CASE REREVIEW REFLUKS ESOFAGITIS1
Sentilawathi Annamalai, 2Suzanna Ndraha
1
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas
Kristen Krida Wacana2
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Koja
ABSTRACT Esophageal reflux disease is a chronic symptom of
mucosal damage caused by stomach acid coming up from the stomach
into the esophagus.[1] A typical symptom is heartburn. Esophageal
reflux is usually caused by changes in the barrier between the
stomach and the esophagus, including abnormal relaxation of the
lower esophageal sphincter, which normally holds the top of the
stomach closed; impaired expulsion of gastric reflux from the
esophagus, or a hiatal hernia. These changes may be permanent or
temporary ("transient"). Another kind of acid reflux, which causes
respiratory and laryngeal signs and symptoms, is called
laryngopharyngeal reflux (LPR) or "extraesophageal reflux disease"
(EERD). Unlike GERD, LPR is unlikely to produce heartburn, and is
sometimes called silent reflux. ABSTRAK Refluks esofagitis adalah
inflamasi mukosa esofagus akibat refluks. Penyakit ini merupakan
penyebab lazim gejala saluran cerna bagian atas, yakni heartburn
dan regurgitasi. Perkembangan refluks esofagitis menggambarkan
ketidakseimbangan antara mekanisme anti refluks esofagus dengan
kondisi lambung. Anamnesis adalah faktor tunggal yang sangat
berguna dalam diagnosis refluks esofagitis. Pemeriksaan khusus
hendaknya dilakukan bila gejala tidak spesifik atau tetap muncul
setelah diterapi. Tujuan terapi adalah mengendalikan gejala dan
menyembuhkan kerusakan1 | Esofagitis
mukosa. Sangatlah berguna untuk mempertimbangkan terapi dalam
tiga tahap: perubahan gaya hidup, medikamentosa dan pembedahan.
Komplikasi lokal utama refluks esofagitis adalah perdarahan, ulkus,
formasi striktur dan terbentuknya epithelium Barrett. Pendahuluan
Esofagitis merupakan penyakit yang sering muncul pada pasien dengan
penyakit gastroesophageal refluks (PRGE). Refluks esofagitis
didefinisikan sebagai inflamasi yang disebabkan oleh kontak antara
dinding esophagus dengan refluksat yang mengandung asam lambung
dengan atau tanpa cairan yang berasal dari duodenum dan atau dari
pancreas (Yan Li, Robert C. G. Martin II, 2007). Esofagitis dapat
terjadi sebagai akibat dari refluks yag cukup lama anatar bahan
refluksat dengan mukosa esophagus dan terjadinya penurunan
resistensi jaringan mukosa esophagus, walaupun waktu kontak antara
bahan refluksat dengan esophagus tidak cukup lama ( Aru W. Sudoyo,
2009 ). Pengaruh dari PRGE adalah melemahnya tonus otot sfingter
esophageal bawah (LES) dan juga gangguan kontraksi peristaltic dari
esophagus. Gangguan gangguan tersebut sering terjadi pada pasien
dengan PRGE yang disertai dengan erosi pada dinding esophagus.
Prevalensi gangguan peristalstik meningkat sesuai dengan tingkat
keparahan PRGE, mempengaruhi 20% pasien dengan nonerosif PRGE dan
lebih dari 48% pasien dengan ulseratif esofagitis (X. Zhang dkk,
2005). Di Indonesia penyakit PRGE sering tidak terdiagnosis
terdiagnosis oleh dokter bila belum menimbulkan keluhan yang berat,
seperti refluks esofagitis (Efiaty AS, Nurbaiti I, 2001).. Pada
pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi di RSUP Cipto
Mangunkusumo didapatkan sebanyak 22,8% pasien dengan esofagitis
yang disebabkan oleh PRGE( Aru W. Sudoyo, 2009 ). Penyakit ini
merupakan penyebab lazim gejala saluran cerna bagian atas, yakni
heartburn dan regurgitasi. Perkembangan refluks esofagitis
menggambarkan
2 | Esofagitis
ketidakseimbangan antara mekanisme anti refluks esofagus dengan
kondisi lambung (Muljadi Hartono.2000)
Sumber:Wei Li, Shu-Tian Zhang, Zhong-Lin Yu, 2008 Wei Li dkk
mengungkapkan epidemiologi dari esofagitis yaitu didapatkan
insdensi kejadian esofagitis adalah pada usia 50 59 tahun. A.
Etiologi Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya
esofagitis yaitu sebagai berikut
Etiologi dari kerusakan esophagus bersifat kompleks, mulai dari
refluks asam lambung, cairan empedu, cairan pancreas, serta
terdapat pengaruh dari faktor eksternal seperti konsumsi alcohol,
penggunaan obat NSAID (Norimasa Yoshida, 2007, Yan Li, Robert C. G.
Martin II, 2007).
