Top Banner
BAHAN AJAR MATA KULIAH ESTETIKA BARAT DISUSUN OLEH TRIYANTO NIP. 195701031983031003 0
107

Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Mar 27, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

BAHAN AJAR

MATA KULIAH

ESTETIKA BARAT

DISUSUN OLEH

TRIYANTO

NIP. 195701031983031003

0

Page 2: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

JURUSAN SENI RUPA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2015

BAHAN AJAR PERTEMUAN KE-I S.D.3

POKOK BAHASAN I PENGERTIAN ESTETIKA DAN LINGKUP KAJIANNYA

1. TUJUAN PERKULIAHAN:

Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa

diharapkan dapat menjelaskan pengertian estetika dan

ruang lingkup kajiaanya, serta dapat memahami tentang

teori keindahan.

2. Materi Perkuliahan

2.1 Pengertian Estetika

Estetika merupakan gabungan dari ilmu pengetahuan

dan filsafat. Kata estetika dikutip dari bahasa Yunani

aisthetikos, atau aisthanomai yang berarti mengamati dengan

indera (Lexicon Webster Dic: 1977:18). Pengertian

tersebut juga berkaitan dengan istilah aesthesis (bahasa

Yunani) yang mempunyai pengertian pengamatan.

Feldman dalam hal ini melihat estetika sebagai ilmu

pengetahuan pengamatan atau ilmu pengetahuan inderawi,

mengacu pada kesan-kesan inderawi. Demikian juga J.

1

Page 3: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Addison, memadankan estetika dengan teori cita rasa,

dilandasi tradisi empirisme dan teori yang mengacu kepada

tradisi lain yakni menurut pandangan Platonis dan

Neoplatonis. Struktur teori ini telah dikembangkan

menjadi lima bagian yakni: (1) persepsi, (2) cita rasa,

(3) produk mental, (4) objek pengamatan, (5)

pertimbangan cita rasa ( Dickie, 1989) sehingga jika

dilihat dari kelima struktur tersebut maka teori

pengamatan identik dengan teori cita rasa.

Secara luas estetika mempunyai pengertian, semua

pemikiran filosofis keindahan (yang berkaitan dengan

seni). Estetika muncul tatkala para filusuf memiliki

pemikiran terbuka untuk meneliti , dan memiliki perasaan

haru ( Paul Valery). Seperti yang diutarakan Hegel bahwa

filsafat seni membentuk bagian yang sangat penting dalam

struktur filsafat. Estetika sebagai filsafat seni, telah

berkaitan dengan etika dan logika. Karena itu estetika,

etika dan logika membentuk tritunggal ilmu-ilmu normatif

di dalam filsafat. Jerome Stolnitz menggaris bawahi bahwa

estetika dianggap sebagai telaah filsafat keindahan dan

keburukan. Selain itu, dikatakan bahwa estetika adalah

segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat dasar nilai-

nilai nonmoral yang berkaitan dengan karya seni.

Di sisi lain John Hosper mendefinisikan estetika

sebagai salah satu cabang filsafat yang berkaitan dengan

proses penciptaan karya estetis., artinya estetika tidak

hanya sekedar mempermasalahkan tentang objek seni,

melainkan seluruh permasalahan yang berkaitan dengan

2

Page 4: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

suatu “karya yang indah”. Demikian halnya Plato

mengutarakan ciri-ciri dan hukum keindahan, Aristoteles

dalam hal ini merumuskan keindahan sebagai suatu yang

baik dan menyenangkan, sedangkan Politinus menulis

tentang ilmu dan kebajikan yang indah. Orang Yunani juga

mengemukakan bahwa keindahan berkaitan dengan tradisi

atau adat kebiasaan, selain itu mereka juga mengenal

pengertian keindahan yang bersifat kasat mata, dikenal

dengan sebutan symetria, misal pada karya seni visual , dan

harmonia untuk keindahan dalam seni musik yang berkaitan

dengan pendengaran. Jadi pengertian estetika secara luas

meliputi keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral

dan keindahan intelektual.

Beberapa ahli pikir menyatakan bahwa keindahan

tersusun dari berbagai keselarasan dan perlawanan unsur-

unsurnya seperti garis, bentuk, nada dan kata-kata, ada

pula yang berpendapat bahwa keindahan adalah kesatuan

dari hubungan bentuk yang terdapat di antara pencerapan

inderawi, sehingga bisa dibedakan antara ekstraestetis

dan intraestetis. Keindahan yang menyangkut pengalaman

estetis seseorang yang berkaitan dengan segala sesuatu

yang tidak secara langsung dicerap melalui indera,

disebut ekstraestetis, sedangkan intraestetis adalah

segala sesuatu yang bersifat kasat mata, berkaitan dengan

penglihatan (jiwo katon), berupa keindahan bentuk, warna,

garis, tekstur, ruang, cahaya dan sejumlah kualita pokok

tertentu antara lain; kesatuan (unity), keselarasan (harmony),

kesetangkupan (symmetry) keseimbangan (balance), irama (rytme),

3

Page 5: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

perulangan (repetion), perlawanan, (contrast), dominasi (emphasis)

(lihat Read; 1998)

Estetika sebagai bagian dari kebudayaan dalam

berkesenian berisi tentang (1) nilai-nilai,(2) pedoman,

(3) gagasan-gagasan vital, (4) kepercayaan atau keyakinan

tentang berkesenian. Nilai atau pedoman tersebut

digunakan untuk menciptakan dan memahami suatu karya

seni. Kendati kedinamisan perkembangan suatu kebudayaan

akan mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai-nilai.dan

konsep estetika,secara kontektual, estetika ditentukan

oleh keadaan, kebudayaan dan peradaban yang berlaku.

Sebagai contoh, dari sudut pandang ekonomi “kecil itu

indah” atau “sederhana itu indah” (konsep estetika

Jepang). Pengertian estetika dari berbagai sudut pandang

ilmu pengetahuan lainnya misal, “pikiran original itu

indah” dan dari sudut pandang teknologi, bisa mengatakan:

“teknologi itu indah” atau “rasional itu indah”. Sehingga

konsep estetika bukan saja untuk para pencipta karya

seni, tetapi bisa untuk siapa saja yang dapat menentukan

dan merasakan keindahan secara kontekstual berdasarkan

tingkat apresiasi, situasi dan latar belakang budaya.

Akhirnya pengertian estetika meliputi totalitas dari

esensi kehidupan yang mampu menggelitik jiwa manusia, dan

berlaku terhadap apa saja yang dirasakan manusia sejalan

dengan konsep hidup dan jamannya. Gejala semacam ini

merupakan suatu kenyataan, bahwa estetika bukan lagi

suatu yang perlu diagungkan seperti yang pernah terjadi

pada abad pertengahan, melainkan telah melebur dalam

4

Page 6: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

totalitas yang disebut dengan era “Estetika Paripurna”

(Sutrisno 1999). Salah satu yang paling penting dalam

konsep estetika ini adalah keindahan yang melekat pada

karya seni atau merupakan ruh dari suatu karya seni.

Dalam estetika modern, lebih cenderung membicarakan

tentang seni dan pengalaman estetik, karena keindahan

bukan pengertian yang bersifat abstrak tetapi merupakan

suatu gejala kongkret yang dapat ditelaah dengan

pengamatan empiris serta dapat diuraikan secara

sistematis.

Sebelum abad ke 18 muncul teori keindahan yang

mempermasalahkan tentang hakikat keindahan dan setelah

abad ke 18, mulai dibicarakan tentang keindahan yang

adiluhung dan keindahan yang dangkal, di antaranya

adalah: Kant, Shaftesbury, Hutcheson, Burke, dan Alison

(sebelum abad ke18). Mereka menyoroti tentang teori

selera (taste theory) dengan menggunakan “pengalaman

keindahan” sebagai pendekatan analisisnya. Selain itu

mereka juga mengaitkan seni dalam estetika dengan rasa

indah, halus, dan luhung Kemudian setelah abad ke 18 arti

kata “indah” disamakan dengan “sesuatu yang mempunyai

nilai estetis” lazim digunakan untuk mengkaitkan seni

dengan alam. Sehingga masalah keindahan dibahas melalui

dua teori yakni teori estetika dan teori seni. Secara

rinci akan dibicarakan dalam mata kuliah estetika 2.

2.2 Lingkup Kajian Estetika.

2.2.1 Hubungan antara Keindahan dan Kebudayaan.

5

Page 7: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Keindahan adalah filsafat tentang segala sesuatu

yang indah atau ilmu tentang keindahan dan “cita rasa”. In

essence, aesthetics is philosophy of the beautiful, the science of beauty and

“taste” ( Hope M. Smith, 1968) Mengacu dari pendapat Smith

tersebut, keindahan tidak terlepas dari kebudayaan,

karena kebudayaan merupakan penentu corak, typical, gaya

hidup suatu kelompok masyarakat sebagai pendukung

kebudayaan tersebut.

Di sisi lain manusia sebagai mahluk multidimensi

mempunyai peran untuk mencipta dan mengamati suatu karya

seni sesuai dengan cita rasanya. Konsep keindahan dan

cita rasa ini terbentuk dan mengacu dari ajaran-ajaran

agama dan konsep budaya dari masing-masing kelompok.

Estetika sebagai sub sistem kebudayaan dalam berkesenian

berisi tentang (1) nilai-nilai, (2) pedoman, (3) gagasan-

gagasan vital, (4) kepercayaan atau keyakinan tentang

berkesenian. Nilai atau pedoman tersebut digunakan untuk

menciptakan dan memahami karya seni.

Kebudayaan secara hakiki mempunyai pengertian

sebagai keseluruhan pengetahuan, kepercayaan dan nilai-

nilai yang isinya berupa sistem-sistem makna atau sistem-

sistem simbol. Fungsinya bukan hanya digunakan atau

menjadi pedoman strategi adaptasi dalam menghadapi

lingkungan dan sumber daya alam, tetapi sekaligus

berfungsi sebagai pedoman strategi dalam menghadapi

lingkungan sosial dan lingkungan kebudayaan itu sendiri

(Suparlan Parsudi 1995 ). Budaya sebagai acuan bagi suatu

masyarakat yang bersifat normatif, maka ia mampu

6

Page 8: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

melahirkan “gaya hidup” tertentu, serta memberi makna

yang dapat membedakan dengan kelompok lain. Misal

kebudayaan Jawa berbeda dengan kebudayaan Irian, Sumatra,

Bali dst, demikian juga kebudayaan Indonesia, berbeda

dengan kebudayaan Jepang, Korea, Eropa atau India. Di

dalam suatu kebudayaan mengandung unsur-unsur seperti

ilmu pengetahuan, kepercayaan (termasuk agama) dan nilai-

nilai (etika dan estetika). Agama dalam hal ini merupakan

salah satu unsur dari kebudayaan telah beroperasi dan

berperan melalui kebudayaan. Agama bersifat Illahi

sebagai sistem kepercayaan terhadap adikodrati, yang

berkaitan dengan nilai, norma, kelembagaan dan simbol-

simbol tertentu. Sehingga agama sebagai pedoman bagi

ketepatan kebudayaan, telah berfungsi untuk

menstrukturkan kebudayaan, dan beroperasi melalui sistem

simbol pada tingkat emosional, kognitif, subjektif dan

individual. Keberadaan kebudayaan itu telah didukung oleh

manusia, maka dengan sendirinya manusia tidak dapat

terlepas dari kebudayaan tersebut, karena budaya

merupakan wujud/ ekspresi dari eksistensi manusia,

Manusia adalah mahluk multidemensi, yang pada

awalnya seperti halnya mahluk yang lain memiliki jasmani

dan kebutuhan biologis, tetapi untuk membedakan manusia

dengan mahluk lain adalah pada kebutuhan integratif,

suatu kebutuhan yang berkenaan dengan hakikat manusia

sebagai mahluk berpikir, bermoral dan bercita-rasa,

mencakup etika-estetika dan seni. Kendatipun masih ada

dua kebutuhan lainnya sebagai penunjang kehidupan manusia

7

Page 9: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

yakni kebutuhan primer; adalah kebutuhan yang bersumber

pada aspek biologis berkaitan dengan kelangsungan hidup

seperti sandang, pangan, dan papan. Dan kebutuhan

sekunder atau sosial; merupakan suatu kebutuhan yang

berkaitan dengan keterlibatan hidup orang lain.

Etika dalam hal ini merupakan nilai-nilai moral

menyangkut agama terdiri dari (a) kesediaan untuk

bertanggung jawab, (b) kejujuran, (c) kemandirian moral,

(d) prinsip sikap baik-buruk (lihat Magnis Suseno; 1998).

Sedangkan seni, desain, teknologi dan ilmu pengetahuan

merupakan perwujudan dari kebudayaan. Secara realitas

karya seni / desain tidak lebih dari fenomena praktis

kebutuhan manusia atau sebagai proyeksi diri manusia

dalam dimensi lain yang mencerminkan suatu sikap budaya

dari kelompok manusia dalam membangun lingkungannya.

(Malvin Rader: 1990). Sikap budaya dalam hal ini

merupakan suatu keyakinan dalam diri manusia untuk

memberi makna kultural dan makna sosial terhadap setiap

pemikiran dan perbuatan manusia. Selain itu mampu

memperkaya nilai-nilai dan khasanah peradapan rohani di

sekitarnya. Sedangkan keindahan merupakan ruh dari

kesenian dan sebagai sistem dalam kebudayaan dalam

berkesenian yang berisi nilai- nilai, pedoman-pedoman,

gagasan vital serta kepercayaan atau keyakinan tentang

berkesenian.

Manusia juga memiliki empat demensi yakni (1)

dimensi pengalaman (2) dimensi pikir, (3) dimensi rasa,

(4) dimensi keyakinan. Semua dimensi tersebut mengarahkan

8

Page 10: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

manusia menjadi manusia yang manusiawi dan manusia yang

utuh. Jika perkembangan dari salah satu aspek dimensi

tidak seimbang maka akan menjadikan manusia yang kurang

manusiawi. Untuk menjadikan manusia yang utuh dan

seimbang diperlukan keseimbangan untuk mengembangkan

dimensi-dimensi rohaninya. Dimensi-dimensi tersebut

digambarkan sebagai berikut:

Karakteristik dari tiap-tiap dimensi adalah sebagai

berikut :

Agama bersifat trasendental, dasarnya kepercayaan,

pengabdian penuh dan takwa, ajarannya ’apa

seharusnya’ (das sollen) , bertujuan meraih keselamatan,

harmoni, kedamaian, konsep berdasarkan filsafat

masing-masing.

Ilmu, bersifat nalar, logis, mempunyai sistem dan

metode, bersumber pada fakta, empiri (das sein) ’apa

adanya’. Bertujuan untuk membuktikan kebenaran

secara khusus dan terbatas, serta mempunyai fungsi

untuk deskripsi, prediksi dan kontrol pada kenyataan

empiris.

9

AGAMA (KEYAKINAN)

FILSAFAT

(PIKIR)

( PIKIR)

SENI(RASA)

ILMU(PENGALAMAN)

Page 11: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Filsafat, bersifat nalar, logis, tidak ada metoda

yang spekulatif, bertujuan untuk mencapai kebenaran

yang menyeluruh serta mendasar dalam sistem

konsepsional, berfungsi untuk kearifan hidup.

Seni, menciptakan realita baru dari kenyataan

empiris. Bentuknya ekspresi realita baru secara

sensoris dengan simbol dalam kebulatan dunia besar.

Berdasarkan apresiasi dari pengalaman manusia, serta

mengandung das sollen dan das sein.

Keempat karakter tersebut mempunyai persamaan dan

perbedaan dalam hal cara kerja, sumber, wujud dan fungsi

masing-masing dimensi. Pada mulanya keempat dimensi

pengetahuan tersebut tidak mempunyai batas yang jelas,

namun dalam perkembangannya batas-batas tersebut semakin

jelas dan berkembang menjadi spesialisasi. Di bidang ilmu

terdapat tiga penggolongan besar yakni ilmu alam, ilmu

sosial, dan humaniora. Saat ini penggolongan tersebut

kurang lebih berkembang sampai 700 disiplin ilmu.

Kesenian termasuk dalam bidang ilmu humaniora pada

tiap-tiap kebudayaan/bangsa mempunyai perbedaan perincian

yang berkisar antara 9 sampai dengan 10 ilmu antara lain;

bahasa, sastra, sejarah, filsafat, dan seni. Bidang

humaniora ini bertujuan untuk memberikan informasi

tentang hakikat manusia. Khusus dalam hal seni memberikan

keindahan sebagai pengalaman tersendiri yang membedakan

manusia dengan mahluk lain yang tidak mampu menjadikan

lebih bersifat manusia. 10

Page 12: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

2.2.2 Hubungan antara Seni, Estetika dan Filsafat Seni.

Kata seni pada umumnya selalu dihubungkan

dengan bentuk seni plastis atau seni visual, walaupun

sebenarnya kata seni telah mencakup berbagai cabang seni

lain seperti; seni sastra, seni musik, seni tari, seni

drama dan seterusnya. Berdasarkan penggolongan seni,

cabang-cabang seni tersebut mempunyai kekhasan. Namun

suatu difinisi yang berlaku umum terhadap semua cabang

seni ini akan menjadi titik tolak yang baik. Dalam hal

ini Schopenhauer pertama kali mengatakan bahwa semua

cabang seni bersumber pada kondisi seni musik, pernyataan

itu sering disalah tafsirkan padahal pemikiran

Schopenhauer bertumpu pada kualitas abstrak dari seni

musik. Alasannya di dalam seni musik seniman menciptakan

pesonanya secara langsung untuk peminatnya, tanpa adanya

campur tangan media komunikasi yang bisa digunakan untuk

tujuan-tujuan lain. Selanjutnya dikatakan bahwa seorang

arsitek seharusnya mengekspresikan dirinya dalam bentuk

bangunan-bangunan yang mempunyai tujuan praktis dan

seorang penyair wajib menggunakan kata-kata yang

berkaitan dengan percakapan sehari-hari. Demikian halnya

dengan seorang pelukis harus mampu mengungkapkan dirinya

lewat pembabaran dunia visual.

Menurut Schopenhauer hanya para komponis yang benar-

benar bisa bebas mencipta karya seni lepas dari

kesadarannya sendiri, tidak mempunyai tujuan lain kecuali

agar dapat menyenangkan. Kendatipun semua seniman

11

Page 13: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

mempunyai tujuan yang sama yakni menyenangkan publik.

Sehingga seni secara sederhana didefinisikan sebagai

usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang meyenangkan

dan bentuk-bentuk tersebut dapat memberikan kepuasan rasa

’indah’. Terpenuhinya rasa indah akan terjadi, jika

seseorang pengamat dapat meresapi kesatuan atau harmoni

dari tata susunan bentuk.

Seni sebagai kegiatan budi pikiran seniman, secara

mahir diciptakan sebagai suatu karya yang mengekspresikan

perasaan seniman. Hasil ciptaan itu merupakan kebulatan

organis dalam suatu bentuk tertentu dari unsur-unsur

bersifat ekspresif yang termuat dalam suatu medium

inderawi. Sebagai suatu kesatuan organis, karya seni

terdiri dari beberapa unsur ekspresif dalam suatu bentuk

tertentu. Setiap bagian atau unsurnya tidak berdiri

sendiri, tetapi membentuk satu kesatuan organis ( catatan

: sedangkan kesatuan dari unsur-unsur mekanis adalah

unsur-unsur yang tersusun dari luar dan tidak saling

berhubungan, sehingga masing-masing unsur dapat saling

bertukar tempat dengan tanpa merusak kesatuan dalam

suatu komposisi.)

. Estetika, secara umum mempunyai pengertian sebagai

suatu cabang filsafat yang memperhatikan atau berhubungan

dengan gejala yang indah yang terdapat pada alam maupun

seni. Pandangan ini mengandung pengertian yang sempit.

Penggunaan istilah estetika berbeda dengan filsafat

keindahan, karena estetika semata-mata tidak lagi menjadi

permasalahan di dalam ilmu filsafat. Estetika memuat

12

Page 14: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

bahasan ilmiah yang berkaitan dengan karya seni,

sehingga estetika termasuk lingkup bahasan ilmiah, yang

mencakup tentang keindahan dalam seni, pengalaman seni,

gaya atau aliran seni, dan perkembangan seni.

Masalah-masalah yang diketengahkan dalam kajian

estetika menurut George T.Dickie adalah pertama,

pernyataan kritis yang menggambarkan, menafsirkan, atau

menilai karya-karya seni yang khas. Kedua, pernyataan

yang bersifat umum oleh para ahli sastra, musik atau seni

visual untuk memberikan ciri khas genre-genre artistik,

missal tragedi, bentuk sonata, lukisan abstrak dst .

Ketiga, ada pertanyaan tentang keindahan seni imitasi.

Menurut Louis Kattsof, estetika adalah cabang

filsafat yang berkaitan dengan struktur dan peran dari

keindahan, khususnya dalam seni. Sehingga muncul teori-

teori tentang seni, teori tentang keindahan, serta hal-

hal yang menjelaskan tentang arti keindahan, keindahan

subjektif dan objektif serta masalah peran keindahan

dalam kehidupan manusia. Pada intinya persoalan pokok

estetika meliputi empat hal yakni (1) nilai estetika

(esthetic value); (2) pengalaman estetis (esthetic experience) ; (3)

Prilaku pencipta /seniman; dan (4) seni/ karya seni.

