Top Banner
ERUPSI OBAT sebagai salah satu syarat yudisium dokter internship Oleh: Egeunia Gantika, dr. Perceptor: Niken Tri Utami, dr., MARS Sally H Prasetyo, dr. Pembimbing SMF Kulit & Kelamin: Hendrawati Saleh, dr., SpKK(K) Diana Moeliono, dr., SpKK, M.Kes RSUD KOTA BANDUNG BANDUNG 1
20

Erupsi Obat

Jan 19, 2016

Download

Documents

eggeunia

Semoga membantu :)
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Erupsi Obat

ERUPSI OBATsebagai salah satu syarat yudisium dokter internship

Oleh:

Egeunia Gantika, dr.

Perceptor:

Niken Tri Utami, dr., MARS

Sally H Prasetyo, dr.

Pembimbing SMF Kulit & Kelamin:

Hendrawati Saleh, dr., SpKK(K)

Diana Moeliono, dr., SpKK, M.Kes

RSUD KOTA BANDUNG

BANDUNG

2014

1

Page 2: Erupsi Obat

ERUPSI OBAT

I. IDENTITAS PASIEN

SMF : Kulit Kelamin

Ruangan : kelas I

Tanggal Masuk : 28 Desember 2013

No. Rekam Medis : 698741

Nama Pasien : Ny. Iyah

Umur : 47 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status pernikahan : Menikah

Alamat : Cisaranten Kulon 1 / 4 Bandung

Agama : Islam

Status pendidikan : SMA

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : ruam merah pada wajah, leher dada, punggung dan kedua lengan

Sejak 4 hari SMRS pasien mengeluh timbul ruam merah pada wajah, leher, dada,

punggung dan kedua lengan yang terasa gatal. Keluhan pertama kali timbul pada bagian

wajah kemudian menyebar ke bagian leher dada punggung dan kedua tangan. Pada 3 hari

SMRS pasien mengeluh bengkak pada kedua mata dan bibir. Pasien baru pertama kali

mengalami keluhan seperti ini.

Sebelumnya pasien mengalami sakit gigi ± 1 minggu SMRS. Karena keluhannya

pasien membeli obat ke apotek yaitu Amoxicillin dan Asam Mefenamat. Sebelumnya pasien

tidak mengetahui riwayat alergi obat atau makanan, cuaca atau debu maupun asma. Riwayat

alergi pada keluarga sedarah pun tidak ada. Riwayat keluhan serupa pada keluarga sedarah

tidak ada.

Keluhan demam dan nyeri sendi saat sebelum ruam timbul disangkal oleh pasien.

Riwayat terpapar bahan kimia atau riwayat digigit serangga disangkal oleh pasien.

2

Page 3: Erupsi Obat

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : kompos mentis

Status antropometri

Berat badan : 75 kg

Tinggi badan : 155 cm

Indeks massa tubuh : 31,2 (Obes II)

Tanda Vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 96x/menit, reguler, isi cukup,

Respirasi : 23x/m,

Suhu : 37,80 C

Status generalis

Kepala : Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Conjungtiva injection -/-

Angioedema +/+

Mulut : Angioedema +

Leher : Pembesaran KGB (-)

Toraks : Bentuk dan gerak simetris

Jantung : Bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : sonor, VBS kanan = kiri, rhonchi -/-, wheezing -/-

Abdomen : datar, lembut, bising usus (+) normal, hepar & limpa tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time < 2 detik

Status dematologikus

Distribusi : regioner

Ad regio : seluruh wajah, leher sisi depan dan belakang, dada, punggung dan 1/3

proksimal kedua lengan atas

3

Page 4: Erupsi Obat

Lesi : multipel, sebagian diskret sebagian konfluens, bentuk sebagian besar

tidak teratur sebagian teratur, ukuran terkecil 0,5x0,5x0,3 dan ukuran

terbesar 5x5x0,3 sebagian menimbul sebagian tidak menimbul, batas

tidak tegas, dan kering

Efloresensi : makula, papula, dan plak eritema disertai skuama halus diatasnya.

