-
KATANTARAS 1EDISI 5, Maret 2019Tabloid Karo Bulanan Edisi Maret
2019, No. 5
KATASUKI
Ersada Kita Megegeh, Teridah ras Mehaga
Foto Genius Tarigan (Koleksi Museum Karo Lingga,)
Penggabungan 3 Desa Siosar Masuk Kecamatan Tiga PanahPEMBENTUKAN
DESA BARU TANPA SYARAT
Surat keputusan itu diterima Bupati Karo Terkelin Bra-hamana
tanggal 14 Februari 2019, di Gedung C lantai 2 Ditjen Bina
Pemerintahan, Jakarta Selatan, didampingi Asisten 1 Pemerintahan
dan Kesejahteraan Rakyat, Suang Karo Karo, Sekwan DPRD Karo Petrus
Ginting, Eva Angela, Kabag Pemdes, Data Martina Br Ginting, Camat
Tiga Panah Dwikora Sitepu, Camat Naman Teran, Jepta Tarigan, Camat
Payung.
Ditjen Bina Pemerintahan Desa, Nata Irawan, mengatakan
jadikanlah ini sebagai anugerah bagi masyarakat Kabupaten Karo,
sebab hampir selama 73 tahun hal
seperti ini belum pernah terjadi. Dan meminta agar Pemkab Kao
mem-perhatikan batas batas desa, aktifkan komunikasi dengan Ditjen
Bina Pe-merintahan Desa, dan perhatikan do-kumen dokumen yang lama,
perhati-kan APBDes-nya, jangan suatu saat menjadi masalah,
ujarnya.
Menurutnya, sejalan dengan peru-bahan itu, maka camat kedepan
harus pandai mengfungsikan kepala desa, terlebih saat ini dinasnya
lagi merivi-si gaji seluruh perangkat kepala desa. “Mudah mudahan
terlaksana, ini ren-cana kami agar gaji kepala desa dan
perangkatnya setara dengan gaji PNS,” ungkap Nata tanpa merinci
besarnya dan Regulasi yang megaturnya.
Secara adminitrasi, ketiga desa yang sebelumnya sudah direlokasi
ke Siosar pasca bencana erupsi Gunung Sinabung itu, sesungguhnya
belum me-menuhi syarat untuk ditetapkan men-jadi pembentukan desa
baru. Namun karena faktor historis kearifan lokal dan keunikan
Karo, pemerintah pusat mem-pertimbangkan-nya, kata Bupati Karo,
seperti dilansir harian Analisa.
Sementara itu, Kabag Pemdes, Eva Angela sebagai ujung tombak
teknis pengajuan pembentukan desa yang disetujui itu, menurutnya
sung-guh luar biasa, karena diperlakukan secara khusus tanpa
memenuhi syarat. Salah satu dari syarat itu harus me-menuhi jumlah
penduduk minimal 800 kepala keluarga. Dengan demiki-an, Pemkab Karo
yang pertama kali di seluruh Indonesia yang direstui pe-merintah
pusat melakukan pembentu-kan desa baru tanpa memenuhi syarat. Dalam
bahasa Karo hal ini bisa dika-takan “telap” Pemkab Karo.
Tiga desa meliputi Desa Sukame-
riah, Desa Bakerah dan Desa Sima-cem ditotal kepala keluarganya
yang diajukan hanya 370 kepala keluarga. Seharusnya dari segi
adminitrasi ini sudah gugur karena tidak memenuhi syarat. Namun
karena perlakuan khu-sus, usulan itu dapat diterima dan menjadi
pilot projek bagi kapubaten seluruh Indonesia nantinya.
Sejalan dengan perubahan 3 desa
itu, Asisten 1 Suang Karo-Karo mengatakan, akan segera
menerus-kan arahan Bupati Karo ke jajaran para camat dari ketiga
desa itu, untuk mensosialisasikannya. Kare-na ada perubahan
struktur jum-lah desa. Kecamatan Namanteran dengan keluarnya dua
desa Sima-cem, Bekerah jadi 12 desa. Desa Sukameriah Kecamatan
Payung memiliki 8 desa menjadi 7 desa. Untuk Kecamatan Tiga Panah
yang sebelumnya memiliki 26 desa ber-tambah tiga desa menjadi 29
desa, jelasnya (Tadukan).
Tiga desa meliputi Desa Bakerah dan Desa Simacem di Kecamatan
Naman dan Desa Sukameriah di Kecamatan Payung, diubah atau ma-suk
dalam kawasan Kecamatan Tiga Panah. Sedangkan nama ke 3 desa itu
tetap, tidak ada perubahan, sebagaimana tertuang dalam surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 140-48 tahun 2019 tanggal 7
Januari 2019.
Taneh Karo (Katantaras).
Bagi permadani tempa, si kimbang belangna la teralang. Lit ka
tempa sora erdilo gelah min kita reh kuje guna kundul-kundul,
pesenang-senang ukur. Endam gambar Juma Talin Serit, kuta Lingga.
Motosa make drone si i alakoken bas bulan Desember 2018.
+ Ise pilihmu bas pilpres e pagi ?
= Kukataken kari..., bicara la seri pilihenta..., lanai ka
kita sipindon isap
+ Ih...payo kal Pande...Sipoindon isap em tanda
keersadanta... Sada dage isapmu ndo !
-
KATANTARAS2 EDISI 5, Maret 2019
Pimpinan Umum/Pimpinan Redaksi : Simson Gintings, Wakil Pimpinan
Umum/ Wkl. Pimpinan Redaksi : Julianus P. Liembeng. Dewan Redaksi :
Robinson Sembiring, Yoel Kaban. Artistik : Arthur Sembiring.
Photografer : Sadrah Ps., Jupiter Maha. Tata Letak : Yosef Depari.
Kontributor : Moses Pinem, Salmen Kembaren, Imanuel Tarigan, Tridah
Sembiring, Septa Sembiring, Imanuel Bukit, Emma Sinulingga (Medan),
Alex Depari (Kabanjahe) Ezra Deardo Purba (Yog-yakarta), Oren B.
Peranginangin (Bandar Lampung). Perwakilan Eropa : Christina
Ginting (Munchen). Pimpinan Perusahaan : Asmanta Barus, Sekretaris
: Eko Tarigan. Manager Produksi : Jecky Edward Sembiring D., Staf
Produksi Julio Ari NapitupuluAlamat Redaksi : Jl. Marsaid I No. 44
Rt.01 Rw.06, Marga Jaya Bekasi Selatan. E-mail :
[email protected] Rekening BNI No. 0753540507 An. Simson
Gintings, Percetakan : Aneska Grafindo
Redaksi KATANTARAS
Redaksi menerima kiriman tulisan dari pembaca, berupa cerpen,
puisi, dan artikel yang berkaitan dengan suku Karo. Tulisan dapat
dalam bahasa Indonesia atau bahasa Karo dan dikirimkan ke email
Redaksi : [email protected]. Isi tulisan sepenuhnya menjadi
tanggungjawab penulis Redaksi berhak mengedit artikel tanpa
mengubah isi dan substansi dari tulisan. Hak cipta tulisan tetap
menjadi milik penulis. Tulisan yang dimuat tidak mendapat
honorarium.
K A T A N A K A N
Editorial
Beralih dari geliat wisata daerah Siosar, di ujung timur
Kabupaten Karo juga tak ingin ketinggalan da-lam momen ini. Lembah
Seri-bu Bunga, yang berada di desa Barus Jahe. Mencoba
peruntun-gandi tengah maraknya wisata yang memanfaatkan keindahan
alam. Berada di ketinggian di atas 1000 mdpl Lembah Seri-bu Bunga
menawarkan sensasi dingin di kaki Bukit Deleng Ganjang. Tidak hanya
bunga, pemandangan tanpa hambatan ke Sinabung, sungai Badigu-lan
yang jernih, melengkapi pesona lembah ini. Sekalipun berupa lembah,
lokasi ini juga sebenarnya memiliki spot yang tinggi berupa
perbukitan.
Sempurna Barus, Andi Ginting, Tamrin Barus dan Giat Barus pada
tahun 2016 meng-gagas Lembah Seribu Bunga. Ide ini muncul untuk
mengem-balikan kejayaan pariwisata Barus Jahe yang menurutnya telah
mati suri. Karena kurang-nya penggalian potensi. Orang–orang
semakin tidak mengenal dan melupakan Barus Jahe yang sempat
terkenal dengan wisata Rumah Adatnya. Mereka men-coba memanfaatkan
alam dan tempat, bunga dan sayur mer-upakan habitat yang cocok
un-tuk dataran tinggi.
Pada tahun itu juga, mere-
ka mulai menggemparkan media sosial di Sumatera Utara. Animo dan
ekspektasi masyarakat begitu tinggi dalam mencari tahu ke-beradaan
terkini lembah tersebut. Sebagai aksi pendukung awal, pengelola
juga telah melak-sanakan lomba lintas alam mesra. Pengelola juga
telah membangun setidaknya 7 pondok, mendesain camping ground area
dan tentun-ya mulai menanam bunga.
Kunjungan turis local di ta-hun pertama cukup tinggi. Na-mun
secara perlahan mulai men-galami penurunan. Hal ini bukan tanpa
sebab. Hukumnya adalah antara realitas dan ekspektasi. Harapan
pengunjung, dalam bayangan lembah tersebut telah penuh dengan bunga
yang be-raneka warna. Namun pengelola menghadapi berberapa
kendala.
“Jumlah pengunjung terus menurun, jarang sekali yang datang
kembali karena merasa kurang puas” terang Tamrin Barus yang
dihubungi via tele-pon seluler.
Sebenarnya terdapat 6 orang tenaga pengelola yang siap bekerja
untuk pengelolaan Lembah Seribu Bunga. Mereka adalah petani, dan
menempat-kan pengelolaan Lembah se-bagai jkerja sampingan. Lem-bah
belum mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga mere-ka sehingga mereka
juga belum
bisa penuh waktu bekerja.
Mengubah Manajemen dan Menantikan Seribu Harapan
Para penggagas menga-takan masalah utama yang mereka hadapi bagi
adalah masalah pendanaan. Selama ini, pengelolaan tempat itu
mendapat dukungan dari salah satu keluarga dari pengelola se-hingga
belum bisa ditata secara maksimal. Sempat juga ingin dikelola
Bumdes, namun den-gan berbagai pertimbangan, di-anggap lebih baik
jika dikelola oleh kelompok masyarakat.
Permasalahan lainnya ak-sesibilitas. Infrastruktur berupa jalan
yang rusak juga menjadi pertimbangan utama bagi pe-ngunjung.
Pemerintah Kabu-paten pernah beruapaya mem-perlbar jalan ke lokasi.
Namun terentur pada masalah pembe-basan lahan. Beberapa anggota
masyarakat tidak rela lahannya berkurang. Maka usaha pem-bangunan
jalan pun terhenti. Padahal bila jalan dipelebaran akan
menguntungkan petani yang melintasi jalan tersebut.
Memang masih dibutuh-kan edukasi bagi masyarakat setempat. Tapi
para pengelola belum menyerah. Mereka ma-sih memiliki seribu
harapan dari Lembah Seribu Bunga. Mereka mencoba utukl melobi
pemerintah desa untuk meman-faatkan anggaran dana desa (ADD) bagi
pembangunan in-frastruktur menuju lokasi. Pen-gelola baru dapat
mengolah ar-eal 2 hektar dari 7 hektar lahan yang tersedia. Itupun
belum sepenuhnya ditanami bunga. Mereka juga tidak menutup pe-luang
bagi masuknya investor dari luar.
Seperti yang telah di-uraikan, pengelolaan Lembah ini perlu ada
kreatifitas dari pengelola sembari menantikan datangnya investor.
Pemuda Barus Jahe bersama maha-siswa lokal dan juga perantau, perlu
menyatukan hati dan kekuatan untuk menghidupkan kembali Barus Jahe
sebagai salah satu bagian wisata yang menarik di Kabupaten
Karo.
Selain itu, perlu juga dibangun sistem manajemen pengelolaan
yang baru. Sistem pekerjaan bagi pengelola juga perlu menjadi
perhatian. Benar kata pepatah, tidak ada perang yang tak memerlukan
perjuan-gan. Tentunya pihak pengelola harus terlebih dahulu
menun-jukkan komitmen mereka untuk terus maju sehingga in-vestor
menjadi yakin prospek Lembah Seribu Bunga.
Selain itu, yang masih perlu ditingkatkan pengaturan desain
taman, perawatan bun-ga, termasuk aturan bagi pen-gunjung. Hal
penting lainnya, perlu diapahami bagaimana selera pengunjung dengan
cara belajar dari pesaing yang ada. Lembah ini harus memliki
keunikan yang tidak dimiliki oleh obyek wisata lain. Dan yang tak
kalah pentingnya, diperlukan manajemen dalam melakukan promosi dan
pe-manfaatan media sosial.
Memang, untuk menata Lembah Seribu Bunga tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan. Diperlukan kerja keras dengan kekuatan
seribu hara-pan bagi kebangkitan kemba-li wisata di desa Barus
Jahe. Harapan itu harus menjadi visi dan berkemauan keras untuk
mewujudkannya.***
LEMBAH SERIBU BUNGA, DAN SERIBU HARAPAN Oleh Salmen Sembiring
Kembaren
Sejak Gunung Sinabung meletus tahun 2010, bebera-pa destinasi
wisata alternatif Karo mulai bermunculan. Tempat yang cukup populer
di kalangan millenal. Dian-taranya, relokasi Siosar, Madu Efi, Cafe
Juma dan se-bagainya. Relokasi Siosar pada dasarnya menawarkan
pemandangan alam dengan udara yang segar, bagi ins-tagramer tidak
dapat dilewatkan berbagai spot untuk didokumentasikan. Selain itu,
wisata lainnya hampir sama, yakni sajian alam yang dipadukan dengan
akti-vitas manusia berupa pengolahan hasil alam setempat.