Selain pembagian estetika yang berkaitan dengan

esensi dan pokok permasalahan, menurut ruang lingkupnya

estetika dibagi menjadi dua bagian, pertama estetika

falsafahi, terdiri dari : pertama, filsafsat keindahan,

teori seni indah dan filsafat kritik; kedua, estetika

ilmiah yang meliputi: ilmu seni, psikologi seni,

13

Page 15: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

sosiologi seni, antropologi seni, semiologi seni, sejarah

seni dan filsafat seni.

Filsafat seni merupakan bidang pengetahuan yang

senantiasa mempermasalahkan seni atau keindahan dalam

karya seni. Filsafat seni berhubungan dengan teori

penciptaan seni, pengalaman seni dan kritik seni (Lucius

Garvin). Filsafat seni bagi Joseph Brennan, merupakan

telaah mengenai asas-asas umum penciptaan dan apresiasi

seni. John Hosper memandang filsafat seni lebih sempit

dari pada estetika, alasannya filsafat meliputi konsep-

konsep seni dan persoalan-persoalan yang timbul dalam

karya seni. Berkaitan dengan pendapat dari para ahli

tersebut, Thomas Munro merinci berbagai persoalan yang

berkaitan dengan filsafat seni atau estetika modern

sebagai berikut :

(1) Penggolongan sistematika seni

(2) Morfologi estetis; telaah deskriptif tentang

bentuk seni dan gaya dalam berbagai seni.

(3) Teori sejarah seni: berkaitan dengan adanya

kecenderungan utama, pola-pola, pengaruh-pengaruh,

sebab akibat, dan gaya-gaya dalam seni yang

berhubungan dengan factor budaya.

(4) Sosiologi seni; menjelaskan kausal antara karya

seni dengan kondisi social budaya masyarakat atau

sebaliknya.

(5) Semiologi seni; membahas tentang masalah-

masalah bahasa seni berupa tanda, symbol, serta

konsep-konsep dalam seni.

14

Page 16: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

(6) Ragam dan gaya seni, membahas tentang hal-hal

yang berhubungan dengan sifat dasar manusia, pribadi

dan social.

(7) Pengetahuan tentang jenis akibat yang cenderung

memperngaruhi manusia dalam berbagai kondisi..

Pembagian filsafat berdasarkan karakteristik

filosofis adalah; spekulatif, mendasar, menyeluruh dan

logis. Bentuk ajarannya adalah sistemik konsepsional.

Berikut ini disajikan dua penggolongan yaitu

penggolongan berdasarkan subjek dan penggolongan

bersadarkan objek antara lain sebagai berikut :

Penggolongan Filsafat Berdasarkan Subjek :

Penggolongan Filsafat Berdasarkan Objek;

15

ADAONTOLOGIA : MANUSIATHEOLOGIA : TUHANCOSMOLOGIA: ALAM

PENGETAHUAN LOGIKA ANTROPOLOGIA

PENILAIANETIKA ESTETIKA

MANUSIA :ANTROPOLOGIAAKAL : LOGIKATINGKAH LAKU :ETIKAKEINDAHAN :ESTETIKA

ONTOLOGIA : MANUSIATHELOGIA : TUHANCOSMOLOGIA : ALAM

ADA

UMUM KHUSUS

MUTLAK TIDAK MUTLAK

ALAM MANUSIA

Page 17: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

(Model dikutip dari Sumardjo, 2000)

2.2.3 Hubungan antara Tiga Aspek dalam Seni: Karya Seni,

Seniman, dan Publik Seni

Lingkup kajian dalam filsafat keindahan ini terdiri

dari tiga kenyataan; pertama, objek seni atau segala

sesuatu yang berkaitan dengan seni; kedua, pendapat

(pandangan) tentang seni dan; ketiga, adalah fakta.

Kenyataan pertama berupa objek seni yang meliputi karya

seni; aktivitas penciptaan/seniman dan pengamat atau

publik seni. Ketiganya mempunyai hubungan yang erat dan

tidak dapat dipisah-pisahkan. Secara rinci dijelaskan

sebagai berikut:

(1). Karya / benda seni

Karya atau benda seni ini terdiri dari bentuk dan

isi. Bentuk dalam hal ini mempunyai pengertian suatu

kesatuan organis yang terdiri dari unsur-unsur seni,

16

Page 18: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

yang memiliki nilai ekspresi atau nilai ungkap. Unsur-

unsur tersebut terdiri dari representasi, kualitas

keinderaan (sensasi) dan konotasi. Representasi merupakan

perwujudan ekspresi, yang mengandung sensasi /sensori

(suara, warna, bentuk, tekstur, ruang, cahaya, dst).

Sensori ini merupakan kualitas keinderaan/ kepekaan

terhadap rangsangan yang menciptakan suasana perasaan

misal, rasa segar, senang, bahagia, sedih dst. Di sisi

lain wujud tidak hanya dipahami secara tuntas sebagai

wujud, tetapi ada sisa sesuatu yang tidak bisa tertangkap

indera yakni isi atau makna. Dalam hal ini untuk

memperoleh makna/ isi,perlu melakukan konotasi terhadap

karya/ benda seni dengan cara mengkaitkan antara unsur,

prinsip dan lingkup budaya. Bentuk dan isi dalam suatu

karya seni merupakan satu kesatuan. Bentuk lebih

menekankan pada munculnya kesatuan di antara unsur-

unsurnya dalam bentuk organis. Sedangkan isi adalah

unsur-unsur yang membentuk struktur dalam ’kesatuan

arti’ atau makna. Karya seni bisa diterima oleh penikmat

atau publik seni, jika nilai-nilai yang terdapat karya

seni tersebut juga bisa diterima oleh publik pengamat

seni. Dengan demikian maka akan terjadi komunikasi seni.

Komunikasi akan terjadi jika publik/ pengamat seni

mempunyai pengalaman seni atau pengalaman estetik.

Karya seni terwujud berdasarkan medium tertentu,

yakni; (1) medium pendengaran (audio) menghasilkan seni

audio; seni sastra, dan musik (2) Medium penglihatan

(visual) menghasilkan seni visual (seni rupa): seni

17

Page 19: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

patung, seni lukis, arsitektur dst. (3) gabungan

keduanya, akan melahirkan bidang seni audio visual : seni

tari, seni teater, seni film dst. Aspek tinjauan seni

sebagai benda atau karya seni (artefak) menyangkut

masalah:

Nilai seni ( nilai intrinsik, nilai ekstrinsik, dan

nilai hidup)

Material seni

Bentuk dan isi seni (imajinasi, metafora, simbol,

mimesis, ekspresi, subjek matter dan tema.)

Makna seni

(2) Seniman/ Aktivitas Penciptaan ;

Sebagai pemilik ide, seniman memiliki sejumlah

nilai-nilai intraestetik maupun ekstraestetik, yang

kemudian diekspresikan dalam sebuah wujud atau

benda/karya seni. Berkaitan aktivitas penciptaan ini seni

identik dengan ekspresi, artinya seni merupakan

penjelmaan bentuk-bentuk ekspresi dari nilai- nilai

kemanusiaan yang bersifat individual maupun sosial. Aspek

seniman dalam seni menyangkut masalah kreativitas dan

ekspresi yang berkaitan dalam penciptaan karya seni

antara lain : tujuan karakteristik seni, keunikan,

orsinalitas, keontentikan karya seni, dan gaya (style).

Teori ekspresi seni yang mengacu dari seniman (lihat Leo

Tolstoi) seni adalah ekspresi atau ungkapan perasaan

seniman akibat pengalaman hidupnya yang bertujuan bukan

untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kepentingan umum.

(3) Publik Seni / Pengamat Seni : 18

Page 20: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Masyarakat yang mempunyai karakteristik dan

kemampuan untuk membaca dan menerima suatu produk seni

tergolong dalam publik atau pengamat seni. Sehingga tidak

semua masyarakat adalah pengamat/ publik seni ini.

Penemuan nilai seni dan munculnya pengalaman seni dalam

pengamat/ public seni merupakan peristiwa penting dalam

lahirnya fenomena seni. Pandangan ini muncul ketika ada

permasalahan filosofis tentang : komunikasi seni, relasi

seni, wacana seni, pendidikan seni, interpertasi seni,

evaluasi seni dan selera seni ( lihat Yokop Sumardjo:

1995). Sehingga untuk mengetahui persoalan karakter

masyarakat dalam public seni diperlukan peran serta

bidang kajian sosiologi, psikologi dan antrophologi seni.

(4) Nilai Seni:

Benedetto Croce, seorang filusuf seni mengatakan

bahwa seni pada karya atau suatu benda itu tidak pernah

ada, sebab seni itu ada di dalam jiwa pengamatnya. (seni

identik dengan keindahan). Bagi Benedetto, nilai

merupakan masalah yang mendasar yang terdapat dalam

bidang etika (kebaikan), kebenaran (logika) dan estetika

(keindahan), di samping terdapat pula pada peristiwa

perasaan yang lain seperti keadilan, kebahagiaan,

kegembiraan, kegelisahan dan seterusnya ( lihat Yakop

Sumardjo: 1995). Semuanya menyangkut tentang

subjektivitas dan objektivitas, juga sekaligus menyangkut

hal-hal khusus dan universal, budaya kontekstual dan

esensi universal. Keindahan yang menyangkut seni,

19

Page 21: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

mengandung nilai-nilai universal dan sekaligus juga

kontekstual budaya.

(5) Pengalaman Seni.

Pengalaman seni ini diperlukan dalam berkomunikasi

seni yakni mengkomunikasikan nilai-nilai, kualitas

perasaan,dan kualitas medium seni itu sendiri. Dalam

proses berkomunikasi atau berinteraksi diperlukan

pengalaman yang melibatkan kegiatan penginderaan, nalar,

emosi dan intuisi. Pengalaman seni berlangsung dalam

suatu proses yang berkaitan dengan waktu. Ada suatu

pendapat yang mengatakan bahwa hakikat seni terletak pada

pengalaman seni bukan pada ilmu dan filsafat seni.

Sedangkan analisis pengalaman seni meliputi pengalaman

artistik, empati, jarak estetis dan unsur-unsur serta

struktur pengalaman seni.

Hakikat seni kontekstual tidak dapat dipisahkan

dari; ideology, sosial, masalah infrastruktur, struktur

perkembangan sejarah seni, tradisi seni, akulturasi

budaya, masalah seni, elit budaya, seni popular, seni

rakyat, seni massa, seni elit istana, seni modern dan

seni postmodern. Secara keseluruhan rangkaian dalam

pembicaraan ini adalah topik permasalahan dalam estetika

ataupun filsafat seni. Permasalahan yang masih panjang

diperdebatkan adalah masalah ekspresi seni dalam

sepanjang sejarah seni. Selain itu tidak dapat dipungkiri

bahwa pemikir besar Yunani kuno, Plato dan Aristoteles

telah meletakan dasar-dasar persoalan filosofis seni

sampai sekarang.

20

Page 22: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Berikut bagan eksistensi seni hubungan antara empat

aspek dalam seni yakni karya seni, seniman, publik seni

dan konteks seni, seperti yang telah dijelaskan di atas.

Aspek Konteks seni menyangkut persoalan nilai-nilai dasar dalam

suatu masyarakat.

(6) Konteks Seni

Hakikat seni pada konteks : Seni merupakan

konsep yang mendapat kesepakatan dari masyarakat

sejamannya. Hakikat seni dapat ditelusur dari berbagai

institusi seni maupun institusi yang bukan seni yang ada

dalam masyarakat yang bersangkutan.

3。TUGAS / LATIHAN :

Membaca dan membuat resume ; hasil resume

didiskusikan secara berkelompok.

Diskusikan dengan anggota kelompok saudara tentang ruang

lingkup, aliran dan hubungan anatara estetika dan seni.21

NILAI-NILAI SENI

PENGALAMAN SENI

KARYA SENITEORI FORMALIS

SENIMANTEORI EKSPRESI

PUBLIK SENITEORI RELASI

KONTEKS SENI

Page 23: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Buat laporan kelompok hasil diskusi Saudara dalam

suatu kertas kerja (paparan) untuk disampaikan dalam

forum diskusi kelas.

POKOK BAHASAN 2

Nilai Karya Seni1. Tujuan Perkuliahan

Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa

diharapkan dapat menjelaskan pengertian, fungsi, dan jenis

nilai serta dapat menjelaskan nilai karya seni yang meliputi

nilai intrinsik, ekstrinsik, dan instrumental.

2. Materi Perkuliahan

2.1. Nilai : Pengertian, Fungsi, dan Jenis- JenisnyaNilai, baik sebagai sebuah kata maupun sebagai suatu

istilah sudah sering dikenal, didengar, bahkan sering

diucapkan. Namun demikian sangat dimungkinkan masih cukup

banyak orang yang belum mengetahui secara lebih mendalam apa

arti, fungsi, makna, atau jenis-jenis nilai. Acapkali kata

atau istilah nilai dipakai begitu saja tanpa mempersoalkan

tepat atau tidak penggunaannya. Nilai, baik sebagai kata atau

istilah memiliki pengertian, makna,dan fungsi yang penting

dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan. Demikian pula

jenis-jenis nilai juga cukup banyak sejalan dengan bidang-

bidang kehidupan yang ada di dalam masyarakat; tak terkecuali

dalam bidang kehidupan seni. Artinya semakin kompleks bidang

kehidupan masyarakat semakin kompleks kemunculan sebuah nilai.

Kata atau istilah nilai, sesungguhnya, bukan sesuatu yang

bersifat kuantitatif atau menunjuk pada sesuatu yang bersifat

konkret, melainkan menunjuk pada sesuatu yang bersifat

kualitatif dan abstrak. Nilai dalam bahasan ini bukan score

22

Page 24: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

atau biji, yang berfungsi sebagai angka yang menandai prestasi

seseorang seperti yang tertera dalam raport atau laporan hasil

belajar. Melainkan harga atau sifat-sifat/ hal-hal yang

penting atau berguna bagi manusia ( Lihat KBBI; 1996: 690 ).

Dari sisi filsafat The Liang Gie menjelaskan bahwa istilah

nilai sering dipakai sebagai suatu kata benda abstrak yang

berarti keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness).

Selanjutnya ia mengatakan bahwa nilai atau value adalah

kemampuan yang dipercayakan pada sesuatu benda untuk memuaskan

keinginan manusia, dan penyebab ketertarikan minat seseorang

atau suatu golongan terhadap benda tersebut. Nilai dalam hal

ini mempunyai makna suatu realitas psikologis karena sebagai

penetu nilai adalah jiwa manusia bukan bendanya.

Sesuai dengan penjelasan tersebut terlihat bahwa nilai

merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan menunjuk pada

suatu kualitas tertertu dari suatu objek yang menarik minat

atau perhatian. Minat dan perhatian itu muncul karena ada

sesuatu yang berkualitas pada suatu objek dan berharga bagi

diri seseorang. Pada gilirannya akan menimbulkan daya tarik

dan mendorong untuk bersikap dan bertindak untuk dapat

memperoleh atau menggunakannya. Suatu kualitas objek yang

dianggap berharga bagi seseorang menandakan bahwa objek itu

memiliki nilai dan suatu yang bernilai acapkali menimbulkan

makna tertentu. Suatu nilai, selain berharga juga mempunyai

potensi untuk menimbulkan makna dengan lain kata, makna

merupakan implikasi lebih lanjut dari persepsi suatu

keberhargaan. Setiap benda yang berharga memiliki sebuah makna

bagi seseorang. Misal, rokok, kendati tidak menyehatkan,

tetapi bagi sebagian besar orang menjadi salah satu kebutuhan

yang tidak dapat ditinggalkan. Karena ada suatu nilai yang

melekat pada rokok yaitu kualitas tertentu sangat berharga

23

Page 25: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

yang dirasakan sebagian orang untuk memenuhi salah satu

kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu tidak mengherankan jika

rokok sangat bermakna bagi mereka yang membutuhkan. Banyak

fakta yang dapat dijadikan bukti bahwa rokok dapat mendorong

seseorang untuk bersikap dan bertindak untuk mengupayakan

dengan berbagai cara agar ia dapat memperoleh, memiliki, dan

menikmatinya.

Contoh sederhana tersebut menyiratkan pengertian bahwa

nilai merupakan sesuatu yang dapat mempengaruhi pikiran,

sikap, tindakan, atau gaya hidup seseorang atau

sekelompok orang, bahkan masyarakat. Dalam hal demikian,

nilai memiliki fungsi sebagai variabel bebas yang

berpengaruh dalam membentuk pikiran, sikap, tindakan,

atau gaya hidup. Dengan kata lain nilai dapat berfungsi

sebagai dasar, acuan, rujukan, pedoman bagi para

pemiliknya untuk menentukan arah berpikir, bersikap, dan

berbuat dalam melakukan sesuatu. Fungsi ini menunjukkan

bahwa nilai merupakan sumber dasar pembentukan pola

berpikir, pola bertindak, dan pola atau gaya hidup.

Tegasnya dengan nilai, suatu kebudayaan dapat hidup dan

berkembang.

Kebutuhan hidup manusia sangat beragam, kompleks, dan

bertingkat-tingkat atau berjenjang sehingga jenis nilai

juga sangat kompleks dan beragam (lihat : Piddington

dalam Suparlan, 1985). Hal ini disebabkan oleh beberapa

hal, antara lain faktor lingkungan alam, sosial, budaya,

dan teknologi variabel ruang dan waktu, juga sangat ikut

menentukan jenis, tingkat, kuantitas, dan kualitas

kebutuhan hidup. Dilihat dari pandangan filsafat ada

24

Page 26: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

empat macam jenis nilai, yaitu nilai logika (kebenaran),

nilai etika (kebaikan), nilai keindahan (estetika) dan

nilai kekudusan (agama). Masing-masing jenis nilai ini

tentu memiliki batasan wilayah dan sifat yang berbeda.

Namun tetap memiliki fungsi yang sama, yaitu menjadi

dasar, acuan, rujukan atau pedoman untuk memenuhi

tuntutan kebutuhan yang relevan sesuai dengan bidangnya

(lihat : The Liang Gie 2005 : 112). Selanjutnya dari

wawasan sosial-budaya Gie, juga mengetengahkan jenis

nilai, antara lain nilai yang berkenaan dengan :

kepercayaan, pengetahuan, moral, ekonomi, politik, hukum,

komunikasi, pendidikan, kesehatan, keamanan, kekerabatan,

perkawinan, dan teknologi. Masing-masing jenis nilai ini

ada dan dibutuhkan untuk mengatur atau mengendalikan

cara-cara berpikir, bersikap, bertindak dalam rangka

memenuhi dan mengembangkan kehidupan sosial budaya

masyarakat yang amat kompleks itu. Tanpa adanya nilai

maka kehidupan manusia tidak akan menjadi tertib atau

teratur, liar, tidak berkembang sesuai dengan harkat dan

martabatnya. Tegasnya, tanpa nilai kehidupan manusia

tidak berbeda dengan kehidupan mahluk lain atau binatang.

2. 2. Nilai dalam Karya Seni

Jika dikatakan bahwa kesenian adalah salah satu

unsur kebudayaan (Koentjaraningrat 1984) maka karya seni

adalah produk atau hasil salah satu kreativitas

kebudayaan di samping hasil-hasil kreativitas kebudayaan

yang lainnya.. Berbeda dengan hasil kreativitas

kebudayaan lainnya, karya seni memiliki ciri tersendiri

25

Page 27: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

yaitu perwujudannya senantiasa dikemas melalui

pertimbangan-pertimbangan atau kaidah-kaidah estetis.

Penggunaan kaidah-kaidah estetis inilah yang menyebabkan

perwujudan seni memiliki citarasa keindahan. Karena itu

tidaklah mengherankan jika secara umum orang mengatakan

bahwa seni senantiasa identik dengan keindahan atau seni

adalah perwujudan perasaan akan keindahan itu sendiri.

Menurut Bahtiar (1982) karya seni merupakan salah satu

jenis simbol yang masuk dalam kategori simbol ekspresif

yakni simbol pengungkapan perasaan yang, tentu saja,

perwujudannya dikemas melalui bentuk-bentuk estetis.

Sebagai salah satu hasil kreativitas kebudayaan maka

karya seni tentu memiliki nilai tersendiri yang berbeda

dengan nilai hasil-hasil kebudayaan yang lainnya. Dalam

wawasan kebudayaan karya seni dilihat sebagai suatu

perwujudan manusia dalam upaya mengungkapkan perasaan

akan keindahan yang dipedomani atau dipengaruhi oleh

nilai-nilai sosial budaya dan lingkungan yang

menyelimutinya (lihat Melalatoa 1992; Koentjaraningrat

1987). Oleh karena itu nilai karya seni bukan hanya

sekadar perwujudan benda fisik yang berkeindahan tertentu

yang lepas dari aspek-aspek lain yang mempengaruhinya.

Secara sederhana, dengan menggunakan perspektif

filsafat, nilai karya seni dapat dikategorikan dalam tiga

jenis nilai, yaitu nilai intrinsik, nilai ekstrinsik, dan

nilai instrumental (lihat : The Liang Gie 2005; ).