4

Page 5: Erupsi Obat

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil laboratorium (darah) IGD RSUD Kota Bandung tanggal 28 Oktober 2013

Hb : 11,6 g/dl

PCV : 34 %

Leukosit : 9900 µL

Trombosit : 324000 µL

GDS : 109 mg/dl

V. DIAGNOSA BANDING dan DIAGNOSA KERJA

Diagnosa banding : 1. Erupsi Obat e.c suspek Amoxicillin atau Asam Mefenamat

2. Viral Exanthema

Diagnosa kerja : Erupsi Obat e.c suspek Amoxicillin atau Asam Mefenamat

VI. PENATALAKSANAAN

1. Umum

- Hentikan obat yang dicurigai

2. Sistemik

- IVFD RL maintenance (20 gtt/menit)

- Dexamethasone 25mg (15mg-0-10mg) setara dengan prednisone 2mg/kgBB

- Ranitidine 2 x 50mg iv

- Cetirizine tab 1x10mg

3. Topikal

- Kortikosteroid krim untuk ruam kemerahan : desoksimetason 0,25%

VII. PROGNOSA

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

5

Page 6: Erupsi Obat

VIII. PEMBAHASAN

Definisi

Erupsi obat (drug eruption) adalah reaksi alergik pada kulit atau daerah mukokutan

yang terjadi sebagai akibat pemberian obat yang biasanya sistemik. 1

Epidemiologi

Berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, studi epidemiologi, uji klinis terapeutik

obat dan laporan dari dokter, diperkirakan kejadian alergi obat adalah 2% dari total

pemakaian obat-obatan atau sebesar 15-20% dari keseluruhan efek samping pemakaian obat-

obatan. Namun, belum didapatkan angka kejadian yang tepat terhadap kasus erupsi alergi

obat 1,4,

Hasil survei prospektif sistematik yang dilakukan oleh Boston Collaborative Drug

Surveillance Program menunjukkan bahwa reaksi kulit yang timbul terhadap pemberian obat

adalah sekitar 2,7% dari 48.000 pasien yang dirawat pada bagian penyakit dalam dari tahun

1974 sampai 1993. Sekitar 3% seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit ternyata

mengalami erupsi kulit setelah mengkonsumsi obat-obatan. Selain itu, data di Amerika

Serikat menunjukkan lebih dari 100.000 jiwa meninggal setiap tahunnya disebabkan erupsi

obat yang serius. Beberapa jenis erupsi obat yang sering timbul adalah: 1,5

• ruam/erupsi makulopapuler sebanyak 91,2%,

• urtikaria sebanyak 5,9%, dan

• vaskulitis sebanyak 1,4%

Gambaran Klinis

1. Erupsi makulapapular atau morbiliformis

Erupsi makulapapular atau morbiliformis disebut juga erupsi eksantematosa dapat

diinduksi oleh hampir semua obat. Seringkali terdapat erupsi generalisata dan simetris terdiri

atas eritema, selalu ada gejala pruritus. Terkadang disertai demam, malese, dan nyeri sendi.

Lesi biasanya timbul dalam 1-2 minggu setelah dimulainya terapi. Erupsi jenis ini

sering disebabkan oleh ampisilin, Non Steroid Anti Inflammantory Drug (NSAID),

sulfonamid, dann tetrasiklin.

6

Page 7: Erupsi Obat

Gambar 1. Erupsi Makulopapular

2. Urtikaria dan angioedema

Urtikaria menunjukkan kelainan kulit berupa erupsi pada kulit yang berbatas tegas,

kadang-kadang dapat disertai angioedema. Pada angioedema yang berbahaya ialah terjadi

asfiksia, bila menyerang glotis. Keluhannya umunya gatal dan panas pada tempat lesi.

Biasanya timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan dalam 24 jam. Urtikaria dapat disertai

demam dan gejala-gejala umum, misalnya malese, nyeri kepala, dan vertigo.

Angioedema biasanya terjadi di daerah bibir, kelopak mata, genitaia eksterna, tangan,

dan kaki. Kasus-kasus angioedema pada lidah dna laring harus mendapat pertolongan segera.

Penyebab tersering adalah penisilin, asam asetilsalisilat, dan NSAID.

Gambar 2. Angioedema

3. Fixed Drug Eruption (FDE)

FDE merupakan salah satu erupsi kulit yang sering dijumpai. Kelainan ini umumnya

berupa eritema dan vesikel berbentuk bulat atau lonjong dan biasanya numular. Kemudian

meninggalan bercak hiperpigmentasi yang lama baru hilang, bahkan sering menetap.