3 | Esofagitis
B. Mekanisme pertahanan Esophagus sebenarnya memiliki mekanisme
pertahanan terhadap refluks asam lambung sebagai seistem defesnsif
yang meliputi: (a) barier anti refluks yang mencegah refluks masuk
ke dalam esophagus; (b) mekanisme pembersihan( clearance ) yang
membatasi waktu kontak dengan refluksat dengan epitel esophagus;
dan (c) jaringan resisten yang melindungi epitel esophagus terhadap
kerusakan selama kontak dengan refluksat (Yan Li, Robert C. G.
Martin II, 2007 dan Aru W. Sudoyo, 2009).
Gambar1. Mekanisme pertahanan esophagus. Mekanisme pertahanan
mikosa esophagus terdiri atas eptel skuamos berlapis, yang tersusun
atas pre-epitel superficial, epitel, post-epitel (Norimasa Yoshida,
2007). Mukosa esophagus disusun oleh epitel skuamos berlapis yang
terdiri dari 20 30 lapis sel. Secara fungsional terdapat perbedaan
lapisan yaitu lapisan stratum corneum, stratum spinosum, dan
stratum germinativum. Sel4 | Esofagitis
mengalami transformasi secara morfologi dan fungsional yang
kemudian bergerak dari stratum germinativum kea rah lapisan yang
lebih dekat dengan lumen esophagus, seperti stratum spinosum dan
stratum corneum (Norimasa Yoshida, 2007 dan Rhonda F. Souza, M.D.,
2011). Secara teoritis, mukosa esophagus memiliki 3 mekanisme
pertahanan, yaitu 1) pre-epitel yang terdiri atas mucus, ion
bikarbonat, factor pertumbuhan epitel, 2) epitel, terdiri atas sel
eptiel, kompleks tautan interseluler, 3) postepitel, terdiri atas
pembuluh darah. Bagian preepitel merupakan bagian yang tidak
terlalu kuat, sehingga sel epitel lebih mudah terpapar oleh refluks
yang berasal dari asam lambung dan cairan duodenum (Norimasa
Yoshida, 2007). C. Patofisologi Refluks gastroesofageal sebenarnya
merupakan proses normal yang terjadi pada setiap orang setiap hari
dan frekuensinya akan lebih meningkat terutama setelah makan, baik
dengan tidak disertai oleh kerusakan mukosa esophagus. Akan tetapi
refluks gastroesofageal yang berlangsung dalam waktu yang lama dan
terus menerus dapat menyebabkan esofagitis (Yan Li, Robert C. G.
Martin II, 2007). Ketika terjadi refluks asam lambung dan atau
dengan cairan duodenum serta pancreas maka akan merusak taut rekat
(tight junction) antar sel epitel sehingga menyebabkan terjadi
dilatasi celah interseluler dan mengakibatkan masuknya ion hydrogen
ke epitel. Kerusakan yang terus berlanjut akan menyebabkan
peradangan dimana akan terdapat neutrofil pada epitel (Rhonda F.
Souza, 2010). Pada studi dengan melihat mukosa dan kultur sel
esophagus terdapat sitokin inflamasi seperti IL-8, infiltrasi
leukosit, dan stress oksidatif terlibat
5 | Esofagitis
dalam pathogenesis refluks esofagitis. IL-8 dihasilkan oleh
leukosit dan sel endotel vaskuler yang berperan sebagai factor yang
mengktivasi neutrofil terutama terletak pada lapisan basal dari
epitel esophagus. IL-8 dipicu oleh keasaman yang dihasilkan oleh
refluks. IL-8 terutama terletak pada bagian lapisan basal dari
epitel esophagus. Selain terjadi peningkatan dari IL-8, juga
terdapat peningkatan sitokin inflamasi lainnya seperti tumor
necrosis factor, interferon alfa, IL-6 yang juga diekspresikan oleh
mukosa esofagus. Berdasarkan studi yang dilakukan, diperoleh data
bahwa sel epitel esophagus memiliki peran penting dalam menyebabkan
inflamasi dengan memproduksi IL-8(Norimasa Yoshida, 2007). Adanya
infiltrasi dan stress oksidatif yang terlibat dalam esofagitis
didapatkan setelah dilakukan pada model hewan coba yang telah
dimanipulsi untuk menjadi esofagitis. Pada hewan dengan esofagitis
akut, didapatkan peningkatan sitokin inflamasi pada mukosa
esophagus, infiltrasi neutrofil dan monosit ke bagian mukosa dan
submukosa, dan terdapat peroksidase lipid. Sedangkan dari segi
stress oksidatif didapatkan bahwa terjadi perubahan pada aktifitas
enzim antioksidan dan menghambat efek antioksidan pada perubahan
mukosa. Dilaporkan bahwa terdapat penurunan glutation yang begitu
cepat pada lesi mukosa dan peroksidase lipid pada hewan coba,
dimana terdapat respon yang menghambat kerja enzim yang mengikat
radikal bebas yaitu SOD (superoxide dismutase) yaitu enzim
antioksidan dicegah oleh lesi yang disebabkan oleh asam akibat
refluks dan katalase. Turunan oksigen reaktif inilah yang berperan
penting pada kejadian esofagitis. Antioksidan yang terdapat pada
mukosa esophagus sendiri sebenarnya dapa membantu dalam perbaikan
lesi akibat refluks yang terjadi dengan menghambat peningkatan
peroksida lipid mukosa, hambat aktivasi NFkB, dan mencegah
penurunan glutathione. Diketahui pula bahwa meningkatnya SOD akan
menghambat oksidatif yang akan merusak DNA sel (Norimasa Yoshida,
2007).