Berdasarkan perspektif ini uraian berikut di bawah ini

akan menjelaskannya lebih lanjut.

26

Page 28: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

2. 2.1. Nilai Intrinsik

Kata intrinsik artinya adalah yang terkandung di

dalamnya (Depdikbud 1989 : 37). Dari arti kata ini kata

intrinsik menunjuk pada sesuatu yang ada pada atau dalam

suatu objek. Pada karya seni, dengan demikian, yang

dimaksud dengan nilai intrinsik adalah kualitas atau

sifat yang memiliki harga tertentu itu terletak pada

bentuk fisiknya. Dengan kata lain nilai intrisik karya

seni adalah nilai perbentukan fisik dari suatu karya,

yaitu kualitas atau sifat dari perbentukan fisik itu yang

menimbulkan rasa atau kesan indah. Menurut Anwar (1985 :

76-77) suatu perbentukan fisik karya seni yang

menimbulkan rasa indah dianggap memiliki nilai normal

karena ia memperlihatkan fungsi-fungsi psikologis dan

sosiologis yang bersangkutan dengan terbentuknya

keselarasan (harmoni). Sebaliknya, karya seni mempunyai

nilai negatif,abnormal, jelek, bila gagal memenuhi salah

satu fungsinya yakni memperlihatkan arah yang menimbulkan

rasa atau kesan tidak indah atau bertentangan dengan

tujuannya.

Pada musik, nilai intrinsiknya antara lain terletak

pada unsur nada, melodi, irama, dan harmoni. Pada tari,

nilai intrinsiknya antara lain terletak pada unsur gerak

dan pola lantai(wiraga) irama (wirama), pengungkapan

atau ekspresinya (wirasa), dan, bahkan mungkin terletak

pada penampilan pakaian atau busananya (wirupa). Sedangkan

pada karya seni rupa nilai intrinsiknya terletak pada

struktur dan bentuknya.

27

Page 29: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Dalam karya seni rupa yang dimaksud dengan struktur

adalah susunan atas serangkaian unsur-unsur rupa (visual)

yang terdapat di dalamnya. Unsur-unsur rupa atau visual

itu antara lain adalah garis, bidang, warna, gelap

terang, ruang, dan tekstur.

Garis sebagai salah satu unsur rupa bisa diartikan

sebagai : tanda atau markah yang membekas pada suatu

permukaan dan memiliki arah (dalam hal ini bisa berupa

grafis yang konkret yang terbentuk oleh suatu goresan

yang membetuk irama), batas suatu bidang/permukaan, dan

sifat atau kualitas yang melekat pada objek yang

memanjang (Sunaryo 2000:7; lihat juga : Kartika 2004 :

40-41; Wong 1986 : 5). Djelantik (2000:19) mengemukakan

bahwa terbentuknya garis dapat menimbulkan kesan tertentu

pada pengamat, missal garis kencang berkesan keras,

keras, sementara itu garis yang membelok atau melengkung

berkesan luwes, lemah gemulai.

Menurut beberapa pendapat ahli (Sunaryo 2000,

Kartika 2004; Wong 1986;) bahwa unsur-unsur rupa seperti

: bidang, ruang, warna, dan tekstur dijelaskan konsep

atau pengertiannya sebagai berikut. Bidang sebagai

unsur rupa dapat dipahami sebagai sesuatu yang pipih,

terbentuk oleh dua buah ujung garis yang bertemu pada

satu titik. Ia bersifat datas karena tidak memiliki

massa/volume. Ruang dsapat dipahami setelah ada sosok

atau bentuk yang mengisinya atau unsur yang mengikutinya.

Ruang mempunyai tiga dimensi, yaitu panjang, lebar, dan

tinggi. Dalam seni rupa dua dimensi, kesan ruang

28

Page 30: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

diciptakan oleh ilusi yang dibuat dengan pengolahan garis

dan dibantu oleh warna sebagai unsur penunjang yang mampu

menciptakan ilusi sinar atau bayangan yang meliputi gelap

dan terang sehingga memiliki kesan tiga dimensi. Warna

merupakan kualitas rupa yang membedakan kedua objek atau

bentuk yang identik dengan raut, ukuran, dan gelap

terangnya. Tekstur adalah sifat atau kualitas permukaan

suatu benda. Ia dapat halus, kasar, polos, licin,

mengkilap, berkerut, lunak, keras dan lain sebagainya.

Tekstur terdiri atas tekstur visual dan tekstur taktil.

Yang pertama dicerap me;lalui penglihatan yang kedua

dirasakan dengan melihat dan rabaan tangan. Tekstur

taktil dapat berupa tekstur nyata dan tekstur semu.

Struktur atau susunan unsur-unsur tersebut jika

ditata atau dikomposisikan sedemikian rupa dengan

menggunakan kaidah-kaidah estetis yang acapkali dikenal

dengan istilah prinsip kesatuan, irama, keseimbangan,

proporsi, dominasi, variasi, dan harmoni akan menentukan

kualitas keindahan fisik suatu karya seni rupa (Lihat The

Liang Gie. 2005; Djelantik 2004; Sunaryo 2000; Kartika

2004; Wong 1`986). Dngan kata lain dapat ditegaskan bahwa

nilai intrinsik karya seni rupa dapat dilihat dari

bagaimana kaidah-kaidah estetis itu digunakan dalam

penataan susunan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya.

2. 2.2. Nilai Ekstrinsik

Berlawanan arti dengan kata atau istilah intrinsik

di atas, kata atau istilah eksrinsik berarti sesuatu yang

berada di luar atau di balik suatu objek atau benda.

29

Page 31: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Dalam kamus kata ekstrinsik berarti berasal dari luar

atau tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

sesuatu (Depdikbud 1989 : 223). Merujuk pengertian ini

maka yang dimaksud dengan nilai ekstrinsik ialah kualitas

atau harga yang berada di luar atau di balik suatu

perwujudan fisik. Kualitas atau harga ini merupakan

sesuatu yang tidak konkret yakni berupa pengertian,

makna, pesan, dan ajaran atau informasi lainnya yang

berharga. Nilai yang demikian ini dapat pula disebut

dengan nilai simbolis, artinya dalam posisi ini karya

seni adalah sebagai simbol yang memiliki makna, pesan,

atau harapan-harapan di luar bentuk fisiknya itu.

Dalam kenyataan, banyak sekali dijumpai karya seni

yang hadir tidak hanya sekadar menciptakan bentuk fisik

yang bernilai estetis semata melainkan juga membawa

pesan-pesan, harapan-harapan, atau muatan-muatan makna di

luar bentuk estetisnya itu.

Sebagai contoh, misalnya karya-karya pelukis

Indonesia di zaman pra- kemerdekaan yang menggelorakan

semangat perjuangan atau nasionalisme melalui bentuk-

bentuk fisik dengan tema-tema tertentu seperti tema

perjuangan, penindasan, penderitaan, dan lain sebagainya

akibat penjajahan Belanda dan Jepang. Demikian pula pada

zaman pasca kemerdekaan hingga pada era modern sekarang

banyak dijumpai karya-karya seni rupa yang selain

menampilkan bentuk-bentuk fisik estetis yang kreatif juga

membawa pesan, harapan, muatan-muatan makna tertentu di

luar bentuk fisiknya. Pada karya-karya instalasi

30

Page 32: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

misalnya, seniman bukan hanya sekadar menciptakan bentuk-

bentuk kreatif yang unik, menarik, dan bahkan terasa

absurd, tetapi lebih dari itu mereka ingin menyampaikan

sesuatu di balik karya nya. Dengan kata lain karya

tersebut berfungsi sebagai simbol dari apa yang sejatinya

dirasakan atau diinginkan.

2. 2.3. Nilai Instrumental

Kata instrumental merupakan kata sifat dari kata

instrumen yang berarti alat atau peralatan. Pengertian

kata alat atau peralatan adalah segala benda atau barang

yang dapat digunakan sebagai sarana mermbantu atau

melakukan suatu tugas untuk mengerjakan kepentingan

tertentu (lihat : Dedikbud 1996 : 382). Sebagai contoh,

alat-alat musik adalah benda atau barang-barang yang

memiliki tugas untuk memunculkan nada-nada tertentu bila

dimainkan atau digunakan. Peralatan musik tersebut selain

secara visual memiliki nilai bentuk atau struktur

tertentu juga memiliki nilai instrumental sebagai benda

atau barang yang berfungsi untuk memunculkan nada-nada

tertentu jika dimainkan. Oleh karena itu, tidak akan ada

arti atau harganya jika suatu alat musik tertentu

meskipun secara visual memiliki nilai fisik atau bentuk

yang indah tetapi tidak dapat digunakan atau dimainkan

dengan baik dalam upaya menghasilkan nada-nada tertentu

yang diinginkan dalam suatu permainan musik.

Dalam konteks seni rupa, suatu karya dapat dikatakan

memiliki nilai instrumental jika karya tersebut secara

31

Page 33: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

fisik dapat digunakan untuk melakukan tugas dalam rangka

memenuhi suatu keperluan tertentu. Banyak contoh yang

dapat dikemukan untuk menunjukkan hal tersebut. Peralatan

musik sebagaimana disebutkan di atas, alat guitar

misalnya, secara visual atau fisik merupakan hasil karya

seni rupa yang memiliki nilai keindahan struktur dan

bentuk tersendiri (nilai intrinsiknya).

Namun demikian hal itu belumlah cukup jika guitar

itu tidak dapat digunakan atau dimainkan secara baik

sebagai alat untuk bermain musik. Dengan demikian nilai

instrumental guitar bukan hanya terletak pada nilai

keindahan bentuknya saja tetapi lebih dari itu justru

terletak pada fungsi alat itu ketika dimainkan yaitu

apakah memenuhi keperluan yang diinginkan atau tidak.

Contoh lain bisa ditunjukkan pada karya-karya seni

perabot atau peralatan rumah tangga (mebeler). Suatu

karya mebeler kursi atau meja misalnya, nilai

instrumentalnya terletak pada tingkat kenyamanan barang

tersebut ketika digunakan. Artinya meskipun secara visual

mebeler tersebut desainnya bagus akan tetapi ketika

digunakan tidak memenuhi kenyamanan fungsinya, sebagai

tempat duduk atau menulis, maka nilai instrumentalnya

menjadi rendah. Termasuk dalam kategori nilai

instrumental ini adalah karya-karya seni rupa yang

memiliki fungsi fisik sebagai tempat atau konstruksi.

Dalam karya-karya arsitektur, bangunan atau unsur

bangunan misalnya, dikatakan memiliki nilai instrumental

jika secara fisik bangunan atau unsur bangunan tertentu

32

Page 34: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

memenuhi fungsinya sebagai tempat yang nyaman dan

memenuhi fungsi konstruksinya .yang menjamin keamanan

penggunanya. Secara khusus, misalnya, unsur bangunan

berupa tiang dengan berbagai bentuknya yang indah secara

visual akan kehilangan nilai instrumentalnya jika tidak

mampu memenuhi fungsinya dalam menopang atau menyangga

suatu balok di atasnya secara maksimal. Dalam sejarah

seni rupa Yunani atau Romawi kuno, dapat dilihat karya-

karya seni tiang bangunan dengan bentuk kapitelnya yang

sangat indah dan menarik namun secara konstruktif tetap

kuat menopang balok yang berada di atasnya.

Contoh-contoh lain nilai instrumental karya seni

rupa dapat ditunjukkan pada hasil karya desain peralatan

elektronika, misalnya berbagai bentuk kamera, telepon

seluler (hand-phone), dan komputer (note book). Alat atau

instrumen tersebut sekarang ini mengalami perkembangan

yang luar biasa dari segi desain bentuk, ukuran, dan

kegunaannya. Barang-barang tersebut selain desain

bentuknya bagus, ukurannya yang bersifat portable, juga

semakin canggih kegunaannya dalam memenuhi tuntutan

kebutuhan pemakainya yang menghendaki kepraktisan,

kemudahan, dan kenyamanan penggunaannya. Semakin

praktis, mudah, dan nyaman penggunaan alat-alat tersebut

semakin tinggi nilai instrumentalnya.

Dalam pengertian yang lebih luas, nilai instrumental

karya seni bukan hanya yang berkaitan dengan hal-hal yang

bersifat fisik teknis sebagaimana dijelaskan di atas. Ada

kalanya, nilai instrumental karya seni ini dimaknai

33

Page 35: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

secara abstrak sebagai media atau sarana untuk

menyampaikan suatu misi atau pesan tertentu. Sebagai

contoh, misalnya karya seni poster, baliho, patung, atau

lukisan dapat dianggap memiliki nilai instrumental ketika

karya seni tersebut dipakai sebagai media atau sarana

untuk menyampaikan pesan-pesan atau misi tertentu kepada

khalayak baik yang bersiafat komersial atau non-

komersial. Itu sebabnya ada kalanya dapat dijumpai karya

seni (rupa) yang difungsikan sebagai media atau sarana

promosi, persuasi, atau edukasi.

3. Tugas

Diskusikan dengan anggota kelompok Saudara tentang

jenis-jenis dan makna nilai dalam kehidupan sehari-

hari di lingkungan Saudara. Masih dalam kelompok

diskusi Saudara, amati dan identifikasi beberapa

jenis karya seni rupa dilihat dari nilai intrinsik,

ekstrinsik, dan instrumentalnya.

Buat laporan kelompok hasil diskusi Saudara dalam

suatu kertas kerja (paparan) untuk disampaikan dalam

forum diskusi kelas.

34

Page 36: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

POKOK BAHASAN III (PERTEMUANKE-4-6)ESTETIKA KLASIK DOGMATIS

1.Tujuan Perkuliahan

Mahasiswa dapat menjelaskan dan/atau

membandingkan konsep-konsep estetika klasik-dogmatis

yang meliputi konsep estetika platonisme dan konsep

estetika neo-platonisme.

2. Materi Perkuliahaan

2.1 Estetika Platonisme

Ada dua tokoh filsuf penting yang perlu dikemukakan

dalam kelompok faham estetika platonisme, yaitu Plato dan

Aristatoles.Uraian penjelasan singkat mengenai pemikiran

dua tokoh filsuf tersebut dibahas dalam paparan di bawah

ini sebagai berikut.

2.1.1 Plato

Dalam tulisan Sahman (1993) dijelaskan beberapa

pemikiran tentang pemikian Plato mengenai hakikat

35

Page 37: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

keindahan. Pandangan Plato mengenai konsep keindahan

dikembangkan berdasarkan teori atau konsep tentang idea

atau eidos. Plato berpendapat bahwa keindahan sebagai

konsep idea memiliki esksistensinya sendiri terlepas dari

eksistensi yang lain. Eksistensi idea bersifat

transendental dan berada pada alam spiritual yang serba

sempurna. Dunia idea merupakan kenyataan yang

sesungguhnya yang paling sempurna dan menjadi contoh atau

model yang abadi dan dilihat sebagai landasan untuk

membuat kenyataan yang bersifat fisik. Kenyataan-

kenyataan fisik yang bersifat alamiah bukanlah kenyataan

yang sesungguhnya. Eksistensi dari kenyataan fisik atau

alamiah hakikatnya adalah kenyataan semu atau tiruan dari

kenyataan idea.

Dalam kaitan dengan seni, keindahan yang muncul

bersifat semu atau tiruan dari keindahan yang ada di

dunia idea. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa

keindahan seni adalah imitasi yang bersifat mimesis

(meniru) dari keindahan sesungguhnya yang berada di dunia

idea.

Dengan menganggap bahwa seni pada hakikatnya adalah

imitasi atau mimesis dari dunia idea, Plato ingin

menunjukkan bahwa keindahan seni memiliki kedudukan atau

derajatnya lebih rendah jika dibandingkan dengan

keindahan idea. Dikatakan demikian karena keindahan seni

yang muncul bersifat semu atau hanyalah merupakan tiruan

yang, tentu saja, tidak akan pernah memiliki

kesempurnaan. Dengan kata lain bagi Plato, seni sebaiknya

36

Page 38: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

tidak meingimitasi apa pun yang ada di sekitar kita

sebagai sesuatu yang pernah ditahui atau dikenal

sebelumnya. Seni yang baik, dengan demikian,

mempersyaratkan adanya peran inspirasi dalam arti menyatu

dengan keindahan idea (a communion with the idea of beauty).

Pandangan ini menyiratkan bahwa sesungguhnya Plato tidak

menyukai seni apa pun yang bersifat imitatif. Eidos (idea

keindahan) menjadi kata kunci yang harus dijadikan

sebagai acuan dalam membuat karya seni. Jika keindahan

idea yang diacu, maka karya yang dibuat akan

berpartisipasi di dalam eidos, artinya akan ikut menjadi

indah karena mendapat aliran atau emanasi eidos keindahan

itu.

Untuk mencapai eidos, bisa dilakukan melalui nous (arti

harafiahnya adalah intelegensi atau kemampuan menalari

secara dialektis). Sebelum memasuki dunia yang tidak

sempurna, nous sempat melihat eidos. Eidos tertanam dalam

jiwa atau nous (yang dimaksud jiwa pranatal, jiwa yang

belum diturunkan ke dunia menyatu dengan raga) untuk

selama-lamanya, dan dapat dikenali dengan anamnesis

(pengenalan kembali). Lewat communion with the idea of beauty

seniman akan mengamnanesis eidos. Namun produk anamnesis

ini tidak pernah akan sesempurna eidos itu sendiri,

apalagi setelah jiwa atau nous itu terikat pada raga

(jiwa pascanatal).Keterikatan kepada raga menjadikan

jiwa tak mampu lagi melihat eidos dalam kadarnya yang

paling murni. Menjangkau eidos memang tidaklah mudah.

Untuk ke situ setidaknya perlu empat tangga yang harus

37

Page 39: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

dilalui, yakni : keindahan ragawi, keindahan rukhaniah,

keindahan intelektual, dan keindahan mutlak.

Orang yang pernah mengenali atau bersatu dengan idea

keindahan akan mendapatkan imortalitas. Di samping itu,

jiwanya akan menjadi kreatif. Jiwanya akan sarat dengan

ide-idea ia akan mampu berkarya secara kreatif sehingga

seninya menjadi inventif (kaya akan penemuan-penemuan).

Tidak seperti halnyapara teknisi (Plato sebenarnya adalah

orang konservatif yang tidak menyukai pembahauruan-

pembaharuan). Penghayatan eidos keindahan akan menjadikan

potensi kreativitas menjadi kreativitas yang aktual.

Selain mempersyaratkan peran nous (sebagai potensi

mental spiritual) dan anamnesis (sebagai proses intuitif

rasional) untuk dapat bersatu dengan idea keindahan masih

diperlukan adanya eros (love, desire) akan keindahan . Jika

kita tidak menyukai keindahan, kita tidak akan

termotivasi untuk mengadakan perjumpaan dengan eidos

keindahan. Peran imajinasi tidak disinggung oleh Plato.

Yang indah dalam artian yang mengacu pada eidos, tidak

hanya mengekspresikan hakikat eiditis, tetapi juga yang

dapat difungsikan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan

tertentu. Yang indah adalah yang fungsional atau yang

berguna. Kegunaan inilah yang menjadi tolok ukur

keberhasilan suatu ciptaan. Yang memiliki otoritas

menilai keberhasilan tersebut dari segi kegunaan atau

utilitasnya adalah negarawan atau filsuf selaku seniman

unggulan. Di dalam melakukan penilaian ini mereka akan

menelaahnya dari segi tujuan moral dari polis (negara

38

Page 40: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

kota/masyarakat). Jika pertimbangan-pertimbangan teknis

dan moral bertumbukan, maka yang terakhirlah yang akan

dijadikan dasar pertimbangan.

Hal lain yang menarik untuk diketahui tentang Plato

adalah apa yang pernah dikemukakannya teori tentang seni

sebagai permainan, klasifikasi seni, dan kriteria

mempertimbangkan seni imitatif. Yang pertama menjelaskan

bahwa siapa pun yang ingin mengembangkan diri menjadi

orang berkeahlian dalam bidangnya, sejak masa mudanya

sudah melakukan langkah-langkah persiapan dalam bentuk

permainan i berkesungguhan di dalam bidang tersebut.

Misalnya, yang ingin jadi arsitek yang baik, harus

mengawali langkah-langkahnya dengan membangun rumah-rumah

mainan. Dengan cara demikian ia akan dapat menghimpun

pengalaman yang diperlukan sebagai persiapan bekerja dan

berkarya sebagai arsitek sungguhan. Yang kedua, oleh

Plato, seni dibagi menjadi dua kategori, yakni yang lebih

eksak seperti seni ketukangan kayu dan yang kurang eksak

seperti seni musik. Yang ketiga, untuk kriteria

mempertimbangkan seni imitatif, seseorang harus menjadi

penilai yang kompeten yang memiliki tiga hal, yakni ia

harus tahu pertama apa imitasinya, kedua ia harus tahu

bahwa itu benar, dan ketiga ia sudah pernah melakukannya

dengan baik.