Bekasi (Katantras)
Persadan Karo Bersatu Wilayah Bekasi – Depok, tanggal 7 Maret
2019 akan menyelenggarakan acara “Gendang Mburo Ate Tedeh Taneh
Karo Simalem” seka-ligus sebagai acara pemberian merga
(penangkuhen) Ginting kepada Menaker yang nama lengkapnya adalah
Muhammad Hanif Dakiri. Yang menjadi orangtua angkat Menaker Han-if
Dakiri adalah Bagianta Gint-ing dan isterinya Hj.Zainab
br Tarigan, bebere Sebayang. “Dengan demikian nanti Menaker
Hanif Dakiri bernarga Ginting, bebere Tarigan, kempu Sebayang” ujar
ketua panitia Raja Sungkunen Ginting.
Acara tersebut akan diselenggarakan di Gedung Per-temuan Cut
Nyak Dien, Buperta Cibubur, dengan hiburan key-bord gendang Karo,
dan sebagai bintang tamunya Ramona Purba.
Sebagai rasa syukur dan tan-da ‘ermeriah ukur’ pihak pantia
penyelenggara menyiapkan hi-
dangan makan siang bersama. Kami mengharapkan kehadiran warga
Karo khususnya Bekasi Depok dan seputaran Cibubur, dan kami akan
mempersiapkan makan untuk sekitar 1000 orang,
Menurut penjelasan sek-retaris panitia, Benny Kris Depari, Hanif
Dakiri sangat tertarik dengan keramahan mas-yarakat Karo dan budaya
Karo. Dan dia ingin lebih mengenal lebih dekat dan dapat memban-tu
pembangunan Karo khususn-ya dibidang pelatihan ketenega-
kerjaan.Sejalan dengan itu, Benny
Depari yang memiliki usaha di bidang penempatan dan
per-lindungan tenaga kerja Indone-sia (TKI) sangat berharap agar
dapat menjalin kerjasama yang baik dengan pak Mentri ini.
“Melalui momen ini mudah mudahan kedepannya kita dapat
menyelenggarakan pelatihan pelatihan kerja bagi masyarakat Karo, ma
terakap kang kari man banta kerina”, kata Benny menambahkan.
menambahkan.
Seperti diketahui, Menaker Hanif Dakiri merupakan tokoh PKB yang
memiliki pengala-man politik yang luas. Dalam
MENAKER H. HANIF DAKIRI DIBERIKAN MARGA GINTING
Dewan Pakar/Penyantun : Analgin Ginting, Nelson Barus, Robinson
Sitepu, Sion Sembiring Meliala
usia 37 tahun menjadi anggota DPR (1999 – 2014). Jabatan politik
yang pernah diemban-nya antara lain wakil Sekjen PKB, kemudian
menjadi Ketua DPP PKB. Pada era Yahya Mu-haimin menjadi Sekjen PKB
. Yang menarik dan mungkin tidak banyak orang yang men-getahuinya,
ibu Hanif Dakiri pernah bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW).
Sedang-kan ayahnya seorang guru SD. Ternyata perjalanan hidupnya
yang panjang dan penuh per-juangan itu telah membawanya menjadi
Menteri Menteri Tena-ga Kerja dan Transmigrasi. (Ckr)
Adi bas syair lagu Karo klasik “Terang Bulan” kira-kira nina
bagenda : “pala-palana kita enggo erkuan, ulanai min kita sirang”.
Adi en-ggo benaken, ula nai min nga-diken, ula min jadi lalit
ertina. Lasam. Emaka erlanjutlah min. Bage kira-kira antusena. Lagu
enda erkaiten ras kegeluhen si nguda-nguda ras anak perana si jumpa
ras atena jadi.
Adi bas pengertin si umum, nina Bung Karno “ever onward never
retreat”. Alu kata side-ban. “maju terus pantang mun-dur”. Bagem
semangat bang-sata ngayak-ngayak merdeka ndube.
Sedalanen ras si e, bas cakap Karo ninta adi nggo benaken ulanai
suruti. Kerina kata-kata bijak e jadi inspirasi man kami ibas
engkerasken isi ras perdalanen tabloid si kitik enda. Em si jemak
kami alu mekeskes si banci petetap ukur. Kai pe sekali si terjadi,
tah lit tonggar tah kelbung man bentasen, terus me nahe
ijing-kangken. Kegeluhen bas taneh si mekapal enda la mungkin la
jumpa kendala. Emaka asa ge-gah ras kengasupen si lit mas-alah e
arus atasi. Labo itangisi.
Emaka, tuhu meriah kal ukurta kerina, erkiteken lit em-pat kalak
turang tah seninata si tuhu-tuhu ermediate ras nggit mereken gegeh
ras pemikiren guna kemajun tabloidta enda gelah min banci ersikapna
per-dalanena bas wari-wari si reh. Turang tah seninanta si empat
enda emekap Analgin Ginting Munte, Nelson Barus, Robin-son Sitepu,
ras Sion Sembiring Meliala. Empatna ia jadi Dewan Pakar/Penyantun.
Tek kita, pemeteh ras pengalamen em-patna turang ras seninta enda
tuhu-tuhu banci nampati pema-saren rikut pe langkah-langkah
strategis gelah min ongkos pro-duksi si relatif labo uga kal
be-lina, banci tertutupi teptep bu-lan. Alu bage maka perdalnen
tabloid enda banci erlanjut tah pe sustainable.
Em pengarapenta kerina. Totota Dibata sinjujuri kita ker-ina,
terlebih man empatna De-wan Pakar Penyantun.
Bage kape alu litna saran ras pandangen ibas kam sin-goge nari,
ija i akap kami pe mehuli guna pehuliken rupa ras tampilenna, maka
juru layout erbahan piga piga perubahen. Terutama bagi judul rubrik
ras kolomna. Sienggona kolom tabloidta enda bagi si mbelgah ia,
mulai edisi pelimaken enda enggo bagi si mencur sitik.
Meriah ukur kami adi lit pandangen pandangen ibas
DEWAN PAKAR/PENYANTUN NAMBAHI GEGEH
kam nari, sabab em tandana kam pe kerina merasa memiliki
tabloidta Katantaras enda.
Tambah si e, si erbahnsa meriah ukurta kerina emkap pemutaran
perdana film Karo “Jandi La Surong” tanggal 23 Ferbruari 2019 i
Berastagi en-ggo erdalan alu mehuli ija te-remna si ndedah lit 1800
ka-lak. Beligan e ndauh bedana asangken perkiran panitia si ndube
sekitar 1300 kalak, Enca pemuateran seterusna ilakoken i Pusat
Perfilma Haji Usmar Is-mail, Kuningan, Jakarta bas tanggal 23 Maret
2019.
Si jadi profil bas edisi enda emekap turang tah seninata Heben
Heser Ginting Munte, si kebetulen jadi caleg DPRD Sumatra Utara bas
Dapil 11, Karo, Dairi dan Pakpak Barat bas Partai Nasdem nari.
Perlu si inget maka prinsip tabloidta enda emekap “berita kerna
ka-lak Karo man kalak Karo” En-dam si jadi jemaken kami maka Heben
Heser Ginting Munte jadi profil bas edisi No 5/MAret 2019 enda,
erkiteken ia kalak Karo.
Sada nari si cukup pent-ing emkap turang tah senina-ta Marsten
L. Tarigan, penyair tingkat nasional, ija puisi-pui-sina pernah
imuat bas surat kabar nasional bagi Kompas, Koran Tempo, Media
Indonesia ras sidebana, alu meriah ukur nggo ngirimken
puisi-puisina si temana erkaiten ras budaya Karo ku tabloid
Katantaras. Kumpulen puisi Marsten L Tarigan si enggo terbit alu
jud-ul Mengupak Api yang Hampir Padam (2016). Tuhu-tuhu jadi sada
kemegahen man banta kalak Karo lit sekalak penyair si cukup
produktif.
Seh jenda kata ibas kami nari. Mejuah-juah kita kerina.
-
KATANTARAS 3EDISI 5, Maret 2019Opini
Cuplikan di atas diambil dari sebuah buku yang menarik dan
menjadi semangat awal Gereja untuk hidup dalam kepelbagaian,
khususnya di Indonesia. Dan kehidupan pluralis telah me-mampukan
perjuangan bangsa berhasil membawa Indonesia menjadi negara merdeka
pada tahun 1945. Para pendiri bangsa (founding fathers) memberikan
ideolgi yang mampu menahan gejolak yang dapat memecah kebangsaan
kita. Sejarah telah membuktikan, semua gerakan separatisme entah
karena ala-san agama maupun ideologi semuanya dapat ditumpas.
Namun demikian kepelba-gian sosial budaya masyaraka kita tidak
dapat diterima den-gan begitu saja. Harus dikelo-la dengan baik
agar nilai-nilai toleransi yang hidup ditengah masyarakat
multikultural yang mengejawantah dalam sem-boyan bangsa Bhineka
Tunggal Ika tidak tergerus oleh dinami-ka situasi masa kini.
Perlu kiranya dihayati, ag-ama-agama di dunia khususnya di
Indonesia, harus bersekutu, bukan untuk membentuk suatu
agama tunggal. Melainkan se-bagai suatu komunitas dialogis
diantara berbagai komunitas itu sendiri. Mengingat, kita ha-nya
bisa berada dalam proses “menjadi”, dan untuk “menja-di” kita harus
saling berhubun-gan dalam hal ini dialog. Tidak ada satupun
melektron ataupun manusia, yang bisa menjadi “sebuah pulau dalam
dirinya sendiri”. “Tiap benda” dan “ti-ap-orang” berada dalam
keter-hubungan yang sangat dinamis sampai pada titik di mana satu
“benda” atau “orang” itu diten-tukan oleh berbagai hubungan yang
terjadi.
Artinya, untuk mencapai keterhubungan ini maka orang yang
menyebut dirinya berag-ama harus bersedia berdialog secara terbuka
dengan ag-ama-agam lain, dan hal ini ha-nya dapat terwujud apabila
se-tiap khotbah, ceramah tentang agama ataupun para pemuka agama
harus dapat memperluas horizon pemikiran jemaat dan umat sehingga
sampai pada pemahaman yang demikian. Dengan catatan, bahwa dialog
yang ingin kita lakukan adalah dialog yang memang benar-be-
nar ingin mencari kebenaran tentang CINTA, HARMONI DAN KEDAMAIAN
dalam diri dan agama lainnya, tanpa harus meninggalkan identi-tas
agama yang dianut mas-ing-masing.
Indentitas sebagai seorang beragama itu tetap perlu. Mis-alnya,
sebagian orang, ada yang begitu lancar berbicara dengan bahasa ibu
dan kalau kita bisa mengerti dan berbicara dengan berbagai bahasa
dari budaya atau agama lain, maka kita akan merasakan betapa
pentin-gnya menjadi apa yang disebut “warga negara dunia”. Ataupun
istilah, “dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”. Istilah
ini bisa disalah-pahami bahkan bisa disalahgunakan. Sekaan-akan
untuk menjadi bagian dari desa global (global village) kita harus
meninggalkan desa kelahiran kita sendiri. Akar identitas kita
selalu bersifat lo-kal, dan akan demikian terus.
Apa yang dibahas di sini adalah kebutuhan, dan kegaira-han,
untuk juga menjadi warga desa-desa yang lain. Kita mem-bawa warisan
desa kita, dan saat kita mengunjungi desa-de-
sa lain dan belajar dari mereka, kita akan menghargai baik nilai
maupun keterbatasan dari apa yang diwariskan oleh desa kita
sendiri.
Dalam pengertian ini, kita dihimbau, dalam kadar tertentu, untuk
menjadi war-ga negara dunia. Dua dari an-caman besar yang dihadapi
ko-munitas berbagai bangsa dan budaya dewasa ini ialah
nasi-onalisme dan fanatisme yang berkembang di antara mereka yang
belum pernah meninggal-kan desa mereka dan mengira bahwa desa
mereka itu superior dari desa-desa yang lain.
Imbauan ini tidak dipedu-likan oleh semua umat dan komunitas
beragama. Malah mereka yang memiliki teologi yang bertentangan
dengan hal ini, menganggapnya sebagai suatu ancaman. Karena wa-jah
yang lain masih dianggap terlalu mengancam, banyak komunitas
beragama menyika-pi situasi dunia baru dengan semacam isolasi
kultural yang bisa merusak tradisi keag-amaan sehingga mereka
berada di bawah kungkungan nasion-alisme yang egosentris.