6 | Esofagitis
Manifestasi klinis Adapun refluks adalah a) Pirosis sifatnya
membakar, mencekam atau mengiris dan umumnya timbul di uluhati dan
menjalar ke atas hingga rahang bawah dan ke bawah, ke epigastrium,
belakang punggung dan bahkan ke lengan kiri menyerupai nyeri pada
angina pectoris. b) sendawa, mulut terasa masam dan pahit, serta
merasa cepat kenyang. c) nyeri ini terjadi setelah penderita makan
dalam jumlah banyak. d) Intensitas nyeri akan meningkat saat
penderita membungkukkan badan, berbaring atau mengejan. D.
Diagnosis Secara umum, diagnosis ditegakkan melalui anamnesis yang
baik dan terarah. Selain melalui anamnesis, perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk lebih meyakinkan bahwa memang terjadi
esofagitis. Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan yaitu a) Pemeriksaan endoskopi (heartburn) panas
manifestasi esofagitis klinis pasien dengan
b)
Pengukuran pH intra esofagus selama 24 jam cukup membantu bila
hasil endoskopi normal. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan
elektroda pengukur pH melalui hidung dan meletakkannya sekitar 5 cm
di atas SEB (yang telah7 | Esofagitis
ditentukan sebelumnya dengan endoskopi. Dikatakan terjadi
refluks apabila pH esofagus didapati kurang dari 4 selama 24 jam
pengawasan. c) Manometri esofagus merupakan pemeriksaan untuk
mencari pola kontraksi esofagus. Ia sangat membantu untuk
mengevaluasi sumber gejala refluks. Manometri juga sangat berguna
dalam perencanaan terapi pembedahan. d) Tes Bernstein atau tes
infus asam biasanya merupakan dari pemeriksaan manometri esofagus.
Selama tes ini, esofagus penderita diperfusi dengan asam
hidroklorida 0,1M. Hasil tes positif berupa timbulnya gejala
menunjukkan bahwa penderita memiliki esofagus yang sensitif
terhadap asam dan timbulnya gejala disebabkan oleh refluks
esofagitis. e) Kapsul endoskopi Kapsul endoskopi merupakan salah
satu cara pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan. Kapsul ini
terdiri atas camera mini yang memiliki flash, baterai serta. Kapsul
ini akan merekam selama perjalanannya.
8 | Esofagitis
E. Penatalaksanaan
Terapi pada pasien dengan refluks esophagus adalah dengan
pemberian PPI (proton pump inhibitor). PPI berfungsi memperbaiki
mukosa esophagus dan menghilangkan gejala GERD. Proton pump
inhibitor aman, efektif dan digunakan lebih fari satu decade di
Amerika dan sejumlah Negara eropa dan Australia. Akan tetapi
penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan defisiensi vitamin B
12, meskipun laporan terkait dengan hal ini masih sedikit. Terdapat
lima jenis PPI ( omeprazol, lansoprazol, rabeprazol, pantoprazolm
dan esomperazol ), kesemua jenis PPI ini bermanfaat dalam
menyembuhkan esofagitis dengan penggunaan dosis yang tepat (
Kenneth R. De Vault dan Donald O. Castell, 2005). PPI berfungsi
mencegah perlekatan neutrofil ke endothelium dan migrasi ke
ekstravaskuler dengan menghambat ekspresi dari CD11/CD18 dan juga
menghambat sintesis IL-8 oleh sel epitel mukosa dan sel endotel.
Sehingga diharapkan menurunkan infiltrasi sel radang. Selain itu
dilaporkan pula bahwa PPI juga berperan dalam menghambat produksi
radikal bebas oleh neutrofil dan memblok degranulasi neutrofil.
Pemberian PPI sebaiknya sebelum makan (Norimasa Yoshida, 2007). F.
Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada refluks esofagitis adalah
a) Disfungsi motorik esophagus b) Barret esophagus
9 | Esofagitis
c) Ca esofagus G. Pencegahan Pencegahan yang dilakukan bertujuan
untuk mencegah kekambuhan dari esofagitis berulang dan mencegah
munculnya komplikasi. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan
mengurangi konsumsi kopi, alcohol, posisi kepala lebih tinggi
daripada tubuh untuk mencegah refluks. Kesimpulan Esofagitis
merupakan peradangan yang terjadi pada mukosa esophagus yang
disebabkan oleh refluks dari cairan lambung dan atau duodenum dan
pancreas. Ha ini disebbkan oleh beberapa faktor yaitu pengaruh dari
makanan dan minuman serta obatobatan yang dikonsumsi. Tetapi utama
pada pasien dengan esofagitis adalah dengan pemberian PPI untuk
mengurangi terjadinya peradangan dan diharapkan perbaikan yang
cepat dari mukosa esophagus.
10 | Esofagitis