Dalam pandangan lain (lihat: Sutrisno SJ dan Verhaak

SJ 1993), diperoleh penjelasan tentang hakikat keindahan

menurut pemikiran Plato. Menurut Plato, keindahan dapat

diklasifikasikan dalam dua kategori dunia, yaitu dunia

39

Page 41: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

idea dan dunia yang nyata. Yang pertama, keindahan yang

hakiki atau sempurna adalah keindahan yang ada di dunia

idea. Semua keindahan lain hanya ikut ambil bagian pada

yang indah dalam dunia idea. Artinya, keindahan yang

muncul hanyalah bersifat mimesis atau tiruan (imitasi)

dari keindahan yang adan di dunia idea. Selanjutnya,

keindahan kategori kedua, yakni keindahan dunia nyata

dinyatakan bahwa yang indah dan sumber segala keindahan

adalah yang paling sederhana, umpanya bentuk, warna, atau

nada yang sederhana. Yang dimaksud dengan sederhana

adalah bentuk dan ukuran yang tidak dapat diberi batasan

lebih lanjut berdasarkan sesuatu yang lebih sederhana

lagi. Bagi Plato, kesederhanaan dilihatnya sebagai ciri

khas keindahan, baik dalam alam maupun dalam seni.

Keindahan kategori pertama dilepaskan dari pengalaman

akan yang jasmani (karena dunia idea adalah dunia

abstrak) sedangkan keindahan kategori kedua merupakan

keindahan taraf kedua. Keindahan taraf kedua ini tidak

pengalaman estetis dan keindahan sehari-hari, tetapi

unsur inderawi dijabarkan sesedikit mungkin. Singkatnya

Plato amat menghargaia dan menekankan pengetahuan murni

(episteme) yang mengungguli segala pengetahuan semu (doxa),

dalam bidang keindahan pun Plato amat menekankan bahwa

yang berarti adalah idea (eidos), sedangkan yang lain dari

idea itu hanyalah berhala (eidola atau idols) saja.

Dalam kaitan dengan karya seni, Plato menjelaskan

penilaianya ada dua unsur, yaitu unsur teoretis dan unsur

praktis. Unsur teoretis menyatakan bahwa segala kenyataan

40

Page 42: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

yang ada di dunia ini merupakan tiruan (mimesis) dari

yang asli yang terdapat di dunia idea dan jauh lebih

unggul dari pada kenyataan di dunia nyata ini. Karya seni

merupakan tiruan dari (mimesis memesos) Oleh karena itu

Plato menilai rendah karya seni. Karya seni adalah tiruan

yang jauh dari kebenaran sejati dan menjauhkan warga

negara terutama para remaja dari tugasnya membangun

negara. Seniman dianggap baik dalam negara jika mereka

menyajikan apa yang benar, baik, sopan dan adil, dan ikut

mendidik rakyat.

2.1.2 Aristoteles

Dalam tulisan Surisno S.J. dan Verhaak S.J (1993)

dikemukakan pokok-pokok penting tentang pemikiran

Aristoteles dalam tautan dengan hakikat keindahan dan

karya seni. Pokok-pokok penting pemikiran tersebut dapat

dikemukakan sebagai berikut.

Pandangan Aristoteles tentang keindahan agak dekat

dengan pandangan kedua dari Plato, yaitu bahwa keindahan

menyangkut keseimbangan dan keteraturan ukuran material.

Pandangan ini berlaku untuk benda-benda alam atauapun

untuk karya seni buatan manusia.

Karya seni yang dibicarakan Aristoteles terutama

karya sastra dan drama. Ia membicarakab drama terutama

dalam bentuk tragedi seperti dipentaskan dalam peran-

peran diiringi dengan musik dan tarian, yakni tragedi

klasik dari masa hidup Aristoteles sendiri. Kalaupun ada

catatan tentang seni rupa itu pun sedikit dan kalah

41

Page 43: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

menonjol bila dibandingkan dengan dengan pandangannya

tentang tragedi.

Titik pangkal pandangan Aristoteles adalah bahwa

karya seni harus dinilai sebagai tiruan, yakni tiruan

dunia alamiah dan dunia manusia. Ia tidak sependapat

dengan penilaian negatif Plato atas karya seni dengan

dasar penolakannya terhadap teori idea. Tiruan di sini

dimaksudkan tidak sekadar tiruan belaka. Maksud ini sudah

jelas karena minat Aristoteles pertama-tama bukan seni

rupa melainkan justru seni drama dan musik.

Menurut Aristoteles, karya seni seharusnya memiliki

keunggulan falsafi, yakni bersifat universal. Kendati

partikular, peristiwa dan peran yang dipentaskan harus

melambangkan an mengandung unsur-unsur universal dalam

kepartikularannya itu, yaitu unsur yang khas manusiawi

yang seolah-olah berlaku pada segala masa dan dan segala

tempat. Dengan demikian, karya seni diharapkan menjadi

simbol yang maknanya harus ditemukan dan dikenali oleh

penikmat berdasarkan pengalamannya sendiri baik dalam

posisi sebagai pemain ataupun sebagai penonton.

Pokok pemikiran penting dari Aristoteles yang perlu

mendapat perhatian adalah pandangannya tentang teori

katharsis yang artinya pemurnian (dari kata kathoros artinya

murni atau bersih). Menurutnya, katarsis adalah puncak

dan tujuan karya drama dalam bentuk tragedi. Segala

peristiwa, pertemuan, wawancara, permenungan,

keberhasilan, kegagalan, dan kekecewaan harus disusun dan

dipentaskan sedemikian rupa sehingga pada suatu saat

42

Page 44: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

secara serentak semuanya tampak logis tetapi juga seolah-

olah tak terduga. Pada saat itulah katharsis terjadi secara

tiba-tiba, yakni seakan-akan segala masalah dan kejadian

yang muncul tertimbun dalam pengalaman peran-peran utama

dan dalam diri penonton tiba-tiba pecah atau mencair, tak

jarang ini terjadi secara mengharukan.

Pandangan tersebut lama mempengaruhi filsafat karya

seni, bahkan teori drama. Katharsis diharapkan terjadi

dalam diri penonton dan kemudian dibawa pulang sebagai

pemahaman yang lebih mendalam tentang manusia, sebagai

pembebasan batin dari segala pengalaman penderitaan.

Dengan demikian, katarsis memiliki makna sebagai

pencerahan atau terapeutis dari segi kejiwaan, bahkan di

dalamnya kerap kali ada unusur penyesalan dan perubahan

atau semacam pertobatan dalam kerangka religius.

2.2 Estetika Neo-Platonisme

Sesudah Aristatoles, tidak ada teori estetika yang

orisinal. Teori, kosep, atau pemikiran-pemikiran

filosofis mengenai keindahan yang berkembang merupakan

perkembangan dari teori, konsep, atau pemikiran

sebelemumnya. Pada tahap ini acuan pemikiran bersifat

Platonis telah dikembangkan sesuai dengan gagasan atau

pemikiran mereka masing-masing. Pemikiran-pemikiran yang

muncul kemudian dari beberapa tokoh tersebut lebih

dikenal atau dapat dikategorikan dalam kelompok Estetika

43

Page 45: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Neo-Platonisme. Beberapa tokoh tersebut antara lain

adalah kaum Stoa, Plotinus, S. Agustinus, dan St.Thomas

Aquinas. Di bawah ini dikemukakan secara singkat pokok-

pokok pemikiran mereka sebagai berikut. Dengan mengutip

tulisan Sutrisno S.J. dan Verhaak S.J. (1993) pokok-pokok

pemikiran dari para tokoh tersebut dapat dibahas sebagai

berikut.

2.2.1 Estetika dalam Pandangan Stoa dan Epikurisme

Pandangan aliran Stoa dan Epikurisme menyinggung

persoalan filsafat keindahan dan karya seni. Dalam

lingkungan Stoa, objek seni yang dibicarakan terutama,

seni sastra seperti syair dan sajak. Dalam pandangan

aliran ini yang dihargai dalam seni ialah keteraturan dan

simetri. Keteraturan dan simetri dimaknai dapat

menimbulkan ketenteraman jiwa (apathea) .

Berbeda dengan Stoa, aliran Epikurisme justru

membicarakan seni musik sebagai objek kajiannya. Musik

dan keindahan pada umumnya, tidak dihargai pada dirinya

secara formal. Penghargaan akan yang formal itu

menyangkut ukuran-ukuran yang seimbang atau kemurnian dan

kesederhanaan, yakni sesuai dengan kriteria Plato dan

Aristatoles, yang sebenarnya melanjutkan suatu pandangan

dasar dari sekolah Pythagoras. Yang dihargai para

penganut Epikurisme ialah isi keindahan yang bersifat

material, antara lain demi pendidikan. Dengan begitu,

mereka berdiri lebih dekat dengan Poietike filsafat maupun

44

Page 46: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

psikologi. Selain itu, sikap mereka dipengaruhi oleh

penghargaan akan kenikmatan material.

2.2.2 Plotinos

Plotinos dikenal dengan filsafatnya tentang

pengaliran (emanasi) semua hal dari Yang Esa dan kembali

semua itu kepada Yang Esa lagi. Padangannya tentang

keindahan berangkat dari kenyataan duniawi yang kita

saksikan dan yang kita alami sehari-hari. Dalam upayanya

untuk mengetahui dari manakah asal semua itu—termasuk

diri manusia sendiri—manusia menempuh jalan kembali

tersebut. Dalam menghadapi kenyataan tersebut dan dalam

perjalanan kembali ke sumbernya, manusia mengalami

sesuatu yang disebut indah. Keindahan itu ia temukan baik

dalam yang terlihat maupun terdengar, bahkan juga dalam

watak dan tingkah laku manusia.

Setelah mengalami keindahan, manusia mulai

merefleksikan pengalaman tersebut. Plotinos menolak

pandangan Stoa tentang simetri dan menganggapnya tidak

perlu serta tidak memadai. Yang membuat sesuatu indah

bukan warna, nada, bentuk, yang muni homogen. Sebaliknya,

pengalaman akan keindahan justru terbentuk kalau ada

persatuan anatara pelbagai bagian yang berbeda satu sama

lain. Persatuan semacam itu hanya bisa terjadi jika ada

heteroginitas dan bukan homogenitas. Misalnya, sebuah

rumah atau perahu kita anggap indah karena kesatuan

rancangan bentuknya. Semakin sesuatu mendekati Yang

45

Page 47: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Esa`sebagai sumber dan tujuan segala-galanya dan ikut

ambil bagian di dalamnya, semakin indahlah sesuatu itu.

Dalam perkembangan dunia dan pengalaman manusia

kembali ke tujuannya, keindahan sekali-kali sirna.

Pengalaman estetis ini menenteramkan dan akrab dan

mengikat, memikat, dan mengambil dia kepadaNya.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa Plotinos

mendekatkan pengalaman estetis dengan pengalaman

religius, bahkan puncak perkembangan estetis itu sendiri

adalah pengalaman religius yang disebut dengan

pengalaman mistik. Sesuai dengan titik awal filsafat

Plotinos (emanasi) titik akhir pun bukan karunia khusus,

namun hanya merupakan penyelesaian dari awal itu.

Meskipun begitu, tidak banyak insan mengendalikan diri

dalam latihan.

Meskipun dipengaruhi oleh Plato, filsafat keindahan

Plotinos amat berbeda. Seorang pelukis, misalnya, mula-

mula meniru keindahan alam. Ini tidak berarti bahwa ia

melengkapi keindahan alam, tetapi dalam interaksi seniman

dengan alam di sekitarnya dan dalam terjadinya karya seni

melalui tangannya, semuanya itu—termasuk senimannya

sendiri—semakin menuju kembali pada keindahan asasi,

sambil mengatasi dan melewati dirinya sendiri, sampai tak

teraba dan teralami secara inderawi lagi.

2.2.3 Agustinus

Filsafat Agustinus cukup dipengaruhi Neoplatonisme.

Catatan-catatannya mengenai keindahan agak tersebar dalam

46

Page 48: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

banyak karyanya, seringkali sesuai dengan pandangan-

pandangan mereka yang mengemukakan keselarasan,

keseimbangan, keteraturan, dan lain-lain sebagai ciri-

ciri khas keindahan. Di antara semua faham itu

kesatuanlah yang dikemukakan Agustinus sebagai sumber

atau dasar keindahan.

Yang lebih khas bagi Agustinus ialah bahwa menurut

dia pengamatan mengenai keindahan mengandaikan dan memuat

suatu penilaian. Artinya apabila kita menilai suatu objek

itu indah, kita mengamati sebagai sesuatu yang sesuai

dengan apa yang seharusnya ada di dalamnya, yakni

keteraturan. Sebaliknya apabila kita menilai suatu objek

itu jelek, kita mengamatinya sebagai sesuatu yang

menyimpang dari apa yang seharusnya terdapat di dalamnya,

yaitu ketidakteraturannya. Agar kita mampu mengamati

kedua-keduanya, kita memerlukan idea tentang “keteraturan

ideal” yang hanya kita terima lewat Terang Ilahi.

Pandangan terakhir ini sesuai dengan paham “iluminisme”

Agustinus, yang menilai rendah kemampuan manusia.

Keteraturan ideal betul-betul ada dalam apa yang

diamati manusia. Yang hadir dalam objek yang indah itu,

dan yang dapat kita bedakan berkat Terang Ilahi itu ialah

“ splendor ordinis”, artinya gemilangnya keteraturan.

2.2.4 Thomas Aquinas

Pemikiran Thomas yang paling terkenal ialah

keindahan berkaitan dengan pengetahuan; kita menyebut

sesuatu itu indah jika sesuatu itu menyenangkan mata

47

Page 49: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

pengamat. Di samping tekanan pada pengetahuan, yang

paling mencolok ialah peranan subjek dalam keindahan.

Menurut Thomas, keindahan harus mencakupi tiga

kualitas, yaitu : integritas atau kelengkapan, proporsi

atau keselarasan yang benar, dan kecemerlangan. Keindahan

terjadi jika pengarahan subjek muncul lewat kontemplasi

atau pengatahuan inderawi. Dengan begitu pada pokoknya

indra-indra terasosiasi dengan keindahan yang paling

berperanan bagi pengetahuan kita, misalnya penglihatan

dan pendengaran yang berperanan bagi akal; kita bicara

tentang penglihatan yang indah dan suara bagus; tetapi

kita tidak bicara tentang perasaan yang indah dan bau

yang bagus; kita tidak membicarakan keindahan dengan

mengacu pada tiga indera lainnya. Di sini tampak sekali

tekanan subjek dalam hal pengetahuan. Selain itu, dalam

teks ini Thomas menunjukkan “berakhirnya kegiatan” dan

tercapainya sesuatu yang diidam-idamkan. Lagi pula dalam

teks itu peranan indera, dengan membedakan penglihatan

dan pendengaran dari indera lainnya, tampak jelas.

Secara umum gagasan Thomas merupakan rangkuman segala

unsur filsafat keindahan yang sebelumnya dihargai. Dengan

mengajukan peranan dan rasa subjek dalam proses

terjadinya keindahan, Thomas mengemukakan sesuatu yang

baru. Peranan subjek sebenarnya sudah diangkat juga dalam

teori Aristoteles tentang drama. Aristoteles, sama

seperti Thomas, menggarisbawahi betapa pentingnya

pengetahuan dan pengalaman yang terjadi dalam diri

manusia.

48

Page 50: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

3. Tugas

Diskusikan materi pokok bahasan tersebut sesuai

dengan kelompok Saudara kemudian buatlah laporan hasil

diskusi dalam bentuk resume yang singkat dan padat.

49

Page 51: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

POKOK BAHASAN IV (PERTEMUAN KE-7&8)ESTETIKA KRITISISME (KANTIANISME)

1. Tujuan Perkuliahan

Mahasiswa dapat menjelaskan dan/atau

membandingkan konsep-konsep estetika kritisisme

(Kantianisme) yang meliputi konsep estetika sebelum Kant,

pada ma- sa Kant, dan sesudah Kant.

2. Materi Perkuliahan

Ketika estetika beralih dari tahap Dogmatis ke tahap

Kritika, atau dari objektivisme ke relativisme, atau

dengan lebih tepat ke arah subjektivisme, maka ia

mengalami perkembangan yang membawanya keluar dari

pembahasan ontologis dan masuk ke bidang pembahasan ilmu-

jiwa. Inilah yang dikatakan salah satu di antara fenomena

Revolusi Kopernik dalam filsafat.

Di bawah ini, dengan mengutip tulisan Anwar (1985)

secara singkat akan dikemukakan pemikiran-pemikiran

estetika pada masa sebelum, pada masa , dan sesudah masa

Kant sebagai berikut.

2.1. Estetika Sebelum Kant

Jika kita memandang kepada gerakan filsafat sebelum

Kant, maka dari jauh kita dapat dengan mudah menentukan

bahwa gerakan itu berkisar antara dua aliran besar, yaitu

50

Page 52: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

: rasionalisme Leibnniz dan Baumgarten dan sensualisme

Burke. Sedang Kant berusaha memadukan kedua aliran

tersebut. Akan tetapi sebelum itu Descartes telah

mengubah haluan filsafat umum dari objektivisme ke arah

yang subjektif dan relatif sebagai tanda dibukanya babak

baru di dalam sejarah pemikiran murni.

Seorang tokoh, Montaigne berpendapat bahwa besar

sekali kemungkinan kita tidak akan mengetahui apa hakikat

keindahan yang sebenarnya. Kecantikan menurut orang negro

berada pada bibir yang tebal, menurut orang Peru (Indian)

ada pada telinga yang besar, dan menurut sebagian bangsa

lain ada pada gigi yang merah atau hitam. Demikianlah

pada zaman moden kita beralih dari objektivisme keindahan

ke skeptisisme yang ekstrim pada Montaigne, Descartes,

atau Pascal, dan terutama pada Voltaire di kemudian hari.

Ketika ditanyakan apakah keindahan itu, maka tak akan

ada orang yang bisa menjawabnya. Ia berubah menurut

tempat dan budaya bangsa. Kebenaran ada di seberang

gunung, kata Pascal. Untuk mencapai kebenaran kita tidak

boleh hanya berada di dalam batas budaya negeri sendiri,

seperi katak di dalam tempurung. Kebenaran bersifat

relatif.

Di tempat lain, estetika menurut Kant dapat dikatakan

sebagai terjemahan dengan secara subjektif terhadap

estetika Leibniz. Ini berarti bahwa Leibniz (1646-1716)

mempunyai arti yang penting di dalam sejarah teori

estetika karena ia telah menghidupkan kembali konsepsi

51

Page 53: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

lama seperti simbolisme, vitalisme, dan teleologisme1 yang

bertentangan dengan Descartes. Namun demikian, ia juga

justru memperdalam dan menyempurnakan apa yang masih

tampak dangkal dan kurang dalam filsafat Descartes. Wujud

menurut Leibniz merupakan lapisan yang bertingkat-

tingkat, terdiri dari mahluk hidup yang membentuk

kesatuan yang sagat seragam. Alam ini tidak lain dari

gambaran tentang pengamatan kita, di mana ada satu, di

sana ada banyak; dan keindahan seragamnya alam pada

hakikatnya adalah pencerminan dari keseragaman yang

terdapat di dalam diri kita sendiri.

Orang yang sangat besar pengaruhnya terhadap sejarah

estetika adalah Baumgarten yang hidup sesudah Leibniz.

Baumgarten (1714-1762) memperkenalkan kepada dunia nama

“Aesthetika” untuk pengkajian khusus yang menyangkut

teori tentang keindahan. Istilah ini akhirnya dap

menjawab bahwa tujuan hidup at diterima sebagai nama dari

setiap filsafat yang membahas tentang keindahan secara

keseluruhan. Selain penemuan nama atau istilah itu,

Baumgarten tidak banyak memberikan pikiran yang baru

mengenai teori keindahan. Meskipun Kant banyak mengambil

istilah-istilah teknis dari Baumgarten, namun justru dia

banyak mengembangkan pikiran-pikiran baru. Karena

1 Istilah ini merupakan persoalan etika sebagaimana pernah dijelaskanoleh Aristoteles sebagai berikut. Apa sebenarnya tujuan hidup manusiayang paling ultimate?. Aristoteles menjawab bahwa tujuan hidup manusiayang paling akhir tidak lain adalah kebahagiaan. Karena pola pikirnyayang berpijak pada tujuan akhir, pemikiran Aristoteles tentang etikaini disebut teleologisme. Dalam pikiran Arsitoteles, kebahagiaan dapatdicapai ketika manusia mampu mencapai phronesis, yaitu sebuah tahapanketika seseorang itu mampu menggabungkan keutamaan pikiran (theoria)dan keutamaan tindakan (praxis).

52

Page 54: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

pengkajian itu belum mempunyai nama khusus sebelum

Baumgarten menemukan istilah tadi, maka Baumgarten di

kemudian hari diberi gelar bapak ilmu estetika.

Beberapa karya lain menyusul setelah dierbitkannya

“Aesthetika” karya Baumgarten pada tahun 1750. karya-

karya itu berasal dari penulis-penulis Inggris yang

bersifat empirisis, di antaranya “Analysis of Beauty” karya

Hogarth (1753), dan “ Essay on the Sublime and Beautiful” karya

Burke (1756). Analisis keindahan menurut Hogarth erat

sekali hubungannya dengan seni bangunan (formative art),

seperti seni ukir, patung, dan arsitektur. Ia

mengemukakan prinsip abstrak tentang kesatuan dalam aneka

(unity in variety) sebagai tingkat yang tertinggi dari

keindahan.