Kelainan dapat timbul berkali-kali pada tempat yang sama. Tempat predileksinya di sekitar

mulut, di daerah bibir, dan daerah penis pada laki-laki sehingga sering disangka penyakit

kelamin karena berupa erosi yang kadang-kadang cukup luas disertai edema dan rasa panas

7

Page 8: Erupsi Obat

setempat. Obat penyebab yang paling sering ialah sulfonamid, barbiturat, trimetropin, dan

analgesik.

Gambar 3. Fixed Drug Eruption

4. Eritroderma (dermatitis eksfoliativa)

Gejala klinis eritroderma eritema dengan distribusi universal yang biasanya disertai

skuama. Eritroderma dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyakit lain di samping

alergi karena obat, misalnya psoriasis, penyakit sistemik termasuk keganasan pada sistem

limforeikuler (penyakit Hodgkin, leukemia).

Pada eritroderma karena alergi obat terlihat eritema tanpa skuama, skuama baru timbul

pada stadium penyembuhan. Obat-obatan yang biasa menyebabkannya ialah sulfonamid,

penisilin, dan fenilbutazon.

Gambar 4. Eritroderma

5. Purpura

Purpura adalah perdarahan di dalam kulit berupa kemerahan yang tidak hilang bila

ditekan. Biasanya simetris serta muncul di sekitar kaki, termasuk pergelangan kaki atau

tungkai bawah. Erupsi berupa bercak berbatas tegas berwarna merah kecoklatan dan disertai

rasa gatal.

8

Page 9: Erupsi Obat

Gambar 5. Purpura

6. Vaskulitis

Vaskulitis adalah reaksi peradangan pembuluh darah. Kelainan kulit dapat berupa

palpable purpura yang mengenai kapiler. Biasanya distribusinya simetris pada ekstremitas

bawah dan daerah sakrum. Vaskulitis biasanya disertai demam, mialgia, dan anoreksia. Obat

penyebab yang sering penisilin, sulfonamid, NSAID, antidepresan, dan antiaritmia.

Vaskulitis pada pembuluh darah sedang dapat berupa eritema nodosum (EN). Kelainan

kulit berupa eritema dan nodus yang nyeri dengan eritema di atasnya disertai gejala umum

berupa demam dan malaise. Tempat predileksinya di daerah ekstensor tungkai bawah. EN

dapat pula disebabkan oleh beberapa penyakit lain, misalnya tuberkulosis, infeksi

streptokokus, dan lepra. Obat yang dianggap sering menyebabkan EN adalah sulfonamid dan

kontrasepsi oral.

Gambar 7. vaskulitis

7. Reaksi fotoalergik

Gambaran klinis rekasi fotoalergi serupa dengan dermatitis kontak alergik, prediliksi

pada tempat yang terpapar sinar matahari, namun dapat meluas ke daerah tidak terpapar

matahari. Obat yang sering dapat menyebabkan fotoalergik adalah fenotiazin, sulfonamid,

NSAID, dan griseofulvin.

9

Page 10: Erupsi Obat

Gambar 7. Reaksi Fotoalergik

8. Putulosis Eksantematosa Generalisata Akut

Penyakit pustulosis eksantematosa generalisata akut (PEGA) atau acute generalized

exanthematous pustulosis (AGEP) jarang terdapat, diduga dapat disebabkan oleh alergi obat,

infeksi akut oleh enterovirus, hipersensitivitas terhadap merkuri, dan dermatitis kontak.

Kelainan kulitnya berupa pustul-pustul miliar nonfolikular yang timbul pada kulit yang

eritematosa dapat disertai purpura dan lesi menyerupai lesi target. Kelainan kulit timbul pada

waktu demam tinggi (> 38OC) dan pustul-pustul tersebut cepat menghilang sebelum 7 hari

yang kemudian diikuti deskuamasiselama beberapa hari.

Pada pemeriksaan histopatologik didapati pustul intraepidermal atau subkorneal yang

dapat disertai edema dermis, vaskulitis, infiltrat polimorfonuklear perivaskuler dengan

eosinofil atau nekrosis fokal sel-sel keratinosit.terdapat dua perbedaan utama antara PEGA

dan psoriasis pustulosa, yaitu PEGA terjadinya akut dan terdapat riwayat alergi obat. Pada

PEGA pustul=pustul pada kulit yang eritematosa dan demam lebih cepat menghilang, selain

itu gambaran histopatologik juga berbeda.