Opini yang saya sampaikan tersebut juga tentu memiliki dasar
teologis Kristen, seperti ketika saya melihat dan memb-aca pada
teks dan konteks yang ada pada Jesaya 56:1-8. Seperti
MASYARAKAT BERAGAMA DAN PANCASILAOleh Aron Ginting Manik
“Keragaman agama bukan suatu keburukan yang harus dihilangkan,
tetapi suatu kekayaan yang harus diterima dan dinikmati oleh
semua.... Di dalam semua agama terdapat lebih banyak kebenaran
agamis daripada di dalam satu agama... Ini juga terjadi di dalam
agama Kristen” (Edward Schillebeecks, The Church: The Human Story
of God)
yang dituliskan;Janganlah orang asing
yang menggabungkan diri ke-pada Tuhan berkata; “Sudah tentu
Tuhan hendak memisah-kan aku dari pada umat-Nya”; dan janganlah
orang kebiri berkata, “Sesungguhnya, aku ini pohon yang kering”
Orang-orang beragama harus mampu menghadirkan keterhubungan
dengan umat yang lain, terlebih juga mau terhubung dengan umat
lain-nya. Sehingga orang-orang beragama tidak menjadi asing bagi
umat lainnya. Tentu, tan-pa harus meninggalkan jati diri seperti
dituliskan pula pada ayat pertama, untuk menaati hukum itu. Dengan
kata lain, misi untuk memperbesar har-moni, cinta dan damai juga
tidak berubah. Tetap sama, hanya berbeda bentuk dan po-lanya.
Terakhir, kita akan bic-ara tentang bagaimana caran-ya?
Bagaimana cara agar kita mampu terhubung satu dengan yang lainnya,
sehingga kita bisa mampu membangun ko-munitas yang saling terhubung
antara satu dengan yang lain untuk mencapai proses “men-jadi” tadi.
Tentu, caranya tak lain adalah dengan menghad-irkan titik temu
antara umat beragama. Dalam situasi dan kondisi saat ini, Pancasila
men-
jadi titik temu untuk memban-gun keterhubungan antara satu
dengan yang lainnya.
Walaupun tetap ada catatan, bahwa kita tidak ber-hak untuk
menyinggung ter-lebih memberikan penilaian kepada pemahaman yang
lain-nya. Seperti beberapa kasus yang menyinggung perasaan penganut
dari satu agama. Nilai-nilai dalam agama san-gatlah sensitif,
karena itu ide-ologi Pancasila yang dijadikan sebagai titik temu,
bukan pula menjadi alat untuk menilai antara “agamaku dengan
ag-amamu”, apalagi sampai pada adanya diskriminasi antar satu
dengan yang lainnya. Karena dalam sebuah dialog, harus di-dasari
kesetaraan, sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Yang paling penting adalah mencari titik temu untuk menjalin
kerjasa-ma bagi kemanusiaan, dalam konteks hidup berbangsa, ti-dak
lain mensejahterakan ke-hidupan spritual masyarakat. Yang pada
akhirnya terjalin pula kerukunan dan kerjasama diantara mereka.
Penulis menyelesaikan studi theologia di Universitas Kristen
Duta Wacana, Yogya-karta. Sekarang menjadi detas-er GBKP di
Perpulungen Ban-jarmasin-Banjarbaru.
Berdasarkan hasil rapat pleno terbuka rekapitulasi yang
dilakukan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) pada 15
Desember 2018 lalu, maka Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilihan
Umum tahun 2019 di Indonesia sebesar 192.828.520 pemilih yang
tersebar di 7.201 Kecamatan, 83.405 desa/kelura-han. 809.500 TPS
untuk dalam negeri dan 783 TPS, 2.345 Kotak Suara Keliling(KSK),
429 Pos untuk luar negeri. Pada Pemilu 2019 ada 363.200 pemilih
Disabilitas(0,191% dari DPT). Data politik uang yang diperoleh
Bawaslu RI pada kabupaten atau kota yang ada di Indonesia sebanyak
35 kasus pada Pilkada 2018 lalu. Dugaan politik uang paling banyak
terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan yakni dengan 8 kasus,
selanjutnya Sumatera Utara dan Lampung masing-masing 7 kasus, Jawa
Tengah 5 kasus, Sulawesi Barat dan
Banten dengan 2 kasus, Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung, Jabar
dan Jatim masing-masing 1 kasus.
Pengertian “politik uang” tidak pernah dijelaskan secara
tekstual dalam peraturan perundang-undangan. Pemaknaan praktik
politik uang didapat dari pasal 73 ayat (1) UU No 10 Tahun 2016 (UU
Pilkada). Pasal tersebut mengatur larangan bagi calon dan/atau tim
kampanye untuk menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi
lainnya (dikecualikan dalam hal biaya konsumsi dan transportasi
peserta kampanye, serta materi bahan kampanye yang berdasarkan pada
nilai kewajaran) untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan
dan/atau pemilih.
Dari undang-undang terse-but pula, praktik politik uang dapat
dikategorikan sebagai pelanggaran administrasi pe-milihan dan
tindak pidana pemilihan. Sehingga pelaku politik uang dapat
diberikan
dua macam sanksi yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana.
Mengacu pada pasal 73 ayat (2), sanksi administratif berlaku untuk
pasangan calon, yang mana apabila pasangan calon terbukti melakukan
poli-tik uang, Bawaslu dapat melakukan pembatalan sebagai pasangan
calon kepala daerah. Sementara sanksi pidana, dapat diberikan tidak
hanya kepada calon atau pasangan calon, namun juga kepada anggota
partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain. Ini
mengacu pada ayat selanjutnya, yang juga kemudian menegaskan bahwa
sanksi administratif tidak dapat menggugurkan sanksi pidana.
Ketentuan pidana menge-nai politik uang dicantumkan dalam pasal
187A ayat (1) bahwa setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan
atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan untuk
mempengaruhi pemilih
agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan
cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon
tertentu, atau tidak memilih calon tertentu diancam paling lama 72
(tujuh puluh dua) bulan dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah). Sementara ayat berikutnya, memberikan
petunjuk secara terang bahwa sanksi pidana tersebut tidak hanya
berlaku kepada pemberi, namun juga penerima politik uang.
Penyebab Terjadinya Poli-tik Uang
Teori kausalitas mengata-kan bahwa adanya akibat karena ada
sebab, begitu pula halnya dengan persoalan politik uang (money
politics). Sudah barang tentu ada penyebab atau latar belakang dari
terjadinya politik uang di negeri ini yang telah mencoreng esensi
dari demokrasi yang kita junjung. Ada 2 subjek yang menyebabkan
terlaksananya praktik politik uang ini, yaitu para kandidat
pasangan calon dan masyarakat sebagai pemilih. Salah satu alasan
mengapa para pasangan calon melakukan politik uang adalah karena
mereka takut kalah
bersaing dengan pasangan lainnya. Pasangan yang baru bersaing
pada periode ini masih mencari bentuk serangan fajar sehingga
mereka berpotensi melakukan politik uang sedangkan para calon
pasangan yang pernah mencalonkan diri pada pilkada sebelumnya tentu
lebih ahli dalam politik uang dan dipastikan akan mengulangi hal
yang sama.
Alasan lainnya adalah adanya ketidakpercayaan masyarakat
terhadap para calon pemimpin. Hal tersebut memberikan efek negatif
bagi para elit dengan menghambur-hamburkan uang dalam waktu
sekejap, demi kekuasaan semata. Begitu juga sebaliknya sangat
menggiurkan juga bagi masyarakat meskipun sesaat, karena itu juga
masyarakat merasa “berhutang budi” pada pasangan calon kepala
daerah yang memberinya uang. Jika kita lihat dari keadaan
masyarakat, ada tiga faktor yang sangat signifikan: mengapa banyak
rakyat yang terlibat dalam politik uang, antara lain sebagai
berikut :
Masyarakat Miskin
Kita melihat ada beberapa isu yang belum ditangani secara
optimal di Provinsi Aceh, sehingga tingkat kemiskinan di Provinsi
Aceh ini jadi tinggi. Jumlah penduduk miskinnya mencapai 17.11
persen, sedangkan rata-rata nasional cuma 11 persen (sumber BPS
Aceh). Kemiskinan merupakan keadaan dimana terjadi ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tem-
pat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Dengan kondisi
seperti ini memaksa dan menekan sebagian masyarakat untuk segera
mendapatkan uang. Money politic pun menjadi ajang para rakyat untuk
berebut uang. Mereka yang menerima uang terkadang tidak memikirkan
konsekuensi yang akan diterima, mayoritas masyarakat banyak yang
hanya melihat kepentingan jangka pendek ketimbang jangka panjang
dari ajang pilkada ini.
Pengetahuan Politik Rendah
Dalam dunia politik masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi
dalam politik atau hak ikut serta dalam politik, karena kita
menganut sistem demokrasi yang pada prinsipnya dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat. Namun pada kenyataannya partisipasi
ma-syarakat sangat rendah yang disebabkan oleh rendahnya
pengetahuan masya-rakat tentang politik. Tidak semua masyarakat
mengetahui apa yang dimaksud dengan politik, bagaimana bentuknya,
serta apa yang ditimbulkan dari politik. Sehingga moment ini
dimanfaatkan oleh para pasangan calon yang menye-babkan maraknya
politik uang. Rakyat yang acuh dengan pesta lima tahunan ini dengan
mudah menerima pemberian dari para kandidat yang akan bertarung di
pilkada, mereka menganggap politik uang tidak masalah bagi
PERMATA GBKP Harus Berani Tolak Politik Uang
Oleh : Jekoniah TariganPolitik uang(money politic) atau politik
perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang
baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun
supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat
pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan dengan menggunakan uang
atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye
politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan
pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik
politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang,
sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan
tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan
suaranya untuk partai yang bersangkutan.
Bersambung ke Hlm 11
-
KATANTARAS4 EDISI 5, Maret 2019 Seni Budaya
Merdang Merdem, dilakukan masyaraka di daerah Singalor-lau,
yaitu wilayah sekitar ke-camatan Tigabinanga, Munte, Juhar,
Kutabuluh dan sebagian Lau Baleng. Merdang merdem dilakukan sebelum
musim ta-nam (sope merdang).
Nimpa Bunga Benih, dilaku-kan masyarakat di sekitar daer-ah
gugung, yaitu wilayah ke-camatan Berastagi, Simpang Empat, Merdeka
dan Naman Teran. Acara kerja tahun ini dilakukan setelah musim
tanam (kenca merdang). Dari namanya nimpa bunga benih yang artinya
membuat cimpa dari sisa benih yang sudah ditanam,
Mahpah, dilakukan oleh masyarakat di daerah Karo ba-gian Timur,
yaitu seputaran ke-camatan Tiga Panah, Merek, sebagian Barusjahe,
sebagian Dolat Rayat, sampai ke daerah Kecamatan Dolok Silau,
Simalu-ngun. Mahpah dilaksanakan se-belum musim panen (sope rani),
artinya pada saat padi belum sepenuhnya tua (pahpahen den-ga)
diambil dengan cara “ketam” lalu dijadikan cimpa.
Ngerires, dilakukan oleh masyarakat di daerah bagian Barat Daya,
yaitu sekiotar wilayah Kecamatan Payung, Tiga Nderket sampai
sebagian Kuta buluh. Dimana wilayah ini sering juga disebut Karo
teruh deleng. Ngerires dilaksanakan bertepatan setelah musim panen
(kenca rani). Dan hasil panen dibuatlah rires sehingga kerja
tahunnya disebut ngerires.
Namun demkian, baanyak juga wilayah Karo yang tidak
menanam padi, sehingga ke-empat nama kerja tahun terse-but di
atas tidak terdapat da-lam acara kerja tahun mereka. Karena
perayaan yang dilaku-kan berkaitan dengan sejar-ah dari desa atau
wilayah itu. Antara lain ada nama perayaan Rebu Rebu. Itu
dilaksanakan disekitar wilayah Deli Serdang dan Simalungun. Bagi
yang be-lum punya nama perayaan se-cara tradisi, diberi nama mbu-ro
ate tedeh.
Berkaitan dengan perayaan dalam kebudayaan masyarakat Karo yang
agraris, perlu diketa-hui tentang konsep aron, yaitu kelompok kerja
yang pemben-tukannya berdasarkan kerjasa-ma sosial yang sangat kuat
dan mendasar. Kelompok ini (aron) rata rata berusia remaja dan
dewasa (gadis), yang selalu bekerjasama dalam menger-jakan setiap
pekerjaan yang dilimpahkan kepada mereka. Aron dipimpin oleh
seorang yang lebih tua, bahkan sudah setengah baya, yang disebut
nande aron. Jumlah kelompok ini tidak ditentukan jumlahya, dimana
mereka pada umum-nya bekerja di ladang atau di sawah, Jadi
pekerjaan di ladang/sawah dikerjakan oleh aron secara bergiliran
(gancih gegeh).
Nande aron sebagai pimpinan berperan melatih an-ggota aron-nya
untuk bekerja dengan baik, dan mengetahui bagaimana satu pekerjaan
bisa dilakukan dengan cara yang mudah, cepat dan tepat, Seperti
cara menggunakan alat bertani (cuan misalnya) secara benar.
bahkan sampai memperluas wawasan dan pengetahuan se-tiap aron
dalam kehidupan so-sial. Ia juga mengajari anggota aron-nya tentang
kehidupan mereka setelah menikah kelak
Pada saat tertentu aron juga bersama-sama pergi ke pasar (tiga
aron), membawa beberapa hasil ladang. dan mereka bertemu dengan
aron-aron dari lingkungan (kesain) atau desa (kuta) lain. Sehingga
mereka berkesempatan untuk berbagi pengalaman (sharing) dalam dunia
aron. Saat inilah kerap dicapai kesepakatan un-tuk membuat acara
(gendang). yang mereka persiapkan untuk dilaksanakan pada saat
kerja tahun dengan nama Gendang Guro Guro Aron. Bagi kam-pung yang
tidak punya per-ayaan kerja tahun seperti yang telah disinggung
sebelumnya acara yang dulakukan itu diberi nama Gendang Guro Guro
Aron Mburo Ate Tedeh.