Hogarth pada praktek artistiknya berusaha mencari

keistimewaan di belakang batas kejelekan. Tema yang

dikemukakan oleh Burke adalah sederhana. Ia mengemukakan

bahwa selera tidaklah dapat dijadikan hakim keindahan.

Cantik berasal dari tabiat atau instink kemasyarakatan

yang ada pada manusia, sedang sublimisme (agung) berasal

dari instink pemeliharaan diri. Yang membentuk kecantikan

ialah “rasa kesenangan positif yang menimbulkan cinta

diiringi lepasnya ketegangan urat saraf. Sedangkan agung

ialah sebaliknya, erat hubungannya dengan ketegangan urat

saraf. Kalau indah berasal dari idea tentang kesenangan

yang bertalian dengan tabiat kemasyarakatn manusia, maka

agung berasal dari idea-idea mengenai sakit dan bahaya

yang menimbulkan emosi-emosi dahsyat, seperti kekosongan,

53

Page 55: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

kekuatan besar, diam, gelap , dan seterusnya. Dengan

singkat dapat dikatakan bahwa siang itu indah, malam

adalah sublim, perempuan bersifat cantik, dan lelaki

bersifat sublim.

Lord Kaimes sependapat dengan Burke dengan

mengemukakan suatu titik tolak baru bahwa pengalaman

mengenai suatu emosi walaupun sangat pedih seperti emosi

takut atau kesengsaraan simpatis adalah menyenangkan.

Seperti yang dikatakan Lord Kaimes, emosi menyedihkan

adalah menyenangkan bila direnungkan. Perang, bencana

alam adalah menyedihkan; tetapi kita suka mendengar

beritanya dan senang melihat gambaran berkecamuknya, di

dalam panggung sandiwara dan surat-surat kabar. Kejadian

yang paling dahsyat dan ngeri justru yang paling

mengesankan dan menggembirakan.

Di sini kita melihat antitesa aliran Platonisme,

karena yang penting bukan keindahan “an-sich” tetapi selera

manusia. Di sini benih-benih romantisme mulai disebarkan,

dan pahlawan revolusi Kopernik di dalam filsafat, yaitu

Kant, memperoleh landasan kuat bagi kritiknya.

2.2 Estetika Kant

Orang-orang sebelum Kant, terutama Leibniz,

mengemukakan bahwa keindahan itu terdapat dalam

keseragaman atau terwujudnya logika di dalam inderawi.

Kemudian mereka membuang “teleologisme objektif”,

menonjolkan pentingnya arti forma atau konsepsi mengenai

fenomena dan menganggap selera (geschmack) sebagai fungsi

54

Page 56: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

persepsi dan bukan fungsi akal. Mereka mengemukakan

konsepsi subjektif tentang keindahan. Pendapat yang

berserakan mengenai segi kejiwaan dari estetika ini

akhirnya tersusun rapi di dalam filsafat Kant.

Ada pertentangan sebelum Kant mengenai idea tentang

adanya “selera subjektif” sebagai bahan perasaan di satu

pihak, yang terdiri dari segala apa yang terdapat di

dalam daya rasa (sinnlichkeit) seperti ketiadapastian,

kekhususan, dan penyusunan baru; di pihak lain mengenai

idea tentang adanya “selera lain yang bersifat universal

dan pasti. Idea mengenai selera perasaan ini berkesudahan

pada dua kutub ini kadang-kadang dikembalikan kepada

kesenangan dan kadang kepada penilaian, sehingga akhirnya

selera itu sendiri tidak mempunyai arti apa-apa.

Filsafat Kant memiliki ciri khusus, yaitu

ditemukannya “kritik ketiga” yang merupakan teori baru

mengenai selera. Selera tidak lagi merupakan sekadar

penilaian tentang perasaan “gefuehlsurtheit” tapi juga

merupakan perasaan mengenai penilaian “urtheilsgefuehl”.

Dengan kata lain ia bersifat universal, pasti, berdasar

emosi.

Dalam bukunya “Kritik de Urtheilskraf” Kant mengemukakan

beberapa pokok persoalan, yang secara umum mengemukakan

dua aspek penting : pertama, tentang analisis daya

penilaian estetis dan dialektika daya penilaian, kedua

daya penilaian teleologis atau penyelidikan objecktive

purposiveness di dalam alam. Analisis putusan terdiri dua

hal, ikut. yakni tentang analisis tentang cantik (beautiful)

55

Page 57: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

dan analisis tentang agung (sublime). Hal pertama

dipaparkan dalam empat pertimbangan sebagai berikut.

Pertama, penilaian terhadap selera perasaan dari segi

kualitas. Setelah menganalisis dengan teliti perasaan

puas yang menjadi ciri putusan yang diberikan oleh

selera, yaitu suatu perasaan yang tidak bertujuan apa

pun. Kant membandingkan antara bentuk-bentuk pemuasan

ini, yaitu pemuasan estetis terhadap selera, kelezatan

dan kebaikan. Setelah membandingkan bentuk-bentuk ini, ia

menyimpulkan definisi kecantikan berdasarkan pertimbangan

pertama, bahwa “selera ialah kemampuan untuk memberikan

putusan senang atau tidak senang atas suatu objek atau

perbuatan tertentu dengan syarat bahwa putusan itu bebas

dari tujuan. Objek dari rasa puas ini di sebut cantik”.

Pertimbangan kedua mengenai keputusan selera dari

segi kualitas. Ketika Kant memandang selera dari segai

kategori kedua dengan mengikuti perencanaan tadi ia

mengemukakan bahwa kecantikan berwujud tanpa konsep,

sebagai objek dari pemuasan hajat yang mendesak, dan

bahwa selera mengandung rasa senang dan putusan yang

tidak menegaskan mana yang lebih dahulu di antara dua hal

tadi. Definisi lain tentang keindahan berdasarkankan

pertimbangan yang kedua mengatakan bahwa keindahan ialah

yang mendatangkan kesenangan dengan menyeluruh dan tidak

berkonsepsi.

Pertimbangan ketiga mengenai putusan selera dari segi

hubungan. Putusan selera bersandar pada prinsip-prinsip

dasar yang bebas dari “daya tarik” dan “emosi” dan juga

56

Page 58: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

bebas`dari konsep “kesempurnaan”. Pertimbangan ketiga

tentang keindahan ialah bahwa konsepi tentang adanya

tujuan pada objek tapi tujuan itu tidak berwujud dengan

tegas.

Pertimbangan keempat mengenai putusan selera menurut

arahnya (menurut kesenangan yang timbul dari objek

tertentu), yaitu bahwa keharusan kesenangan umum yang

terlukis dalam putusan selera ialah keharusan subjektif,

akan tetapi terwujud dalam bentuk objektif ketika

dijangkau oleh indera bersama. Definisi terakhir

keindahan adalah apa yang diakui sebagi objek pemuasan

darurat yang tidak berkonsep.

Kant selanjutnya menerangkan perbedaan antara cantik

dan agung. Ia sependapat dengan Burke bahwa agama adalah

tidak termasuk bagian dari cantik. Kedua-duanya termasuk

dalam penilaian estetis; kecantikan termasuk putusan

selera. Sedangkan keagungan memiliki akar di dalam emosi

kecedasan (geistesgefuehl) . Keindahan selamanya bertalian

dengan bentuk (formal), tapi keagungan adakalanya

bergantung pada forma dan adakalanya bergantung pada non-

forma (uniform) yang menyangkut tidak adanya forma dan

cacat. Kant membedakan antara dua bentuk keagungan ;

bentuk matematis yang statis dan bentuk dinamis.

Kita perlu memahami perasaan estetis menurut Kant

berada pada keselarasan pikiran dengan imajinasi dengan

dasar bebasnya kerja imajinasi. Di samping itu geni atau

semangat (geist) kreatif yang menghasilkan objek-objek seni

tersembunyi pula di dalam adonan antara pikiran dan

57

Page 59: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

imajinasi. Teori keselarasan subjektif ini menafsirkan

segala idea estetis Kant.

Keselarasan inilah yang melahirkan adanya tujuan yang

tidak bertujuan selain mewujudkan rasa keindahan. Seni

menurut Kant ialah penciptaan sadar terhadap objek-objek

yang menyebabkan orang yang mengenangkannya merasa seolah

objek-objek itu dicipta seperti alam tanpa tujuan. Ciri

utama seni berada pada geni yang tidak berjalan seperti

pada ilmu pengetahuan. Klasifikasi seni adalah

berdasarkan pembagian geni kemanusiaan, menjadi seni

bahasa (retorika dan puisi) seni rupa, seni suara (musik)

atau lebih tepat seni “permainan perasaan”, dan akhirnya

seni campuran antara pelbagai seni di atas dengan cara

berbeda-beda seperti drama, menyanyi, opera, atau tari-

tarian.

Secara ringkas, apa yang dikemukakan di atas baru

merupakan suatu bagian kecil dari bentangan luas

pemikiran Kant, tapi telah meletakkan dasar-dasar penting

bagi ilmu tentang keindahan. Tampaknya Kant telah

berhasil merombak sendi-sendi filsafat seni dengan berani

dan tenang. Menurut Bousanquet, belum pernah ada orang

sebelumnya dapat mencapai ketelitian demikian dalam

membedakan istilah-istilah estetis, dan dapat dikatakan

dialah orang pertama yang menerapkan logika dalam

estetika dan menganalisis seni dengan cara yang sangat

ilmiah.

2.3 Estetika Sesudah Kant

58

Page 60: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Pengikut Kant banyak dan hampir semua sepakat bahwa

buku “ Kritik der Urtheiskraft” adalah karya terbaik di antara

ketiga karya kritiknya. Di antara mereka yag menonjol

adalah Schiller, Schelling, Hegel, dan Schoupenhouer.

Berikut dikemukakan secara singkat pemikiran mereka.

Menurut Schiller seni adalah kegiatan dan permainan

dan letak keindahan ialah pada pertemuan antara ruh dan

alam, atau antara materi dan forma, karena keindahan

ialah hidup, atau juga gambar yang hidup rahasia seniman

besar karena ia dapat menyembunyikan materi dengan

perantaraan forma. Menurutnya, bidang estetika sajalah

bidang yang luas dan mencakupi bidang-bidang yang lain.

Ia, berbeda dari segala bentuk kegiatan kemanusiaan

lainnya, tidak memberikan arah tertentu dan pengalaman

estetis sajalah yang membawa kita kepada alam yang tak

terbatas.

Schelling, mengusulkan mulai dengan menyelidiki

filsafat alam dan kritik putusan estetis teleologis

sebagai kelanjutan dari penyelidikan putusan estetis.

Yang terpenting ialah tercapainya titik pertemuan antara

filsafat praktis dan kesatuan esensial antara kedua-

duanya itu dalam ruh. Benarkah di dalam lubuk jiwa

terdapat kegiatan yang mengandung kesadaran dan non-

kesadaran kegiatan tak sadar seperti ruh?. Schelling

menjawab ya, dan menyatakan bahwa hal itu terdapat di

dalam kegiatan estetis yang dianggapnya sebagai pembuka

kunci filsafat.

59

Page 61: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Ada dua jalan yang dapat dipakai untuk keluar dari

kenyataan sehari-hari, jalan puisi, yaitu pelarian ke

dunia idea dan jalan filsafat yaitu penghancuran dunia

kenyataan. Schelling menegaskan pula bahwa seni adalah

bukan sekadar alat filsafat, tapi sumber yang

sesungguhnya. Filsafat dilahirkan dari syair, maka akan

tiba satu saat di mana ia akan kembali ke induk yang

pernah ia lepaskan.

Menurut Hegel, keindahan adalah idea yang terwujud

dalam indera. Materi seni tak lain adalah idea, sedang

formanya terdapat dalam gambaran inderawi dan khayalinya.

Agar dua hal ini tergabung dalam seni, materi itu harus

sesuai untuk berubah menjadi objek seni , karena Hegel

selalu berusaha untuk menyelami dengan akal batin segala

objek kenyataan.

Pikiran seniman tidaklah tetap bersifat abstrak.

Taraf kehidupan rohani tertinggi ialah apa yang disebut

oleh Hegel dengan “ruh mutlak”, dan apabila ruh mencapai

tingkat ini, maka ia akan berubah menjadi kesadaran yang

memahami idealisme objek kenyataan, idealisasi segala

sesuatu dengan ruh mutlak tadi. Di sinilah kesadaran

berpadu menjadi satu dengan perantara subjektivitas

kesadaran dan tercerminlah di dalamnya ruh mutlak yang

merata di segala hal yang terdapat di dalam kehidupan

yang tak terbatas.

Tiga tahap perjalanan jiwa kemanusiaan dalam mencari

ruh mutlak ialah seni, agama, dan filsafat. Dikatakan

oleh Hegel bahwa bila seni mencapai tujuan terakhirnya,

60

Page 62: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

maka ia akan ikut serta bersama-sama agama dan filsafat

dalam menafsirkan dan menjelaskan unsur ketuhanan yang

sangat mendalam dan luas sekali. Akan tetapi ia akan

mencapai kesempurnaannya di dalam ilmu pengetahuan.

Setelah menerangkan bagaimana seni menampakkan

dirinya pada manusia, Hegel mencoba mengemukakan tahap-

tahap perjalanan seni yang terpenting dan periode-periode

sejarah di mana ia pernah berkembang pesat. Menurut Hegel

seni adalah hubungan yang terdapat antara idea dan

gambaran indera. Ia menyebutnya simbolis dalam tahap

permualaan, karena hubungan itu tidak mencapai idealisme.

Kemudian tahap klasik ketika seni merupakan realisasi

dari idea, telah membentuk kesatuan inderawi yang hidup

antara dua pihak tadi dan kesatuan ini terealisasi dalam

kesatuan yang terbatas. Akhirnya tahap romantik, yaitu

ketika hubungan dialektik yang terdapat antara dua tahap

tadi mencapai tingkat di mana idea yang tak terbatas

tidak terealisasi kecuali dalam infinitasnya intuisi

didalam gerak yang selalu menyerang dan membubarkan

segala bentuk inderawi. Tiga tahap perkembangan seni ini

sesuai dengan tiga periode sejarah seni, periode

ketimuran, periode Yunani, dan periode modern yang di

dalamnya terdapat bentuk-bentuk peradaban tertentu. Hegel

menyusun pelbagai macam berdasar dialektika ketiga tahap;

seni pahat mewakili tahap klasik, dan seni lukis, musik,

serta puisi mewakili tahap romantik. Akan tetapi, puisi

atau syair dapat dibagi menjadi dua bagian, pertama

mempunyai bentuk seni rupa atau lukis (seperti puisi yang

61

Page 63: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

bersanjak) kedua, mempunyai bentuk sugesti, dan musik

seperti syair yang dilagukan. Semua bentuk yang berbeda-

beda ini berpadu menjadi satu dalam drama.

Hegel, selanjutnya, telah menegaskan bentuk seni

yang rasional atau teoretis, akan tetapi ia telah

mendapatkan kesulitan besar yang dielakkan oleh orang-

orang sebelumnya. Filsafat Hegel menghadapi kesulitan

itu, dan ia berusaha mengatasi dengan memadukan seni,

agama, dan filsafat. Seni dan agama memiliki fungsi yang

berlainan dari filsafat, dan agaknya berada di bawah

tingkatan filsafat, akan tetapi tidak dapat dibuang jauh

dari usaha untuk mengenal ruh (geist) . Mana yang lebih

besar nilainya antara filsafat di satu pihak dan seni

serta agama di pihak lain. Menurut Croce, sistem filsafat

Hegel pada hakikatnya adalah bertentangan dengan seni

sebagaimana juga karena terlalu rasional bertentangan

dengan agama. Croce menambahkan di sini kita akan

menjumpai simpulan yang ganjil dan tidak dapat diterima

dari seseorang yang berusaha menciptakan estetika dan

dianggap penggemar seni amatir seperti Hegel. Hal itu

disebabkan ia menempuh jalan buruk seperti yang ditempuh

oleh Plato dan kesalahan-kesalahan lain yang pernah

dialami Plato. Plato dahulu terlalu mengikuti akal dan

membuang seni imitasi dan syair-syair Homer karena tidak

dimengertinya, maka Hegel demikian pula terlalu tunduk

pada keharusan sistem filsafatnya sehingga ia

mengumumkan musnahnya seni.

62

Page 64: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Hegel mengemukakan bahwa kita telah memberikan kepada

seni kedudukan yang sangat tinggi, akan tetapi perlu

diingat bahwa seni baik materinya maupun dalam formanya

adalah bukan jalan mulia untuk mengembalikan kesadaran

ruh mengenai instinknya yang sesungguhnya. Seni karena

formanya maka terkurung di dalam materi yang sempit,

karya seni hanya menyodorkan kebenaran secara terbatas

dan sempit. Sedangkan jiwa dunia modern kita, khususnya

jiwa agama dan perkembangan akal kita agaknya melampaui

titik di mana seni dianggap merupakan alat untuk mencapai

Zat Yang Mutlak. Hasil seni dan karya seni belum

memuaskan hajat kita yang tertinggi. Selanjutnya Hegel

menutup pembicaraannya dengan mengemukakan bahwa pikiran

dan renungan mempunyai peranan besar di dalam seni.

Tokoh berikutnya yang akan dibicarakan dalam kaiatan

dengan estetika sesudah Kant dan yang merupakan penutup

dari periode Kritika adalah Schopenhouer. Schopenhouer

selalu menyebut-nyebut filasafat Kant sebagai sumber dari

filsafatnya dan Plato sebagai orang yang digemarinya.

Segala seni memiliki tempat tertentu di dalam idea yang

dibentangkan dalam bukunya “World as Will and Idea” .

Keindahan barang yang indah, menurut Schopenhouer,

memiliki dua segi, yaitu membebaskan kita dari kemauan,

dan dengan demikian dari seluruh potensi yang

menyebabkan kejahatan dan kesengsaraan kita terbesar,

kemauan untuk hidup di satu segi, dan di segi lain

mengisi pikiran kita dengan suatu “gagasan”, suatu

objektivasi kemauan hingga mencapai suatu tingkat di mana

63

Page 65: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

kita melihat objek khusus dari pengamatan estetis kita.

Sebagaimana segala sesuatu pada taraf tertentu merupakan

suatu objektivikasi dari kemauan, maka segala sesuatu

adalah karakteristik dan dalam taraf tertentu indah.

Tidaklah ada perbedaan yang lebih jauh antara seni dan

alam selain bahwa di dalam seni, seniman meminjamkan

matanya kepada kita untuk melihat; karena geninya dapat

memahami bahasa alam yang diucapkan setengah-tengah,

sehingga ia dapat melahirkan apa yang diinginkan oleh

alam tapi belum berhasil.

Menurut Schopenhouer, seni yang tertnggi ialah

musik. Alam adalah musik yang terjelma di dalam barang-

barang. Musik adalah seni yang terselinap di dalam dunia

ini. Ia merupakan sesuatu yang sangat menyenangkan tapi

tidak dapat dinyatakan; ia mirip dengan sorga yang telah

kita kenal tapi tak penah diketahui, sangat masuk akal

tapi tidak dapat sama sekali diterangkan.

Arsitektur, menurut Schopenhouer, adalah seni yang

paling rendah, setingkat dengan seni mencangkul kebun

karena sangat dekat dengan hajat jasmani manusia. Seni

lukis dan seni rupa datang berikutnya, kemudian lebih

tinggi dari itu seni sastra (puisi) dan menyusul seni

drama, tragedia, dan komedia. Tragedia dapat membawa kita

untuk mengikuti perasaan “manusia mutlak”. Hal itu

terjadi dengan perantaraan rasa belas kasihan. Belas

kasihan adalah indera yang keenam, karena manusia tidak

akan dapat mengatahui barang-barang kecuali bila ia bisa

menaruh simpati kepada mereka dan menaruh rasa belas

64

Page 66: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

kasihan kepada kemanusiaan. Rasa impati adalah tujuan

terakhir dari semua filsafat.

Menurut Schopenhauer seni adalah jalan yang terbagus

untuk mencapai pengetahuan murni tentang dunia, karena

seni adalah “mekarnya segala yang ada”. Kalau kemauan itu

memilukan atau kemauan untuk hidup itu menyedihkan maka

seni adalah hiburan yang terbaik, dan merupakan tempat

istirahat yang terjamin. Di satu pihak, seni

membangkitkan kekuatan dan menghilangkan rasa lelah tapi

di pihak lain ia juga mendatangkan semangat keindahan

yang menghapuskan krisis-krisis dalam hidup.

Schopenhauer memiliki pandangan mengenai kecantikan

yang berlainan dengan kita. Kalau Kant menganggap lelaki

bersifat agung dan wanita bersifat cantik, maka

Scopenhauer memandang kedua-duanya adalah cantik. Akan

tetapi, lelaki justru lebih cantik daripada wanita.

Kelebihan pada jenis lelaki ini tidak terbatas pada

manusia, tapi bahkan dibuktikan oleh jenis binatang-

binatang. Ayam jantan lebih cantik dari ayam betina;

bulunya, potongan tubuhnya, geraknya dan sebagainya. Kuda

jantan lebih cantik dari kuda betina, burung, ikan, dan

binatang-binatang lainnya yang berjenis kelamin, semua

yang lelaki lebih cantik dari betina.