Gambar 8. Putulosis Eksantematosa Generalisata Aku

Etiologi

Daftar obat-obat penyebab DE

Obat antibakteri Obat anti inflamasi non steroid

10

Page 11: Erupsi Obat

Sulfonamid (co-trimoxazole)

Tetrasiklin

Penisilin

Ampisilin

Amoksisilin

Eritomisin

Trimethoprim

Nistatin

Griseofulvin

Dapson

Arsen

Garam Merkuri

P amino salicylic acid

Thiacetazone

Quinine

Metronidazole

Clioquinol

Barbiturat dan tranquilizer lainnya

Derivat Barbiturat

Opiat

Chloral hidrat

Benzodiazepine

Chlordiazepoxide

Anticonvulsan

Dextromethophan

Aspirin

Oxyphenbutazone

Phenazone

Metimazole

Paracetamol

Ibuprofen

Phenolpthalein

Codein

Hydralazin

Oleoresin

Symphatomimetic

Symaphatolitic

Parasymphatolitic

Hyoscine butylbromide

Magnesium hydroxide

Magnesium trisilicate

Anthralin

Chlorthiazone

Chlorphenesin carbamate

Berbagai penambah rasa/flavour

makanan

Patogenesis

Umumnya erupsi obat alergi timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan

mekanisme imunologis. Reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme non imunologis

11

Page 12: Erupsi Obat

yang disebabkan karena toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan perubahan dalam

metabolisme (Riedl & Casillas, 2003).

Menurut Lee & Thomson (2006), terdapat empat mekanisme imunologis. Reaksi

pertama yaitu reaksi tipe I (reaksi anafilaksis) merupakan mekanisme yang paling banyak

ditemukan. Pada tipe ini, imunoglobulin yang berperan ialah imunoglobulin E yang

mempunyai afinitas tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pajanan pertama dari obat tidak

menimbulkan reaksi, tetapi bila dilakukan pemberian kembali obat yang sama, maka obat

tersebut akan dianggap sebagai antigen yang akan merangsang pelepasan bermacam-macam

mediator seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan heparin. Mediator yang dilepaskan ini

akan menimbulkan bermacam-macam efek misalnya urtikaria. Reaksi anafilaksis yang paling

ditakutkan adalah timbulnya syok.

Mekanisme kedua adalah reaksi tipe II (reaksi autotoksis) dimana terdapat ikatan

antara imunoglobulin G dan imunoglobulin M dengan antigen yang melekat pada sel.

Aktivasi sistem komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan lisis.

Mekanisme ketiga adalah reaksi tipe III (reaksi kompleks imun) dimana antibodi yang

berikatan dengan antigen akan membentuk kompleks antigen antibodi. Kompleks antigen

antibodi ini mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh mengakibatkan reaksi

radang. Aktivasi sistem komplemen merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit.

Sebagai akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan.

Mekanisme keempat adalah reaksi tipe IV (reaksi alergi seluler tipe lambat). Reaksi

ini melibatkan limfosit. Limfosit T yang tersensitasi mengadakan reaksi dengan antigen.

Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat karena baru timbul 12-48 jam setelah pajanan terhadap

antigen (Lee & Thomson, 2006).

Diagnosis

Dasar diagnosis untuk menentukan diagnosis erupsi obat alergik dapat dilakukan

sebagai berikut 1:

1. Anamnesa yang teliti mengenai :

12

Page 13: Erupsi Obat

a. Obat-obat yang didapat, jangan lupa menanyakan tentang jamu

b. Kelainan yang timbul secara akut atau dapat juga beberapa hari sesudah masuknya

obat

c. Rasa gatal yang dapat disertai demam yang biasanya subfebril

2. Kelainan kulit yang ditemukan:

a. Distribusi menyebar dan simetris, atau setempat.

b. Bentuk kelainan yang timbul : eritema, urtikaria, purpura, eksentema, papul,

eritrodermia, eritema nodusum.