Pada saat pelaksanaannya, konsep (scenario) yang telah disusun
dilakukan oleh para Nande Aron dari beberapa kelompok memilih yang
be-rusia lebih tua dari para aron untuk menggantikannya dalam
acara. Satu orang dalam setiap beru menjadi Nande Aron. Mereka
dilengkapi dengan pa-kaian khas tradisi Karo, dengan tanda khusus
yaitu tudung er-jujungen dan dilengkapi pula dengan rudang mayang.
Se-dangkan setiap beru yang jadi aron hanya bertanda rudang mayang
pada tudung-nya.
Baik aron maupun Nande Aron dipimpin oleh sepasang muda mudi
Simantek Kuta (rimpal), yang diberi nama Kembrahen Aron dan Pengulu
Aron. Mereka dibekali dengan pakaian Rose Kuh (pakaian adat Karo
lengkap) dan sertali emas, Disamping itu para anak lajang (pemuda)
juga memben-
rasPAKATAN PATARAS tuk kelompoknya berdasarkan kelompok yang
dibuat aron tadi, para pimpinan setiap mar-ga juga diangkat dengan
sebu-tan Bapa Aron.
Saat itu mereka menari secara bergantian, dan sal-ing
menunjukkan kebolehan masing-masing dalam menari (landek). Saat ini
mereka berkenalan dengan kelompok aron yang lain, tapi tetap da-lam
pengawasan Nande Aron yang asli (orang tua). dan saat acara ini
juga dipertunjukkan semua kesenian tradisional karo. Dalam acara
Gendang Guro-Guro Aron ini ada kon-sep dasar yang mereka ikuti,
seperti yang sudah ditentukan sebelumnya. Dibuatlah sema-cam
sekretariat tempat mereka berkumpul sebelum berangkat ke lokasi
acara yang disebut Rumah Panteken Aron. Di tempat ini mereka
melaku-kan semua persiapan dengan matang. Disana mereka juga
menyiapkan segala keperluan, mulai dari pakaian, peralatan dan
orang-orang yang akan ikut dalam acara gendang tersebut.
Cukup menarik bila dicet-mati bagaiman proses atau posedur
(protokoler) dalam acara gendang-gendang guro-guro aron. Pada waktu
yang ditentukan, maka mereka akan berangkat bersama-sa-ma seperti
pawai menuju ke lokasi acara. Mereka terbagi dalam barisan yang
terususun rapi menurut kelompok aron masing-masing. Ada kalanya
mereka bersjalan bersama Si Erjabaten (pemain musik tra-disi).
Sampai di lokasi mereka langsung menempati tempat yang sudah
ditentukan sebel-umnya, berdasarkan kelompok aron-nya
masing-masing. Aca-ra dibuka oleh para tokoh adat, lalu tokoh
masyarakat dan
GURO GURO ARON KERJA TAHUNOleh Simpei Sinulingga
Setiap desa atau kecamatan di Tanah Karo punya perayaan kerja
tahun berdasarkan konsep yang berbeda-beda an-tara satu desa dengan
desa yang lain. Ada yang dilakukan berdasarkan musim tanam atau
musim panen padi. Secara garis besar ada empat nama perayaan kerja
tahun yang su-dah dikenal secara luas di masyarakat Karo. Yaitu
merdang medem, nimpa bunga benih, mahpah, dan ngerires.
Bersambung ke Hlm 11
NUMPANG MAKAN SIANG
Pa Raga : Kam megati sitik kuidah ibas kerja kerja e.
Bajing : Pergaulan Pa.Pa Raga : Sendah tegun siapai kam ?Bajing
: Teman meriah.Pa Raga : Arah si diberu ntah si dilaki ?Bajing : si
dilaki.Pa Raga : Nina, si empo e, mbelin-belin
i Jerman, janari ka dalanna kena e teman
Bajing : Teman meriah ibas Facebook.Pa Raga : (hmm, numpang
makan siang
kepeken anak e !!).
SITIMA-TIMAN
Bibina : La ko ndedah gendang ah ndai o, Bajing?
Bajing : Tik nari bi...Bibina : Ise nari kin timanmu e ?Bajing :
Labo ise pe. Kam gia, uga maka
lenga berkat ?Bibina : Adi enggo engko berkat aku pe
minter nge berkat.Bajing : Uga ka maka bage bi ??Bibina : Tangko
ko kari tinaruh manukku
sibas sagak ah !Bajing : Ioooh, berkat gia aku yah..,!!
(ibas ukurna, enggo metaruk pe, i angka bibi enda kap sura
suraku!!)
KAMPANYEGulpih : Kalak si kampenye e, bali kuakap
bagi kalak ngerondongBajing : Maka bage nim ?Gulpih : Kai ue ue
na. Uga maka lalit re-
gana sinuan sinuan e ninta, pagi banci sipenangkih nina.
Kebutuhen pokok e merga kerina, ninta, pagi sipenusur, nina. Kai pe
ningen, tabeh banna jababna
Bajing : E, lenga japanahna pe ena... adi aku pagi caleg dahko.
Man medem saja pagi kubahan dahinmu. Teh Susu e pagi kubahan
inemenmu. Ku tanggerken lau las e man peridinmu. Ku aluni ko pagi
muatmu medem e...
Gulpih : Ih, e, ula nak, akap kalak kari kita LGBT.
Pa Katan: Adi la kita nggit ngaloken sen bas Caleg nari bas
Pemilihan Umum enda pagi, uga kapmu nak? Me la rutang pusuhta,
emaka uga pe pagi penda-lankenna kerina dahinna selaku wakil rayat,
la kita biar-biaren erbelas man bana.
Pa Taras: Aku pas kuakap si belaskenmu ena. Tapi nderbih erbelas
teman ras kade-kadenta i Kede Kopi enda ula min kita la ngalo, nina
ka. Aku nggo latih kuakap rukur... Lanai ka pagi banci gedang
bualta bas kede enda adi pesimbel cakapta. Emaka, kuakap ulihi ka
pagi sekali nari penungkunenmu ndai gelah si orati sekali nari ukur
temanta e kerina.
Pa Katan: Iyah, rulih-rulih kap lalap adi bagena nak. Uga kin
adi kita la padah nggit ngaloken duit bas Caleg nari. Adi teman ras
kade-kadenta alokenna, aloken-nalah! Ia pagi singaloken dosana.
Kita ula!!!
Pa Taras: Muat simehuli e, rulih-rulih kin nge rukur ras
ar-ih-arih nak. Gelah ula lah engko erdalan mulih-ulih ku-jah ence
kujenda ka. E kataken kalak kari engko adon.
Pa Katan: Kai kin lah bas ukur kalak enda maka merhat denga
rusur ngalo bas Caleg nari? Tempa kal adi nggo ngalo ia, banci dung
perutangenna paksa peranin jaung tahun si lepus, paksa kelegon
sanga e. Kueteh nge sekali ku kede ngenca gegehna sen sialokenna
e.
Pa Taras: Ula min bagena katam nak. Kune teptep jelma igalarna
“seratus” , lit ia 4 kalak sada jabu, dahko nggo alokenna empat
ratus. Piga kali kapko ku kede kopi ergegeh sen ndai? Banci
seminggu nak. Seh ter-akapna, bagem nina teman ras kade-kadenta
enda.
Pa Katan: Ena dahko seh teldan ngenca nanamna? Adi lanai pagi
erdiate Caleg ta e bas pendahinna, adi nggo ia terpilih bekasta
milih e, suina seh ku pusuh, dengut-dengut lima tahun dekahna.
Pa Taras: Bage me nak? Egia, uga ninta man kade-kadenta si
dengut-dengut ka pusuhna adi la ngalo bas Caleg nari? Mamang kel
ateta, engkai maka la ipetangkapken man polisi ah ise si mere ras
si ngalo e? Kune 10 kalak ah lah gia itama ku tutupen ah dahko jera
nge ia kerina.
Pa Katan: Ena me persoalen bas negaranta enda. Adi kataken kalak
sakit bangsa ras negaranta enda megelut ka kita. Enggom jelas-jelas
kel “politik serpi” e ngelanggar peraturen, tapi labo ngasup
pe-merintah menegakken peraturen e.
Pa Taras: Pemerintah saja labo ngasup. Rayat sirulo enda pe
perlu ikut nampati. Emaka, pagi siulihilah ngerana-nger-ana ras
teman kade-kadenta sada kede kopi enda. Adi la ia pagi nggit
megiken kata, lanai bo terolangi. Pediat je!!!
Pa Katan: Ikhhh nggo pajek matawari nak. Ndo ku pe-luar lebe
lembunta. Engko nggalari tehta ya. Roti kosongna dua ndai kupan,
tambah roti kacang ijo dua...(Robinson Sembiring)
KADE KADE SADA KEDE
SEGI TIGA SAMA KAKI
GURU : Bajing, ke depan kamu ! Coba kamu gambar di papan tulis
segitiga sama kaki.
Bajing : Gak bisa pak...GURU : Tono, kamu kedepan, bantu si
Bajing ini. (Lalu Tono menggambar segitiga dengan benar)
GURU : Nah, liat Bajing masak begitu saja kamu gak bisa ??
Bajing : Itu kan pakai tangan pak. Bukan sama kaki ! Kalau
begitu saya juga bisa...
GURU : Kurang ajar kamu !!
KALENDER MBARU
Bajing : Mejuah juah Bulang !Bulang : Eh, kam e kempu, e denga
kam
seh ?Bajing : Ue, Bulang ma sehat kam Bul ?Bulang : Sehat Pu,
kai si babandu e Pu ?Bajing : Kalender si mbaru Bul, tahun
2019Bulang : Oh, kuakap ndai roti bolu....Adi
alender labo perlusa Pu, Tahun si rebih pe mejile denga
nge....
KENALAN BARU
Bajing : Kalo boleh tahu Eneng tinggal dimana ?
Eneng : Di rumahlah bang...Bajing : Maksud abang, rumah
eneng
dimana ?Eneng : Di tinggallah bang, masak rumah
di bawa-bawa.Bajing : (Enggo metaruk kalak mehado
kepeken Eneng e ....)
-
KATANTARAS 5EDISI 5, Maret 2019Nusantara
KATA KATAPuisiPuisi-puisi Marsten L. Tarigan
Guru Diden Berlaga Ilmu1Telah diceritakan tentang Guru
Diden,mandraguna pemilik mantra tabas paling apasdari Tanah Karo.
Maka sesiapapun yang merasasakti akan terganggu, tak akan menunggu
untukbertemu. Sesiapapun boleh saja datang mengaduilmu, menunjukkan
silat ilmu gaib dan hasil tapaatau tulang sekeras ladam yang tahan
hantam.Datanglah, beradulah, satu-dua-tiga tiap kata yang dihempas
Guru Diden akan menampas iri-dengki orang-orang pada ilmunya.
2Jurus jitu, kerendahan hati dan petikan kata-katajujur yang
tumbuh di gunung-gunung tertinggi,di lembah-lebah paling dalam dan
hakiki hatimanusia. Pemilik mantra paling apas, Guru Diden,si sakti
dari Tanah Karo tak akan bergeming padapemilik ilmu lain yang dari
padanya barangkalilebih runcing. Tak perlu ada yang gentar
merasatersaingi, menjadi asing di antara sesama Gurupemilik ilmu.
Tak perlu memandangnya denganrasa cemburu, meski boleh saja
memandang iadengan nanar. Tapi saksikanlah, ia hanya akanmenentang
pada yang menantang. Batu-batupurba, alir sungai belah dua, dan
sirih tanpa cacatcela telah membuatnya tak teraba kesaktian
lain.
3Pada suatu malam, bulan purnama, anjing cekingmelolong di balik
siluet hutan dan gunung.
Kabar yang tak ingin didengar siapapun telah sampai ke negeri
Pakpak. Jangan harapkan hujan akan datang seperti saat ini ataupun
esok hari, tersebab kumpulan para si jago dan si sakti telah panas
hatinya. Akan menjauh awan-awan gelap, hari yang tegang akan segera
mereka tempuh dengan perang. “Lelaplah kalian Guru Pakpak Pitu
Sedalanen, hati yang gusar hanya akan membuat waktu terasa lamban
berjalan. Esok akan terlihat matahari lebih panas dari biasanya,
suara desing angin hanya akan meng-ganggu pendengaran, serta rasa
persaingan ilmu dan jurus jitu tak akan repas dalam diri
kalian”.
4Guru Diden, ia yang hidup di desa Raja tengah,Tanah Karo. Ia
percaya, kecewa dan pertarunganyang tak diharapkan bisa datang
kapan saja.Sesungguhnya ia telah mengetahui bahwa GuruPakpak Pitu
Sedalanen, tujuh kesaktian akandigiring perasaan sangat ingin
mengetahuiketinggian ilmunya, menuntut untuk segera diadu.Adakah
waktu digunung-gunung menjadi begitusangat lamban, adakah
sesungguhnya langitdi atas langit? Pertapaannya telah berujung
padapenyangkalan orang-orang, pada adu domba jurussiapa paling
jitu, siapa mahir soal mantra memagarladang-ladang dan
penyembuhan.
5Orang-orang mendengar, Guru Pakpak PituSedalanan telah
dikalahkan, telah tertanamtangan mereka di tanah bertuah. Ketika
mantra
telah lepas, tercerabut tangan mereka, tujuh mataair memancar
semburan air.Wawas dirilah, sebabhanya yang sakti
sesungguh-sungguhnya, yangmelihat langit dan petalanya.