Selanjunya dikemukakan bahwa seni tidaklah merupakan

sorga yang penghabisan karena kesenangan yang terdalam

menghendaki ketenangan mutlak, dan keindahan yang mutlak

adalah mirip dengan kemusnahan. Di sini estetika berubah

menjadi mistika. Orang yang mencapai pemusnahan

65

Page 67: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

kemauanlah yang dapat tenggelam di dalam kemusnahan

dirinya, dan inilah nirvana. Terlihat di sini

Schopenhauer terpengaruh oleh filsafat India.

Meskipun mempunyai pengaruh besar di belakang hari,

namun hasil pemikiran Schopenhauer lebih mirip dengan

karya pujangga daripada karya seorang ahli filsafat.

Pemikiran Scopenhauer ini agaknya menjadi pengakhir

warisan sumbangan pikiran para pengikut Kant. Jaman baru

dewasa ini adalah kelanjutan dari jaman filsafat kritika.

3. Tugas

Diskusikan materi pokok bahasan tersebut sesuai

dengan kelompok Saudara kemudian buatlah laporan hasil

diskusi tersebut dalam resume yang singkat dan padat.

POKOK BAHASAN V (PERTEMUAN KE-9-11)ESTETIKA POSITIVISME DAN ROMANTISME

1.Tujuan Perkuliahan

66

Page 68: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Mahasiswa dapat menjelaskan dan/atau membandingkan

konsep-konsep estetika positivisme dan romantisme.

2. Materi Perkuliahan

2.1 Estetika Positivisme (Abad ke-19)

Sejak tahun 1850-an, filsafat seni atau estetika

berubah dari dasar metafisik idealistik ke arah dasar

metafisik positif dan evolusi. Pertengahan akhir abad ke-

19 di Eropa tampaknya merupakan masa yang kacau, campur

aduk antara gagasan materialistik dan idealistik, teori

mekanikal, dan teori teologi, skeptisme, dan lain-lain.

Dengan mengutip tulisan Sumarjo (2000) bahasan

perkembangan tentang pemikiran mengenai estetika pada

masa-masa ini yang diwarnai oleh padangan dari beberapa

tokoh dapat diuraikan sebagai berikut.

2.1.1 Herbert Spencer

Spencer mulai menerbitkan berbagai telaahnya mengenai

seni. Ia mulai membandingkan nilai kegunaan dengan nilai

seni. Sesuatu yang berguna menjadi sesuatu yang indah

ketika sesuatu itu sudah tak memerankan fungsi

kegunaannya lagi. Pendapat ini sedikit banyak dipengaruhi

oleh teori evolusi yang sedang populer waktu itu.

Persyaratan agar sesuatu itu dikatakan bernilai seni atau

indah adalah adanya simetri dan kesatuan, adanta sifat

ekonomi dalam gaya keindahan, adanya keagungan dan

kekuasaan atau kekuatan, adanya efek moral yang baik pada

penanggapnya.

67

Page 69: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Karya seni yang baik mampu membangkitkan energi,

kekuatan, dan emosi, dan emosi tingkat tinggi. Namun

demikian, jarang ada karya seni yang demikian itu,

karena hampir semua karya seni merupakan campuran antara

efek artistik dan anti artisitik. Jelas bahwa pendapat

Spencer mengenai seni berada antara sentimentalisme dan

moralisme.

2.1.2 Kaum Fisiologis

Pada masa ini, terdapat perkembangan pemikiran seni

yang menjurus kepada efek biologis pada manusia.Pelopor

jenis ini adalah Grant Allen yang menulis buku Estetika

Fisiologis (1877). Menurutnya, secara fisiologis kesenangan

estetik pada manusia yang ditimbulkan oleh karya seni

merupakan kumpulan aktivitas subjektif dalam diri manusia

yang tidak punya hubungan langsung dengan fungsi

vitalnya, tetapi hanya menyentuh terminal organ pikiran

sistem saraf otak manusia.

Para peneliti lain menyatakan bahwa kesenangan

estetik dapat mengakibatkan aktivitas organ fisik manusia

seperti pernafasan, peredaran darah, dan peregangan otot.

Kegilaan ilmu-ilmu alam dalam mencoba menembus makna seni

ini mengakibatkan laboratorium kimia, fisika, dan

fisiologi menjadi ajang percobaan untuk mempertanyakan

dan menjawab hal-hal spiritual seperti ini.

68

Page 70: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

2.1.3 Hyppolyte Taine

Tokoh estetika fisiologis ini percaya adanya hukum

estetika. Hukum ini daidapat berdasarkan studi lingkungan

alam dan sosial sebagai sumber penciptaan karya seni.

Dari berbagai daerah eskisistensi seni tersebut akhirnya

akan didapat hukum umum estetika. Nyata bahwa pengaruh

berbagai ilmu pengetahuan alam amat besar dalam telaah

estetika.

Bagi Taine, seni itu imitasi (mimesis) yang mengarah

kepada penggambaran sifat karakteristik yang esensial

dari objeknya. Dalam arsitektur dan musik, mimesis tak

memerlukan objek nyata, namun tetap menyuguhkan karakter

esensial. Inti seni adalah menghadirkan esensi sesuatu,

tetapi ia menolak arti esensi segala sesuatu sebagai

hanya peristilahan teknis.

Ada dua cara untuk mencapai tingkat hidup tertinggi

pada manusia, yakni lewat ilmu pengetahuan dan lewat

seni. Cara ilmu pengetahuan adalah menemukan sebab dan

hukum dasar kenyataan (realitas), sedangkan cara seni

adalah menemukan sebab dan hukum, bukan dalam

peristilahan kering dan abstrak, melainkan dalam

pengalaman inderawi yang tepat; bukan hanya menyangkut

logika pemikiran, melainkan juga perasaan hati dan

penginderaan untuk semua orang. Di dalamnya termuat

sesuatu yang muskil dalam kesedarhanaan, sesuatu yang

tinggi dalam gaya yang populer, sesuatu yang tinggi dalam

gaya yang biasa, agar semua orang mampu menangkap dan

menghayatinya.

69

Page 71: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Bagi Taine, nilai seni itu juga bertingkat-tingkat,

seperti layaknya bagi para pengikut Hegel. Menurutnya ada

tiga tingkat nilai seni. Yang dipersoalkan pada tingkat

pertama adalah apakah sebuah karya seni memiliki bobot

karakter yang memadai. Apakah gagasan yang diajukannya

besar atau sepele, apakah tingkat afektifnya pada

penanggap tinggi atau rendah, apakah bobot moralnya besar

atau dangkal. Pada tingkat kedua, apakah sebuah karya

seni berhasil mencapai tingkat harmoni antara ide dan

bentuknya. Pada tingkat terakhir, Taine membuat solusi

dialektik dengan memberikan contoh sejarah seni. Pada

lukisan Italia kuno seperti karya Giotto, yang terjadi

adalah seni yang punya jiwa (spirit) namun tak punya

tubuh (bentuk). Ini merupakan tesis pertama. Pada anti-

tesis ia menunjukkan lukisan kaum Renaisans yang punya

tubuh dan bentuk tetapi kehilangan jiwa, sedang pada

karya Raphael ia menemukan adanya penyatuan tubuh dan

jiwa dalam seni sintesis.

2.1.4 Gustaf Theodor Fechner

Buku Fechner yang terkenal adalah Introduction to Aesthetic

(1876). Ia dikenal sebagai pakar estetika eksperimental.

Disebut demikian karena ia menolak konsep deterministik

terhadap objek esensi seni dan keindahan. Ia menyebut

estetika demikian itu sebagai estetika dari atas (von

oben). Ia sendiri menciptakan estetika dari bawah (von

unten) yang lebih mencari kejelasan, bukan sublimitas

seni.

70

Page 72: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Fechner bekerja secara induktif dengan melakukan

berbagai eksperimen estetik. Ia mengumpulkan data tentang

warna yang paling banyak disenangi responden, serta

alasan mereka menyenangi warna tersebut. Ia juga meminta

responden memilih dua bentuk atau dua warna, dan mengapa

mereka memilih itu. Hasil yang diperoleh kemudian

dianalisis. Temuannya ini masih diperdebatkan dalam

kajian estetika. Temuan eksperimentalnya meliputi antara

lain masalah hukum dan prinsip estetika seperti kesatuan

dalam keberagaman, kejelasan, asosiasi, kontras,

konsekuensi, konsiliasi, makna yang benar, prinsip

ekonomi, perubahan, pengukuran, dan masih banyak lagi

masalah lainnya.

Ketika ditanya apakah sebenarnya makna keindahan itu

dalam berbagai eksperimennya. Ia kembali kepada jawaban

spekulatif. Menurutnya ada tiga arti keindahan, yaitu :

pertama, dalam arti luas bahwa seni adalah segala yang

menyenangkan secara umum, kedua, dalam arti lebih sempit

bahwa keindahan memberikan kesenangan yang lebih tinggi,

tetapi masih bersifat inderawi, dan ketiga, dalam arti

paling sempit, keindahan sejati tidak hanya menyenangkan,

tetapi juga kesenangan yang sesungguhnya, yakni memiliki

nilai-nilai dalam kesenangan tersebut yang di dalamnya

terkait konsep keindahan dan konsep moral, kebaikan.

Adapun beberapa prinsip seni yang diajukan adalah

sebagai berikut. Pertama, seni selalu memilih ide

berharga dan menarik untuk direpresentasikan. Kedua, seni

harus mengekspresikan gagasannya dalam bentuk meterial

71

Page 73: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

yang begitu rupa sehingga bentuk setara dengan isi.

Ketiga, dari berbagai bentuk kemungkinan bentuk

ekspresinya, harus dipilih bentuk seni yang paling

memberikan kesenangan tertinggi. Keempat, semua unsur

bentuknya secara rinci harus diperlakukan begitu rupa

sehingga memberikan efek kesenangan maksimal. Kelima,

tujuan seni adalah memberikan pencapaian kesenangan

tertinggi yang mengandung nilai-nilai.

2.1.5 Ernst Grosse

Seperti Fechner, Grosse juga bekerja secara induktif

untuk mencapai prinsip atau hukum keindahan. Hanya saja

data yang diambilnya bukan lewat eksperimen, melainkan

lewat data sejarah seni. Namun, banyak pertanyaan

estetika yang hanya bisa dijawab oleh Grosse dengan cara

pemikiran spekulatif, dan bukan induktif berdasarkan data

sejarah, dari yang primitif sampai dengan yang modern.

Pada akhirnya Grosse menyimpulkan bahwa seni adalah

suatu aktivitas yang hasilnya memiliki nilai emosi dengan

tujuan dirinya sendiri. Aktivitas estetik dan aktivitas

praktis bagi manusia selalu bertentangan. Jalan tengahnya

adalah aktivitas permainan, karena aktivitas praktis

selalu mengarah pada hasil di luar aktivitas`itu,

sedangkan aktivitas`estetik hasilnya ada dalam

aktivitas`itu sendiri. Hasil itu dalah kegembiraan atau

kesenangan dalam aktivitasnya.

Pada akhir telaahnya, Grosse menyimpulkan pula bahwa

di lingkungan masyarakat primitif jarang ada karya seni

72

Page 74: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

yang bersifat praktis-pragmatis; seni hanya bersifat

sosial dan individual dalam masyarakat yang telah

beradab.

Begitulah estetika positivisme dan naturalisme akhir

abad ke-19 yang amat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu

pengetahuan alam, fisika, dan kimia.

2.2 Estetika Positivisme (Abad ke-20)

Memasuki abad ke-20, estetika mencoba menggunakan

pula psikologi untuk menemukan hakikat seni. Seperti

halnya pendekatan ilmu pengetahuan alam, pendekatan

psikologi pun kurang mendapat perhatian serius dari

pemikir seni. Mereka menamakan kegiatan ilmiah terhadap

etstetika semacam itu hanya sebagai hobi Namun abad ke-20

kembali disibukkan dengan pemikiran estetika yang

berbasis pada pikiran spekulatif kembali, yakni kembali

ke bidang filsafat, sebagian menguji kembali hasil para

pemikir seni lama, sebagian lagi mengemukakan teori baru.

Dalam pertengahan abad ke-20 muncul perkembangan baru

dalam kajian filsafat seni, yakni munculnya teori kritik

atau metakritik yang berdasarkan pemikiran falsafi.

Estetika dan filsafat seni dengan cepat benrkembang

melalui disiplin baru metakritik ini. Adapun pemikiran

tokoh-tokoh estetika abad ke-20 sesuai dengan apa yang

ditulis oleh Sumarjo (2000) dapat dikemukakan sebagai

berikut.

2.2.1 Edward Bullough

73

Page 75: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Pada awal abad ke-20, Bullough mengemukakan masalah

“jarak psikis” dalam seni. Gagasan ini berasal dari kaum

filsuf empiris Inggris abad ke-17 dan ke-18 yang kemudian

dikembangkan oleh Kant. Istilah yang amat terkenal untuk

itu adalah disinterested. Jarak psikis ini bertujuan

melihat dan menilai karya seni secara objektif. Dengan

demikian akan tercapai penikmatan seni yang objektif pula

tanpa adanya pengaruh kepentingan pribadi. Bullough

mencontohkan seseorang yang naik perahu menembus kabut.

Ia terpesona oleh indahnya kabut diterjang cahaya

matahari. Pesona itu membuatnya melupakan atau tak

menyadari bahaya yang mengancam dirinya akibat berperahu

menembus kabut tersebut. Dalam kasus ini, si tukang

perahu melakukan jarak psikisterhadap keindahan kabut di

tengah remang sinar matahari.

Begitu pula dalam menghadapi karya seni, hendaknya

orang melupakan segala kepentingan pribadi yang

menyangkut karya tersebut kecuali demi keindahan karya

seni itu sendiri. Dalam melihat potret seorang yang

dikenalnya dalam sebuah lukisan, misalnya presiden,

hendaknya si penanggap lukisan tersebut menyingkirkan

semua hal yang ia kenal tentang presiden tersebut. Boleh

jadi ia pengagum presiden yang dilukis itu, sehingga hal

yang ia ketahui tentangnya ikut terbawa dalam menikmati

lukisan tersebut. Cara memandang dan menilai lukisan

semacam itu sudah tidak objektif lagi, tak ada jarak

psikis lagi. Orang itu dapat mengagumi lukisan bukan

karena keindahan lukisan itu sendiri, tetapi karena

74

Page 76: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

mengagumi tokoh yang diabadikan dalam lukisan. Begitu

pula apabila seseorang naik ke atas panggung ketika aktor

pujaannya terancam bahaya dalam sebuah lakon. Tindakan

demikian itu sama dengan kalau seorang penonton film

berteriak mengingatkan tokoh pujaannya sedang dalam

bahaya diintai musuhnya.

Kedua contoh di atas menunjukkan tak ada jarak psikis

atau jarak estetik antara karya seni dan penanggapnya.

Dalam peristiwa demikian, seorang pengikut Bullough,

Sheila Dawson, menamakannya sebagai under distancing atau di

bawah jarak psikis. Sebaliknya adalah over distancing, yakni

apabila seoarng penanggap seni terlalu peduli pada hal-

hal teknis seni sampai rincian detilnya, sehingga

keutuhan karya tersebut tak terhayati. Kedua peristiwa

tersebut mengakibatkan tidak terjadinya jarak psikis

dalam menanggapi dan menlai karya seni secara objektif.

Manfaat jarak psikis atau jarak estetik ini adalah

dapat ditemukannya karakteristik yang ada pada objek

estetik. Dari karakteristik tadi kita dapt lebih

mengarahkan perhatian perhatian, dan dengan demikian juga

memperoleh pengalaman estetik.

2.2.2 Jerome Stolnitz

Stolnitz menamakan persoalan disinterested ini dengan

istilah aesthetic awareness atau “perhatian tak acuh”, dalam

arti perhatian tetapi sekaligus juga tidak hadirnya

kepentingan pribadi pengamat. Pemikir lain, Elisio Vivas

menamakannya sebagai”intransitif” yang memiliki makna

75

Page 77: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

semana dengan Stolnitz. perhatian yang estetis, bukan

perhatian yang non-estetis. Kalau sesorang memperhatikan

unsur non-estetis pada suatu karya seni, tentu

perhatiannya pada yang karya seni tersebut juga akan non-

etstetis.

Dalam sebuah novel yang bercerita tentang kejadian

sejarah, dapat saja perhatian membaca terarah kepada

peristiwa sejarahnya, sehingga perhatian pada elemen

estetik sastranya terabaikan. Dengan cara ini, besar

kemungkinan ia menilai karya sastra novel tersebut bukan

sebagai novel, tetapi sebagai penghayatan dan pengetahuan

sejarah. Contoh dalam kasus tidak terjadinya aesthettic

awareness ini, seperti dicontohkan Vivas, adalah roman

besar Dostojeski, Brothers Karamazov Roman ini begitu

besar dan kompleks, sehingga perhatian pembaca tersebut

oleh pengolahan masalah, melupakan aspek estetiknya.

Kebesaran roman tersebut menghalangi pembaca untuk

melihat roman sebagai karya sastra. Pembaca cenderung

menilai dan membaca romantik but sebagai kritik sosial.

Roman itu telah diperhatikan secara non- estetik.

Bisa jadi sebuah karya sastra lebih diperhatikan

sebagai masalah penulisnya kalau seorang bekas nara

pidana yang menulis novel. Perhatian pembaca lebih pada

menghubungkan novel tersebut dengan pengarangnya yang

eks-nara pidana. Novel itu dibaca tanpa perhatin estetika

lagi.

2.2.3 Virgil Aldrich

76

Page 78: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Apakah sebuah karya seni serta merta disikapi oleh

penanggap seni seperti orang lain menanggapi karya

tersebut?. Bagaimana seharusnya hubungan antara karya

seni dan penanggap seni ?. Apakah karya seni menentukan

sikap penanggap , atu sebaliknya?. Pertanyaan semacam

itulah yang dicaba dijawab oleh Aldrich. Apa yang harus

dilakukan oleh subjek seni terhadap objek seni sehingga

objek seni tersebut objek seni tersebut menjadi objek

estetik?. Di sini subjek seni dituntut suatu sikap

nilai estetik tertentu dalam objek seni, sehingga

sikapnya itu akan membuktikan keyakinannya.

Contoh yang diajukan Aldrich adalah sebuah gambar

ambigu (dua arti), yakni gambar sederhana yang sekilas

tampak seperti kelinci, tetapi dalam persepsi tertentu

juga merupakan gambar itik. Jadi, gambar tersebut dapat

disikapi (dipersepsi) sebagai gambar itik atau kelinci.

Persepsi mana yang benar ? Itu bergantung pada cara

subjek menyikapi menyikapi gambar tersebut. Dua-duanya

dapat benar.

Menurut Aldrich, adalah salah apabila orang

beranggapan hanya ada satu cara, persepsi tunggal, dalam

menghadapi karya seni. Ada dua cara persepsi, yakni

persepsi estetik dan non-estetik. Cara estetik disebutnya

sebagai preherensi, sedangkan cara non-estetik disebutnya

sebagai observasi. Objek observasi merupakan objek

fisik, dan objek preherensi disebut sebagai objek

estetik. Sementara itu, cara menghadirkan, menyusun, atau

membentuk gambar itu disebut sebagai objek material.

77

Page 79: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Dengan demikian, karya seni itu sendiri secara

objektif hanyalah objek material. Kalau kita menyikapi

objek material tersebut secara estetik, maka objek

material akan menjadi objek estetik. Sikap ini oleh

Aldrich disebut sebagai preherensi, sikap estetik yang

sesungguhnya. Kalau sikap estetik kita mengarah kepada

objek seni sebagai kelinci (objek estetik), maka gambar

itik menjadi objek fisik. Sebaliknya, kalau persepsi

estetik kita pada objek material itu sebagai gambar itik,

maka gambar kelinci menjadi objek fisik.

Begitulah tanggapan para filsuf seni pada pertengahan

awal abad ke-20 mengenai persoalan disinterestedness, yakni

cara memperoleh pengalaman keindahan atau pengalaman

estetika murni tanpa dikotori oleh kepentingan praktis-

pragmatis.

2.2.4 Benedetto Croce

Buku Croce yang terkenal adalah Aesthetic yang terbit

pada tahun 1909. Croce termasuk filsuf seni dalam deretan

filsafat idealisme. Segala sesuatu merupakan aktivitas

pikiran, segala sesuatu adalah ideal belaka. Makna materi

bergantung pada makna idealnya. Bagi Croce, wilayah

estetika adalah wilayah pengetahuan intuitif, bukan

wilayah pengetahuan logis (ilmiah). Intuisi merupakan

sebuah imaji yang berada dalam pikiran subjek. Jadi, oleh

Croce, seni dimasukkan dalam kategori ilmu pengetahuan.

Benda seni itu idak ada. Seni terdapat dalam pemikiran

imajinatif subjek penanggapnya. Benda seni hanyalah objek

78

Page 80: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

fisik belaka, bukan estetika itu sendiri. Benda seni

hanyalah titik tolak subjek seni untuk menumbuhkan

kembali estetika pada diri subjek. Keindahan rada dalam

diri subjek masing-masing, bukan dalam objek seni itu

sendiri. Pandangan Croce yang penting adalah bahwa benda

seni bukanlah seni. Benda seni menjadi seni hanya dalam

tanggapan subjek penanggapnya masing-masing. Seni

terletak dalam diri masing-masing subjek.

