dari Dalihan Na Tolu karena ada perkawinan dan
lahir juga dari adanya marga. Hal ini juga bermaksud agar antara pihak saling
mengetahui tatakrama dan sopan santun dalam bertutur sapa kepada pihak
keluarga yang lain. Maka akan timbul sikap saling menghormati diantara mereka.
Ketiga, nilai-nilai inti Dalihan Na Tolu. Ada tujuh nilai yang harus
ditanamkan oleh masyarakat Batak yakni:
1. Nilai Kekerabatan, suku Batak meletakkan hubungan kekerabatan pada
posisi yang paling utama. Hubungan kekerabatan terlihat juga dari tutur
sapa, baik karena adanya hubungan darah maupun tali perkawinan.
2. Nilai Keagamaan, Posisi agama dalam suku Batak sangat kuat terutama
pada ajaran Islam. Ajaran agama telah disosialisasikan kepada anak-anak
suku Batak sejak masa kecil dengan penuh pengawasan.
66
3. Nilai Hagabeon, bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu,
sehingga kelak dapat melanjutkan cita-cita orang tuanya dan mewariskan
marga yang dibawa.
4. Nilai Hamoraon, bermakna kehormatan, nilai kehormatan dalam suku
Batak Muslim terletak pada aspek spritual material, dan ilmu pengetahuan.
5. Niali Uhum dan Ugari, bermakna hukum dan adat. Hukum mutlak
ditegakkan dan adat ditaati sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat.
6. Nilai Pengayoman, pihak kerabat harus saling memberikan
perlindungan/saling melindungi antar kerabat),
7. Nilai marsisarian, bermakna saling mengerti dan saling menghargai. Pihak
antar kerabat harus saling menghargai dan tidak saling menyalahkan.
Keempat, keutamaan dan kebahagiaan. Ada keuatamaan yang ditanamkan
kepada pihak yang terlibat dalam Dalihan Na Tolu yakni: manat markahanggi
(saling tenggang rasa kepada pihak kahanggi/semarga), elek maranak boru (bisa
mengambil hati/pihak mora harus mengambil hati anak borunya), dan somba
marmora (hormat kepada pihak mora/pihak anak boru harus hormat kepada pihak
mora). Jika tercipta keutamaan ini, maka akan pihak keluarga akan merasa saling
senang sehingga ini merupakan kebahagiaan yang sejati.
Kelima, ajaran etika Dalihan Na Tolu dengan ajaran Islam. Bahwa antara
pihak yang terlibat dalam Dalihan Na Tolu agar senantiasa tolong menolong,
saling menghargai, dan saling menghormati. Agar kehidupan di masyarakat Batak
Muslim menjadi harmonis dan sesuai juga dengan ajaran Islam.
67
B. Saran
Memahami akan budaya Batak terkait dengan etika Dalihan Na Tolu
sangat penting untuk di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
juga kita harus menumbuhkan sikap cinta terhadap budaya atau adat istiadat yang
berlaku. adapun upaya nyata yang harus dilakukan untuk menumbuhkan rasa cinta
terhadap budaya atau istiadat yakni:
1. Hatobangon (yang dituakan di adat Batak) agar peduli dan memberikan
wawasan pada masyarakat Batak dan generasi penerus agar dapat
melestarikan ada dan budaya daerah. Dihimbau agar masyarakat selalu
ikut serta dan berperan dalam pelaksanaan adat. Sehingga menjadi lebih
tau terhadap pelaksanaan adat.
2. Masyarakat Batak agar dapat memberikan wawasan kepada keluarga
dekat, misalnya memberikan pengetahuan kepada anak-anak dan kerabat
keluarga yang tidak mengerti akan budaya. Serta memberitahukan silsilah
penomoran pada marganya. Hal itu agar menjaga nilai kekerabatan pada
kerabat yang masih ada pertautan darah.
3. Pemerintah agar dapat memberikan edukasi kepada masyarakat Indonesia
mengenai pelestarian akan budaya sebagai bangsa yang beraneka ragam.
68
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Ch. Sutan Tinggi Barani Perkasa. 2012. Sejarah Masuknya Islam ke
Tapanuli Selatan. Medan: CV. Mitra Medan.
Alfan, Muhammad. 2011. Filsafat Etika Islam. Bandung: CV. Pustaka Media.
Anonim. 1996. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.