(Kandang Singa, 2017)
Guru Nambari Memanggil Tendi yang Hilang “Mari-mari… Mari kam
mulih ku rumah, tendi…”,sebait nyanyian pengantar, memanggil jiwa
yanglepas dari tubuh, Guru Nambari masih juga terusmenari-nari.
Duduklah ia di lapik tikar, di hadapan si sakitlinglung yang
ganjil. Guru Nambari bicara, kata-kata yang tipis seperti mulai
rabit dari anyamanbahasa. Rung-rung-kerahung, kerongkongannyamulai
menggerung. Sirih penggulung gambir,kapur, pinang, masih terus
dikunyah, semburanliur merah sesekali melanting dari sela
bibirnya.Kata-kata tak lagi terbaca bunyinya, barangkalijuga aksara
telah menimbus makna dan taksampai-sampai pada selesai.
Bulung-bulung si melias gelar, sebelas jenisdaun melampar di
hutan-hutan, telah dipetik-pilih sebagai padan sesaji yang mengikat
janji.Maka diletakkan daun-daun itu dalam keranjangyang akan
ditudungkan di atas kepala si sakit.Maka bergetarlah, agar percaya
kami bahwatendi si sakit telah dibawa roh-roh hutan. Telahberapa
lama waktu terseret demi kehilanganorang-orang sejak menyebar
terang matahari.
Rung-rung-kerahung, kerongkong GuruNambari masih berbunyi
melampaui bahasasambil menebar beras piher di sekitar. Sementara di
jauh sana, gerantang suara rotan-rotan turutmenyahut dari arah
gelap hutan tak keruan.Tendi belum juga kembali, si sakit masih
limbung,sedang Guru Nambari masih terus menari-nari,
sambung-menyambung dengan nyanyi-nyanyiyang mengajak tendi
kembali ke asalnya.
(Kandang Singa, 2018)
Hikayat Piso Tumbuk Lada
Tangkai hulunya, carikan jati paling sejati,berdiri paling tegak
di belantara hutan raya.Kami ukirkan pula segambar pucuk
merbungsebagai tanda gembira bagi pemiliknya. Supayaerat dalam
genggaman telapak tangan, agar jiwadan rohnya tetap berada pada
tempat yang tepat.Tiada kambuh penyakit yang diderita, tiada
balayang datang adakala.
Kilap emas, suasa, maupun perak, dipilah-pilihmana serasi bagi
si pemilik. Kemudian jadikanpengikat dua bilah sisi batang sarung
yangterbuat dari tanduk kerbau atau gading gajah.Supaya tak menjadi
senjata si pemakan tuan,agar darah tetap mengalir menjaga
kehormatansi pemilik.
Dari ketajaman ia telah bangkit, sempurnamenyayat irama gurit.
Telah terkumpul besimersik dari lima negeri kerajaan jauh. Di
atassebilah baja datar dilebur jadi satu, ditempahjadi piso Tumbuk
Lada. Maka darinya akan lahirtajam yang tak melulu menginginkan
luka ataubala, tapi justru sejurus menumpas sempurnapedih dan sakit
dari tubuh si pemiliknya.
(Kandang Singa, 2017)
Biodata PenyairMarsten L. Tarigan Lahir di
Pematangsiantar-Sumatera Utara, 23 Februari 1991. Sekarang
berdomisili di Bandung. Buku kumpulan puisinya adalah Mengupak Api
yang Hampir Padam (2016).
Kabanjahe (Katantaras)
Dalam rapat kordinasi terkait pelaksanaan monitoring
penanggu-langan pasca bencana Erup-si Gunung Sinabung di Kab. Karo,
Senin (18/02/2019). Bu-pati Karo Terkelin Brahmana mengatakan,
dalam rapat ini perlu diuraikan laporan segala sesuatunya oleh
pihak BPBD Karo, pasca Erupsi Gunung Sinabung, agar pihak pe-mangku
kepentingan lainnya yang hadir dapat mendengar, mengetahui, dan
mengevaluasi sejauh mana kendala dan ham-batan yang dihadapi oleh
dinas terkait nantinya. Mulai Relo-kasi Tahap I (Siosar) , Tahap
II
BPBD KARO PAPARKAN DANA PASCA ERUPSI GUNUNG SINABUNG
Jakarta (Katantras)
Kabupaten Karo terma-suk dalam objek wisata destinasi Danau Toba
dan pintu gerbang Geopark Kaldera Toba bahkan kawasan strategis
Parawisata Nasional (KSPN). Untuk mengembang-kan promosi dan
pemasaran parawisata Kawasan Danau Toba, Pemda Karo di gandeng
untuk hadiri acara Launching Calendar of event Parawisa-ta Danau
Toba 2019 sebagai trending topik Nasional yang diadakan oleh
Kementerian Parawisata RI.
Launching ini dibuka oleh Menteri Parawisata RI Ari-
FESTIVAL BUNGA DAN BUAH MASUK COE PARIWISATA NASIONAL
Bersambung ke Hlm 11
Bersambung ke Hlm 11
Padahal sebenarnya ma-sih banyak potensi wisa-ta yang sampai
saat ini belum dieksplore. Semuan-ya tersebar di beberapa desa di
Kabupaten Karo sehingga belum diketahui oleh mas-yarakat luas. Oleh
karena itu tahun 2019 ini, Pemkab Karo melalui Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa (DPMD) merencanakan untuk men-gangkat dan
mengembangkan semua potensi wisata yang tersebar itu melalui
Program Pembangunan Desa Wisata. Program ini diharapakan mam-pu
mengembakan sekaligus mempromosikan lebih banyak lagi potensi
wisata yang dimili-ki Pemkab Karo. Sehingga bisa menjadi sektor
pendorong bagi peningkatan ekonomi mas-yarakat.
Pengembangan potensi wisata desa melalui program ini merupakan
penjabaran dari Dokumen Perencanaan Pem-bangunan Daerah (RPJPD,
RPJMD, RKPD). Disana di-tempatkan sebagai salah satu prioritas
utama pembangunan daerah di Kabupaten Karo. Yang beranggung jawab
dalam pengelolaan potensi desa-desa wisata itu adalah Badan Us-aha
Milik Desa (BUMDes). Perlu diketahu bahwa pengem-bangan potensi
desa wisata itu merupakan bagian dari pro-gram nasional Pemerintah
Pu-
(Mandiri) dan Tahap II (mandi-ri) lanjutan, Relokasi Tahap III
(Siosar) segera jelaskan dan paparkan, ” ujarnya seperti
diberitakan Online News Indo-nesia.
Kalak BPBD Kab . Karo Ir Martin Sitepu memaparkan kegiatan yang
sudah dilak-sanakan terkait desa yang tel-ah menerima manfaat,
waktu, serta jumlah dananya.
Pertama Relokasi Tahap I di Siosar yang mencakup Desa
Sukameriah, Simacem, Beker-ah, terbangun rumah 370 KK dan lahan
usaha Tani 357 KK dalam waktu 2014-2016. dlla-
ef Yahya bersamaan dengan event event di Kabupaten lain
sebagaimana dikatakan Bu-pati Karo Terkelin Brahmana SH saat sela
sela acara dengan didampingi Kadis Parawisata Ir Mulia Barus, Senin
(25/ 02) 2019 di Balairung Soesilo Soe-darman, Gedung Sapta Pesora
Lt 1 JI. Medan Mardeka Barat No 17, Jakarta Pusat, seperti dilansir
Online News Indonesia.
Dalam acara Launch-ing ini, program Pemda Karo melalui dinas
Parawisata yang ikut masuk daftar COE (Calen-dar Of Event) tahun
2019 ada
PENGEMBANGAN AIR TERJUN DESA POLA TEBU, DESTINASI WISATA BARU
Oleh Abel Tarwai Tarigan, S.Sos, M.T
sat untuk membangun desa-de-sa di seluruh Indonesia.
Yang pertama akan dikem-bangkan adalah potensi wisata air terjun
(Sampuren) di Desa Pola Tebu, Kecamatan Kuta Buluh. Disana terdapat
air terjun 5 tingkatan pada satu aliran sungai. Di hulu sungai ada
pemandian yang dikenal
dengan nama Namo Cengkeh. Setelah pemandian Namo Cengkeh, ada
air terjun perta-ma yaitu Sampuren Beteneng. Sampuren Beteneng ini
juga dimanfaatkan sebagai pemban-gkit listrik tenaga mikro hidro
dengan kapasitas 20.000 kwh untuk mensuplai listrik desa. Air
terjun kedua adalah Sam-puren Peternun, air terjun ke-
tiga adalah Sampuren Batang, air terjun keempat Sampuren
Teroh-teroh, dan air terjun keli-ma adalah Sampuren Bulayan.
Perlu diketahui, liputan tentang air terjun Batang sudah mulai
muncul di beberapa surat kabar dan blog wisata di Med-an. Menurut
liputan itu, air ter-jun Batang dapat menjadi ikon
baru obyek wisata di Tanah Karo. Panorma alam yang in-dah, tidak
kalah indahnya den-gan air terjun Sipiso-Piso, be-gitu antara lain
komentar yang muncul.
Salah satu blog wisata di tahun 2016 misalnya menulis “Air
Terjun Batang ini belum banyak orang yang menge-tahuinya, sehingga
kamilah
komunitas alam yang perta-ma menapaki lokasi air terjun
tersebut. Dimulai dari Kota Medan sebagai titik kumpul, kami pun
berangkat pukul 07.30 Wib menuju Kota Be-rastagi untuk menunggu
be-berapa teman yang akan ikut ngetrip. Setelah beberapa saat
menunggu teman yang lainnya pun datang menghampiri kami. Untuk
mempersingkat waktu, kami semunya pun bergegas menuju desa Pola
Tebu Keca-
matan Kuta Buluh letak objek Air terjun Batang tersebut”.
Selanjutnya diceritakan bagaimana pengalaman yang mengesankan
bagi mereka disa-na, “Kami disambut masyarakat Desa Pola Tebu
dengan baik, begitu juga dengan kepala desa nya. Kami pun
berbincang bin-
Destinasi wisata di Kabupaten Karo yang selama ini telah banyak
dikenal bahkan sam-pai ke manca negara, antara lain Berastagi, Air
Panas Sidebuk-debuk, air terjun dan Gunung Sipiso-piso serta Desa
Tongging yang berada dipinggir Danau Toba.
Bersambung ke Hlm 11
-
KATANTARAS6 EDISI 5, Maret 2019 Seni Budaya
Bersambung ke Hlm 11
Hampir di sepanjang usianya ia telah bergelut di dunia musik,
terutama sebagai penyanyi. Selain tampil dari panggung ke pang-gung
Novita Barus juga telah menghasilkan beberapa buah album musik.
Namun, sejak tujuh tahun belakangan ini ia lebih dikenal dan lebih
dekat dengan masyarakat Karo. Karena hampir setiap minggu ia
nguta-nguta ke perkampungan Karo untuk menghibur mereka melalui
suaranya yang khas dan merdu.
Novita Barus penyanyi Karo ini, memang berasal dari kelu-arga
seniman. Bakatnya menyanyi tidak hanya diturunkan dari ayahnya
Alasen “Salah Benana” Barus, sang penyanyi Karo legendaris dan
pencipta lagu. Namun darah seni juga mengalir dari neneknya Tipan
br Sembiring yang merupakan seorang perkolong-kolong ternama di
tahun 30-an. Nini Biringnya ini ti-dak hanya bisa bernyanyi tetapi
juga banyak menciptakan lagu ‘siadi’ yang cukup popular pada
jamannya, seperti “Musuh Suka”, “Lanja-lanja Mayang”,
“Angke-angke”, dan lain-lain.
Ketika masih remaja Novita Barus bebere Ginting ini telah
melahirkan beberapa album lewat label Kesaint Blanc, CBP Re-cord,
dan studio rekaman lainnya. Ia telah dikenal secara luas di
kalangan masyarakat Karo. “Kesuksesan yang saya peroleh saat ini
tak terlepas dari kerja keras dan didikan orang tua yang selalu
bekerja secara professional dan disiplin”, kata Novita Barus
Yakin dan percaya bahwa karirnya di dunia musik Karo adalah di
Tanah Karo, maka penyanyi kelahiran Berastagi 23 November 1982 ini
kini “mulih ku kuta” pada usianya 30 tahun. Ia menetap di kampung
Ibunya, Pancur Batu. Keputusannya kembali ke kam-pung sangat tepat,
karena sejak itu karirnya semakin cemerlang dan order menyanyi
semakin membanjir tak pernah putus.
Tahun 1987 Alasen Barus memboyong keluarganya pindah ke Jakarta
karena ingin meningkatkan karirnya disana. Saat itu Novita Barus
baru berusia 5 tahun. “Aku dan Bang Tua cuma sampai TK saja di
Berastagi, TK Methodis”, kata Novita Barus yang memiliki seorang
abang bernama Fitra Ch. Barus, dan seo-rang adik bernama Introina
br. Barus ini. Dan benar saja, bahwa abang tuanya Fitra Ch. Barus
yang lebih dulu berkiprah sebagai penyanyi dan cukup dikenal
sebagai penyanyi cilik Karo, saat itu bisa tampil di TVRI,
satu-satunya siaran televisi yang ada saat itu.
Sejak tahun 2012 penyanyi lagu “Ula Kam Sangsi”, “Ngam-burken
Iluh”, dan “Ula Aku Tadingken” ini hijrah ke Pancur Batu dan mulai
menapaki karir sebagai penyanyi panggung dan rekaman di kampungnya
sendiri. Hampir disetiap Kerja Tahun, merdang merdem, acara ulang
tahun muda-dudi, dan acara-acara kegembiraan Karo lainnya, ia
tampil menghibur bersama dengan perangkat gendang kibot dan
penyanyi solo lainnya.