2.2.5 George Santayana

Santayana menamakan dirinya seorang materialis, dan

mengembangkan estetika naturalis. Namun, pandangan

estetikanya berada dalam jalur idealisme juga. Seperti

kaum idealis, Santayana menolak anggapan bahwa keindahan

adalah sifat objektif benda. Keindahan identik dengan

kesenangan yang dialami subjek ketika objek seni

ditanggapi subjek.

Dalam menghadapi karya seni, yang terjadi adalah

subjek mengobjektifkan niliai-nilai keindahan objek seni.

Yang terjadi dalam peristiwa estetik adalah subjek

memproykesikan kesenangan estetiknya pada objek tertentu.

Dari pandangan ini, jelas tampak pentingnya faktor

fisiologis dan psikologis dalam memahami estetika.

2.2.6 John Dewey

Dewey termasuk filsuf aliran pragmatisme di Amerika

Serikat. Ia menolak pandangan kaum Cartesian yang

memisahkan antara materialisme dan jiwa (roh) sebagai dua

79

Page 81: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

substansi yang berbeda. Dualisme dalam pemikiran filsafat

tentang manusia diserangnya lewat pragmatisme. Ia

berpendapat bahwa seni adalah bagian dari kehidupan itu

sendiri. Dasar estetika adalah pengalaman sehari-hari

yang nyata. Pengalaman seni adalah pengalaman yang

terentang dalam waktu, ada awal ada akhir. Ada struktur

dalam pengalaman seni, seperti halnya dalam pengalaman

sehari-hari. Bentuk seni adalah pengalaman tersebut. Ada

sesuatu yang selalu menyatukan seluruh pengalaman sebagai

suatu pengalaman. Pengalaman ini suatu kesatuan yang utuh

dan bulat. Begitu pula pengalaman keindahan dalam seni.

Bagi Dewey, yang terlebih dahulu adalah pengalaman

estetik, baik pada seniman maupun publik seni. Seniman

adalah orang yang terlebih dahulu memiliki pengalaman

estetik. Pengalaman estetiknya yang diwujudkan dalam

sebuah karya seni dinamakannya pengalam artistik. Dari

perwujudan pengalaman artistik itu, penanggap seni akan

dapat mengalami pengalaman estetik.

Dari penjelasan singkat para kelima tokoh filsuf di

atas, terlihat bahwa pada awal permulaan abad ke-20

tampak banyak persoalan estetika yang berkisar pada apa

yang dinamakan sikap estetik. Teori sikap estetik ini

memiliki tiga sasaran utama. Pertama, teori mencoba

mengisolasi dan mendeskripsikan faktor psikologis yang

membentuk sikap estetik. Kedua, teori sikap estetik

mencoba mengembangkan konsepsi objek estetik sebagai

objek sikap estetik. Ketiga, teori sikap estetik mencoba

menjelaskan pengalaman estetik dengan memandangnya

80

Page 82: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

sebagai pengalaman yang didapat dari sebuah objek

estetik.

3. Estetika Romantisme

Dalam tulisan Sumarjo (2000) dijelaskan bahwa sumber

pokok dari pemikiran kaum Romantik adalah pendapat Kant

tentang pengetahuan. Menurut Kant, terdapapat dua jenis

pengetahuan, yakni pengetahuan dunia empiris yang

merupakan objek pengetahuan ilmiah, dan pengetahuan

noumenal yang dalam beberapa hal berada di belakang dunia

inderawi-empiris yang terbatas. Suatu pengalaman empiris

memiliki karakteristiknya bukan karena pengamatan

empirisnya belaka, tetapi karena adanya struktur berpikir

subjek pengamatnya. Struktur berpikir ini merupakan dunia

noumenal yang berupa substansi. Pemikiran dunia noumenal

inilah yang menarik perhatian kaum Romantik itu. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa pandangan kaum romantik

merupakan reaksi terhadap filsafat empiris dan mentalitas

ilmiah yang berkembang sejak abad ke-17 dan ke-18.

Ketika filsafat Romantik diaplikasikan pada dunia

seni, terdapat peran baru seniman dalam dunia kreativitas

artistik. Para seniman dipandang sebagai penghubung atau

medium antara dunia empiris dan dunia noumenal yang

berada di balik kenyataan pengalaman. Seniman merupakan

sumber vital atas dicapainya dunia noumenal dalam dunia

empiris.

Di samping itu, seni juga merupakan eskpresi emosi

yang sejak zaman Renaisans diabaikan peranannya dalam

81

Page 83: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

aktivitas mental manusia. Zaman-zaman sebelumnya adalah

zaman logika, zaman rasio, yang mendasarkan kebenaran

otak melulu. Dengan munculnya pandangan kaum Romantik,

emosi diberi peranan yang cukup penting dan vital dalam

segala aktivitas dan kreativitas. Para seniman dapat

memberikan sumbangannya terhadap kebudayaan dengan cara

yang tak mungkin disumbangkan oleh ilmu pengetahuan.

Peran seniman dalam masa ini diungkapkan oleh

Nietzsche bahwa selama ini estetika kita adalah estetika

wanita, karena hanya mengungkapkan pengalaman tentang

apa yang indah dari pandangan para penerima seni. Sampai

sekarang ini filsafat kurang mempertimbangkan peran

seniman. Memang benar bahwa pada zaman Plato perhatian

terhadap peran seniman dalam filsafat telah dibicarakan,

namun setelah itu perhatian terhadap para pencipta seni

hilang begitu saja dari pertimbangan pemikiran filsafat.

Dunia seni Romantik menjujung tinggi sifat seni

Dionysian yang bertumpu pada intensitas dan

spiritualitas, dan semakin menjauh dari sifat seni

Appolonian yang lebih menekankan ketenangan dan

ketertiban. Dari lingkungan seniman muncul teori ekspresi

yang menyatakan bahwa seni adalah ekspresi emosi seniman.

Beberapa pemikir menyatakan pentingnya emosi di samping

peran pikiran. Seni adalah ungkapan emosi yang memperoleh

penafsiran eksternal lewat pengaturan garis, bentuk, atau

warna yang ekspresif. Pengaturan serupa kini terdapat

lewat gerak, suara, atau kata-kata yang diatur oleh ritme

tertentu, begitu pendapat Veron.

82

Page 84: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Selanjutnyan, Alexander Smith menulis perbedaan

esensial antara puisi dan prosa. Prosa adalah bahasa

intelektual, sedangkan puisi adalah bahasa emosi. Prosa

kita mengomunikasikan pengetahuan kita atas objek

inderawi atau pikiran, sedangkan dalam puisi kita

mengekspresikan bagaimana objek ini mempengaruhi diri

kita. Lebih jauh Leo Tolstoy menyatakan bahwa karya seni

pada dasarnya merupakan ekspresi perasaan dalam bentuk

tertentu sehingga orang lain mampu merasakan ungkapan

emosi dalam seni itu.

Dalam garis besarnya estetika Romantik berusaha

mencapai beberapa tujuan. Pertama, menempatkan peran seni

dalam kedudukan sentral dalam kebudayaan Barat. Sejak

abad ke-19 peran ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia

Barat telah mereduksi peran seni dalam

kebudayaan. Kaum Romantik ingin menunjukkan bahwa seni

dan perasaan dapat berperan penting bagi kehidupan ini.

Kedua, bahwa seni ada hubungannya dengan kehidupan

sehari-hari. Emosi adalah sesuatu yang biasa dialami oleh

setiap orang dan telah menunjukkan, berdasarkan

pengalaman, pengaruhnya atas kehidupan manusia. Ketiga,

mereka ingin menunjukkan bahwa seni lebih berperan dalam

menggerakkan manusia daripada seni imitasi atau

representasi. Contohnya dalam seni musik dan seni non-

objek. Musik adalah contoh jelas tentang pengaruh

ekspresi emosi dalam seni yang mampu mempengaruhi

kehidupan manusia.

83

Page 85: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Faham Romantisme sebetulnya dapat dilihat sebagi

suatu faham yang memberi reaksi terhadap dominasi

rasionalisme dalam pemikiran filsafat. Sebelumnya seniman

harus tunduk pada kaidah-kaidah ketat. Faham ini memberi

tempat bagi seniman untuk meluapkan emosinya dalam

berkarya seni secara bebas, karena pada awalnya manusia

hidup bebas. Kaum Romantik sangat menghargai atau

menghormati kemerdakaan dan kedaulatan individu untuk

mengekspresikan perasaannya. Beberapa sifat khas gaya

Romantik dalam seni adalah pemujaan terhadap alam, rasa

melankolik dan nostalgik terhadap masa silam, kesadaran

agama mengambang, mengarahkan perhatian kepada diri

seniman dan proses kreatifnya, lari dari kenyataan riil,

inspirasi muncul dari dalam diri seniman (bukan dari

kekuatan luar), genius dalam arti kemampuan menemukan dan

menghasilkan karya yang orisinal, serta berupaya

menciptakan dunia “lain” (khayal) yang bersifat emotif

dan imajinatif.

Tugas :Diskusikan materi pokok bahasan tersebut sesuai

dengan kelompok

Saudara kemudian buatlah laporan hasil diskusi

tersebut dalam ben-

Tuk resume yang singkat dan padat.

84

Page 86: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

POKOK BAHASAN VI (PERTEMUAN 12-15)ESTETIKA MODERN (KONTEMPORER)

DAN POSMODERNISME

1. Tujuan Perkuliahan

Mahasiswa dapat menjelaskan dan/atau

membandingkan konsep-konsep estetika modern (kontemporer)

dan posmodernisme

2. Materi Perkuliahan

2.1 Estetika Modern (Kontemporer)

Dalam membahas konsep-konsep estetika kontemporer

ini, akan dikemukakan lima pendapat filsuf tentang seni,

yakni Clive Bell, Sussane K.Langer, R.G. Collingwood,

Moris Weiltz, dan George Dickie. Tiga yang pertama

meninjau kembali tema filsafat seni lama dengan

pengembangan baru sedangkan dua terakhir mengajukan

sumber teori sendiri yang kontemporer. Dengan mengutip

tulisan Sumarjo (2000) pokok-pokok pemikian dari para

tokoh tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

85

Page 87: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

2.1.1 Clive Bell : Teori Keindahan Modern

Sumbangan Bell yang utama dalam konteks ini adalah

pendapatnya tenang significant form dalam seni. Ia hanya

membatasi telaahnya dalam bidang eni rupa saja, meskipun

dasar pendapatnya dapat diapliksaikan dalam banyak

bidang seni.

Komponen teori Bell ada tiga, yakni emosi estetik,

bentuk signifikan, dan esensialisme. Emosi estetik

bukanlah emosi pengalaman sehari-hari seperti kemarahan,

kesedihan, atau kegembiraan. Emosi estetik hanya dapat

ditimbulkan oleh karya seni yang mengandung nilai emosi

tersebut. Sementara itu, bentuk signifikan adalah nama

sekumpulan hubungan tertentu dalam unsur-unsur sebuah

karya seni. Dalam hal ini, bentuk signifikan muncul dai

subjek seni, tetapi, di waktu yang lain Bell juga

menyatakan bahwa bentuk signifikan merupakan

karakteristik objek itu sendiri. Bell tidak pernah pasti

mengenai pegertian mana yang diambilnya sebagai

karakteristik objek atau sebagian hasil subjek dalam

menghubungkan dan membentuk struktur bentuk signifikan.

Ia hanya dapat menyatakan, dengan demikian, sekalipun

karakteristik esensial itu tetap, dalam pilihan bentuk

dapat ada perbahan persepsi. Jadi, bentuk signifikan

adalah karakter non-struktural yang menyerupai bentuk

tertentu pada saat tertentu.

Karya seni bagi Bell adalah sebuah objek yang

memiliki bentuk signifikan, yaitu nama objek apa pun yang

86

Page 88: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

menimbulkan emosi estetik. Sebuah karya seni adalah

sebuah artefak yang memiliki bentuk signifikan. Apakah

artefak natural bukan karya seni (artefak) dapat disebut

seni kalau memberikan bentuk signifikan? Bell mengakui

dapat saja demikian, tetapi ini amat langka, hanya

kebetulan belaka. Dengan demikian, ada dua pengertian

seni, yakni pengertian klasifikasi yang membedakan

artefak seni dengan benda alamiah, dan pengertian

evaluasi, yakni mencari nilai-nilai bentuk signifikan

dalam artefak seni. Menyatakan bahwa sesuatu itu indah

berarti menghargai dalam memujinya. Dengan demikian,

rumusan seni Bell adalah rumusan evaluasi seni.

Bagaimana dalam seni representasi (mimesis) adakah di

situ juga terdapat bentuk signifikan? Dalam seni

representasi tidak didapatkan nilai estetika, selama

tidak mengandung potensi bentuk signifikan. Lukisan

potret sebagai seni representasi mungkin saja dikagumi

orang, namun selama dalam menghayati potret tersebut tak

muncul hubungan bentuk signifikan, lukisan potret

bukanlah seni. Bentuk signifikan dalam potret terlepas

sama sekali untuk representasinya; yang ada hanya

struktur hubungan yang mampu menumbuhkan emosi estetik.

Emosi stetik itu memberikan emosi karakteristik yang

spesifik

2.1.2 Sussane K. Langer : Teori Imitasi Modern

Buku estetika langer adalah Philosophy in a New Key, Feeling

and Form, dan Problems of Art. Langer merumuskan seni sebagai

87

Page 89: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

penciptaan bentuk yang menyimbolkan perasaan manusia.

Inilah sebabnya teori seninya sering disebut teori

simbolisme ekspresif. Suatu simbol m,engekspresikan

perasaan manusia, melaluiabstraksi. Simbol dalam

terminologi Langer ini termasuk simbol ikonik, yakni

simbol yang dlam beberapa hal menyerupai sesuatu yang

ditunjukkanya.

Langer sendiri membedakan antara simbol seni dan

simbol dalam seni. Simbol seni adalah seni secara

keseluruhan, dan karya seni belum tentu mengandung

simbol. Simbol yang dimaksudkan di sini adalah”simbol

dalam seni“ yang merupakan elemen seni yang dapat

menimbulkan aura atau mengungkapkan penderitaan,

pengorbanan, dan kesucian. Simbol bagi Langer adalah alat

yang memungkinkan kita membuat suatu abstraksi. Setiap

seni menyimbolkan dengan caranya sendiri tentang perasaan

manusia. Musik menyimbolkan perasaan manusia, seni lukis

menyimbolkan aneka jenis adegan.

Bagi Langer karya seni representasional jika

merupakan seni baik, sama dengan seni non-

representasional. Mereka memilih lebih dari stau fungsi

simbolis, representasi, dan juga ekspresi artistik yang

merupakan presentasi ide perasaan. Dengan demikian, semua

karya seni adalah simbol seni. Semua seni

mengabstraksikan, dan dengan demikian menyimbolkan

perasaan. Manusia, namun perasaan itu tidak disimbolkan

melalui representasi. Akhirnya langer berkesimpulan bahwa

seni sejati merupakan bentuk ekspresif dan bukan sekadar

88

Page 90: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

simbol seni. Teori Langer pun kemudian dimasukkan dalam

teori imitasi baru. Dalam pengertian ini karya seni

dianggap mengimitasi perasaan.

Semua karya seni merupakan perwujudan perasaan

manusia. Dalam pernyataan ini, banyak kritik dilancarkan

kepadanya. Apakah hanya perasaan manusia semata? Sebuah

karya seni kadang juga mewujudkan proses piskologis,

seperti dalam musik.

Tentang fungsi seni, Langer menyatakan bahwa semua

karya seni merupakan sebuah ilusi, yang dalam terminologi

Langer disebut imaji virtual. Ruang visual murni

adalah sebuh ilusi, karena penagalaman sensoris kita

tidak mencapai kesepakatan tentang ruang visual tersebut.

Seperti halnya ruang di belakang cermin; ruang tersebut

disebut oleh pakar fisika sebagai ruang virtual. Teori

seni ilusi Langer ini mirip dengan jarak psikis dalam

teori estetika yang mendahuluinya. Seni dapat disebut

sebuah simbol karena seni memenuhi fungsi tertentu, yakni

seni mewujudkan, membentuk suatu perasaan menjadi wujud.

Dalam karya seni yang baik, fungsi ini harus benar-benar

dijalankan.

2.1.3 Collingwood : Teori Seni Ekspresionis Modern

Collingwood membedakan secara prinsipial antara seni

dan kerajinan (craft). Ia menyangkal bahwa seni dan

kerajinan sebagai dua spesies yang berasal dari genus

tunggal. Tak ada karateristik esensial yang mendasari

keduanya. Kerajinan adalah aktivitas yang mengubah

89

Page 91: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

material mentah dengan keterampilan yang dapat dipelajari

sehingga menjadi produk yang telah ditetapkan sebelumnya.

Karakteristik kerajinan adalah adanya hubungan antara

alat dan tujuan ini. Keterampilan membuat sepatu kulit

adalah alat untuk menghasilkan suatu tujuan, yaitu

sepatu, yang talah ditetapkan sebelumnya dan dapat dibuat

spesifikasinya.

Kerajinan dan seni dapat bersifat komplementer,

sehingga substansi benda yang sama dapat menjadi sebuah

karya kerajinan di satu pihak dan sebuah karya seni di

pihak lain. Seorang seniman harus memiliki keterampilan

menghasilkan kerajinan terlebih dahulu. Barulah kemudian

dia berkembang. Bisa sekadar menjadi tukang atau seniman.

Collingwood membedakan antara seni sejati (proper art)

dan seni gadungan yang juga dinamakannya sebagai seni

hiburan. Jika sebuah artefak didesain untuk mencetuskan

emosi tertentu, dan jika emosi ini dimaksudkan bukan

untuk penuangan ke dalam okupasi kehidupan biasa,

melainkan untuk kegembiraan sebagai sesuatu yang

bernilai, maka fungsi artefak tersebut adalah

menyenangkan dan menghibur. Ke dalam seni hiburan maupun

seni magis dimaksudkan untuk mencetuskan emosi, keduanya

hanya berbeda dalam peran yang yang dimainkan oleh emosi

yangdicetuskannya. Emosi membangkitkan rasa cinta tanah

air dalam sebuah patung lukisan adalah sejenis dengan

emosi yang dicetuskan dalam seni hiburan yang khayali

atau tidak nyata. Seni hiburan dan seni magis keduanya

hanya kerajinan karena didesain untuk mecetuskan emosi

90

Page 92: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

spesifik yang telah ditetapkan sebelumnya oleh si pembaut

artefak.

Seni berhubungan dengan emosi; apa yang dilakukan

seni dengan emosi memiliki kemiripan tertentu dengan

pencetusan, namun tidak mencetuskannya. Seniman

berhubungan dengan emosi, dan apa yang dilakukannya

dengan emosi tidaklah untuk mencetuskannya; jadi apa yang

dilakukannya? Dapat dikatakan bahwa seni lebih

mengekspresikan emosi daripada mencetuskannya. Argumennya

ini dapat digambarkan sebagai berikut. Seni memiliki

hubungan dengan emosi. Seni pasti mencetuskan dan

mengekspresikan emosi. Jadi, hanya ada dua kemungkinan.

Seni bukanlah kerajinan. Jadi, seni tidak dapat

mencetuskan emosi karena jika melakukannya ia akan

menjadi kerajinan. Akhirnya seni adalah ekspresi emosi.

Ekspresi emosi dapat diwujudkan dalam sejumlah cara.

Ekspresi yang umum dalam kehidupan sehari-hari terjadi

secara alami dan tidak terkontrol. Untuk mengekspresikan

marah, wajah bisa memerah, atau ekspresi ketakutan

menyebabka wajah memucat. Namun, semua itu di luar

kendali subjeknya. Eksprsi dalam seni adalah adanya

kendali dan kesadaran mengendalikan emosi. Ekspresi emosi

yang dikendalikan secara sadar adalah bahasa. Seni pasti

merupakan suatu bahasa. Pengekspresian emosi yang

merupakan seni seusngguhnya, dan bahasa, semuanya

mengarah pada hal yang sama, yakni ekspresi, seni, dan

bahasa.

91

Page 93: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa ekspresi emosi

melibatkan pengetahuan eksplisit si pengekspresi mengenai

emosi spesifik yang diekspresikannya. Emosi spesifik ini

dasarnya adalah emosi umum, hanya saja ada temuan emsi

umum (misalnya marah) yanh spesifik. Tetapi, Colllingwood

menegaskan bahwa seniman tidak dapat mengetahui

sebelumnya apa yang akan diekspresikan atau diciptakan.

Tak seorang seniman pun dapat mulai menulis sebuah

komedi, tragedi, atau elegi. Jika ia seorang seniman

sejati, ia mungkin akan menulis semuanya ini sebagaimana

seniman lain. Ini untuk menunjukkan bahwa seniman sejati

tidak bekerja seperti tukang yang sudah siap dan tahu

persis emosi yang akan diekspresikan sebagai tujuannya.

Bagaimana kita tahu bahwa ekspresi emosi seniman itu

benar-benar tak dimaksudkannya sebelum penciptaan? Kita

mengetahu bahwa ia mengekspresikan emosinya berdasarkan

fakta bahwa ia memungkinkan kita mengkspresikan emosi

kita.