Menurut Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSCM/FKUI obat yang sering

menyebabkan reaksi alergik ialaha penisilin dan derivatnya (ampisilin, amoksisilin,

kloksasilin), sulfonamida, golongan analgetik-antipiretik, misalnya asam salisilat, metemezol,

metampirin, dan parasetamol.1

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang khas. Riwayat

perjalanan penyakit yang rinci, termasuk pola gejala klinis, macam obat, dosis, waktu dan

lama pajanan serta riwayat alergi obat sebelumnya penting untuk membuat diagnosis.2 Selain

itu pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis.1

Challenge test dan tes provokasi dengan obat yang dicurigai dapat berguna untuk

menegakkan diagnosis. Tes tempel pada daerah yang sebelumnya terdapat lesi dapat

memberikan hasil positif pada 43 persen pasien. Hasil tes cungkit kulit dan tes kulit

intradermal dapat positif pada 24 persen dan 67 persen pasien.5

Penatalaksanaan

1. Hentikan penggunaan obat yang diduga sebagai penyebab

2. Pengobatan sistemik

Pemberian kortikosteroid yaitu prednison dengan dosis 1 sampai 2 mg / kgBB / hari.

Untuk keluhan rasa gatal pada malam hari yang kadang mengganggu dapat diberikan

antihsitamin.1,5,6

3. Pengobatan topikal

- Jika lesi basah dapat diberi kompres secara terbuka. Tujuannya adalah untuk

mengeringkan eksudat, membersihkan debris dan krusta serta memberikan efek

menyejukkan. Pengompresan dilakukan cukup 2-3 kali sehari, biarkan basah (tetapi

tidak sampai menetes) selama ± 15-30 menit. Eksudat akan ikut mongering bersama

penguapan. Biasanya pengompresan cukup dilakukan 2 sampai 3 hari pertama saja.

13

Page 14: Erupsi Obat

Cairan kompres yang dapat dipilih antara lain larutan NaCl 0,9 % atau dengan larutan

antiseptik ringan misalnya larutan asam salisilat 1:1000.1,5,6

- Jika lesi kering dapat diberikan kortikosteroid topikal misalnya krim hidrokortison 1%

atau 2,5%. Lesi hiperpigmentasi tidak perlu diobati karena akan menghilang dalam

jangka waktu yang lama.1,5,6

Pencegahan

Apabila obat tersangka penyebab dapat dipastikan maka sebaiknya kepada pasien

diberikan catatan, berupa kartu kecil yang memuat jenis obat tersebut dan golongannya.

Kartu tersebut dapat ditunjukkan ketika pasien berobat, sehingga dapat dicegah pajanan ulang

yang memungkinkan terjadinya erupsi obat.6

Prognosis

Prognosis umumnya baik. Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh

bila obat penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan.1

IX. DAFTAR PUSTAKA

1. Hamzah Mochtar, Erupsi Obat Alergik. Dalam: Djuanda Adhi dkk eds. Ilmu

Penyakit Kulit Dan Kelamin. Badan Penerbit FKUI, Jakarta, 2011:154-5

14

Page 15: Erupsi Obat

2. Lee A, Thomson J. Drug-induced skin. In: Adverse Drug Reactions, 2nd ed.

Pharmaceutical Press. 2006. Access on: June 3, 2007. Available at:

http://drugsafety.adisonline.com/pt/re/drs/pdf

3. Riedl MA, Casillas AM, Adverse Drug Reactions; Types and Treatment

Options. In: American Family Physician. Volume 68, Number 9. 2003. Access

on: June 3, 2007. Available at: www.aafp.org/afp

4. Purwanto SL. Alergi Obat. In: Cermin Dunia Kedokteran. Volume 6. 1976.

Accessed on: June 3, 2007. Available from: www-portalkalbe-files-cdk-files-

07AlergiObat006_pdf-07AlergiObat006.mht

5. Shear NH, Knowlea SR, Shapiro L. Cutaneous reactions to drugs. Dalam; Wolff

K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Penyunting.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. McGraw-hill 2008.

Hal 356-62

6. Partogi D. Fixed drug eruption. Medan : Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin Fakultas Kedoteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H.Adam

Malik / RS.Dr.Pirngadi ; 2008. Tersedia dari www.repository.usu.ac.id.

7. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39903/4/Chapter%20II.pdf

15