Sebagai penyanyi solo wanita yang banyak penggembarnya ini,
merasa sangat bersyukur masih bisa memberikan sesuatu bagi
masyarakat lewat talenta yang ia miliki. “Aku akan akan terus
menyanyi selagi masyarakat masih membutuhkan dan merasa ter-hibur”,
kata Novita Barus saat ditanya kapan mau pensiun dari panggung
hiburan.
“Mulih jadi Rulih’, mungkin itulah kata yang tepat diberikan
ke-pada penyanyi berparas cantik yang berambut pirang ini untuk
meng-gambarkan keberhasilan karirnya di daerah asalnya, Pancur
Batu(JL)
Penyanyi Novita Barus
MULIH JADI RULIH
Sambutan dari teman-teman yang diundang ikut sebagai member dari
grup/laman tersebut secara pukul rata tidak terlalu hangat. Dari
2600-an orang yang diun-dang sebagai member, hanya lebih-kurang
rata-rata hanya 25 orang yang memberikan reak-si “like” atas
postingan yang dimuat, dan bahkan pukul rata tidak lebih dari
sepuluh orang yang memberikan komen atas postingan.
Sekedar catatan awal se-hubungan dengan laman terse-but,
beberapa point yang ingin dikemukakan melalui kesem-patan ini
adalah sebagai beri-kut ini.
Pertama, mari bersama kita memperhatikan bahwa ternyata karya
musik yang progresiflah yang terkenal hingga blantika musik
nasi-onal. Tengok saja seperti lagu Famili Taksi yang dibawakan
oleh Tiangsa Torong, lagu Oh Turang yang dibawakan Ingan Malem Br.
Bukit, dan lagu La-sam yang dibawakan oleh Het-ty Koes Endang.
Bahkan, lagu Piso Surit yang digarap oleh Viky Sianipar sempat
tayang pada MTV America yang membawa lagu tersebut pada publik
internasional..
Kedua, karya yang progre-sif selalu muncul dan diproduk-si dalam
mengisi ruang musik dari jaman ke jaman. Walau
tidak menjadi mainsteam, namum dia selalu mewarnai perkembangan
musik Karo. Artinya, musik ini sebenarnya memiliki segmentasi dalam
hal pendengar dan penggemar.
Ketiga, jenis musik ini berada di depan dalam hal penggunaan
teknologi mau-pun penggunaan alat musik tradisi yang dikombinasi
den-gan alat musik yang sedang digandrungi. Karena itu, wajar dan
sepantasnya ada wahana bagi orang-orang termasuk pencipta, pelaku
dan pengge-mar pop karo progresif untuk menampilkan karyanya ser-ta
menampung aspirasi para penggemar. Wahana yang di-maksud sekaligus
sebagai wa-dah untuk mengapresiasi krea-si para penyanyi, pencipta
dan pemusik pop Karo progresif.
Sekedar melengkapi info, bahwa musik progresif sebe-narnya
selalu berputar di seki-tar kita dan terus akan mengisi hari-hari
kita. Dengan menye-but nama 10 grup band pro-gressive rock
legendaris, yai-tu: Pink Floyd (1966), Jethro Tull (1967), Genesis
(1967), Yes (1968), Rush (1968), King Crimson (1969), Supertramp
(1969), Emerson Lake & Palm-er atau ELP (1970), Kansas (1971),
Dream Theater (1985), kita akan mengaku betapa lagu dan musik
mereka masih be-gitu sering beredar dan lintas
mengguit telinga kita.Ada orang yang men-
yatakan bahwa musik rock progresif adalah aliran musik rock yang
berasal dari Inggris yang kemudian berkembang di Amerika Serikat,
Jerman, Italia, dan bahkan menyebar ke seluruh dunia. Semula
ali-ran rock progresif merupakan usaha orang Inggris untuk
memberikan kesan lebih artis-tik pada musik rock. Mantan Presiden
kita Sukarno meng-gunakan istilah “musik ngak ngik ngok” ketika
mengkriti-si musik rock digemari anak muda Indonesia masa lalu.
Beberapa aliran musik yang dianggap sebagai dasar dari musik ini
yaitu psychedel-ic rock, blues rock, jazz fusion, classical music,
free jazz, dan experimental rock. Mari kita perhatikan bahwa
musik-musik yang disebut ini memiliki ciri karya yang dimainkan
secara merdeka sambil memasukkan unsur terobosan-terobosan baru
dalam musiknya. Penulis menganggap unsur dan tero-bosan baru inilah
yang menjadi ciri musik progresif.
Jiwa Progresif Hal pokok yang menja-
dikan penulis terkesan den-gan musik progresif adalah motivasi
memasukkan unsur baru yang terlihat jelas pada pemusik yang berjiwa
progre-sif. Mereka menjadi pemusik
Pop Karo Progresif: Membangun Jiwa ProgresifOleh : ROBINSON
SEMBIRING
Novita Barus
tidak hanya berkutat pada satu selera genre musik. Mereka selalu
mencari peluang dan wawasan baru dalam berkarya musik. Sesuatu yang
baru ter-us-menerus menjadi obsesi mereka ketika hendak dan se-dang
berkreasi. Sikap berkarya dan sikap menjalani kehidupan seperti ini
tentu dibutuhkan dari jaman ke jaman. Inovasi selalu dibutuhkan
oleh ma-nusia untuk adaptasi dengan berbagai perkembangan yang
dibawa oleh jaman. Lebih jauh, jika dibahas tentang kemajuan suatu
bangsa atau masyarakat, maka kemajuan tersebut ter-cakup dalam
sebuah kata yang disebut sebagai “progress”.
Inti dari suatu progress adalah inovasi, karya baru, kreasi
merespons jaman. Da-lam catatan penulis nama-na-ma Robby Gintings,
kelompok musik Rudang Hotel, Sayuti Lubis, F. Lamindo Sihaloho,
Daulat Ginting hingga Ando-lin Sibuea, dan beberapa nama lainnya
termasuk memiliki jiwa progresif yang dimaksud. Dari kalangan muda
belia, penulis catat beberapa nama seperti Plato Ginting, Rome-ro,
Juswandi Sukatendel, dan James Munthe.
Suatu hal yang pasti, pada saat mereka melemparkan
karya-karyanya ke tengah mas-yarakat, pada masa lalu ada kesan
bahwa karya tersebut menjadi eksklusif. Biasanya, yang bersedia
menikmati karya itu adalah masyarakat perko-taan. Kelompok
masyarakat ini juga sering disebut den-gan sebutan “kelas menengah
ke atas”. Mereka menikmati karya musik yang dibilang progresif ini
di sela-sela per-helatan pesta adat yang secara musikal didominasi
oleh musik mainstream “gendang kibot”. Kemungkinan lain adalah jika
pada pesta yang dimaksud disediakan ruang khusus untuk tamu
“undangan”, maka pada ruang inilah ditampilkan pe-main keyboard
atau grup band yang akan membawakan lagu-lagu pop, termasuk
lagu-lagu karya pemusik progresif.
Namun pada era pasca ta-hun 2000, eksklusifitas tersebut kian
memudar. Hari ini, dalam suatu perhelatan Gendang Guro-guro Aron,
telah dise-diakan waktu khusus penampi-lan lagu-lagu yang disebut
lagu pop non-gendang kibot. Pada kesempatan sekarang ini sering
muncul lagu-lagu yang menurut hemat penu-lis termasuk dalam
kategori pop progresif yang dibawakan dengan tempo dan irama yang
memacu semangat mencipta situasi, kondisi dan kreasi baru. Atmosfir
seperti inilah yang penulis anggap sebagai yang
Beberapa bulan lalu, penulis membuka laman (page) Pop Karo
Progresif pada Facebook. Laman ini dimaksudkan untuk menampung dan
memperkenalkan atau memutar kembali karya-karya pemusik Karo yang
dianggap memiliki unsur baru dalam penggarapannya saat
diperkenalkan. Hitung-hitung ya sambil menikmati hiburan juga.
Musik dan lagu yang diputar menurut istilah sekarang, yaitu musik
Karo diluar mainstream!
Panitia PenyelenggaraGENDANG MBURO ATE TEDEH TANAH KARO
SIMALEM
RAS PENANGKUHEN MERGA GINTING man H. HANIF DAKIRI (Menaker
RI)Alu ermeriah ukur nehken Tenah man banta kerina Kalak Karo ras
Simpatisanna gelah radu ras kita pulung peburo ate-ta tedeh
nandangi Tanah Karo Simalem, si ni lakoken ibas :Wari, tanggal :
Kamis, 7 Maret 2019Ibenai : Pukul 09.00 seh dungIngan Pulung :
Gedung Pertemuan Cut Nyak Dien Buperta, Cibubur- Jakarta
Timur.Acara : 1. Gendang Kybord Karo Bintang Tamu : RAMONA PURBA 2.
Penangkuhen Merga Ginting man H. HANIF DAKIRI ( Menaker RI ) 3.
Makan Siang BersamaI arapken kami kerehendu, Ula sitading-tading,
iahken kerina temanta, Ibas kerehendu i alo-alo kami alu ermeriah
ukur.
Ibas Gelar Panitia Benny Kris Depari Raja Sungkunen Ginting
Sekretaris Ketua
-
KATANTARAS 7EDISI 5, Maret 2019
Mayor Utaryo, Letnan Satu Wilson Pasaribu dan saya akan
me-ngunjungi Simalungun, daerah Sektor II yang letaknya di Sumatra
Timur. Kalau sesuai dengan rencana di sana waktu itu sudah harus
ada pasukan Sektor II (dengan komandannya Mayor Liberty Malau –
Red) . Karena di perbatasan Sektor III dan II, ialah batas
Karo-Simalungun belum ada pasukan Sektor III, maka satu peleton
dari Komandan Kompi Letnan Satu Ebeneser Sinuraya ikut ke
perbatasan.
Rupanya territorial kita belum sampai di perbatasan. Baru saja
kami tiba di kampung Cingkes, sudah ada patroli musuh dan
terjadilah tembak-menembak. Selama empat hari lamanya, tiap hari
tembak-menembak. Baik kami berada di sekitar Kampung Bawang, atau
di Tambak Bawang, atau di ujung Bawang, selalu ada patroli lawan.
Sampai Letnan Satu Ebeneser Sinuraya melaporkan, bahwa pasukannya
sudah kehabi-san peluru.
Sampai waktu itu juga kami belum mendapat hubungan de-ngan
Sektor II di Simalungun. Maka saya mengambil kepu-tusan; Pasukan
Sektor III kembali
saja ke induknya. Sektor III harus mulai membentuk kekuatan
territorial di perbatasan dengan Simalungun. Sudah tentu dengan
dibantu oleh pasukan yang agak cukup pelurunya.
Letnan Satu Wilson Pasaribu, sendirian, lebih dahulu pergi ke
Simalungun untuk mencari hubungan dengan Sektor II. Maka saya
putuskan untuk melanjutkan perjalanan dan pemeriksaan itu ke
Simalungun, daerah Sektor II. Saya mengira, kemungkinan besar kami
akan bertemu dengan orang staf territorial atau dari pasukan Sektor
II. Belakangan ternyata, Sektor II belum mengirim pasukan
infiltrasi ke Simalungun pada waktu itu.
Rombongan kami berenam, yakni Mayor Utaryo, Purba, Camat Sitepu,
Babo Sitepu, Renta Ginting dan saya. Kami berangkat malam hari
kira-kira pukul 8.00 dari Ujung Bawang. Daerah terbuka dengan
alang-alang di sekeliling. Waktu itu betul-betul gelap gulita.
Renta, sebagai penunjuk jalan, di depan. Di belakangnya Camat,
lalu saya, lalu Utaryo, Purba dan Babo. Belum juga kami berjalan
setengah jam lamanya, tiba-tiba kami mendengar bunyi besi
berketak.
Saya berhenti berjalan, sampai-sampai Utaryo yang berjalan di
belakang saya menyentuh saya, Lima detik kemudian terdengar
siulan.
Dan segera setelah itu rombongan kami dihujani peluru yang
dimuntahkan dari bren (senapan mesin ringan), senapan dan sten
(senapan otomatis). Cuma Utaryo yang bersenjata pistol dan saya
dengan revolver Smith & Wesson. Saya sempat menembak dua kali
ke arah kiri depan, sementara rombongan kelihatan bubar berpencar
ke sebelah kanan belakang yang nampak-nampaknya ada bukit.
Anehnya, tepat pada waktu itu sekeliling mulai sedikit terang
karena bulan muncul. Waktu tiba diatas, kira-kira 100 meter dari
tempat hadangan, saya berhenti. Teman-teman tidak nampak. Tetapi
tembakan ke jurusan saya terus melengking. Maka saya lepaskan
ransel dan bertiarap. Kemudian saya melihat dua orang mendekati
saya. Karena alang-alang tinggi, maka saya berdiri dengan
perlahan-lahan dan membidik. Tetapi kedua orang tadi melambung ke
belakang saya. Saya berpikir, tidak ada gunanya saya mundur
sekarang, sementara napas saya
belum normal. Saya tunggu lagi beberapa menit. Maka kemudian
barulah saya berjalan.
Sementara itu sekeliling saya sudah gelap gulita lagi. Cahaya
bulan menghilang. Belum juga dua puluh meter berjalan, saya
terjatuh ke dalam jurang yang tiga meter dalamnya. Saya maki-maki
sendirian dalam bahasa Belanda. Dan selang beberapa detik terdengar
suara, “Bapak, Bapak”.