Pokok lain yang dibahas Collingwood adalah ekspresi

dan imajinasi. Agar sesuatu menjadi karya seni, sesuatu

itu harus ekspresif dan imajinatif. Berimajinasi,

menurutnya adalah bertindak membentuk image mental, dan

bertindak memasukkan sesuatu ke dalam kesadaran.

Batasannya tentang imaji ini banyak mendatangkan kritik.

Konklusinya adalah bahwa semua karya seni itu imajiner

dalam pengertian hanya ada di dalam kepala. Satu-satunya

seni sejati adalah image mental yang terbentuk dalam

pikiran seniman sebelum atau padat saat ia menciptakan

92

Page 94: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

sebuah objek publik, atau image mental yang terbentuk

dalam pikiran penanggap seni sebagai akibat menanggapi

sebuah objek publik.

Tentang penilaian karya seni yang baik dan jelek,

menurut Collinwood adalah sebuah aktivitas yang membuat

si seniman mencoba mengekspresikan emosi tertentu, namun

ia gagal. Sebuah lukisan jelek, pertama-tama harus berupa

lukisan. Lukisan yang jelek bukan berarti tidak lukisan

sama sekali. Lukisan jelek telah memenuhi persyaratan

seni yang seharusnya, tetapi gagal dalam beberapa

aspeknya.

2.1.4 Morris Weitz : Konsep Terbuka

Konsep terbuka adalah konsep yang tidak memiliki

ketentuan esensial bagi sesuatu untuk menjadi konsep

tersebut. Teori konsep terbuka Weitz ini diturunkan dari

konsep terbuka tentang permainan. Tidak ada karakter umum

apa pun dalam setiap permainan. Konsep tentang permainan

tidak berlaku umum untuk setiap permainan. Konsep ini

selalu terbuka berdasarkan situasi dan saatnya. Sebuah

novel mungkin memiliki karakteristik tertentu yang bisa

saja ada pada novel lain, namun tak semuanya memiliki

karakteristik yang serupa. Justru sebuah novel sering

memiliki karakteristik yang tak ada pada novel mana pun

sehinga patut dipertanyakan apakah itu novel atau bukan.

Mempertanyakan apakah X ini sebuah novel tidak

memungkinkan satu jawaban definitif dalam pengertian

jawaban faktual. Semua anggota subseni, seperti novel

93

Page 95: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

dalam sastra tadi, tak dapat memilki satu karakteristik

karakteristik yang sama, tetapi jelas tak akan

terhindarkan adanya novel dengan karakteristik yang

berbeda. Novel demikian itu akan dimasukkan dalam

subkonsep umum, dan ini menunjukkan bahwa subkonsep

tersebut bersifat terbuka.

2.1.5 George Dickie : Seni sebagai Pranata Sosial

Karya seni dalam pengertian klasifikasi adalah sebuah

karya dalam pengertian evaluasi. Jadi, sesuatu itu

disebut mengandung atau tidak mengandung nilai tergantung

dari adanya suatu evaluasi nilai. Sebuah karya seni dalam

pengertian kualifikasi adalah sebuah artefak; kemudian,

beberapa orang yang bertindak atas bama institusi

(pranata) sosial tertentu memberikan kandidat status

untuk apresiasi. Jadi, evaluasi suatu pranata dalam

masyarakatlah yang memberkan status pada sesuatu sebagai

berstatus seni atau tidak.

Pandangan pemberian status ini memang cukup kabur,

karena pranata seni juga tidak jelas. Pranata seni tidak

didukung oleh persyaratan legal. Pranata seni itu adalah

semua orang yang memandang dirinya sebagai anggota dunia

seni, dan karenanya memiliki kapasitas untuk memberikan

status.

Teori pranata seni menyadari bahwa dirinya harus

selalu mempertimbangkan praktek dunia seni. Dalam hal ini

harus selalu diperhatikan bahwa syarat menjadi sebuah

karya seni dalam pengertian klasifikasi tidak berarti

94

Page 96: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

karya itu memiliki nilai aktual. Keputusan bahwa sebuah

karya menjadi karya seni secara kepranataananya juga

mempertimbangkan latar belakang pranatanya. Suatu karya

mungkin saja diakui bernilai seni dalam satu lingkungan

pranata, namun ditolak oleh pranata yang lain.

Sebuah pranata seni bisa menagatakan sebuah karya

seni adalah sebuah objek yang membuat seseorang

mengatakan bahwa ini adalah karya seni. Tampaknya

sembarangan, tetapi pranata semacam itu mempertaruhkan

semua martabat dirinya untuk menyatakan demikian. Jika

sebuah pranata secara sembarangan mentahbiskan sebuah

artefak sebagai karya seni, pranata tersebut akan

mendapati kepercayaan terhadapnya segera hilang.

2. Estetika Posmodernisme

Seperti halnya yang terjadi pada kemunculan pemikiran

filsafat Kritisisme yang mengkritik faham sebelumnya

yakni Klasik-Dogmatisme, faham posmodernisme ini juga

muncul sebagai upaya dari sebuah pergerakan pemikiran

para tokoh pemikir untuk mengritik pandangan atau

pemikiran modernisme. Hal ini karena dalam banyak hal,

selain memperlihatkan segi-segi positif, modernisme

sebagai sebuah faham yang berkembang begitu luas dalam

berbagai kehidupan ini, ternyata juga memperlihatkan

banyak segi-segi negatif.

Secara umum, faham modernisme mengembangkan narasi-

narasi besar (grand narrative) dalam bentuk isme-isme yang

berkembang antara lain : rasionalisme, kapitalisme,

95

Page 97: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

individualisme, ekspresionisme, eksistensialisme,

kubisme, abstrakisme, strukturalisme, dan feminisme yang

berdampak terjadinya dehumanisasi, yaitu kehidupan dan

kreativitas yang terkotak-kotak, diplot-plot, dan kaku.

Seolah-olah kebenaran itu bersifat tunggal hanya yang

berada di wilayah narasi-narasi besar ini. Ideologi

modernisme bersemangat melakukan kooptasi, yaitu semacam

upaya untuk mengarahkan segala sesuatu menurut standar

atau ukuran yang sudah ada atau baku (universlisme).

Ideologi isme-isme, atau kondisi semacam inilah yang

dikritik, dilucuti, dibongkar, atau ingin didekonstruksi

oleh posmodernisme.

Dalam faham posmodernisme, pluralitas, heteroginitas,

dialog, interaksi, dan relasi dengan unsur-unsur dan

realitas yang lain, kreativitas yang mengalir terus

mendapat tempat dan lebih dihargai. Posmodernisme memberi

kebebasan kehidupan dan kreativitas untuk menemukan

unsur-unsurnya sendiri atau jati dirinya. Beberapa aspek

sentral yang diasosiasikan dengan posmodernisme dalam

seni antara lain penghapusan batas antara seni dan

kehidupan sehari-hari, ekologis, lebih bersentuhan dengan

lingkungan alam, runtuhnya perbedaan hirarkhis antara

kebudayaan popular dan kebudayaan elit (tinggi),

eklektisisme, stilistik, dan percampuran kode atau

aturan. Terdapat parodi, pastiche, dan semangat untuk

bermain-main. Sejalan dengan hal ini, posmodernisme

menghargai hal-hal yang bersifat lokal, spekulatif,

irasional, pengalaman mistik, pengalaman pribadi,

96

Page 98: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

konteks, emosi, tradisi, adat-istadat, magis, dan

kelompok minoritas; suatu hal yang dalam faham modernisme

tidak mendapat tempat atau diabaikan.

Pendek kata, sebagaimana yang telah dikemukakan di

atas, posmodernisme adalah sebuah gerakan di kebudayaan

kapitalis lanjut, secara khusus dalam seni, yang

memberikan pemahaman baru yang berbeda (dekonstruksi)

atas apa-apa yang telah menjadi semacam mistifikasi atas

kebenaran atau kenyataan tunggal yang dikembangkan oleh

ideologi modernisme. Melalui pemahaman lebih baru itu,

seni, menjadi sarana bagi seniman untuk mengembangkan

barbagai kemungkinan dalam mengungkapkan berbagai ide

seninya secara lebih fleksibel (lentur) sesuai dengan apa

yang dikehendaki secara lebih spesifik, bebas kreatif,

dan humanistik; baik dalam pemilihan medium yang

digunakan, proses penciptaannya, bentuk yang dihasilkan,

dan pesan atau makna yang ingin disampaikan.

3. Tugas

Diskusikan materi pokok bahasan tersebut sesuai

dengan kelompok Saudara kemudian buatlah laporan hasil

diskusi tersebut dalam bentuk resume yang singkat dan

padat.

97

Page 99: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

SuplemenSeni KontemporerOleh : Jim Supangkat

Belakangan ini beredar cukup luas pertanyaan ”apakah senikontemporer” yang punya tujuan praktis menemukanpengertiannya yang bisa digunakan untuk mengenali ciri-cirinya pada karya seni (rupa).

Keinginan itu tidak akan mudah terpenuhi karena ruangmakna ”seni kontemporer” kosong. Isi ruang makna inijejak-jejak pemikiran modern yang sudah tidak dipercayailagi tetapi menjadi pangkal persoalan seni kontemporer.Karena itu, upaya terbaik memahami seni kontemporer

98

Page 100: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

adalah mengenali jejak-jejak pemikiran modern—berkembangsampai pertengahan abad ke-20—pada ruang maknanya.

Pemikiran modern itu percaya dunia modern bersifathomogen. Tidak terpecah-pecah oleh kebudayaan etnik dantradisi-tradisi. Dalam pemikiran modern, dunia yangterpecah-pecah ini mencerminkan dunia masa lalu.

Dipengaruhi keyakinan itu, persoalan tradisi dan budayatidak popular ada pemikiran modern. Para pendukungnyatidak suka menggunakan istilah ”kebudayaan modern” walautidak sampai menyebut istilah ini salah.

Dalam teori-teori budaya ada keyakinan seni adalah tandapenting budaya. Dalam pemikiran modern pemahaman initersingkir. Bila seni dikaitkan dengan budaya akan munculbermacam-macam seni mengikuti keragaman tradisi. Padapemikiran modern, hanya ada satu seni di dunia modernyang homogen, yaitu seni modern.

Premis-premis seni modern ini muncul di Eropa pada abadke-19 melalui pemikiran filosof-filosof Kant dan Hegel.Sejumlah pandangan melihatnya sebagai terusanperkembangan seni pada kebudayaan Barat. Namun lebihbanyak yang melihatnya sebagai pemikiran yang munculbersama pemikiran modern lain—kebanyakan muncul di Eropajuga.

Seni modern itu berkaitan dengan dunia pemikiran. Sepertidikemukakan Hegel, muara dari semua ekspresi seni adalahfilsafat. Mencerminkan pemikiran modern yang mengutamakankemajuan, seni modern percaya juga pada keperintisan danseni diniscayakan berjalan mendahului zamannya. Karenaitu, seni modern disebut juga seni avant garde. Demiterobosan seniman berada di luar zamannya, di luarmasyarakat dan di luar semua konvensi sosial.

Dipengaruhi materialisme—yang mendasari seluruh pemikiranmodern—seni modern mengutamakan kekonkretan (dalam upayamemahami ”the real”). Karena itu, manifestasi seni modernyang utama adalah seni rupa (membawa sifat konkret).Persepsi ini membuat seni rupa menjadi ”jantung” senimodern. Pemikiran seni terkonsentrasi di dunia seni rupa

99

Page 101: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

ini dan sejarah seni rupa modern dipercaya mencerminkansejarah seni modern. Infrastruktur seni modern yangpaling kompleks, megah, dan mahal—museum-museum— adalahinfrastruktur seni rupa.

Seni modern dekat juga dengan ilmu pengetahuan yangmenandai kejayaan dunia modern. Ilmu pengetahuan menggalidunia material dengan kepercayaan pada obyektivitas. Senimodern adalah seni yang diarahkan mencari obyektivitas(mencari the real presence of being).

Seperti ilmu pengetahuan, seni modern mengenal otoritasyaitu pranata (lembaga dan orang-orang) yang dipercayapaling menguasai ”ilmu seni” dan mampu menentukan cuttingedge perkembangan yang menandakan terobosan baru.Persepsi ini membuat seni modern merupakan bagianinfrastruktur seni yang dikendalikan otoritas seni danbukan bagian dari budaya apalagi masyarakat (kebanyakan).

Pemikiran modern itu bertahan cuma enam dekade pada abadke-20. Sesudah itu muncul tanda-tanda keruntuhan. Salahsatu tanda penting keruntuhan ini adalah gagalnya proyekbesar konstruktivisme menghimpun semua pemikiran dalamperkembangan seabad untuk menemukan esensi yang bisamenunjukkan hukum-hukum alam dan kehidupan (universallaws).

Seperti kisah keruntuhan menara Babil, upaya mengatasihambatan bahasa dalam penghimpunan pemikiran seabad itugoyah ketika dikritik melalui gramatologi Derrida,khususnya tentang pengertian ”presence”. Kritik iniseperti membuka kotak pandora berbagai ”keburukan”pemikiran modern tanpa bisa dicegah muncul ke permukaan.

Pada pergolakan itu, pemikiran budaya muncul kepermukaan. Pangkalnya adalah sikap kritis melihatpengabaian budaya dan masyarakat pada pemikiran modernyang membuat dunia modern yang dibayangkan sama sekalibukan representasi kehidupan (modern) masa kini. Darikritik ini muncul pemikiran baru yang berpangkal padapertanyaan, lalu apakah ”budaya masa kini” (contemporaryculture ).

100

Page 102: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Pemikiran seni dipengaruhi pergolakan itu dan memunculkanperubahan besar dalam memahami seni. Berkembang kesadaranbahwa seni bukan bagian dari infrastruktur seni yangdikendalikan otoritas seni, tetapi bagian dari budaya.Seniman tidak berada di luar masyarakat dan karena ituekspresi seni berkaitan dengan budaya yang sedangdipersoalkan yaitu contemporary culture. Dari sini munculistilah ”seni kontemporer” atau contemporary art.

Dua pemikiran berlawanan arah bisa disebutkan sebagaiagenda pencarian makna seni kontemporer. Di satu sisi,bagaimana menempatkan budaya yang mencerminkan tradisidan keragaman ke lingkup budaya kontemporer. Di sisilain, bagaimana melihat globalisasi yang melahirkankeseragaman—seperti prediksi pemikiran modern— dalambudaya kontemporer.

Di dunia tari, teater, dan musik yang diabaikan pemikiranseni modern (sastra senantiasa dikaji terpisah) pemahamantentang keragaman budaya tidak menimbulkan pergolakan.Sejak dekade 1960 muncul upaya mencampurkan estetikmodern dan estetik tradisi-tradisi. Maka di dunia tari,teater, dan musik, gejala seni kontemporer sudah bisadibaca.

Pencapaian itu tidak terlihat di dunia seni rupa yang dimasa lalu merupakan ”jantung” pemikiran seni modern.Terjadi upaya sulit melepaskan pemahaman seni yang sudahterstruktur. Pergolakan pemikiran yang terjadi tidak bisamelepaskan diri dari epistemologi Cartesian (mendasaripemikiran modern) yang bipolar. Kendati terkesan palingheboh, gejala di dunia seni rupa ini memacetkan pemikiranseni kontemporer dan membuat ruang makna ”senikontemporer” masih kosong.

Ketika pertanyaan, apakah seni kontemporer meluas diTanah Air, kehebohan di dunia seni rupa yang mencuriperhatian itu membangun sangkaan bahwa persoalan senikontemporer adalah persoalan seni rupa. Di dunia senirupa Indonesia, contemporary art, dibaca, dipahami, dandikaji sebagai ”seni rupa kontemporer”, yang lepas dari”seni kontemporer”. Terjadi distorsi pemahaman yangmengandung kebingungan karena tidak umum diketahui bahwa

101

Page 103: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

istilah ”art” dalam bahasa Inggris berarti ”seni” dansekaligus ”seni rupa”—dalam bahasa Indonesia keduanyaterpisah dengan jelas.

Pengertian ”art” dalam bahasa Inggris itu mencerminkanpersepsi seni pada pemikiran modern yang sulit dipahamidan membuat peluasan seni modern ke tingkat dunia gagalkarena membingungkan. Di dunia seni rupa Indonesia,muncul persoalan seni dunia yang mutakhir, kebingunganini merambat ke pemahaman seni kontemporer.

Jim Supangkat Kurator Independen

Sumber :http://.kompas.com/read/xml//2008/07/13/01275943/senikontemporer

Hyper-Reality(sumber : http://aprillins.com/jean baudrilard.tentang

simulacra dan hiperealitas)

Hiperealitas menciptakan satu kondisi yang di dalamnyakepalsuan berbaur dengan keaslian; masa lalu berbaur masakini; fakta bersimpang siur dengan rekayasa; tandamelebur dengan realitas; dusta bersenyawa dengankebenaran. Kategori-kategori kebenaran, kepalsuan,keaslian, isu, realitas seakan-akan tidak berlaku lagi didalam dunia seperti itu.

“Baudrillard menerima konsekuensi radikal tentang yangdilihatnya sebagai sangat merasuknya kode dalam masamodern akhir. Kode ini jelas terkait dengan komputerisasidan digitalisasi, juga cukup mendasar dalam fisika,biologi, dan ilmu-ilmu alam lainnya di mana ia memberikesempatan berlangsungnya reproduksi sempurna dari suatuobjek atau situasi; inilah sebabnya  kode bisa mem-bypass

102

Page 104: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

sesuatu yang real dan membuka kesempatan bagi munculnyarealitas yang disebut Baudrillard sebagai hyperreality.”(Lechte, 2001, hal. 352)

Keadaan dari hiperrealitas ini membuat masyarakat modernini menjadi berlebihan dalam pola mengkonsumsi sesuatuyang tidak jelas esensinya. Kebanyakan dari masyarakatini mengkonsumsi bukan karena kebutuhan ekonominyamelainkan karena pengaruh model-model dari simulasi yangmenyebabkan gaya hidup masyarakat menjadi berbeda. Merekajadi lebih concern dengan gaya hidupnya dan nilai yangmereka junjung tinggi.

Industri mendominasi banyak aspek kehidupan, industritersebut menghasilkan banyak sekali produk-produk mulaidari kebutuhan primer, sekunder, sampai tertier. Ditemanioleh kekuatan semiotika dan simulasi membuat distribusiperiklanan produk menjadi lebih gencar tambah lagiteknologi informasi yang memungkinkan pihak pengusahauntuk mendapatkan informasi seperti apakah masyarakatyang dihadapi, dan pihak konsumen mendapatkan informasitentang kebutuhan yang mereka tidak butuhkan tetapimereka inginkan. Asumsi-asumsi yang terbentuk dalampemikiran manusia dan keinginan ini membuat manusia tidakbisa lepas dari keadaan hiperrealitas ini.

Sumber :

http://www.egs.edu/faculty/baudrillard.html#top

http:// www.infed.org/ thinkers/baudrillard.htm , 2006

http://www.tcw.utwente.nl/theorieenoverzicht/Levels%20of%20theories/micro/semiotics.htm , 2006

http://www.uta.edu/english/hawk/semiotics/Baudrillard andSimulation.htm.htm

Lechte, John, 2001, 50 Filsuf Kontemporer, Yogyakarta:Penerbit Kanisius

Maarisit, Marthen L., Hipersemiotika dan Postmodernisme,http://www.glorianet.org/

103

Page 105: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Sumber Pustaka Bahan Ajar

.Anwar, W. 1985. Filafat Estetika. Yogyakarta : Nur Cahaya.

Awuy. T.1994. “Posmodernisme Bukan sebuah Isme” dalam Suara Merdeka.

Awuy,T.1999. Wacana, Tragedi, dan Dekonstruksi Kebudayaan. Yogyakarta : CV. Lentera Wacana Publika

Djelantik, A.A.M. 2004. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung : Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Featherstone, M. 2005. Posmodernisme dan Budaya Konsumen. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hartoko, D. 1981. Manusia dan Seni. Yogyakarta : Kanisius.

104

Page 106: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

Kartika, S.D.2005 Seni Rupa Modern. Bandung : Rekayasa Sains.

Osborn, H. 1970. Aesthetics and Art Theory. New York : E.P.Dulton & Co.Inc.

Sahman, H. 1993. Estetika : Telaah Sistemik dan Historik. Semarang :IKIP Semarang Press.

.Sugiharto, I.B. 1996. Posmodernisme Tantangan bagi Filsafat. Yogyakarta : Kanisius.

Sumardjo, Y. 2000. Filsafat Seni. Bandung : Penerbit ITB.

Sutrisno SJ, M dan Verhaak SJ, Ch. 1993. Estetika Filsafat Keindahan. Yogyakarta : Kanisius.

The Liang Gie. 2005. Filsafat Keindahan. Yogyakarta : PUBIP.

The Liang Gie.2005 . Filsafat Seni Sebuah Pengantar. Yogyakarta ; PUBIP.

Smiers, J. 2009. Arts Under Pressure. Terjemahan : Umi Haryati. Yogyakarta : ISIST Press.

105

Page 107: Estetika barat, Pendidikan seni rupa UNNES

106