“Siapa itu?” Tanya saya dengan suara yang agak meng-gema.
Ternyata Purba dan Babo yang menjawab, dengan suara
pelan-pelan.
“Hati-hati!”saya menyam-bung. “Masih ada dua musuh di belakang
kita.” Lalu saya keluar dari jurang.
“Bukan, Bapak, “kata Babo. “Yang dua orang itu, kami. Tetapi
karena melihat Bapak membidik kepada kami, kami menghindar. Musuh
masih dekat. Kami tidak berani berteriak menyebut nama kami.”
Bertiga kami mencari dulu tempat yang lebih aman, setengah
kilometer dari tempat tadi, diatas bukit. Esok paginya pukul
delapan, Renta datang dengan mendapat bantuan rakyat. Dia
bercerita, bahwa dengan lari zig-zag ia bisa selamat.
Saya tertawa dalam hati dan bersyukur mengenang kejadian itu.
Nasib baik juga yang menyelamatkan sehingga siraman peluru tidak
mengena diri saya. Renta juga mengatakan, bahwa sebentar lagi juga
Utaryo dan Camat akan dapat kita temukan.
Harapan saya mulai besar. Tetapi pukul 10.00 tiba-tiba ada kabar
dari rakyat, bahwa Utaryo dan Camat luka berat dan ditawan. Camat
malahan
tetap cacat. Dengan Mayor Utaryo saya baru bertemu lagi di bulan
Desember 1949 beberapa bu-lan sesudah cease fire. Dan ia bercerita,
bahwa ia dibawa ke rumah sakit Pematang Siantar setelah jatuh kena
peluru itu. Waktu diperiksa oleh seorang perwira Belanda dari
intelligence, dan menyebutkan nama dan jabatan, perwira Belanda itu
bertanya, “Di mana belajar bahasa Belanda?”
“Saya dahulu di HBS-V Bandung,”jawab Utaryo.
“Tahun berapa? Siapa guru-gurumu? Dan apakah masih ingat akan
teman-teman sekelasmu?” Tanya Belanda itu.
Sesudah Utaryo menjawab, perwira Belanda itu menggerakkan
tangannya dan menjabat tangan Utaryo dan berkata, “Saya juga murid
HBS-V pada waktu itu.”Sesudah itu, seperti diceri-takan oleh
Utaryo, sama sekali tidak dilakukan pemeriksaan lagi
terhadapnya.
Kepada Komandan Sektor III Mayor Selamat Ginting saya kemudian
memberitahukan, bahwa kami tidak jadi terus ke Simalungun, dan
berpesan supaya ia mengirimkan pasu-kan untuk mengantar kami
kembali. Tiga hari setelah itu kami selamat sampai di
Pernantin.
Di Pernantin saya bertemu dengan K. Pri Bangun. Dan sejak itu,
selama Aksi II, ia terus bersama saya sebagai ajudan.
Saya melihat di daerah Tanah Karo belum ada koordi-nasi antara
pasukan Sektor III dan Resimen IV pimpinan Mayor Djamin Gintings
yang berkedudukan di Kota Cane. Keduanya nampak seolah-olah
memperluas pengaruhnya masing-masing saja di daerah Tanah Karo.
Setelah saya perhatikan,
Kilasan Sejarah
KISAH PERJUANGAN KOL. A.E KAWILARANG DI TANAH KARO
Pengantar Akhir bulan Mei 1946 AE Kawilarang mendapat Surat
Keputusan dari Wakil Presiden yang juga Menteri Pertahanan ad
interim Mohammad Hatta, memerintahkan segera menghadap Panglima
Komando Sumatera Letjen Suhardjo Hardjowardojo, Ia dipersiapkan
menjadi Komandan Brigade yang sedang disusun di Tapanuli dan
Sumatera Timur. Menurut petunjuk Bung Hatta “di Tapanuli dan
Sumatera Timur” harus ada Komandan yang bukan berasal dari Jawa
atau Sumatera, disana harus dilakukan pembersihan, banyak saling
menyerobot dan saling melucuti, kurang disiplin dan banyak yang
melakukan korupsi. Tapi keputusan itu baru terlaksana pada tahun
1948 dengan naik pesawat amfibi Catalina .
Tanggal 16 Desember 1949 A.E Kawilarang pangkatnya naik menjadi
Kolonel dan kemudian diangkat menjadi Panglima TTSU (Tentara dan
Teritorial Sumatera Utara),
Kisah perjuangan AE Kawilarang di Tanah Karo dicuplik dari
biografi “AE Kawilarang, Untuk Sang Merah Putih (Pengalaman 1943 –
1961)” ditulis oleh Ramadhan KH, Penerbit Pustaka Sinar Harapan,
1988) Selamat membaca. (Redaksi)
maka saya berpikir, perlu sekali untuk menetapkan batas operasi
dan pengaruh dari kedua pasukan itu. Maka saya pergi ke Kotacane
menemui Mayor Djamin Gintings. Saya mengadakan pembicaraan panjang
lebar dengan Mayor Djamin Gintings dan setelah itu saya menganggap
perlu pergi sebentar ke Aceh via Blang Kejeren, maka saya dijemput
dengan jeep di Uak.
Sesampai di Aceh saya bertemu dengan Letkol Askari, dengan Daud
Beureuh dan juga dengan Kolonel Subiakto serta Eddy Martadinata.
Saya memegang pimpinan tentara dalam Sub Teritorial VII, juga
memegang jabatan Wakil Gubernur Militer Aceh untuk Tanah Karo,
selain jabatan Wakil Gubernur Militer Tapanuli dan Sumatra Timur-
Selatan.
Saya berhasil menetapkan daerah pertempuran untuk tiap pasukan.
Daerah Karo Utara, mulai dari Tigabinanga sampai Berastagi adalah
daerah pertempuran Resimen IV, sedangkan wilayah selatannya adalah
wilayah Sektor III. Hal ini juga diperkuat dengan suatu keputusan
dari Gubernur Militer Aceh, Tanah Karo dan Langkat, Tengku Daud
Beureueh.
Dengan demikian pasukan Mayor Slamet Ginting menda-pat
tugas-tugas baru. Tegasnya sebelah timur dan utara jalan adalah
kekuasaan Djamin Gintings. Sedangkan sebelah barat dan selatan
jalan adalah kekuasaan Selamat Ginting. (dalam website Pemerintah
Daerah Kabupaten Karo dibawah judul Agresi II Militer Belanda,
pembagian wilayah itu disebutkan dengan sedikit lebih rinci, namun
tidak disebutkan sumbernya - Red) ***
-
KATANTARAS8 EDISI 5, Maret 2019
KEDENTARAS
La Ban
ci NGEBon
S A T U R
Nina Nibul (nini bulang) mbarenda, asal kami situhuna i Mongol
nari. Lit nai tentera Mongol seh ku Palembang asum kerajan
Sriwijaya berjaya. Puluhen tentera Mon-gol e desersi (melarikan
diri dari dinas militer), kiam entah kuja deba. Selalak si gelarna
Tadu Khan seh kubas sada ingan, jumpa ras sekalak diberu, beru
Karo, i empoi Tadu Khan enda me ia. Sinursurna em empung nu empung
nu em-pung nu empung nu empung kami. Erkiteken perdalanen waktu,
keturunen Tadu Khan enda
dungna make merga Sembiring Colia.Lang situhuna ersenina nge
tuturku ras
mantan kipar Bayern Munchen, Oliver Khan. Bagepe ras bintang
filem Bollywood Shahrukh Khan, amin gia ayo kami la seri gantengna
ras nasibna mehuli, la bagi sekarajangenku. Nggeluh terjelpa-jelpa,
man pe engkelangi…..
Begitulah Tamburakrak II berceloteh sam-bil “ndidong doahken”
botol bir, yang dia beli dari hasil menggerayangi reba Nini Rahu.
Su-dah 4 botol bir campur TKW ditenggaknya. Akibatnya, dia nyerocos
terus tanpa henti. “Nini empung, Tadu Khan....o Tadu Khan” dia
berse-nandung dengan nada seadanya dengan nada sendu. “Tedehku e
andiko tedehku e empung Tadu Khan.....”
Adi kami, asal kami i Hollywood nari, ujar Dungil Pemanis (DP).
Ia juga sedang tenggen berat.
***
Manusia hidup berdasarkan anggapannya, entah itu disebut
legenda, mitologi, atau apa saja, yang penting hal itu mempengaruhi
cara berpikir dan tingkah laku mereka, ujar Pak TK, guru
anthropologi SMA “Pedas Beluh”, dalam sebuah diskusi di Kedentaras
beberapa minggu yang lalu. Hadir juga disana waktu itu Pak BP, guru
biologi, dan Pak PG, guru fisika. Dikusi berlangsung dengan tertib
dan menarik.
Perkede dan Baningta Maba Tuah (BMT), yang pikiran mereka berdua
sedang jernih, karena tidak berada di bawah pengaruh alkohol.
Mere-ka tidak minum bir bukan karena tidak suka bir,
melainkan karena sudah dua hari beltekna la jore alias kena
diare. Salah makanan. Sudah lebih dua puluh kali mereka silih
berganti ke kamar kecil guna pekena-kena bana. Itulah yang mencegah
mereka tidak meraih botol bir itu.
Anda adalah apa yang anda pikirkan, ada yang pernah bilang
seperti itu, kata Perkede, sekedar bicara saja. Soalnya disana
hadir si tiga dara, Ale Rudang, Colenta dan Adinda. Ia ingin
menunjukkan bahwa tingkaat intlektualitasnya lumayan berisi.
“Contohna? Contoooh….kawan…contoh!” seru Tamburakrak. “Contoh,
apai contoh soal, ula kin asal i embusi saja!” lanjutnya dengan
logat tua-tua kolihen.
“Kalak Simanjuntak misalnya, antara par-horbo julu ras parhorbu
pudi. Tah uga asal usul persoalen e, entah tuhu tah lang, si jelas
keben-cian atau permusuhan itu terus berlanjut, turun temurun, seh
kasa gundari”
“Alu kata sideban” lanjut Perkede, “legen-da itu tetap berwibawa
atau berlaku dalam ke-hidupan mereka”.
Sebenarnya, kata-kata itu berasal dari uca-pan Pak TK, guru
anthropologi ketika itu. Tapi karena Tambur dan DP sedang dalam
situasi tenggen berat, mana pula mereka ingat asa mua-sal kata-kata
itu, pikir Perkede. Lagipula, si tiga dara tidak hadir pada waktu
itu.
“Adi perterites horbo ei kuga ka?” Tam-burakrak bertanya sambil
mereguk bir ban-yak-banyak.
Si tiga dara tertawa mendengar pertanyaan
Tamburakrak itu, sekalipun tidak berbobot toh mereka merasa
terhibur, karena lucu. Tapi bagi, Tamburakrak tawa si tiga dara itu
membuat ia merasa dirinya memang seorang pemikir kelas berat yang
disegani kawan maupun lawan.
“Ma perlu kalak ah cingkam?” lanjut Tam-burakrak II. “I reba
Nini Rahu lit ije batang cingkam si seh kal galangna”
Percakapan di kede antara guru-gur SMA “Pedas Beluh” waktu itu,
timbul karena ada silang pendapat di sebagian orang, yang cukup
seru, yaitu antara pendapat yang bersikukuh bahwa Karo bukan Batak,
dan yang mengatakan Karo adalah bagian dari Batak. Perdebatan itu
membuat mulut mereka berbuih tanpa pernah berhasil membuat satu
kesimpulan apapun juga.
Semua berpulang kepada persepsi. Seperti ocehan Tamburakrak II,
asal nenek moyangnya dari Mongol, kemudian bergerak ke India, dan
terus merantau ke Cina, dan dari dataran Cina bergerak menyeberangi
lautan, tiba di kerajaan Sriwijaya, lalu melakukan desersi,
akhirnya sampai di satu tempat, dan menikah dengan ga-dis lokal.
Itulah nenek moyang Tamburakrak, setidaknya begitu menurut
versinya.
Apakah perlu membantahnya dengan men-yodorkan bukti-bukti
literatur? Tamburakrak II sedang tenggen, sehingga rasanya tidak
bijak-sana bila mengajaknya diskusi tentang sesuatu yang tidak
kebenarannya tidak jelas. Nanti dia bersenandung lagi dengan nanda
yang sendu ““Tedehku e andiko tedehku e empung Tadu Khan.....”
([email protected])
ASAL USUL
PENAYANGAN PERDANA “JANDI LA SURONG” SUKSES
Berastagi (Katantaras)
Di luar perkiraan penye-lenggara, penayangan perdana film “Jandi
La Surong” bauh karya sineas muda dan insan kreatif Karo bekerja
sama dengan Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karo yang digelar
di Gedung Star Teater Hotel Mikie Holiday, Berastagi, Kabupaten
Karo (23/2/2019) berlangsung sukses.
Jumlah penonton yang had-ir setidaknya mencapai 1.800 orang dari
yang ditargetkan 1.300 orang. Producer for Pro-motion and Screening
Altoni Pandia, mengungkapkan bahwa jumlah penonton membludak sesaat
sebelum pemutaran film, padahal pihaknya hanya mem-persiapkan 1300
kursi.
“Awalnya panitia hanya mempersiapkan kursi untuk 1300 orang,
namun seiring dengan jumlah penonton yang hadir on the spot membuat
panitia harus bergerak cepat mempersiapkan kursi,” ungkap Altoni
Pandia, seperti dilansir medan.tribunnews.com.
“Kita dari tim juga tidak menyangka dengan jumlah pe-nonton yang
hadir, tetapi kami sudah melakukan usaha yang semaksimal mungkin,”
ujarnya.
Roymanta Sembiring dan Beri Pana Sitepu juga men-gungkapkan hal
yang sama. Keduanya yang mengambil peran sebagai produser dan
sinematografer mengaku terke-jut dengan antusias masyarakat yang
demikian luar biasa.
Menurut mereka, selain menghasilkan karya, pembua-tan Jandi La
Surong adalah upaya menciptakan ekosistem perfilman di Sumatra
Utara
yang dulu pernah berjaya.Sutradara “Jandi La Sur-
ong” Ori Semloko mengatakan pemutaran perdana film yang
mengangkat novel lawas ber-judul sama, karya Muhammad Tempel
Tarigan ini dihadiri Bupati Karo, Terkelin Brahma-na; Wakil Bupati
Karo, Corry Sebayang dan seluruh kepala dinas Pemkab Karo.
Selain itu, juga hadir poli-tikus Arya Sinulingga yang sekaligus
menjadi produser eksekutif film itu, Dalam sam-butannya, Arya
mengatakan, film itu murni digarap oleh anak-anak muda Karo. Karena
itu, dia memberikan apresiasi kepada para anak muda Karo yang telah
bekerja keras untuk membuat film itu.
Arya pun berharap film independen karya sutradara Ori Semloko
itu nantinya akan ditampilkan di Festival Film Indonesia maupun
festival film internasional. Tak hanya itu, kehadiran film ini juga
dihara-pkan mampu mendorong daer-ah-daerah di luar Kabupaten Karo
untuk memperkenalkan daerah mereka melalui film.
Sementara itu, produser film Film “Jandi La Surong”, Beri Pana
Sitepu mengatakan, film itu menampilkan banyak nilai kearifan lokal
suku Karo, yang saat ini sudah jarang ditemui. “Dari film ini kita
lihat bahwa pemuda Karo di masa itu untuk melakukan pendekatan
dengan seorang gadis harus melewati se-jumlah langkah-langkah. Hal
ini tidak lagi kita temui saat ini,” ujar Beri Pana Sitepu yang
diwawan-carai usai penayangan film.
Beri juga berharap kehad-iran film “Jandi La Surong” bisa
membangkitkan kembali gairah perfilman Karo. Ke depan, akan
muncul sineas-sineas muda yang juga mengangkan seni dan budaya
Karo. “Harapan kita, dengan hadirnya film ini akan muncul kembali
film-film Karo yang berkualitas,” ujar Beri.
Dia mengatakan, Film ”Jandi Lasurong” akan di-tayangkan di 32
desa di Kabu-paten Karo dan 25 kota besar di Indonesia. Dia juga
berharap film itu bisa ditayangkan di fes-tival film internasional
sebagai sebuah film yang mengangkat nilai nilai kearifan lokal di
salah satu suku di Indonesia.
Film”Jandi La Surong” dengan bintang utama Femila Sinukaban dan
Arjuna Ginting, merupakan kisah nyata penu-lisnya (H Muhammad
Tempel Tarigan). Tentang kisah per-cintaan muda-mudi di tahun
1960-an dengan segala lika-li-kunya. Namun tidak sekadar cerita
cinta, di dalamnya ter-muat nilai-nilai budaya dan sosial
masyarakat Karo yang sekarang jarang ditemukan.
Untuk mendapatkan ha-sil yang baik, proses editing film ini
dilakukan di salah satu studio di Jakarta sedangkan colourist dan
penataan suara di studio Yogyakarta. Film ini akan ditayangkan di
berbagai kota di Indonesia antara lain, Jakarta, Bandung,
Yogyakarta dan Pekanbaru. Sementara un-tuk Medan akan ditayangkan
pada Maret mendatang.
“Saya berharap, melalui film ini akan lahir kembali film-film
dengan nuansa lokal yang akan menguatkan karak-ter bangsa
Indonesia,” ujar Ori. (Ckdt)
FOTO SIADI
Foto Koleksi Tropen Museum, BelandaEnda piga-piga rumah adat i
kuta Sigarang Garang. Rikut ras sistem administrasi si gundari,
kuta enda termasuk Kecamaten Namo Teran. I kedauhen teridah deleng
Sinabung jadi sekawal kuta e. Iperkiraken foto enda ibahan antara
tahun 1914 – 1919. Sada hal si unik, si teridah bas gambar e diberu
saja ngenca. Tentu saja enda faktor kebetulen saja, si dilaki tah
pe perbapan paksa i juma .
GUBSU MINTA GUNDALING DIHIJAUKANMedan (Katantaras)
Bupati Karo Tekelin Brahmana saat men-damping Kol Yufti Senjaya
yang akan bertugas di Kabupaten Karo selaku utusan PNBP bertemu
den-gan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi (19/2/2019), Gubernur meminta
agar se-keliling daerah Gundaling dihijaukan kembali.
“Karena Gundaling adalah daerah wisata yang diminati serta
dikunjungi
terlaris baru ke Danau Toba, katanya, seperti dilansir On-line
News Indonesia. Gu-bernur meminta agar hal itu menjadi prioritas
kedua.
Sedangkan untuk menja-di priroritas pertama, Guber-nur meminta
kepala BPBD Provinsi Riadil Akhie Lubis segera memfasilitasi kantor
milik Pemprov di Kabanja-he kepada Kol Yufti Sen-jaya. Dia akan
menjalankan tugasnya melakukan MON-EV (monitoring evaluasi)
guna pemulihan pasca erupsi Gunung Sinabung.
Kantor itu sangat dibu-tuhkan sebagai tempat un-tuk melakukan
koordinasi antar lintas dinas terkait. Lintas OPD dan lintas
ele-men masyarakat, ujar Bupa-ti Karo. Dan ternyata usulan dari
Bupati Terkelin segera disambut baik Gubernur dengan memberikan
kantor milik Pemprov di Kaban-jahe sesuai dengan harapan Bupati
Karo. (Cingkeru S)
-
KATANTARAS 9EDISI 5, Maret 2019
Man Tambar lungun dingen erlajarI jenda i elaken kami man bandu
Sada Ombang-ombang Satur. Ibas 3 (telu) langkah mbiring emat.
Mbentar lebe si erdalan.Ilakoken Peraturen Catur FIDEMari radu ras
kita ngukurkenca
Posisi buah Mbentar, Raja ibas c1, Gajah ibas a2Benteng f2Posisi
buah Mbiring, Raja a1Bidak ibas c3
Jawaban Bulan lalu : Putih : G a1 - f6Hitam: g7 x f6Putih : R e7
-f8Hitam: f6 - f5Putih : K h6 - f7 +mat
S A T U R
OM
BA
NG OM
BA
NG
Cililitan (Katantaras)
Satu-satunya pecatur Karo penyandang gelar Grand Master, Cerdas
Barus, masih terlalu kuat bagi 10 peserta catur simultan dalam
Turnamen Catur Ke II PMS (Pemuda Merga Silima) Jabodetabek yang
berlangsung (16/2 2019) di Kede PMS di kawasan Cililitan, Jakarta
Timur.
GM Cerdas Barus, pecatur yang memulai karirnya pada turnamen
Ke-juaraan Kota Seasia di Hongkong tahun 1983 mewakili kota Medan,
berhasil menang di 9 papan, dan seri melawan Suranta Peranginangin
(skor akhir 9,5 – 0,5) . Dengan demikian, GM Cerdas Barus berhak
menggondol piala dan uang sebesar 7 juta rupiah.
Turnamen itu yang semula akan dibuka oleh anggota DPD RI Dr.
Badiken-ita Sitepu SE, MSi karena satu dan lain hal berhalangan,
maka dibuka oleh Ket-ua Harian PMS Jabodetabek Danu Sebayang.
Karena keterbatasan tempat dan waktu, pihak panitia turnamen
membatasi peserta turnamen hanya 10 peserta saja. Kalau tidak,
peserta dari kawasan catur Cililitan saja pasti besar sekali jumlah
pecatur yang berminat untuk mengikuti tunamen itu.
PMS Jabodetabek telah berhasil menyelenggarakan untuk kali yang
kedua pertandingan catur simultan ini. Tahun lalu GM Cerdas Barus
juga bertanding secara simultan melawan 10 orang pecatur Karo yang
juga diselenggarakan di Cililitan. Bedanya pada saat Kejuaraan
Catur Simultan PMS Jabodetabek yang pertama, GM Cerdas Barus hanya
memenangkan 9 partai pertandingan.
“Penyelenggaraan Catur Simultan ini, akan menjadi program
tahunan PMS Jabodetabek. Melalui acara seperti ini, selain bentuk
kepedulian PMS Jabode-tabek kepada Pecatur Karo, juga diharapkan
dapat membangkitkan kembali pe-catur pecatur Karo di tingkat
Nasional”, demikian disampaikan Danu Sebayang selaku Ketua Harian
PMS Jabodetabek. Seperti kita ketahui bahwa pada era GM Cerdas
Barus, dan sebelum sebelumnya banyak sekali Pecatur Karo yang
berkiprah di tingkat Nasional.***(tongat)
Turnamen Catur PMS Ke II GM CERDAS BARUS MASIH TERLALU KUAT
Grand Master Cerdas Barus saat melangkah pada pertandingan catur
simultan kejuaraan Catur PMS ke II di Cililitan tanggal !6 Februari
2019 yang lalu
Nusantara
Foto: Antoni Sitepu
Medan (Katantaras)
Semangat ICK (Ikatan Cendik-iawan Karo) untuk memper-juangkan
jalan tol Berastagi – Medan tidak pernah kendor. Setiap kesempatan
selalu dipergunakan un-tuk menyampaikan paparan tentang hal itu,
Juga dilakukan pada acara “Dialog Indonesia di Masa Sekarang dan
yang akan Datang” di Regale Convention Medan (18/2/2019), di-mana
Menko Kemaritiman Luhut B Panjaitan hadir untuk menyampaikan
capaian pemerintahan Presiden Joko Widodo selama 4 tahun.
Di acara itu Ketua ICK Budi D Sinuligga mendapat kesempatan
me-maparkan kondisi kesenjangan pem-bangunan kawasan Danau Toba,
seh-ingga rencana pembangunan jalan tol Medan-Berastagi dapat
dipercepat, seperti dilansir harian SIB.
Walaupun jalan tol ini belum bisa dibangun tahun ini, alangkah
baiknya didahulukan pembangunan jembatan layang di dua titik di
jalur Medan - Be-rastagi, seperi di Tikungan Amoi (di atas Desa
Bandarbaru) dan di Tikun-gan PDAM Tirtanadi Sembahe menya-mai
jembatan layang Kelok Sembilan di Padang,” kata Sinulingga.
Menurut Sinulingga, biaya mem-bangun dua jembatan layang ini
ti-dak terlalu besar, cukup dengan dana Rp665 miliar. Tidak sebesar
biaya pembangunan jembatan layang Kelok Sembilan di Padang senilai
Rp41 triliun, sehingga besar harapan mas-
yarakat Sumut agar pemerintah pusat mengalokasikan
pembangunannya di APBN 2020.
Budi Sinulingga bahkan sangat berharap kepada Luhut Panjaitan
agar menyampaikan usulan pembangunan jalan tol ini kepada Presiden
Jokowi, agar bisa segera memerintahkan men-teri terkait untuk
mengalokasikan an-ggarannya di APBN.
Yang memberi harapan besar bagi kemajuan usulan itu, setelah
men-dengar paparan Budi D Sinulingga, Luhut Panjaitan meminta
kepada ICK untuk memberikan foto copy usulan permohonan pembangunan
jalan tol Medan-Berastagi itu. “Berikan ke-pada saya foto copy
usulan itu,” ujar Luhut Panjaitan dalam dialog itu.
Anggota Komisi D DPRD Su-mut Baskami Ginting, Layari Sinuk-aban
dan Donald Lumbanbatu kepada wartawan, Selasa (19/2) di Medan
menanggapi hal itu sebagai hal yang sangat positif.
“Kita yakin, usulan pembangunan jalan tol Medan-Berastagi akan
ditin-daklanjuti Pak Luhut dan akan mem-bicarakannya dalam rapat
kabinet di Jakarta. Apalagi Pak Luhut sudah me-minta foto copy
permohonan jalan tol tersebut kepada ICK,” ujar Baskami dan
Layari.
Baskami dan Layari menambah-kan, Pemkab Karo, ICK dan Komisi D
sudah berulang-kali menemui Ke-menterian PUPR, Bappenas maupun
DPR-RI asal Sumut di Jakarta, guna
ICK Sampaikan Copy Usulan Kepada Luhut B. Panjaitan
GAGASAN JALAN TOL BERASTAGI–MEDAN TERUS BERGERAKmendesak
pengalokasian dana pem-bangunan jalan tol Medan-Berastagi di APBN
TA 2022, tapi hingga kini belum ada realisasinya.
Akhirnya ICK berinisiatif men-yampaikan permohonan tersebut
ke-pada Luhut Panjaitan dan ternyata ada respon yang positif,
sehingga anggota Komisi D pun menyatakan keyak-inannya, bahwa Menko
Kemaritiman akan menindaklanjuti usulan tersebut.
Bagi masyarakat Sumut khususn-ya Karo, Dairi, Pakpak Bharat,
Hum-bahas maupun Aceh Singkil yang nan-tinya rutin melintasi jalan
tol tersebut, tandas Layari, jika jalan tol ini diba-ngun, tentunya
akan menggairahkan pembangunan dan pening